Garuda 1437623
Garuda 1437623
ABSTRAK
Kata kunci: cangkang, cylindrical surface, setengah lingkaran, ellips, teori selaput tipis,
gaya-gaya dalam.
ABSTRACT
Keywords: shell, cylindrical surface, semi-circular, elliptical, film theory, the forces
1. PENDAHULUAN
Perkembangan perencanaan konstruksi bangunan beberapa tahun belakangan ini
cukup berkembang pesat, terutama dalam hal estetika. Hal ini membuktikan bahwa
manusia sebagai pelaku utama tidak hanya berusaha mendapatkan konsep
perencanaan lebih aman, nyaman, praktis, dan ekonomis melainkan juga dari segi
artistik. Salah satu konstruksi bangunan yang cukup artistik adalah struktur shell.
Selain itu struktur shell juga cukup fleksibel untuk dibentuk dan dapat digunakan pada
bentang yang lebar.
Salah satu bentuk struktur permukaan lengkung yang sering ditemukan adalah
atap. Ada banyak alasan yang orang-orang untuk atap memilih melengkung. Alasan
yang paling jelas adalah untuk estetika. Penggunaan atap lengkung memungkinkan
untuk desain struktur yang ruangan dalam bangunan yang lebih luas dikarenakan tidak
adanya kolom dan balok di bagian dalam bangunan. Struktur berpermukaan silindris
banyak digunakan seperti pada bangunan pabrik, gudang-gudang, pembangkit listrik,
garasi, stasiun kereta api, dan stadion.
Pada tugas akhir ini akan dibahas mengenai perbandingan desain struktur
berbentuk cylindrical surface dengan menggunakan material beton dan baja dimana
perhitungan gaya-gaya dalam dan tegangan yang terjadi dilakukan dengan bantuan
program SAP2000. Struktur beton bertulang direncanakan sebagai struktur shell
(cangkang) sedangkan untuk struktur baja direncanakan dengan menggunakan rangka
batang. Kemudian kedua material tersebut akan dibandingkang terhadap biaya untuk
pembuatan sebuah struktur yang menggunakan atap dengan bentuk cylindrical surface
untuk menentukan penggunaan material yang lebih ekonomis.
1.2. PERUMUSAN MASALAH
Bangunan yang berbentuk cylindrical surface dewasa ini semakin diperhatikan
dalam hal estetika. Struktur berbentuk cylindrical surface tersebut dapat terbuat dari
material beton maupun baja. Pada tugas akhir ini akan dibahas mengenai
perbandingan desain struktur berbentuk cylindrical surface dengan menggunakan
material beton dan baja dimana perhitungan gaya-gaya dalam dan tegangan yang
terjadi dilakukan dengan bantuan program SAP2000. Struktur beton bertulang
direncanakan sebagai struktur shell (cangkang) sedangkan untuk struktur baja
direncanakan dengan menggunakan rangka batang. Kemudian kedua material
tersebut akan dibandingkang terhadap biaya untuk pembuatan sebuah struktur yang
menggunakan atap dengan bentuk cylindrical surface untuk menentukan penggunaan
material yang lebih ekonomis.
1.3. TUJUAN PEMBAHASAN
Adapun maksud dan tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui
perbandingan perhitungan dan perencanaan untuk struktur yang berpermukaan
cylindrical surface dengan menggunakan material beton dan baja. Dan memperoleh
material yang lebih ekonomis terhadap biaya di antara beton dan baja untuk
pembuatan bangunan dengan atap yang berbentuk cylindrical surface.
1.4. PEMBATASAN MASALAH
Adapun pembatasan masalah yang diambil untuk mempermudah penyelesaian
adalah :
a. Lokasi pembangunan di kota Medan.
b. Struktur yang digunakan adalah struktur shell untuk material beton dan struktur
rangka untuk material baja.
c. Radian (f) yang digunakan adalah 5 m.
d. Lebar bentang bangunan adalah 30 m dengan panjang 60 m.
e. Jarak antara portal 6 m.
f. Tinggi bangunan direncanakan 7 meter.
g. Pondasi tidak dihitung.
