Anda di halaman 1dari 9

IMPLEMENTASI BUDAYA KESELAMATAN,

KEAMANAN DAN PELAYANAN

A. PENGERTIAN IMPLEMENTASI BUDAYA

Pada erra globalisasi kemajuan di bidang teknologi dan informasi begitu pesat, hubungan antar
bangsa semakin terbuka dan persaingan makin ketat. Kondisi ini menuntut setiap organisasi
kerja termasuk di sektor kepelabuhanan untuk bekerja lebih giat, efisien efektif dan kompetitif.
Oleh sebab itu sumber daya manusia senantiasa harus selalu meningkatkan etos kerjanya.
Disamping kompetensi sesuai dengan profesi masing-masing SDM juga harus selalu
mendahulukan keselamatan, menjaga keamanan serta siap memberikan pelayanan prima.
Berbagai upaya dilakukan untuk menumbuhkan kesiapan berperilaku yang senantiasa
mendahulukan keselamatan, memperhatikan keamanan dan pelayanan prima, sesuai dengan
tuntutan kerja di bidang kepelabuhanan. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan
implementasi budaya organisasi. Cara tersebut diharapkan dapat menjadikan pekerja menjadi
anggota organisasi yang baik dan tidak merasa asing di lingkungan kerjanya. Proses
implementasi budaya diperlukakan untuk mmemberi pemahaman sehingga dengan
pemahaman yang baik tentang budaya organisasi akan tumbuh keyakinan dan penghayatan
akan nilai-nilai budaya yang ada yang pada gilirannya mereka siap melakukan perilaku yang
diharapkan. Dalam hal ini perilaku yang selalu mengutamakan keselamatan kerja, keamanan
dan pelayanan.

B. KECOCOKAN INDIVIDU DENGAN BUDAYA ORGANISASI

Budaya organisasi merupakan nilai-nilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk
menghadapi permasalah eksternal dan usaha penyesuaian integrasai ke dalam perusahaan,
sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada dan
bagaimana mereka harus bertindak (Susanto dalam Edy Sutrisno, 2013: 25). Seluruh anggota
organisasi harus memahami budaya organisasi dengan benar. Pemahaman tersebut sangat
diperlukan untuk kepentingan kegiatan organisasi baik yang bersifat strategi maupun yang
bersifat teknis. Edy Sutrisno (2013: 25) mengemukakan hasil penelitian yang dilakukan
beberapa orang yang menunjukkan bahwa nilai-nilai budaya organisasi mempengaruhi
perilaku dan sikap individu. Individu yang sesuai dengan budaya organisasi mempunyai
kecenderungan untuk mempunyai kepuasan kerja dan komitmen yang tinggi terhadap
organisasi serta memiliki intensitas yang tinggi untuk terus bekerja di organisasi tersebut.
Sebaliknya yang tidak sesuai dengan budaya organisasi, kepuasan kerja dan komitmenya
terhadap organisasi rendah dan cenderung meninggalkannya. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa nilai budaya secara signifikan mempengaruhi efektifitas organisasi
melalui peningkatan kualitas out put dan mengurangi biaya tenaga kerja.

C. BERBAGAI STRATEGI IMPLEMENTASI BUDAYA KESELAMATAN,


KEAMANAN DAN PELAYANAN

Implementasi budaya keselamatan, keamanan dan pelayanan berarti menerapkan seluruh


elemen budaya. Seperti diketahui kebudayaan terdiri dari elemen asumsi, nilai dan keyakinan
yang diyakini bersama. Elemen ini tidak dapat dilihat oleh inderawi tetapi mewujud dalam diri
dan dalam bentuk perilaku anggota dan artifak. Elemen kedua berupa arttifak yaitu elemen
budaya yang dapat dilihat: seperti struktur fisik, yang berupa bentuk, warna, letak bangunan
ritual /seremoni cerita-cerita, serta bahasa, misalnya berupa tulisan tentang prinsip-prinsip dan
nilai organisasi
Jadi kebudayaan adalah keterkaitan antara pola pikir, perilaku dan artifak pada suatu kelompok.
Ketiga elemen tersebut tidak dapat dilepaskan satu sama lain, karena hakekatnya merupakan
satu kesatuan. Kesatuan tersebut sangat hakiki tetapi dalam praktek sering dilupakan. Misalnya
menggunakan helm atau sepatu keselamatan dalam bekerja sangat diperlukan, tetapi bila buruh
menyakini bahwa hal itu merepotkan dan menganggu kelincahan mereka dalam bekerja (pola
pikir) maka sekalipun helm dan sepatu (artifak) itu disediakan tetap saja tidak digunakan
(perilaku). Disisi lain ada sekelompok orang yang sudah punya kesadaran untuk antre (pola
pikir) unttuk ketertiban, keselamatan, keamanan dan kemudahan pelayanan, tetap sarana tidak
disediakan (artifak) akhirnya antrean kacau sehingga terjadi desak-desakan (perilaku). Dengan
memperhatikan ketiga elemen budaya tersebut diharapkan menjadi pendekatan strategis yang
bisa secara efektif dan efisien merubah perilaku. Kemudian bagaimana caranya ? Berikut
dikemukakan beberapa pendapat pakar tentang strategi tersebut.
Sarlito Wirawan Sarwono (2007) mengemukakan ada 4 (empat) azas pengubahan budaya kerja
aparatur negara, yaitu:

1 Doktrin (falsafah, pandangan, visi, misi, nilai, norma, peraturan, undang-undang dsb).
Doktrin diperlukan sebagai acuan berpikir yang akan mengarahkan seluruh perilaku
anggota kelompok/organisasi. Dalam hal mewujudkan budaya keselamatan, keamanan dan
pelayanan, diperlukan aturan, perundangan, visi, misi nilai dan sebagainya sebaga pedoman
berperilaku.
2 Reinforcement (hadiah dan hukuman). Inti kesenjangan antara norma dan praktek di
lapangan adalah tidak adanya system reinforcement (ganjaran dan hukuman) yang tegas
dan konsisten. Pelaksanaan hadiah dan hukuman harus tepat sasaran. Bila yang melanggar
aturan tidak dihukum malah mendapat hadiah sedang yang benar malah dihukum maka
yang berkembang justru perilaku yang tidak diharapkan.
3 Proses. Unsur –unsur terpenting dalam proses perubahan yang harus diperhatikan dan
dilakukan adalah ;
a. Rekruitmen calon SDM. Dalam rekruitmen harus disusun sesuai dengan job description
dan diterapkan dengan ketat dalam memilih calon yang akan diterima.
b. Pendidikan: SDM yang sudah direkrut dididik dengan kurikulum yang sesuai doktrin
dan disampaikan oleh pengajar yang professional.
c. Pengembangan karir: termasuk promosi dan mutasi, pemberian penghargaan,
kesempatan pendidikan, bonus, tanda jasa, jasa produksi dsb
d. Pengawasan ; pengawasan perlu dilakukan dengan konsisten dan konsekuen oleh
institusi pengawas internal dan eksternal, termasuk dari masyarakat dan institusi publik
(pers, LSM, dsb)

Disamping 4 (empat) azas tersebut di atas Sarlito menambahkan satu azas lagi yaitu
kepemimpinan. Pemimpin yang berwibawa, tegas, jujur dan punya visi dan misi yang jelas
diperlukan, untuk bangsa yang masih sangat paternalistik, dan tidak taat hukum dan ceroboh
(tidak teliti, tidak hati-hati, mengabaikan faktor keselamatan dan keamanan).
Ino Yuwono dkk (2005: 259) mengemukakan berbagai cara untuk menjaga kelestarian budaya
yang sudah terbentuk yaitu dengan:
a. Simbol-simbol, adalah objek materi yang mempunyai konotasi makna yang jauh
melebihi isi intrinsiknya. Simbol merupakan wahana penting untuk menyebar luaskan
budaya
b. Cerita-cerita: budaya organisasi disebarluaskan melalui cerita-cerita. Cerita-cerita
tersebut diisi dengan informasi budaya melalui kebajikan-kebajikan dalam cerita
tersebut. Cerita disampaikan baik secara formal maupun informal melalui pelatihan,
rapat dan sebagainya.
c. Jargon. jargon adalah bahasa khusus yang dipakai untuk mendefinisikan budaya.
Organisasi atau bagian organisasi dapat mengembangkan bahasa yang hanya
dimengerti mereka sendiri untuk menggambarkan kerja mereka, yang berfungsi sebagai
faktor umum yang membawa orang-orang dalam organisasi terikat dengan budaya
organisasi.
d. Seremoni. Seremoni adalah kejadian khusus yang digunakan untuk memperingati
nilai-nilai organisasi. Beberapa organisasi merayakan setiap capaian prestasi untuk
menjaga nilai prestasi organisasi
e. Pernyataan tertulis. Pernyataan tertulis secara eksplisit menyatakan nilai-nilai yang
dianut oleh organisasi dan dapat dipakai untuk menjaga budaya. Pernyataan tertulis
biasanya berupa prinsip-prinsip

