Anda di halaman 1dari 12

Popi Tuhulele, Pengeruh Putsan Mahkamah Internasional ………………….

61
Jurnal Sasi Vol. 17 No. 2 Bulan April - Juni 2011

PENGARUH KEPUTUSAN MAHKAMAH INTERNASIONAL DALAM


SENGKETA PULAU SIPADAN DAN LIGITAN TERHADAP PENETAPAN
GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA
Oleh : Popi Tuhulele

ABSTRACT
International Court of Justice Decision established Sipadan and Ligitan islands as a part of
Malaysia’s souverign. This decision gives significant influenced for Indonesia and Malaysia,
pariculary for Indonesia’s souvereignity. It’s important for Indonesia to made change of the
position of archipelagic baselines were previously located for these two island.
The changing of basilines position has influenced for Indonesia’s rules of territorial sea
boundary, contiguous zone, exclusive economic zone, continental shelf, archipelagic waters
and internal waters. Based on UNCLOS 1982, the exact position of each boundaries is still
need to resolved further by both countries, because its should not be set unilaterally. Billateral
cooperation between these two countries give oppurtunity to solved this problem equally.

Key words: Determination of Indonesian archipelagic baselines


Konflik wilayah juga terjadi di kawasan
A. LATAR BELAKANG. Asia Tenggara, persengketaan antara negara-
Wilayah merupakan salah satu negara kawasan ini lebih mengenai batas-
unsur terpenting dari sebuah negara, karena batas territorial dan status pulau-pulau.
wilayah merupakan suatu ruang dimana Konflik mengenai garis batas negara juga
negara menjalankan kekuasaanya. Dalam terjadi antara Indonesia dan Malaysia
sejarah kehidupan umat manusia atau dikawasan timur pulau Kalimantan mengenai
negara-negara, kadang bisa muncul konflik kedaulatan negara atas pulau sipadan dan
yang disebabkan oleh oleh kenginan ligitan.
melakukan ekspansi wilayah atau mungkin Sengketa Pemerintah indonesia dan
karena tidak jelasnya garis batas antara dua malaysia terjadi sejak tahun 1969 terkait
negara atau lebih kepemilikan atas pulau sipadan dan ligitan.
Paling sedikit ada empat bentuk pada tanggal 31 Mei tahun 1997 kedua negara
perselisihan dan sengketa perbatasan yang sepakat untuk menyelesaikan sengketa
biasanya timbul antara dua negara berdaulat, kepemilikan pulau sipadan dan ligitan melalui
diantaranya adalah : jalur hukum atau pengadilan yudisial
1. Persengketaan garis batas territorial internasional yakni melalui ICJ (International
(territorial boundary dispute) Court of justice) atau Mahkamah
2. Perselisihan mengenai posisi perbatasan Internasional.
(positional boundary dispute) Pada tanggal 17 Desember 2002,
3. Perselisihan atas fungsi-fungsi mahkamah menetapkan putusan akhirnya atas
perbatasan (functional boundary sengketa kepemilikan pulau Sipadan dan
dispute) Ligitan. Putusan Mahkamah
4. Sengketa perbatasan yang berkenaan Internasional menyatakan bahwa: “Given the
dengan sumber-sumber yang terdapat circumstance of case and in particular in view
didaerah tersebut seperti hutan, tambang of the evidence furnished by the parties, the
minyak, tembaga dan sebagainya cour concludes that malaysia has title to
(resource boundary dispute).
Popi Tuhulele, Pengeruh Putsan Mahkamah Internasional …………………. 62
Jurnal Sasi Vol. 17 No. 2 Bulan April - Juni 2011

ligitan an sipadan on the basis of the saja yang harus dilakukan dalam pengaturan
effectivitas revered to above” hukum laut Indonesia sebagai akibat dari
Putusan tersebut menetapkan keluarnya putusan tersebut. Karena
Malaysia sebagai negara berdaulat atas pulau pengaturan garis pangkal ini berkaitan erat
Sipadan dan Ligitan dan Indonesia harus rela dengan pengaturan hukum laut yang lain.
kehilangan kedaulatannya atas kedua pulau
tersebut karena mahkamah internasional
dalam putusannya bersifat final, tanpa B. PEMBAHASAN
banding dan mengikat.
Mahkamah Internasional menilai 1. Eksistensi Mahkamah Internasional
Malaysia telah melakukan effective Dalam penyelesaian Sengketa
occupation (pendudukan efektif) atas kedua Internasional
Pulau tersebut. Dasar pendudukan efektif Piagam PBB pasal 2 ayat (3)
inilah yang menjadikan Pulau Sipadan dan menyatakan bahwa segenap anggota PBB
Pulau Ligitan yang semula menjadi sengketa harus menyelesaikan sengketa internasional
antara Indonesia dan Malaysia menjadi milik dengan jalan damai dan mempergunakan cara-
Malaysia. cara demikian rupa hingga perdamaian dan
Putusan Mahkamah Internasional ini keamanan internasional tidak terancam. Ada
membawa konsekuensi bagi Indonesia dua cara penyelesaian sengketa interansional,
maupun Malaysia. Dengan putusan yang yaitu:
menetapkan Malaysia sebagai pemilik sah 1. Perjanjian atara dua pihak yang
Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan maka klaim bersengketa.
Malaysia selama ini atas kedua pulau 2. keputusan badan peradilan
tersebut mempunyai kekuatan legalitas yang Penyelesaian sengketa hukum dalam
permanen sedangkan Indonesia tidak berhak hukum internasiol dapat ditempuh dalam
lagi atas kepemilikan kedua pulau tersebut. berbagai cara atau lembaga
Dengan adanya perubahan status yaitu :
kepemilikan Pulau Sipadan dan Pulau Permanent Court of international of justice
Ligitan tentu saja akan membawa pengaruh (PCIJ) atau Mahkamah Permanen
besar bagi kedua negara. Internasional, International Court of justice
Pengaruh yang ditimbulkan putusan (ICJ) atau Mahkamah Internasional,
tersebut adalah permasalahan yang sejak International Criminal Court (ICC), dan The
semula belum diselesaikan oleh negara International Tribunal for The law of The Sea
Indonesia dan Malaysia yaitu masalah (UNCLOS 1982)
perairan kedua negara. Bagi Indonesia Pada Konvereni San fransisco yang
perubahan batas-batas perairan setelah berhasil merumuskan Piagam PBB dan
keluarnya putusan tersebut perlu diatur Statuta Mahkamah Internasional. Pasal 92
kembali. Berdasarkan uraian tersebut diatas Piagam PBB menyatakan bahwa mahkamah
maka tulisan ini akan membahas lebih lanjut agung internasional adalah badan peradilan
bagaimana Pengaruh putusan Mahkamah utama dari PBB dan badan ini akan bekerja
Internasional dalam Sengketa Pulau Sipadan berdasarkan pada Statuta Mahkamah Tetap
Dan Ligitan Terhadap Penetapan Garis Internasional serta Mahkamah Internasional
Pangkal Kepulauan Indonesia dan melalui ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan
UNCLOS 1982 akan dianalisis bagaimana dari piagam PBB.
hukum laut Indonesia mengatur pengukuran Sengketa Internasional yang
garis pangkal kepulauan sebelum keluarnya diperikasa oleh mahkamah internasional
putusan dan penyesuaian-penyesuaian apa
Popi Tuhulele, Pengeruh Putsan Mahkamah Internasional …………………. 63
Jurnal Sasi Vol. 17 No. 2 Bulan April - Juni 2011

