Anda di halaman 1dari 115

ESTIMASI KERUGIAN EKONOMI AKIBAT ABRASI

(Studi Kasus: Desa Tanjung Anom, Kecamatan Mauk,


Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten)

ALFI FADLILANISSA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Estimasi Kerugian


Ekonomi Akibat Abrasi (Studi Kasus: Desa Tanjung Anom, Kecamatan Mauk,
Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten) adalah benar karya saya dengan arahan
dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini
saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2018

Alfi Fadlilanissa
H44130074
3

ABSTRAK

ALFI FADLILANISSA. Estimasi Kerugian Ekonomi Akibat Abrasi (Studi


Kasus: Desa Tanjung Anom, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang, Provinsi
Banten). Dibimbing oleh TRIDOYO KUSUMASTANTO dan BENNY OSTA
NABABAN.

Kecamatan Mauk merupakan daerah yang terkena abrasi sepanjang 8.200 m


dengan laju abrasi 20,90 m/tahun. Salah satu wilayah yang mengalami abrasi
adalah Desa Tanjung Anom dengan abrasi sejauh 600 m (2013). Tujuan dari
penelitian ini adalah mengidentifikasi persepsi masyarakat terhadap abrasi pantai,
mengidentifikasi indeks kerentanan Desa Tanjung Anom terhadap abrasi,
mengestimasi nilai kerugian ekonomi yang ditanggung masyarakat akibat abrasi,
mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi masyarakat mengeluarkan
biaya untuk pencegahan abrasi dan memberikan rekomendasi kebijakan untuk
mengatasi abrasi di Desa Tanjung Anom. Metode penelitian yang digunakan
adalah survei dan metode pengambilan sampel pada penelitian ini adalah sensus.
Metode analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif, Livelihood Vulnerability
Index (LVI), penilaian kerusakan, dan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab abrasi adalah faktor alam dan
faktor manusia. Dampak dari abrasi yang dirasakan adalah kerusakan bangunan,
kehilangan lahan dan bangunan, dan kehilangan pendapatan karena tidak dapat
melakukan aktivitas ekonomi. Nilai LVI Desa Tanjung Anom adalah 0,47 yang
menunjukkan bahwa Desa Tanjung Anom merupakan daerah yang sangat rentan
terhadap abrasi. Total kerugian ekonomi masyarakat dihitung berdasarkan
kerugian yang dialami, yaitu sebesar Rp 729.325,00 per tahun per KK. Total biaya
pencegahan yang dilakukan responden adalah sebesar Rp 77.739,00 per tahun per
KK. Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan pada responden untuk
mengeluarkan biaya pencegahan abrasi adalah variabel pendapatan, jarak rumah
ke laut, frekuensi banjir, lama tinggal di Desa Tanjung Anom, dummy status
lahan, dan dummy status kependudukan. Hasil analisis alternatif kebijakan
penanganan abrasi yang diperoleh yaitu penanaman mangrove, pembangunan
dinding pantai, pembuatan alat pemecah ombak, pembuatan sabuk pantai, dan
pembuatan struktur hybrid.

Kata kunci: abrasi, desa Tanjung Anom, kerugian ekonomi


4

ABSTRACT

ALFI FADLILANISSA. Estimated Economic Loss due to Abrasion (Case Study:


Tanjung Anom Village, Mauk Sub-District, Tangerang District, Banten Province).
Supervised by TRIDOYO KUSUMASTANTO and BENNY OSTA
NABABAN.

Mauk Sub-district is an area affected by abrasion along 8.200 m with


abrasion rate of 20,90 m/year. One of the areas affected by abrasion is Tanjung
Anom Village with abrasion rate up to 600 m (2013). The objectives of this study
were to identify community perceptions on coastal abrasion, to identify
vulnerability index of Tanjung Anom village to abrasion disaster, to estimate the
economic loss caused by abrasion, to identify factors affecting the community to
pay cost for abrasion prevention and to provide appropriate policy
recommendations to resolve abrasion in Tanjung Anom Village. Survey research
method was used and sampling method that was carried out by census.
Meanwhile, data analysis applied descriptive analysis, Livelihood Vulnerability
Index (LVI), damage assessment, and Exponential Comparison Method (ECM).
The results showed that abrasion is caused by natural and a human factors. The
impacts of abrasion felt by communities are damage of buildings, loss of land,
buildings, and income due to inability to carry out economic activities. The LVI
value in Tanjung Anom Village was 0,47 indicating that the Tanjung Anom
Village is highly vulnerable to abrasion. Total economic loss is calculated based
on the losses incurred which amounts to IDR 729.325,00 per year per household.
The total cost of prevention done by respondents was IDR 77.739,00 per year per
household. Factors that significantly affect respondents expenditure for abrasion
prevention were income, distance from house to sea, flood frequency, length of
stay in Tanjung Anom village, dummy of land status, and dummy of residence
status. The results of alternative analysis indicate that the abrasion management
policies which should be done are mangrove cultivation, coastal wall construction,
wave breaker construction, coast belt construction, and hybrid structure
construction.

