Referat Epistaksis
Referat Epistaksis
PENDAHULUAN
penyakit, melainkan suatu keluhan atau tanda, yang merupakan akibat dari kelainan
setempat atau penyakit umum. Epistaksis sering ditemukan sehari-hari baik pada anak
maupun pada usia lanjut dan 90% epistaksis dapat berhenti sendiri (spontan) atau
dengan tindakan sederhana yang dilakukan oleh pasien sendiri dengan cara menekan
Umumnya pada epistaksis terdapat dua sumber perdarahan yaitu dari bagian
anterior dan bagian posterior. Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus
Kiesselbach atau dari arteri ethmoidalis anterior. Sedangkan epistaksis poterior dapat
Pasien yang mengalami perdarahan berulang atau sekret yang berdarah dari
hidung yang bersifat kronik memerlukan fokus diagnostik yang berbeda dengan
perdarahannya.1
umum. Puncak kejadian dari epistaksis didapatkan berupa dua puncak (bimodal) yaitu
pada usia <10 tahun dan >50 tahun. Epistaksis biasanya terjadi tiba-tiba. Perdarahan
mungkin banyak dan bisa juga sedikit. Penderita selalu ketakutan sehingga merasa
perlu untuk memanggil dokter. Epistaksis yang berat , walaupun jarang dijumpai,
dapat mengancam keselamatan jiwa pasien. Bahkan dapat berakibat fatal bila tidak
segera ditolong.1,2,3
1
1.2 Batasan Masalah
prognosis.
literatur.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung yang merupakan gejala atau
manifestasi penyakit lain, penyebabnya bisa lokal atau sistemik. Perdarahan bisa
ringan sampai serius dan bila tidak segera ditolong dapat berakibat fatal. Sumber
perdarahan biasanya berasal dari bagian depan atau bagian belakang hidung.1,2
2.2. Epidemiologi
peningkatan insiden seiring pertambahan usia. Epistaksis anterior lebih sering terjadi
pada anak-anak dan dewasa muda, sedangkan epistaksis posterior lebih sering terjadi
pada usia yang lebih tua, terutama pada laki-laki dekade 50 dengan penyakit
hipertensi dan arteriosklerosis. Epistaksis lebih sering terjadi pada musim dingin. Hal
ini mungkin disebabkan peningkatan kejadian infeksi pernafasan atas dan udara yang
lebih kering akibat pemakaian pemanas dan kelembaban lingkungan yang rendah.
Epistaksis juga sering terjadi pada iklim yang panas dengan kelembaban yang rendah.
Pasien yang menderita alergi, inflamasi hidung, dan penyakit sinus lebih rentan
terjadi epistaksis karena mukosanya lebih mudah kering dan hiperemis disebabkan
Kerangka hidung berbentuk seperti tenda dengan dua os nasale yang bersatu,
satu sama yng lain dalam garis tengah dan berartikulasio disuperior dengan pars
3
nasi lateralis atas dan bawah.septum membagi hidung kedalam dua ruangan disebut
vestibulum. Seperti sisi lateral hidung, septum terdiri dari kartilago di anterior dan
tulang di posterior.
Lubang luar yang menuju ke sisi dalam hidung dinamai nares, sementara
lubang posterior dari hidung ke nasopharink dinamai choana. Tepat setelah nares,
terdapat area kulit yang dinamai vestibulum dan berlapis mengandung bulu hidung
atau vibrase.
Sisi lateral tiap cavitas nasalis terdiri dari sejumlah struktur yang penting
secara klinik. Biasanya ada tiga konvolusi mukosa yang tegas yang dinamai concha.
lokasinya; inferior, medialis, superior dan suprema, diantara concha terdapat lekukan
4
2.4 Anatomi Vaskularisasi
Suplai darah cavum nasi berasal dari sistem karotis; arteri karotis eksterna dan
karotis interna. Arteri karotis eksterna memberikan suplai darah terbanyak pada
etmoid anterior dan posterior yang mendarahi septum dan dinding lateral
superior.