dapat berakhir kerena beberapa alasan, pada BAB XV pasal 287 yang mengatur
antara lain; kewajiban negara-negara pihak untuk
1. adanya kesepakatan para pihak menyelesaikan sengketa secara damai.
2. Tidak dilanjutkanya persidangan Penyelasaian sengketa dengan cara damai
(Discontinuence) tidak mengurangi hak-hak negara pihak
3. Dikeluarkanya putusan (Judgment). manapun untuk bersepakat secara damai
Ada bebarapa hal menyangkut menyelesaikan sengketa diatara mereka.
dikeluarkan putusan oleh mahkamah Konvensi juga mengatur beberapa cara
internasional yaitu ; penyelesaian sengketa damai, salah satunya
1) Putusan diterbitkan untuk masyarakat luas. melalui Mahkamah Internasional. Cara ini
2) Pendapat Para Hakim merupakan prosedur wajib yang
Pendapat para hakim dalam suatu menghasilkan keputusanan yang mengikat.
sengketa termuat secara lengkap dalam Sepanjang pada saat menandatangani atau
laporan-laporan putusan (report of meratifikasi UNCLOS negara bersangkutan
judgment). Pendapat para hakim dapat tidak mereservasi ketentuan tersebut. Dengan
berbentuk ; demikian mahkamah yang dimaksud akan
1. Desenting opinion, adalah suatu mempunyai yuridiksi terhadap setiap sengketa
pendapat hakim yang tidak setuju yang di ajukan kepadanya.
dengan satu atau bebrapaa hal dari
putusan mahkamah, khususnya dasar 2. Pentingnya Penetapan Batas Laut Bagi
hukum dan argumentasi dari putusan suatu Negara
dan akibatnya mengeluarkan putusan Konsep mengenai batas suatu negara
atau pendapat yang menentang pada umumnya difokuskan pada batas-batas
putusan mahkamah tersebut. darat. Kini terjadi pergeseran keadaan,
2. Separate opinion, adalah suatu perkembangan mengenai wilayah laut
pendapat yang menyatakan dukungan territorial yang fluktuatif diseluruh belahan
seorang hakim terhadap putusan negara di dunia telah menempatkan
mahkamah khususnya mengenai pentingnya posisi laut daripada darat. Hal ini
ketentuan hukum yang digunakan dan seiring dengan hasil dari klaim-klaim yang
beberapa aspek yang menurutnya berkembang atas perluasan perairan
penting. namun in sendiri tidak territorial, landas kontinen dan Zona Ekonomi
sepaham dengan semua atau beberapa Eksklusif.
dokumentasi mahkamah meskipun Batas-batas laut menjadi sangat
akhirnya isi putusan sama dengan essensial bagi suatu negara. Batas-batas ini
mahkamah. membagi beberapa zona wilayah laut dimana
3) Putusan Mengikat para Pihak suatu negara mempunyai suatu kedaulatan
4) Penapsiran dan perubahan putusan untuk melakukan pengaturan. Karena yang
Sebagai salah satu dimaksud dengan kedaulatan atas wilayah laut
lembaga peradilan internasional banyak adalah kewenangan yang dimiliki oleh negara
negaranegara yang mempercayakan di laut guna melaksanakan kewenangannya
penyelesaian sengketa antar negara pada sebatas di dalam wilayah yang menjadi
Mahkamah Internasional termasuk kekuasaanya.
juga sengketa perbatasan antara dua Hal inilah yang menjadi salah satu
negara, maupun sengketa klaim kedaulatan perbedaan dengan batas-batas darat.
negara atas suatu wilayah. Batasbatas darat hanya mempengaruhi dua
Ketentuan konvensi Hukum Laut negara, sebagaimana batas tersebut hanya
1982 dalam penyelesaian sengketa diatur dapat memisahkan dua entitas politik yang
Popi Tuhulele, Pengeruh Putsan Mahkamah Internasional …………………. 64
Jurnal Sasi Vol. 17 No. 2 Bulan April - Juni 2011

