Anda di halaman 1dari 3

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Daging Sapi merupakan komoditas yang selalu diburu masyarakat Indonesia
khususnya pada hari besar. Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang
selama ini memberikan andil terhadap perbaikan gizi masyarakat, khususnya protein
hewani yang sangat dibutuhkan oleh pembangunan manusia Indonesia. Seiring
meningkatnya perkembangan jumlah penduduk dan perbaikan taraf hidup penduduk
di Indonesia, maka permintaan produk-produk untuk pemenuhan gizi pun semakin
meningkat, begitu pula dengan permintaan akan bahan pangan seperti permintaan
protein hewani. Komoditas daging, telur dan susu merupakan komoditas pangan yang
berprotein tinggi memiliki harga yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
komoditas pangan lainnya (Soedjana 1997).
Daging sapi merupakan salah satu bahan pangan pokok yang mengandung
protein cukup tinggi, selain daging ayam. Daging sapi tidak hanya dikonsumsi oleh
kebutuhan Rumah Tangga, juga sebagai bahan baku industry pengolahan, hotel,
restoran dan catering. Konsumsi daging sapi secara nasional terus meningkat seiring
dengan meningatnya jumlah penduduk dan perubahan, pola konsumsi masyarakat
serta selera masyarakat. Konsumsi daging sapi selama tahun 2011 sampai 2012
meningkat dari 1,8 kg/kapita/tahun menjadi 2,0 kg/kapita/tahun (Rapat Menko
perekonomian, 28 November 2012). Selama ini kebutuhan daging sapi Indonesia
terpenuhi melalui tiga sumber yaitu sapi lokal, sapi impor dan daging impor (Hadi
dan Ilham 2000). Namun, seiring dengan program swasembada daging sapi yang
telah berjalan sejak tahun 2005, pemenuhan dari impor baik berupa sapi potong
maupun daging secara berkala diturunkan jumlahnya. Kondisi ini sedikit
mengganggu keseimbangan antara kebutuhan dengan pasokan daging sapi di dalam
negeri.
Hadi (1999) menerangkan bahwa jika tidak ada perubahan teknologi secara
signifikan dalam proses produksi daging sapi di dalam negeri dan tidak ada
peningkatan populasi sapi yang berarti maka kesenjangan antara produksi daging sapi
dengan permintaan akan semakin melebar, dan berdampak pada volume impor yang
semakin besar. Dari pernyataan ini dengan upaya program swasembada pemerintah
dengan menurunkan impor daging sapi secara bertahap sebesar 10 persen,
seyogyanya telah dipersiapkan pasokan daging sapi sesuai dengan tingkat kebutuhan
yang diperlukan. Faktor-faktor pemicu kenaikan harga daging sapi cukup kompleks.
Henderson and Quandt (1980) dalam Ilham (2001) menyatakan bahwa faktor penentu
kenaikan harga daging sapi di pasar ditentukan oleh kekuatan permintaan dan
penawaran. Dalam kasus kenaikan harga daging sapi yang terjadi akhir-akhir ini
justru lebih dikarenakan oleh sisi pasokan. Hasil penelitian Kariyasa (2000) dan
Ilham (2001) menunjukkan bahwa harga daging sapi domestik ditentukan oleh harga
ternak sapi dan harga daging sapi impor namun tidak responsive terhadap perubahan
harga daging sapi domestik. Hasil ini berimplikasi bahwa kebijakan pengendalian
harga ternak sapi dan harga daging sapi impor kurang efektif dalam mengendalikan
harga daging sapi di dalam negeri.
Laju peningkatan konsumsi daging sapi yang mencapai 4,43%, dibandingkan
dengan laju peningkatan produksi sapi potong sebesar 2,33%, maka dalam jangka
panjang diperkirakan terjadi kekurangan produksi akibat adanya pengurasan ternak
sapi yang berlebihan, sehingga masih disuplai dari impor sebesar 8.912.111 ton
(tahun 2001). Upaya dalam pengendalian populasi dan perngembangan usaha telah
ditempuh oleh pemerintah melalui beberapa kebijakan dalam rangka
mempertahankan penyediaan daging sapi lokal secara kontinyu. Secara agregat
Indonesia adalah merupakan negara importer produk peternakan termasuk produk
daging sapi, yang cenderung mengalami peningkatan dari tahun ketahun, sebagai
akibat kurangnya pasokan daging nasional. Berdasarkan analisis permintaan dan
penawaran sebelum berlangsungnya krisis moneter di Indonesia (Direktorat Jenderal
Peternakan 1998), menunjukkan bahwa permintaan daging sapi sebesar 332.270 ton,
total produksi sapi potong 1,9 juta ekor. Untuk itu, diperlukan impor 303.000 ekor
sapi dari Auastrallia/New Zealand dan daging beku 18.571 ton dari Australia/New
Zealand/USA, karena ketidakseimbangan antara konsumsi dan produksi daging
nasional. Masuknya daging impor karena harga daging impor yang relative lebih
rendah, disamping adanya dumping price policy oleh negara pengekspor, akan
berdampak terhadap perkembangan usaha peternakan sapi potong domestik.