D. SOSIALISASI BUDAYA ORGANISASI

Sosialisasi adalah proses di mana individu ditransformasikan dari pihak luar untuk
berpartisipasi sebagai anggota organisasi yang efektif (Greenberg, 1995). Gibson (1994)
memandang sosialisasi sebagai suatu aktifitas yang dilakukan oleh organisasi untuk
mengintegrasikan tujuan-tujuan organisasional dan individual. Dalam hal ini ada dua
kepentingan yaitu kepentingan organisasional dan individual. Sosialisasi akan berhasil jika ada
partisipasi karyawan dan dukungan organisasi.
Sosialisasi mencakup suatu kegiatan di mana anggota organisasi mempelajari seluk beluk
organisasi dan bagaimana mereka harus berinteraksi dan berkomunikasi diantara anggota untuk
menjalankan semua aktivitas organisasi. Biasanya sosialisasi menyangkut dua masalah,
pertama bersifat mikro berkaitan dengan pekerjaan yang akan dihadapi karyawan, dan yang
kedua bersifat makro berkenaan dengan kebijakan, struktur, dan budaya organisasi.
Keberhasilan sosialisasi budaya tergantung pada:
a. Derajad kesesuaian dari nilai-nilai yang dimiliki karyawan baru terhadap organisasi
b. Metode sosialisasi yang dipilih oleh manajemen puncak di dalam implementasinya
(Susanto, 1997)
Dengan sosialisasi pada akhirnya implementasi budaya organisasi diharapkan dapat
mendukung sumber daya manusia untuk mencapai sasaran yang diinginkan organisasi.

Tujuan Sosialisasi
Tujuan dari kegiatan sosialisasi adalah sebagai berikut:
a. Membentuk sikap dasar, kebiasaan dan nilai-nilai yang dapat memupuk kerja sama,
integritas dan komunikasi dalam organisasi.
b. Memperkenalkan budaya organisasi dengan anggota organisasi
c. Meningkatkan komitmen dan daya inovasi karyawan terhadap organisasi.
Dengan sosialisasi diharapkan dicapai kesesuaian dan keselarasan individu organisasi dengan
budaya di lingkungan organisasi. Dalam hal ini budaya selalu mengutamkan keselamatan,
keamanan dan pelayanan.

Manfaat Sosialisai
Sosialisasi budaya organisasi bermanfaat bagi:
a. Karyawan, yaitu member gambaran yang jelas mengenai organisasi, sehingga dapat
membantu karyawan dalam mengambil keputusan yang tepat dalam setiap situasi yang
dihadapi. Disamping itu memudahkan karyawan dengan lingkungan, pekerjaan dan
karyawan yang lain, sehingga menumnuhkan komitmen terhadap organisasi yang pada
akhirnya akan meningkatkan kinerja organisasi secara menyeluruh.
b. Bagi organisasi sosialisasi bermanfaat dalam mengkomunikasikan semua hal yang
berhubungan dengan aktivitas organisasi dan budaya organisasi. sehingga diharapkan
akan diperoleh sumber daya manusia yang sesuai dengan organisasi, berpotensi tinggi
untuk berkembang dan memperkuat budaya organisasi.

