Anda di halaman 1dari 59

PROPOSAL PENELITIAN

FORMULASI EKSTRAK RIMPANG KUNYIT PUTIH (Curcuma zedoaria)


SEBAGAI EMULGEL SUNSCREEN

WINADIA NUR ISLAMIYAH


D1B120283

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MEGAREZKY
2022

i
ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.....................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................2
A. Latar Belakang.................................................................................................2
B. Rumusan Masalah............................................................................................2
C. Tujuan Penelitian.............................................................................................2
D. Manfaat Penelitian...........................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................2
A. Uraian Tanaman Kunyit Putih (Curcuma zedoaria).....................................2
B. Ekstrak dan Ekstraksi......................................................................................2
C. Kulit...................................................................................................................2
D. Sunscreen.........................................................Error! Bookmark not defined.
E. Emulgel..............................................................................................................2
F. Stabilitas Sediaan..............................................................................................2
G. Kerangka Konsep.............................................................................................2
H. Kerangka Teori.................................................................................................2
I. Variabel Penelitian...........................................................................................2
J. Definisi Operasional.........................................................................................2
K. Hipotesis Penelitian..........................................................................................2
BAB III METODEOLOGI PENELITIAN...............................................................2
A. Jenis penelitian..................................................................................................2
B. Tempat dan Waktu Penelitian.........................................................................2
C. Alat dan Bahan.................................................................................................2
D. Populasi dan Sampel.......................................Error! Bookmark not defined.
E. Prosedur Kerja.................................................................................................2
F. Pengujian sediaan emulgel Sunscreen............................................................2
iii

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Tanaman yang memiliki khasiat obat sangat banyak di Indonesia walaupun

sebagian besar banyak tanaman yang tidak dikenali oleh masyarakat, dimana

tanaman-tanaman tersebut tumbuh liar tanpa dirawat dengan baik yang bahkan

sebagian besar dianggap sebagai pengganggu tanaman lainnya sehingga

pemanfaatannya pada masyarakat belum maksimal. Tetapi, saat ini pengetahuan

masyarakat tentang tanaman obat semakin berkembang, bahkan masyarakat pun saat

ini lebih cenderung menggunakan obat dari bahan alam. Salah satu tanaman yang

memiliki khasiat obat adalah tanaman kunyit putih (Curcuma zedoaria) (Hafsari et

al., 2015).

Kunyit putih (Curcuma zedoaria) merupakan tanaman dengan famili

Zingiberaceae. Tanaman ini merupakan tanaman herbal yang banyak ditemukan di

Asia salah satunya di Indonesia. Diketahui kunyit putih (Curcuma zedoaria) dikenal

dengan beberapa nama antara lain temu mangga, temu lalab, temu pauh, koneng joho,

koneng lalab, koneng pare dan temu paoh. Secara empiris kunyit putih (Curcuma

zedoaria) telah banyak digunakan sebagai obat herbal oleh masyarakat seperti anti

inflamasi. Berdasarkan beberapa penelitian yang menganalisis kandungan Kunyit

putih (Curcuma zedoaria) menyatakan bahwa kunyit putih (Curcuma zedoaria)

1
mengandung senyawa aktif seperti turmerin, minyak atsiri dan kurkuminoid. Dengan

berbagai metabolit sekunder yang terkandung maka Kunyit putih (Curcuma zedoaria)

memiliki aktivitas sebagai antioksidan, anti bakteri, anti inflamasi dan anti kanker.

Pengembangan Kunyit putih (Curcuma zedoaria) saat ini telah memiliki banyak

kemajuan dalam segi formulasi dan evaluasinya. Beberapa penelitian menjelaskan

bahwa Kunyit putih (Curcuma zedoaria) dapat diformulasikan dalam sediaan emulsi,

emulgel, SNEEDS (Self Nanoemulsifying Drug Delivery System) hingga bioactive

films (Farmasetika et al., 2022)

Menurut peneliti Desmiaty, dkk (2020) menunjukkan bahwa rimpang kunyit

putih (Curcuma zedoaria) memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat.

Berdasarkan penelitian yang dilanjutkan oleh Desmiaty dkk dengan cara

mengoptimasi formula dengan penambahan sepigel 305 dengan variasi konsentrasi

ekstrak rimpang kunyit putih 1% 2% dan 5% dan untuk sepigel 305 menggunakan

variasi konsentrasi 3% 4% dan 5%. Dan ternyata pada penelitian ini hasil

menunjukkan bahwa antioksidan yang paling bagus yaitu dengan konsentrasi

ekstraknya 5% dan konsentrasi sepigel 305 adalah 3% dengan nilai IC50 yaitu 49,72

± 0,32 bpj. Berarti pada penelitian ini sudah menunjukkan bahwa ekstrak etanol

curcuma zedoaria dapat dibuat sediaan emulgel dengan hasil penelitian dengan IC

yang masuk dalam kategori sangat kuat dengan nilai dibawah 50 ppm.

Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh saefuddin, dkk (2015) menunjukkan

bahwa rimpang kunyit putih (Curcuma zedoaria) memiliki antioksidan yang kuat

2
dengan menggunakan dua tipe bahan, yaitu ekstrak air dan juga ekstrak etanol yang

diuji dengan variasi konsentrasi 1%, 5% dan 10%. Pada penelitian ini antioksidan

dalam rimpang kunyit putih (Curcuma zedoaria) diuji dengan mengamati nilai dari

peroksida dan sifat penangkal superoksida. Dan hasil yang di dapatkan tipe ekstrak

air dan etanol mengandung antioksidan dengan nilai peroksida dan superoksida yaitu

antara 763,78-995,55 yang lebih tinggi jika di bandingkan dengan control positif

yang digunakan yaitu α-tocopherol dengan nilai yang di dapatkan yaitu 777,35

dengan perbandingan rata-rata peroksida dari ekstrak air dan ekstrak etanol adalah

837,32 berbanding 889,31. Jadi dapat di simpulkan bahwa nilai peroksida hasil

pengujian tersebut lebih besar dibanding control positif α-tocopherol yaitu 777,35,

karena semakin kecil nilai peroksida maka semakin besar sifat reduktor terhadap

radikal bebas.

Penelitian lainnya juga oleh Mercy , dkk (2021) menunjukkan bahwa rimpang

kunyit putih (Curcuma zedoaria) memiliki aktifitas antioksidan yang sangat kuat

dengan penambahan bahan pengikat berupa tween 80. Pada penelitian ini

menggunakan metode DPPH menunjukkan bahwa antioksidan sangat kuat dengan

memberikan nilai IC50 yaitu sebesar 13,056 ppm. Hal ini dapat disimpulkan dari

nilai R2 = 0,974. Hal ini menunjukkan bahwa 97% derajat penghambatan dipengarui

oleh kosentrasi larutan sampel. Kolerasi 0,974 menunjukkan bahwa metode untuk

penentuan aktivitas antioksidan sangat baik untuk digunakan karena nilai kolerasi

yang baik adalah 0,97. Maka dari itu hasil pengujian menunjukkan bahwa semakin

3
tinggi sampel yang digunakan maka akan semakin tinggi juga aktivitas

antioksidannya.

Setelah dilakukan uji pendahuluan terhadap ekstrak etanol rimpang kunyit

(Curcuma zedoaria) putih, diketahui bahwa rimpang kunyit putih mengandung

senyawa metabolik sekunder antara lain terpenoid, fenolik dan alkaloid. Senyawa

yang berperan sebagai antimikroba adalah kelompok fenol yaitu 2,3-dimetoksi-5.

benzokuinonseperti2,3-dimetoksi-5-metil-benzokuinon, 2,6-difenil-benzokuinon dan

2,6-dimetoksi-benzokuinon. Senyawa yang berperan sebagai antioksidan adalah

kelompok flavonoid yaitu dihikalkon, kalkon, flavon, katekin, leukoantosiadin,

flävonol, garam flavin, antosianidin (Saputra dkk, 2016).

Antioksidan merupakan senyawa yang memiliki fungsi untuk memerangi efek

negatif yang berasal dari radikal bebas. Kulit keriput dapat disebabkan oleh radikal

bebas dan sinar matahari. Sinar matahari merupakan gelombang elektromagnetik

yang menjadi sumber semua jenis sinar. Sinar matahari mempunyai efek yang

merugikan bagi manusia, tergantung dari frekuensi dan lamanya sinar matahari

mengenai kulit, intensitas matahari serta kepekaan seseorang. Dipermukaan bumi

sinar matahari terdiri dari beberapa spektrum yaitu sinar infra merah, sinar tampak,

sinar ultra violet (UV-A), sinar UV-B dan sinar UV-C yang sangat berbahaya karena

memiliki energi yang sangat tinggi dan bersifat karsinogenik. Zat yang dapat

mengurangi efek buruk sinar matahari atau sering disebut tabir surya. Selain dari

bahan kimia tabir surya juga terdapat pada bahan alam. Kemampuan menahan sinar

4
ultra violet (UV) dari tabir surya dinilai dengan Sun Protecting Factor (SPF). Untuk

menghindari hal itu terjadi salah satu yang harus digunakan untuk mencegah agar

terhindar dari radikal bebas yaitu dengan cara memakai sunscreen (Widya 2016).

