Anda di halaman 1dari 13

BAB II

POST - DATISM

 
2.1 Pendahuluan.
Kehamilan lewat waktu merupakan salah satu kehamilan yang berisiko tinggi, dimana
dapat terjadi komplikasi pada ibu dan janin. Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu (280
hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan lewat waktu juga biasa disebut
serotinus atau postterm pregnancy.
Istilah kehamilan postterm, prolonged, postdate, dan postmature lazim digunakan untuk
menggambarkan kehamilan yang telah melewati batas waktu normal (40 minggu). Istilah
postmature sendiri merupakan suatu kumpulan keadaan klinis dari janin yang menandakan
kehamilan yang lewat waktu; sedangkan postterm dan prolonged merupakan suatu istilah untuk
menunjukkan kehamilan yang lewat waktu (diperpanjang) .

2.2 Definisi.
Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (2004), kehamilan lewat
waktu adalah kehamilan yang berlangsung selama lengkap 42 minggu (294 hari) atau lebih yang
terhitung dari hari pertama haid terakhir. Yang dimaksud lengkap 42 minggu adalah 41 minggu
7 hari, sehingga apabila usia kehamilan 41 minggu 6 hari belum bisa dikatakan lengkap 42
minggu. Dari definisi tersebut dapat kita pahami bahwa kehamilan yang sedang berlangsung
bertahan selama 42 minggu atau lebih dari awal periode menstruasi yang mengasumsikan bahwa
menstruasi terakhir diikuti oleh proses ovulasi 2 minggu kemudian.
Dengan demikian kita dapat mengelompokkan kehamilan yang mencapai 42 minggu
kedalam 2 kelompok:
1) Kehamilan yang benar - benar telah melewati waktu 40 minggu pasca konsepsi.
2) Kehamilan yang usianya kurang dari 40 minggu namun dengan taksiran usia
kehamilan yang kurang akurat.
Meskipun dengan pasien mengetahui hari pertama haid terakhir secara pasti, masih
terdapat beberapa kesalahan dalam perhitungan usia kehamilan. Hal ini terutama berhubungan
dengan variasi periode siklus menstruasi yang umum dialami oleh wanita yang normal.
12
Kehamilan lewat tanggal atau postdate pregnancy sendiri adalah kehamilan yang terjadi
dalam jangka waktu 40 minggu sampai dengan 42 minggu. Dengan demikian apabila ibu hamil
dengan usia kehamilan 41 - 42 minggu, kehamilannya tergolong kepada kehamilan lewat tanggal
(postdate) dan bukan kehamilan lewat waktu (postterm).

2.3 Insiden dan Mortalitas Perinatal.


Angka kejadian kehamilan lewat waktu (postterm pregnancy), menurut Divon dan
Feldman-Leidner berkisar antara 4 - 19%. Data statistik menunjukkan, angka kematian dalam
kehamilan lewat waktu lebih tinggi jika dibandingkan dengan kehamilan yang cukup bulan,
dimana angka kematian kehamilan lewat waktu mencapai 5 - 7%.

Dasar dari terbentuknya konsep batas


atas usia kehamilan adalah dari pengamatan
bahwa tingkat kematian perinatal meningkat
setelah melewati tanggal taksiran partus (40
minggu atau 280 hari) .

Dengan meningkanya usia kehamilan


melewati batas waktu meningkatkan risiko
dilakukannya operasi Sesar karena distosia
dan fetal distress jika dibandingkan pada
kehamilan cukup bulan. Grafik dibawah ini
menunjukkan bahwa dengan meningkatnya
usia kehamilan (melewati waktu) diikuti
dengan peningkatan angka mortalitas bayi
akibat komplikasi yang terjadi(1).

13
Kematian janin akibat kehamilan postterm terjadi pada 30% sebelum persalinan, 55%
dalam persalinan, dan 15% pascanatal(4). Kematian bayi pascanatal merupakan akibat langsung
dari komplikasi yang terjadi seperti suhu yang tidak stabil, hipoglikemi, polisitemi, dan kelainan
neurologik.

