Advertisement
Selat Malaka dan LCS adalah rute pelayaran terpendek, oleh karenanya paling
ekonomis, yang menghubungkan Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Dengan
demikian, dari hampir 40 persen dari total perdagangan China (tahun 2016) yang
diangkut melalui LCS, dapat dipastikan sebagian besar darinya melewati Selat
Malaka.
Gangguan kecil yang bersifat jangka pendek di Selat Malaka, mungkin hanya akan
membuat pelayaran tertunda, atau memilih alternatif lain seperti Selat Sunda dan
Selat Lombok. Namun gangguan yang besar seperti perang atau blokade laut, akan
berimplikasi serius terhadap triliun dolar perdagangan, terutama China.
Dengan kekuatan militernya saat ini, China bisa saja mampu mengamankan situasi
di LCS, namun tidak dengan ketiga SLOC di atas. Indonesia menguasai sebagian
dari selat Malaka (dan selat Singapura), dan menguasai secara penuh Selat Sunda
dan Selat Lombok. Selain itu, AS dan Inggris memiliki pangkalan kapal perang di
Singapura. AL India menguasai Laut Andaman yang merupakan ‘pintu masuk’
sebelah utara Selat Malaka.
Situasi inilah yang membuat banyak analis meyakini bahwa China akan menjaga
hubungan baik dengan Indonesia. Bahkan, ‘mengalah’ pada kasus tumpang tindih
ZEE dengan Indonesia akibat klaim 9 Dash Line di timur laut Natuna.