Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH GEOGRAFI

“ INTERAKSI KERUANGAN DESA DAN KOTA ”

Disusun Oleh :
Rias Rasyid
Kelas : XII IPS 1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya. Atas berkat rahmat dan hidayat-Nya serta berbagai upaya, Akhirnya tugas makalah
yang membahas tentang KERUANGAN DESA DAN KOTA dapat diselesaikan dengan baik dan
tepat waktu.
Dalam penyusunan makalah ini, ditulis berdasarkan materi geografi yang berkaitan
dengan KERUANGAN DESA DAN KOTA. Maka dari itu Penulis menyadari bahwa makalah
ini masih kurang sempurna. Untuk itu diharapkan berbagai masukan yang bersifat membangun
demi kesempurnaannya. Akhir kata, semoga makalah ini dapat membawa manfaat untuk
pembaca.

Penulis,

Rias Rasyid
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Desa
B. Unsur – Unsur Desa
C. CIRI-CIRI DESA
D.
STRUKTUR KERUANGAN DESA
A. PENGERTIAN DESA
Istilah desa berasal dari bahasa Sanskerta yaitu deshi yang artinya tanah kelahiran atau
tumpah darah. Istilah desa di setiap daerah juga berbeda-beda, tergantung sebutan daerah
setempat, seperti Aceh disebut dengan istilah gampong atau meunasah, di Tapanuli disebut
dengan istilah huta, di Minangkabau disebut dengan istilah nagari atau kampuang, di Lampung
disebut dengan istilah dusun atau tiuh, dan di Bali disebut dengan istilah banjar, dan di Sulawesi
Utara disebut dengan sitilah wanus.
Ada berbagai macam pengertian Desa yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain:
1. UU No. 6 Tahun 2014,
Desa adalah desa dan desa adat yang disebut dengan nama lain, selanjutnya
disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hal asal usul, dan/atau hak tradisional yang
diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. UU No 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah Bab 1 Pasal 1,
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul adat-
istiadat setempat yang diakui dalam pemerintahan nasional dan berada di daerah
kabupaten
3. R. Bintarto,
Desa merupakan hasil perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur
fisiografis, sosial, ekonomi, politik, dan kultural yang terdapat di suatu daerah serta
memiliki hubungan timbal balik dengan daerah lainnya.
4. S.D. Misra
Desa merupakan kumpulan tempat tinggal dan kumpulan daerah pertanian dengan
batas-batas tertentu yang luasnya antara 50 sampai 1.000 area.
5. Paul H. Landis
Desa adalah suatu wilayah yang penduduknya kurang dari 2.500 jiwa dengan ciri-
ciri sebagai berikut:
 Cara berusaha bersifat agraris yang sangat dipengaruhi oleh alam seperti iklim,
topografi, dan sumber daya alam
 Mempunyai pergaulan hidup yang saling mengenal
 Adanya ikatan perasaan yang sama tentang kebiasaan

6. Dirjen Bangdes Tahun 2010


Suatu daerah dikatakan desa jika masih memiliki ciri-ciri khas yang dapat
dibedakan dengan daerah lain di sekitarnya. Desa memiliki empat ciri sebagai berikut:\
 Perbandingan lahan dan manusia cukup besar
 Lapangan kerja yang dominan adalah sektor pertanian (agraris)
 Hubungan antarwarga desa masih sangat akrab
 Masyarakatnya masih memegang teguh tradisi yang berlaku
 Sektor agraris seperti halnya pertanian menjadi ciri khas dari pedesaan

7. Vernor C. Finc dan Glenn T. Trewartha


Desa pada prinsipnya hanya berupa tempat tinggal, bukan sebagai pusat bisnis.
Pada umumnya, desa terdiri atas daerah perwasawahan dan bangunan-bangunan
sederhana yang mengelilinginya

8. Sutardjo Kartohadikusumo
Desa adalah suatu kesatuan hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat
yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri

Di Indonesia terdapat lebih dari 41.000 desa, lebih dari 21.000 desa diantaranya
terdapat di Pulau Jawa. Desa-desa yang terdapat di Indonesia tersebut dihuni oleh sekitar
80% dari seluruh penduduk Indonesia. Pada umumnya penduduk di pedesaan
bermatapencaharian sebagai petani, Hal ini berarti bahwa sebagian besar penduduk
Indonesia bekerja di sektor pertanian, termasuk peternakan dan perikanan. Meskipun
demikian, makin lama terdapat kecenderungan bahwa penduduk yang bekerja di sektor
pertanian mengalami penurunan.

B. UNSUR – UNSUR DESA


1. Penduduk
Penduduk yang dimaksud adalah kualitas dan kuantitasnya. Kualitas penduduk meliputi tingkat
pendidikan, kesehatan, mata pencaharian, dan tingkat kesejahteraan atau kemakmuran.
Sedangkan kuantitas penduduk meliputi jumlah penduduk, pertumbuhan, kepadatan, persebaram,
mobiltias, dan sebagainya
2. Perilaku
Meliputi pola tata kehidupan atau kelakuan, tata pergaulan masyarakat desa, adat istiadat, dan
norma-nomra yang berlaku di daerah tersebut. Perilaku masyarakat desa ditunjukkan oleh adanya
ikatan antarwarga yang sangat erat. Hal ini bisa dilihat dengan adanya sikap gotong-royong yang
mengutamakan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi
3. Wilayah
Wilayah merupakan tempat bagi manusia untuk bisa melakukan berbagai aktivitas, baik sosial,
ekonomi, maupun budaya. Adanya perbedaan kondisi fisik antarwilayah menyebabkan
terjadinya perbedaan perkembangan wilayah. Misalnya daerah yang relatif datar dan terletak di
dekat perkotaan akan berkembang lebih cepat daripada daerah pegunungan.

C. CIRI-CIRI DESA
Menurut Soerjono Soekanto berikut ini ciri-ciri wilayah pedesaan:
1. Proses sosialnya berjalan lambat
2. Sifat gotong royong masih kuat
3. Tingkat pendidikannya relatif rendah
4. Golongan orang-orang tua kampung umumnya memegang peranan penting
5. Masyarakanya masih memegang norma-nomra agama secara kuat
6. Warga masyarakatnya memiliki hubungan kekerabatan erat karena berasal dari satu
keturunan
7. Corak kehidupannya bersifat paguyuban
8. Struktur ekonominya agraris
9. Cara bertaninya sebagian besar masih tradisional

Menurut Rouceck dan Warren berikut ini ciri-ciri masyarakat pedesaan:


1. Hubungan masyarakat bersifat kekeluargaan
2. Mobilitas penduduk rendah, baik mobilitas horizontal (perpindahan tempat) dan
mobilitas sosial (status sosial)
3. Keluarga di pedesaan yang masih tradisional memiliki banyak fungsi, khususnya
sebagai unit ekonomi
4. Kelompok penduduk yang bermata pencaharian utama di daerah tertentu dan
mempunyai peran yang cukup besar
5. Komunikasi keluarga terjadi secara langsung, mendalam, dan informasi
6. Suatu kelompok dibentuk berdasarkan faktor geografis

D. PERMASALAHAN MASYARAKAT
1. Lapangan pekerjaan di luar pertanian (nonagraris) hampir tidak ada
2. Sistem upah pada sektor pertanian rendah bahkan lebih rendah bahkan lebih rendah
dari sistem upah nonpertanian
3. Sistem kehidupan sosial budaya bersifat tradisional
4. Keterkatian terhadap kepemilikan lahan
5. Menurunnya kesuburan lahan pertanian

E. KLASIFIKASI DESA
a. Berdasarkan Luas Wilayah
1. Desa terpencil, yaitu desa yang luasnya kurang dari 2 km2
2. Desa kecil, yaitu desa yang luasnya 2-4 km2
3. Desa sedang, yaitu desa yang luasnya 4-6 km2
4. Desa besar, yaitu desa yang luasnya 6-8 km2
5. Desa terbesar, yaitu desa yang luasnya 8-10 km2
b. Berdasarkan Jumlah Penduduk
1. Desa terkecil, yaitu desa yang jumlah penduduknya kurang dari 800 jiwa
2. Desa kecil, yaitu desa yang jumlah penduduknya 800-1.600 jiwa
3. Desa sedang, yaitu desa yang jumlah penduduknya 1.600-2.400 jiwa
4. Desa besar, yaitu desa yang jumlah penduduknya 2.400-3.200 jiwa
5. Desa terbesar, yaitu desa yang jumlah penduduknya lebih dari 3.200 jiwa
c. Berdasarkan Kepadatan Penduduk
1. Desa terkecil, yaitu desa yang kepadatan penduduknya kurang dari 100 jiwa/km2
2. Desa kecil, yaitu desa yang kepadatan penduduknya 100-500 jiwa/km2
3. Desa sedang, yaitu desa yang kepadatan penduduknya 500-1.500 jiwa/km2
4. Desa besar, yaitu desa yang kepadatan penduduknya 1.500-3.000 jiwa/km2
5. Desa terbesar, yaitu desa yang kepadatan penduduknya 3.000-4.500 jiwa/km2
d. Berdasarkan Perkembangan Masyarakat
1. Desa Swadaya
Ciri-ciri desa swadaya, antara lain:
1) Tergantung pada adat istiadat dan budaya setempat
2) Ekonomi masyarakatnya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
3) Sebagian besar mata pencaharian sebagai petani
4) Produktivitas rendah
5) Lembaga-lembaga sosial belum berfungsi sebagaimana mestinya
6) Administrasi desa belum terlaksana dengan baik
7) Belum mampu mandiri
8) Tingkat pendidikan rendah

2. Desa Swakarya
Ciri-ciri desa swakarya, antara lain:
1) Mata pencaharian beranekaragam dan tidak tergantung hanya pada sektor
pertanian
2) Lembaga-lembaga sosial mulai berfungsi sebagaimana mestinya
3) Tingkat pendidikan dan kesehatan cukup tinggi
4) Pola pikir mulai berubah (terbuka)
5) Administrasi pemerintahan desa terlaksana dengan baik
6) Mampu menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri
7) Mulai mendapat pengaruh dari luar

3. Desa Swasembada
Ciri-ciri desa swasembada, antara lain:
1) Masyarakatnya mulai lepas dari adat istiadat dan tradisi
2) Tingkat pendidikan dan keterampilan sudah tinggi
3) Mata pencaharian penduduk sebagaian besar di bidang jasa dan perdagangan
4) Sarana dan prasarana lengkap
5) Administrasi desa terlaksana dengan baik
6) Mampu memanfaatkan sumber daya alam yang ada
7) Lembaga-lembaga sosial berfungsi sebagaimana mestinya dan mampu
mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan
8) Teknologi mulai digunakan
9) Masyarakatnya mulai maju
e. Berdasarkan Mata Pencaharian Masyarakat
1. Desa nelayan, yaitu desa yang sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian
sebagai nelayan
2. Desa industri, yaitu desa yang sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian
sebagai pekerja di bidang industri
3. Desa pertanian, yaitu desa yang sebagaian besar masyarakatnya bekerja sebagai petani

F . TATA RUANG DAN SISTEM PERHUBUNGAN


Jarak antara satu rumah dengan rumah lainnya berjauhan, tidak berjejal seperti di kota.
Salah satu contoh bentuk tata ruang desa adalah seperti yang digambarkan Soetardjo
Kartohadikusumo. Ia menggambarkan bahwa tata ruang desa di Jawa. Secara fisik, desa-desa
di Jawa tepinya dipagari dengan tanaman, misalnya bambu. Di luar pagar desa itu terhampar
persawahan dan atau perladangan. Di bagian dalamnya adalah rumah-rumah penduduk yang
berjejer di kiri kanan jalan desa.

Berdasarkan Pasal 215 UU No. 32 Tahun 2004, pembangunan kawasan pedesaan yang
dilakukan oleh kabupaten/kota dan atau pihak ketiga mengikutsertakan pemerintah desa dan
badan permusyawaratan desa.

Pelaksanaanya dengan memerhatikan faktor-faktor sebagai berikut.


a. Kepentingan masyarakat desa
b. Kewenangan desa
c. Kelancaran pelaksanaan investasi
d. Kelestarian lingkungan hidup
e. Keserasian kepentingan antarkawasan dan kepentingan umum
Di desa, sistem perhubungan sangat dipengaruhi oleh kondisi geografisnya. Desa yang
kondisi geografisnya berupa dataran memiliki tingkat kelancaran yang tinggi dibandingkan
desa-desa di daerah perbukitan atau pun pegunungan.
Adapun sistem transportasi di pedesaan dipengaruhi oleh tiga faktor, sebagai berikut.
a. Letak atau lokasi desa
Komunikasi dan mobilitas penduduk di desa yang terpencil lebih terbatas,
sedangkan yang letaknya strategis dan topografinya baik akan lebih cepat
berkembang
b. Fungsi desa terhadap daerah sekitarnya
Bila dihubungkan dengan kota, maka desa dapat berfungsi sebagai hinterland
kota. Hal ini tentunya perlu didukung sarana dan prasarana perhubungan
c. Keadaan topografi
Keadaan topografi desa yang berelief kasar tentunya menyulitkan pembuatan
sarana perhubungan dan pengangkutan ke daerah lain. Sebaliknya, daerah yang
topografinya landai atau datar memudahkan pembuatan sarana perhubungan dan
pengangkutan.

G. POTENSI DESA
1. Potensi Fisik
a. Iklim
Pada ketinggian tertentu suatu desa menjadi maju karena kecocokan iklimnya bagi
pengembangan tanaman dan pemanfaatan tertentu. Seperti perkebunan, pertanian sayur,
tempat rekreasi, tempat peristirahatan, dan sebagainya.

b. Flora dan Fauna


Di desa masih banyak lahan yang dikembangkan untuk usaha pertanian. Berbagai
tanaman pangan dan hewan ternak banyak dibudidayakan di pedesaan. Hal ini merupakan
upaya untuk pemenuhan kebutuhan di desa dan di kota.
c. Lahan
Lahan tidak hanya sebagai tempat tumbuh tanaman, tetapi juga sebagai sumber
bahan tambang dan mineral. Lahan memiliki jenis tanah yang menjadi media bagi
tumbuhnya tanaman tertentu. Misalnya, jenis tanah aluvial cocok bagi tanaman padi,
jagung, dan kacang. Pada lahan juga dimungkinkan terjadi eksploitasi bahan tambang
seperti batu bara, batu kapur, pasir kuarsa, batu marmer, dan sebagainya.
d. Air
Pada umumnya desa memiliki potensi air yang bersih dan melimpah. Dari dalam
tanah, air diperoleh melalui penimbaan, pemompaan, atau mata air. Air digunakan untuk
keperluan minum, irigasi, mencuci, memasak, dan keperluan lainnya.
2. Potensi Non Fisik
a. Lembaga dan Organisasi Sosial
Yaitu lembaga pendidikan dan organisasi sosial yang dapat memberikan bantuan
sosial dan bimbingan terhadap masyarakat. Contoh: Koperasi Unit Desa, Balai Kesehatan
Ibu dan Anak, dan sebagainya.
b. Aparatur atau Pamong Desa
Aparatur bertugas menjaga kelancara administrasi desa dan menggerakkan
sumber daya manusia di desa. Contoh: kepala desa, kepala adat, dan sebagainya
c. Masyarakat Desa
Masyarakat desa yang hidup gotong royong merupakan suatu kekuatan
berproduksi atau kekuatan membangun atas dasar kerja sama dan saling pengertian.

H. FUNGSI DESA
1. Desa sebagai mitra pembangunan wilayah kota
2. Desa merupakan hinterland, daerah penyokong dan penyuplai kebutuhan masyarakat
kota
3. Desa sebagai sumber bahan mentah bagi kota
4. Desa sebagai sumber tenaga kerja bagi kota

I. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI POLA PEMUKIMAN


Bentuk dan pola desa dipengaruhi oleh kondisi lingkungan geografisnya. Kondisi
lingkungan geografis tersebut antara lain letak desa, iklim, tanah, dan air.
1. Tanah
Unsur tanah berkaitan dengan tingkat kesuburannya. Kesuburan tanah
mempengaruhi peroduktivitas lahan, khususnya untuk pertanian. Desa yang tanahnya
subur, pola permukiman penduduknya cenderung mengelompok di sekitar areal
pertanian. Desa yang tanahnya tidak subur, pola permukiman penduduknya tidak
bergantung pada kesuburan tanah, tetapi menyebar.
2. Air
Kondisi air yang dimaksud adalah air tanah. Desa dengan air tanah yang dangkal,
memiliki pola permukiman mengelompok.
Desa dengan air tanah yang dalam, cenderung membentuk pola permukiman
menyebar atau tidak beraturan karena mencari sumber-sumber air.

3. Letak Desa
Desa-desa yang terletak di dataran rendah memiliki pola persebaran yang lebih
kompak dan teratur. Hal ini disebabkan oleh kemudahan pembangunan yang didukung
oleh topografi yang cenderung datar. Berbeda dengan desa-desa di daerah pegunungan.
Desa ini membentuk pola tidak beraturan. Hal itu disebabkan oleh pembangunan-
pembangunan permukiman yang menghindari tebing-tebing terjal dan lahan yang tidak
rata.
4. Iklim
Iklim dipengaruhi oleh suhu dan ketinggian tempat. Selain itu, curah hujan juga
turut serta mempengaruhi perkembangan suatu desa. Desa-desa yang dipengaruhi oleh
iklim yang cenderung ekstrem akan sulit berkembang.

J. POLA PERMUKIMAN DESA


1. Memusat
Pola perkampungan memusat dapat dengan mudah Anda temui pada wilayah-
wilayah dataran tinggi atau perkampungan yang dibentuk karena aturan adat. Penduduk
yang mendiami perkampungan ini pun relatif tidak begitu banyak dan biasanya dihuni
secara turun temurun oleh beberapa generasi.
2. Tersebar
Pola desa tersebar terdapat di daerah dataran tinggi atau gunung api. Penduduk
akan mendirikan permukiman secara tersebar karena mencari daerah-daerah yang relatif
aman, tidak terjal, dan morfologi yang relatif rata. Pola tersebar juga terdapat di wilayah
karst (kapur). Penduduk akan tersebar mencari daerah yang memiliki kondisi air yang
baik karena biasanya di daerah karst kondisi air sangat buruk.
3. Memanjang / Linier
Pola permukiman pedesaan yang masih sangat tradisional banyak mengikuti pola
bentuk sungai, karena saat itu sungai sebagai sumber kehidupan sehari-hari. Selain itu,
juga berfungsi sebagai jalur transportasi antarwilayah. Melalui jalur transportasi sungai,
perekonomian sederhana saat itu telah berlangsung. Kondisi seperti ini banyak ditemui di
wilayah-wilayah kerajaan Jawa (contoh masa Majapahit) dan Sumatera (masa Sriwijaya).
Pola ini juga masih berkembang hingga kini di wilayah pedesaan pedalaman, seperti di
pedalaman Siberut, Kalimantan, dan Papua. Saat ini pola permukiman wilayah pedesaan,
khususnya di Pulau Jawa dan Sumatera sedikit banyak telah dipengaruhi oleh keberadaan
jalan. Sehingga penempatan rumahnya pun akan mengikuti arah jalan. Biasanya, pola
permukiman ini banyak tersebar pada wilayah yang memiliki topografi datar. Sejalan
dengan itu, posisi bangunan rumah pedesaan menghadap ke arah yang tidak teratur.
Menurut kondisi fisik bangunan, rumah di pedesaan banyak dibangun secara tidak
permanen, terbuat dari bahan yang tidak sepenuhnya dari tembok.

Anda mungkin juga menyukai