Proses sosialisasi budaya organisasi


Sosialisasi budaya organisasi terutama ditujukan kepada karyawan baru yang belum mengenal
budaya organisasi secara menyeluruh. Luthan (1995) mengemukakan tahap-tahap sosialisasi
sebagi berikut:
a. Seleksi calon karyawan, sejak awal penerimaan karyawan sudah perlu dipilih karyawan
yang dapat menerima budaya organisasi, bukan yang merusak sehingga budaya
perusahaan akan dapat bertahan
b. Penempatan karyawan, dengan penempatan yang tepat diharapkan karyawan akan
dapat menghargai koleganya dan menghargai norma-norma serta nilai-nilai yang
berlaku sehingga terbentuklah rasa kesatuan diantara karyawan.
c. Pendalaman bidang pekerjaan, dimaksudkan agar karyawan memahami dengan baik
apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab masing-masing. Dalam tahap ini
diharapkan karyawan sudah makin menyatu dengan budaya organisasi di perusahaan
masing-masing.
d. Penilaian kinerja dan pemberian penghargaan, dimaksudkan agar karyawan yang telah
melakukan pekerjaan yang sesuai dengan budaya dan ketentuan perusahaan lebih
intensif menerapkan di masa yang akan datang. Bentuk penghargaan disesuaikan
dengan situasi yang dihadapi
e. Menanamkan kesetiaan kepada nilai-nilai organisasi. Misalnya kesediaan untuk
berkorban demi kelangsungan hidup organisasi. Pada langkah ini karyawan harus yakin
bahwa pengorbanan yang dilakukan memiliki nilai penting bagi tercapainya tujuan
individu dan organisasi.
f. Memperluas cerita dan berita tentang berbagai hal yang berhubungan dengan budaya
organisasi. Misalnya pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan yang lalai dalam
bekerja sehingga ada gangguan keamanan atau keselamatan yang serius, meskipun
karyawan tersebut sangat berpotensi. Berita seperti ini berguna dalam menanamkan
betapa pentingnya moral kerja bagi karyawan, dan nilai moral tersebut tidak bisa diganti
dengan potensi saja.
g. Pengakuan atas kinerja dan promosi.
Dari berbagai strategi yang sudah diuraikan di atas dapat diketahui bahwa untuk menumbuhkan
budaya keselamatan, keamanan dan pelayanan pada setiap organisasi kerja perlu direncanakan
dengan baik dan dengani proses yang bertahap-tahap sehingga betul-betul kuat dijiwai oleh
para karyawan dan menjadi pendorong dalam perperilaku pada saat melaksanakan pekrjaan.

E. PERAN PEMIMPIN DALAM IMPLEMENTASI BUDAYA KESELAMATAN,


KEAMANAN DAN PELAYANAN

Seperti apa yang sudah dikemukakan oleh Sarlito WIrawan Sarwono di atas dalam pendekatan
budaya peran pemimpin sangat penting, Pemimpin yang berwibawa, tegas, jujur dan punya visi
dan misi yang jelas diperlukan, untuk bangsa yang masih sangat paternalistik, dan tidak taat
hukum serta ceroboh (kurang memperhatikan keselamatan dan keamanan dalam bekerja).
Seorang pemimpin harus bisa memotivasi karyawan dan membebaskan untuk dapat terliabt
dalam berbagai kegiatan. Pemimpin juga harus dapat memelihara budaya organisasi, termasuk
budaya keselamatan, keamanan dan pelayanan. Edy Sutrisno (2010:34) menutip pendapat
Susanto untuk dapat memelihara budaya organisasi dengan baik ada beberapa langkah penting
yang harus dilakukan. yaitu:
1. Pemimpin perusahaan senantiasa harus dapat memberikan dorongan kepada para
manajer dan karyawan untuk mengimplementasikan budaya perusahaan dalam setiap
even penting, terutama yang bersifat ritual
2. Pemimpin harus dapat memberikan keteladanan, terutama dalam masyarakat yang
paternalistik dimana pemimpin menjadi tokoh sentaral. Hal ini harus juga dilakukan
oleh para manager sebagai pemimpin di unit organisasi masing-masing.
3. Perusahaan harus adaptif terhadap sub kultur yang ada yang tidak bertentangan dengan
budaya organisasi, serta memperkaya main cultur atau domain cuture di perusahaan
tersebut.
4. Pemimpin dan para manajer member bimbingan agar yang memiliki subkultur tertentu
memahami dan mentoleransi kelompok lain dengan subkultur yang berbeda, bahkan
membantu dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
5. Pemimpin perusahaan dan para manajer senantiasa member penjelasan dan
menekankan bahwa perusahaan akan semakin kuat dan kayak arena dibangun di antara
sub kultur yang ada diperusahaan.
Selanjutnya Edy Sutrisno mengemukakan ada lima kemampuan penting yang perlu dimiliki
pemimpin agar dapat bertindak lebih efektif, yaitu:
1. Kesadaran diri yang lebih tinggi: Pemahaman tentang diri sendiri, apa kekuatan dan
kelemahannya dan bagaimana orang lain mempersepsi dirinya dan bagaimana
pengaruhnya terhadap orang lain merupakan hal yang penting. Pengetahuan ini
diperlukan untuk pengembangan diri pemimpin, karena pemimpin yang mampu
melakukan perbaikan pada diri sendiri yang akan mampu memimpin perubahan
organisasi dengan efektif.
2. Kebiasaan meminta umpan balik: umpan balik yang jujur dan konstruktif dari atasan,
rekan dan laporan langsung para pemimpin dapat mengembangkan kesadaran diiri
sendiri yang dapat menjadi dasar perubahan dan aksi pribadi.
3. Haus akan belajar: kemauan untuk mengubah perspektif dan perilaku yang didasarkan
pengetahuan baru hasil belajar merupakan hal yang penting. Pengalaman adalah guru
terbaik. Tantangannya adalah bagaimana adalah bagaimana belajar dari pengalaman
secara konsisten dan menyesuaikan perilaku seseorang. Kemauan keras untuk belajar
berkait dengan kreativitas dan kemmampuan untuk member kerangka pada perspektif
baru untuk berpikir dengan cara-cara baru.
4. Integrasi antara kerja dan kehidupan pribadi: pemimpin yang efektif harus memiliki
keyakinan diri yang kuat sebagai pribadi yang utuh. Seorang pemimpin harus mampu
menyelaraskan kehidupan pribadi dan pekerjaan.
5. Menghormati perbedaan pada orang lain. Seorang pemimpin harus trampil menghadapi
situasi dan orang yang berbeda, sensitive terhadap perbedaan bahasa, kebiasaan,
budaya, dan sudut pandang yang berbeda. Juga mampu mensitesiskan dan menemukan
kecocokan.