berbatasan. Sedangkan batas laut dapat penangkap ikan Republik Indonesia dan
mempengaruhi beberapa negara karena batas- Malaysia di laut sebelah Timur kalimantan
batas ini tidak hanya batas mengenai laut Timur. Khususnya di sebelah selatan kedua
suatu negara tetapi juga merupakan suatu pulau tersebut sering terjadi benturan
garis batas yang memisahkan antara laut kepentingan antara aparat penegak hukum
bebas dengan wilayah laut dimana tiap negara Indonesia dengan aparat penegak hukum
punya kepentingan. Jadi, batas laut ini adalah Malaysia. Ini membuktikan bahwa amatlah
suatu batas antara negara pantai dengan penting untuk menetapkan batasbatas di laut
kepentingan-kepentingan lainnya di dunia karena sangat berpengaruh pada fungsi
Sebagai suatu kesatuan wilayah, laut penyelenggaraan kedaulatan hukum negara.
memang memiliki dua aspek utama yaitu
keamanan (security) dan kesejahteraan 3. Keputusan Mahkamah Internasional
(prosperity). Penetapan batas-batas laut yang Pengaruhnya Terhadap Penetapan Garis
jelas merupakan hal sangat penting. Dalam Pangkal Kepulauan Indonesia
rangka penegakan kedaulatan hukum di atas UNCLOS 1982 dalam Bab IV
laut, penentuan batas terluar dari masing- Tentang Negara Kepulauan Pasal 46
masing rejim perairan merupakan unsur yang menyatakan Negara Kepulauan berarti suatu
penting untuk menentukan adanya negara yang seluruhnya terdiri dari suatu
pelanggaran hukum dan peraturan perundang- gugus kepulauan atau lebih dan dapat meliputi
undangan mana yang seharusnya diterapkan. pulau-pulau lainnya. Gugus kepulauan berarti
Sebagaimana diketahui pada masing-masing suatu gugusan pulau termasuk bagian pulau,
rejim perairan laut berlaku hukum yang perairan diantaranya dan lain-lain wujud
berbeda. alamiah yang hubungan antara satu dan yang
Kepastian hukum atas batas laut suatu lainnya demikian eratnya sehingga sehingga
negara akan menjamin kejelasan dan pulau-pulau, perairan dan wujud alamiah
kepastian yurisdiksi (jurisdictional clarity and lainnya itu merupakan satu kesatuan geografi,
certainty), memberikan manfaat multidimensi ekonomi, dan politik yang hakiki atau yang
seperti fasilitasi pengelolaan lingkungan laut secara historis dianggap demikian.
contonya perikanan, pelayaran, eksplorasi, Dengan diterimanya konsep negara
eksploitasi dasar laut dan tanah dibawahnya, kepulauan ini maka Indonesia mempunyai
pariwisata bahari, secara efektif dan dasar hukum sebagai dasar pengaturan
berkesinambungan serta peningkatan hukum laut sebagai negara kepulauan.
keamanan maritim (maritim cecurity) serta Sebagai negara kepulauan, maka pengaturan
mengurangi klaim maritim yang berpotensi garis pangkal Indonesia juga mendasarkan
menimbukan konflik antara negara teangga. pada pengaturan garis pangkal kepulauan.
Selama belum ada pengaturan dan Dalam sengketa Pulau Sipadan dan
penyelesaian yang jelas mengenai garis batas pulau Ligitan, pada awalnya kedua belah
laut (laut territorial, Zona Ekonomi Eksklusif, pihak baik Indonesia maupun Malaysia tidak
dan batas Landas Kontinen) maka mencantumkan kedua pulau tersebut sebagai
pelaksanaan penegakan kedaulatan hukum bagian dari peta mereka. Dalam
dan hukum di laut masih akan menemui Undangundang No.4 Prp tahun 1960 tentang
hambatan khususnya di daerah-daerah yang Perairan Indonesia Pulau Sipadan dan Pulau
mengandung banyak sumber daya alam baik Ligitan tidak dicantumkan. Oleh karenanya,
hayati maupun non-hayati. kedua pulau tersebut tidak dijadikan titik
Dalam kasus sengketa Pulau Sipadan dasar pengukuran. Direktorat Pemetaan
dan pulau Ligitan hambatan dalam penegakan Negara Malaysia dan Department of Lands
hukum sering terjadi pada kapalkapal and Surveys Sabah memasukkan kedua pulau
Popi Tuhulele, Pengeruh Putsan Mahkamah Internasional …………………. 65
Jurnal Sasi Vol. 17 No. 2 Bulan April - Juni 2011

dalam peta bumi sabah di wilayah hukum Prp. Tahun 1960 itu dalam pelaksanaannya
Samporna baru pada tahun 1976. tidak didukung oleh data-data hidrografis
Hal yang penting berkenaan dengan yang teliti yang mana itu menimbulkan
keberadaan Undang-undang keadaan yang bertentangan dengan tujuan
Perairan penerapan garis-garis dasar lurus dalam
Indonesia tersebut diatur pada Pasal 1 ayat (2) ketentuan Undang-undang tersebut. Dengan
yang memuat, ketentuan penarikan garis kata lain adanya data hidrografis yang
pangkal bagi penetapan laut territorial kurang teliti akan menyebabkan garis lurus
Indonesia. Undang-undang tersebut pada yang ditarik dapat memotong daratan suatu
hakekatnya telah merubah cara penetapan laut pulau bahkan dapat terjadi suatu pulau
territorial Indonesia dari suatu cara penetapan terdapat diluar garis dasar lurus atau berada
laut territorial selebar 3 mil yang diukur dari di luar laut territorial Indonesia.
garis air rendah (low water line) menjadi laut Oleh karena itu, sesuai hasil penelitian
territorial selebar 12 mil diukur dari garis dan laporan Dinas Hidrografi Angkatan Laut
pangkal lurus (straight base lines) yang di atas, maka pulau-pulau yang seharusnya
ditarik dari ujung ke ujung pulau terluar menjadi wilayah perairan Indonesia
Indonesia. (termasuk Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan
Akibat dari ditetapkannya cara yang menjadi sumber sengketa Indonesia-
penarikan garis tersebut adalah : Malaysia) memang telah berada di luar laut
1. Laut territorial Indonesia yang baru territorial Indonesia yang berjarak 12 mill laut
melingkari Indonesia. dari garis pangkal.
2. Perubahan status perairan yang terletak Kelemahan yang cukup mendasar
pada sebelah dalam garis pangkal dari dalam Undang-undang ini salah salah satunya
laut lepas menjadi perairan pedalaman. adalah metode penarikan garis pangkal.
Perubahan ini diimbangi dengan Undang-Undang No.4 Prp. Tahun 1960
pemberian hak hak lintas damai bagi kurang lengkap dibandingkan dengan
kapal asing. Konvensi Jenewa tahun 1958 berkaitan
Dalam perkembangannya setelah dengan penetapan cara penarikan garis
wilayah perairan Indonesia diundangkan pangkal dan kurang teliti dalam menetapkan
dalam Undang-Undang No.4 Prp. Tahun garis-garis pangkal perairan Indonesia.
1960 tersebut, ternyata beberapa pulau atau Undang-undang ini hanya mengenal
bagian pulau terluar yang seharusnya cara penetapan garis pangkal menurut sistem
menjadi wilyah perairan Indonesia tidak straight base lines from point to point (garis
terdaftar dan tidak termasuk dalam wilayah pangkal lurus). Berdasarkan Konvensi Jenewa
perairan Indonesia atau berada di luar 1958 tentang Laut Territorial dan Jalur
garisgaris perairan Indonesia. Hal ini Tambahan Pasal 4 ayat 1 penetapan sistem
berdasarkan penelitian Dinas Hidrografi straight base lines from point to point dapat
Angkatan Laut terhadap ketentuan undang- dilakukan pada:
undang Perairan Indonesia tersebut, telah 1) Tempat dimana pantai banyak berlikuliku
tercatat beberapa pulau yang berada di luar tajam atau laut masuk jauh ke dalam, atau
garis-garis dasar perairan Indonesia 2) Apabila terdapat deretan pulau yang
termasuk pulau Sipadan dan pulau Ligitan. letaknya tidak jauh dari pantai.
Hasil penelitian Dinas Hidrografi Undang-undang Nomor 4 Tahun 1960
Angkatan Laut menunjukkan bahwa faktor tidak mengadopsi sistem penerapan garis
yang menyebabkan keadaan tersebut pangkal lainnya yang juga diatur dalam
terutama karena penerapan sistem point to Konvensi Jenewa 1958, yaitu normal base
point theory melalui Undang-Undang No.4 lines (garis pasang-surut). Undang-Undang ini
Popi Tuhulele, Pengeruh Putsan Mahkamah Internasional …………………. 66
Jurnal Sasi Vol. 17 No. 2 Bulan April - Juni 2011