5
2.4.1 Vaskularisasi
Vaskularitas berasal dari system carotis interna dan eksterna. Arteri carotis
interna bercabang menjadi arteri oftalmika yang kemudian bercabang lagi menjadi
arteri etmoidalis anterior dan posterior.3 Cabang etmoidalis anterior dan posterior
menyuplai sinus palatina mayor menyuplai sinus frontalis dan etmoidalis serta atap
hidung. Sedangkan arteri stenopalatina dan arteri palatina mayor merupakan cabang
terminal dari arteri karotis eksterna yang menyuplai darah pada concha, meatus dan
menggabungkan anastomosis ini dan dikenal sebagai Little Area atau Pleksus
Kiesselbech.
2.5 Klasifikasi
Sumber perdarahan dapat berasal dari bagian anterior atau bagian posterior hidung
1. Epistaksis Anterior
2. Epistaksis Posterior
Berasal dari arteri sphenopalatina dan dari arteri etmoid posterior. Perdarahan
inferior) atau arteri etrmoid posterior3. Perdarahan biasanya hebat dan jarang
6
tenggorokkannya.Sering ditemukan pada pasien hipertensi, arteriosclerosis
terjadi pada anak-anak yaitu pada usia <16 tahun dan pada dewasa terjadi pada usia
>16 tahun. Selain itu, epistaksis dapat juga diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya
yaitu primer dan sekunder. Antara 70-80% dari semua penyebab dari epistaksis
adalah idiopatik, sehingga perdarahan spontan tanpa adanya faktor pencetus ataupun
faktor penyebab lain disebut sebagai epistaksis primer. Proporsi yang lebih kecil dari
penyebab yang jelas dari epistaksis seperti trauma, pembedahan atau overdosis dari
7
Tabel 2.1 Klasifikasi Epistaksis4
2.6 Etiopatologi
dengan pecahnya pembuluh darah di selaput mukosa hidung. Delapan puluh persen
Sumber perdarahan epistaksis dapat berasal dari bagian anterior dan superior.
Epistaksis anterior dapat berasal dari pleksus Kiesselbach atau dari arteri etmoid
anterior. Pleksus Kiesselbach menjadi sumber perdarahan yang paling sering pada
epistaksis terutama pada anak-anak, dan biasanya dapat nerhenti sendiri (secara
spontan) dan mudah diatasi. Epistaksis posterior dapat berasal arteri sfenopalatina dan
arteri etmoid posterior. Perdarahannya biasanya hebat dan jarang berhenti dengan
arteri.2
8
Epistaksis terjadi akibat dari interaksi beberapa faktor yang merusak struktur
dari mukosa hidung, kerusakan dari dinding vaskuler atau perubahan koagulabilitas
1. Faktor Lingkungan
2. Faktor lokal
3. Faktor sistemik
4. Obat-obatan
dengan angka rawatan di rumah sakit meningkat pada saat cuaca dingin. Pada sebuah
dibawah 5ºC dibandingkan dengan suhu diatas 5°C, hampir 30% dari pasien
mengalami epistaksis tiap harinya pada suhu kuang ari 5ºC. Manfredini menggunakan
analisis Fourier dalam menentukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
kejadian epistaksis dengan irama sirkadian, dengan puncak utama terjadi di pagi hari,
kedua terjadi di sore dan malam hari. Para penulis berkomentar bahwa pola bifasik
temporal. Terdapat juga hubungan yang paralel antara irama sirakdian dari epstaksis
1. Trauma
9
terjadi turbulensi menyebabkan kekeringan menjadi keropeng sehingga
mudah berdarah. Mukosa juga bisa rusak akibat trauma secara langsung
kuat, bersin. Selain itu iritasi oleh gas yang merangsang dan trauma pada
2. Deviasi Septum
tinggi, namun penyebab hubungan dari keduanya bisa saja kebetulan. Pada
epistaksis terjadi pada golongan muda dan tidak ada hubungan septum deviasi
mukosa hidung adalah sistem mukosiliar. Adanya deviasi spetum seperti spina
pada septum nasi dapat menyebabkan sumbatan hidung, perubahan pola aliran
mukosiliar. Hal ini menyebabkan mukosa menjadi kering dan terbentuk krusta
3. Inflamasi
Infeksi saluran nafas atas (akut), alergi, sinusitis dan benda sing pada
10
Penggunaan kokain intranasal juga menjadi penyebab serta
kering dan perdarahan dan merokok juga mengiritasi dari struktur mukosa
hidung. Inflamasi sering terjadi akibat membuang ingus scara keras merusak
dari mukosa pembuluh darah yang sudah rapuh. Epsitaksis akibat benda asing
lebih sering terjadi pada anak-anak, biasanya diikuti dengan keluarnya sekret
yang berbau dari hidung, hidung berair dan perdarahan akibat dari
biasnya dalam bentuk sekret bercampur darah dengan gejala hidung yang lain
kejaina tumor vakuler yang jarang yang bermanifestasi sebagai rekuren atau
dewasa yang lain, seperti melanoma maligna atau skuamos sel karsinoma bisa
5. Iatrogenik
Perdarahan yang masif dan fatal dapat berasal dari cedera dari ateri karotis
11
2.6.3 Faktor Sistemik
1. Umur
usia, khususnya akibat fibrosis dari otot tunika media dari arteri telah
2. Hipertensi
yang kronis. Hal ini beresiko terjadi epistaksis terutama pada kenaikan
berulang pada bagian hidng yang kaya dengan persarafan autonom yaitu
bagian pertengahan posterior dari bagian antara konka media dan inferior.