F. KENDALA BUDAYA

Sarlito Wirawan mengutip pendapat (2007) Fiedler yang menyatakan bahwa bawahan yang
tidak mampu dan mau diajak kerja sebaiknya disikapi dengantegas dank eras (otokratik), agar
kinerjanya meningkat. Sedang yang mampu tetapi tidak mau bisa didekati dengan sikap
konsultatif, yang mau tetapi belum mampu dilakukan pendidikan dan pelatihan. Sikap
demokratis yang bisa dilakukan pada karyawan yang mampu dan mau. Di lapangan seringkali
ditemukan karyawan yang berbudaya ganda. Misalnya tidak mampu menyatakan mampu, tidak
mau tetapi seolah-olah mau, akibatnya tidak jarang pemimpin mengambil kebijakan yang
keliru, karena laporan yang diterima tidak sesuai dengan kenyataan. Kebiasaan dengan standar
ganda juga menyulitkan penerapan budaya kerja dan kinerja. Termasuk dalam mewujudkan
budaya keselamatan, keamanan dan pelayanan. Selanjutnya dijelaskan bahwa untuk mengatasi
kendala – kendalan tersebut profesionalisme dianggap strategis untuk mengatasi kompleksitas
kendala-kendala tersebut. Profesionalisme diartikan sebagai kemampuan melaksanakan tugas-
pekerjaan sesuai profesinya, termasuk didalamnya penguasaan ip-tek, akurasi, tepat waktu,
disiplin dan keteraturan karya, sikap yang rasional, tidak emosional, dedikasi, loyalitas pada
tugas, semangat, kesabaran, ketekunan, kreativitas dsb. Jika dikaitkan dengan masalah
pelayanan maka profesionalisme berarti kemampuan dan kemauan untuk memberikan jasa dan
barang sebaik-baiknya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepada masing-masing
karyawan. Pprofesionalisme sebagai kinerja yang optimal akan terjadi pada tingkat aktualisasi
diri. Menurut jentjang kebutuhan manusia yang dibuat oleh AH Maslow kebutuhan tersebut
merupakan kebutuhan tertinggi. Untuk mewujudkan kebutuhan tersebut diperlukan
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tingkat dibawahnya termasuk kebutuhan dasar sebagai
prasyrat utama. MIsalnya saja jika kebutuhan sandang, pangan dan papan belum terpenuhi
tidak menutup kemungkinan terjadinya pelanggaran-pelanggaran.
Selanjutnya profesionalisme mengacu pada uraian pekerjaan (jon description) yang doktrin
serta etika yang sudah ditetapkan dan ditanamkan melalui pendidikan dan dikembangkan
melalui pengalaman, pembinaan, termasuk penempatan, dan penerapan hadiah dan hukuman
yang tegas dan tepat. Jika mengacu pada pendapat Sarlito di atas suksesnya pengembangan
budaya keselamatan, keamanan dan pelayanan harus diawali dengan political will yang jelas
dan kuat dari pemerintah, dan para pemimpin, disertai dengan anggaran yang cukup. Juga
ketersediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan.

Anda mungkin juga menyukai