Anda di halaman 1dari 7

OTORITAS JASA KEUANGAN

Disusun Oleh :

Shinta Oktavia (2013)

BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Krisis moneter yang terjadi di Indonesia tahun 1997/1998 atau krisis keuangan
Asia mengakibatkan Indonesia melakukan pembenahan dalam sistem
keuangan dalam hal pengawasan khususnya. Dampak dari adanya krisis ini
sangat signifikan dari sector perbankan. Hal ini ditandai dengan adanya
banyak bank yang dilikuidasi dan melakukan penggabungan untuk mengatasi
krisis tersebut. Perbankan memegang peranan yang sangat penting dalam
suatu sistem keuangan negara.

Bank sendiri mempunyai peranan penting yaitu badan usaha yang berfungsi
untuk menghimpun dana dari masyarakat, baik dalam bentuk simpanan dan
menyalurkan kredit kepada masyarakat. Dengan adanya perbankan ini
diharapkan dapat meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan
stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.

Sebelum terjadinya krisis tersebut pengawasan dalam sector perbankan dan


lembaga keuangan lainnya dipegang oleh Bank Indonesia dan Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Untuk
memfokuskan dan memaksimalkan dalam pengawasan pemerintah
membentuk badan pengawas untuk lembaga keuangan baik lembaga keuangan
bank maupun lembaga keuangan non-bank.

Badan pengawas yang bertugas mengawasi dan melakukan pengawas terhadap


lembaga keuangan baik bank dan non-bank ini adalah Otoritas Jasa Keuangan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ini hadir berdasarkan pada pengesahan UU No.
21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan. Otoritas Jasa Keuangan,
yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas
dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud
dalam Undang- Undang No. 21 Tahun 2011.1

II. PERUMUSAN MASALAH

a. Kapan mulai berlakunya Otoritas Jasa Keuangan?

b. Apakah Ruang Lingkup Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan?

c. Bagaimanakah masa Transisi aktifnya Otoritas Jasa Keuangan?

III. METODE PENULISAN

Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis


normatif yaitu suatu penelitian yang secara deduktif dimulai analisa terhadap
pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur terhadap
permasalahan diatas. Penelitian hukum secara yuridis maksudnya penelitian
yang mengacu pada studi kepustakaan yang ada ataupun terhadap data
sekunder yang digunakan. Sedangkan bersifat normatif maksudnya penelitian
hukum yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan normatif tentang
hubungan antara satu peraturan dengan peraturan lain dan penerapan dalam
prakteknya.

Penulis akan menggunakan data sekunder dalam makalah ini yaitu studi pada
berbagai literature buku, peraturan perundang-undangan, jurnal dan berbagai
sumber data sekunder lainnya.2

1
Pasal 1 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2011

2
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum ( Jakarta: UI Press, 2008), hal 52
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Berdasarkan pada UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan,


Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga yang independen dan bebas
dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan.3 OJK adalah lembaga
yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas
dari campur tangan pihak lain.4

Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang melakukan pengawasan sangat


luas meliputi pengawasan terhadap bank, asuransi, dana pensuin, sekuritas,
modal ventura, dan perusahaan pembiayaan serta badan-badan lain yang
menyelenggaralan kegiatan dana masyarakat.5

Otoritas Jasa Keuangan akan mengawasi bank dan perusahaan-perusahaan jasa


keuangan lainnya, termasuk perusahaan-perusahaan asuransi, dana pensiun,
modal ventura, perusahaan jasa pembiayaan dan manajemen keuangan.6

Berdasarkan pada buku Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia


dalam Setengah Abad Terakhir disebutkan mengenai status hukum Otoritas
Jasa Keuangan yaitu pertama sebagai badan hukum yang independen, seperti
Bank Indonesia, yang memiliki sifat independen pada tingkat kewenangan dan

3
Pasal 1 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

4
Pasal 2 ayat (2) UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan

5
Dr. Dian Ediana Rae, Transaksi Derivatif dan Masalah Regulasi Ekonomi di Indonesia, (Jakarta:Elex
Media Komputindo), hal 89.