juga tidak memasukkan pasal-pasal lain dalam peraturan penjelas dari Undang-undang
Konvensi Jenewa 1958 yang berkaitan dengan Nomer 6 Tahun 1996 tentang Perairan
sistem penetapan garis pangkal, yang antara Indonesia. Selain jenis-jenis garis pangkal,
lain dimungkinkan suatu negara untuk Peraturan Pemerintah ini juga memuat
mengkombinasikan kedua sistem ini dalam titik-titik dasar pengukuran garis pangkal.
penetapan garis pangkal negaranya. Dengan Secara yuridis, apa yang dibicarakan
hanya dikenalnya satu cara penetapan garis mengenai cara penarikan garis pangkal dasar
pangkal pada Undang-Undang No.4 Prp memberikan petunjuk kepada kita tentang
Tahun 1960, serta kekurang telitian mengukur apa yang dimaksud dengan laut wilayah dan
titik koordinat pulau-pulau terluar dalam perairan pedalaman. Namun, dalam praktek
wilayah Indonesia, maka Pulau Sipadan dan penyelenggaraan negara dan dalam
Pulau Ligitan memang tidak termasuk dalam hubungan internasional yang nyata, batas
wilayah Indonesia berdasarkan Undang- mana yang dimaksud perlu diperjelas sampai
Undang No.4 Prp Tahun 1960. dimana yurisdiksi nasional. Untuk itu
Perkembangan hukum laut yang pesat diperlukan adanya peta yang dengan jelas
dengan dikeluarkannya UNCLOS menentukan titik-titik serta garis-garis yang
1982 yang telah diratifikasi oleh Indonesia dijadikan dasar untuk mengukur laut.
mengakibatkan Undang-Undang No.4 Prp Dengan demikian, kejelasan posisi
Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia tidak garis pangkal dalam mengatur batas laut antar
sesuai lagi dengan rejim hukum laut yang negara menjadi sangat penting. karena dalam
baru dengan dimuatnya pengaturan rejim Pasal 48 UNCLOS 1982 menetapkan bahwa
hukum negara kepulauan dalam bab pengukuran lebar laut wilayah, zona
tersendiri. Oleh karena itu, Indonesia tambahan, Zona Ekonomi Eksklusif dan
mengeluarkan Undang-Undang Nomor 6 Landas Kontinen diukur dari garis pangkal.
Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia Masing-masing negara hampir dapat
sebagai penggantinya sekaligus mencabut dipastikan berusaha membuat titik-titik dasar
keberadaan Undang-undang yang lama. pulaunya sebagai dasar penetapan garis
Undang-undang yang baru ini pangkal semaksimal mungkin. Dalam artian
mengakui garis pangkal lurus kepulauan, bahwa dicari posisi garis pangkal yang akan
disamping garis pangkal biasa dan garis memperlebar posisi laut territorial, jalur
pangkal lurus sebagai cara pengukuran garis tambahan, landas kontinen dan Zona Ekonomi
pangkal kepulauan Indonesia. Hal ini karena Eksklusif. Apalagi bagi negara Indonesia
Undang-undang yang baru menyesuaikan sebagai negara kepulauan akan memiliki arti
dengan UNCLOS 1982 yang telah mengatur yang signifikan dengan posisi garis pangkal
secara khusus tentang negara kepulauan. yang signifikan tadi.
Undang-undang ini tidak lagi hanya Dalam kaitannya dengan sengketa
menggunakan satu sistem penarikan garis Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan kita dapat
pangkal tapi merupakan kombinasi dari melihat bahwa dalam Daftar Koordinat
ketiga cara penarikan garis pangkal yang Geografis titik-titik Garis Pangkal Negara
ada dalam UNCLOS 1982. Kepulauan Indonesia di Laut Sulawesi di
Garis-garis pangkal yang digunakan sekitar garis 4˚ Lintang Utara dan 118˚ Bujur
Indonesia secara resmi tertuang dalam Timur, kita temukan ada 3 titik yang
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia menggunakan pulau sebagai titik-titik
Nomor 38 Tahun 2002 tentang Daftar pengukuran garis pangkal. Tepatnya adalah
Koordinat Titik-titik Geografis Garis sebagai berikut :
Pangkal Kepulauan Indonesia sebagai 1) Pulau Ligitan pada 04˚ 10’ 00” Lintang
Utara 118˚ 53’ 50” Bujur Timur
Popi Tuhulele, Pengeruh Putsan Mahkamah Internasional …………………. 67
Jurnal Sasi Vol. 17 No. 2 Bulan April - Juni 2011