1.5. MANFAAT PENELITIAN
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Bagi penulis: Sebagai studi mahasiswa tentang mata kuliah yang berkaitan dengan
struktur bangunan, yang telah didapat dalam proses Belajar-Mengajar di lingkungan
kampus dengan mengaplikasikannya di lapangan. Salah satunya yaitu mahasisa
mampu menganalisa dan mendesain struktur bangunan berbentuk cylindrical surface
dengan menggunakan material beton maupun baja.
2. Bagi akademik: Sebagai mutu pembelajaran dan dijadikan referensi bagi pihak-pihak
yang membutuhkan penelitian ini.
3. Bagi masyarakat: Sebagai masukan yang dapat digunakan oleh masyarakat
khususnya yang ingin membangun struktur yang memerlukan ruang bagian dalam
yang lebih luas sehingga struktur dengan cylindrical surface dapat dipilih maupun
material yang digunakan baik material beton ataupun baja.
2. METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Merupakan langkah-langkah atau teknik yang dilakukan dalam pengumpulan data
perencanaan, yaitu:
Studi literatur
Kegiatan ini adalah perencanaan data dengan mempelajari literatur atau referensi yang
berhubungan dengan perencanaan struktur beton bertulang dan baja khususnya untuk
struktur berbentuk cylindrical surface dari berbagai sumber seperti berupa literatur buku,
jurnal, artikel, maupun data dari internet.
Prosedur penelitian
Menghitung gaya-gaya dalam yang terjadi pada struktur beton maupun baja dengan
menggunakan program SAP
Merencanakan dimensi struktur beton maupun baja berdasarkan hasil perhitungan
dengan program SAP
Menghitung dan membandingkan rencana anggaran biaya terhadap struktur
material beton dan baja.
3. TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Schodeck (1998), shell atau cangkang adalah bentuk struktural tiga
dimensional yang kaku dan tipis yang mempunyai permukaan lengkung.
Sesuai dengan terjadinya bentuk shell, maka shell digolongkan dalam tiga macam:
1. Rotational surface
Adalah bidang yang diperoleh bilamana suatu garis lengkung yang datar diputar
terhadap suatu sumbu. Shell dengan permukaan rotasional dapat dibagi tiga yaitu :
spherical surface, eliptical surface, dan parabolic surface.
2. Translational surface
Adalah bidang yang diperoleh bilamana ujung-ujung suatu garis lurus digeser
pada dua bidang sejajar. Shell dengan permukaan translational dibagi dua yaitu:
cylindrical surface dan eliptic paraboloid.
3. Ruled surface
Adalah bidang yang diperoleh jika suatu garis lengkung yang datar digeser sejajar
diri sendiri terhadap garis lengkung yang datar lainnya. Shell dengan permukaan ruled
ada dua macam yaitu: hyperbolic paraboloid dan conoid.
Berdasarkan arah lengkungannya shell dibagi menjadi :
1. Single Curved Shell
Yaitu arah lengkungannya satu arah serta permukaannya tidak diputar/digeser,
dan dibentuk oleh konus yang sama. Contoh : lengkung barrel dan silinder..
2. Double Curved Shell
Yaitu arah lengkungannya dalam dua arah. Terdiri dari 2 macam :
a. Double Curved Shell yang arah lengkungnya ke satu arah (Synclastic shell)
Contoh: - Spherical dome shell
- Tension membran shell
b. Double Curved Shell yang arah lengkungnya kearah yang berbeda (Anticlastic)
Contoh :- Conoid
- Hiperbolic Paraboloid
Menurut Timoshenko (1992), Pada banyak persoalan deformasi cangkang,
tegangan lentur dapat diabaikan, dan hanya tegangan yang disebabkan oleh regangan
pada permukaan tengah cangkang saja yang diperhitungkan. Sebagai contoh, diambil
suatu wadah berbentuk bola yang mengalami pengaruh tekanan dalam yang terbagi
secara merata dan tegak lurus pada permukaan cangkang.
