Anda di halaman 1dari 83

MODUL PELATIH

MODEL KESELAMATAN PASIEN DI PUSKESMAS PONED DALAM


IMPLEMENTASI KESEHATAN IBU DAN ANAK

Oleh :
DIEN GUSTA ANGGRAINI NURSAL
BP : 0930322003

PASCASARJANA S-3

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2017
BUKU“ Panduan Pelatih Modul Pelatihan Keselamatan Pasien di Puskesmas PONED
dalam Implementasi Keselamatan Ibu dan Anak”

Diterbitkan oleh:
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Andalas
Copyright ©2017
ISBN: 978-602-6668-01-1

Hak cipta dilindungi Undang-undang


Dilarang mengutip, memperbanyak dan menerjemahkan sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari
penulis dan penerbit.

Sanksi pidana atas pelanggaran Hak Cipta Pasal 72 dalam Undang-Undang R.I. No.19 Tahun 2002

1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1)
danayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulandan / atau denda paling sedikit Rp.1.000.000,00
(satujuta), atau pidana penjara paling lama 7 (Tujuh) tahun dan / atau denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan , atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil
pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan / atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami haturkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih

dan Penyayang dengan selesainya penyusunan Modul Pelatihan Keselamatan Pasien di

Puskesmas PONED dalam Implementasi Kesehatan Ibu dan Anak. Modul ini akan digunakan

oleh narasumber atau fasilitator sebagai acuan dalam kegiatan pelatihan keselamatan pasien

di Puskesmas PONED dalam implementasi Keselamatan Ibu dan Anak.

Modul ini tersusun dari 3 Bab terdiri dari: Bab I. Pendahuluan, Bab II. Pelatihan

Keselamatan Pasien di Puskesmas PONED dalam Implementasi Keselamatan Ibu dan Anak,

dan Bab III. Penutup. Pada bagian lampiran penulis melengkapi modul ini dengan rancang

bangun pembelajaran, rencana pelaksanaan pembelajaran, dan materi pelatihan.

Ucapan terima kasih dan penghargaan saya sampaikan kepada tim penyusun atas

tenaga dan pikiran yang dicurahkan untuk mewujudkan Modul ini. Penyempurnaan maupun

perubahan modul di masa mendatang senantiasa terbuka dan dimungkinkan demi

kesempurnaan Modul ini. Harapan kami tidak lain bahwa Modul ini dapat memberikan

manfaat.

Padang, Maret 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. ii

DAFTAR ISI........................................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL ....................................................................................................................v

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................. vi

BAB 1 : PENDAHULUAN ......................................................................................................1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 2

BAB 2 : PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN DI PUSKESMAS PONED DALAM


IMPLEMENTASI KESELAMATAN IBU DAN ANAK .....................................................3

2.1 Analisis Kebutuhan .......................................................................................................... 4

2.2 Desain Pelatihan............................................................................................................... 5

BAB 3 : PENUTUP ................................................................................................................16

3.1 Kelebihan Modul ........................................................................................................... 17

3.2 Kekurangan Modul ........................................................................................................ 18

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Struktur Program Pelatihan ........................................................................................ 7

Tabel 2.2 Deskripsi Materi Pelatihan Klasikal .......................................................................... 8

Tabel 2.3 Deskripsi Materi Pelatihan Praktikal ......................................................................... 8

Tabel 2.4 Jadwal Pelatihan Keselamatan Pasien di Puskesmas PONED dalam Implementasi

Keselamatan Ibu dan Anak ...................................................................................................... 10

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Prosedur Pelaksanaan Pelatihan ........................................................................... 12

Gambar 3.1 Risk Grading berdasarkan Probabilitas ................................................................ 48

Gambar 3.2 Risk Grading berdasarkan Dampak ..................................................................... 49

Gambar 3.3 Tindakan berdasarkan Hasil Risk Grading .......................................................... 50

vi
BAB 1 :

1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Terdapat banyak cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kompetensi

seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya. Salah satu cara untuk meningkatkan

kompetensi adalah dengan cara memberikan pelatihan. Pelatihan adalah proses pembelajaran

dalam rangka meningkatkan kinerja, profesionalisme, dan/atau menunjang pengembangan

karir bagi tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Pelatihan dalam

organisasi dimulai ketika seseorang bergabung dengan organisasi dan berlanjut selama

karirnya dalam organisasi tersebut. Program pelatihan harus merespon perubahan pekerjaan

dan mengintegrasikan rencana jangka panjang dan jangka pendek organisasi untuk

memastikan penggunaan sumber daya yang efisien dan efektif (Kaswan, 2011).

Pelatihan dapat dilakukan di tempat kerja atau di tempat lain yang disimulasikan

sebagai tempat kerja. Organisasi berkewajiban meningkatkan kompetensi semua tenaga

kesehatan yang bekerja pada organisasi tersebut, tetapi keberhasilan tenaga kesehatan dalam

mengikuti pelatihan tetap bergantung kepada kemauan dan motivasi mereka secara pribadi,

bukan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pihak lain, organisasi, maupun narasumber atau

fasilitator.

2
BAB 2 :

3
PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN DI PUSKESMAS PONED DALAM

IMPLEMENTASI KESELAMATAN IBU DAN ANAK

2.1 Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan atau penilaian kebutuhan (needs analysis/needs assessment)

merupakan kegiatan menganalisis untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan bagi

pengelola pelatihan, agar pelatihan yang akan dilakukan sesuai dengan kebutuhan peserta,

sehingga peserta antusias mengikuti pelatihan dan akhirnya tujuan pelatihan dapat tercapai.

Menurut Kaufman (2000), penilaian kebutuhan merupakan proses formal yang

mengidentifikasi kebutuhan sebagai kesenjangan (gap) antar hasil sekarang dengan hasil

yang diharapkan, yang menempatkan kebutuhan itu pada urutan prioritas yang didasarkan

pada biaya untuk memenuhi tiap-tiap kebutuhan dibandingkan biaya mengabaikannya, dan

menyeleksi kebutuhan yang paling penting (masalah atau peluang) untuk pengurangan atau

penghapusan. Analisis dilakukan untuk mewujudkan penggabungan dua kepentingan, yaitu

kepentingan peserta pelatihan untuk mendapatkan kompetensi dengan biaya terendah dan

kepentingan penyelenggara pelatihan untuk memberikan kompetensi dengan biaya terendah.

Identifikasi kebutuhan pelatihan dilakukan dengan observasi dan wawancara.

Observasi dilakukan dengan melihat rangkaian kegiatan pelatihan selama ini di Puskesmas

PONED. Hasil observasi tersebut kemudian diperkuat dengan wawancara terhadap tenaga

kesehatan yang bertugas. Observasi juga dilakukan terhadap pasien, terkait dengan rencana

pelatihan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan kepada pasien di Puskesmas PONED.

Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang dilaporkan pada Subdit Pelayanan Medis dan

Keperawatan Kementrian Kesehatan RI sampai Februari 2016 baru mencapai 289 laporan.

KTD terbanyak terjadi pada laki-laki, umur >30-65 tahun, memakai Jaminan Kesehatan

4
Nasional (JKN). Berupa 43,67% Kejadian Nyaris Cedera (KNC) dalam bentuk kesalahan

pemberian obat (29,2%), pasien jatuh (23,4%), batal operasi (14,3%), kesalahan identifikasi

pasien (11%), kesalahan pemeriksaan laboratorium (8,4%) dan kesalahan pemeriksaan

rontgen (5,2%). Semua laporan berasal dari rumah sakit, laporan dari fasilitas kesehatan lain

seperti Puskesmas belum ada.

Melalui salah satu penelitian yang dilakukan oleh Martin November (2008) dalam

“Physician-Reported Adverse Events and Medical Errors in Obstetrics and Gynecology”

disebutkan bahwa selama pelaksanaan penelitian, dilaporkan 82 kejadian di bagian Obstetri

dan Ginekologi, 56% diantaranya terjadi pada bagian Obstetri dan 44% lainnya terjadi pada

bagian Ginekologi, dimana 7 diantaranya adalah kejadian tidak diharapkan (KTD), 38

diantaranya adalah kejadian yang berpotensi menjadi kejadian tidak diharapkan, sedangkan

26 sisanya merupakan error tanpa cedera.

Kondisi yang telah dijabarkan di atas menjadi catatan permasalahan yang tidak boleh

diabaikan, sehingga sebagai tenaga pendidik dan pemerhati pelayanan terhadap pasien perlu

dipikirkan solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut. Salah satu kegiatan yang

dapat dilakukan adalah dengan menyusun rencana pengembangan sikap terhadap tenaga

kesehatan di Puskesmas PONED, yang salah satunya adalah dalam bentuk pelatihan. Demi

meningkatkan mutu pelayanan yang dilakukan tenaga kesehatan terhadap pasien, maka

penulis merasa tertarik untuk menyusun sebuah modul yang dapat digunakan dalam rangka

meningkatkan kualitas pelayanan pasien, khususnya dalam program keselamatan pasien di

Puskesmas PONED dalam implementasi Keselamatan Ibu dan Anak.

2.2 Desain Pelatihan

Merencanakan sebuah pelatihan tidak hanya merencanakan materi yang akan

disajikan kepada peserta pelatihan, terdapat hal-hal lain yang perlu dipersiapkan dalam

5
sebuah diesain pelatihan, yaitu: (1) menyusun struktur program pelatihan yang terdiri dari

struktur program pelatihan klasikal dan praktikal; (2) deskripsi struktur program tersebut

dilanjutkan dengan membuat rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP) pelatihan; (3)

jadwal; dan (4) evaluasi materi. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Struktur Program

Struktur program disusun setelah mengetahui tujuan umum dari sebuah

pelatihan. Tujuan umum dari pelatihan keselamatan pasien ini adalah peserta

diharapkan mampu melaksanakan kegiatan keselamatan pasien di Puskesmas

PONED sebagai implementasi dari program Keselamatan Ibu dan Anak.

Selanjutnya, tujuan khusus yang diharapkan adalah peserta mampu:

a. Menjelaskan konsep keselamatan pasien (patient safety) dalam pelayanan

kesehatan, khususnya dalam pelayanan Keselamatan Ibu dan Anak.

b. Menjelaskan konsep Keselamatan Ibu dan Anak berbasis keselamatan pasien

(patient safety).

c. Menjelaskan konsep keselamatan pasien (patient safety) di Puskesmas

PONED.

d. Mengimplementasikan standar keselamatan pasien (patient safety) di

Puskesmas PONED.

e. Mengimplementasikan sasaran keselamatan pasien (patient safety) di

Puskesmas PONED.

Struktur program pelatihan ini dilaksanakan selama 3 hari, yang terdiri

dari program pelatihan klasikal selama dua hari dan program pelatihan praktikal

selama satu hari. Struktur program pelatihan keselamatan pasien di Puskesmas

PONED dalam implementasi Keselamatan Ibu dan Anak dijelaskan pada tabel

berikut ini:

6
Tabel 2.1 Struktur Program Pelatihan

JUMLAH
NO. MATERI
T P Total
A Materi Dasar (MD)
1 Konsep Keselamatan Pasien 1 - 1
Total “A” 1 1
B Materi Inti (MI)
1 Deteksi Insiden di Puskesmas 1 1 2
PONED
2 Mitigasi Keselamatan Pasien 1 1 2
3 Pengelolaan Risiko 1 1 2
Keselamatan Pasien
4 Peran Kepemimpinan dalam 1 - 1
Keselamatan Pasien di
Puskesmas PONED
5 Fokus Keselamatan Pasien 1 1 2
oleh Tenaga Kesehatan
6 Audit Internal Keselamatan 1 1 2
Pasien di Puskesmas PONED
7 Implementasi Keselamatan 1 1 2
Pasien di Puskesmas PONED
Total “B” 7 6 13
C Materi Penunjang (MP)
1 BLC - 1 (PL) 1
2 RPL - 1 (PL) 1
Total “C” - 2 2
Total “A+B+C” 8 8 16

Keterangan : 1. T : Teori

2. P : Praktik (studi kasus, roleplay, dll)

3. PL : Praktik Lapangan

4. 1 JPL adalah 60 menit.

2. Deskripsi Program Pelatihan

Deskripsi materi pelatihan yang diberikan melalui ceramah, diskusi, dan

tanya jawab (pelatihan klasikal) yang disampaikan oleh narasumber atau

fasilitator agar peserta pelatihan memahami konsep materi pelatihan yang dibahas.

Deskripsi materi pelatihan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

7
Tabel 2.2 Deskripsi Materi Pelatihan Klasikal

No. Materi Deskripsi


1 Konsep dasar Bagian ini membicarakan tentang definisi dan komponen-
keselamatan pasien di komponen keselamatan pasien, deteksi insiden di Puskesmas
Puskesmas PONED PONED, mitigasi keselamatan pasien, pengelolaan risiko
keselamatan pasien, peran kepemimpinan dalam
keselamatan pasien di Puskesmas PONED, fokus
keselematan pasien oleh tenaga kesehatan, audit internal
keselamatan pasien di Puskesmas PONED, dan
implementasi keselamatan pasien di Puskesmas PONED.
2 Evaluasi pembelajaran Evaluasi dilakukan dengan melakukan pre-test sebelum
pembelajaran klasikal dan melakukan post-test setelah
pembelajaran klasikal.
Deskripsi materi pelatihan yang diberikan melalui demonstrasi program

keselamatan pasien yang disampaikan oleh narasumber atau fasilitator dan

diredemonstrasi oleh peserta pelatihan. Deskripsi materi pelatihan dapat dilihat

pada tabel berikut ini:

Tabel 2.3 Deskripsi Materi Pelatihan Praktikal

No. Materi Deskripsi


1 Perencanaan Pada bagian ini dijelaskan kegiatan yang akan dilakukan
pembelajaran klasikal peserta selama proses pembelajaran, apa langkah-langkah
yang akan dilalui dalam rangka penerapan program
keselamatan pasien di Puskesmas PONED dalam
implementasi Keselamatan Ibu dan Anak.
2 Pelaksanaan Pada bagian ini narasumber atau fasilitator
pembelajaran praktikal mendemostrasikan penggunaan modul yang diperhatikan
oleh seluruh peserta pelatihan. Peserta disarankan
menanyakan bagian-bagian yang kurang dipahami yang
kemudian dijelaskan oleh narasumber atau fasilitator.
3 Redemonstrasi Narasumber atau fasilitator memberi kesemapatan kepada
beberapa orang peserta pelatihan untuk mendemonstrasikan
kembali pelaksanaan program keselamatan pasien dengan
mengacu pada model yang telah disiapkan. Pada bagian ini
narasumber atau fasilitator menanyakan kepada peserta
alasan dari praktik yang mereka lakukan.
4 Refleksi Narasumber atau fasilitator memberi kesempatan kepada
seluruh peserta untuk melakukan praktik mandiri dan
diskusi berkelompok pada bagian-bagian yang belum
dipahami.
5 Evaluasi pembelajaran Pada bagian ini narasumber atau fasilitator memilih salah
satu dari peserta untuk melakukan praktik penerapan
program keselamatan pasien di Puskesmas PONED dalam
implementasi Keselamatan Ibu dan Anak.