2) Pulau Ligitan pada 04˚ 08’ 03” Lintang beserta perairan kepulauan dan perairan
Utara 118˚ 53’ 01” Bujur Timur pedalamannya.
3) Pulau Sipadan pada posisi 04˚ 06’ 12” Pengaruh perubahan posisi garis
Lintang Utara 118˚ 38’ 02” Bujur Timur pangkal ini juga akan berpengaruh pada
Posisi Pulau Sipadan dan Pulau pengaturan batas laut yang lain yang masing-
Ligitan memang cukup jauh dari pulau induk masing diuraikan sebagai berikut :
yakni Pulau Sebatik. Sehingga, posisi garis 1) Wilayah Laut Territorial
pangkal yang ditarik melalui titik-titik kedua Setiap negara mempunyai hak
pulau tersebut jelas menguntungkan bagi untuk menentukan lebar laut
Indonesia. territorialnya sampai batas tidak melebihi
Pulau Sipadan yang berjarak 42 mil 12 mil laut diukur dari garis pangkal.
laut dari pantai timur Pulau Sebatik, yang Batas terluar laut territorial adalah garis
masih jauh dari batas panjang maksimal garis yang setiap titik-titiknya ada pada suatu
pangkal 100 mil laut ataupun garis panjang jarak yang terdekat dengan titik-titik garis
maksimal garis pangkal 125 mil laut sebanyak pangkal sejauh lebar laut territorial
3% dapat menjadi titik terluar dari kepulauan yang telah ditentukan.
Indonesia. Sehingga posisi pulau Sipadan Lebar laut territorial yang
tentu akan sangat signifikan dalam menambah seharusnya diukur maksimal 12 mil laut
zona-zona laut Indonesia yang nota bene-nya dari Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan
diukur dari garis pangkal kepulauan ini. tersebut menjadi bukan hak Indonesia lagi.
Namun, hasil resmi putusan Luas wilayah laut yang didasari Undang-
Mahkamah Internasional menjadikan Undang Nomer 6 Tahun 1996 dan
Indonesia berpeluang kecil untuk peraturan penjelasnya menjadi berkurang.
menjadikan kedua pulau tersebut sebagai Kondisi ini membuat Indonesia menjadi
titik dasar pengukuran garis pangkal dirugikan karena berkurangnya
kepulauan. Dikarenakan Malaysia juga kepemilikan terhadap luas wilayah laut.
berkepentingan untuk menjadikan kedua Pasal 2 Konvensi menentukan
pulau tersebut sebagai titik dasar pengukuran bahwa kedaulatan negara pantai meliputi
garis pangkal negaranya. laut territorialnya, termasuk ruang udara
Indonesia harus menggunakan titik diatasnya dan dasar laut serta tanah di
garis pangkal yang selama ini ada dalam bawahnya. Dalam hukum laut baru inipun
peraturan perundang-undangannya dengan kedaulatan negara tetap dibatasi dengan
menghapus posisi Pulau Sipadan dan Pulau hak lintas damai bagi kapal asing (pasal 7
Ligitan. Sehingga garis pangkal ditarik dari Konvensi).
ujung-ujung pulau terluar di sekitar Pulau Pada wilayah laut territorialnya,
Sipadan dan Pulau Ligitan yang masih negara pantai mempunyai kedaulatan
termasuk wilayah Indonesia. penuh. Selain membuat
Dengan tidak boleh ditariknya garis peraturanperaturan, kedaulatan negara
pangkal dengan menggunakan kedua pulau mempunyai akibat lain dalam hukum,
tersebut sebagai titiknya maka jelas bahwa yakni wewenang untuk melakukan
perairan Indonesia yang ada dalam penuntutan atas pelanggaran-pelanggaran
Undangundang Nomor 6 Tahun 1996 ketentuan perundang-undangan umum
sebagai tindak lanjut peratifikasian negara pantai baik dibidang pidana
UNCLOS 1982 mengalami perubahan. maupun perdata. Wewenang untuk
Karena yang dimaksud dengan perairan memaksakan pentaatan terhadap hukum
Indonesia adalah laut territorial Indonesia demikian dinamakan yurisdiksi yang bisa
berupa yurisdiksi kriminal dan perdata.
Popi Tuhulele, Pengeruh Putsan Mahkamah Internasional …………………. 68
Jurnal Sasi Vol. 17 No. 2 Bulan April - Juni 2011