Sunscreen merupakan salah satu produk untuk meminimalkan terjadinya

penyakit kulit atau kerusakan kulit akibat radiasi sinar UV. Sunscreen memiliki

mekanisme baik mengabsorbsi dan/atau memantulkan sinar UV yang menuju kulit,

sehingga penetrasi radiasi UV yang masuk ke dalam kulit dapat diminimalkan.

Beberapa sediaan sunscreen sudah banyak tersebar di masyarakat, seperti krim, spray.

Tapi dalam penelitian ini dibuat dalam sediaan emulgel Sunscreen karena emulgel

terdiri dari dua sistem yang saling melengkapi yaitu sistem emulsi dan gel. Sistem

emulsi akan berfungsi sebagai emolien. Emulsi mengandung fase minyak sehingga

diharapkan membuat sediaan Sunscreen yang dihasilkan tidak mudah dibilas dengan

air dan dapat digunakan dalam waktu relatif lama menjamin perlindungan sepanjang

hari. Jika dibandingkan krim dan spray, emulgel lebih terasa nyaman saat di

aplikasikan pada kulit, karena terdapat gel yang memberikan sensasi dingin dan

menyejukkan. Sedangkan jika sediaan krim, saat di aplikasikan ke kulit, kulit akan

lebih terasa berminyak, tidak nyaman digunakan pada iklim yang hangat dan dapat

menyebabkan overhidrasi pada kulit. Sedangkan pada sediaan spray saat di

aplikasikan ke wajah tidak terlalu efektif karena semprotan akan menyebar ke segala

arah sehingga tidak efektif melindungi kulit dan pada saat kondisi berangin dapat

5
menyebabkan penyemprotan dapat terhirup secara tidak sengaja (Widia , marline ,

2018).

Pada paragraf sebelumnya yang telah dibahas merupakan sediaan yang

berbentuk emulgel sunscreen. Emulgel adalah suatu emulsi minyak dalam air atau air

berminyak, yang di buat menjadi bentuk gel dengan cara mencampurnya dengan

suatu gelling agent. Penggabungan emulsi dengan basis gel terbukti dapat

meningkatkan stabilitas dan membuatnya menjadi sistem dual control release

sehingga pelepasan zat aktif pada emulgel akan lebih baik dibandingkan dengan

sistem topical drug delivery lainnya. Adanya bentuk emulsi mampu menjadikan

bahan aktif tabir sunscreen lebih mudah terpenetrasi kedalam lapisan stratum

corneum kulit, sedangkan adanya fase gel dapat menimbulkan sensasi yang segar

ketika diaplikasikan ke kulit. Emulgel menunjukkan kemudahan untuk menyebar

pada kulit (Handayani, dkk., 2015).

A. Rumusan Masalah

1. Apakah sediaan emulgel rimpang kunyit putih (Curcuma zedoaria) memenuhi

uji mutu fisik sebagai Sunscreen yang stabil?

2. Berapa nilai SPF sediaan emulgel rimpang kunyit putih (Curcuma zedoaria) ?

B. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui stabilitas yang stabil untuk formulasi sediaan emulgel

Sunscreen rimpang kunyit putih (Curcuma zedoaria).

6
2. Untuk mengetahui nilai SPF sediaan emulgel rimpang kunyit putih (Curcuma

zedoaria).

C. Manfaat Penelitian
1. Bagi institusi

Diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran dan referensi bagi

mahasiswa dan sebagai acuan untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan

topik yang berhubungan dengan judul penelitian.

2. Bagi Mahasiswa

Sebagai tambahan wawasan mengenai stabilitas dan konsentrasi ekstrak

rimpang kunyit putih (Curcuma zedoaria) dalam sediaan emulgel Sunscreen.

3. Bagi masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi

masyarakat tentang pemanfaatan obat tradisional dari ekstrak rimpang kunyit

putih (Curcuma zedoaria) dalam sediaan emulgel Sunscreen.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Uraian Tanaman Kunyit Putih (Curcuma zedoaria)
1. Gambar tanaman

Gambar 2.1 kunyit putih (Curcuma zedoaria) (Dokumentasi pribadi 2021).

2. Klasifikasi Tanaman

Klasifikasi tumbuhan kunyit putih (Curcuma zedoaria) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Classis : Liliopsida

Ordo : Zingiberales

Familia : Zingiberaceae

8
Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma zedoaria (Amin et al., 2019).

9
10

3. Morfologi kunyit putih (Curcuma zedoaria)

Pemberian nama kunyit putih untuk Curcuma zedoaria diduga

berhubungan dengan adanya rimpang yang berwarna putih. Curcuma zedoaria

atau yang sering disebut dengan temu putih merupakan herba perennial, memiliki

tinggi satu meter, rimpang utama berbentuk bulat telur, dan bagian dalam

umbinya kuning pucat.. Curcuma zedoaria memiliki daun tunggal, berbentuk

lanset (lonjong, ujung runcing, pangkal tumpul) dengan tulang daun menyirip

tipis. Curcuma zedoaria merupakan tanaman semak, mencapai tinggi ± 2 m,

berbulu halus, berwarna hijau bergaris ungu. Bentuk bunga dari Curcuma

zedoaria adalah majemuk, berbentuk tabung, keluar dari ketiak daun, menjulang

ke atas membentuk bongkol bunga yang besar (Novaliana, 2022).

4. Kandungan kimia kunyit putih (Curcuma zedoaria)

Kunyit putih (Curcuma zedoaria Rosc.) mengandung banyak zat

berkhasiat yaitu curcuminoid, curdione, borneol, minyak atsiri, dan senyawa

kimia seperti alkaloid, fenol, saponin, glikosida, steroid, terpenoid, astringensia,

flavonoid, sulfur, gum, resin, tepung dan sedikit lemak. Rimpang temu putih

mengandung 1-2% minyak menguap dengan komposisi utama sesquiterpen.

Minyak menguap tersebut mengandung lebih dari 20 komponen zat aktif seperti

curzerenone (zedoarin) yang merupakan komponen terbesar, curzerene,

pyrocurcu, zerenone, curcumin, curcumemone, epicurcumenol, curcumol,

isocurcumenol, procurcumenol, dehydrocurdione, furanodienone, isofurano


11

dienone, furanodiene, zederone, dan curdione. Curcuminoid dan terpenoid

memiliki efek sitotoksik dan antitumor (Istiqari 2015).

5. Manfaat kunyit putih (Curcuma zedoaria)

Menurut penelitian dari Nufuf kanani (2017) rimpang kunyit putih (Curcuma

zedoaria) dapat berpotensi dijadikan sebagai bahan tabir surya. Pada penelitian

ini menggunakan teknik secara in vitro. Nilai SPF yang terkandung dalam

rimpang kunyit putih dengan menggunakan pelarut etil asetat dengan

menggunakan temperature ekstraksi 30ºC sebesar 4.107. Sedangkan yang

menggunakan pelarut methanol yaitu 3.295 dengan temperature 30ºC. Nilai SPF

tersebut yang mengindikasikan bahwa kunir putih berpotensi dijadikan bahan

pembuatan tabir surya.

B. Ekstrak dan Ekstraksi


1. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dengan menyari simplisia

menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak

kering harus mudah digerus menjadi serbuk (Kori, 2011).

2. Ekstraksi

Ekstraksi adalah teknik pemisahan atau penyarian senyawa kimia yang

terdapat di dalam bahan alam atau berasal dari dalam sel dengan menggunakan

pelarut dan metode yang sesuai. Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa
12

faktor, seperti sifat dari bahan mentah obat dan daya penyesuaiannya dengan tiap

macam metode ekstraksi serta kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang

sempurna atau mendekati sempurna dari obat. Sifat dari bahan mentah obat

merupakan faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam memilih metode

ekstraksi. Cara penyarian dapat dibedakan menjadi infundasi, maserasi,

perkolasi, dan penyarian berkesinambungan (Kori, 2011).

Metode pembuatan ekstrak yang umum digunakan adalah maserasi,

perkolasi, soxhletasi, dan infundasi (Kori, 2011).:

a. Maserasi

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi

dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari.

Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif

yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah

mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak, dan

lain-lain. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan

dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan, serta pelarut

yang digunakan dapat diminimalkan. Kerugian maserasi adalah

pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna.