2.4 Etiologi.
Sampai saat ini sebab terjadinya kehamilan lewat tanggal maupun lewat waktu masih
belum jelas. Beberapa teori yang diajukan pada umumnya menyatakan bahwa terjadinya
kehamilan tersebut adalah sebagai akibat dari gangguan terhadap timbulnya persalinan. Beberapa
teori yang diajukan antara lain(3):
 Pengaruh progesteron
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian
endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekular pada persalinan dan
meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin, sehingga beberapa penulis
menduga bahwa terjadinya kehamilan lewat waktu adalah karena masih
berlangsungnya pengaruh dari hormon progesteron(3).
 Teori oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu
memberi kesan bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting
dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu

14
hamil yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor
penyebab kehamilan lewat waktu.
 Teori kortisol/ACTH janin
Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk dimulainya
persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba - tiba kadar kortisol
plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi
progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya
berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin (3). Pada cacat bawaan
janin dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol
janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat
waktu.
 Saraf uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan
membangkitkan kontraksi uterus(3). Pada keadaan dimana tidak ada tekanan pada
pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek, dan bagian bawah
masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab terjadinya kehamilan lewat
waktu.
 Herediter
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami kehamilan
lewat waktu mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat waktu pada
kehamilan berikutnya(3).

2.5 Diagnosis.
Sering kali seorang dokter mengalami kesulitan dalam menentukan diagnosis kehamilan
lewat waktu karena diagnosis ini ditegakkan berdasarkan umur kehamilan, bukan terhadap
kondisi kehamilan. Beberapa kasus yang dinyatakan sebagai kehamilan lewat waktu merupakan
kesalahan dalam menentukan umur kehamilan. Kasus kehamilan lewat waktu yang tidak dapat
ditegakkan secara pasti diperkirakan sebesar 22%. Dalam menentukan diagnosis kehamilan
lewat waktu disamping dari riwayat haid, sebaiknya diperiksa pula mengenai pemeriksaan
antenatal(3,4).

15
a) Riwayat haid
Diagnosis kehamilan lewat waktu tidaklah sulit untuk ditegakkan apabila kita mengetahui
dengan pasti hari pertama haid terakhir (HPHT) pasien. Untuk riwayat hadi yang dapat
dipercaya, diperlukan beberapa kriteria antara lain:
-. Penderita harus yakin betul dengan HPHT-nya.
-. Siklus 28 hari dan teratur.
-. Tidak minum pil antihamil setidaknya 3 bulan terakhir.
Selanjutnya diagnosis ditentukan dengan menghitung menurut rumus Naegele.
Berdasarkan riwayat haid, seorang penderita yang ditetapkan sebagai kehamilan lewat
waktu adalah sebagai berikut:
 Terjadi kesalahan dalam menentukan tanggal haid terakhir atau akibat menstruasi
yang abnormal.
 Tanggal haid terakhir diketahui secara jelas, tetapi terjadi kelambatan ovulasi.
 Tidak ada kesalahan menentukan haid terakhir dan kehamilan memang
berlangsung lewat waktu (20 - 30% kasus dari seluruh penderita yang diduga
mengalami kehamilan lewat waktu).

b) Riwayat pemeriksaan antenatal


 Tes kehamilan. Bila pasien melakukan pemeriksaan tes imunologik sesudah
terlambat 2 minggu, maka dapat diperkirakan kehamilan memang telah
berlangsung 6 minggu(3).
 Gerak janin (quickening) pada umumnya dirasakan ibu pada umur kehamilan 18 -
20 minggu(3). Pada primigravida dirasakan pada kehamilan 18 minggu, sedangkan
16 minggu pada multigravida. Petunjuk umum untuk menentukan persalinan
adalah quickening ditambah 22 minggu pada primigravida atau ditambah 24
minggu pada multigravida.
 Denyut jantung janin (DJJ). Dengan stetoskop Laennec dapat didengar mulai
umur kehamilan 18 - 20 minggu, sedangkan dengan Doppler dapat terdengar pada
usia kehamilan 10 - 12 minggu.