8
3. Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pelatihan

RPP menggambarkan tujuan pelatihan, materi pokok, rangkaian kegiatan

pembelajaran dalam pelatihan membahas tentang kegiatan pembelajaran dalam

pelatihan yang terdiri dari kegiatan peserta dan fasilitator, media yang digunakan,

metode pembelajaran pelatihan, alokasi waktu dan evaluasi RPP dapat dilihat

pada lampiran modul ini. Tujuan pelatihan yang dirancang menggabungkan tiga

tujuan, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Setelah tujuan pembelajaran

dirumuskan, disusun rangkaian kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan

selama pelatihan berlangsung.

Pada kegiatan pelatihan, metode pembelajaran disusun sesuai dengan

langkah-langkah pembelajaran, baik pembelajaran klasikal maupun praktikal,

serta tujuan dan materi pelatihan. Agar peserta dapat memahami dan

mempraktikan pelatihan keselamatan pasien tersebut. Pelatihan dilakukan dengan

metode ceramah, tanya jawab, diskusi, demonstrasi, redemonstrasi (roleplay), dan

evaluasi. Media pembelajaran dalam pelatihan disesuaikan dengan metode yang

digunakan, tujuan dan materi pelatihan yang disampaikan dalam bentuk

powerpoint untuk presentasi materi.

9
4. Jadwal Pelatihan

Tabel 2.4 Jadwal Pelatihan Keselamatan Pasien di Puskesmas PONED dalam Implementasi Keselamatan Ibu dan Anak

No. Jam Kegiatan/Materi Penanggung Jawab/Narasumber Ket.


HARI PERTAMA
1 07.30 – 08.00 Registrasi Peserta
2 08.00 – 08.30 Pembukaan dan overview pelatihan
3 08.30 – 09.00 Pre-test
- Membangun Komitmen Belajar (BLC)
4 09.00 – 10.00
- Ice Breaking
5 10.00 -- 10.15 Coffee Break
Materi I:
6 10.15 – 10.45 dr. Dien Gusta Anggraini Nursal, MKM
Keselamatan Pasien
Materi II:
7 10.45 – 11.15 dr. Dien Gusta Anggraini Nursal, MKM
Deteksi Insiden di Puskesmas PONED
Materi III:
8 11.15 – 11.45 dr. Dien Gusta Anggraini Nursal, MKM
Mitigasi Keselamatan Pasien
Materi IV:
9 11.45-12.15 dr. Dien Gusta Anggraini Nursal, MKM
Pengelolaan Risiko Keselamatan Pasien
10 12.15 – 13.30 ISHOMA
Praktikum Studi Kasus Keselamatan
11 13.30-15.30 dr. Dien Gusta Anggraini Nursal, MKM
Pasien di Puskesmas PONED.
HARI KEDUA
1 07.30 – 08.00 Registrasi Peserta
Materi V:
Peran Kepemimpinan dalam
2 08.00 – 08.30 dr. Dien Gusta Anggraini Nursal, MKM
Keselamatan Pasien di Puskesmas
PONED
3 08.30 – 09.00 Materi VI: dr. Dien Gusta Anggraini Nursal, MKM

10
Fokus Keselamatan Pasien oleh Tenaga
Kesehatan
Materi VII:
09.00 – 09.30 Audit Internal Keselamatan Pasien di dr. Dien Gusta Anggraini Nursal, MKM
Puskesmas PONED
Materi VIII:
9.30 – 10.00 Implementasi Keselamatan Pasien di dr. Dien Gusta Anggraini Nursal, MKM
Puskesmas PONED
4 10.00 – 10.15 Coffee Break
Praktikum Pengisian Laporan Insiden
5 10.15 – 11.45 Keselamatan Pasien di Puskesmas dr. Dien Gusta Anggraini Nursal, MKM
PONED
dr. Dien Gusta Anggraini Nursal, MKM/ Kepala Puskesmas/
11.45 –12.15 Rencana Tindak Lanjut (RTL) Dinas Kesehatan Kota Padang, Dinas Kesehatan Propinsi
Sumatera Barat.
7 12.15 – 13.15 ISHOMA
8 13.15 – 13.45 Post-test
9 13.45 Penutupan

11
5. Pelaksanaan Pelatihan

Prosedur pelaksanaan pelatihan keselamatan pasien di Puskesmas PONED

dalam implementasi Keselamatan Ibu dan Anak dapat dilihat pada bagan sebagai

berikut:

Gambar 2.1 Prosedur Pelaksanaan Pelatihan

Model kegiatan pelatihan keselamatan pasien di Puskesmas PONED dalam

implementasi Keselamatan Ibu dan Anak diuraikan dengan penjelasan sebagai

berikut:

a. Registrasi

Kegiatan registrasi pada pelatihan diawali dengan pengisian biodata

oleh peserta. Pada bagian ini peserta mengisi form yang sudah disediakan,

yang terdiri dari nama lengkap (dengan gelar unntuk mengetahui pendidikan

terakhir peserta). Peserta juga mendapatkan training kit (kit pelatihan) berupa

tas yang berisikan pena, buku catatan, kokarde, dan modul untuk peserta

pelatihan. Kemudian peserta memasuki ruangan pelatihan dan mengisi daftar

hadir (diisi pada setiap materi pelatihan).

b. Pembukaan

Pelatihan dibuka oleh pihak berwenang dalam organisasi terkait.

Pelatihan ini dibuka secara resmi oleh Ketua Dinas Kesehatan Kota Padang

dam diawali dengan pembacaan Ayat Suci Al-Qur’an dan doa untuk

12
kelancaran kegiatan pelatihan. Peneliti menyampaikan program pelatihan,

tujuan, metode, dan proses pelaksanaan kegiatan pelatihan secara keseluruhan.

Peserta pelatihan diminta untuk fokus dan serius mengikuti pelatihan

sehingga materi yang diberikan bisa dipahami dan semua peserta mampu

menggunakan modul pelatihan yang diberikan dan menerapkannya pada saat

melaksanakan tugas sebagai tenaga kesehatan di Puskesmas PONED.

c. Pre-test

Sebelum materi pelatihan diberikan, narasumber atau fasilitator perlu

mengetahui pemahaman peserta tentang konsep keselamatan pasien di

Puskesmas PONED. Soal-soal yang disiapkan untuk pelaksanaan pre-test

dibagikan oleh narasumber atau fasilitator setelah dijelaskan tujuan dan

strategi pelaksanaan test. Pre-test dilakukan hanya untuk mengetahui

kemampuan awal peserta, perlu dijelaskan kepada peserta bahwa hasil test

tersebut tidak akan mempengaruhi kegiatan pelatihan dan tidak merugikan

peserta. Soal pre-test berjumlah 10 buah soal dalam bentuk essay yang akan

dijawab oleh peserta dalam waktu 30 menit.

d. Pelatihan klasikal

Pada bagian ini narasumber atau fasilitator mulai memberikan materi

pelatihan sesuai dengan Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang

telah dibuat. Materi dibuat dan disajikan dengan media seperti powerpoint dan

disampaikan secara sistematis berdasarkan materi berikut ini:

1) Keselamatan pasien

2) Deteksi insiden di Puskesmas PONED

3) Mitigasi keselamatan pasien

4) Pengelolaan risiko keselamatan pasien

13
5) Peran kepemimpinan dalam keselamatan pasien di Puskesmas PONED

6) Fokus keselematan pasien oleh tenaga kesehatan

7) Audit internal keselamatan pasien di Puskesmas PONED

8) Implementasi keselamatan pasien di Puskesmas PONED

e. Post-test

Setelah materi pelatihan diberikan, narasumber atau fasilitator

melakukan post-test terhadap peserta pelatihan sebagai evaluasi dari

penyampaian materi pelatihan yang bertujuan untuk mengetahui apakah

peserta pelatihan telah memahami materi yang telah disampaikan narasumber

atau fasilitator. Soal-soal yang diberikan pada saat post-test ini sama dengan

soal yang dijawab peserta pada saat pre-test yang juga dilakukan dalam waktu

30 menit.

f. Pelatihan praktikal

Pada bagian ini narasumber atau fasilitator mulai memberikan materi

pelatihan sesuai dengan Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang

telah dibuat. Materi disampaikan secara sistematis oleh narasumber atau

fasilitator berdasarkan modul yang sudah dibagikan pada peserta, materi

disampaikan dengan metode demonstrasi oleh fasilitator, diperhatikan secara

seksama oleh peserta pelatihan. Peserta diminta langsung menanyakan bagian-

bagian yang kurang dipahami secara langsung dan dijawab serta dijelaskan

oleh narasumber, dengan rincian sebagai berikut:

1) Penerapan keterampilan deteksi insiden, mitigasi keselamatan pasien,

pengelolaan risiko, dan audit internal keselamatan pasien di Puskesmas

PONED.

14
2) Penerapan keterampilan intrapersonal oleh tenaga kesehatan dalam

pelaksanaan program keselamatan pasien di Puskesmas PONED.

g. Evaluasi

Penilaian dilakukan langsung setelah kegiatan pelatihan dilaksanakan.

Narasumber atau fasilitator meminta beberapa orang peserta untuk melakukan

penerapan program keselamatan pasien tanpa menggunakan modul yang telah

dibagikan. Evaluasi dihentikan pada saat fasilitator mengatakan bahwa peserta

yang melaksanakan kegiatan tersebut sudah bisa dan mampu menjawab

pertanyaan fasilitator terkait dengan materi pelatihan praktikal.

15
BAB 3 :

16
PENUTUP

3.1 Kelebihan Modul

Buku ini dapat digunakan langsung sebagai acuan oleh narasumber atau fasilitator

dalam melaksanakan pelatihan. Narasumber atau fasilitator sebelumnya membaca dan

memahami modul ini sehingga pelaksanaan kegiatan pelatihan berjalan dengan efisien dan

efektif. Efisiensi dari segi waktu sangat membantu, karena narasumber atau fasilitator sudah

dipandu dengan jelas sistematikanya. Mulai dari kegiatan registrasi sampai dengan evaluasi

kegiatan pelatihan.

Produk ini merupakan panduan terbaru yang dapat digunakan oleh Puskesmas

PONED dalam melakukan pelatihan, khususnya kegiatan pelatihan keselamatan pasien di

Puskesmas PONED dalam implementasi Keselamatan Ibu dan Anak. Dengan mempelajari

modul ini, pihak Puskesmas PONED akan mudah melaksanakan pelatihan dengan memilih

narasumber atau fasilitator yang memahami pelatihan ini.

Modul ini dapat digunakan oleh Puskesmas PONED, narasumber atau fasilitator

dalam rangka pelaksanaan program keselamatan pasien dalam berbagai keadaan. Isi dari

modul dengan mudah dapat digunakan karena peneliti sudah mencoba menata struktur isi,

bahasa, dan implementasinya dalam bahasa sederhana, komunikatif, dan mudah dipahami.

17
3.2 Kekurangan Modul

Penggunaan waktu yang terlalu pendek mengakibatkan pelaksanaan pelatihan tergesa-

gesa da nisi modul ini belum mengupas materi secara detail karena penulis berharap peserta

pelatihan tidak terbebani dengan materi yang terlalu banyak. Selain itu, uji coba penggunaan

modul ini masih sangat minim, sehingga pada pelaksanaan evaluasi narasumber atau

fasilitator belum merasa modul ini maksimal, sehingga perlu dilakukan uji coba terlebih

langsung di Puskesmas PONED dan langsung dilakukan kepada pasien.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Destri, Nentien. 2017. Model Pelatihan Soft Skills bagi Perawat dalam Pengelolaan Stres
pada Pasien di Rumah Sakit. Padang: Universitas Negeri Padang.

2. Elfiandri, dkk. 2009. Soft Skill Bidan dan Perawat. Jakarta: Baduose Media.

3. Elfiandri, dkk. 2012. Pendidikan Karakter Kerangka, Metode dan Aplikasi untuk
Pendidik dan Profesional. Jakarta: Baduose Media.

4. M, Hernacky, Bobbi DP. 2001. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan
Menyenangkan. Bandung: Kaifa.

5. Hidayat, Alimul Aziz. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.

6. Joga, Tri Bambang Josef, dkk. Model Pengembangan Soft Skills Terintegrasi pada
Kurikulum Berbasis Kompetensi bagi Mahasiswa Politeknik Semarang: Jurnal
Pengembangan Humaniora Vol 13: 133. 2013.

7. Katzenbach, Jon R, and Smith, Douglas K. 1993. The Discipline of Team: Harvard
Business Review.

8. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Standar Penyelenggaraan Pelatihan


Tenaga Kesehatan dan Masyarakat di Bidang Kesehatan.

9. Lusier, Robert N. 2008. Human Relation in Organizations: Seventh Edition. New York:
The McGraw-Hill/Irwin.

10. Muhith, Abdul dan Abdul Nasir. 2011. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa: Pengantar dan
Teori. Jakarta: Salemba Medika.

11. Muir, Clive. 2004. Learning Soft Skills at Work: An Interview with Annalee Luhman.
Business Communication Quarterly.

12. Muqowim. 2012. Pengembangan Soft Skills Guru. Yogyakarta: Pedagogia.

13. Nursalam, dan Effendi Ferry. 2008. Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.

14. Rivai, Veithzal. 2009. Islamic Leadership: Membangun Super Leadership Melalui
Kecerdasan Spiritual. Jakarta: PT Bumi Aksara.

15. Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru.


Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

19
16. Selye, H. 1956. The Stress of Life. New York: McGraw-Hill Book Company.