13

b. Perkolasi

Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan

cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Kekuatan yang

berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat, kekentalan, daya larut,

tegangan permukaan, difusi, osmosa, adhesi, daya kapiler dan daya geseran.

c. Soxhletasi

Soxhletasi merupakan metode dengan prinsip perendaman bahan yang

diekstraksi melalui pengaliran ulang cairan perkolat secara kontinue, sehingga

bahan yang diekstraksi tetap terendam dalam cairan. Pada cara ini diperlukan

bahan pelarut dalam jumlah yang kecil, juga simplisia yang digunakan selalu

baru. Artinya suplai bahan pelarut bebas bahan aktif dan berlangsung secara

terus menerus. Kekurangan dari metode ini adalah waktu yang dibutuhkan

untuk ekstraksi cukup lama sehingga kebutuhan energinya tinggi .

d. Infundasi

Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia

dengan air pada suhu 90oC selama 15 menit. Infundasi adalah proses

penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari kandungan aktif yang

larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Penyarian dengan cara ini

menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan
14

kapang. Oleh sebab itu sari yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh

disimpan lebih dari 24 jam (Kori, 2011).

3. Pelarut

Kriteria cairan penyari yang baik antara lain murah, mudah didapat, stabil

secara kimia dan fisika, bereaksi netral, tidak mudah menguap, tidak mudah

terbakar, selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki dan tidak

mempengaruhi zat berkhasiat. Cairan penyari yang dapat digunakan adalah air,

etanol, eter (Anonim, 1986).

Etanol adalah campuran etilalkohol dan air. Mengandung tidak kurang dari

94,7 % v/v atau 92,0 % dan tidak lebih dari 95,2% v/v atau 92,7% C2H60.

Pemerian cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah bergerak; bau

khas; rasa panas; mudah terbakar dengan memberikan nyala biru berasap.

Sistem penyari yang digunakan dalam ekstraksi harus dipilih berdasarkan

kemampuannya dalam melarutkan jumlah yang maksimal dari zat aktif dan

seminimal mungkin bagi unsur yang tidak diinginkan.

Cairan penyari yang digunakan dalam penelitian adalah etanol 96%.

Maksudnya campuran dari 96 bagian alkohol dengan 4 bagian air. Etanol

merupakan pelarut yang sangat efektif untuk menghasilkan bahan aktif dalam

jumlah yang optimal, tidak menyebabkan pembengkakan membran sel,

memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut, selektif, pada konsentrasi diatas 20%

dapat mencegah tumbuhnya kapang, tidak beracun dan absorbsinya baik.


15

Etanol merupakan pelarut yang digunakan untuk ekstraksi pendahuluan

(Harborne, 1991), dimana etanol dapat menarik senyawa yang bersifat polar

(polisakarida), semi polar (alkaloid, kumarin) hingga senyawa non polar

(triterpenoid, sterol, asam lemak tidak jenuh), maka diharapkan senyawa yang

berkhasiat sebagai anti diabetes yaitu triterpenoid dan polisakarida dapat ditarik

hanya dengan menggunakan satu penyari saja. Pelarut etanol dapat melarutkan

alkaloid basa, minyak menguap, glikosida, antrakinon, flavonoid, steroid dan

saponin (Kori, 2011).

4. Jenis pelarut

Senyawa yang terkandung dalam suatu tanaman berbeda-beda, ada

senyawa polar, semi polar, dan non polar (Yohed dkk, 2017). Senyawa polar

umumnya menggunakan pelarut seperti etanol, methanol, air, dan butanol.

Kemudian senyawa non polar menggunakan pelarut seperti eter, kloroform, dan n-

heksan. Sedangkan pada senyawa semi polar pelarut yang umum digunakan adalah

etil asetat (Kasminah, 2016). Berikut diagram polaritas pelarut menurut Arifin B.

dkk (2017) :

Tabel 1 Diagram polaritas pelarut

Polaritas Rumus Golongan Contoh Pelarut


Relative Senyawa
Nonpolar R_H Alkana Petroleum eter, ligroin,
heksana
Ar_H Aromatic Toluena benzene
R-O-R Eter Dietil eter
R-X Alkil halide Tetraklorometana, kloroform
16

R- COOR Ester Etil asetat


R-CO-R Aldehida Aseton, metil etil keton
R-NH2 Amina Piridina, trietilamina
R-OH Alkohol Methanol,etanol, isopropanol,
R-CONH2 Amida Dimetilformamida
R-COOH Asam Asam etanoat
H-OH Air Air
polar

C. Kulit

Gambar 2.2 struktur kulit

1. Definisi Kulit

Kulit merupakan organ yang membungkus seluruh permukaan luar tubuh

sekaligus merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh manusia yang

meliputi 16% berat tubuh. Pada orang dewasa, sekitar 2,7 hingga 3,6 kg berat

tubuhnya merupakan kulit dengan luas sekitar 1,5-1,9 meter persegi . Kulit

terdiri dari jutaan sel kulit yang dapat mengalami kematian dan selanjuntnya

digantikan dengan sel kulit hidup yang baru tumbuh.

2. Lapisan kulit
17

Kulit terdiri dari tiga lapisan utama yaitu epidermis (lapisan bagian luar

tipis), dermis (lapisan tengah) dan subkutan (lapisan paling dalam).

a. Epidermis

Lapisan epidermis terdiri dari lima lapisan (dari lapisan yang paling atas

sampai yang terdalam). Lapisan epidermis tebalnya 75-150 µm, kecuali pada

telapak tangan dan kaki yang berukuran lebih tebal. Telapak tangan dan

telapak kaki mempunyai kulit yang lebih tebal daripada bagian tubuh yang

lain disebabkan oleh adanya lapisan corneum di tempat itu. Hal ini penting

karena kulit di bagian tubuh ini lebih sering mengalami gesekan dibanding

tubuh bagian lain

b. Dermis

Ketebalan dermis bervariasi di berbagai tempat tubuh, biasanya 1-4 mm.

Dermis merupakan jaringan metabolik aktif, mengandung kolagen, elastin,

sel saraf, pembuluh darah dan jaringan limfatik. Juga terdapat kelenjar ekrin,

apokrin dan sebaseus di samping folikel rambut.

c. Subkutan

Terletak di bawah dermis, terdiri dari jaringan ikat dan lemak (Nirmala Sari,

2015).

3. Fungsi kulit
18

Kulit manusia mempunyai banyak fungsi yang penting terutama sebagai

pertahanan garis depan, melindungi tubuh dari berbagai elemen yang berasal dari

lingkungan luar tubuh. Jika terjadi luka pada kulit, integritas pertahanan kulit

menjadi terganggu dan menjadi tempat masuk berbagai mikroorganisme seperti

bakteri dan virus. Kulit juga dapat menjadi faktor penting dalam kesehatan

mental dan kondisi sosial manusia

Fungsi Epidermis sebagai pertahanan tubuh terluar terhadap lingkungan

luar tubuh. Suasana asam pada kulit melindungi kulit dari mikroorganisme.

Lapisan keratin yang keras melindungi tubuh dari invasi mikroorganisme dan

infeksi juga menjaga kelembaban. Sel Langerhans membentuk reseptor

pengenalan baik terhadap mikroorganisme, virus bahkan senyawa asing yang

selanjutnya mengaktifkan sistem imunitas (Sayogo, 2017).

D. Tabir Surya
1. Sinar UV (ultra violet)

Sinar ultraviolet (UV) adalah sinar yang dipancarkan oleh matahari yang

dapat mencapai permukaan bumi selain cahaya tampak dan sinar inframerah.

Sinar UV berada pada kisaran panjang gelombang 200-400 nm. Spektrum UV

terbagi menjadi tiga kelompok berdasarkan panjang gelombang UV C (200-290),

UV B (290-320) dan UV A (320-400). UV A terbagi lagi menjadi dua subbagian

yaitu UV A2 (320-340) dan UV A1 (340- 400). Tidak semua radiasi sinar UV

dari matahari dapat mencapai permukaan bumi. Sinar UV C yang memiliki energi

terbesar tidak dapat mencapai permukaan bumi karena mengalami penyerapan


19

dan lapisan ozon. Energi dari radiasi sinar ultraviolet yang mencapai permukaan

bumi dapat memberikan tanda dan simptom terbakarnya kulit. Diantaranya adalah

kemerahan pada kulit (eritema), rasa sakit, kulit melepuh dan terjadinya

pengelupasan kulit. (Parrish, Jaenicke & Anderson, 1982). UV B yang memiliki

panjang gelombang 290- 320 nm lebih efektif dalam menyebabkan kerusakan

kulit dibandingkan dengan UV A yang memiliki panjang gelombang yang lebih

panjang 320-400 nm (wiweka 2015).

Radiasi sinar ultra violet (UV) terpapar pada kulit manusia setiap harinya

dan paparan UV tidak dapat terukur ataupun terlihat secara kasat mata. Paparan

sinar UV berlebih dapat menyebabkan banyak penyakit kulit seperti sunburn,

eritema, bahkan sampai terjadinya kanker kulit. Tabir surya menjadi salah satu

sediaan yang ditawarkan industri farmasi untuk menghalau ataupun mengurangi

penyerapan sinar UV pada kulit (Sheila 2017).

Pada dasarnya, sinar ultra violet dari matahari memiliki manfaat yang

baik, salah satunya adalah untuk pembentukan kolekalsiferol (Vitamin D3).