Keywords: abrasion, Tanjung Anom village, economic loss


5

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2018


Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbenyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
6
ESTIMASI KERUGIAN EKONOMI AKIBAT ABRASI
(Studi Kasus: Desa Tanjung Anom, Kecamatan Mauk,
Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten)

ALFI FADLILANISSA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
8
10
11

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa
penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan dan dukungan banyak pihak.
Penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua penulis, Ibu Diah Ratriani dan Bapak Heri Pribadi atas
do’a, kasih sayang, motivasi, dan dukungan yang diberikan.
2. Bapak Prof. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS, Ph.D dan Bapak Benny Osta
Nababan, S.Pi, M.Si selaku Dosen Pembimbing atas arahan, bimbingan, dan
waktu yang telah diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku Dosen Pembimbing
Akademik atas arahan, bimbingan, dan motivasi yang diberikan selama
penulis menjadi mahasiswi Departemen Ekonomi Sumberdaya dan
Lingkungan.
4. Bapak Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si selaku Dosen Penguji Utama dan Ibu
Osmaleli, S.E, M.Si selaku Dosen Penguji Wakil Departemen atas kritik dan
saran untuk menyempurnakan skripsi ini.
5. Seluruh dosen dan staff Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
yang telah memberikan ilmu, bantuan, dan dukungan kepada penulis selama
menyelesaikan masa studi di ESL.
6. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data, yaitu
seluruh perangkat Desa Tanjung Anom, Kecamatan Mauk, Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Tangerang, Bappeda
Kabupaten Tangerang, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kabupaten
Tangerang, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang, Dinas
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten, dan Kementerian
Kelautan dan Perikanan.
7. Rekan-rekan bimbingan skripsi, yaitu Farha, Sobirin, Tara dan khususnya
Nisa atas semangat, saran, dan bantuan selama menyelesaikan skripsi ini.
8. Sahabat-sahabat Galih, Vigil, Ulayya, Uli, Nurin, dan Vera atas dukungan,
doa, dan motivasi.
9. Teman-teman di Departemen ESL Devita, Puji, Maisa, Ravina, dan teman-
teman ESL 50 lainnya atas berbagi kebersamaan, semangat, dan
bantuannya.
10. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi
ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak dalam
mengatasi abrasi di wilayah pesisir.

Bogor, Februari 2018

Alfi Fadlilanissa
12
13

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1


1.1 Latar Belakang ..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 5
1.4 Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................... 5
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................7
2.1 Abrasi ....................................................................................................... 7
2.2 Penilaian Kerusakan Sumberdaya Alam dan Lingkungan ..................... 7
2.3 Livelihood Vulnerability Index .................................................................9
2.4 Analisis Regresi Berganda ...................................................................... 9
2.5 Alternatif Penanganan Abrasi .................................................................10
2.6 Metode Perbandingan Eksponensial .......................................................12
2.7 Penelitian Terdahulu ..............................................................................13
BAB III KERANGKA PENELITIAN ...................................................................17
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ..............................................................21
4.1 Metode Penelitian ...................................................................................21
4.2 Jenis dan Sumber data ............................................................................21
4.3 Metode Pengambilan Sampel .................................................................23
4.4 Metode Analisis Data .............................................................................23
4.4.1 Analisis Deskriptif ........................................................................24
4.4.2 Livelihood Vulnerability Index .....................................................25
4.4.3 Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Akibat Abrasi ........................26
4.4.3.1 Biaya Perbaikan ...............................................................26
4.4.3.2 Biaya Kehilangan .............................................................27
4.4.3.3 Loss of Income .................................................................28
4.4.3.4 Biaya Pencegahan ............................................................28
4.4.4 Analisis Regresi Berganda............................................................29
4.4.5 Metode Perbandingan Eksponensial .............................................33
4.5 Batasan Penelitian ...................................................................................34
BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN .................................37
5.1 Kondisi Umum Desa Tanjung Anom .....................................................37
5.1.1 Kondisi Fisik Desa Tanjung Anom ..............................................37
5.1.2 Kondisi Sosial Ekonomi Desa Tanjung Anom .............................37
5.2 Karakteristik Responden .........................................................................38
5.2.1 Jenis Kelamin ...............................................................................38
5.2.2 Usia ...............................................................................................39
5.2.3 Tingkat Pendidikan .......................................................................39
5.2.4 Jenis Mata Pencaharian Kepala Keluarga ....................................40
5.2.5 Pendapatan Rumahtangga ............................................................41
5.2.6 Status Kependudukan ...................................................................41
5.2.7 Status Kepemilikan Lahan ............................................................42
5.2.8 Status Kepemilikan dan Jenis Rumah ..........................................42
5.2.9 Jarak Rumah ke Laut ....................................................................43
5.2.10 Lama Tinggal ..............................................................................43
14