2) Perairan Kepulauan Indonesia dan Perairan Dengan adanya perubahan posisi


Pedalaman Indonesia garis pangkal indonesia setelah keluarnya
Kedaulatan negara kepulauan putusan Mahkamah Internasional, maka
meliputi perairan yang dikelilingi oleh lebar landas kontinen Indonesia juga
garis-garis pangkal tersebut, termasuk mengikuti perubahan garis pangkal
udara di atasnya serta dasar laut di tersebut. Indonesia mengalami
bawahnya (Pasal 49). Namun tidak dapat pengurangan lebar landas kontinen
disimpulkan bahwa perairan kepulauan ini sebagaimana jika diukur dengan
sama dengan perairan pedalaman. Konsep Undangundang Nomor 6 tahun 1996 yang
perairan kepulauan adalah sesuatu yang mencantumkan kedua pulau tersebut
baru dalam hukum laut internasional. sebagai titik pengukuran. Hal inilah yang
Perairan seperti ini bersifat sui generis, sebenarnya tidak diinginkan
dimana tidak termasuk perairan pedalaman Indonesia.karena kekayaan dilandas
maupun laut territorial. Perbedaannya kontinen sangat besar artinya.
adalah bahwa perairan kepulauan tunduk 4) Zona Ekonomi Eksklusif
kepada suatu rezim khusus tentang Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE)
pelayaran dan lintas penerbangan. diartikan sebagai suatu daerah diluar laut
Pada kasus sengketa ini, jika teritorial yang lebarnya tidak boleh
Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan menjadi melebihi 200 mil diukur dari garis pangkal
pengukuran titik garis pangkal, maka yang digunakan untuk mengukur lebar laut
perairan yang ada pada sisi dalam dari teritorial ( pasal 55 dan 57 ). Menurut pasal
garis-garis pangkal yang terhubung akan 56, di ZEE negara pantai dapat menikmati
termasuk dalam perairan Indonesia. :
Dengan tidak dapat dijadikannya sebagai a. Hak-hak berdaulat untuk melakukan
titik penetapan garis pangkal, maka eksplorasi, eksploitasi konservasi dan
perairan yang tadinya menjadi perairan pengelolaan segala sumber kekayaan
Indonesia menurut Undang-undang alam di dasar laut dan tanah di
Nomer 6 tahun 1996 menjadi laut bawahnya serta pada perairan di
territorial Malaysia. Hal ini jelas suatu atasnya. Demikian pula terhadap semua
kerugian bagi posisi Indonesia. kegiatan yang ditujukan untuk tujuan
3) Batas Landas Kontinen eksploitasi secara ekonomis dari zona
Landas kontinen suatu negara tersebut (seperti produksi energi, air,
pantai adalah dasar laut dan tanah di arus dan angin).
bawahnya yang merupakan kelanjutan b. Yurisdiksi sebagaimana yang
daratan wilayahnya sampai jarak 200 mil ditetapkan dalam Konvensi ini, atas
dari garis dasar dan dalam hal tertentu pendirian dan penggunaan pulau-pulau
dapat sampai 350 mil laut, tergantung buatan, riset ilmiah kelautan serta
jarak tepian kontinennya (continental perlindungan lingkungan laut.
margin). Ketentuan ini terdapat dalam c. Hak-hak dan kewajiban lain
Pasal 76 Konvensi. Negara pantai sebagaimana yang ditetapkan dalam
mempunyai hak untuk melaksanakan Konvensi.
kedaulatannya atas landas kontinen untuk Pengaturan tentang penetapan
tujuan eksplorasi dan eksploitasi sumber batasbatas ZEE antara negara-negara yang
alamnya. Hak tersebut ekslusif dalam arti pantainya berhadapan maupun berdampingan
apabila negara pantai tidak diatur dalam Pasal 74 Konvensi. Penetapan
mengambilnya, tidak satupun negara batas tersebut harus ditetapkan melalui
diperkenankan melakukannya. perjanjian dengan didasarkan pada hukum
Popi Tuhulele, Pengeruh Putsan Mahkamah Internasional …………………. 69
Jurnal Sasi Vol. 17 No. 2 Bulan April - Juni 2011

internasional untuk mendapatkan penyelesain Para pihak dapat mencapai posisi yang pasti
yang adil. Apabila tidak dicapai suatu mengenai hukum laut negara masingmasing.
persetujuan, maka negara-negara yang Hal ini karena baik Indonesia maupun
bersangkutan harus menyelesaikan melalui Malaysia terikat UNCLOS 1982. Ketentuan
prosedur yang ditetapkan Konvensi mengenai yang dipergunakan para pihak harus
penyelesaian sengketa. mengacu pada konvensi ini.
Dengan adanya perubahan posisi garis Beberapa penyesuaian yang masih
pangkal Indonesia setelah keluarnya putusan harus dilakukan indonesia adalah:
Mahkamah Internasional, maka lebar ZEE 1) Revisi PP No.38 tahun 2002
Indonesia juga mengikuti perubahan garis Dalam Undang-undang perairan
pangkal tersebut. Indonesia mengalami Indonesia yang terbaru yakni
pengurangan lebar sebagaimana jika diukur Undangundang Nomor 6 tahun 1996.
dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun Pengaturan penjelas dari undang-undang
1996 yang mencantumkan kedua pulau ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor
sebagai titik-titik pengukuran. Artinya, hak- 38 tahun 2002 tentang Daftar Koordinat
hak yang diterima Indonesia di wilayah ini Geografis. Titik-titik garis pangkal
juga mengalami perubahan. kepulauan indonesia. Dalam PP tersebut
pulau Sipadan dan pulau Ligitan
4. Konsekuensi yang Harus Dilakukan dijadikan sebagai salah satu titik garis
Indonesia Pasca Keputusan Mahkamah pangkal kepulauan Indonesia. Disitu
Internasional disebutkan pada perairan Sulawesi, pulau
Selama proses sengketa berlangsung Ligitan berada pada posisi 04˚ 10′ 00″ LU
sejak tahun 1969 terjadi tumpang tindih 118˚ 53′ 50″ BT dan 04˚ 08′ 03″ LU 118˚
klaim terhadap wilayah laut disekitar pulau 53′ 01″ BT. Sedangkan pulau Sipadan
Sipadan dan pulau Ligitan. Indonesia dan pada posisi 04˚ 06′12″ LU 118˚ 38′ 02″
Malaysia memasukkan kedua pulau dalam BT.
wilayah masing-masing negara. Pada tahun Dengan demikian maka daftar koordinat
1979 Malaysia secara unilateral yang mencantumkan posisi Pulau Sipadan
mengeluarkan peta yang memasukkan pulau dan Pulau Ligitan tidak boleh lagi
Sipadan dan pulau Ligitan kedalam wilayah digunakan sebagai titik pengukuran garis
negaranya. Sedangkan Indonesia, pangkal Indonesia. Keduanya tidak boleh
memasukan pulau Sipadan dan Ligitan lagi dicantumkan dalam daftar resmi titik
dalam PP Nomor 38 tahun 2002 sebagai pangkal kepulauan Indonesia.
peraturan penjelasan dari Undang-Undang 2) Menentukan rencana posisi titik-titik garis
Nomor 6 tahun 1996 tentang Perairan pangkal yang baru disekitar perairan
Indonesia. Tindakan Malaysia dan Indonesia Sulawesi (disekitar pulau Sipadan dan
dilakukan dalam tenggang waktu menunggu Pulau Ligitan)
keputusan mahkamah internasional. Dengan Rencana perubahan yang harus
keluarnya putusan ini, maka menjadi dilakukan tetap mengacu pada PP Nomor
persoalan untuk diselesaikan kedua negara 38 tahun 2002 tentang daftar koordinat
mengenai klaim tumpang tindih mereka atas geografis Titik-titik garis pangkal
pengaturan hukum laut. kepulauan Indonesia. Berdasarkan
Karena permasalan hukum laut ini lampiran PP ini, posisi titik pangkal di
menyangkut dua negara, masalah ini harus perairan Sulawesi disekitar pulau Sipadan
diselesaikan secara bersama pula. dan Ligitan adalah :
Penyelesaian bersama akan mengakhiri 1. Tanjung Arang pada posisi 03˚ 27' 12″
klaim tumpang tindih yang selama ini ada. LU dan 117˚ 52’ 41″ BT
Popi Tuhulele, Pengeruh Putsan Mahkamah Internasional …………………. 70
Jurnal Sasi Vol. 17 No. 2 Bulan April - Juni 2011