Kolekalsiferol berperan dalam metabolisme pembentukan tulang dan juga dalam

pertahanan sistem imun tubuh (Prietl et al., 2013; Cefali et al., 2016). Selain itu,

radiasi sinar UV dalam waktu yang cukup dan rutin seringkali digunakan untuk

terapi penyakit tuberkulosis, psoriasis, dan vitiligo (Cefali et al., 2016). Radiasi

yang berlebihan dapat mengakibatkan efek merugikan pada manusia. radiasi UV

dari matahari dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu sinar ultra violet A (UV A)
20

dengan panjang gelombang 320-400 nm; sinar ultra violet B (UV B) dengaan

panjang gelombang 290-320 nm; dan sinar ultra violet C (UV C) dengan panjang

gelombang 200-290 nm (Sheila 2017).

Kulit yang terkena paparan sinar ultraviolet dari matahari secara

terusmenerus akan mengalami perubahan struktur dan komposisi serta akan

menyebabkan timbulnya stress oksidatif pada kulit dapat terlihat dapat berupa

perubahanperubahan jangka pendek bersifat akut seperti pigmentasi, eritema,

fotosensitivitas, bahkan efek jangka panjang seperti penuaan dini dan keganasan

atau kanker kulit. sinar UV seringkali disebut sebagai sunburn spectrum yang

mampu merusak membran sel. Hal ini mengakibatkan kulit terbakar dan menjadi

kemerahan, merusak sel-sel kulit yang selanjutnya mengakibatkan kerusakan

mekanisme regenerasi dari sel-sel kulit. Sinar UV A juga bisa menimbulkan efek

terbakar pada kulit namun lebih lemah jika dibandingkan dengan efek paparan

sinar UV B. Kehilangan sifat elastisitas kulit, dilatasi pembuluh darah, dan

penebalan kulit (keratosis) menjadi efek biologis yang dapat disebabkan oleh

paparan radiasi UV. Sedangkan efek jangka panjangnya berupa kanker kulit

melanoma dan penuaan dini. Tabir surya kini menjadi salah satu solusi sebagai

proteksi diri terhadap bahaya paparan sinar UV dan pilihan preventif untuk

menghindari efek – efek negatif dari sinar UV. Tabir surya merupakan suatu

senyawa yang digunakan untuk melindungi kulit dari paparan sinar matahari

terutama ultra violet (UV). Tabir surya dibagi menjadi dua berdasarkan jenis
21

bahan aktifnya yaitu sebagai penghalang sinar secara fisik (physical blocker) dan

penyerap sinar secara kimiawi (chemical absorber). Penghalang secara fisik

mampu memantulkan sinar UV secara langsung seperti sediaan emulgel tabir

surya yang mengandung antioksidan yang dapat mencegah berbagai penyakit

yang ditimbulkan oleh radiasi sinar UV. Adapun beberapa golongan senyawa

aktif antioksidan seperti sinamat, flavonoid, tanin, kuinon, dan lain-lain telah

diteliti memiliki kemampuan untuk melindungi kulit dari sinar UV (Sheila 2017).

2. Sunscreen

Sunscreen atau tabir surya merupakan senyawa yang digunakan untuk

melindungi kulit dari sinar matahari terutama sinar ultraviolet (UV). Sunscreen ini

termasuk cairan kimia lotion yang dapat digunakan sebagai tabir surya. Sunscreen

dapat menembus kulit dan menyerap sinar ultraviolet sebelum mencapai lapisan

kulit dan menyebabkan kerusakan pada kulit. Salah satu cara untuk mencegah

efek berbahaya dari paparan sinar matahari pada kulit adalah dengan

menggunakan Sunscreen. Mekanisme kerja Sunscreen adalah memantulkan sinar

ultraviolet (UV), dan menyerap sinar ultraviolet, karena sifat fisiknya yang

mencegah sinar ultraviolet menembus lapisan kulit dengan cara menyebarkannya,

kemampuannya berdasarkan ukuran partikel dan ketebalan lapisan dermis hingga

ke subkutan, dan efektif dalam spektrum UV-A, UV-B dan sinar tampak

(Nurfitriani, dkk 2021).


22

Sunscreen dapat dibagi menjadi dua yaitu chemical Sunscreen dan

physical Sunscreen. Chemical Sunscreen bekerja dengan cara mengabsorpsi

radiasi sinar ultra violet. Contoh bahan aktif yang biasa digunakan dalam

chemical Sunscreen adalah avobenzone, cinnamates, octocrylene, oxybenzone

(benzophenones), para-aminobenzoic acid (PABA), padimate-O, dan salicylates .

Physical Sunscreen bekerja dengan cara memantulkan atau menghamburkan

radiasi sinar ultra violet dengan membentuk lapisan buram di permukaan kulit.

Selain pembentukan lapisan buram, physical Sunscreen juga menyebabkan rasa

berminyak di permukaan kulit sehingga physical Sunscreen kurang dapat diterima

oleh konsumen. Contoh bahan aktif yang biasa digunakan dalam physical

Sunscreen adalah titanium dioxide dan zinc oxide.

Sebagian besar Sunscreen terdaftar sebagai golongan jenis obat menurut

Therapeutic Goods Act 1989. Beberapa produk Sunscreen yang mengandung

bahan yang memiliki sifat sebagai sun protector tidak digolongkan sebagai jenis

obat namun digolongkan sebagai jenis kosmetik, karena tujuan utama dari sediaan

tersebut bukan sebagai Sunscreen. Produk kosmetik tersebut diluar golongan

Sunscreen dan tidak terdaftar dalam Therapeutic goods legislation (Yashita,

2010).

Sunscreen yang beredar dipasaran memungkinkan adanya efek samping

yang merugikan seperti dapat menyebabkan iritasi kulit karena kandungan

kimianya. Dengan demikian penggunaan tumbuhan sebagai tabir surya menjadi


23

perhatian. Zat alami yang diekstrak dari tumbuhan dapat bertindak sebagai

sumber daya potensial photoprotective karena kemampuannya untuk menyerap

UV. Beberapa senyawa bahan alam yang dimanfaatkan dan dikembangkan

sebagai agen pelindung sinar UV seperti vitamin C, vitamin E dan β-karoten yang

digunakan dalam produk perawatan kulit karena sifatnya yang mampu memutus

rantai radikal bebas. Selain itu, senyawa-senyawa fenolik dapat pula berperan

sebagai bahan aktif senyawa tabir surya. Bahan alami dianggap sebagai sumber

daya potensial tabir surya karena kemampuannya dalam menyerap di wilayah UV

serta aktivitas antioksidannya yang berasal dari senyawa yang dikandung bahan

alam tersebuut. Efektifitas dari suatu sediaan Sunscreen dapat ditunjukkan salah

satunya adalah dengan nilai Sun Protection Factor (SPF), yang didefinisikan

sebagai jumlah energi UV yang dibutuhkan untuk mencapai Minimal Erythema

Dose (MED) pada kulit yang dilindungi oleh suatu tabir surya, dibagi dengan

jumlah energi UV yang dibutuhkan untuk mencapai MED pada kulit yang tidak

diberikan perlindungan. Minimal Erythema Dose (MED) didefinisikan sebagai

jangka waktu terendah atau dosis radiasi sinar UV yang dibutuhkan untuk

menyebabkan terjadinya erythema (Fitria nugrahaeni 2020).

3. Sunblock
Sunblock adalah suatu zat atau material yang dapat melindungi kulit

terhadap radiasi sinar UV. Fungsi dasar sunblock adalah bertindak sebagai

dinding antara kulit dan sinar UV yang berbahaya, sehingga jauh lebih ampuh

dalam mencegah kanker kulit dibandingkan dengan tabir surya. Sediaan kosmetik
24

tabir surya terdapat dalam bermacam- macam bentuk misalnya losion untuk

dioleskan pada kulit, krim, salep, gel atau spray yang diaplikasikan pada kulit.

Sediaan kosmetik yang mengandung tabir surya biasanya dinyatakan dalam label

dengan kekuatan SPF (Sun Protecting Factor) tertentu. Nilai SPF terletak diantara

kisaran 2—60, angka ini menunjukkan seberapa lama produk tersebut mampu

melindungi atau memblok sinar UV yang menyebabkan kulit terbakar. Seorang

pemakai dapat menentukan durasi dari keefektifan produk secara sederhana

dengan mengalikan angka SPF dengan lamanya waktu yang diperlukan untuk

membuat kulitnya terbakar bila tidak memakai tabir surya (Siti hapsa 2016).

4. Sunburn
Sunburn adalah reaksi inflamasi akut pada kulit terhadap radiasi ultraviolet

(RUV). Pajanan RUV dipengaruhi oleh lamanya pajanan dengan matahari dan

sikap perlindungan diri. Gejala utama diawali dengan kemerahan (eritema), lalu

diikuti dengan berbagai tingkat rasa sakit, tingkat keparahan proporsional atau

berbanding lurus dengan durasi dan intensitas eksposur atau pajanan. Sunburn

dapat diatasi dengan beberapa tatalaksana utama yaitu mendinginkan kulit,

menggunakan oba-obat topikal, menjaga keseimbangan cairan tubuh, mengatasi

vesikel, dan menghindari pajanan sinar matahari. Menghindari pajanan sinar

matahari pada lokasi kulit sunburn yang sedang mengalami penyembuhan adalah

perawatan sunburn yang paling penting dari lima jenis tatalaksana utama tersebut.