16
Kehamilan dapat dinyatakan sebagai kehamilan lewat waktu bila didapat 3 atau lebih dari
4 kriteria hasil pemeriksaan sebagai berikut:
Telah lewat 36 minggu sejak tes kehamilan positif.
Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan Doppler.
Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali.
Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan stetoskop
Laennec.

c) Tinggi fundus uteri


Dalam trimester pertama pemeriksaan tinggi fundus uteri serial dalam sentimeter dapat
bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan secara berulang tiap bulan (3). Lebih dari 20
minggu, tinggi fundus uteri dapat menentukan umur kehamilan secara kasar.

d) Pemeriksaan ultrasonografi (USG)


Ketetapan usia gestasi sebaiknya mengacu pada hasil pemeriksaan ultrasonografi pada
trimester pertama. Kesalahan perhitungan dengan rumus Naegele dapat mencapai 20%.
Pada trimester pertama pemeriksaan panjang kepala - tungging (crown-rump
length/CRL) memberikan ketepatan kurang lebih 4 hari dari taksiran persalinan.
Pada umur kehamilan sekitar 16 - 26 minggu (3), ukuran diameter biparietal dan panjang
femur memberikan sekitar 7 hari dari taksiran persalinan.

e) Pemeriksaan Radiologi
Umur kehamilan ditentukan dengan melihat pusat penulangan. Gambaran epifisis femur
bagian distal paling dini dapat dilihat pada kehamilan 32 minggu, epifisis tibia proksimal
terlihat setelah umur kehamilan 36 minggu, dan epifisis kuboid pada kehamilan 40
minggu. Cara ini sekarang jarang dipakai karena seringkali sulit dilakukan dan pengaruh
radiologiknya kurang baik terhadap janin(3).

f) Pemeriksaan Laboratorium
 Kadar lesitin/spingomielin

17
Bila lesitin/spingomielin dalam cairan amnion kadarnya sama, maka umur kehamilan
sekitar 22 - 28 minggu, lesitin 1,2 kali kadar spingomielin: 28 - 32 minggu, pada
kehamilan genap bulan rasio menjadi 2 : 1(3). Pemeriksaan ini tidak dapat dipakai
untuk menentukan kehamilan lewat waktu, tetapi hanya digunakan untuk
menentukan apakah janin cukup umur/matang untuk dilahirkan yang berkaitan
dengan mencegah kesalahan dalam tindakan pengakhiran kehamilan.

 Aktivitas tromboplastin cairan amnion (ATCA)


Hastwell berhadil membuktikan bahwa cairan amnion mempercepat waktu
pembekuan darah. Aktivitas ini meningkat dengan bertambahnya umur kehamilan.
Pada umur kehamilan 41 - 42 minggu ATCA berkisar antara 45 - 65 detik, pada
umur kehamilan lebih dari 42 minggu didapatkan ACTA kurang 45 detik. Bila
didapatkan ATCA antara 42 - 46 detik menunjukkan bahwa kehamilan berlangsung
lewat waktu.

 Sitologi cairan amnion


Pengecatan nile blue sulphate dapat melihat sel lemak dalam cairan amnion. Bila
jumlah sel yang pengandung lemak melebihi 10%, maka kehamilan diperkirakan 36
minggu dan apabila 50% atau lebih, maka umur kehamilan 39 minggu atau lebih.

 Sitologi vagina
Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik >20%) mempunyai sensitivitas
75%. Perlu diingat bahwa kematangan seviks tidak dapat dipakai untuk menentukan
usia gestasi.