pada aliran darah di retina denga aliran darah hidung. Hasilnya didapatkan
pada aliran darah dalam retina didukung oleh tekanan dari intraokuler.
pada pasien hipertensi dengan gejala epistaksis, tapi tidak ada gejala
12
Hipertensi pada kejadian epistaksi berhubungan juga dengan tingkat
3. Alkohol
kontrol dan didapatkan proporsi peminum alkohol reguler lebih tinggi pada
epistaksis. Temuan ini menunjukkan bahwa terdapat edek dari alkohol dalam
menurunkan agregasi platelet dan waktu perdarahan yang memanjang. Hal ini
4. Kelainan Perdarahan
koagulasi yang abnormal. Epistaksis merupakan gejala utama dari vWD pada
HIV, penyakit hati, dll, juga dapat menyebabkan koagulasi yang abnormal.4,5
5. Infeksi sistemik
berdarah dengue, selain itu juga morbili, demam tifoid dan influensa dapat
13
6. Gangguan endokrin
epistaksis.2
2.6.4 Obat-obatan
meningkat dalam tahun terakhir ini. Baik aspirin maupun jenis NSAID
membran platelet.4,5
2.7 Diagnosis
perdarahan. Keadaan umum, tekanan darah dan nadi perlu diperiksa. Disamping
a. Anamnesis
maka ditangani terlebih dahulu sesuai dengan syok hemoragik. Setelah kondisi pasien
14
stabil, penting untuk menanyakan riwayat perjalanan penyakit dan mencari penyebab
epistaksis. Beberapa hal penting yang harus ditanyakan antara lain, kapan mulainya,
lama waktu perdarahan, frekuensi, faktor pencetus dan upaya yang telah dilakukan
untuk menghentikan perdarahan. Riwayat adanya penyakit komorbid lain juga harus
ditanyakan, seperti penyakit arteri koroner, diabetes mellitus dan hipertensi. Riwayat
trauma harus ditanyakan secara rinci. Kasus epistaksis karena trauma dapat
disebabkan oleh mengorek hidung menahun atau mengorek krusta yang telah
b. Pemeriksaan Fisik
hidung dan alat penghisap. Pasien dengan epistaksis diperiksa dalam posisi duduk,
biarkan darah keluar dari hidung sehingga bisa dimonitor. Kalau keadaannya lemah
diperhatikan jangan sampai darah mengalir ke saluran napas bawah. Pasien anak
duduk dipangku, badan dipeluk, kepala dipegangi agar tegak dan tidak bergerak-
gerak.9
15
Gambar 2.4 Posisi anak pada pemeriksaan hidung
Sumber perdarahan dicari untuk membersihkan hidung dari darah dan bekuan
darah dengan bantuan alat pengisap. Kemudian dipasang tampon sementara yaitu
kapas yang telah dibasahi adrenalin 1:5000-1:10.000 dan pantocain atau lidocain 2%
dimasukkan ke dalam rongga hidung sehingga memberikan evaluasi yang lebih baik
Perlu diperhatikan apakah ada tanda trauma. Rinoskopi anterior dilakukan dengan
spekulum hidung dan lampu kepala untuk melihat sumber perdarahan, adanya trauma
Jika sumber perdarahan anterior tidak dapat dilihat, perdarahan dari kedua
lubang hidung atau darah mengalir secara menetap di faring posterior, perdarahan
dapat berasal nasal posterior. Jika setelah tampon anterior dipasang darah terlihat
masih mengalir di belakang faring, dapat diduga kuat sumber perdarahan berasal dari
c. Pemeriksaan Penunjang
16
Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk mencari penyebab epistaksis.