Jika kondisi cangkang sedemikian rupa sehingga lenturan dapat diabaikan,
permasalahan analisis tegangan dapat dibuat menjadi sangat sederhana, karena momen
resultan dan serta resultan gaya geser hilang. Jadi, yang belum diketahui adalah tiga
buah besaran Nx, Ny, dan Nxy=Nyx, yang dapat ditetapkan dari kondisi
keseimbangan suatu elemen. Oleh karena itu, permasalahannya menjadi statis tertentu
bila semua gaya yang bekerja pada cangkang telah diketahui. Gaya-gaya Nx, Ny, dan
Nxy yang diperoleh dengan cara ini acapkali disebut gaya selaput tipis, dan teori
cangkang yang berdasarkan pada pengabaian tegangan lentur disebut teori selaput
tipis.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Perencanaan Struktur Beton
3.1.1. Analisis Struktur
1. Beban Mati
Beban Mati pada struktur bangunan gedung ditentukan dan digunakan acuan
“Tata Cara Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SNI 1726-
1989F, Dept. PU 1987)”, seperti berikut :
Beton Bertulang : 2400 kg/m3 = 24 KN/m2
2. Beban Hidup
Beban hidup pada atap dan/atau bagian atap yang tidak dapt dicapai dan
dibebani oleh orang, harus diambil yang paling menentukan diantara dua
macam beban berikut:
a) Beban terbagi rata per m2 bidang datar berasal dari beban air hujan sebesar
(40 – 0,8α) kg/m2
Dimana α adalah kemiringan atap.
Karena f = 5 m, dan L = 50 m
α = 22,62
Maka beban hidup terbagi rata = 40 – (0,8*22,62) = 21,904 kg/m2
b) Beban terpusat berasal dari seorang pekerja atau seorang pemadam
kebakaran dengan peralatan sebesar minimum 100 kg.
Maka beban hidup yang paling menentukan adalah beban terpusat sebesar
100 kg.
3. Beban Angin,
Tekanan tiup angin harus diambil minimum 25 kg/m2
Koefisien arah angin, atap lengkung dengan sudut pangkal β:
Dikarenakan α = 22,62, maka beban angin yang bekerja yaitu:
o Pada seperempat busur pertama – 0,5 = - 0,5 x 25 = - 12,5 kg/m2
o Pada seperempat busur kedua – 0,6 = - 0,6 x 25 = - 15 kg/m2
Untuk bidang lengkung di belakang angin
o Pada seperempat busur pertama – 0,4 = - 0,4 x 25 = - 10 kg/m2
o Pada seperempat busur kedua – 0,2 = - 0,2 x 25 = - 5 kg/m2
o Angin sebelah kiri + 0,8 = (+ 0,8 x 25) = 20 kg/m2
o Angin sebelah kanan – 0,6 = (-0,6 x 25) = -15 kg/m2
4. Beban Gempa
1. Beban Mati
Pelat atap = 0,5(3,14x(5+15) x 60) 0,1. 24 = 4521,6 kN
Balok = 2 (60x0,4x0,6) 24 = 691,2 kN
Kolom = 22 (1,1x1,1) 24 = 638,88 kN
Spesi = (60x30) x 0,02 x 21 = 756 kN
Dinding Bata = 4 ((60+30) (0,15) (3,5) (17) = 3213 kN
WD total = 9820,68 kN
2. Beban Hidup
WL atap = 100 kg/m2 = 1 kN/m2
Koefisien reduksi beban hidup = 0,5 (Peraturan Pembebanan Untuk Rumah
dan Gedung 1987, untuk gedung dengan penggunaan sebagai pertemuan
umum seperti mesjid, gereja, bioskop, restauran, ruang dansa, ruang
pagelaran)
WL = 1 x 0,5 x 60 x 3,14 x (5+15) x 0,5 = 942 kN
3. Berat total bangunan = 10762,68 kN
4. Faktor keutamaan struktur (I)
Dari Tabel Faktor Keutamaan Bangunan (SNI 03-1726-2002, besarnya
faktor keutamaan struktur (I) untuk gedung umum seperti untuk penghunian
atau pertemuan diambil sebesar 1.