Sunburn harus menjadi perhatian bersama, karena penting bagi seorang praktisi

kesehatan terutama yang bertugas di daerah wisata agar dapat mendiagnosis


25

secara dini dan memberikan pengobatan sunburn segera, hal ini dilakukan tidak

hanya untuk kenyamanan para pekerja lapangan seperti petani tetapi dapat juga

berguna untuk meningkatkan kompetensi dokter dalam bidang agromedicine

(Rena Roy 2018).

Gejala utama sunburn diawali dengan kemerahan (eritema), lalu diikuti

dengan tingkat rasa sakit dengan tingkat keparahannya proporsional atau

berbanding lurus dengan durasi dan intensitas eksposur atau pajanan. Gejala

lainnya dapat berupa edema, gatal, pengelupasan kulit, ruam, mual, demam,

menggigil, dan sinkop atau penurunan kesadaran. Selain itu juga, dapat

merasakan panas akibat dari reaksi luka akibat pajanan, disebabkan oleh

konsentrasi darah dalam proses penyembuhan memberi perasaan hangat pada

daerah yang terkena (Rena Roy 2018).

Pengobatan sunburn dapat sembuh sepenuhnya dalam waktu beberapa minggu.

Kendati demikian tatalaksana tetap diperlukan untuk mengatasi rasa tidak nyaman

atau memfasilitasi proses penyembuhan. Terdapat beberapa tatalaksana mayor

dalam mengatasi Sunburn yaitu dengan mendinginkan kulit, aplikasi obat-obatan

topikal, menjaga keseimbangan cairan, mengatasi vesikel, dan melindungi kulit

yang mengalami sunburn. Tindakan pencegahan sunburn dapat dilakukan dengan

perilaku melindungi diri terhadap pajanan matahari (Rena Roy 2018).

E. SPF (sun protecting factor)


26

Efektifitas dari suatu sediaan tabir surya dapat ditunjukkan salah satunya

adalah dengan nilai sun protection factor (SPF), yang didefinisikan sebagai jumlah

energi UV yang dibutuhkan untuk mencapai minimal erythema dose (MED) pada

kulit yang dilindungi oleh suatu tabir surya, dibagi dengan jumlah energi UV yang

dibutuhkan untuk mencapai MED pada kulit yang tidak diberikan perlindungan.

MED didefinisikan sebagai jangka waktu terendah atau dosis radiasi sinar UV yang

dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya erythema. Pengukuran nilai SPF suatu

sediaan tabir surya dapat dilakukan secara in vitro. Metode pengukuran nilai SPF

secara in vitro secara umum terbagi dalam dua tipe. Tipe pertama adalah dengan cara

mengukur serapan atau transmisi radiasi UV melalui lapisan produk tabir surya pada

plat kuarsa atau biomembran. Tipe yang kedua adalah dengan menentukan

karakteristik serapan tabir surya menggunakan analisis secara spektrofotometri

larutan hasil pengenceran dari tabir surya yang diuji (wiweka 2015).

F. Emulgel

Emulgel adalah sistem dua fasa yang mengandung molekul organik besar

yang diinterpenetrasi oleh air dan sedikit fraksi dari lipid yang diemulsikan

(Radulescu and Diepgen, 2007). Emulsi yang mengandung zat pembentuk gel

(gelling agents) memiliki konsistensi gel yang kuat, resiko terjadinya koalesens akan

berkurang, memiliki viskositas yang terkontrol sehingga mengurangi rasa berair dari

emulsi dan memiliki kestabilan yang lebih tinggi.


27

Emulgel adalah salah satu sediaan yang banyak digunakan oleh

masyarakat luas, selain karena harganya yang murah juga karena praktis dalam

penggunaan yaitu dengan cara dioleskan pada kulit. Emulgel merupakan sediaan

emulsi yang fase airnya ditingkatkan viskositasnya dengan menambahkan gelling

agent . Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak tercampur,

terdiri dari fase air, dan minyak yang terdispersi menjadi globul atau tetesan kecil

dalam cairan yang lain. Biasanya didalam basis gel ditambahkan fase minyak dan

emulgator yang berfungsi untuk menstabilkan minyak dalam basis. Emulgator

merupakan komponen penting dalam pembuatan emulsi. Emulgator bekerja dengan

cara membentuk film (lapisan) di sekeliling globul-globul atau tetesan yang

terdispersi, yang berfungsi mencegah terjadinya koalesen dan terpisahnya cairan

dispers sebagai fase terpisah.Optimasi pada basis emul gel sangat diperlukan untuk

mencari basis emulgel yang memiliki kestabilan fisika dan kimia yang memenuhi

standar yang telah ditentukan (Handayani, dkk., 2015).

Selain itu emulgel juga merupakan salah satu sediaan topikal yang paling

menarik dalam sistem penghantaran obat karena memiliki dua sistem pelepasan yaitu

gel dan emulsi. Emulgel adalah sediaan emulsi m/a atau a/m yang dicampurkan

dengan gelling agent. Untuk senyawa yang bersifat hidrofob pembuatan menjadi

sediaan emulgel dianggap lebih mudah dibandingkan menjadi sediaan gel karena

masalah kelarutannya dalam air. Senyawa hidrofob dalam suatu emulgel dibuat

dengan melarutkannya dalam fasa minyak yang kemudian didispersikan dalam fasa
28

air yang bercampur dengan gelling agent. Emulgel ketika digunakan secara

dermatologis memiliki beberapa sifat yang menguntungkan seperti menjadi

tiksotropik, tidak berminyak, mudah penyebarannya, mudah dibesihkan, lembut, tidak

meleleh, mudah dicuci, umur simpan lebih lama, ramah lingkungan, transparan dan

nyaman ketika digunakan (Intan purnama 2018).

1. Keuntungan sediaan emulgel

Emulgel merupakan pengembangan dari sediaan gel. Emulgel terdiri dari dua

fase, yaitu fase besar molekul organik yang terpenetrasi dalam air dalam bentuk

gel dan fase kecil minyak emulsi. Adanya fase minyak di dalamnya menyebabkan

emulgel lebih unggul dibandingkan dengan sediaan gel sendiri, yakni obat akan

melekat cukup lama di kulit dan memiliki daya sebar yang baik, mudah

dioleskan serta memberikan rasa nyaman pada kulit. Emulgel untuk

penggunaan dermatologis memiliki beberapa keuntungan diantaranya sifat

tiksotropis, tidak lengket, mudah disebar, mudah dihapus, emollient, larut air,

masa simpan yang lebih lama, ramah lingkungan dan memiliki penampilan yang

baik.

Emulgel mempunyai beberapa keuntungan antara lain memiliki

konsistensi yang baik, penyebaranya mudah, waktu kontaknya lama, mudah

dicuci dan dicampurkan dengan eksipien lain .Emulgel membantu dalam

penggabungan obat-obatan hidrofobik. Hal ini menjadi bukti stabilitas yang lebih

baik dan pelepasan obat dari basis gel secara langsung. Penggunaan sediaan
29

emulgel lebih diminati bila dibandingkan dengan sediaan emulsi atau gel saja

(Aisyah, 2018).

Selain itu, keuntungan emulgel yang lainnya (Raj, 2016):

1. Stabilitas yang lebih baik: Sediaan transdermal lainnya relatif kurang stabil

daripada emulgel. Seperti bubuk yang bersifat higroskopis, krim menunjukkan

fase inversi atau pecah dan salep menunjukkan ketengikan karena basis

minyak.

2. Kapasitas pemuatan yang lebih baik: Pendekatan baru lainnya seperti niosom

dan liposom berukuran nano karena berstruktur vesikuler yang mungkin dapat

menghasilkan kebocoran dan efisiensi jebakan yang lebih rendah. Tapi gel

karena memiliki jaringan yang luas, relatif lebih baik dalam pemuatan

kapasitas.

3. Kelayakan produksi dan biaya persiapan rendah: Persiapan emulgel lebih

sederhana dan terdiri dari langkah pendek yang dapat meningkatkan kelayakan

produksi. Tidak ada instrumen khusus yang diperlukan untuk produksi

emulgel. Bahkan bahan yang digunakan mudah tersedia dan lebih

murah. Sehingga menurunkan biaya pembuatan emulgel.

G. Stabilitas Sediaan
1. Uji organoleptis

Diamati ada tidaknya perubahan bau, perubahan warna dan pertumbuhan jamur

pada sediaan setiap minggu selama 4 minggu


30

2. Uji pH

Nilai pH menunjukkan derajat keasaman suatu bahan. Nilai pH idealnya sama

dengan pH kulit atau tempat pemakaian, yaitu berkisar antara 4,5-6-5. Nilai pH

emulgel tidak boleh terlalu asam karena dapat mengiritasi kulit dan tidak boleh

terlalu basa karena dapat membuat kulit menjadi bersisik.