2.6 Permasalahan Kehamilan Postterm.

18
Kehamilan postterm mempunyai risiko lebih tinggi daripada kehamilan aterm, terutama
kematian perinatal (antepartum, intrapartum, dan postpartum) berkaitan dengan aspirasi
mekonium dan asfiksia. Pengaruh kehamilan postterm antara lain sebagai berikut.
a) Perubahan pada Plasenta
Disfungsi plasenta merupakan faktor penyebab terjadinya komplikasi pada kehamilan
postterm dan meningkatnya risiko pada janin(1,3). Penurunan fungsi plasenta dapat
dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasental laktogen. Perubahan yang
terjadi pada plasenta sebagai berikut:
 Penimbunan kalsium. Pada kehamilan postterm terjadi peningkatan penimbunan
kalsium pada plasenta. Hal ini dapat menyebabkan gawat janin dan bahkan
kematian janin intrauterin yang dapat meningkat sampai 2 - 4 kali lipat (3).
Timbunan kalsium meningkat sesuai dengan progresivitas degenerasi plasenta.
Namun, beberapa vili mungkin mengalami degenerasi tanpa mengalami
klasifikasi.
 Selaput vaskulosinsisial menjadi bertambah tebal dan jumlahnya berkurang.
Keadaan ini dapat menurunkan mekanisme transpor plasenta.
 Terjadi proses degenerasi jaringan plasenta seperti edema, timbunan fibrinoid,
fibrosis, trombosis intervili, dan infark vili.
 Perubahan biokimia. Adanya insufisiensi plasenta menyebabkan protein
plasenta dan kadar DNA dibawah normal, sedangkan konsentrasi RNA
meningkat(3). Transpor kalsium tidak terganggu, aliran natrium, kalium, dan
glukosa menurun. Pengangkutan bahan dengan berat molekul tinggi seperti asam
amino, lemak, gama globulin biasanya mengalami gangguan sehingga dapat
mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin intruterin.
Plasenta memiliki fungsi yang penting dalam kehamilan diantaranya untuk menyalurkan
nutrisi dan oksigen serta mengeluarkan produk sisa - sisa metabolism dari janin ke ibu.
Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu (kehamilan cukup
bulan) dan mulai menurun setelah kehamilan 41 - 42 minggu(1). Sebagai akibat dari
penurunan fungsi plasenta, suplai nutrisi dan oksigen dari ibu kepada janin menjadi
menurun, sirkulasi uteroplasenta berkurang menjadi 50%, dan diikuti dengan penurunan

19
jumlah air ketuban. Penurunan fungsi plasenta ini sangat berkaitan dan dapat menjelaskan
terjadinya postmaturity syndrome pada bayi yang lahir lewat waktu.

b) Pengaruh pada Janin


Pengaruh kehamilan postterm terhadap janin sampai saat ini masih diperdebatkan.
Beberapa ahli menyatakan bahwa kehamilan postterm menambah bahaya pada janin,
sedangkan beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa bahaya kehamilan postterm terhadap
janin terlalu berlebihan(3). Beberapa pengaruh kehamilan postterm terhadap janin antara
lain sebagai berikut(1).
 Berat janin. Bila terjadi perubahan anatomik yang besar pada plasenta, maka
terjadi penurunan berat janin. Dari penelitian Vorherr tampak bahwa sesudah
umur kehamilan 36 minggu grafik rata - rata pertumbuhan janin mendatar dan
tampak adanya penurunan setelah 42 minggu. Namun, seringkali pula plasenta
masih dapat berfungsi dengan baik sehingga berat janin bertambah terus sesuai
dengan bertambahnya umur kehamilan. Zwerdling menyatakan bahwa rata - rata
berat janin lebih dari 3.600 gram sebesar 44,5% pada kehamilan postterm(1).
 Sindroma postmaturitas. Dapat dikenali pada neonatus dengan ditemukannya
beberapa tanda seperti gangguan pertumbuhan, dehidrasi, kulit kering, keriput
seperti kertas (hilangnhya lemak subkutan), kuku tangan dan kaku panjang, tulang
tengkorak lebih keras, hilangnya verniks kaseosa dan lanugo, maserasi kulit
terutama daerah lipat paha dan genital luar, warna cokelat kehijauan atau
kekuningan pada kulit dan tali pusat, muka tampak menderita, dan rambut kepala
banyak atau tebal. Berdasarkan derajat insufisiensi plasenta yang terjadi, tanda
postmaturitas ini dapat dibagi dalam 3 stadium, yaitu:

20
Tanda Kehamilan Lewat Waktu (Post-term):
Stadium I Stadium II Stadium III
Kulit menunjukkan Gejala Stadium I Pewarnaan kekuningan pada
kehilangan verniks kaseosa + kuku, kulit, dan tali pusat.
dan maserasi berupa kulit Pewarnaan mekonium
kering, rapuh, dan mudah (kehijauan) pada kulit.
mengelupas.

 Gawat janin atau kematian perinatal menunjukkan angka meningkat setelah


kehamilan 42 minggu atau lebih, sebagian besar terjadi intrapartum. Umumnya
disebabkan(3):
 Makrosomia yang dapat menyebabkan terjadinya distosia pada persalinan,
fraktur klavikula, palsi Erb-Duchene, sampai kematian bayi.
 Insufisiensi plasenta yang berakibat:
-. Pertumbuhan janin terhambat.
-. Oligohidramnion: terjadi kompresi tali pusat, keluar mekonium yang
kental, perubahan abnormal jantung janin.
-. Hipoksia janin.
-. Keluarnya mekonium yang berakibat dapat terjadi aspirasi mekonium
pada janin.
 Cacat bawaan, terutama akibat hipoplasia adrenal dan anensefalus.

c) Pengaruh pada Ibu


Morbiditas/mortilitas ibu: dapat meningkat sebagai akibat dari makrosomia janin dan
tulang tengkorak menjadi lebih keras yang menyebabkan terjadi distosia persalinan,
incoordinate uterine action, partus lama, meningkatkan tindakan obstetrik dan persalinan
traumatis/perdarahan postpartum akibat bayi besar.
Aspek emosi: ibu dan keluarga menjadi cemas bilamana kehamilan terus berlangsung
melewati taksiran persalinan. Komentar tetangga atau teman seperti “belum lahir juga?”
akan menambah frustasi ibu.

21
2.7 Penatalaksanaan.
Yang paling penting dalam menangani kehamilan lewat tanggal (postdate) dan lewat
waktu (postterm) adalah untuk menentukan keadaan janin, karena setiap keterlambatan akan
menimbulkan risiko kegawatan(1). Penentuan keadaan janin dapat dilakukan dengan beberapa
cara, diantaranya:
1) Tes tanpa tekanan (non - stress test).
Bila memperoleh hasil non - reaktif maka dilanjutkan dengan tes tekanan oksitosin.
Sedangakn, bila diperoleh hasil reaktif makan nilai spesifisitas 98,8% menunjukkan
kemungkinan besar janin dalam keadaan baik. Bila ditemukan hasil tes tekanan yang
positif, meskipun sensitifitas relatif rendah tetapi telah dibuktikan berhubungan dengan
keadaan postmatur.
2) Gerakan janin.
Gerakan janin dapat ditentukan secara subjektif (dengan rata - rata nilai normalnya yaitu
7 kali/20 menit) atau secara objektif dengan tokografi (dengan rata - rata nilai normal
yaitu 10 kali/20 menit), dapat juga ditentukan dengan USG. Penilaian banyaknya air
ketuban secara kualitatif dengan USG (normalnya >1 cm/bidang) memberikan gambaran
banyaknya air ketuban, bila ternyata oligohidramnion maka kemungkinan telah terjadi
kehamilan lewat waktu.
3) Amnioskopi.
Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih mungkin keadaan janin masih baik.
Sebaliknya air ketuban sedikit dan mengandung mekonium akan mengalami risiko 33%
asfiksia.