17. Shirley, Bach. 2009. Communication and Interpersonal Skills for Nurses. Parkstone:
BEBC Distributor.

18. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R
& D. Bandung: Alfabeta.

19. Sule, Tisnawati Ernie dan Kurniawan Saefullah. 2012. Pengantar Manajemen Edisi
Pertama. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

20. Sumijatun. 2011. Membudayakan Etika dalam Praktik Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.

21. Waddel, Dianne. 2001. Organization Development & Change. Australia: Nelson
Australia Pty Ltd.

22. Widowo, Agus. 2013. Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi: Membangun Karakter
Ideal Mahasiswa di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Pustaka Pelataka.

23. Yura, Helen dan Mary B. Wals. Human Needa 3 and The Nursing Process. Appleton-
CenturY-Crofts.

20
21
Lampiran 1

RANCANG BANGUN PEMBELAJARAN KLASIKAL DAN PEMBELAJARAN PRAKTIKAL

1. Nama Diklat : PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN DI PUSKESMAS PONED DALAM

IMPLEMENTASI KESELAMATAN IBU DAN ANAK

2. Alokasi Waktu : 7 JPL @ 60 menit = 420 menit (Klasikal)

8 JPL @ 60 menit = 480 menit (Praktikal)

3 Deskripsi Singkat : Pelatihan ini membicarakan tentang konsep dasar keselamatan pasien di Puksesmas PONED

dalam implementasi Keselamatan Ibu dan Anak serta evaluasi kegiatan pelatihan

4. Tujuan Pembelajaran

Kompetensi Dasar : Setelah mengikuti pelatihan ini peserta mampu memahami konsep dasar keselamatan pasien di

Puksesmas PONED dalam implementasi Keselamatan Ibu dan Anak dan mampu melaksanakan

program keselamatan pasien di Puskesmas PONED

22
Indikator Alat Bantu atau
No. Materi Pokok Sub Materi Pokok Metode Waktu Referensi
Keberhasilan Media
1 Peserta mampu Konsep dasar 1. Definisi dan komponen-komponen 1. Ceramah 1. Laptop 7 JPL
menjelaskan keselamatan pasien di keselamatan pasien 2. Tanya jawab 2. LCD
konsep dasar Puskesmas PONED 2. Deteksi insiden di Puskesmas 3. Diskusi 3. Speaker
keselamatan PONED kelompok 4. Mic
pasien di 3. Mitigasi keselamatan pasien 4. Studi kasus 5. Handouts
Puskesmas 4. Pengelolaan risiko keselamatan pasien 6. ATK
PONED 5. Peran kepemimpinan dalam 7. Buku catatan
keselamatan pasien di Puskesmas 8. Kasus
PONED
6. Fokus keselamatan pasien oleh tenaga
kesehatan
7. Audit internal keselamatan pasien
8. Implementasi keselamatan pasien di
Puskesmas PONED
2 Peserta mampu Penerapan keselamatan 1. Demonstrasi program keselamatan 1. Demonstrasi 1. Laptop 8 JPL
menerapkan pasien di Puskesmas pasien di Puskesmas PONED 2. Redemonstrasi 2. LCD
program PONED 2. Redemonstrasi program keselamatan (roleplay) 3. Speaker
keselamatan pasien di Puskesmas PONED 4. Mic
pasien di 5. Handouts
Puskesmas 6. ATK
PONED 7. Buku catatan
8. Kasus
9. Panduan
roleplay

Padang, Maret 2017


Peneliti

dr. Dien Gusta Anggraini Nursal, MKM

23
Lampiran 2
RANCANG PELAKSANAAN PEMBELAJARAN I

1. Nama Diklat : PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN DI PUSKESMAS PONED DALAM


IMPLEMENTASI KESELAMATAN IBU DAN ANAK
2. Mata Diklat : Konsep dasar keselamatan pasien di Puskesmas PONED
3. Alokasi Waktu : 7 x 60 menit
4. Deskripsi Singkat : Materi tentang keselamatan pasien di Puskesmas PONED
5. Tujuan Pembelajaran
a. Kompetensi Dasar : Setelah mengikuti pelatihan ini peserta mampu menjelaskan konsep dasar keselamatan pasien di
Puksesmas PONED dalam implementasi Keselamatan Ibu dan Anak
b. Indikator Keberhasilan : 1) Menjelaskan definisi keselamatan pasien dan komponen keselamatan-komponen keselamatan
pasien
2) Menjelaskan deteksi insiden di Puskesmas PONED
3) Menjelaskan mitigasi keselamatan pasien
4) Menjelaskan pengelolaan risiko keselamatan pasien
5) Menjelaskan peran kepemimpinan dalam keselamatan pasien di Puskesmas PONED
6) Menjelaskan fokus keselamatan pasien oleh tenaga kesehatan
7) Menjelaskan audit internal keselamatan pasien
8) Menjelaskan implementasi keselamatan pasien di Puskesmas PONED
6. Materi Pokok
a. Konsep keselamatan pasien
b. Deteksi insiden di Puskesmas PONED
c. Mitigasi keselamatan pasien
d. Pengelolaan risiko keselamatan pasien
e. Peran kepemimpinan dalam keselamatan pasien di Puskesmas PONED
f. Fokus keselamatan pasien oleh tenaga kesehatan
g. Audit internal keselamatan pasien
h. Implementasi keselamatan pasien di Puskesmas PONED

24
7. Kegiatan Pembelajaran
Tahapan Kegiatan Alat Bantu Alokasi
No. Metode
Kegiatan Narasumber/Fasilitator Peserta atau Media Waktu
1 Pendahuluan 1. Memperkenalkan diri 1. Memperhatikan 1. Ceramah 1. Laptop 7 JPL
2. Mendeskripsikan latar belakang 2. Merespon dan memberikan 2. Tanya 2. LCD
dan tujuan pembelajaran pertanyaan dan tanggapan jawab 3. Speaker
3. Diskusi 4. Mic
kelompok 5. Handouts
4. Studi kasus 6. ATK
7. Buku
catatan
8. Kasus
2 Inti 1. Memberikan penjelasan tentang Mendengarkan penjelasan 4. Ceramah 1. Laptop
Membangun keselamatan pasien kepada peserta narasumber/fasilitator tentang 5. Tanya 2. LCD
Situasi pelatihan keselamatan pasien jawab 3. Speaker
6. Diskusi 4. Mic
2. Narasumber/fasilitator menjelaskan 1. Mendengarkan kelompok 5. Handouts
tugas kelompok 2. Bertanya 7. Studi kasus 6. ATK
3. Merespon 7. Buku catatan
8. Kasus

Padang, Maret 2017


Peneliti

dr. Dien Gusta Anggraini Nursal, MKM

25
Lampiran 3
RANCANG PELAKSANAAN PEMBELAJARAN II

1. Nama Diklat : PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN DI PUSKESMAS PONED DALAM


IMPLEMENTASI KESELAMATAN IBU DAN ANAK
2. Mata Diklat : Penerapan keselamatan pasien di Puskesmas PONED
3. Alokasi Waktu : 8 x 60 menit
4. Deskripsi Singkat : Materi tentang demonstrasi dan redemonstrasi keselamatan pasien di Puskesmas PONED
5. Tujuan Pembelajaran
a. Kompetensi Dasar : Setelah mengikuti pelatihan ini peserta mampu menerapkan keselamatan pasien di Puksesmas
PONED dalam implementasi Keselamatan Ibu dan Anak
b. Indikator Keberhasilan : Menerapkan keselamatan pasien di Puksesmas PONED dalam implementasi Keselamatan Ibu dan
Anak
6. Materi Pokok
a. Demonstrasi keselamatan pasien di Puksesmas PONED dalam implementasi Keselamatan Ibu dan Anak
b. Redemonstrasi keselamatan pasien di Puksesmas PONED dalam implementasi Keselamatan Ibu dan Anak
c. Refleksi keselamatan pasien di Puksesmas PONED dalam implementasi Keselamatan Ibu dan Anak

26
7. Kegiatan Pembelajaran
Tahapan Kegiatan Alat Bantu Alokasi
No. Metode
Kegiatan Narasumber/Fasilitator Peserta atau Media Waktu
1 Pendahuluan 1. Menjelaskan tujuan pembelajaran 1. Memperhatikan 1. Ceramah 1. Laptop 8 JPL
2. Mendeskripsikan latar belakang 2. Merespon dan memberikan 2. Tanya jawab 2. LCD
dan tujuan pembelajaran pertanyaan dan tanggapan 3. Diskusi 3. Speaker
kelompok 4. Mic
4. Demonstrasi 5. Handouts
5. Redemonstrasi 6. ATK
7. Buku catatan
8. Kasus
9. Panduan
roleplay
2 Inti 1. Memberikan demonstrasi tentang 1. Mendengarkan penjelasan 1. Ceramah 1. Laptop
Membangun keselamatan pasien kepada narasumber/fasilitator tentang 2. Tanya jawab 2. LCD
Situasi peserta pelatihan keselamatan pasien 3. Diskusi 3. Speaker
2. Melakukan demonstrasi dan kelompok 4. Mic
refleksi kegiatan keselamatan 4. Demonstrasi 5. Handouts
pasien 5. Redemonstrasi 6. ATK
7. Buku
2. Narasumber/fasilitator 1. Mendengarkan catatan
menjelaskan tugas kelompok 2. Bertanya 8. Kasus
3. Merespon 9. Panduan
roleplay

Padang, Maret 2017


Peneliti

dr. Dien Gusta Anggraini Nursal, MKM

27
28
A. Keselamatan Pasien

1. Definisi Keselamatan Pasien

The Institution of Medicine (IOM) menyatakan bahwa keselamatan adalah

freedom of accidental injury sebagai ranah pertama dari mutu. Menurut Komite

Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS), keselamatan adalah bebas dari bahaya,

sedangkan keselamatan pasien adalah pasien bebas dari cidera yang tidak seharusnya

terjadi atau bebas dari harm yang potensial akan terjadi (penyakit, cidera fisik, sosial,

mental, psikologis dan lain-lain).

Keselamatan Pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih

aman yang terdiri dari asesmen (penilaian) risiko, identifikasi dan pengelolaan dengan

hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,

kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi untuk

meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera akibat melakukan

sesuatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang seharusnya diambil.

2. Tujuan Keselamatan Pasien

Adapun tujuan dilaksanakannya Keselamatan Pasien di Puskesmas PONED

adalah sebagai berikut:

1. Terciptanya keselamatan pasien di Puskesmas PONED.

2. Meningkatkan akuntabilitas Puskesmas PONED terhadap pasien dan masyarakat.

3. Menurunnya Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di Puskesmas PONED.

4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan

kejadian yang tidak diharapkan.

29
3. Standar Keselamatan Pasien

Standar keselamatan pasien di Puskesmas PONED, dengan mengadopsi

standar keselamatan pasien rumah sakit, adalah sebagai berikut:

1. Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang

rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak

Diharapkan (KTD)

2. Mendidik pasien dan keluarga

3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan

program peningkatan keselamatan pasien

5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien

7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien

4. Standar Keselamatan Pasien

Demi tercapainya ketujuh standar keselamatan pasien, maka dilakukan tujuh

langkah menuju keselamatan pasien, berupa:

1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien dengan menciptakan

kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil.

2. Pimpin dan dukung staf dengan membangun komitmen dan fokus yang kuat dan

jelas tentang Keselamatan Pasien di Puskesmas PONED.

3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko dengan mengembangkan sistem dan

proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi dan asesmen hal yang

potensial bermasalah.

30
4. Kembangkan sistem pelaporan dengan cara memastikan staf dengan mudah dapat

melaporkan kejadian atau insiden.

5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien. Kembangkan cara-cara komunikasi

yang terbuka dengan pasien.

6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien. Dengan cara

mendorong staf untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana

dan mengapa kejadian itu timbul.

7. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien dengan

menggunakan informasi yang ada tentang kejadian atau masalah untuk melakukan

perubahan pada sistem pelayanan.

5. Sasaran Keselamatan Pasien

Sasaran Keselamatan Pasien di Puskesmas PONED bertujuan untuk

mendorong perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien. Penyusunan sasaran ini

mengacu kepada Sasaran Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Sasaran menyoroti

bagian-bagian yang bermasalah dalam pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti

serta solusi dari konsensus berbasis bukti dan keahlian atas permasalahan ini. Berikut

6 sasaran keselamatan pasien:

a. Sasaran I : Ketepatan Identifikasi Pasien

Maksud sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan yaitu, untuk

identifikasi pasien sebagai sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau

pengobatan dan untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu.

Kebijakan atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi

seorang pasien seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang

identitas pasien dengan barcode dan lain-lain.

31
b. Sasaran II : Peningkatan Komunikasi yang Efektif

Komunikasi efektif yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas dan yang

dipahami oleh pasien akan mengurangi kesalahan dan menghasilkan peningkatan

keselamatan pasien. Kebanyakan terjadi kesalahan komunikasi pada perintah

diberikan secara lisan atau melalui telepon dan pelaporan kembali hasil

pemeriksaan kritis seperti melaporkan hasil laboratorium melalui telepon ke unit

layanan. Kebijakan untuk prosedur lisan dan melalui telepon termasuk mencatat,

perintah yang lengkap, penerima perintah membacakan kembali (read back)

perintah atau hasil pemeriksaan dan mengkonfirmasi bahwa apa yang dituliskan

atau dibacakan sudah akurat.

c. Sasaran III : Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai (High-Alert)

Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high alert medication) adalah obat yang

sering menyebabkan terjadi kesalahan, obat yang berisiko tinggi menyebabkan

dampak yang tidak diinginkan seperti obat-obat yang terlihat mirip dan

kedengarannya mirip. Cara yang paling efektif untuk mengurangi kejadian

tersebut adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan obat yang perlu

diwaspadai termasuk memndahkan elektrolit konsentrat berupa MGSO4 dari unit

pelayanan pasien ke farmasi. Puskesmas PONED mengembangkan kebijakan atau

prosedur yang mengidentifikasi area mana saja yang membutuhkan elektrolit

konsentrat, pemberian label secara benar pada elektrolit dan bagaimana

penyimpanannya di area tersebut.

d. Sasaran IV : Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat Pasien Operasi

Komunikasi yang tidak efektif dan tidak adekuat antara anggota tim bedah,

kurang atau tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi dan tidak ada

prosedur untuk verifikasi lokasi operasi, kurang dalam asesmen pasien,

32
permasalahan yang yang berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak terbaca

sera pemakaian singkatan.

Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dibuat oleh orang yang

akan melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan masih sadar jika

memungkinkan. Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua kasus.

e. Sasaran V : Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan

Infeksi biasanya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk

infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah, dan pneumonia. Pusat dari

eliminasi infeksi ini maupun infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang

tepat.

f. Sasaran VI : Pengurangan Risiko Pasien Jatuh

Evaluasi pada pengurangan risiko pasien jatuh termasuk pada riwayat jatuh,

obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta

alat bantu berjalan yang digunakan pasien.

B. Deteksi Insiden di Puskesmas PONED

Insiden keselamatan pasien yaitu kejadian tidak teduga yang berkaitan dengan

keselamatan pasien yang dapat menimbulkan cedera, kecacatan bahkan kematian pada

pasien. Insiden keselamatan pasien juga dapat menimbulkan kerugian aset, kerusakan

peralatan, kehilangan waktu kerja, berkurangnya kualitas kerja dan dapat menimbulkan

kerugian bagi tempat pelayanan kesehatan. Insiden keselamatan pasien terdiri dari:

1. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD). KTD adalah insiden yang mengakibatkan

cedera pada pasien. Suatu kejadian yang tidak diharapkan yang dapat

mengakibatkan cidera pada pasien akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak

33
mengambil tindakan yang tidak seharusnya diambil dan bukan karena penyakit

dasar/kondisi pasien.

2. Kejadian Nyaris Cedera (KNC). Adalah terjadinya insiden yang belum sampai

terpapar ke pasien. Suatu kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan

(commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (imission),

yang dapat menciderai pasien, tetapi cidera serius tidak terjadi karena

“keberuntungan” (misalnya pasien menerima suatu obat kontra indikasi tetapi

tidak timbul reaksi obat), karena “pencegahan” (suatu obat dengan overdosis

lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum

obat diberikan) atau “peringanan” (suatu obat dalam dosis lethal diberikan,

diketahui secara dini lalu diberikan antidotnya).

3. Kejadian Tidak Cedera (KTC). Adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien

tetapi tidak menimbulkan cedera.

4. Kondisi Potensial Cedera (KPC). Adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk

menimbulkan cedera tetapi belum terjadi insiden

5. Kejadian Sentinel. Adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera

yang serius. Biasanya dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau

tidak dapat diterima seperti : operasi pada bagian tubuh yang salah. Pemilihan

kata sentinel terkait dengan keseriusan cidera yang terjadi sehingga pencarian

fakta pada kejadian ini mengungkapkan adanya masalah yang serius pada

kebijakan dan prosedur yang berlaku.

WHO dalam International Classification for Patient Safety Concept membagi tipe

insiden keselamatan pasien berdasarkan penyebabnya, yaitu:

34
1. Administrasi

Suatu insiden keselamatan pasien dapat terjadi pada pertukaran shift pekerja,

ruang tunggu, identifikasi pasien, perpindahan perawatan, penerimaan,

persetujuan perawatan, tanggap darurat dan lain lain. Masalah yang terjadi pada

insiden di bagian administrasi berupa tidak dilakukan ketika diperlukan, tidak

lengkap, tidak tersedia, pasien yang salah, kesalahan proses dan pelayanan.

2. Proses atau prosedur

Pada proses skrining/pencegahan, pemeriksaan rutin, diagnosis atau pemeriksaan,

pengobatan, investigasi, specimen dan lain-lain. Masalah yang terjadi pada insiden

di bagian Proses dan Prosedur klinis berupa tidak dilakukan ketika diperlukan,

tidak lengkap, tidak tersedia, pasien yang salah, kesalahan proses/ prosedur/

pengobatan dan kesalahan bagian tubuh.

3. Dokumentasi

Dokumen yang terlibat seperti permintaan, rekam medis, check list, form,

prosedur atau peraturan kebijakan, label, stiker, pita identifikasi, surat menyurat

dan pelaporan. Masalah yang terjadi berupa dokumen yang hilang atau tidak

tersedia, terlambat mengakses dokumen, dokumen yang salah, dokumen yang

tidak jelas/rancu/tidak terbaca, tidak lengkap.

4. Pelayanan terkait infeksi

Berasal dari bakteri, virus, jamur, parasit, dan lain-lain dengan tipe infeksi seperti

pada aliran darah, lokasi pembedahan, abses, pneumonia, cannule intravascular,

saluran pencernaan, jaringan lunak dan lain-lain.

5. Pengobatan/cairan

Pada saat pengobatan atau pengobatan menggunakan cairan, suatu insiden dapat

terjadi pada proses peresepan, persiapan pengobatan, pengemasan obat atau

35
cairan, pendistribusian, administrasi, penyimpanan dan monitoring. Insiden terkait

pengobatan atau cairan ini dapat disebabkan karena salah pasien, salah obat, salah

dosis, salah formulasi, salah rute masukan obat atau cairan, salah pada pelabelan

atau instruksi, kontradiksi, salah penyimpanan, obat kadaluwarsa, obat yang

merugikan dan lain-lain.

6. Darah/Produk Darah

Insiden terjadi terkait dengan darah atau produk darah dapat terjadi pada saat

percobaan transfusi darah, peresepan, pengemasan, pendistribusian, administrasi,

penyimpanan. Disebabkan karena salah pasien, salah darah, salah dosis atau

frekuensi, salah ukuran, salah instruksi atau label, kontraindikasi dan lain-lain.

7. Nutrisi

Insiden keselamatan pasien dapat terjadi pada pasien yang menjalankan diet biasa

ataupun diet spesial, hal ini terjadi pada saat peresepan makanan atau permintaan

terhadap makanan/nutrisi di rumah sakit, persiapan serta proses memasak,

pendistribusian, administrasi, penyimpanan dan lain-lain. Disebabkan karena salah

pasien, salah diet, salah jumlah, salah frekuensi pemberian makanan/nutrisi, salah

konsistensi dan kesalahan penyimpanan.

8. Oksigen/gas

Kegiatan seperti pemberian label, label warna dan indeks, peresepan, administrasi,

pendistribusian dan penyimpanan pada oksigen atau jenis gas lain dapat

menyebabkan terjadinya insiden pada pasien. Hal ini terjadi karena salah pasien,

kesalahan jenis gas yang diberikan, salah taksiran/arah/konsentrasi gas, salah

dalam metode pendistribusian, kontraindikasi, kontaminasi dan lan-lain.

36
9. Peralatan medis

Kesalahan dapat terjadi karena pengemasan yang buruk, kurangnya ketersediaan,

tidak bersih atau tidak steril, kegagalan pemakaian, kegagalan pengguna dan lain-

lain.

10. Kebiasaan/tingkah laku/tindakan

Kebiasaan/tingkah laku/tindakan yang dapat mengakibatkan insiden terjadi karena

kebiasaan yang dilakukan pasien maupun kebiasaan yang dilakukan oleh

staff/pemberi pelayanan kesehatan, diantaranya yaitu ketidakpatuhan, tidak dapat

bekerja sama, melakukan tindakan yang berisiko, permasalahan dalm penggunaan

bahan, gangguan, diskriminasi, kesalahan verbal dan lain-lain.

11. Kecelakaan pasien

Disebabkan oleh benda tumpul (kontak dengan objek, kontak dengan orang),

tusukan/penetrasi (goresan, tusukan, pemotongan), disebabkan mekanis (ledakan

suatu bahan, kontak dengan mesin), mekanisme termal (terlalu panas, terlalu

dingin), pernapasan (ancaman pernapasan, keterbatasan oksigen), paparan bahan

kimia (keracunan dan korosi bahan kimia), cedera lainnya (listrik, suara, getaran,

tekanan udara, gravitasi rendah)

12. Jatuh

Insiden pasien yang juga sering terjadi yaitu jatuh seperti tersandung, terpeleset,

collapse, kehilangan keseimbangan. Hal ini biasanya terjadi di tempat tidur, kursi,

toilet, pada saat terapi, di tangga, dan saat pasien dibawa/berpindah.

13. Infrastruktur/bangunan

Insiden yang disebabkan oleh infrastruktur atau bangunan terjadi karena gedung

yang tidak memadai, terjadinya kerusakan dan lain-lain.

37
14. Organisasi atau manajemen

Suatu insiden dapat juga terjadi disebabkan oleh manajamen dalam organisasi

pelayanan kesehatan, seperti pengaturan beban kerja, kualitas pemberian

pelayanan, ketersediaan sumber daya manusia, kerjasama tim dalam organisasi

dan kebijakan atau aturan yang berlaku dalam organisasi.

Telah banyaknya dilakukan program-program untuk meningkatkan mutu pelayanan

kesehatan, akan tetapi dalam pelayanan yang berkualitas tersebut masih ada yang

menimbulkan KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) yang berujung dengan tuntutan hukum.

Oleh sebab itulah diperlukan suatu program yang komprehensif dengan melibatkan pasien

berdasarkan haknya.

Deteksi Insiden adalah suatu proses memeriksa atau melakukan pemeriksaan dengan

menggunakan cara dan teknik tertentu untuk meminimalisir dan menghilangkan insiden

keselamatan pasien di Puskesmas. Deteksi insiden keselamatan pasien dibagi atas:

1. Keterlibatan manusia

a. Pelayanan kesehatan profesional

b. Petugas kesehatan

c. Pelayanan kegawatdaruratan

d. Pasien lain

e. Keluarga

f. Tenaga sukarela

g. Teman/pengunjung

2. Proses

a. Kesalahan pengenalan penyakit

b. Pergantian status pasien

c. Pergantian peralatan/mesin yang digunakan

38
d. Penilaian risiko proaktif

Depkes (2008), mengungkapkan bahwa faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya

insiden keselamatan pasien adalah faktor eksternal atau luar rumah sakit, faktor organisasi

dan manajemen, faktor lingkungan kerja, faktor tim, faktor petugas dan kinerja, faktor tugas,

faktor pasien, dan faktor komunikasi. Sementara itu, Agency for Healthcare Research and

Quality / AHRQ (2003), menyebutkan bahwa faktor yang dapat menimbulkan insiden

keselamatan pasien adalah komunikasi, arus informasi yang tidak adekuat, masalah SDM,

hal-hal yang berhubungan dengan pasien, transfer pengetahuan di rumah sakit, alur kerja,

kegagalan teknis, kebijakan dan prosedur yang tidak adekuat. Mulyana DS (2013) dalam

penelitiannya, menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap insiden

keselamatan pasien adalah sebagai berikut:

1. Karakteristik Individu

Karakteristik individu termasuk di antaranya adalah kualitas yang dibawa

individu tersebut ke dalam pekerjaan, seperti pengetahuan, tingkat keterampilan,

pengalaman, kecerdasan, kemampuan mendeteksi, pendidikan dan pelatihan, dan

bahkan sikap seperti kewaspadaan, kelelahan dan motivasi.

2. Sifat Dasar Pekerjaan

Sifat dasar pekerjaan merujuk pada karakteristik pekerjaan itu sendiri dan

meliputi pula sejauh mana prosedur yang digunakan terdefinisi dengan baik, sifat

alur kerja, beban pasien pada puncak dan tidak, ada atau tidak adanya kerja sama

tim, fungsional alat dan masa penyusutan, dan lain-lain.

3. Faktor Lingkungan Fisik

Faktor lingkungan fisik yang dimaksud berupa pencahayaan, suara,

temperature atau suhu ruangan, sususan tata ruang, dan ventilasi. Pengelolaan

gedung harus benar-benar memikirkan keselamatan, baik bagi pasien maupun staf

39
di dalamnya dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan lingkungan

berdasarkan ketentuan yang berlaku.

4. Faktor Interaksi antara Sistem dan Manusia

Faktor ini meliputi perlengkapan atau peralatan medis, lokasi atau peletakan

alat-alat, pengontrolan alat, pengontrolan perangkat lunak, penguasaan kertas

kerja, dan penguasaan teknologi informasi. Kesalahan medis sangat jarang

disebabkan oleh faktor kesalahan manusia secara individu, namun lebih banyak

disebabkan karena kesalahan sistem di institusi kesehatan yang menyebabkan

rantai dalam sistem terputus.

Interaki sistem dengan manusia menunjuk pada tata dimana dua sistem

berinteraksi atau berkomunikasi dalam ruang lingkup sistem. Seringkali terdapat

ketidaksesuaian antara desain control dan tampilan perangkat dengan kemampuan

serta pengetahuan pengguna sistem atau tenaga kesehatan itu sendiri.

5. Faktor Organisasi dan Lingkungan Sosial

Lingkungan organisasi merupakan lingkungan manusia di dalam organisasi

melakukan pekerjaan mereka. Lingkungan sosial yakni lingkungan organisasi

institusi kesehatan yang dapat menentukan kualitas dan keamanan pelayanan

tenaga kesehatan kepada pasien.

6. Faktor Manajemen

Faktor ini terdiri dari budaya keselamatan pasien, kemudahan akses personel,

pengembangan karyawan, kemampuan kepemimpinan, kebijakan kepemimpinan

dalam hal SDM, financial, peralatan, dan teknologi.

7. Lingkungan Eksternal

Faktor ini terdiri dari pengetahuan dasar, demografi, teknologi terbaru,

kebijakan pemerintah, tekanan ekonomi, kebijakan kesehatan, kesadaran

40
masyarakat, dan iklim politik. Tekanan eksternal dapat memberikan dampak

terhadap usaha meningkatkan keselamatan pasien.

Deteksi insiden sangat penting dalam pelaksanaan program keselamatan pasien di

Puskesmas PONED. Dengan mendeteksi insiden, maka pihak Puskesmas dapat segera

melakukan tindak mitigasi atau pencegahan terhadap terjadinya insiden tersebut. Berdasarkan

penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa insiden bisa terjadi akibat berbagai faktor.

Sehingga deteksi insiden sebaiknya tidak hanya dilakukan pada faktor dominan saja,

melainkan juga dilakukan pada faktor-faktor yang dianggap kecil sekalipun.

C. Mitigasi Keselamatan Pasien

Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko, baik melalui

pembangunan fisik maupaun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi risiko.