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 45


6.1 Persepsi Masyarakat Mengenai Abrasi dan Dampak Abrasi ................. 45
6.2 Livelihood Vulnerability Index ............................................................... 47
6.3 Estimasi Kerugian Akibat Abrasi .......................................................... 49
6.3.1 Perbaikan Bangunan Rumah ........................................................ 50
6.3.2 Kehilangan Lahan, Bangunan Rumah, dan Peralatan
Rumahtangga ............................................................................... 50
6.3.3 Kehilangan Pendapatan karena Memilih Tidak Bekerja.............. 51
6.3.4 Total Kerugian Ekonomi.............................................................. 52
6.3.5 Biaya Pencegahan ........................................................................ 52
6.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Masyarakat Mengeluarkan Biaya
untuk Pencegahan Abrasi ...................................................................... 53
6.5 Alternatif Kebijakan Penanganan Abrasi ............................................... 58
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 63
7.1 Simpulan ................................................................................................ 63
7.2 Saran ....................................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 65
LAMPIRAN .......................................................................................................... 67
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 97
15

DAFTAR TABEL

Nomor Hal
1 Panjang dan laju abrasi di Kabupaten Tangerang .................................................4
2 Matriks penelitian terdahulu ...............................................................................15
3 Matriks jenis dan sumber data.............................................................................22
4 Matriks responden stakeholders ..........................................................................23
5 Matriks metode analisis data ...............................................................................24
6 Kelas interval LVI ...............................................................................................26
7 Mata pencaharian penduduk Desa Tanjung Anom tahun 2016 ..........................38
8 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin ............................................39
9 Karakteristik responden berdasarkan usia ...........................................................39
10 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan terakhir ....................40
11 Karakteristik responden berdasarkan jenis mata pencaharian KK ....................40
12 Karakteristik responden berdasarkan pendapatan rumahtangga .......................41
13 Karakteristik responden berdasarkan status kependudukan ..............................41
14 Karakteristik responden berdasarkan status kepemilikan lahan .......................42
15 Karakteristik responden berdasarkan jenis rumah ............................................43
16 Karakteristik responden berdasarkan jarak rumah ke laut ................................43
17 Karakteristik responden berdasarkan lama tinggal ...........................................44
18 Persepsi responden mengenai penyebab abrasi.................................................45
19 Karakteristik banjir rob periode bulan Januari sampai Juli 2017......................46
20 Nilai standarisasi komponen LVI Desa Tanjung Anom ...................................47
21 Biaya perbaikan bangunan rumah responden ...................................................50
22 Biaya kehilangan responden .............................................................................51
23 Pendapatan yang hilang karena memilih tidak pergi bekerja............................51
24 Total kerugian ekonomi ....................................................................................52
25 Total biaya pencegahan responden ...................................................................53
26 Faktor-faktor yang memengaruhi biaya pencegahan yang dikeluarkan
masyarakat ........................................................................................................55
27 Nilai total alternatif kebijakan ...........................................................................60
28 Urutan pemberian ranking alternatif kebijakan .................................................61

DAFTAR GAMBAR

Nomor Hal
1 Perubahan garis pantai Kecamatan Mauk .............................................................4
2 Kerangka Pemikiran Penelitian ...........................................................................19
16