5. Pembatasan waktu getar alami fundamental
Untuk mencegah penggunaan struktur gedung yang terlalu fleksibel, nilai
waktu getar alami fundamental T1 dari struktur gedung harus dibatasi,
bergantung pada koefisien ζ untuk Wilayah Gempa tempat struktur gedung
berada dan jumlah tingkatnya n menurut persamaan
T1 < ζ n
di mana koefisien ζ ditetapkan menurut Tabel
Jumlah tingkat = 1, maka T1 < 0,18(1) = T1 < 0,18
6. Faktor Reduksi Gempa
Dari tabel Faktor Reduksi Gempa (SNI 03-1726-2002) Struktur Gedung
ini termasuk dalam kategori struktur Sistem rangka gedung (Sistem struktur
yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara
lengkap. Beban lateral dipikul dinding geser atau rangka bresing) untuk
beton bertulang dengan rangka bresing biasa. Besarnya nilai faktor reduksi
gempa R = 5,6.
7. Penentuan Jenis Tanah
Diasumsikan jenis tanah adalah tanah sedang (terlebih dahulu harus
dilakukan pengujian kekuatan tanah, pengujian dapat dilakukan dengan uji
sondir ataupun SPT/Standart Proctor Test).
8. Penentuan Zona Wilayah Gempa
Berdasarkan Peta Wilayah Gempa Indonesia (SNI 03-1726-2002),
Gedung diasumsikan berlokasi di Medan yang mana berada pada wilayah
gempa 3 dari zona gempa Indonesia.
9. Faktor Respon Gempa gempa dasar
Berdasarkan grafik respon spektrum gempa rencana (SNI 2002) untuk
wilayah Medan terdapat pada wilayah gempa 3, dengan nilai waktu getar
alami (T1) = 0,18 diperoleh nilai faktor respon gempa C = 0,548.
Lendutan izin
Dikarenakan gaya tekan yang terjadi adalah kecil maka digunakan tulangan geser
minimum.
Digunakan tulangan 10 – 150 mm.
3.1.5. Penulangan Pada Balok
Penulangan Lentur Balok Bagian Tumpuan
Tulangan tekan direncanakan telah luluh
Dari perhitungan mekanika struktur menggunakan SAPv14 diperoleh
Mmax = 105714,4 Nm = 105714400 Nmm
β1 = 0,85 –0,008(f’c–30) = 0,85 – 0,008(40-30)
= 0,77
b = 400 mm h = 600 mm
d` = 60 mm
d = h – d` = 600 – 60 = 540 mm
direncanakan ρ’ = 0,5 ρ
maka:
{( )( ) }
{ }
{ }
Diperoleh ρ = 0,00342
( )
D tulangan = 39 mm
tebal selimut beton, ts = 40 mm
Hitung A bruto
Hitung nilai r dan β (dari grafik dan tabel perhitungan beton, CUR 4)
Untuk f`c = 40 Mpa diperoleh:
fy = 350 Mpa β = 1,33
d’/h = 0,136 r = 0,044
b. Beban Hidup
Beban terpusat (P = 100 kg)
Momen akibat beban terpusat > Momen akibat beban terbagi rata, maka tegangan
yang timbul ditentukan oleh beban terpusat.
c. Beban Angin
1. Angin tekan
α < 65, maka koefisien angin tekan
0,02 α – 0,4 = 0,02 (36,87) – 0,4 = 0,337
qx = koefisien angin tekan x tekanan angin x jarak gording
= 0,337 x 25 x 1,5= 12,64 kg/m
qy = 0
Mx = 1/8 . qx . L2 = 1/8 (12,64)(6,0)2 = 56,88 kgm
My = 0
Dx = 1.2 qx . L = ½ . 12,64 . 6 = 37,92 kg
Dy = 0
Lendutan yang terjadi:
2. Angin hisap
Koefisien angin hisap = -0,4
qx = koefisien angin hisap x tekanan angin x jarak gording
= -0,4 x 25 x 1,5
= 15 kg/m
qy = 0
Mx = 1/8 . qx . L2 = 1/8 (-15)(6,0)2 = -67,5 kgm
My = 0
Dx = 1.2 qx . L = ½ . -15 . 6 = -45 kg
Dy = 0
Lendutan yang terjadi:
Tabel 3.1. Momen dan bidang geser akibat variasi dan kombinasi beban
Momen Beban Beban Beban angin Kombinasi beban
dan mati hidup Angin Angin Primer Sekunder
Bidang tekan hisap
Geser
(1) (2) (3) (4) (5) (2)+(3) (2)+(3)+(4)
Mx 68,31 119,98 56,88 -67,2 188,29 245,17
My 51,26 90 0 0 141,26 141,26
Dx 45,54 39,99 37,92 -45 85,53 123,45
Dy 34,17 30 0 0 64,17 64,17
3.1.2. Kontrol Kekuatan Gording
Direncanakan menggunakan gording CHS
q = 11,9 kg/m D = 101,6 mm A = 15,17 cm2 t = 5,0 mm
I = 177 cm4 r = 3,42 cm Z = 34,9 cm3
a. Kontrol Kekuatan gording terhadap tegangan
Kontrol tegangan dilakukan terhadap dua jenis kombinasi pembebanan,
yaitu kombinasi pembebanan primer dan kombinasi pembebanan sekunder.