6
Hadi Soesastro, et.al, Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad
Terakhir, 2005, (Yogyakarta:Kanisius), hal 182.
operasional. Kedua, OJK sebagai badan hukum milik Negara yang memiliki
independensi seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan pada kewenangan
dan operasional. Ketiga, OJK merupakan sebuah lembaga yang
menyelenggarakan fungsi legislative yang memiliki sifat independen seperti
Bapepam dalam kewenangan dan tingkat operasionalnya.7

II. TUJUAN

OJK memiliki tujuan yang jelas yang termua dalam Pasal 4 UU No. 21 Tahun
2011 yaitu agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan dapat
terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel. OJK bertujuan
untuk melindungi kepentingan Konsumen dan masyarakat. OJK bertujuan
untuk mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan
stabil.8

OJK memiliki tujuan untuk memelihara peertumbuhan industri sector jasa


keuangan yang sehat, kompetitif, stabil efisien, dan aman sebagai modal utama
dalam perbaikan kesejahteraan Indonesia.9

III. FUNGSI, TUGAS DAN WEWENANG

OJK memiliki fungsi dalam OJK berfungsi menyelenggarakan sistem


pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di
dalam sektor jasa keuangan.

OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap beberapa


sector yaitu: Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

OJK mempunyai wewenang10:

7
Ibid.

8
Pasal 4 UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan

9
Hadi Soesastro, et.al, Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad
Terakhir, 2005, (Yogyakarta:Kanisius), hal 182.

10
Pasal 7 UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
a. Dalam hal pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang
meliputi:

perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar,


rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger,
konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank dan kegiatan
usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan
aktivitas di bidang jasa;

b. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:

likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal


minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman pada simpanan,
dan pencadangan bank, laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan
kinerja bank, sistem informasi debitur, pengujian kredit (credit testing) dan
standar akuntansi bank.

c. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati- hatian bank, meliputi:


manajemen risiko, tata kelola bank, prinsip mengenal nasabah dan anti
pencucian uang; dan pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan
perbankan.

d. Pemeriksaan bank

OJK menjalankan kewenangannya dengan cara:

Merumuskan dan menerapkan ketentuan dengan konsisten, merumuskan dan


menetapkan regulasi dan arahan jelas dan dapat dipahami, mengurangi tingkat
kejahatan di bidang jasa keuangan, bertindak secara trnasparan dan akuntabel, tidak
terlibta dalam kompetisi antar pelaku pasar, efesiensi biaya, bertindak adil,
meningkatkan pemahaman publik mengenai jasa keuangan.

Untuk melaksanakan tugas pengaturan, OJK mempunyai wewenang:

← Menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang


ini;
← Menetapkan peraturan perundang-undangan di
sektor jasa keuangan;
← Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
← Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di
sektor jasa keuangan;
← Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas
OJK;
← Menetapkan peraturan mengenai tata cara
penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan
dan pihak tertentu;
← Menetapkan peraturan mengenai tata cara
penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;
← Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur,
serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan
dan kewajiban; dan
← Menetapkan peraturan mengenai tata cara
pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Untuk melaksanakan tugas pengawasan OJK mempunyai wewenang:

← Menetapkan kebijakan operasional pengawasan


terhadap kegiatan jasa keuangan;
← Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang
dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;
← Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan,
perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga
Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa
keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-
undangan di sektor jasa keuangan;
← Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa
Keuangan dan/atau pihak tertentu;
← Melakukan penunjukan pengelola statuter;
← Menetapkan penggunaan pengelola statuter;
← Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang
melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-
undangan di sektor jasa keuangan; dan
← Memberikan dan/atau mencabut:
1. Izin usaha;

2. Izin orang perseorangan;

3. Efektifnya pernyataan pendaftaran;

4. Surat tanda terdaftar;

5. Persetujuan melakukan kegiatan usaha;

6. Pengesahan;
7. Persetujuan atau penetapan pembubaran; dan

8. penetapan lain,

BAB III

PEMBAHASAN

BAB IV

KESIMPILAN DAN SARAN

Anda mungkin juga menyukai