Mitigasi faktor adalah suatu tindakan atau keadaan yang mencegah perkembangan insiden

yang merugikan pasien. Mitigasi risiko adalah suatu kegiatan untuk menentukan pencegahan

atau solusi pada saat event risk terjadi. Mitigasi Risiko, terdiri dari 4 (empat) cara, yaitu

terima, kurangi, alihkan dan hindari.

1. Terima, adalah suatu solusi dengan cara membuat cadangan kerugian atau

membuat Disaster Recovery Plan, karena event risk tersebut tidak bisa dihindari

atau solusi yang harus dilakukan lebih mahal daripada dampak yang terjadi.

2. Kurangi, adalah suatu solusi dengan cara melakukan pencegahan, misalnya

dengan membuat SOP (Standar Operasional).

3. Alihkan, adalah suatu solusi dengan memindahkan risiko tersebut ke pihak lain.

4. Hindari, adalah suatu solusi dengan menghentikan aktivitas tersebut.

Sebagian besar insiden yang sering terjadi adalah kesalahan obat, insiden jatuh,

kesalahan diagnosa, human simulation training, kejadian tidak diharapkan (KTD), dan risiko

41
terhadap keselamatan. Adapun tindakan yang dapat dilakukan untuk meringankan risiko

adalah sebagai berikut:

1. Mengurangi jumlah dan tingkat kesalahan pengobatan

Obat merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi tingkat keselamatan

pasien dan intervensi pengurangan risiko. Intervensi tersebut berupa:

a. Entri dari dokter yang terkomputerisasi (CPOE)

b. Partisipasi apoteker setelah visit dokter

c. Education tools

d. Sistem pendukung keputusan klinis pada Personal Digital Assistant (PDA)

e. Teknologi bar-code

f. Program keselamatan keseluruhan organisasi

g. Teknologi smart-pump

h. Lembar peraturan yang terstruktur

i. The Breakthrough Series

j. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

2. Mengurangi jumlah dan tingkat insiden jatuh

a. Skrining pada saat penerimaan pasien

b. Pemeriksaan terhadap pasien yang dianggap memiliki risiko jatuh

c. Intervensi untuk semua pasien dengan cara memfasilitasi keselamatan pasien

di institusi kesehatan

d. Intervensi terhadap pasien yang dianggap memiliki risiko jatuh

e. Reassessment terhadap pasien yang mengalami insiden jatuh

3. Mengurangi kesalahan diagnosa

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi kesalahan diagnosa

adalah dengan cara menggunakan sistem peringatan terhadap diagnosis yang

42
berbasis web, dimana setelah dipergunakannya sistem ini, terjadi penurunan angka

kesalahan diagnosa yang signifikan, yakni dari 45,2% menjadi 32,7%.

4. Mengurangi jumlah dan tingkat KTD dan risiko

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi jumlah dan tingkat

KTD dan risiko adalah dengan cara pelaporan insiden, dimana pelaporan tersebut

harus sesuai dengan KTD atau risiko yang mungkin terjadi.

Mitigasi keselamatan pasien adalah upaya yang dilakukan untuk melihat bahaya yang

mungkin diterima oleh pasien. Mitigasi dirancang untuk meminimalisir dan menghilangkan

bahaya yang mungkin diterima pasien dalam perawatan pelayanan kesehatan. Mitigasi

keselamatan pasien dapat dibagi atas:

1. Mitigasi pada Pasien

a. Pemberian pertolongan

b. Manajemen perawatan

c. Pengarahan pasien

d. Pembelajaran pasien

e. Permintaan maaf

2. Mitigasi pada staf atau karyawan

a. Kepemimpinan yang baik

b. Kerja sama tim

c. Komunikasi efektif

d. Meghadirkan staf yang bersangkutan dengan insiden keselamatan pasien

e. Pembelajaran staf

f. Perubahan prilaku keselamatan pasien

3. Mitigasi pada organisasi

a. Prosedur kerja yang efektif

43
b. Ketersedian sarana dan prasarana manajemen

c. Pencatatan dan pelaporan insiden keselamatan pasien

4. Mitigasi pada penyebab insiden

a. Pengukuran dampak fisik dan lingkungan

b. Manajenem strategis untuk mengontrol infeksi

c. Kesalahan dalam perawatan

d. Kesalahan dalam penggunaan peralatan

D. Pengelolaan Risiko Keselamatan Pasien

Definisi risiko menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah akibat yang

kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu perbuatan atau tindakan.

Menurut Arthur J. Keown (2000), risiko adalah prospek suatu hasil yang tidak disukai

(operasional sebagai deviasi standar). Definisi risiko menurut Hanafi (2006) risiko

merupakan besarnya penyimpangan antara tingkat pengembalian yang diharapkan (expected

return–ER) dengan tingkat pengembalian aktual (actual return).

Menurut Darmawi (2008) tahapan pertama dalam proses manajemen risiko adalah

tahap identifikasi risiko. Identifikasi risiko merupakan suatu proses yang secara sistematis

dan terus menerus dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan timbulnya risiko atau

kerugian terhadap kekayaan, hutang, dan personil perusahaan. Proses identifikasi risiko ini

mungkin adalah proses yang terpenting, karena dari proses inilah, semua risiko yang ada atau

yang mungkin terjadi pada suatu proyek, harus diidentifikasi. Proses identifikasi harus

dilakukan secara cermat dan komprehensif, sehingga tidak ada risiko yang terlewatkan atau

tidak teridentifikasi. Dalam pelaksanaannya, identifikasi risiko dapat dilakukan dengan

beberapa teknik, antara lain:

44
a. Brainstorming

b. Questionnaire

c. Industry benchmarking

d. Scenario analysis

e. Risk assessment workshop

f. Incident investigation

g. Auditing

h. Inspection

i. Checklist

j. HAZOP (Hazard and Operability Studies)

Analisis kesalahan dan pembelajaran kesalahan merupakan hal yang sangat

berpengaruh dalam meningkatkan keselamatan pasien. Kontribusi dalam pengumpulan data

serta monitoring diperlukan dalam sebuah analisis keselamatan pasien. Pelaporan dapat

meningkatkan keselamatan pasien apabila:

a. Memberikan informasi terhadap bahaya (hazard) yang baru ditemukan. Misalnya

terjadi komplikasi akibat pemakaian obat baru.

b. Pembelajaran bagi pelayanan kesehatan sehingga insiden dapat diminimalisir atau

dapat dihindari.

c. Analisis dari banyak laporan dapat mengungkapkan tren yang belum dapat diakui

an bahaya yang memerlukan perhatian.

d. Memberikan banyak informasi atau pembelajaran dari kegagalan sistem yang

mendasar dan menghasilkan rekomendasi atau saran untuk praktek terbaik dalam

memberikan pelayanan kepada pasien.

Prinsip dalam sistem pelaporan dan pembelajaran kesalahan-kesalahan ini adalah

sebagai berikut:

45
a. Aturan mendasar dari sistem pelaporan ini adalah meningkatkan keselamatan

pasien dengan belajar dari kegagalan. Misalnya kesalahan dan cidera disebabkan

karena pengobatan.

b. Pelaporan harus aman bersifat non-punitive (bebas hukuman), seseorang yang

melaporkan suatu insiden atau kesalahan harus bebas dari ancaman dan hukuman.

c. Pelaporan dinilai apabila hal tersebut bersifat konstruktif atau membangun,

sekurang-kurangnya memberikan umpan balikuntuk menemukan dan analisis data

termasuk rekomendasi perubahan pada proses dan sistem keselamatan pasien di

pelayanan kesehatan.

d. Analisis yang bermakna, pembelajaran dan penyebaran informasi membutuhkan

keahlian. Organisasi pelayanan kesehatan penerima laporan harus mampu untuk

memberikan solusi, menyebarkan informasi dan membuat rekomendasi untuk

perubahan.

Puskesmas PONED wajib melakukan pencatatan dan pelaporan insiden yang meliputi

kejadian tidak diharapkan (KTD), kejadian nyaris cidera dan kejadian sentinel. Pelaporan

insiden mengadopsi pelaporan insiden di rumah sakit, yang terdiri dari:

a. Pelaporan internal, yaitu mekanisme atau alur pelaporan KPRS di internal rumah

sakit.

b. Pelaporan eksternal, yaitu pelaporan dari rumah sakit ke Komite Keselamatan

Pasien di Rumah Sakit. Pelaporan eksternal wajib dilakukan oleh rumah sakit

sesuai ketentuan dalam instrument akreditasi rumah sakit yaitu pada Instrumen

Akreditasi Administrasi dan Manajemen. Unit kerja keselamatan pasien rumah

sakit melakukan pencatatan kegiatan yang dilakukan dan pelaporan kegiatan

kepada direktur rumah sakit secara berkala.

46
Ada beberapa jenis pelaporan yang dapat dilakukan dalam hal keselamatan pasien,

yaitu sebagai berikut:

a. Mandatory reporting system adalah sistem pelaporan yang bertujuan membuat

petugas menjaga dan bertanggung jawab terhadap kinerjanya. Sistem pelaporan

ini difokuskan pada kesalahan yang berhubungan dengan cidera serius atau

kematian. Biasanya pelaporan ini dilaksanakan oleh pemerintah yang berwenang

melakukan investigasi kasus khusus dan memberikan hukuman tertentu.

b. Voluntary reporting system adalah sistem pelaporan yang dikhusukan pada

peningkatan sistem keselamatan pasien dan bertujuan mengidentifikasi serta

memperbaiki sistem yang buruk sebelum bahaya terjadi pada pasien. Pelaporan

ditujuan pada kesalahan yang sifatnya tidak menyebabkan bahaya pada pasien

atau kejadian yang menyebabkan bahaya sangat kecil. Laporan dikirmkan secara

rahasia dan tanpa hukuman. Sistem pelaporan ini sangat bermanfaat untuk

menganalisis kesalahan yang sering terjadi pada institusi pelayanan kesehatan

agar lebih siap melakukan deteksi berdasarkan data yang dimiliki.

Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) merekapitulasi laporan insiden

dari rumah sakit dan menjaga kerahasiaannya, melakukan kajian dan analisa dari laporan

insiden rumah sakit serta melakukan sosialisasi hasil analisis dan solusi masalah ke rumah

sakit-rumah sakit melakukan feedback melalui PERSI daerah.

WHO bekerja sama dengan Joint Commission International mulai tahun 2005 dan

pakar-pakar kesehatan dari berbagai Negara mencari solusi berupa sistem dan intervensi

sehingga mampu mencegah atau mengurangi cedera pasien dan meningkatkan keselamatan

pasien. WHO Collaborating Centre for Patient Safety resmi menerbitkan panduan Nine Life-

Saving Patient Safety Solutions atau Sembilan solusi keselamatan pasien di rumah sakit.

WHO mengatakan 'Solusi Keselamatan Pasien' berfokus pada keselamatan pasien dan praktik

47
terbaik, yang dapat mengurangi risiko untuk pasien dan bertujuan untuk memastikan bahwa

intervensi dan tindakan yang telah memecahkan masalah keselamatan pasien di salah satu

bagian dunia yang dibuat banyak tersedia dalam bentuk yang dapat diakses dan dipahami

oleh semua.

Terdapat metode pengelolaan risiko lainnya yang dapat dilakukan, yaitu risk grading.

Risk grading adalah suatu metode analisa kualitatif untuk menentukan derajat risiko suatu

insiden berdasarkan probabilitas dan dampaknya, dengan penjelasan sebagai berikut:

a. Probabilitas/Frekuensi/Likelihood

Penilaian tingkat probabilitas atau frekuensi risiko adalah seberapa seringnya

insiden tersebut terjadi, dengan contoh seperti berikut:

Gambar 3.1 Risk Grading berdasarkan Probabilitas

b. Dampak (Consequences)

Penilaian dampak atau akibat suatu insiden adalah seberapa berat akibat yang

dialami pasien, mulai dari tidak cedera sampi meninggal, dengan contoh seperti

berikut:

48
Gambar 3.2 Risk Grading berdasarkan Dampak

Setelah dilakukan risk grading terhadap suatu insiden, maka selanjutnya akan dibuat

sebuah risk grading matrix, serta ditentukan tindakan yang akan dilakukan berdasarkan grade

yang didapatkan, dengan contoh sebagai berikut:

Gambar 5 Risk Grading Matrix

49
Gambar 3.3 Tindakan berdasarkan Hasil Risk Grading

E. Peran Kepemimpinan dalam Keselamatan Pasien di Puskesmas PONED

Organisasi pelayanan kesehatan serta yang terlibat di dalamnya harus meningkatkan

dan mengembangkan program keselamatan pasien serta tanggung jawab yang jelas. Suatu

program keselamatan pasien harus kuat, jelas dan perhatian yang serius terhadap keselamatan

pasien serta menerapkan sistem non-hukum pada pelaporan dan analisis pada kesalahan yang

terjadi. Penggabungan prinsip keselamatan dipahami dengan baik, seperti standardisasi,

penyederhanaan, penyediaan serta proses perlengkapan. Serta membangun multidisiplin team

dalam suatu program misalnya diadakannya training dengan pihak yang berpengalaman pada

ruang kegawatdaruratan, ICU, ruang operasi, laboratorium dan unit lainnya.

Kepemimpinan dapat diartikan sebagai proses mempengaruhi dan mengarahkan para

pegawai dalam melakukan pekerjaan yang telah ditugaskan kepada mereka. Sebagaimana

didefinisikan oleh Stoner, Freeman, dan Gilbert (1995), kepemimpinan adalah the process of

directing and influencing the task related activities of group members. Kepemimpinan adalah

proses dalam mengarahkan dan mempengaruhi para anggota dalam hal berbagai aktivitas

yang harus dilakukan. Lebih jauh lagi, Griffin (2000) membagi pengertian kepemimpinan

menjadi dua konsep, yaitu sebagai proses, dan sebagai atribut. Sebagai proses, kepemimpinan

difokuskan kepada apa yang dilakukan oleh para pemimpin, yaitu proses di mana para

pemimpin menggunakan pengaruhnya untuk memperjelas tujuan organisasi bagi para

pegawai, bawahan, atau yang dipimpinnya, memotivasi mereka untuk mencapai tujuan

50
tersebut, serta membantu menciptakan suatu budaya produktif dalam organisasi. Adapun dari

sisi atribut, kepemimpinan adalah kumpulan karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang

pemimpin. Oleh karena itu, pemimpin dapat didefinisikan sebagai seorang yang memiliki

kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain tanpa menggunakan kekuatan,

sehingga orang-orang yang dipimpinnya menerima dirinya sebagai sosok yang layak

memimpin mereka. Adapun fungsi-fungsi kepemimpinan adalah sebagai berikut:

1. Pemimpin sebagai Eksekutif (Executive Leader)

Sering kali disebut sebagai administrator atau manajer. Fungsinya adalah

menerjemahkan kebijaksanaan menjadi suatu kegiatan, memimpin dan mengawasi

tindakan orang-orang yang menjadi bawahannya. Dan membuat keputusan-

keputusan yang kemudian memerintahkannya untuk dilaksanakan. Kepemimpinan

ini banyak ditemukan didalam masyarakat dan biasanya bersifat kepemerintahan,

mulai dari pusat sampai ke daerah-daerah memerlukkan fungsi tersebut.