2. Pulau Maratua pada posisi 02˚ 15’ 12″ perairan Sulawesi lebih mudah untuk
LU dan 118˚ 32’ 41″ BT ditentukan.
3. Pulau Sambit pada posisi 01˚ 46’ 53″ Yang perlu diperhatikan, posisi
LU dan 119˚ 02’ 26″ BT negara Indonesia dan Malaysia yang
Jika kita hubungkan dengan Pulau pantainya berhadapan di sekitar Pulau
Sipadan dan Ligitan, maka seharusnya Sipadan dan Pulau Ligitan,
titik-titik dasar perairan Sulawesi (di mengharuskan penentuan lebar laut
sekitar Pulau Sipadan dan Ligitan) adalah territorial ini melibatkan dua negara.
titik pulau Sipadan, Ligitan, Tanjung Sesuai Pasal 15 UNCLOS Indonesia dan
Arang, Pulau Maratua dan Pulau Sambit. Malaysia harus membuat suatu
Karena pulau Sipadan dan Ligitan tidak persetujuan penentuan batas laut
lagi termasuk wilayah Indonesia, maka territorial kedua negara.
titik-titik yang dipakai adalah Tanjung 4) Membuat rencana posisi batas kontinen
Arang, Pulau Maratua dan Pulau Sambit. Sejak tanggal 17 Februari 1969,
Dengan diperoleh titik-titik dasar Indonesia telah mengeluarkan Peraturan
pengukuran maka dapat ditentukan posisi Pemerintah tentang Landas kontinen
garis pangkal. Garis pangkal Indonesia Indonesia. Pengumuman ini pada
sebagai negara kepulauan ditarik dari pokoknya menyatakan bahwa : “.....
Pulau Sebatik menuju Tanjung Arang lalu segala kekayaan alam yang terdapat
ke Pulau Maratua. Posisi ini jelas berbeda pada dasar laut dan tanah di bawahnya
dengan posisi jika garis pangkal yang hingga kedalaman 200 meter atau lebih
ditarik menghubungkan Pulau Sebatik – hingga kedalaman yang masih
Pulau Ligitan- Pulau Sipadan – Tanjung memungkinkan eksploitasi merupakan
Arang – Pulau Maratua – Pulau Sambit. hak mutlak Republik Indonesia”.
Garis pangkal yang diterapkan Sayangnya, isi dari Pengumuman
pada titik-titik tadi adalah garis pangkal Pemerintah tentang Landas
lurus kepulauan. Hal ini sesuai dengan Kontinen tanggal 17 Februari 1969 yang
ketentuan Pasal 47 UNCLOS. Garis kemudian dikukuhkan dengan Undang-
pangkal ditarik dari titik-titik terluar undang No. 1 Tahun 1973 isinya tidak sesuai
pulau terluar Indonesia. Panjang lagi dengan UNCLOS 1982.
maksimal garis pangkal tadi tidak boleh Menurut Hakim Oda dalam descenting
melebihi 100 mil laut. Selain itu, opinion, berdasarkan critical date kasus ini
penarikan garis pangkal juga tidak boleh yakni tahun 1969 maka kasus perselisihan
menyimpang terlalu jauh dari konfigurasi penetapan batas landas kontinen dapat
kepulauan. diselesaikan dengan konvensi tahun 1958
3) Membuat rencana lebar laut territorial Pasal 6 ayat (1), khususnya mengenai
Pasal 3 ayat (2) Undang-undang Nomor 6 penggunaan baseline, apakah normal baseline
Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (garis pangkal biasa, berdasarkan air surut
menetapkan lebar laut territorial laut) ataukah straight baseline (garis pangkal
Indonesia adalah jalur selebar 12 mil lurus, yaitu garis yang menghubungkan titik-
yang diukur dari garis pangkal kepulauan titik terluar pantai pada waktu air surut).
Indonesia. Hal ini sesuai pasal Sedangkan ketentuan Pasal 84 juncto
4 UNCLOS lebar maksimum laut Pasal 74 UNCLOS yang menetapkan bahwa
territorial yang diperkenankan bagi suatu penentuan batas landas kontinen ditetapkan
negara adalah 12 mil laut. Dengan berdasarkan kesepakatan kedua negara
ditemukannya posisi garis pangkal yang berdasarkan prinsip hukum internasional
baru maka pengukuran garis pangkal di
Popi Tuhulele, Pengeruh Putsan Mahkamah Internasional …………………. 71
Jurnal Sasi Vol. 17 No. 2 Bulan April - Juni 2011