Prinsip dari penatalaksanaan kehamilan lewat waktu adalah merencanakan pengakhiran


kehamilan(5,6). Cara pengakhiran kehamilan ini tergantung dari hasil pemeriksaan kesejahteraan
janin dan penilaian skor pelvik (pelvic score/PS). Terdapat beberapa cara untuk mengakhiri
kehamilan, antara lain:
1. Induksi partus dengan pemasangan balon kateter Foley.
2. Induksi partus dengan oksitosin.

22
3. Bedah seksio sesaria.
Apabila dilakukan pengakhiran kehamilan dengan induksi oksitosin, pasien harus
memenuhi beberapa syarat, antara lain(5,6):
a. Kehamilan aterm.
b. Ukuran panggul normal.
c. Tidak ada CPD (disproporsi antara pelvis dan janin).
d. Janin dalam presentasi kepala.
e. Serviks sudah matang (porsio teraba lunak, mulai mendatar, dan sudah mulai
membuka). Untuk menilai serviks ini dapat juga dipakai skor pelvis menurut
Bishop, yaitu bila nilai Bishop lebih dari 8, induksi persalinan kemungkinan
besar akan berhasil.

Skor Pelvik menurut Bishop(5,6)


Skor 0 1 2 3
Pembukaan serviks (cm) 0 1-2 3–4 5-6
Pendataran serviks 0 - 30% 40 - 50% 60 - 70% 80%
Penurunan kepala diukur -3 -2 -1 +1 - +2
dari bidang Hodge III
(cm)
Konsistensi serviks Keras Sedang Lunak
Posisi serviks Posterior Searah sumbu Anterior
jalan lahir
 Bila nilai pelvis >8, maka induksi persalinan kemungkinan besar akan berhasil.
 Bila nilai pelvis >5, maka dapat dilakukan drip oksitosin.
 Bila nilai pelvis ≤5, dapat dilakukan pematangan serviks terlebih dahulu, kemudian
dilakukan pengukuran skor pelvis kembali.

Induksi persalinan dengan menggunakan infus oksitosin 5 unit dalam cairan Dextrose 5%
500 ml(5,6). Cairan yang sudah mengandung 5 unit oksitosin ini dialirkan secara intravena melalui
saluran infus. Tetesan infus dimulai dengan 8 tetes/menit, lalu dinaikan tiap 15 menit sebanyak 4

23
tetes/menit sehingga timbul his yang adekuat. Umumnya peningkatan tetesan dapat ditingkatkan
hingga mencapai 40 tetes/menit. Selama 15 menit tersebut, kita lakukan penilaian terhadap
kesejahteraan janin dan his yang timbul. Apabila telah timbul his yang adekuat, maka kadar
tetesan oksitosin dipertahankan. Sebaliknya bila timbul his yang sangat adekuat, jumlah tetesan
dapat dikurangi. Infus oksitosin ini hendaknya tetap dipertahankan sampai persalinan selesai,
yaitu sampai 1 jam sesudah lahirnya plasenta. Apabila infus pertama habis dan his adekuat
belum muncul, dapat diberikan infus drip oksitosin 5 unit ulangan. Jika his adekuat yang
diharapkan tidak muncul, dapat dipertimbangkan terminasi dengan seksio sesaria.

2.8 Pencegahan.
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kehamilan (ante - natal
care/ANC) yang teratur, yaitu pemeriksaan dilakukan setiap 4 minggu sampai dengan kehamilan
28 minggu, dua minggu sekali antara 28 - 36 minggu, dan setiap minggu ketika usia kehamilan
melewati 36 minggu(7). Dengan dilakukannya pemeriksaan kehamilan secara teratur ini secara
tidak langsung mempersiapkan keadaan persalinan sebaik mungkin dan menantisipasi apabila
adanya kendala atau kelainan yang terjadi selama kehamilan berlangsung. Apabila terdapat
tindakan yang perlu dilakukan, dalam hal ini terminasi kehamilan, maka hal tersebut dapat
dilakukan dengan tepat dengan mengetahui perjalanan kehamilan pasien yang bersangkutan.

24

Anda mungkin juga menyukai