2. Pemimpin sebagai Penengah

Dalam masyarakat modern, tanggung jawab keadilan terletak di tangan

pemimpin dengan keahliaanya yang khas dan ditunjuk secara khusus. Ini dikenal

dengan pengadilan. Dan bidang lainnya, umpamanya dalam bidang olahraga,

terdapat wasit yang mempunyai tugas sebagai wasit.

3. Pemimpin sebagai Penganjur

Sebagai propagandis, sebagai juru bicara, atau sebagai pengarah opini

merupakan orang-orang penting dalam masyarakat. Mereka bergerak dalam

bidang komunikasi dan publistik yang menguasai ilmu komunikasi. Penganjur

adalah sejenis pemimpin yang memberi inspirasi kepada orang lain. Seringkali ia

merupakkan orang yang pandai bergaul dan fasih berbicara.

51
4. Pemimpin sebagai Ahli

Pemimpin sebagai ahli dapat dianalogikan sebagai instruktur atau seorang juru

penerang, berada dalam posisi yang khusus dalam hubungannya dengan unit

sosial dimana dia bekerja. Kepemimpinannya hanya berdasarkan fakta dan hanya

pada bidang dimana terdapat fakta. Termasuk dalam kategori ini adalah guru,

petugas sosial, dosen, dokter, ahli hukum, dan sebagainya yang mencapai dan

memelihara pengaruhnya karena mereka mempunyai pengetahuan untuk

diberikkan kepada orang lain.

5. Pemimpin Diskusi

Tipe pemimpin yang seperti ini dapat dijumpai dalam lingkungan

kepemimpinan yang demokratis dimana komunikasi memegang peranan yang

sangat penting. Seseorang yang secara lengkap memenuhi kriteria kepemimpinan

demokratis ialah orang yang menerima peranannya sebagai pemimpin diskusi.

Terdapat beberapa tipe-tipe kepemimpinan, yaitu tipe otokratik, paternalistik,

kharismatik, laissez faire, dan demokratis, dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Tipe Otokratik

Dilihat dari persepsinya seorang pemimpin yang otokratik adalah seseorang

yang sangat egois. Seorang pemimpin yang otoriter akan menunjukkan sikap yang

menonjol “keakuannya”, antara lain dalam bentuk:

a. Kecenderungan memperlakukan para bawahannya sama dengan alat-alat lain

dalam organisasi, seperti mesin, dan dengan demikian kurang menghargai

harkat dan martabat mereka.

b. Pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa

mengaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para

bawahannya.

52
c. Pengabaian peran para bawahan dalam proses pemgambilan keputusan.

Gaya kepemimpinan yang dipergunakan oleh pemimpin dengan tipe otokratik

adalah:

a. Menuntut ketaatan penuh dari bawahannya.

b. Dalam menegakkan disiplin menunjukkan keakuannya.

c. Bernada keras dalam pemberian perintah atau instruksi.

d. Menggunakan pendekatan punitif dalam hal terjadinya penyimpangan oleh

bawahan.

2. Tipe Paternalistik

Tipe pemimpin paternalistik hanya terdapat dilingkungan masyarakat yang

bersifat tradisional, umumnya dimasyarakat agraris. Salah satu ciri utama

masyarakat tradisional ialah rasa hormat yang tinggi yang ditujukan oleh para

anggota masyarakat kepada orang tua atau seseorang yang dituakan. Pemimpin

seperti ini kebapakan, sebagai tauladan atau panutan masyarakat. Biasanya tokoh-

tokoh adat, para ulama dan guru. Pemimpin ini sangat mengembangkan sikap

kebersamaan.

3. Tipe Kharismatik

Tidak banyak hal yang dapat disimak dari literatur yang ada tentang kriteria

kepemimpinan yang kharismatik. Memang ada karakteristiknya yang khas, yaitu

daya tariknya yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang

jumlahnya kadang-kadang sangat besar. Tegasnya seorang pemimpin yang

kharismatik adalah seseorang yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para

pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang

tersebut dikagumi.

53
4. Tipe Laissez Faire

Pemimpin ini berpandangan bahwa umumnya organisasi akan berjalan lancar

dengan sendirinya karena para anggota organisasi terdiri ari orang-orang yang

sudah dewasa yang mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran-

sasaran apa yang ingin dicapai, tugas yang harus ditunaikan oleh masing-masing

anggota dan pemimpin tidak terlalu sering intervensi.

5. Tipe Demokratis

Pemimpin dengan tipe demokratis pada dasarnya memiliki ciri-ciri sebagai

berikut:

a. Pemimpin yang demokratik biasanya memandang peranannya selaku

koordinator dan integrator dari berbagai unsur dan komponen organisasi.

b. Menyadari bahwa mau tidak mau organisasi harus disusun sedemikian rupa

sehingga menggambarkan secara jelas aneka ragam tugas dan kegiatan yang

tidak bisa tidak harus dilakukan demi tercapainya tujuan.

c. Melihat kecenderungan adanya pembagian peranan sesuai dengan tingkatnya.

d. Memperlakukan manusia dengan cara yang manusiawi dan menjunjung harkat

dan martabat manusia.

Kepemimpinan memiliki ciri-ciri khusus. Banyak ciri-ciri pemimpin dan

kepemimpinan yang ditampilkan oleh para pakar yang meliputi ciri-ciri fisik, ciri-ciri

intelektual, dan ciri-ciri kepribadian. Dr.W.A. Gerungan telah mengetengahkan ciri-ciri yang

dimiliki oleh kebanyakan pemimpin yang baik dan dijadikan perhatian para penilai ketika

sedang melaksanakan penyaringan terhadap calon-calon pemimpin dalam kegiatan latihan-

latihan kader kepemimpinan. Ciri-ciri kepemimpinan tersebut adalah sebagai berikut:

54
1. Persepsi sosial

Persepsi sosial dapat diartikan sebagai kecakapan dalam melihat dan

memahami perasaan, sikap dan kebutuhan anggota-anggota kelompok. Kecakapan

ini sangat dibutuhkan untuk memenuhi tugas kepemimpinan. Persepsi sosial ini

terutama diperlukkan oleh seorang pemimpin untuk dapat melaksanakan tugasnya

dalam memberikan pandangan dan patokkan yang menyeluruh dari keadaan-

keadaan didalam dan diluar kelompok.

2. Kemampuan berpikir abstrak

Kemampuan berpikir abstrak dapat menjadikkan indikasi bahwa seseorang

mempunyai kecerdasan yang tinggi. Kemampuan abstrak yang sebenarnya

merupakan salah satu segi dari struktur intelegensi, khusus dibutuhkan oleh

seorang pemimpin untuk dapat menafsirkan kecenderungan-kecenderungan

kegiatan di dalam kelompok dan keadaan umum diluar kelompok dalam

hubungannya dengan tujuan kelompok. Ini berarti bahwa ketajaman persepsi dan

kemampuan menganalisis didampingi oleh kemampuan abstrak dan

mengintegrasikan fakta-fakta interaksi sosial didalam dan diluar kelompok.

Kemampuan tersebut memerlukan taraf intelegensia yang tinggi pada seorang

pemimpin yang harus diarahkan oleh persepsi sosial yang telah diterangkan diatas.

3. Keseimbangan emosional

Merupakan faktor paling penting dalam kepemimpinan. Jelasnya, pada diri

seorang pemimpin harus terdapat kematangan emoional yang berdasarkan

kesadaran yang mendalam akan kebutuhan-kebutuhan, keinginan-keinginan, cita-

cita, dan alam perasaan, serta pengintegrasian kesemuanya itu kedalam suatu

kepribadian yang harmonis. Dan ini bukanlah suatu kepribadian harmoni yang

beku dan statis, melainkan suatu harmoni dalam ketegangan-ketegangan

55
emosional, suatu keseimbangan yang dinamis, yang dapat bergerak kemana-mana,

tetapi mempunyai dasar yang matang dan stabil. Kematangan emosional ini

diperlukkan oleh seorang pemimpin untuk dapat turut merasakan keinginan dan

cita-cita anggota kelompok dalam rangka melaksanakan tugas kepemimpinan

dengan sukses.

Teori kepemimpinan membicarakan bagaimana seseorang menjadi pemimpin atau

bagaimana timbulnya seorang pemimpin. Ada beberapa teori tentang kepemimpinan,

diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Teori Genetie

Inti dari teori ini tersimpul dalam mengadakan “leaders are born and not

made”, bahwa penganut teori ini mengatakan bahwa seorang pemimpin akan

karena ia telah dilahirkan dengan bakat pemimpin. Dalam keadaan bagaimana pun

seorang ditempatkan pada suatu waktu ia akan menjadi pemimpin karena ia

dilahirkan untuk itu. Artinya takdir telah menetapkan ia menjadi pemimpin.

2. Teori Sosial

Jika teori genetis mengatakan bahwa “leaders are born and not made”, maka

penganut-penganut sosial mengatakan sebaliknya yaitu “leaders are made and not

born”. Penganut-penganut teori ini berpendapat bahwa setiap orang akan dapat

menjadi pemimpin apabila diberi pendidikan dan kesempatan untuk itu.

3. Teori Ekologis

Teori ini merupakan penyempurnaan dari kedua teori genetis dan teori sosial.

Penganut-penganut teori ini berpendapat bahwa seseorang hanya dapat menjadi

pemimpin yang baik apabila pada waktu lahirnya telah memiliki bakat-bakat

kepemimpinan, bakat mana kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang

56
teratur dan pangalaman-pengalaman yang memungkinkannya untuk

mengembangkan lebih lanjut bakat-bakat yang memang telah dimilikinya itu.

Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua teori genetis dan teori

sosial dan dapat dikatakan teori yang paling baik dari teori-teori kepemimpinan.

Namun demikian penyelidikan yang jauh yang lebih mendalam masih diperlukan

untuk dapat mengatakan secara pasti apa faktor-faktor yang menyebabkan

seseorang timbul sebagai pemimpin yang baik.

Setiap kepemimpinan tidak selalu berjalan dengan mudah, terdapat berbagai

hambatan yang harus dilalui agar tercapainya suatu kepemimpinan yang maksimal.

Hambatan tersebut dapat disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal sebagai berikut:

1. Faktor internal

Hambatan yang berupa faktor internal disebabkan oleh pribadi pemimpin.

Hambatan tersebut dapat berupa kurangnya motivasi dari pemimpin itu sendiri,

emosi yang tidak stabil, tidak percaya diri, takut dalam mengambil resiko,

terbatasnya kecakapan pemimpin.

2. Faktor eksternal

Berbeda dengan faktor internal yang disebabkan oleh pribadi pemimpin itu

sendiri, faktor eksternal disebabkan oleh lingkungan disekitar pemimpin.

Hambatan tersebut dapat berupa tidak adanya dukungan dari orang terdekat, tidak

adanya dukungan dari bawahan, atau terlalu banyak tekanan.

Kepemimpinan dalam program keselamatan pasien memiliki peran yang tidak

berbeda jauh dengan pemimpin dalam organisasi pada umumnya. Dalam meningkatkan

keselamatan pasien, kepemimpinan memiliki peran sebagai berikut:

1. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien

secara terintegrasi.

57
2. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko

keselamatan pasien dan KTD.

3. Pimpinan melakukan komunikasi dan koordinasi antar unit dan individu terkait

pengambilan keputusan keselamatan pasien.

4. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat dalam meningkatkan

keselamatan pasien.

5. Pimpinan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan keselamatan

pasien.

F. Fokus Keselamatan Pasien oleh Tenaga Kesehatan

Pemerintah meyakini berdasarkan bukti yang nyata dan perencanaan tentang

keamanan terhadap organisasi penyedia pelayanan kesehatan untuk meningkatkan

keselamatan pasien, khususnya pada kepemimpinan dan sistem manajemen keselamatan

pasien serta penerapan praktek pengobatan secara aman.

1. Kepemimpinan dan sistem manajemen keselamatan pasien

Organisasi pelayanan kesehatan serta yang terlibat di dalamnya harus

meningkatkan dan mengembangkan program keselamatan pasien serta tanggung

jawab yang jelas. Suatu program keselamatan pasien harus kuat, jelas dan

perhatian yang serius terhadap keselamatan pasien serta menerapkan sistem non-

hukum pada pelaporan dan analisis pada kesalahan yang terjadi. Penggabungan

prinsip keselamatan dipahami dengan baik, seperti standardisasi, penyederhanaan,

penyediaan serta proses perlengkapan. Serta membangun multidisiplin team

dalam suatu program misalnya diadakannya training dengan pihak yang

berpengalaman pada ruang kegawatdaruratan, ICU, ruang operasi, laboratorium

dan unit lainnya.

58
2. Organisasi pelayanan kesehatan harus menerapkan praktek pengobatan secara

aman

Yaitu dengan cara penyederhanaan, standardisasi produk, penggunaan dan fungsi

yang mendesak, ketergantungan pada kewaspadaan, serta membedakan produk

dengan cara member label untuk menghindari produk yang terlihat mirip dan

produk yang kedengarannya mirip.