pemeriksaan fungsi hepas dan ginjal, gula darah dan hemostasis. Pemeriksaan foto
polos atau CT scan sinus dilakukan bila curiga ada sinusitis. Perlu juga konsul ke
penyakit dalam atau kesehatan anak bila dicurigai ada kelainan sistemik.9
darah yang terkena. Evaluasi dengan endoskopi intranasal dilakukan dalam anestesi
berperan penting pada kasus epistaksis posterior dimana sekitar 20% dari epistakis
Gambar 2.7 Endoskopi nasal epistaksis yang berasal dari arteri eitmoid anterior12
17
2.8 Penatalaksanaan
perhatikan keadaan umumnya, nadi pernapasan serta tekanan darahnya. Bila ada
kelainan, atasi terlebih dahulu, misalnya dnegan memasang infus. Jalan napas dapat
terusumbat oleh darah atau bekuan darah, perlu dibersihkan atau diisap.9
dilihat apakah perdarahan dari anterior atau posterior. Sumber perdarahan dicari
untuk membersihkan hidung dari darah dan bekuan darah dengan bantuan alat
pengisap. Kemudian dipasang tampon sementara yaitu kapas yang telah dibasahi
rongga hidung sehingga memberikan evaluasi yang lebih baik dan bahkan
bagian depan. Apabila tidak berhenti dengan sendirinya, perdarahan anterior terutama
pada anak dapat dicoba dihentikan dengan menekan hidung dari luar selama 10-15
Nitras Argenti (AgNO3) 20-30%. Kemudian tempat tersebut diberi krim antibiotik.9
18
Gambar 2.8 Kaustik Pleksus Kiesselbach9
Bila dengan cara ini perdarahan masih terus berlangsung, maka diperlukan
pemasangan tampon anterior yang dibuat dari kapas atau kain kasa yang diberi
pelumas vaselin atau salap antibiotika. Pemakaian vaselin atau salep pada tampon
ketika tampon dicabut. Tampon dimasukkan sebanyak 2-4 buah, disusun dan harus
dikeluarkan untuk mencegah infeksi hidung. Selama dua hari tersebut dilakukan
19
b. Menghentikan perdarahan posterior
Perdarahan dari bagian posterior lebih sulit diatasi karena biasanya sumber
perdarahan hebat dan sulit dicari sumbernya dengan pemeriksaan rinoskopi anterior.
1. Tampon Bellocq
rasa nyeri dan memerlukan anestesi umum atau setidaknya dengan anestesi
lokal yang adekuat. Prinsipnya tampon dapat menutup koana dan terfiksasi di
dibuat dari kasa padat dibentuk kubus atau bulat dengan diameter 3 cm. pada
tampon ini terikat 3 utas benang, 2 di satu sisi dan 1 di sisi berlawanan.9,11
yang dimasukkan dari lubang hidung sampai tampak di orofaring, lalu ditarik
keluar dari mulut. Pada ujung kateter ini diikatkan 2 benang tampon Bellocq,
kemudian tampon ditarik kembali melalui hidung sampai benang keluar dan
dapat ditarik. Tampon didorong dengan bantuan jari telunjuk untuk dapat
yang keluar dari hidung diikat pada sebuah gulungan kain kasa di depan nares
Benang lain yang keluar dari mulut diikatkan secara longgar pada pipi pasien.
Gunanya adalah untuk menarik tampon keluar melalui mulut setelah 2-3 hari.