dimana yang dipakai adalah prinsip penerapan kedua belah pihak berpeluang sama untuk
jarak (distance criteria). mencapai solusi yang adil.
Rumusan yang sederhana ini berbeda Kekalahan Indonesia dalam sengketa
dengan konvensi tentang Batas Landas Pulau Sipadan dan Ligitan hendaknya
Kontinen 1958 yang secara tegas menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia.
menambahkan adanya keadaan khusus yang Langkah selanjutnya yang harus dilakukan
dapat mempengaruhi prinsip sama jarak Indonesia dengan, pembuatan peta yang
(equidistance principle) dalam penentuan memadai untuk didepositkan ke Sekjen PBB,
batas maritim. mengingat pentingnya kejelasan posisi
Titik temu permasalahan disini adalah, batas-batas wilayah negara terutama
ketika masing-masing pihak berunding untuk batasbatas lautnya. Agar memiliki kekuatan
menyelesaikan batas landas kontinen, secara hukum internasional dan
keduanya harus mempertimbangkan berbagai mengidentifikasi pulau-pulau terluar yang
aspek. Salah satu aspek yang penting bagi termasuk dalam wilayah Indonesia. Hal ini
para pihak adalah mengambil dasar hukum dikarenakan posisi pulau-pulau terluar
putusan Mahkamah Internasional dalam kasus dijadikan sebagai titik-titik pengukuran garis
Denmark dan Belanda. Kriteria apa saja yang pangkal. Terutama pada pulau-pulau yang
ditafsirkan oleh Mahkamah berbatasan langsung dengan wilayah negara
Intrenasional sebagai “keadaan khusus” tetangga.
maupun cara penetapan yang sesuai dengan
equitable solution.
DAFTAR PUSTAKA

Asvi Warman Adam dkk,1999, Konflik


Territorial di Negara-negara
C. P E N U T U P ASEAN, ppw LIPI, Jakarta
Albert. W. Koers, 1994, Konvensi PBB
Keputusan Mahkamah Internasional tentang Hukum Laut
ini membawa beberapa konsekuensi, bagi (Suatu Ringkasan), Konsorsium
kedulatan indonesia terutama pada wilayah Ilmu
disekitar perairan Sulawesi. Indonesia harus Hukum Departemen Pendidikan dan
melakukan perubahan posisi garis pangkal Kebudayaan, Gadjah Mada
kepulauannya yang sebelumnya telah diatur University Press, Yogyakarta
dalam hukum nasionalnya. Perubahan ini Adi Sumardiman, 1982, Beberapa Catatan
menyangkut posisi batas laut wilayah, batas tentang Penetapan Batas Wilayah
landas kontinen dan batas Zona Ekonomi Laut, dalam wawasan Nusantara,
Ekslusif. Mengacu pada UNCLOS 1982, Surya Indah, Jakarta
kepastian posisi masing-masing batas BPHN, 1988/1990, Himpunan Laporan Hasil
tersebut masih harus diselesaikan lebih lanjut Pengkajian Bidang Hukum Laut,
oleh para pihak karena Para pihak tidak Departemen Kehakiman,
boleh menetapkan secara unilateral. Jika Jakarta
indonesia merasa dirugikan batas-batas Burhan Tsani,1990, Hukum dan Hubungan
lautnya akibat kekalahan dalam kepemilikan Internasional, Liberty, Yogyakarta
pulau, peluang memperbaikinya ada dengan Boer mauna, 2003, Hukum Internasional
perundingan bilateral. Dalam Konvensi, pengertian , Peran dan Fungsi dalam
Era Dinamika Global,
Popi Tuhulele, Pengeruh Putsan Mahkamah Internasional …………………. 72
Jurnal Sasi Vol. 17 No. 2 Bulan April - Juni 2011

Alumni, bandung Pemasaran, Departemen Kelautan dan


D.J. Harris, 2004,Cases And Marerials on Perikanan, 2002
International Law, Edisi 6, Sweet An I Wyan Parthiana,2003, Pengantar Hukum
d Maxwell, London Internasional, Mandar
Dino Pati Djalal, 1996, The Geopolitics o Maju, Bandung
Indonesia’s Maritime I Made Andi Arsana, 2007,Batas Maritim
Territorial Policy, CSIS, Jakarta Antar Negara, Gadjah
Etty R. Agoes, Status Perbatasan Wilayah Mada university Perss, Yogyakarta
Negara Republik Indonesia dengan International Court of Justice (Merrits), Par
Negara Tetangga, makalah 149 at http;/www.icj-ijc.org
pembahasan pada “Dialog Kebijakan Lee Yong Leng,1978, Southeast Asia and the
Kelautan dan kebijakan Perikanan Law of the Sea, Singapore, University
Internasional: Masa Depan Press, Singapore
Perbatasan Indonesia-Singapura”, Litbang Kompas, 2002, Kronologi Sengketa
direktorat Kelembagaan Pulau Sipadan-Ligitan, Jakarta
Internasional, Dirjen Peningkatan
Kapasitas Kelembagaan dan
M. Dimyati Hartono,1983, Hukum Laut
Internasional, Yurisdiksi Nasional
Indonesia Sebagai Negara
Nusantara, Bina Cipta, Bandung
Mochtar Kusumaatmadja,2001, Rights Over
Natural Resources The Indonesian
Experiences, Alumni, Bandung,
Souvereignity Over Pulau Sipadan an
Ligitan case (Indonesia/Malaysia),
2002,
Sri Setianingsih Suwardi, 2004, Pengantar
Hukum organisasi internasional, UI
Press, Jakarta
Sri Seianingsih Suwardi, 2006, Penyelesaian
Sengketa Internasional, UI
Press,Jakarta
Sefriani, Posisi Indonesia atas Pulau
Sipadan dan Ligitan Ditinjau dari
UU No.4 Prp. Tahun 1960 dan Hukum Laut Internasional 1982,
makalah, 20 November 1993
Syahmin A.K.,1992, Hukum Internasional
Publik Dalam Kerangka Studi
Analitis, Binacipta, Bandung
Souvereignity over Pulau Sipadan and
Pulau Ligitan Case (Indonesia- Malaysia), 2002,
International Court of Justice at http://www.icj-cij.org
United Nations Konventions The Law of
The Sea 1982
Undang-Undang Nomor 4 Prp Tahun 1960

Anda mungkin juga menyukai