Anda di halaman 1dari 2

Calon Ibu Bagi Prajurit Masa Depan

Satu prinsip ketika menghadapi rumah tangga bagaimana kita memahami bahwa rumah tangga
adalah gabungan dua pribadi manusia, maka ada dua kemungkinan jalan takdir yang berbeda.
Prinsip dasar yang memahami rumah tangga adalah tidak ada rumah tangga yang sama. Istri yang
satu bisa jadi bagi bagi laki-laki yang satu. Akan tetapi belum tentu sifat istri yang ini cocok di laki-laki
yang lain. Karena ini lah fakta yang ada pada rumah tangga, dan jika tidak sama dengan padangan
pendengar maka renungkan saja. Dan tidak semua rumah tangga itu bisa dikomentari dengan
pandangan kita. Barang kali ada suatu keluarga yang ditimpa kelaparan, tapi rumah tangga itu
diberikan kebahagiaan lantaran rumah tangga itu mengerti dan mereka ingin mengikuti Rasulullah
sampai kemudian menerapkan penghematan atau menerapkan sedekah.

Diantara persiapan sebagai calon ibu tentu berbeda dengan persiapan menjadi calon istri. Sedikit
tadabbur kepada kisah Nabi Ibrahim dan istrinya Siti Hajar. Ketika itu, Nabi Ibrahim diperintahkan
oleh Allah untuk pergi meninggalkan Siti Hajar dan anak nya Ismail ditengah padang tandus yang
bernama Bakkah atau Paran dimasa itu. Lalu, Siti Hajar bertanya kepada Ibrahim “..Benarkah Allah
yang memerintahkan mu?” jawaban Ibrahim hanya satu “Iya”. Dan kemudian Siti Hajar berkata
“Baik, jika memang Allah yang memerintahkan mu, aku akan ikut. Aku akan menjalankan perintah
itu, aku akan memudahkan mu dalam menjalankan perintah itu”. Kemudian, Siti Hajar pun
ditinggalkan dipadang pasir itu tanpa meninggalkan kebutuhan yang cukup. Setelah berapa tahun,
ketika Ismail sudah bisa berbicara dan pada saat itu banyak orang-orang berdatangan dikarenakan
ada sumber air disitu. Dan Ismail pun melihat disekitarnya, yang mereka semua memiliki bapak
sedangkan Ismali sendiri tidak tau apa itu bapak. Lalu Ismail bertanya kepada ibu nya “Wahai ibunda,
semua ornag memiliki bapak, tentu aku juga memiliki bapak. Lalu siapakah bapak ku?”. Siti Hajar pun
menjawab “…Nak, kalau kamu mau tau siapa bapak mu. Dahulu ada seorang pemuda saat itu
seluruh manusia dinegri ini menyembah berhala. Semua orang dinegri ini menyembah matahari,
bintang, atau bulan. Lalu ada seorang pemuda yang tegak berdiri dan mengatakan kepada kaumnya
Laillahailallah, Tuhan ku hanyalah Allah. Lalu pemuda itu ditangkap lalu dibakar. Akan tetapi, walau
pun pemuda itu sudah dibakar dia tidak akan mundur dan masih memperjuangkan keyakinanya. Dan
Allah pun menolongnya dengan menjadikan api itu dingin dan tidak sama sekali terbakar oleh
pemuda itu. Dan pemuda itu adalah ayah mu, Nabi Ibrahim.”

Inti dari cerita tersebut dikaitkan dengan menjadi ibu untuk prajurit dimasa depan diawali dengan
menyiapkan diri kita untuk bisa menerima seseorang dengan keteguhan hatinya mampu
menyebabkan api menjadi dingin. Siapakah pemuda itu, siapakah lelaki itu yang menjadi ayah
kepada prajurit dimasa depan. Sehingga kita dipilih oleh Allah menjadi ibu bagi prajurit dimasa
depan. Dan kita harus tau paradikma yang seperti ini yang untuk menjadi ibu bagi prajurit dimasa
depan adalah dengan memandang ap aitu rumah tangga dakwah.

Pada surah As-Shaffat, sambungan cerita Nabi Ibrahim tadi yang dimana Allah telah mengabulkan
doanya yang berkeinginan untuk memiliki anak. Singkat cerita, Nabi Ibrahim pun pulang untuk
menemui Siti Hajar dan anaknya Ismail. Menariknya, Allah memberikan mimpi kepada Ibrahim yang
dimana mimpi itu adalah wahyu dari Allah. Dan isi mimpi tersebut adalah Ibrahim diminta untuk
meyembelih anaknya. Nabi Ibrahim pun bertanya kepada Ismail tentang perintah Allah tersebut, dan
Ismail pun menjawab “Wahai ayah ku, aku akan menjalankan perintah ini jika ini benar-benar
perintah Allah”. Dari jawaban Ismail tersebut, dapat diambil maknanya jika saja diandaikan dengan
zaman sekarang yang misalnya, sebuah keluarga yang anaknya ditinggal ayahnya untuk pergi
berdakwah, atau mencari nafkah. Dalam situasi ini anaknya pasti akan merasa keberadaan ayahnya
tidak ada, tidak pernah hadir dirumahnya untuk anaknya. Kembali kepada cerita Ismali tadi, yang
ayahnya baru saja pulang lalu tiba-tiba mendapatkan wahyu dari Allah untuk menyembelih dirinya.
Dan Ismail dengan tenangnya menjawab bahwa dia ingin menjalankan perintah tersebut. Jika difikir
Kembali, kenapa Ismail mau mengikuti perintah ayahnya, sedangkan ayahnya saja baru pulang
kerumah dari sekian tahun lamanya. Kenapa bisa seperti itu? Kuncinya adalah ada pada Siti Hajar.
Ketika Siti Hajar itu bercerita pada Ismail tentang ayahnya, Siti Hajar sendiri tidak pernah mengeluh
akan sumainya. Karna dia tau bahwa itulah konsekuensi jika menikah dengan juru dakwah. Jika
dilihat dari ujian-ujian Nabi Ibrahim itu berhubungan dengan urusan keluarga. Jika saja Siti Hajar itu
menjadi orang yang pengeluh, atau saja belum selesai dengan urusan dirinya sendiri. Maka syarat
pertama agar kita bisa membesarkan prajurit dimasa depan dia selesai dengan urusannya sendiri,
dia selesai dengan urusan lahir batinnya. Siti Hajar membesarkan Nabi Ismail memang menjadikan
konteks ini adalah sangat ingin meniru bapaknya dan diceritakan itu adalah kisah-kisah yang baik
tentang bapaknya. Perkara bapaknya pergi meninggalkannya atau yang lainnya itu adalah
konsekuensi dakwah, dan tanamkan itu semua. Jadi, yang pertama adalah dimulai dengan
bagaimana kita mencari calon suami dan yang kedua cara kita adalah menghadapi suami kita. Jika
dilihat dari situasi Nabi Ibrahim dan Siti Hajar tadi, bisa kita kembali lagi dengan konteksnya ke
zaman sekarang. Yakni, bagaimana kita sebagai istri menghadirkan soksok ayah atau menghadirkan
soksok laki-laki yang betul-betul dicontoh oleh anaknya meskipun laki-laki itu tidak ada dirumah.
Karena seorang anak mengagumi ayahnya bukan hanya dari apa yang ia lihat tapi dari cerita ibunya
terhadap ayahnya. Maka ini dimulai dari dirinya sendiri yang sudah selesai dari masalah dirinya.
Diingatkan kembail, bahwa yang memegang kendali ingatan anak, kendali sifat anak sepenuhnya
berada ditangan ibu. Dan ditekankan kembali adalah pada soksok pribadi perempuan.

Factor utama yang menyebabkan kita menjadi calon ibu bagi prajurit masa depan yang pertama
adalah kita khususkan atau kita ikhlaskan diri kita hanya kepada Allah. Relakan bahwa diri kita itu
adalah perantara Allah untuk membesarkan atau untuk merawat atau untuk mendakwahi satu umat
yang bernama anak.

Hal yang pertama menjadi prajurit di masa depan nanti adalah ketajaman membaca medan perang
atau ketajaman membaca tempat dia berjuang kelak. Dan ketajaman itu didapatkan dari orang
tuanya. Misalnya, contoh sederhananya mampukah kita yang akan menjadi seorang ibu menganalisis
kondisi saat ini. Seperti didunia politik sedang terjadi apa, didunia ekonomi sedang terjadi apa, atau
masyarakat sedang berbicara tentang apa. Dari sini bisa dikatakan dari ibunya saja sudah
menunjukan satu performa yang hebat. Begini lah caranya merenungkan sesuatu, sehingga
renungan anaknya tidak mentok pada dirinya saja dan tidak mentok pada keluarganya saja. Akan
tetapi renungan anaknya itu lebih jauh lagi menbicarakan dunia ini, membicarakan tentang
peradaban apa yang sedang terjadi. Setidak-tidaknya calon ibu bagi prajurit masa depan itu memiliki
skill dasar keagamaan. Supaya diawal masa pertumbuhan anaknya 1 - 4 tahun tidak diasuhkan
kepada orang lain. Tapi betul-betul diasuh oleh ibunya sendiri. Ada beberapa kriteria ibu dari prajurit
masa depan. Yang pertama, ibunya memiliki hafalan Al-Quran minimal 1 atau 2 juz, bagus diatas 5
juz. Yang kedua, ibunya juga khatam shirah nabawiyah yang dibaca bukan didengarkan dari
ceramah-ceramah. Dan yang ketiga, ibunya juga memiliki keterampilan dalam berbahasa. Keempat,
skill hidup mandiri yang dimana skill ini adalah bagaimana merawat rumah. Maka dari keterampilan
ini bisa dilihat oleh anak nya yang sebagimana orang tuanya sudah menyontohkan kemandirian.
Sehingga nantinya anak akan lebih mudah untuk memandirikan dirinya sendiri. Para ulama sudah
sepakat, generasi setelah kita bisa jadi akan bertemu dengan Dajjal dan akan bertemu dengan Nabi
Isa. Maka dari itu kita harus mempersiapkan generasi yang bisa menemani Nabi Isa dan bukan kita
memepersiapkan orang-orang yang pengecut yang lari atau termakan teori konspirasi tapi orang-
orang yang siap secara fisik, mental, dan intelektual untuk mendampingi Nabi Isa.

Anda mungkin juga menyukai