Kombinasi Pembebanan Primer
̅
(Aman)
Kombinasi Pembebanan Sekunder
̅
(Aman)
b. Kontrol Lendutan
√
OK!
Maka gording dengan profil CHS (D = 101,6 mm) dapat digunakan.
3.1.3. Perencanaan beban gempa
1. Berat bangunan
a. Beban mati
Beban atap = 4,72 x 1884 = 8892,48 kg
Berat gording = 22 x 60 x 11,9 = 15708 kg
Beban mati total = 24600,48 kg
b. Beban hidup
WL atap = 100 kg/m2
Koefisien reduksi = 0,5
WL atap = 1 x 0,5 x 60 x 3,14 x (5+15) x 0,5 = 942 KN = 94200 kg
c. Berat Total = 118.800 kg
2. Faktor Reduksi Gempa
Dari tabel Faktor Reduksi Gempa (SNI 03-1726-2002) Struktur Gedung ini
termasuk dalam kategori struktur Sistem rangka gedung (Sistem struktur yang
pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap.
Beban lateral dipikul dinding geser atau rangka bresing) untuk beton bertulang
dengan rangka bresing biasa. Besarnya nilai faktor reduksi gempa R = 5,6.
3. Faktor Respon Gempa gempa dasar
Berdasarkan grafik respon spektrum gempa rencana (SNI 2002) untuk wilayah
Medan terdapat pada wilayah gempa 3, dengan nilai waktu getar alami (T) =
0,18 diperoleh nilai faktor respon gempa C = 0,548
Batas Leleh:
berdasarkan SNI 03-1726-2002 Pasal 10.1
OK!
Batas Putus
Ae = 0,75 Ag
OK!
Jadi profil CHS D 48,6 mm dapat dipakai sebagai batang bawah pada kuda-kuda
space truss.
a. Batang tekan
Kontrol pada batang frame 1138 dengan menggunakan profil CHS
Dari hasil analisa dengan program SAP didapat:
Pu = -55682,8 N
D = 2316,09 N
L = 236 cm
Hitung Ag minimum yang diperlukan
√ √
Jadi profil CHS D 60,5 mm dapat dipakai sebagai batang tekan pada kuda-kuda
space truss.
3.1.5. Perencanaan Kolom Baja
Pmaks = -262647 N
L = 700 cm
Hitung Ag minimum yang diperlukan
√ √
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pekerjaan Umum, 2002. SNI (Standar Nasional Indonesia) Tata Cara
Perhitungan Struktur Beton. Bandung. SNI
Departemen Pekerjaan Umum, 2002. SNI (Standar Nasional Indonesia) Tata Cara
Perencanaan Struktur BajaUntuk Bangunan Gedung. Bandung. SNI
Departemen Permukiman Dan Prasarana Wilayah, 2002. Standar Perencanaan
Ketahanan GempaUntuk Struktur Bangunan Gedung (SNI – 1726 – 2002). Bandung. SNI
Peraturan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987.
Schodek, Daniel dan Bambang Suryoatmo. 1998. Struktur. Bandung. PT. Refika
Aditama
Sebayang, S Wahyuni, 2014. Analisis Perbandingan Perhitungan Struktut yang
Berbentuk Cylindrical Surface pada Struktur Beton dan Baja. Medan. Universitas
Sumatera Utara.
Timoshenko, S dan S Woinowsky-Krieger, 1992. Teori Pelat dan Cangkang. Jakarta,
Penerbit Erlangga.