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Hal

1 Peta lokasi penelitian .......................................................................................... 69


2 Komponen LVI Shah et al. (2013) ..................................................................... 70
3 Kuesioner penelitian masyarakat ........................................................................ 73
4 Kuesioner penelitian stakeholders ...................................................................... 76
5 Data responden ................................................................................................... 77
6 Kondisi lokasi penelitian .................................................................................... 78
7 Perhitungan nilai standarisasi komponen LVI.................................................... 79
8 Perhitungan nilai LVI ......................................................................................... 87
9 Perhitungan biaya perbaikan bangunan rumah ................................................... 88
10 Perhitungan biaya kehilangan ........................................................................... 89
11 Perhitungan kehilangan pendapatan karena memilih tidak pergi bekerja ........ 90
12 Perhitungan biaya pencegahan ......................................................................... 91
13 Hasil uji normalitas........................................................................................... 92
14 Hasil uji multikolinearitas ................................................................................ 92
15 Hasil uji autokorelasi ........................................................................................ 93
16 Hasil uji heteroskedastisitas.............................................................................. 93
17 Hasil uji F ......................................................................................................... 94
18 Hasil uji t .......................................................................................................... 94
19 Perhitungan pembobotan kriteria keputusan .................................................... 96
20 Perhitungan nilai alternatif kebijakan ............................................................... 96
1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia termasuk negara kepulauan yang terletak di antara Benua
Australia dan Benua Asia serta membatasi Samudera Pasifik dan Samudera
Hindia. Indonesia memiliki laut seluas 6,31 juta km2. Selain itu, Indonesia disebut
sebagai negara kepulauan karena memiliki pulau sebanyak 17.504 pulau dan garis
pantai sepanjang 99.093 km (Kementerian Kelautan dan Perikanan 2015).
Wilayah pesisir Indonesia merupakan wilayah strategis secara ekonomi,
sosial, dan lingkungan yang terletak di sepanjang garis pantai (Diposaptono et al.
2013 dalam Mulyana 2015). Menurut Dahuri (2000), wilayah pesisir ini
merupakan daerah interaksi ekosistem darat dan ekosistem laut yang sangat
dinamis dan saling memengaruhi. Menurut Tarigan (2007), wilayah pesisir
didefinisikan sebagai wilayah daratan yang berbatasan dengan laut, meliputi
daerah yang tergenang air maupun yang tidak tergenang air dan masih dipengaruhi
oleh pasang surut air laut. Kondisi tersebut menyebabkan wilayah pesisir
mendapatkan tekanan dari berbagai aktivitas dan fenomena yang terjadi di darat
maupun di laut. Fenomena seperti pembangunan pemukiman, pembabatan hutan
untuk persawahan, dan pembangunan tambak akan memberikan dampak pada
ekosistem pantai (Hastuti 2012 dalam Damaywanti 2013).
Menurut Tarigan (2007), manusia melakukan perubahan terhadap ekosistem
dan sumberdaya alam untuk meningkatkan taraf hidupnya. Hal ini berpengaruh
pada lingkungan di wilayah pesisir khususnya garis pantai. Garis pantai adalah
batas air laut pada waktu pasang tertinggi telah sampai ke darat. Saat ini,
Indonesia telah terjadi perubahan garis pantai yang disebabkan oleh aktivitas
manusia seperti pembukaan lahan, eksploitasi bahan galian di daratan pesisir yang
dapat merubah keseimbangan garis pantai melalui suplai muatan sedimen yang
berlebihan. Selain itu, curah hujan yang dengan intensitas tinggi juga dapat
memengaruhi perubahan garis pantai.
Perubahan garis pantai dapat disebabkan oleh proses alami maupun non
alami (kegiatan manusia). Proses alami seperti proses hidro-oseanografi yang
2

berasal dari laut, misalnya hempasan gelombang, perubahan pola arus dan
fenomena pasang surut yang keseluruhan dapat menyebabkan abrasi pantai.
Sedangkan yang berasal dari darat seperti erosi, sedimentasi akibat arus pasang,
banjir, dan perubahan arus aliran sungai. Proses non alami yang berpotensi
menimbulkan perubahan garis pantai adalah penambangan pasir, pengambilan
pelindung pantai alami, pembuatan bangunan yang menjorok ke laut, dan
pembukaan tambak (Shuhendry 2004).
Indonesia umumnya mengalami perubahan morfologi pantai karena erosi
pantai yang disebabkan oleh sirkulasi arus, dinamika gelombang, serta faktor
manusia. Abrasi merupakan pengikisan atau pengurangan daratan (pantai) akibat
aktivitas gelombang, arus dan pasang surut (Damaywanti 2013).
Abrasi yang terjadi di beberapa bagian pantai dunia telah menimbulkan
kerugian yang besar berupa rusaknya daerah pemukiman, pertambakan, dan jalan
raya. Abrasi merupakan salah satu masalah serius degradasi garis pantai yang
disebabkan oleh angin, hujan, arus, gelombang, dan akibat aktivitas manusia.
Aktivitas manusia seperti pembukaan hutan mangrove, penambangan pasir laut
dan penambangan terumbu karang di beberapa lokasi telah memberikan kontribusi
terhadap terjadinya abrasi, karena hilangnya perlindungan pantai dari hantaman
gelombang dan badai (Tarigan 2007). Menurut data Kementerian Kelautan dan
Perikanan (2016), sekitar 33 kabupaten di 5 provinsi yang berada di Pantai Utara
Jawa mengalami abrasi parah yaitu mencapai 745 km dengan luas yang terabrasi
sebesar 12.878,53 Ha.
Provinsi Banten merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0 sampai 200
m di atas permukaan laut dan berbatasan langsung dengan Laut Jawa, Samudera
Hindia dan Selat Sunda (Pemerintah Provinsi Banten 2013). Hal ini membuat
Provinsi Banten rentan akan terkena abrasi pantai, khususnya Kabupaten
Tangerang. Kabupaten Tangerang sebagai salah satu kabupaten yang memiliki
daerah pantai yang cukup luas juga tidak luput dari kerusakan lingkungan yang
terjadi karena abrasi pantai. Pada tahun 2010 abrasi melanda pesisir Kabupaten
Tangerang sekitar 30 km (Purwadinata 2013).
Dampak dari abrasi menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi penduduk
di wilayah pesisir. Kerugian dapat dilihat dari rusaknya bangunan rumah,
3

