Anda di halaman 1dari 5

Sri Mulyani Bebaskan Pajak Dividen, Cek Syaratnya di Sini!

Vadhia Lidyana - detikFinance


Selasa, 02 Mar 2021 22:17 WIB

Jakarta -

Pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan insentif pajak lagi
untuk pengusaha. Kali ini adalah pembebasan pajak penghasilan (PPh) atas dividen yang berasal
dari dalam atau luar negeri yang diterima oleh wajib pajak (WP) dalam negeri.

Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 18/PMK.03/2021
tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang
Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Dikutip dari beleid tersebut, Selasa (2/3/2021) dividen bisa dikecualikan dari objek PPh dengan
syarat harus diinvestasikan di wilayah NKRI dalam jangka waktu tertentu. Ketentuan itu
tertuang dalam pasal 15 PMK tersebut.

Baca juga: Airlangga Sebut Relaksasi Pajak Dorong Angka Belanja Konsumen

Kemudian, di pasal 16 ayat (1) diatur bahwa dividen dari dalam atau luar negeri diinvestasikan
di wilayah NKRI kurang dari jumlah dividen yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang
pribadi dalam negeri, dividen yang diinvestasikan dikecualikan dari pengenaan PPh.

Adapun selisih dari dividen yang diterima atau diperoleh dikurangi dengan dividen yang
diinvestasikan dikenai PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya, pada pasal 17 diatur bahwa dividen yang berasal dari luar negeri sebagaimana
dimaksud dikecualikan dari objek PPh dengan syarat harus diinvestasikan atau digunakan untuk
mendukung kegiatan usaha lainnya di wilayah NKRI dalam jangka waktu tertentu.

Besaran dividen yang harus diinvestasikan kembali di Indonesia ialah sebesar 30% dari yang
diperoleh. Dividen itu harus diinvestasikan sebelum Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat
ketetapan pajak atas dividen tersebut sehubungan dengan penerapan ketentuan pada pasal 18
ayat (2) Undang-undang (UU) PPh.

Baca juga: Insentif Pajak Dikucurkan Biar Para Sultan Genjot Belanja

Berikut ini 12 investasi yang sudah ditetapkan pemerintah:


1. Surat Berharga Negara (SBN) Republik Indonesia (RI) dan Surat Berharga Syariah Negara
(SBSN) RI

2. Obligasi atau sukuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang perdagangannya diawasi oleh
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
3. Obligasi atau sukuk lembaga pembiayaan yang dimiliki oleh pemerintah yang
perdagangannya diawasi oleh OJK

4. Investasi keuangan pada bank perseps1 termasuk bank syariah

5. Obligasi atau sukuk perusahaan swasta yang perdagangannya diawasi oleh OJK

6. Investasi infrastruktur melalui kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU)

7. Investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang ditentukan oleh pemerintah

8. Penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia
sebagai pemegang saham

9. Penyertaan modal pada perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia
sebagai pemegang saham

10. Kerja sama dengan lembaga pengelola investasi

11. Penggunaan untuk mendukung kegiatan usaha lainnya dalam bentuk penyaluran pinjaman
bagi usaha mikro dan kecil di dalam wilayah NKRI sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang

usaha mikro, kecil, dan menengah; dan/ atau

12. Bentuk investasi lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(vdl/hns)
sri mulyani deviden pajak
1 Set Drum Tama Imperial Star Gratis dari detikcom! Cek di Sini!
Bisnis Seret, Bolehkah UMKM Tak Bayar Pajak Saat Pandemi?

Andi Saputra - detikNews


Jumat, 26 Feb 2021 07:57 WIB
0 komentar
SHARE   URL telah disalin
Ilustrasi (Foto: Edi Wahyono)
Jakarta - 
Pandemi Corona membuat ekonomi di seluruh dunia memasuki lorong gelap, tidak terkecuali di
Indonesia. Salah satu yang terkena imbasnya adalah usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Lalu bolehkah UMKM tidak bayar pajak dengan alasan pandemi?

Hal di atas menjadi salah satu pertanyaan yang diajukan pembaca detik's Advocate. Berikut
pertanyaan lengkapnya:

Bismillah,

Saya salah satu wirausahawan yang bergerak di bidang kuliner khususnya warung bakso.

Saya taat pajak namun semenjak pandemi, dampak sangat terasa pada penjualan warung kami.
Sehingga dengan terpaksa harus mengurangi karyawan demi meminimalisir pengeluaran yang
tidak sebanding dengap pendapatan.

Pertanyaan:

Karena beban kami sudah banyak dikala memutar otak untuk bertahan hidup saat pandemi ini,
bolehkah kami pelaku UMKM tidak bayar pajak restoran, PPN dan PB1 yang menurut kami
sangat memberatkan pelaku usaha di kala susah seperti ini?

Regards,

DA

Untuk menjawab pertanyaan di atas, detik's Advocate menghubungi kantor hukum ADAMS &
Co di bilangan Jenderal Sudirman, Jakarta. Berikut jawabannya:

Terima kasih atas pertanyaan dari saudara DA.

Mengenai UMKM tidak bayar pajak saat Pandemi apakah diperbolehkan? Untuk menjawab ini
maka kami sampaikan bahwa peraturan perundang-undangan yang terkait adalah Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2021 ("PMK 9/PMK.03/2021") Tentang Insentif Wajib
Pajak Terdampak Pandemi Corono Virus Disase 2019. Sehingga saudara sebagai UMKM berhak
mengajukan insentif pajak pada Pasal 5 ayat (1) dan (3) yang intinya menyebutkan PPh final atas
penghasilan untuk wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sesuai ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 ditanggung
Pemerintah.
Namun demikian kami agar melengkapi jawaban kami di atas, kami akan mejelaskan mengenai
Pajak Restoran, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan terkait UMKM sebagai
berikut :

1. Pajak Restoran

Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran ( Pasal 1 angka 22
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Dan Retribusi Daerah).

Sedangkan Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut
bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya
termasuk jasa boga/ katering ( Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang
Pajak Dan Retribusi Daerah).Kemudian besaran Pajak Restoran adalah 10 % (Pasal 40 UU
28/2009).

2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Mengenai PPN disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan
Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ("UU 42/2009") Pasal 4A ayat (2) UU
42/2009 disebutkan Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang
tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut:

".... c. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan
sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak,
termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; ...."

Sehingga untuk usaha Restoran apabila mengacu UU 42/2009 adalah menyediakan barang yang
tidak dikenakan PPN. Dan saat ini Pajak yang berlaku bagi usaha Restoran adalah Pajak
Restoran sebesar 10 %.

3. Pajak Penghasilan terkait UMKM

Kemudian setelah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 Tentang Pajak
Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang
Memiliki Peredaran Bruto Tertentu ("PP Nomor 23/2018") , maka UMKM saudara kami
asumsikan adalah wajib pajak orang pribadi (vide Pasal 3 ayat (1) PP Nomor 23/2018) dimana
yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak melebihi
Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak dikenai
Tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 0,5 %
(nol koma lima persen) sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 ayat (1) PP Nomor 23/2018.

Berdasarkan uraian diatas, maka saudara harus menyampaikan laporan realisasi PPh final
melalui lama www.pajak.go.id dengan format sesuai contoh pada lampiran PMK paling lambat
tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir (Pasal 6 PMK 9/PMK.03/2021).

Sebagai tambahan informasi, melalui pernyataan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani pada akun
siber di salah satu media sosial disebutkan "Melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor
9/PMK.03/2021 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus
Disease 2019, mulai 2 Februari 2021 Pemerintah memberikan perpanjangan insentif pajak untuk
membantu wajib pajak menghadapi situasi pandemi sampai dengan 30 Juni 2021"
Demikian penjelasannya. Semoga menjawab.

ADAMS & CO., Counsellors-at-Law

Wisma Bumiputera Level 15th


Jl Jendral Sudirman Kav 75
Jakarta Selatan 12910

Daftar Pustaka:

- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2021 Tentang Insentif Wajib Pajak Terdampak
Pandemi Corono Virus Disase 2019
- Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari
Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Dan Retribusi Daerah
- Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah

Anda mungkin juga menyukai