Indonesia merupakan negara pengimpor terbesar sapi hidup Australia.


Sepanjang 2008 sebanyak 651.196 ekor atau 75 persen dari total ekspor sapi hidup
Australia ke pasar dunia yang tercatat 869.545 ekor. Impor Indonesia sepanjang 2008
naik 26 persen dari impornya tahun 2007 yang mencapai 516.992 ekor. Pasalnya,
untuk mengimpor daging dari negara lain, izinnya masih belum keluar (Depdag
2006). Saat ini ada beberapa hal yang perlu dilakukan Indonesia untuk meningkatkan
ketersediaan daging di Indonesia, yakni peninjauan kembali sumber impor dan
struktur, meningkatkan produktivitas peternakan, meningkatkan program
pembelajaran dan pendidikan, meningkatkan pengembangan dokter hewan,
mengembangkan transportasi yang relevan, serta memberikan kesepakatan kerja yang
jelas dan terbuka. Harga paritas impor eceran daging sapi cenderung turun, sedangkan
harga eceran domestik cenderung naik. Divergensi ini terjadi sejak Juli hingga
Nopember 2008.

Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dibahas dalam tulisan ini adalah:
1. Alasan utama pemerintah memilih kebijakan impor sapi
2. Kebijakan Impor sapi dikaitkan dengan analisis ekonomi
3. Apakah harga sapi lokal dengan impor sebanding

Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan adalah adalah:
1. Mengetahui alasan pemerintah mengambil langkah untuk mengimpor daging
sapi
2. Menganalisis kebijakan impor sapi dengan analisis ekonomi
3. Mengetahui dan membandingkan harga sapi lokal serta harga impor
4. Mengkaji harga sapi lokal dan impor yang sesuai dan menguntungkan bagi
Indonesia

Daftar Pustaka
(edit lagi ya dapus nyaaaaa)
Kariyasa K. 2000. Analisis Penawaran dan Permintaan Daging Sapi Di Indonesia
Sebelum dan Saat Krisis Ekonomi: Suatu Analisis Proyeksi Swasembada
Daging Sapi 2005. Bogor (ID).Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Hadi P.U dan Nyak Ilham. 2000. Peluang Pengembangan Usaha Pembibitan Ternak
Sapi Potong Di Indonesia dalam Rangka Swasembada Daging 2005. Bogor
(ID).PSE.
Soedjana T.D, T. Sudaryanto, R. Sayuti, Subandriyo, Soepeno dan A. Mulyadi. 1994.
Estimasi Parameter Sistem Permintaan Komoditas Ternak Dan Hasil Ternak
Di Kawasan Timur Indonesia. Laporan Hasil Penelitian. Puslitbang
Peternakan Bekerjasama Dengan P4N, Bogor.

Hadi P.U dan Nyak Ilham. 2000. Peluang Pengembangan Usaha Pembibitan Ternak
Sapi Potong Di Indonesia dalam Rangka Swasembada Daging 2005. Bogor
(ID).PSE.

Direktorat Jenderal Peternakan. 1998. Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal


Peternakan dengan Asosiasi Obat Hewan, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai