Anda di halaman 1dari 2

Selat Malaka, Dilema Bagi China dan

Keuntungan Bagi Indonesia


January 12, 2019 

Advertisement

JMOL. Ada beberapa rute transit utama atau Sea Lane Of Communication (SLOC)


menuju Laut Cina Selatan (LCS), yaitu Selat Malaka, Selat Sunda dan Selat Lombok.
Sejauh ini, Selat Malaka merupakan SLOC yang paling banyak digunakan untuk
menuju LCS dan sebaliknya.

Selat Malaka dan LCS adalah rute pelayaran terpendek, oleh karenanya paling
ekonomis, yang menghubungkan Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Dengan
demikian, dari hampir 40 persen dari total perdagangan China (tahun 2016) yang
diangkut melalui LCS, dapat dipastikan sebagian besar darinya melewati Selat
Malaka.

Gangguan kecil yang bersifat jangka pendek di Selat Malaka, mungkin hanya akan
membuat pelayaran tertunda, atau memilih alternatif lain seperti Selat Sunda dan
Selat Lombok. Namun gangguan yang besar seperti perang atau blokade laut, akan
berimplikasi serius terhadap triliun dolar perdagangan, terutama China.

Dengan kekuatan militernya saat ini, China bisa saja mampu mengamankan situasi
di LCS, namun tidak dengan ketiga SLOC di atas. Indonesia menguasai sebagian
dari selat Malaka (dan selat Singapura), dan menguasai secara penuh Selat Sunda
dan Selat Lombok. Selain itu, AS dan Inggris memiliki pangkalan kapal perang di
Singapura. AL India menguasai Laut Andaman yang merupakan ‘pintu masuk’
sebelah utara Selat Malaka.

Situasi inilah yang membuat banyak analis meyakini bahwa China akan menjaga
hubungan baik dengan Indonesia. Bahkan, ‘mengalah’ pada kasus tumpang tindih
ZEE dengan Indonesia akibat klaim 9 Dash Line di timur laut Natuna.

Dilema Selat Malaka di atas akan memaksa China menyetujui Code Of Conduct di


LCS bersama ASEAN dan negara-negara lainnya. Terakhir, Dilema Selat Malaka
itulah yang memotivasi China untuk mempelopori pembangunan terusan Kra di
selatan Thailand. [AQS]

Anda mungkin juga menyukai