Terdapat 5 Prinsip yang harus diperhatikan dalam sebuah sistem keselamatan pasien,

yaitu sebagai berikut:

1. Provide Leadership

a. Membuat keselamatan pasien sebagai tujuan utama

Suatu sistem keselamatan pasien sebaga tujuan utama harus dituliskan secara

jelas dan kuantitatif dengan melakukan evaluasi rutin misalnya evaluasi pada

area yang berpotensi menimbulkan bahaya, menjadikan tujuan peningkatan

keselamatan pasien dimasukkan kedalam perencanaan umum suatu program

agar terintegrasi dengan baik.

b. Membuat keselamatan pasien menjadi tanggung jawab semua orang

Organisasi pelayanan kesehatan menetapkan tujuan spesifik dalam

keselamatan pasien, bahwa keselamatan pasien tidak hanya menjadi tanggung

jawab para pimpinan saja akan tetapi menjadi tanggung jawab semua orang

yang terlibat di dalamnya seperti praktisi medis.

c. Membuat tugas yang jelas tentang keselamatan

Rumah sakit-rumah sakit pada umumnya mempunyai program keselamatan

pasien berdasarkan Occupational Safety and Health Administration (OSHA).

Pemerintah mengharapkan bahwa tidak hanya rumah sakit saja yang harus

59
mempunyai sistem keselamtan pasien akan tetapi penyedia pelayanan

kesehatan lain.

d. Menyediakan SDM dan dana untuk analisis kesalahan dan redesign sistem

Tanggung jawab terhadap keselamatan pasien ini terletak pada individu , antar

fungsi, antar unit/departemen

e. Mengambangkan mekanisme efektif untuk identifikasi dengan unsafe praktisi

Pemerintah dan organisasi pelayanan kesehatan harus memastikan bahwa

pemeberi pelayan kesehatan seperti dokter, perawat, petugas farmasi dan lain-

lain harus professional, berpengalaman dibidangnya, telah memiliki

izin/lisensi dan mempunyai track record yang baik. Hal ini dapat

meminimalisir terjadinya keselahan dalam memberikan asuhan pasien.

2. Memperhatikan keterbatasan manusia dalam perancangan proses

a. Merancang pekerjaan untuk keselamatan

Diantaranya dengan memperhatikan jam kerja, beban kerja, rasio pekerja,

sumber bahaya atau gangguan, rotasi kerja, penggunaan pekerja paruh waktu

(shift) dan lain-lain. Hal ini dapat meminimalisasi terjadinya gangguan yang

berasal dari pekerja dan lingkungan agar pekerja dapat bekerja sesuai

kebutuhan.

b. Menghindari ketergantungan pada memori

Seperti membuat checklist atau pencatatan pada setiap tindakan yang telah

dilakukan. Hail ini bias dijadikan sebagai evidence based atau dokumen.

Contoh : Cheklist persediaan obat, membuat kartu obat yang terdiri dari

waktu, dosis, dan terapi.

c. Use constrain and forcing function

d. Ketergantungan pada kewaspadaan

60
Menyediakan checklist, pembatasan pada shift yang panjang, rotasi pekerja

dan lain-lain.

e. Menyederhanakan proses kerja

Penyederhanaan dapat mengurangi kewaspadaan memori. Misalnya tidak

menyediakan produk yang mirip, penggunaan form standar, waktu

administrasi, administrasi waktu pemakaian obat, penempatan dan pengadaan

obat dan lain-lain.

3. Mengembangkan fungsi tim efektif

a. Mengarahkan tim pada apa yang dikerjakan/tugas dalam suatu tim. Misalnya

memberikan pelatiihan bagi pekerja yang bertugas di bagian Unit Gawat

Darurat, ICU, dan kamar operasi.

b. Melibatkan pasien dalam proses.

Program keselamatan pasien melibatkan praktisi kesehatan (dokter, perawat,

petugas farmasi dan lainlain), pasien dan teknologi. Misalnya, memberikan

penjelasan kepada pasien tentang apa perawatan dan pengobatan yang

diterima, dosis obat, waktu dan efek samping obat, alternatif terapi yang

diperlukan serta tindakan pencegahan.

4. Antisipasi kejadian tidak terduga

a. Pendekatan proaktif : memeriksa atau memastikan pelayanan yang diberikan

untuk keselamatan pasien dan dirancang ulang sebelum terjadinya insiden. Hal

ini berhubungan dengan tekonologi yang digunakan dalam pelayanan kepada

pasien. Pemeriksaan secara periodic pada mesin atau peralatan medis yang

rentan, hal ini dapat mengurangi risiko terjadinya error pada pasien.

b. Perancangan untuk perbaikan, seperti menyediakan antibiotik untuk obat

risiko tinggi, adanya Sistem Operasional Prosedur (SOP) khususnya pada

61
tempat yang membutuhkan respon cepat tanggap. Setiap pekerja harus

memahami prosedur yang ada, hal ini bias dilakukan dengan adanya training

atau simulasi.

c. Meningkatkan akurasi dan informasi waktu. Semua informasi tentang pasien,

pengobatan, terapi dan lain-lain harus tersedia di tempat pelayanan pasien.

Semua informasi harus terintegrasi secara menyeluruh pada computer based.

5. Menciptakan Atmosfer Learning

a. Training Simulasi

Manajemen pelayanan kesehatan dalam hal keselamatan pasien melakukan

simulasi/pelatihan di unit-unit kerja terutama pada unit gawat darurat dan

kamar operasi dan apabila terdapat potensial hazard, prosedur dan peralatan

harus dikomunikasikan.

b. Mendorong pelaporan kesalahan dan kondisi berbahaya

Pelayanan kesehatan terkait dengan keselmatan pasien banyak yang tidak

melaporkan apabila terjadi kesalahan. Hal ini terjadi karena banyak pihak

yang beanggapan bahwa pelaporan kesalahan akan mendapat sanksi,

memandang kesalahan sebagai sebuah kegagalan. Sistem keselamatan pasien

hendaknya menekankan bahwa pelaporan kesalahan dengan tujuan untuk

pembelajaran supaya hal serupa tidak terjadi lagi. Hal ini membutuhkan kerja

sama dari semua pihak.

c. Memastikan tidak ada pembalasan terhadap pelaporan kesalahan

Organisasi pelayanan kesehatan harus menerapkan sistem non-hukum pada

pelaporan kesalahan dan insiden. Banyaknya kejadian yang tidak dilaporkan

membuat sulitnya untuk melakukan tindakan perbaikan.

62
d. Mengembangkan budaya kerja dimana komunikasi mengalir dengan bebas

tanpa otoritas

Pimpinan pelayanan kesehatan harus memiliki sikap untuk mendorong semua

pihak yang terlibat agar selalu memperhatikan keselamatan pasien dan

meningkatkan kontribusi dalam menerapkan keselamatn pasien.

e. Mengimplementasikan feedback dan pembelajaran dari kesalahan

Organisasi pelayanan kesehatan membangun dan memelihara lingkungan dan

sistem untuk menganalisa kesalahan dan insiden sehingga membuat

perancangan ulang dan tindakan pencegahan. Investigasi dan analisis terhadap

suatu kesalahan merupakan tahapan yang esensial dalam perancangan ulang

suatu sistem karena tahapan ini menyediakan informasi yang dibutuhkan

untuk tindakan pencegahan secara efektif.

Selain kepemimpinan, salah satu faktor yang mempengaruhi pencapaian program

keselamatan pasien lainnya adalah beban kerja tenaga kesehatan. Menurut Kepmenkes

Nomor 81 Tahun 2004, beban kerja adalah banyaknya jenis pekerjaan yang harus

diselesaikan oleh tenaga kesehatan profesional dalam satu tahun dalam satu sarana pelayanan

kesehatan.

Beban kerja sangat berpengaruh terhadap tingkat keselamatan pasien. Hal ini

didukung dengan banyaknya penelitian yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang

erat antara beban kerja tenaga kesehatan dengan tingkat keselamatan pasien, dan semakin

tinggi beban kerja seorang tenaga kesehatan, maka semakin meningkat pula kemungkinan

terjadinya kejadian yang tidak diharapkan (KTD), baik terhadap tenaga kesehatan itu sendiri,

serta yang paling utama, terhadap pasien yang ditangani.

Faktor lainnya yang mempengaruhi pencapaian program keselamatan pasien dan yang

tidak kalah penting adalah komitmen kerja tenaga kesehatan. Komitmen kerja didefinisikan

63
sebagai tingkat kepercayaan, keterikatan individu terhadap tujuan dan mempunyai keinginan

untuk tetap berada dalam rumah sakit (Mathis dan Jackson, 2001). Berdasarkan berbagai

penelitian yang ada, juga disebutkan bahwa tenaga kesehatan dengan komitmen kerja yang

kurang berpotensi menghasilkan penerapan keselamatan pasien yang kurang pula. Sehingga

sangat penting untuk memperkuat komitmen kerja bagi setiap tenaga kesehatan.

G. Audit Internal Keselamatan Pasien di Puskesmas PONED

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat

pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Puskesmas mempunyai

tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di

wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Adapun

pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk mewujudkan

masyarakat yang:

1. Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup

sehat.

2. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu.

3. Hidup dalam lingkungan sehat.

4. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan

masyarakat.

Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara bermutu. Program Puskesmas merupakan

program kesehatan dasar, meliputi:

64
1. Promosi kesehatan

2. Kesehatan lingkungan

3. KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) dan KB (Keluarga Berencana)

4. Perbaikan gizi

5. Pemberantasan penyakit menular

6. Pengobatan yang terdiri dari rawat jalan, rawat inap, penunjang medik

(laboratorium dan farmasi)

Pelayanan Puskesmas dibagi menjadi dua, yaitu Puskesmas rawat jalan dan

Puskesmas rawat inap.

1. Pelayanan rawat jalan

Rawat Jalan merupakan salah satu unit kerja di Puskesmas yang melayani

pasien yang berobat jalan dan tidak lebih dari 24 jam pelayanan, termasuk seluruh

prosedur diagnostik dan terapeutik. Pada waktu yang akan datang, rawat jalan

merupakan bagian terbesar dari pelayanan kesehatan di Puskesmas.

2. Pelayanan rawat inap

Puskesmas rawat inap adalah Puskesmas yang diberi tambahan ruangan dan

fasilitas untuk menolong pasien gawat darurat, baik berupa tindakan operatif

terbatas maupun asuhan keperawatan sementara dengan kapasitas kurang lebih 10

tempat tidur. Rawat inap itu sendiri berfungsi sebagai rujukan antara yang

melayani pasien sebelum dirujuk ke institusi rujukan yang lebih mampu, atau

dipulangkan kembali ke rumah. Kemudian mendapat asuhan perawatan tindak

lanjut oleh petugas perawat kesehatan masyarakat dari Puskesmas yang

bersangkutan di rumah pasien.

Puskesmas merupakan unit pelaksana pelayanan kesehatan tingkat pertama.

Puskesmas memiliki wewenang untuk melakukan pengelolaan program kegiatannya, untuk

65
itu perlu didukung oleh kemampuan manajemen yang baik. Manajemen Puskesmas

merupakan suatu rangkaian kegiatan yang bekerja secara sinergik yang meliputi

perencananaan, penggerakan, pelaksanaan, pengendalian, pengawasan, dan penilaian.

Adapun penerapan manajemen penggerakan pelaksanaan dalam bentuk forum pertemuan

disebut dengan Lokakarya Mini.

Lokakarya mini Puskesmas adalah salah satu bentuk upaya untuk penggalangan dan

pemantauan kerja sama tim dalam berbagai kegiatan Puskesmas melalui suatu pertemuan.

Pada dasarnya, lokakarya mini meliputi dua hal pokok, yaitu Lintas Program dan Lintas

Sektor.

1. Lintas Program

Lokakarya lintas program bertujuan memantau pelaksanaan kegiatan Puskesmas

berdasarkan perencanaan dan memecahkan masalah yang dihadapi serta

tersusunnya rencana kerja baru. Pertemuan bertujuan untuk:

a. Meningkatkan kerja sama antar petugas intern Puskesmas, termasuk

Puskesmas Pembantu dan Bidan di Desa.

b. Mendapatkan kesepakatan untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan

perencanaan yaitu Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK).

c. Meningkatkan motivasi petugas Puskesmas untuk dapat melaksanakan

kegiatan sesuai dengan perencanaan (RPK).

d. Mengkaji pelaksanaan rencana kerja (RPK) yang telah disusun, memecahkan

masalah yang terjadi dan menyusun pemecahan dalam bentuk rencana kerja

yang baru.

66
2. Lintas Sektor

Dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat dan dukungan sektor-sektor

yang bersangkutan dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan. Pertemuan

dilaksanakan untuk:

a. Mendapatkan kesepakatan rencana kerja lintas sektoral dalam membina dan

mengembangkan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan.

b. Mengkaji hasil kegiatan kerja sama, memecahkan masalah yang terjadi serta

menyusun upaya pemecahan dalam bentuk rencana kerja sama.

Lokakarya mini terbagi atas dua jenis, yaitu Lokakarya Mini Bulanan dan Lokakarya

Mini Tribulanan yang dijelaskan sebagai berikut:

1. Lokakarya Mini Bulanan

Proses manajemen perencanaan belum terlaksana dengan baik apabila tidak

dilanjutkan dengan pemantauan dan perencanaan ulang. Tindak lanjut bertujuan

untuk menilai sampai seberapa jauh pencapaian dan hambatan-hambatan yang

dijumpai oleh para pelaksananya pada bulan yang lalu, sekaligus melakukan

pemantauan recana kegiatan Puskesmas, sehingga dapat dibuat perencanaan ulang

yang lebih baik dan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Disamping itu,

keberhasilan pelaksanaan kegiatan Puskesmas memerlukan pengorganisasian dan

keterpaduan, baik lintas program maupun lintas sektor.

Pengorganisasian dan keterpaduan lintas program, artinya keterpaduan internal

Puskesmas, bertujuan agar seluruh petugas mempunyai rasa memiliki dan

meningkatkan motivasi dalam melaksanakan seluruh kegiatan yang

diselenggarakan oleh Puskesmas. Tindak lanjut dari perencanaan adalah

mengadakan pengorganisasian intern Puskesmas dan pemantauan yang

dilaksanakan melalui Lokakarya Mini Bulanan Puskesmas.