hilangnya bangunan rumah, lahan milik penduduk, dan pendapatan penduduk.


Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini penting dilakukan untuk
mengukur besarnya kerugian dan dampak yang ditimbulkan dari abrasi terhadap
masyarakat, sehingga dapat diketahui upaya-upaya yang bisa dilaksanakan dalam
meminimalisir dampak yang ditimbulkan.

1.2 Rumusan Masalah


Masyarakat yang hidup di wilayah pesisir seperti nelayan, petani dan
petambak kehidupannya tergantung pada sumberdaya alam. Kondisi lingkungan
dan sumberdaya alam pesisir yang rentan berdampak pada aspek sosial ekonomi.
Menurut Damaywanti (2013), abrasi pantai membuat penduduk kehilangan lahan
tempat tinggal, lahan pertanian, dan pertambakan yang berdampak pada hilangnya
mata pencaharian dan berkurangnya pendapatan.
Kabupaten Tangerang memiliki wilayah pesisir seluas 164,31 km2 atau
1,90% dari total luas wilayah provinsi Banten (DKP Kabupaten Tangerang 2015).
Wilayah pesisir Kabupaten Tangerang merupakan daerah yang memiliki potensi
wisata bahari dan salah satu sumber potensi perikanan Kabupaten Tangerang.
Wilayah pesisir ini memiliki garis pantai yang menghadap Laut Jawa sepanjang
51,20 km dengan luas perairan 377,40 km2 (DKP Kabupaten Tangerang 2015).
Laju kerusakan sumber daya pesisir di Kabupaten Tangerang dalam satu
dekade ini telah mencapai kondisi mengkhawatirkan (DKP Kabupaten Tangerang
2015). Salah satu faktor yang menyebabkan rusaknya sumber daya pesisir adalah
abrasi. Abrasi yang terjadi di wilayah pesisir utara Kabupaten Tangerang
diakibatkan oleh faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam yang menyebabkan
abrasi adalah hempasan gelombang yang besar. Faktor manusia yang
menyebabkan abrasi adalah kegiatan manusia seperti kegiatan pertambakan,
penebangan hutan mangrove, dan penggalian pasir pantai. Panjang dan laju abrasi
yang terjadi di Kabupaten Tangerang dapat dilihat pada Tabel 1.
4

Tabel 1 Panjang dan laju abrasi di Kabupaten Tangerang


No. Kecamatan Panjang Abrasi (m) Laju Abrasi (m/tahun)
1. Kronjo 2.700 16,30
2. Kemiri 1.500 9,20
3. Mauk 8.200 20,90
4. Sukadiri 1.200 5,20
5. Paku Haji 1.600 14,30
6. Teluknaga 3.100 19,67
7. Kosambi 2.300 3,20
Sumber: Purwadinata (2013)

Berdasarkan Tabel 1 setiap kecamatan memiliki tingkat laju abrasi yang


bermacam-macam. Kecamatan yang mengalami abrasi terparah adalah Kecamatan
Mauk yang terkena abrasi sepanjang 8.200 m dengan laju abrasi 20,90 m/tahun.
Menurut Purwadinata (2013), kerusakan ini terjadi akibat proses penebangan liar
hutan mangrove yang dilakukan oleh penduduk sekitar dan adanya penambangan
pasir liar. Abrasi yang terjadi di Kecamatan Mauk mengakibatkan perubahan garis
pantai. Gambar perubahan garis pantai di Kecamatan Mauk dapat dilihat pada
Gambar 1.

Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang (2015)


Gambar 1 Perubahan garis pantai Kecamatan Mauk
5

Salah satu daerah yang mengalami abrasi parah adalah Desa Tanjung Anom,
Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Menurut Pemerintah
Provinsi Banten (2013), Desa Tanjung Anom sudah terabrasi sejauh 600 m.
Sumber penyebab terabrasinya wilayah Desa Tanjung Anom adalah karena proses
alam, kegiatan pembukaan tambak, penambangan pasir pantai, dan kegiatan
reklamasi. Peta wilayah Desa Tanjung Anom terdapat di Lampiran 1.
Berdasarkan masalah-masalah yang telah diuraikan tersebut, dapat
dirumuskan permasalahannya sebagai berikut:
1. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap abrasi pantai?
2. Berapa indeks kerentanan Desa Tanjung Anom terhadap abrasi?
3. Berapa nilai kerugian ekonomi yang ditanggung masyarakat akibat abrasi di
Desa Tanjung Anom?
4. Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi masyarakat mengeluarkan biaya
untuk pencegahan abrasi?
5. Bagaimana kebijakan untuk mengatasi abrasi Desa Tanjung Anom?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan,
maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi persepsi masyarakat terhadap abrasi pantai.
2. Mengidentifikasi indeks kerentanan Desa Tanjung Anom terhadap abrasi.
3. Mengestimasi nilai kerugian ekonomi yang ditanggung masyarakat akibat
abrasi Desa Tanjung Anom.
4. Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi masyarakat mengeluarkan
biaya untuk pencegahan abrasi.
5. Memberikan rekomendasi kebijakan untuk mengatasi abrasi di Desa Tanjung
Anom.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tanjung Anom, Kecamatan Mauk,
Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Objek penelitian ini adalah masyarakat
Desa Tanjung Anom yang terkena dampak abrasi dan stakeholders terkait yang
mengetahui kebijakan mengenai abrasi. Persepsi masyarakat mengenai abrasi di
analisis secara deskriptif. Penelitian ini juga mengkaji indeks kerentanan wilayah
6

akibat bencana abrasi. Kerugian ekonomi diestimasi dari biaya perbaikan


bangunan rumah, biaya kehilangan lahan dan bangunan tempat tinggal, dan
kehilangan pendapatan karena memilih tidak bekerja akibat dampak abrasi, dan
biaya pencegahan yang dilakukan dalam mengurangi dampak abrasi. Faktor-faktor
yang memengaruhi masyarakat mengeluarkan biaya untuk pencegahan abrasi
dikaji dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan Metode Perbandingan
Eksponensial (MPE) untuk merekomendasikan alternatif kebijakan yang sesuai
untuk mengurangi abrasi di Desa Tanjung Anom.

1.5 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi berbagai pihak yang
berkepentingan, yaitu:
1. Bagi penulis, untuk meningkatkan pengetahuan serta mengaplikasikan ilmu
yang telah diperoleh selama perkuliahan di Departemen Ekonomi
Sumberdaya dan Lingkungan untuk dipraktikkan di lapangan.
2. Bagi akademisi dan peneliti, sebagai informasi tambahan atau bahan rujukan
dalam pelaksanaan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan kerugian
ekonomi akibat abrasi.
3. Bagi pemerintah, sebagai informasi dan bahan pertimbangan untuk
menghitung kerugian ekonomi masyarakat akibat abrasi serta untuk
menetapkan program yang tepat dalam mengurangi dampak dari abrasi
tersebut.
4. Bagi masyarakat, sebagai informasi mengenai besarnya kerugian ekonomi
akibat abrasi yang ditanggung dan sebagai bahan pertimbangan dalam
melakukan tindakan pencegahan terhadap abrasi.
7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Abrasi
Abrasi merupakan pengikisan atau pengurangan daratan (pantai) akibat
aktivitas gelombang, arus, dan pasang surut (Damaywanti 2013). Abrasi pantai
terjadi apabila di suatu pantai mengalami kehilangan atau pengurangan sedimen
yang berarti sedimen yang terangkut dari pantai lebih besar dari sedimen yang
terangkut ke pantai (Shuhendry 2004).
Menurut Malik dan Suprapta (2009), abrasi disebabkan oleh faktor alam dan
faktor manusia. Faktor alam yang menyebabkan abrasi adalah keadaan dinamika
laut yang bergantung musim, material pembentuk pantai, dan keberadaan
ekosistem. Faktor manusia yang menyebabkan abrasi adalah aktivitas
pembangunan di wilayah sepanjang pantai, penambangan pasir sehingga
mengurangi volume pasir pantai, dan pengambilan batu karang sehingga
pelindung alami pantai menjadi berkurang.
Abrasi mengakibatkan banyak permasalahan seperti banjir rob, semakin
sempitnya lahan pantai, pengikisan lahan pertanian, perkebunan, tambak, badan
jalan, dan hilangnya lahan pemukiman (Malik dan Suprapta 2009). Kondisi
lingkungan dan sumberdaya alam pesisir yang rentan tersebut berdampak pada
aspek sosial ekonomi penduduk. Hilangnya lahan pertanian, perkebunan dan
tambak berdampak pada hilangnya mata pencaharian dan berkurangnya
pendapatan. Sebagian besar masyarakat pesisir yang terkena abrasi memilih untuk
bertahan karena alasan ekonomi, yaitu tidak memiliki tempat dan biaya untuk
pindah. Alasan lainnya adalah mata pencaharian masyarakat yang sebagian besar
adalah nelayan. Beberapa masyarakat pesisir melakukan tindakan pencegahan
seperti meninggikan dan menguruk rumah (Damaywanti 2013).