3. Uji homogenitas

Homogenitas berpengaruh terhadap efektivitas terapi karena berhubungan dengan

kadar obat yang seragam pada setiap pemakaian. Jika sediaan homogen maka

kadar zat aktif pada saat pemakaian atau pengambilan akan selalu sama.

4. Uji daya lekat

Uji daya lekat dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan emulgel

melekat pada kulit dalam waktu tertentu sehingga dapat berfungsi secara

maksimal pada penghantaran obatnya. Tidak ada persyaratan khusus mengenai

daya lekat sediaan semipadat, namun sebaiknya daya lekat sediaan semipadat

adalah lebih dari 1 detik

5. Uji daya sebar

Daya sebar emulgel menunjukkan kemampuan emulgel untuk menyebar pada

lokasi pemakaian apabila dioleskan pada kulit. Daya sebar sediaan semipadat

yang baik untuk penggunaan topikal berkisar pada diameter 3-5 cm (Garg dkk.,

2002). Dengan meningkatnya daya sebar maka luas permukaan kulit yang kontak

dengan emulgel akan semakin luas dan zat aktif akan terdistribusi dengan baik.

6. Uji viskositas
31

Pengukuran dilakukan menggunakan viskometer Brookfield pada pada suhu

ruang (27°C) menggunakan spindel no.4 pada kecepatan 100 rpm. Pengukuran

dilakukan pada hari ke-0, 7, 14 dan 21.

7. Uji tipe emulsi

Uji tipe emulsi dilakukan dengan sebanyak 3 gram yang telah dibuat dimasukkan

dalam vial, kemudian ditetesi dengan larutan metilen biru. Jika larutan metilen

biru segera terdispersi ke seluruh emulsi maka emulsinya memiliki tipe M/A

8. Uji stabilitas

Uji stabilitas dilakukan dengan metode cycling test.. Pengujian dilakukan selama

6 siklus, dimana tiap siklus diamati perubahan fisik krim meliputi organoleptik,

homogenitas, pH, daya sebar dan daya lekat (Suryani , 2017).

9. uji SPF

Uji SPF dilakukan untuk mengetahui pengukuran kuantitatif dari keefektifan

formulasi tabir surya. Untuk bisa efektif dalam mencegah sunburn dan kerusakan

kulit lainya, produk tabir surya seharusnya mempunyai kisaran absorbansi yang

lebar antara 290 sampai 400 nm. Evaluasi efisiensi formula tabir surya sudah

sejak lama diukur melalui uji in vivo yang mana dilakukan dengan sukarelawan

manusia (Sopianti dkk., 2021).


32

H. Kerangka Konsep
variable independen variable antara variable dependen

Ekstrak rimpang kunyit putih

1%

Ekstrak rimpang kunyit putih


Sediaan emulgel
3% Uji stabilitas
sunscreen

Ekstrak rimpang kunyit putih

5%
33

I. Kerangka Teori

tanaman Curcuma zedoaria merupakan salah satu tanaman suku

Zingiberaceae yang banyak digunakan sebagai bahan obat

tradisional di Indonesia (Jamu) dan umum dikenal dengan nama

temu putih.Berbagai penelitian menunjukkan bahwa rimpang

(Curcuma zedoaria) memiliki aktivitas antioksidan yang sangat

kuat.

Formulasi Curcuma zedoaria sebagai Emulgel Antioksidan

dengan hasil penelitian menunjukkan sediaan stabil secara fisik

(organoleptik, homogenitas, viskositas, sifat alir, kemampuan

menyebar, dan uji tipe emulsi), pH memenuhi syarat dengan

IC50 135.8 bpj.

Sunscreen merupakan salah satu produk untuk meminimalkan


Ekstrak rimpang kunyit
terjadinya penyakit kulit atau kerusakan kulit akibat radiasi sinar putih

UV. Sunscreen memiliki mekanisme baik mengabsorbsi dan/atau


Emulgel sunscreen
memantulkan sinar UV yang menuju kulit, sehingga penetrasi

radiasi UV yang masuk ke dalam kulit dapat diminimalkan. Pengujian stabilitas


1. Organoleptic
2. Ph
3. Homogenitas
4. Daya lekat
5. Daya sebar
6. Viskositas
7. Uji tipe emulsi
8. Uji cycling test
9. Uji SPF
34

J. Variabel Penelitian
5. Variabel bebas
Variable bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak rimpang kunyit putih
(Curcuma zedoaria).
6. Variabel terikat
Variable terikat dalam penelitian ini adalah formula sediaan emulgel
Sunscreen

K. Definisi Operasional
1. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dengan menyari simplisia

menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak

kering harus mudah digerus menjadi serbuk (Anonim, 1979).

2. Emulgel

Emulgel adalah sistem dua fasa yang mengandung molekul organik besar

yang diinterpenetrasi oleh air dan sedikit fraksi dari lipid yang diemulsikan

(Radulescu and Diepgen, 2007). Emulsi yang mengandung zat pembentuk gel

(gelling agents) memiliki konsistensi gel yang kuat, resiko terjadinya koalesens

akan berkurang, memiliki viskositas yang terkontrol sehingga mengurangi rasa

berair dari emulsi dan memiliki kestabilan yang lebih tinggi

3. Uji stabilitas

Uji stabilitas merupakan salah satu parameter kualitas dan dilakukan untuk

mengetahui kemampuan suatu produk obat untuk bertahan dalam batas

spesifikasi yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan


35

suhu dan waktu penyimpanan termasuk factor yang mempengaruhi stabilitas

obat.

L. Hipotesis Penelitian
Ho = emulgel Sunscreen ekstrak rimpang kunyit putih tidak stabil secara fisik dan
kimia.

Hi = emulgel Sunscreen ekstrak rimpang kunyit putih stabil secara fisik dan kimia.
BAB III
METODEOLOGI PENELITIAN

A. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental

laboratorium untuk memformulasi sediaan emulgel Sunscreen ekstrak rimpang kunyit

putih (Curcuma zedoaria).

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilakukan pada bulan juni 2022 di laboratorium fitokimia

dan teknologi Politeknik Kesehatan Kementrian Kesahatn Makassar Jurusan Farmasi.

C. Alat dan Bahan


1. Alat-Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cawan porselin,

evaporator, gelas kimia (Pyrex®), hot plate, lemari pendingin, pipet mikro,

blender, mortir, stamper, spektrofotometer uv-vis, tabung reaksi (Pyrex®), oven,

sendok tandu, spoit, pH meter, timbangan analitik, pipet tetes, cawan

porselen,lumpang dan alu, penangas air, wadah maserasi, wadah sunscreen.

2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah Ekstrak rimpang kunyit putih

(curcuma zedoaria), sepigel 305, propilen glikol, paraffin cair, tween 20, span

20, mwtil paraben, propil paraben, Na metabisulfit, parfum, etanol 96%,

aquadest, kertas perkamen, kertas saring, tissue

36
37

D. Prosedur Kerja
1. Pengambilan Sampel

kunyit putih (Curcuma zedoaria) diambil di toraja, provinsi sulawesi

selatan.

2. Pengolahan Bahan Uji

Diambil sampel Rimpang kunyit putih (Curcuma zedoaria), setelah itu

dikumpulkan dan dilakukan pencucian atau sortasi basah pada air mengalir,

setelah itu rimpang kunyit putih (Curcuma zedoaria) dirajang Rajang dan

dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Setelah benar benar kering,

kemudian dilakukan sortasi kering dan dihaluskan hingga menjadi serbuk.

3. Pembuatan Ekstrak Rimpang Kunyit Putih (Curcuma zedoaria).

Serbuk simplisia rimpang kunyit putih (Curcuma zedoaria Pertama-tama

disiapkan alat dan bahan, kemudian ditimbang serbuk 1000 gram, lalu dimasukan

kedalam wadah maserasi kemudian di tambahkan etanol 96% sampai terendam,

kemudian ditutup dan disimpan ditempat yang gelap (tidak terkena cahaya),

selama 24 jam sambil sesekali diaduk. Setelah itu dilakukan penyaringan dimana

ampas dipisahkan dengan filtratnya. Kemudian ampas tadi kembali diekstraksi

dengan pelarut etanol dengan perlakuan yang sama yaitu 3 x 24 jam. Lalu setelah

itu ekstrak etanol yang didapat di pekatkan dengan vakum rotavapor hingga

didapat ekstrak kental.


38

4. Formula emulgel M/A (Minyak dalam Air)

Table 3.1 Rimpang kunyit putih (Curcuma zedoaria).