67
Lokakarya Mini Bulanan Puskesmas dilaksanakan bertujuan untuk memantau

hasil kerja petugas Puskesmas dengan cara membandingkan rencana kerja bulan

lalu dari setiap petugas kegiatan dari daerah binaan dengan targetnya, serta

tersusunnya rencana kerja bulan berikutnya. Adapun tahapan pelaksanaan

Lokakarya Mini Bulanan Puskesmas adalah sebagai berikut:

a. Lokakarya Mini Bulanan yang Pertama

Lokakarya Mini Bulanan yang Pertama merupakan lokakarya

penggalangan tim yang diselenggarakan dalam rangka pengorganisasian agar

dapat terlaksananya rencana kegiatan Puskesmas (RPK). Pelaksanaan

Lokakarya Mini Bulanan yang Pertama adalah sebagai berikut:

1) Masukan

a) Penggalangan tim dalam bentuk dinamika kelompok tentang peran,

tanggungjawab staf dan kewenangan Puskesmas.

b) Informasi tentang kebijakan, program dan konsep baru berkaitan

dengan Puskesmas.

c) Informasi tentang tata cara penyusunan rencana kegiatan (Plan of

Action – POA) Puskesmas.

2) Proses

a) Inventarisasi kegiatan Puskesmas termasuk kegiatan lapangan atau

daerah binaan.

b) Analisis beban kerja tiap petugas.

c) Pembagian tugas baru termasuk pembagian tanggungjawab daerah

binaan.

68
d) Penyusunan rencana kegiatan (Plan of Action – POA) Puskesmas

tahunan berdasarkan Rencana Pelaksanaan Kegiatan Puskesmas

(RPK).

3) Keluaran

a) Rencana kegiatan (Plan of Action – POA) Puskesmas tahunan.

b) Kesepakatan bersama untuk pelaksanaan kegiatan sesuai dengan POA.

c) Matriks pembagian tugas dan daerah binaan.

b. Lokakarya Mini Bulanan Rutin

Lokakarya Mini Bulanan Rutin diselenggarakan sebagai tindak lanjut

dari Lokakarya Mini Bulanan yang Pertama. Lokakarya Mini Bulanan Rutin

ini dilaksanakan untuk memantau pelaksanaan POA Puskesmas, yang

dilakukan setiap bulan secara teratur. Pelaksanaan Lokakarya Mini Bulanan

Rutin adalah sebagai berikut:

1) Masukan

a) Laporan hasil kegiatan bulan lalu.

b) Informasi tentang hasil rapat di Kabupaten/Kota.

c) Informasi tentang hasil rapat di Kecamatan.

d) Informasi tentang kebijakan, program, dan konsep baru.

2) Proses

a) Analisis hambatan dan masalah, antara lain dengan mempergunakan

PWS.

b) Analisis sebab masalah, khusus untuk mutu dikaitkan dengan

kepatuhan terhadap standar pelayanan.

c) Merumuskan alternatif pemecahan masalah.

69
3) Keluaran

a) Kesepakatan untuk melaksanakan kegiatan.

b) Rencana kerja bulan yang baru.

2. Lokakarya Mini Tribulanan

Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat memerlukan dukungan lintas

sektor, dimana kegiatan masing-masing sektor perlu dikoordinasikan sehingga

dapat diperoleh hasil yang optimal. Untuk itu perlu dilakukan pemantauan

pelaksanaan kerjasama lintas sektoral dengan lokakarya mini yang

diselenggarakan setiap tribulan yang disebut dengan Lokakarya Mini Tribulanan.

Lokakarya Mini Tribulanan dilaksanakan dengan tujuan mengkaji hasil

kegiatan kerjasama lintas sektoral dan tersusunnya rencana kerja tribulan

berikutnya. Adapun tahapan kegiatan Lokakarya Mini Tribulanan adalah sebagai

berikut:

a. Lokakarya Mini Tribulanan yang Pertama

Lokakarya Mini Tribulanan yang Pertama merupakan lokakarya

penggalangan tim yang diselenggarakan dalam rangka pengorganisasian.

Pengorganisasian dilaksanakan agar dapat terlaksananya rencana kegiatan

sektoral yang terkait dengan kesehatan.

Pengorganisasian dilaksanakan sebagai penentuan penanggungjawab

dari pelaksana setiap kegiatan serta untuk satuan wilayah kerja. Seluruh

program kerja dan wilayah kerja kecamatan dilakukan sebagai pembagian

habis kepada seluruh sektor terkait, dengan mempertimbangkan kewenangan

dan bidang yang dimilikinya.

Pelaksanaan Lokakarya Mini Tribulanan yang Pertama adalah sebagai

berikut:

70
1) Masukan

a) Penggalangan tim yang dilakukan melalui dinamika kelompok.

b) Informasi tentang program lintas sektor.

c) Informasi tentang program kesehatan.

d) Informasi tentang kebijakan, program, dan konsep baru.

2) Proses

a) Inventarisasi peran bantu masing-masing sektor.

b) Analisis masalah peran bantu dari masing-masing sektor.

c) Pembagian peran dan tugas masing-masing sektor.

3) Keluaran

a) Kesepakatan tertulis lintas sektor terkait dalam mendukung program

kesehatan.

b) Rencana kegiatan masing-masing sektor.

b. Lokakarya Mini Tribulanan Rutin

Lokakarya Mini Tribulanan Rutin merupakan tindak lanjuk lanjut dari

Lokakarya Mini Tribulanan yang Pertama yang dilakukan tiap tribulan secara

tetap. Penyelenggara dilakukan oleh Camat dan Puskesmas dibantu sektor

terkait di kecamatan. Pelaksanaan Lokakarya Mini Tribulanan Rutin adalah

sebagai berikut:

1) Masukan

a) Laporan kegiatan pelaksanaan program kesehatan dan dukungan sektor

terkait.

b) Inventarisasi masalah atau hambatan dari masing-masing sektor dalam

pelaksanaan program kesehatan.

c) Pemberian informasi baru.

71
2) Proses

a) Analisis hambatan dan masalah pelaksanaan program kesehatan.

b) Analisis hambatan dan masalah dukungan dari masing-masing sektor.

c) Merumuskan cara penyelesaian masalah.

d) Menyusun rencana kerja dan menyepakati kegiatan untuk tribulan

baru.

3) Keluaran

a) Rencana kerja tribulan yang baru.

b) Kesepakatan bersama.

H. Implementasi Keselamatan Pasien di Puskesmas PONED

Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah

tercapainya kecamatan sehat menuju Indonesia Sehat. Kecamatan sehat merupakan

masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan yakni

masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan

untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata seta memilki

derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Indikator kecamatan sehat adalah lingkungan

sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu serta derajat kesehatan

penduduk kecamatan.

Agar Puskesmas dapat menjalankan fungsinya secara optimal perlu dikelola dengan

baik, baik kinerja pelayanan, proses pelayanan maupun sumber daya yang digunakan.

Masyarakat menghendaki pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu serta dapat menjawab

kebutuhan, oleh karena itu upaya peningkatan mutu, manajemen risiko dan keselamatan

pasien perlu ditetapkan dalam pengelolaan Puskesmas dalam memberikan pelayanan yang

komprehensif kepada masyarakat.

72
Penilaian keberhasilan Puskesmas dapat dilakukan dengan internal organisasi

Puskesmas yaitu dengan Penilaian Kerja Puskesmas yang mencakup manajemen sumber daya

temasuk alat, obat, keuangan dan tenaga serta didukung dengan manajemen sistem

pencatatan dan pelaporan (SIMPUS). Untuk menjamin perbaikan mutu, peningkatan kinerja

dan penerapan manajemen risiko dilaksanakan secara berkesinambungan di Puskesmas, maka

perlu dilakukan penilaian oleh pihak eksternal dengan menggunakan standar yang ditetapkan

yaitu melalui akreditasi.

Akreditasi adalah pengakuan yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara

akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri setelah memenuhi standar akreditasi. Puskesmas

wajib untuk diakreditasi secara berkala paling sedikit tiga tahun sekali, akreditasi merupakan

salah satu persyaratan krudensial sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama yang

bekerja sama dengan BPJS. Tujuan utama akreditasi Puskesmas adalah untuk pembinaan

peningkatan mutu, kinerja melalui perbaikan sistem yang berkesinambungan terhadap sistem

manajemen, sistem manajemen mutu dan sistem penyelenggaraan pelayanan dan program

serta penerapan manajemen risiko. Pendekatan yang dipakai dalam akreditasi Puskesmas

adalah keselamatan dan dan hak pasien dan keluarga dengan tetap memperhatikan hak

petugas. Prinsip ini ditegakkan sebagai upaya meningkatkan kualitas dan keselamatan

pelayanan pelayanan serta menjamin semua pasien mendapatkan pelayanan dan informasi

yang sebaik-baiknya sesuai kebutuhan dan kondisi pasien.

Dalam meningkatkan mutu dan dan keselamatan pasien perlu diperhatikan beberapa

hal berikut:

1. Kebijakan mutu dan keselamatan pasien

Mewajibkan semua tenaga klinis (dokter, perawat, bidan dan tenaga kesehatan

lain yang bertanggung jawab melaksanakan asuhan pasien) berperan aktif dalam

peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Tenaga klinis berperan aktif mulai dari

73
identifikasi permasalahan mutu layanan klinis, melakukan analisis, menyusun

rencana perbaikan, melaksanakan dan menindaklanjuti identifikasi masalah mutu

layanan klinis, potensi terjadinya risiko dilakukan dengan menggunakan indicator

pelayanan klinis yang ditetapkan. Upaya keselamatan pasien dilakukan untuk

mencegah terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyari Cidera

(KNC), serta keadaan-keadaan tertentu dalam pelayanan klinis misalnya tempat

tidur yang tidak dilengkapi dengan pengaman, lantai licin yang berisiko terjadi

pasien jatuh berpotensi menimbulkan cidera (KPC).

2. Penetapan area prioritas dalam peningkatan mutu dan keselamatan pasien

Penetapan prioritas dilakukan dengan kriteria tertentu misalnya highrisk, high

volume, high cost dan kecendrungan terjadi masalah atau didasar atas penyakit,

kelompok sasaran dan program prioritas.

3. Penetapan indikator-indikator mutu dan keselamatan pasien

4. Penetapan standar atau panduan pelayanan klinis

5. Penetapan budaya atau tata nilai mutu dan keselamatan pasien

6. Diterapkannya manajemen risiko dalam upaya peningkatan mutu dan keselamatan

pasien

7. Dibentuk tim mutu dan keselamatan pasien dengan kejelasan tanggung jawab dan

uraian tugas yang anggotanya adalah tenaga klinis.

Adanya komitmen (terdokumentasi) tenaga klinis untuk peningkatan mutu dan

keselamatan pasien secara berkelanjutan serta pemahaman tenaga klinis terhadap mutu dan

keselamatan pasien melalui sosialisasi, workshop dan pelatihan. Keterlibatan tenaga klinis

dalam peningkatan mutu dan keselamatan pasien ditunjukkan dalam:

1. Peran aktif penyusunan, pengumpulan, analisis dan tindak lanjut terhadap

pencapaian indikator klinis

74
2. Penilaian terhadap perilaku pemberian pelayanan klinis

3. Ide-ide perbaikan pelayanan klinis

4. Penyusunan rencana, pelaksanaan monitoring dan evaluasi perbaikan mutu dan

keselamatan pasien

Dilakukan monitoring mutu dan keselamatan pasien melalui penyusunan indikator

mutu dan keselamatan pasien dengan target yang jelas, pengumpulan data dan analisis

terhadap pencapaian indikator.Indikator tersebut meliputi:

1. Indikator mutu pada penilaian oleh pasien, asuhan pasien (mulai dari patient

assessment dan pelaksanaan asuhan), pelayanan penunjang medis, penggunaan

antibiotik. Pelayanan klinis dilaksanakan sesuai dengan standar atau panduan

pelayanan klinis.

2. Indikator keselamatan pasien yaitu tidak terjadinya salah identifikasi pasien, tidak

terjadinya kesalahan pemberian obat, tidak terjadinya kesalahan prosedur klinis,

pengendalian infeksi (tidak terjadinya infeksi akibat pemberian pelayanan) tidak

terjadinya pasien jatuh dan dilakukannya kebiasaan cuci tangan (hand hygiene).

Perencanaan mutu dan keselamatan pasien di Puskesmas PONED disusun

berdasarkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Area prioritas (3H+1P) yaitu high risk, high volume, high cost dan problem prone

2. Hasil monitoring dan pengukuran indikator-indikator mutu dan keselamatan

pasien

3. Identifikasi risiko dan analisis risiko

4. Pelaporan dan analisis terjadinya KTD, KNC, KTC dan KPC

Rencana peningkatan mutu dan keselamatan pasien di Puskesmas PONED memuat

hal-hal sebagai berikut:

75
1. Program-program mutu dan keselamatan pasien berdasarkan area prioritas

2. Kejelasan penanggung jawab tiap program

3. Kebutuhan sumber daya

4. Jadwal pelaksanaan

5. Rencana monitoring dan evaluasi

Penyediaan sumber daya untuk melaksanakan rencana peningkatan mutu dan

keselamatan pasien. Pelaksanaan peningkatan mutu dan keselamatan pasien sebagai tindak

lanjut dari hasil pengukuran indicator dan jika ada permasalahan atau komplain maupun

KTD, KTC dan KNC. Monitoring, evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan

peningkatan mutu dan keselamatan pasien sesuai dengan yang direncanakan yang

dikomunikasikan kepada semua tenaga klinis dan dilaporkan kepada pimpinan. Adapun

program mutu dan keselamatan pasien terdiri dari:

1. Penilaian kinerja mutu dan keselamatan pasien

a. Penilaian kinerja sesuai area prioritas (tetapkan 5 area prioritas)

b. Penilaian sasaran keselamatan pasien (mulai dari tidak terjadinya salah

identifikasi sampai dengan pelaksanaan kebiasaan hand hygiene)

c. Penilaian kinerja mutu pada unit-unit pelayanan klinis seperti rawat jalan,

rawat inap, laboratorium, pelayanan obat dan lain-lain

d. Indikator pengendalian infeksi

2. Penyusunan panduan praktis klinis

3. Pelatihan tenaga klinis tentang mutu dan keselamatan pasien

4. Pelaporan insiden keselamatan pasien (KTD, KNC, KTC)

5. Penerapan manajemen risiko klinis mulai dari identifikasi risiko klinis, analisis

risiko dan upaya untuk meminimalkan risiko (dengan Metode Failure Mode And

Effect Analysis/FMEA).

76
77

Anda mungkin juga menyukai