Bila perdarahan berat dari kedua sisi, misalnya pada kasus angiofibroma,
digunakan dua kateter masing-masing melalui kavum nasi kanan dan kiri dan
20
Gambar 2.10 Pemasangan Tampon Posterior9
dengan balon. Ada pula tersedia tampon buatan pabrik dengan balon khusus
2. Ligasi Arteri
dengan meligasi pembuluh darah yang ruptur pada bagian proksimal sumber
sumber perdarahan yang tepat pada epistaksis yang berat atau persisten. Ada
insisi horizontal sekitar dua jari dibawah batas mandibula yang menyilang
21
pinggir anterior m. sternokleidomastoideus. Setelah flap subplatisma
transantral. Pendekatan ini dilakukan dengan anestesi local atau umum lalu
dilakukan insisi Caldwell – Luc dan buat lubang pada fosa kanina. Setelah
dengan menggunakan pahat kecil, kuret atau bor, dimulai dari bagian
melihat adanya pulsasi yang menandakan letak arteri. Jaringan lemak dan
Dibuat nasoantral window dan masukkan tampon yang telah diberi salap
Perdarahan yang berasal dari bagian superior konka media paling baik
22
anterior dan posterior yang berada pada sutura frontoetmoid. Foramen
trauma.11
hemiplegi. Rasa nyeri pada wajah dan trismus juga sering dijumpai.
penanganan epistaksis dilakukan bila terapi lainnya gagal dan apabila ada
23
2.9 Komplikasi dan Pencegahannya
Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat dari epistaksis sendiri atau akibat dari
usaha penanggulangan epistaksis. Akibat perdarahan yang hebat dapat terjadi aspirasi
darah ke dalam saluran napas bawah, juga dapat menyebabkan syok, anemia dan
gagal ginjal. Turunnya tekanan darah secara mendadak dapat menyebabkan hipotensi,
hipoksia, iskemia serebri, insufisiensi coroner dan infark miokard sehingga dapat
menyebabkan kematian. Dalam hal ini, pemberian infus atau transfuse darha harus
dilakukan secepatnya. Akibat pembuluh darah yang terbuka dapat terjadi infeksi
septikemia atau toxic shock syndrome. Oleh karena itu, antibiotik harus diberikan
Selain itu dapat juga terjadi hemotimpanum akibat mengalirnya darah melalui
tuba Eustachius dan air mata berdarah (bloody tears) akibat mengalirnya darah secara
Laserasi palatum mole dan sudut bibir terjadi pada pemasangan tampon
posterior akibat benang yang keluar melalui mulut terlalu ketat dilekatkan ke pipi.
Kateter balon atau tampon balon tidak boleh dipompa terlalu keras karena dapat
2.10 Prognosis
Secara umum, prognosis baik jika epistaksis ditangani dengan tepat. Jika
terjadi pada sebagian besar kasus. Sebagian lainnya dapat rekurens yang dapat
berhenti spontan atau dengan penanganan minimal. Hanya sebagian kecil kasus
Epistaksis akibat trauma minor atau laserasi mukosa tidak berdampak jangka
24
namun hal ini juga bergantung pada modalitas penanganannya. Pada pasien
hipertensi, biasanya perdarahan hebat dan sering kambuh. Epistaksis akibat kelainan
25
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Epistaksis merupakan suatu gejala atau manifestasi penyakit lain yaitu dalam
bentuk keluarnya darah dari hidung dapat ringan ataupun berat dan merupaka
berakibat fatal.
Epistaksis anterior terjadi pada pleksus Kiesselbach dan biasanya terjadi pada
tampon Belloq ataupun dengan pembedahan dengan cara ligasi arteri dll.
5. Berabagai komplikasi dapat terjadi baik akibat dari epistaksis sendiri maupun
6. Prognosis epistaksis sejauh ini baik jika ditangani secara cepat. Epistaksis
26
biasanya perdarahan hebat dan sering kambuh. Epistaksis akibat kelainan
27
DAFTAR PUSTAKA
WIB.
Soepardi EA, Iskandar N editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Pg 428-40
8. Tami TA, Merrell JA. Epistaxis. Dalam: Snow JB, Wackyn PA, ed.
28
9. Mangunkusumo E, Wardani RS. Epistaksis. Dalam: Soepardi EA, Iskandar
Indonesia;2009. h 155-159.
10. Nguyen QA. Epistaxis Clinical Presentation [serial online] 2021 (diunduh 2
http://emedicine.medscape.com/article/863220-overview
12. Suh JD, Garg R. Epistaxis (Nosebleeds) [serial online] 2021 (diunduh 2
rhinologic.org/epistaxis
29