Bahan kegunaan formula

F0 F1 F2 F3

Ekstrak rimpang zat aktif - 1 3 5


Kunyit putih

Sepigel 305 gelling agent 3 3 3 3

Propilen glikol humektan 5 5 5 5

Paraffin cair emolien 4 4 4 4

Tween 20 emulgator 2,5 2,5 2,5 2,5

Span 20 emulgator 1,5 1,5 1,5 1,5

Metil paraben pengawet 0,2 0,2 0,2 0,2

Propil paraben pengawet 0,2 0,2 0,2 0,2

Na. metabisulfit antimokroba 0,1 0,1 0,1 0,1

Parfum pewangi - q.s q.s q.s

Keterangan :

F0 : Formulasi emulgel 0% sunscreen tanpa ekstrak rimpang kunyit putih

( Curcuma zedoaria )

F1 : Formulasi emulgel sunscreen 1% hasil partisi ekstrak rimpang kunyit putih


39

( Curcuma zedoaria )

F2 : Formulasi emulgel sunscreen 3% hasil partisi ekstrak rimpang kunyit putih

( Curcuma zedoaria )

F3 : Formulasi emulgel sunscreen 5% hasil partisi ekstrak rimpang kunyit putih

( Curcuma zedoaria )

aquadest pelarut 100 100 100 100

5. Pembuatan emulgel Sunscreen rimpang kunyit putih (Curcuma zedoaria).

Semua bahan ditimbang terlebih dahulu sesuai dengan takaran yang di

anjurkan. Emulgel Sunscreen dibuat dengan cara Fase minyak dibuat dengan

mencampurkan Span 20 dengan paraffin cair pada suhu 70-80ºC, lalu diaduk

sampai homogen. Fase air dibuat dengan mencampur air dengan Tween 20,

kemudian dipanaskan pada suhu 70-80ºC, aduk sampai homogen. Fase minyak

ditambahkan sedikit demi sedikit ke fase air sambil terus diaduk hingga terbentuk

emulsi. Emulsi dicampurkan dengan Sepigel 305 yang telah dikembangkan hingga

terbentuk emulgel. Ekstrak Curcuma zedoaria yang telah didispersikan dengan

propilenglikol kemudian ditambahkan natrium metabisulfit, metil dan propil

paraben, dan parfum secukupnya hingga aroma khas Curcuma zedoaria tertutupi.

Homogenkan dengan menggunakan stirrer pada rpm dan waktu yang optimum

hingga homogen.

E. Pengujian sediaan emulgel Sunscreen


1. Evaluasi sediaan emlgel Sunscreen rimpang kunyit putih (Curcuma zedoaria).
40

a. Organoleptik

Pengujian organoleptik dilakukan dengan cara pengamatan secara langsung

warna, bau dan konsistensi dari basis emulgel yang dibuat.

b. Uji Ph

Pengujian pH basis emulgel menggunakan pH stick universal sediaan emulgel

harus sesuai dengan pH kulit yaitu 4,5 - 6,5.

c. Uji homogenitas

Uji homogenitas dilakukan dengan mengoleskan sediaan emulgel pada kaca

preparat selanjutnya ditempatkan preparat kaca lainnya di atasnya, dan diamati

keberadaan partikel kasar pada sediaan

d. Uji daya lekat

Sejumlah 0,5 g emulgel diletakkan diatas kaca dengan ukuran 10x10 cm dan

ditutup lagi dengan kaca yang sama. Kemudian, diletakkan beban 976 gram

tambahan dan didiamkan selama 1 menit, dan dihitung berapa lama kedua kaca

terlepas. uji daya leakat yang baik untuk gel yaitu 2000-4000 cps

e. Uji daya sebar

Sejumlah 0,5 g emulgel diletakkan diatas kaca dengan ukuran 10x10 cm dan

ditutup lagi dengan kaca yang sama. Kemudian, diletakkan beban 976 gram

tambahan dan didiamkan selama 1 menit lalu diukur diameternya. Daya sebar

emulgel yang baik antara 5-7 cm.

f. Uji viskositas
41

Pengujian viskositas dilakukan menggunakan alat viscometer Brookfield. Nilai

viskositas untuk sediaan semisolid adalah 2000-4000 cP.

g. Uji tipe emulsi

Sediaan diteteskan pada kaca objek, lalu diteteskan larutan metilen blue.

Apabila zat warna tersebar merata pada sediaan maka tipe emulsi M/A, tetapi

jika zat warna tidak tersebar merata, maka tipe emulsi A/M ( et al., 2021)

h. Uji stabilitas

Uji stabilitas menggunakan metode cycling test, yaitu degan cara .Krim

disimpan pada suhu ± 4oC selama 24 jam dan kemudian suhu ± 40oC selama

24 jam. Kemudian diamati perubahan fisik krim meliputi organoleptik,

homogenitas, pH, daya sebar dan daya lekat (Suryani et al, 2017).

i. Uji SPF

Krim ditimbang sebanyak 125 mg, 250 mg, 375 mg dan 500 mg. Masing -

masing krim dipindahkan ke labu ukur 100 ml kemudian diencerkan dengan

etanol 70 %. Selanjutnya, dilakukan ultrasonikasi selama 5 menit. Kemudian

dilakukan sentrifugasi selama 5 menit. Diukur nilai absorbansinya

menggunakan alat spektrofotometer. Spektrum absorbansi sampel dalam

bentuk larutan diperoleh pada kisaran 290-320 nm, setiap interval 5 nm.

Rumus perhitungan nilai SPF menggunakan metode Mansur :


42

320
SPFspectrophotometric=CF X ∑ EE(¿ λ) X (λ) XAbs( λ) ¿
290

Keterangan :

EE : Erythemal effect spectrum

I : Solar intensity spectrum

Abs : Absorbance of sunscreen product

CF : Correction factor (= 10)


DAFTAR PUSTAKA
Amin, F. et al. (2019) ‘Efek Pemberian Ekstrak Etanol Rimpang Temu Putih
(Curcuma Zedoaria (Berg.) Roscoe) Terhadap Perubahan Kadar Protein
Total Dan Alkali Fosfatase Pada Tikus (Rattus Norvegicus) Yang
Dipaparkan Asap Rokok’, Majalah Farmasi dan Farmakologi, 22(3), pp.
99–103. doi: 10.20956/mff.v22i3.5861.

Belakang, L. (2011) ‘Kori Pratiwi’, Phys. Rev. E, p. 24. Available at:


http://ridum.umanizales.edu.co:8080/jspui/bitstream/6789/377/4/Muñoz_Z
apata_Adriana_Patricia_Artículo_2011.pdf.

Desmiaty, Y. et al. (2020) ‘Formulasi Curcuma zedoaria sebagai Emulgel


Antioksidan ( Formulation of Curcuma zedoaria as an Antioxidant Emulgel
)’, Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, 18(1), pp. 34–40. doi:
https://doi.org/10.35814/jifi.v17i2.755.

Dipahayu, D. (2020) ‘Formulation Sunscreen Emulgel of Sweet Potatoes Leaves


Extract (Ipomoea batatas (L.)) Antin-3 Variety’, Journal of Pharmacy and
Science, 5(2), pp. 49–54. doi: 10.53342/pharmasci.v5i2.174.

Farmasetika, M. et al. (2022) ‘Kunir Putih (’, 7(3), pp. 189–205.

Hafsari, A. R. et al. (2015) ‘Uji Aktivitas Antibakteri Daun Beluntas’, Uji Aktivitas
Antibakteri Ekstrak Daun Beluntas ( Pluchea Indica (L.) Less. ) Terhadap
Propionibacterium acnes PENYEBAB JERAWAT, 9(1), pp. 142–161.

Handayani, Merry, Nur Mita, A. I. (2015) ‘Formulasi Dan Optimasi Basis Emulgel
Carbopol 940 Dan Trietanolamin Dengan Berbagai Variasi Konsentrasi
Merry Handayani * , Nur Mita, Arsyik Ibrahim 1’, Prosiding Seminar
Nasional Kefarmasian Ke-1, pp. 5–6. Available at:
https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id/index.php/mpc/article/view/8/8.

Nirmala Sari, A. (2015) ‘Antioksidan Alternatif Untuk Menangkal Bahaya Radikal


Bebas Pada Kulit’, Elkawnie: Journal of Islamic Science and Technology,
1(1), pp. 63–68. Available at:
www.jurnal.ar-raniry.com/index.php/elkawnie.

Nurfitriani, N., Rumi, A. and Sultan, A. (2021) ‘Faktor-Faktor Yang Berhubungan


Dengan Pengetahuan Penggunaan Sunscreen Pada Mahasiswa Universitas
Tadulako’, Jurnal Health Sains, 2(4), pp. 520–532. doi:
10.46799/jhs.v2i4.122.

43
Sapada, N. (2018) ‘Uji Toksisitas Kombinasi Ekstrak Etanol Daun

Pare ( Momordica Charantia L .), Temu Putih ( Curcuma Zedoaria Rosc .) Dan
Bangle ( Zingiber Purpureum Roxb . ) Dosis Berulang Terhadap ( Rattus
Norvegicus ) The Toxicity Of Combination Ethanolic Extracts Test’,
Skripsi.