2.2 Penilaian Kerusakan Sumberdaya Alam dan Lingkungan


Menurut Putri et al. (2007), kondisi sumberdaya alam sudah mulai kritis
dikarenakan abrasi pantai, konversi lahan, penggundulan hutan hingga terjadinya
degradasi lingkungan yang menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan.
Kerusakan lingkungan adalah terganggunya fungsi lingkungan karena tindakan
8

pencemaran atau pengambilan berlebih dan atau perusakan sumberdaya alam dan
lingkungan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langung terhadap
sifat fisiknya (Dhewanti et al. 2007). Penilaian kerusakan diperlukan sebagai
poses sistematis untuk menentukan dan menilai sejauh mana kerugian masyarakat
sebagai akibat dari kerusakan ekosistem (Wulandari 2013).
Penilaian kerusakan adalah proses pemberian penilaian sejauh mana tingkat
kerusakan yang terjadi sebagai akibat dari bencana alam atau bencana yang
disebabkan oleh manusia. Konsep pendugaan damage assessment yaitu pemberian
nilai moneter terhadap injury atau kerusakan yang ditimbulkan pada sumberdaya
alam dan lingkungan. Besaran kerugian ekonomi menjadi indikator moneter bagi
damage assessment. Besaran tergantung dari bagaimana masyarakat merespon dan
menerima perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan (Putri et al. 2007).
Penilaian kerusakan lingkungan dan valuasi ekonomi dapat membantu
kebijakan publik dalam beberapa aspek. Menurut Hufscmidt et al dalam Maryadi
(2011), penilaian suatu sumberdaya alam dan lingkungan pada dasarnya dapat
dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut:
1. Pendekatan Orientasi Pasar
 Penilaian manfaat menggunakan harga pasar aktual barang dan jasa, yaitu
perubahan dalam nilai hasil produksi (change in productivity) dan metode
kehilangan penghasilan (loss of earning methods).
 Penilaian biaya dengan menggunakan harga pasar aktual terhadap
masukan berupa perlindungan lingkungan, seperti pengeluaran
pencegahan (averted defensif expenditure methods), biaya pengganti
(replacement cost methods), proyek bayangan (shadow project methods),
dan analisis keefektifan biaya.
 Penggunaan metode pasar pengganti, seperti barang yang dapat
dipasarkan sebagai pengganti lingkungan, pendekatan nilai pemilikan,
pendekatan lain terhadap nilai tanah, biaya perjalanan (travel cost),
pendekatan perbedaan upah (wage differential methods), dan penerimaan
kompensasi.
9

2. Pendekatan Orientasi Survei


Pendekatan orientasi survei dapat dilakukan dengan pentanyaan langsung
terhadap kemauan membayar (Willingness to Pay) dan kemauan dibayar
(Willingness to Accept).

2.3 Livelihood Vulnerability Index (LVI)


Menurut Shah et al. (2013), penilaian kerentanan (vulnerability assessment)
menggambarkan metode yang digunakan untuk meneliti interaksi antara manusia
dan lingkungan fisik dan sosial secara sistematis. Komponen yang digunakan
dalam penelitian Shah et al. (2013) profil sosio demografi, strategi mata
pencaharian, jaringan sosial, kesehatan, makanan, air, perumahan dan kepemilikan
lahan, dan bencana alam (Lampiran 2). Menurut Hahn (2009), skala LVI dimulai
dari skala 0 (paling tidak rentan) sampai 0,50 (paling rentan).
Kajian kerentanan diperlukan untuk menilai sejauh mana masyarakat rentan
terhadap perubahan kondisi lingkungan dan mengidentifikasi langkah-langkah
yang harus dilakukan untuk beradaptasi dengan perubahan tersebut (Manik dan
Syaukat 2015). LVI juga dirancang untuk menyediakan organisasi pembangunan,
pembuat kebijakan, dan praktisi kesehatan masyarakat dengan alat praktis untuk
memahami demografis, sosial, dan faktor kesehatan yang menyebabkan iklim
kerentanan di Kabupaten atau tingkat masyarakat.

