272
SINDROM NEFROTIK
Aida Lydia, Maruhum 8. Marbun
PENDAHULUAN
Sindrom nefrotik (SN) merupakan tanda patognomonik
penyakit glomerular yang ditandai dengan edema anasarke,
proteinuria masif lebih dari 3,5 g/har, hipoalbuminemia
kurang dari 35 g/hari, hiperkolesterolemia, dan lipiduria,
Tidak semua pasien dengan proteinuria diatas 3,5,
gram/hari akan tampil dengan gejala yang komplit;
beberapa diantaranya memiliki kadar albumin yang
normal dan tanpe edema, Umumnya fungsi ginjal pada
pasien SN adalah normal, tetapi pada sebagian kasus
dapat berkembang menjadi gagal ginjal yang progresif.
Sindrom nefrotik memiliki berbagai efek metabolik yang
dapat berdampak pada kesehatan individu secara umum,
Beberapa episode dari SN adalah self-limited, dan sebagian
diantaranya respons terhadap terapi spesifik (misainya
steroid pada glomerulonefrtis (GN) lesi minimal), namun
untuk sebagian besar pasien merupakan kondisi yang
kronis.
ETIOLOGI
Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh GN primer dan
sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan
ikat (connective tissue disease), obat atau toksin, dan
akibat penyakit sistemik seperti tercantum pada tabel 1
Glomeruloneftitis lesi minimal merupakan penyebab SN
tutama pada anak, meskipun tetap merupakan penyebab
yang banyak diterwukan pada semua usia. Sekitar 303%
penyebab SN pada dewasa dihubungkan dengan penyakit
sistemik seperti diabetes melitus, amiloidosis, atau lupus
eritematosis sistemik. Penyebab Iain disebabkan oleh
kelainan primer pada ginjal seperti kelainan lest minimal,
glomerulosklerosis fokal segmental, dan nefropati
‘membranosa
2080.
‘Tabel 1. Klasfikasi dan Penyebab Sindrom Nefrotilc
Glomerulonefritis primer
GN les! minimal
Glomerulosklerosis fokal segmental
GN membranosa
GN membranoproliferatit
GN prolifertif iain
Glomerulonefritis sekunder akibat:
1 Infeksi
= HIV, hepatitis virus B dan C
~ Siflis, malaria, skistosoma
= Tuberkulosis, lepra
2. Keganasan
= Adenokarsinoma paru,payudara, kolon, limfoma
Hodgkin, mieloma multipel, dan karsinoma ginjal
3, Penyakitjaringan penghubung
= Lupus eritomatosus sisterik,artritis reumatoid, mived
connective tissue disease (CTD)
4. Efek obat dan toksin
= Obat antiinflamasi non-steroid, preparat emas,
penisilamin, probenesi, air eksa, kaptopril, heroin
5, Laln-lain
= Diabetes melitus, amiloidosis, pre-eklamsia rejeks!
alograf kronik, refluks vesikoureter, atau sengatan
leban
Glomerulonefritis Lesi Minimal
Glomeruloneftitis lesi minimal ditemukan sekitar 90%
pada anak dengan SN usia dibawah 10 tahun, dan lebih
dari 50% pada anak yang lebih tua. Sebanyak 10-15%
terjadi pada SN dewasa. Pada dewasa dapat terjadi
sebagai suatu kondisi yang idiopatik, berhubungan
dengan pemakaian obat antiinflamasi non-steroid
(OAINS), atau efek paraneoplastik dari suatu keganasan
(paling sering Limfoma Hodgkin), Pemeriksaan dibawah
rmikroskop cahaya dari kelainan minimal adalah normal
atau ditemukan adanya proliferasi ringan dari selSINDROM NEFROTIK
2081
‘mesangial, dan pada pemeriksaan imunofluoresens tidak
menunjukkan adanya deposit kompleks imun, namun
kadang dapat ditemukan sedikit IgM pada mesangial
Temuan histologis yang khas dari lesi minimal adalah
adanya effacement difus dari foot process (FP) sel epitel
pada mikroskop elektron.
Glomerulosklerosis fokal segmental
Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) merupakan lest
tersering yang ditemukan pada SN dewasa yang idiopatik
i Amerika Serikat sebanyak 35% dari keseluruhan kasus
ddan 50% diantaranya adalah kulithitam. Pada pemeriksaan
rmikroskop cahaya GSFS ditandai dengan adanya beberapa
tapi tidak semua glomeruli (sehingga disebut sebagai
fokal) dari area segmental dari mesangial yang mengalami
kolaps dan sklerosis. GSFS dapat muncul sebagai sindrom
idiopatik (GSFS primer) atau berkaitan dengan infeksi HIV,
nefropati refluks, bekas injuri glomerulus sebelumnya,
reaksiidiosinkrasi akibat OAINS, atau obesitas berat.
Nefropati Membranosa
Nefropati membranosa merupakan penyebab SN primer
tersering pada dewasa. Insiden tertinggi terjadi pada
‘umur 30 dan 50 tahun serta rasio laki-perempuan adalah
2:1, Lesi yang khas adalah adanya penebalan membran
basal dengan sedikit atau tidak ditemukannya proliferasi
atau infitrasi selular, dan adanya deposit disepenjang
membran basal glomerulus pada mikroskop elektron.
Nefropati membrenosa dapat uga terjadi akibat hepatitis
8 antigenemia, penyakit autoimun, tiroiditis, keganasan,
dan pemakaian beberapa obat-obatan seperti preparat
‘emas, penisilamin, kaptopril, dan OAINS.
Amiloidosis
‘Amiloidosis terjadi pada 4-1796 kasus dengan SN idiopatik
dan kejadiannya meningket pada populasi usia lanjut.
‘Ada dua jenis utama amiloidosis renal: Al atau amiloid
primer, terjadi diskrasia light chain dimana fragmen dari
light chain monoklonal membentuk fibril amiloid: dan AA
atau amiloidosis sekunder, dimana plasma amiloid A pada
reaksi fase akut membentuk fibril amiloid. AA amiloid
ihubungkan dengan penyakit inflamasi kronik seperti
artrtis rheumatoid atau osteomielitis.
EVALUASI KLINIK
Berdasarkan pemikiran bahwa penyebab SN sangat
luas maka anamnesis dan pemeriksaan jasmani serta
pemeriksaan urin, termasuk pemeriksaan sedimen, perlu
dilakukan dengan cermat. Pemeriksaan albumin dalam
serum, kolesterol, dan trigliserid juga membantu penilaian
tethadap SN. Anamnesis penggunaan obat, kemungkinan
berbagai infeksi, dan riwayat penyakit sistemik lain perlu
diperhatikan, Pemeriksaan serologis dan biopsi ginjal
sering diperlukan untuk menegakkan diagnosis dan
menyingkirkan kemungkinan penyebab GN sekunder.
Pemeriksaan serologis sering tidak banyak memberikan
informasi dan biayanya mahal. Karena itu sebaiknya
pemeriksaan serologis hanya dilakukan berdasarkan
indikasi yang kuat.
PATOFISIOLOG!
Proteinuria
Ada tiga jenis proteinuria yaitu glomerular, tubular
dan overflow. Kehilangan protein pada SN termasuk ke
dalam proteinuria glomerular. Proteinuria pada penyakit
glomerular disebabkan oleh meningkatnya filtrasi
makromolekul melewati dinding kapiler glomerulus.
Hal ini sering diakibatkan oleh kelainan pada podosit
gomerular, meliputi retraksi dari foot process dan/atau
reorganisasi dari slit diaphragm. Petbedaan potensial
listrik yang dihasilkan oleh arus transglomerular akan
‘memodulasi flux makromolekul melewati dinding kapiler
glomerulus.
Glomerulus ginjal terdiri dari vascular bed yang
kompleks yang berfungsi sebagai ultrafitrasi selektif
terhadap protein plasma. Sistem filtrasi glomerulus
terdiri dari 3 lapisan, yaitu lapisan sel endotel, membran
basal glomerulus dan lapisan sel epitel (podosit).
Podosit merupakan lapisan barier terluar dari sistern
filtrasi glomerulus. Dalam kondisi patologis, podosit
‘mengalami berbagai perubahan bentuk struktural seperti
FP effacement, pseudocyst formation, hipertrof, terlepas
dari membran basal glomerulus (detachment) dan
apoptosis, Foot process effacement merupakan karakteristik
perubahan yang paling dominan dijumpai pada SN dan
penyakit glomerular lainnya yang disertai proteinuria. Foot
process effacement dapat reversibel atau ireversibel apabila
injuri sel podosit terjadi berkelanjutan. Sindrom nefrotik
terutama disebabkan oleh injuri sel podosit dengan
manifestasi proteinuria masif, pada beberapa keadaan
dapat progresi menuju penyakit ginjal kronik
Dalam keadaan normal membran basal glomerulus
mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah
kebocoran protein. Mekanisme penghalang pertama
berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang
kedua berdasarkan muatan listrik (charge barrier)
Pada SN, kedua mekanisme penghalang tersebut ikut
terganggu. Selain itu konfigurasi molekul protein juga
menentukan lolos tidaknya protein melalui membran
basal glomerulus.
Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-
selektif berdasarkan ukuran molekul protein yang2082
NEFROUROLOG!
keluar melalui urin. Proteinuria seleitif apabila protein
yang keluar terdiri dari molekul kecil misalnya albumin,
sedangkan non-selektif apabila protein yang keluar terdii
dari molekul besar seperti imunoglobulin. Selektivitas,
proteinuria dipengaruhi oleh Keutuhan struktur membran
basal glomerulus.
Pada SN yang disebabkan oleh GN lesi minimal
itemukan proteinuria selektif. Pemeriksaan mikroskop
elektron memperlihatkan fusi FP sel epitel viseral
glomerulus dan terlepasnya sel dari struktur membran
basal glomerulus (Gambar 1). Berkurangnya kandungan
heparan sulfat proteoglikan pada GN lesi minimal
menyebabkan muatan negatif membran basal glomerulus
‘menurun dan albumin dapat lolos ke dalam urin.
Gambar 1. Pemeriksaan mikroskop elektron dari kapiler
{glomerulus menunjukkan teijadinya effacement foot process
dari sel epitel pada glomeruloneffitis lesi minimal. END=sel
tendotel; BOW SP=ruang Bowman; CAP LUM=lumen kapiler.
Patogenesis utama yang terjadi pada GSFS adalah
kerusakan dan kehilangan podosit.Injuri pada podosit
‘erjadi melalui empat mekanisme tema: perubshan
komponen dari slit digphragm atau struktumnye distegulast
sitoskeleton aktin, perubahan pada membran basal
glomerulus atau interaksinya dengan podosit, atau
perubahan muatan istrk negatif pada permukean podosit
Rusaknya podosit akan memicu terjadinya apoptosis,
dan terlepasnya (detachment) podosit dari membran
basal glomerulus. Akibatnya berianjut pada kerusakan
lain yeng diperantarai oleh pelepasan sitokin, stres
‘mekanik, dan polaritas yang semakin menurun, sehingga
terbentuk sklerosis dan jaringan parut pada glomerulus
(Gambar 2)
Pada nefropati membranosa kerusakan struktur
rmembran basal glomerulus tejadiakibat endapan kompleks
imun di sub-epitel. Komplek C5b-9 yang terbentuk pada
nefropati membranosa akan meningkatkan permeablitas
membran basal glomerulus, walaupun mekanisme yang
pasti belum diketahui
Gambar 2. Pemeriksaan mikroskop elektron menunjukkan
deposit imun di sub-epitel pada nefropati membranosa,
Gambar 3. Obiteras segmental di lumen kapiler (panah putin)
dan deposit hialin (panah hitam) pada glomeruloskleross fokal
segmental
Hipoalbuminemia
Konsentrasi albumin plasma ditentuken oleh asupan
protein, sintesis albumin hati dan kehilangan protein melalui
rin, Pada SN hipoalbuminemia disebabkan oleh proteinuria
masif dengan akibat penurunan tekanan onkotk plasma.
Untuk mempertahankan tekanan onkotik plasma maka
hati berusaha meningkatkan sintesis albumin. Peningkatan
sintesis albumin hat tidak berhasil menghalangi timbulnya
hipoalbuminemia, Dalam keadaan normal hati memiliki
kapasitas sintesis untuk meningkatkan albumin total
sebesar 25 gram per hari. Namun masih belum jelas
‘mengapa hati tidak mampu meningkatkan sintesis albumin
secara adekuat untuk menormalkan kadar albumin plasma
ppade pasien dengan proteinuria 4-6 gram per har, Diet
tinggi protein dapat meningkatkan sintesis albumin hati
fapat mendorong peningkatan ekskresi albumin
‘melalui urin. Hipoalbuminemia dapat pula terjadi akibat
peningkatan reabsorbsi dan katabolisme albumin oleh
tubulus proksimalSSINDROM NEFROTIK
2083
Edema
Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori
tunderfill dan overfill. Teori underfll menjelaskan bahwa
hipoalbuminemia merupakan faktor kunci terjadinya
edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan
penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan
bergeser dari intravaskular ke jaringan interstitium
mengikuti hukum Starling dan terjadi edema, Akibat
penurunan tekanan onkotik plasma dan bergesernya
cairan plasma terjadi hipovolemia, dan ginjal melakukan
kompensasi dengan merangsang sistem ren
angiotensin sehingga terjadi retensi natrium dan
di tubulus distal. Mekanisme kompensasi ini akan
memperbaiki volume intravaskular tetapi juga akan
‘mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga
‘edema semakin berlanjut.
Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium
adalah defek utama renal. Terjadi defek primer pada
kemampuan nefron distal untuk mengekskresikan natrium,
hal ini dapat disebabkan oleh aktivasi kanal natrium epitel
(ENaC) oleh enzim proteolitik yang memasuki lumen
tubulus pada keadaan proteinuria masif Akibatnya terjadi
|
Atrial natriuretic
peptide (ANP)
normal atau rendab
Vasopresin
‘Aldosteront
(ee }—__
‘Alctivasi sistem
renirrangiotensin
Retensi natrium
peningkatan volume darah, penekanan renin-angiotensin
dan vasopressin, dan kecenderungan untuk terjadinya
hipertensi dibandingkan hipotensi; ginjal juga relatif
resisten terhadap efek natriuretic peptide. Meningkatnya
volume darah, akibat tekanan onkotik yang rendah,
memicu transudasi cairan ke ruang ekstraselular dan
‘edema, Penurunan laj fltrasi glomerulus akibat kerusakan
Ginjal akan menambah retensinatrium dan edema. Kedua
mekanisme tersebut ditemukan secara bersamaan pada
pasien SN. Faktor seperti asupan natrium, efek diuretik
atau terapi steroid, derajat gangguan fungsi ginjal, jenis,
lesi glomerulus, dan keterkaitan dengan penyakitjantung
atau hati akan menentukan mekanisme mana yang lebih
bberperan. Mekanisme terjadinya edema pada SN dapat
dilihat pada gambar 4.
KOMPLIKASI PADA SINDROM NEFROTIK
Keseimbangan Nitrogen Negatif
Proteinuria masif akan menyebabkan keseimbangan
nitrogen menjadi negatif, secara klinis biasanya diukur
Defek primer pada
tubulus mengakibatkan
retensinatrium
‘Vasopressin
normal
Gambar 4. Mekanisme edema pada sindrom nefrotik
* Pada konels! ini ginal relat resistenterhadap ANP sehingga efek ANP terhadap retensi natrium kel2084
NEFROUROLOG!
‘dengan menggunakan kadar albumin plasma. Sindrom
nefrotik adalah suatu wasting illness, namun derajat
kehilangan massa otot tertutupi oleh gejala edema
anasarka dan baru tampak setelah edema menghilang,
Kehilangen massa otot sebesar 10-20% dari massa tubuh
tanpa lemak (lean body mass) tidak jarang dijumpai pada
SN. Tumover albumin meningkat bukan hanya sebagai
respon terhadap kehilangan protein dalam urin namun
juga akibat katabolisme protein terfitras di tubulus. Diet
tinggi protein tidak terbukti memperbaiki metabolisme
albumin karena respon hemodinamik terhadap asupan
yang meningkat adalah meningkatnya tekanan glomerulus
yang menyebabkan Kehilangan protein dalam urin yang
semakin banyak. Dilt rendah protein akan mengurangi
proteinuria namun juga menurunkan kecepatan sintesis
albumin, dan dalam jangka panjang akan meningkatkan
risike memburuknya keseimbangan nitrogen negati.
Hiperkoagulasi
Komplikasi tromboemboli sering ditemukan pada SN
akibat peningkatan koagulas!intravaskular. Kadar berbagal
protein yang terlibat dalam kaskade koagulasi terganggu.
pada SN, serta agregasi platelet turut meningkat. Seai
itu juga terjadi peningkatan fibrinogen dan penurunan
fibrinolisis. Gangguan koagulasi yang terjadi disebabkan
leh peningkatan sintesis protein oleh hati dan kehilangan
protein melalui urin,
Hasil akhirnya adalah kondisi hiperkoagulasi yang