Saputra, S. H. and Sitorus, S. (2016) ‘Kunyit Putih (Curcuma zedoaria [Berg.]


Roscoe) sebagai Pengawet dan Antioksidan Pangan’, Jurnal Riset
Teknologi Industri, 8(16), pp. 168–176. doi: 10.26578/jrti.v8i16.1632.

Sayogo, W. (2017) ‘Potensi +Dalethyne Terhadap Epitelisasi Luka pada Kulit Tikus
yang Diinfeksi Bakteri MRSA’, Jurnal Biosains Pascasarjana, 19(1), p.
68. doi: 10.20473/jbp.v19i1.2017.68-84.

Widia I., marline A., A. Y. C. dan taufik R. (2018) ‘Formulasi Emulgel Antiakne
Dengan Minyak Mimba’, 16, pp. 222–230

44
45

LAMPIRAN 1
1. Skema kerja pengolahan sampel dan ekstraksi

Rimpang kunyit putih


(Curcuma zedoaria.)

1. Diambil sampel rimpang kunyit putih


2. Dilakukan pencucian pada air megalir
3. Dirjang – Rajang
4. Dikeringkan
5. Dihaluskan dengas blender

serbuk

1. Dimaserasi dengan etanol 96%


2. Disimpan ditempat gelap (tidak terkena cahaya)
selama 24 jam sambil sesekali diaduk
3. Disaring, ampas dan filtratnya dipisahkan
4. Diekstraksi kembali ampas tadi dengan etanol
96%
5. Diuapkan menggunakan rotary evaporatore.

Ekstrak kental
46

2. Skema kerja formulasi sediaan emulgel sunscreen.

Pembuatan emulgel sunscreen fase minyak

1. Mencampurkan span 20 dan paraffin


cair
2. Di panaskan pada suhu 70-80ºC
3. Di aduk sampai homogen

Pembuatan emulgel sunscreen fase air

1. Mencampurkan air dengan tween 20


2. Dipanaskan pada suhu 70-80ºC
3. Di aduk sampai homogen

Hasil fase minyak Hasil fase air

1. Fase minyak di tambahkan sedikit


demi sedikit ke dalam fase air
2. Di aduk terus sampai terbentuk
emulsi
3. setelah terbentuk emulsi
ditambahkan sepigel 305
4. di aduk hingga terbentuk emulgel

Ekstrak Curcuma zedoaria di dispersikan dengan


propilenglikol

1. ditambahkan natrium metabisulfit,


metil dan propil paraben
2. ditambahkan parfum sedikit demi
sedikit
3. diaduk hingga homogen
47

4. dicampurkan sedikit demi sedikit


dengan hasil emulgel fase minyak
dan fase air

Hasil emulgel sunscreen


48

LAMPIRAN 2
PERHITUNGAN

1. Perhitungan bahan
b
%
v
F0
0
Ekstrak 0% = x 100=0 gram
100

3
Sepigel 305 4% = x 100=3 gram
100

5
Propilenglikol 5% = x 100=5 gram
100

4
Paraffin cair 4% = x 100=4 gram
100

2,5
Tween 20 2,5% = x 100=2,5 gram
100

Perhitungan HLB

( 12−8,6 )
= % Tween x 100 %=42%
( 16,7−8,6 )

42
= x 2,5=1,05 gram
100

1,5
Span 20 1,5% = x 100=1,5 gram
100

Perhitungan HLB

= 100% - 42% = 58%

58
= x 1,5 gram=0,87 gram
100
49

0,2
Metil paraben 0,2% = x 100=0,2 gram
100

0,2
Propil paraben 0,2% = x 100=0,2 gram
100

0,1
Na. metabisulfit 0,1% = x 100=0,1 gram
100

Parfum = qs

Air suling 100 = 100 – ( 0+ 3+ 5 + 4 + 2,5 + 1,5 + 1,05 + 0,87 +0,1)

= 100 – 18,02

= 81,9 ml

F1
1
Ekstrak 1% = x 100=1 gram
100

3
Sepigel 305 4% = x 100=3 gram
100

5
Propilenglikol 5% = x 100=5 gram
100

4
Paraffin cair 4% = x 100=4 gram
100

2,5
Tween 20 2,5% = x 100=2,5 gram
100

Perhitungan HLB

( 12−8,6 )
= % Tween x 100 %=42%
( 16,7−8,6 )

42
= x 2,5=1,05 gram
100
50

1,5
Span 20 1,5% = x 100=1,5 gram
100

Perhitungan HLB

= 100% - 42% = 58%

58
= x 1,5 gram=0,87 gram
100

0,2
Metil paraben 0,2% = x 100=0,2 gram
100

0,2
Propil paraben 0,2% = x 100=0,2 gram
100

0,1
Na. metabisulfit 0,1% = x 100=0,1 gram
100

Parfum = qs

Air suling 100 = 100 – ( 1 + 3 + 5 + 4 + 2,5 + 1,5 + 1,05 + 0,87

+0,1)

= 100 – 19,02

= 80,9 ml

F2

2
Ekstrak 2% = x 100=2 gram
100

3
Sepigel 305 4% = x 100=3 gram
100

5
Propilenglikol 5% = x 100=5 gram
100

4
Paraffin cair 4% = x 100=4 gram
100
51

2,5
Tween 20 2,5% = x 100=2,5 gram
100

Perhitungan HLB

( 12−8,6 )
= % Tween x 100 %=42%
( 16,7−8,6 )

42
= x 2,5=1,05 gram
100

1,5
Span 20 1,5% = x 100=1,5 gram
100

Perhitungan HLB

= 100% - 42% = 58%

58
= x 1,5 gram=0,87 gram
100

0,2
Metil paraben 0,2% = x 100=0,2 gram
100

0,2
Propil paraben 0,2% = x 100=0,2 gram
100

0,1
Na. metabisulfit 0,1% = x 100=0,1 gram
100

Parfum = qs

Air suling 100 = 100 – ( 3 + 3 + 5 + 4 + 2,5 + 1,5 + 1,05 + 0,87+

0,1)

= 100 – 21,02

= 78,9 ml

F3
52

5
Ekstrak 5% = x 100=5 gram
100

3
Sepigel 305 4% = x 100=3 gram
100

5
Propilenglikol 5% = x 100=5 gram
100

4
Paraffin cair 4% = x 100=4 gram
100

2,5
Tween 20 2,5% = x 100=2,5 gram
100

Perhitungan HLB

( 12−8,6 )
= % Tween x 100 %=42%
( 16,7−8,6 )

42
= x 2,5=1,05 gram
100

1,5
Span 20 1,5% = x 100=1,5 gram
100

Perhitungan HLB

= 100% - 42% = 58%

58
= x 1,5 gram=0,87 gram
100

0,2
Metil paraben 0,2% = x 100=0,2 gram
100

0,2
Propil paraben 0,2% = x 100=0,2 gram
100

0,1
Na. metabisulfit 0,1% = x 100=0,1 gram
100
53

Parfum = qs

Air suling 100 = 100 – ( 5 + 3 + 5 + 4 + 2,5 + 1,5 + 1,05 + 0,87

+0,1)

= 100 – 23,02

= 76,9 ml

2. Perhitungan

Keterangan :

V1 = Volume larutan induk (ml)

M1 = Konsentrasi larutan induk (ppm)

V2 = Volume larutan yang diencerkan (ml)

M2 = Konsentrasi larutan yang diencerkan (ppm)

a. Larutan 10 ppm
V1 × M1 = V2 × M2

V1 = (V2 × M2) / M1

V1 = (100 ml × 10 ppm) / 1000 ppm

V1 = 1000 ppm.ml / 1000 ppm

V1 = 1 ml

b. Larutan 50 ppm
V1 × M1 = V2 × M2
54

V1 = (V2 × M2) / M1

V1 = (100 ml × 50 ppm) / 1000 ppm

V1 = 5000 ppm.ml / 1000 ppm

V1 = 5 ml

c. Larutan 100 ppm


V1 × M1 = V2 × M2

V1 = (V2 × M2) / M1

V1 = (100 ml × 100 ppm) / 1000 ppm

V1 = 10000 ppm.ml / 1000 ppm

V1 = 10 ml

d. Larutan 150 ppm


V1 × M1 = V2 × M2

V1 = (V2 × M2) / M1

V1 = (100 ml × 150 ppm) / 1000 ppm

V1 = 15000 ppm.ml / 1000 ppm

V1 = 15 ml

e. Larutan 200 ppm


V1 × M1 = V2 × M2

V1 = (V2 × M2) / M1

V1 = (100 ml × 200 ppm) / 1000 ppm

V1 = 20000 ppm.ml / 1000 ppm

V1 = 20 ml
55

f. Larutan 250 ppm


V1 × M1 = V2 × M2

V1 = (V2 × M2) / M1

V1 = (100 ml × 250 ppm) / 1000 ppm

V1 = 25000 ppm.ml / 1000 ppm


V1 = 25 ml

Anda mungkin juga menyukai