2.4 Analisis Regresi Berganda


Analisis regresi digunakan untuk mempelajari hubungan atau peramalan
antara dua buah variabel atau lebih yang dinyatakan dalam bentuk persamaan
matematik. Menurut Juanda (2009), pada regresi berganda (multiple regression
model) dengan asumsi bahwa peubah tak bebas (respons) Y merupakan fungsi
linear dari beberapa peubah bebas X1, X2, X3, …, …, Xk dan komponen sisaan ε
(error). Model ini sebenarnya merupakan pengembangan dari model regresi
sederhana dengan satu peubah bebas sehingga asumsi mengenai sisaan ε, peubah
bebas X dan peubah tak bebas Y juga sama. Persamaan model regresi berganda
secara umum adalah sebagai berikut:
Yi = β1 X1i + β2X2i + β3 X3i + ……+ βk Xki + εi ..........................................(1)
10

Subskrip i menunjukkan nomor pengamatan dari 1 sampai n untuk data


populasi atau sampai n untuk data contoh merupakan pengamatan ke-i untuk
peubah bebas. Koefisien merupakan intersep model regresi berganda.
Dalam mendapatkan koefisien regresi parsial digunakan metode kuadrat
terkecil Ordinary Least Square (OLS). Asumsi utama yang mendasari model
regresi berganda dengan metode OLS adalah sebagai berikut (Firdaus 2011):
1. Nilai yang diharapkan bersyarat (conditional expected value) dari tergantung
pada tertentu adalah nol.
2. Tidak ada korelasi berurutan atau tidak ada korelasi (non-autokorelasi) artinya
dengan tertentu simpangan setiap Y yang manapun dari nilai rata- ratanya
tidak menunjukkan adanya korelasi, baik secara positif atau negatif.
3. Varian bersyarat dari ε adalah konstan. Asumsi ini dikenal dengan nama
asumsi homoskedastisitas.
4. Variabel bebas adalah non-stokastik yaitu tetap dalam penyampelan berulang
jika stokastik maka didistribusikan secara independen dari gangguan ε.
5. Tidak ada multikolinearitas antara variabel penjelas satu dengan yang lainnya.
6. ε didistribusikan secara normal dengan rata-rata dan varians yang diberikan
oleh asumsi 1 dan 2.
Apabila semua asumsi yang mendasari model tersebut terpenuhi maka
fungsi regresi yang diperoleh dari hasil perhitungan pendugaan dengan metode
OLS dari koefisien regresi adalah penduga tak bias linear terbaik (Best Linear
Unbiased Estimator atau BLUE). Sebaliknya jika ada asumsi dalam model regresi
yang tidak terpenuhi oleh fungsi regresi yang diperoleh maka kebenaran
pendugaan model tersebut atau pengujian hipotesis untuk pengambilan keputusan
dapat diragukan.

2.5 Alternatif Penanganan Abrasi


Abrasi menimbulkan dampak yang merugikan masyarakat sekitar sehingga
dibutuhkan penanganan serius untuk menanggulanginya. Pada umumnya alam
telah menyediakan mekanisme perlindungan secara alami yang efektif (Malik dan
Suprapta 2009). Apabila perlindungan alami tidak ada, atau sudah tidak efektif
karena rusak maka dapat dibuat perlindungan lain seperti pembuatan dinding
11

pantai, alat pemecah ombak, penanaman mangrove, struktur hybrid, dan sabuk
pantai.
1. Dinding Pantai (Seawall)
Dinding pantai adalah bangunan yang memisahkan daratan dan perairan
yang berfungsi sebagai pelindung pantai terhadap abrasi dan hempasan gelombang
(Triatmodjo 1999 dalam Alimuddin 2015). Dinding pantai dibangun pada
sepanjang garis pantai yang diprediksikan mengalami abrasi untuk melindungi
pantai. Menurut Alimuddin (2015), dinding pantai ada dua macam, yaitu dinding
pantai masif dan tidak masif. Dinding pantai masif dibuat dari kontruksi beton
atau pasangan batu, sedangkan dinding pantai tidak masif dibuat dari tumpukan
batu.
2. Alat Pemecah Ombak
Menurut Triatmodjo dalam Alimuddin (2015), alat pemecah ombak adalah
alat untuk memecah ombak yang disusun secara sejajar dan terpisah-pisah pada
jarak tertentu dari garis pantai. Alat pemecah gelombang berfungsi untuk
melindungi pantai dari hantaman gelombang yang datang dari arah lepas pantai.
Selain itu, alat pemecah gelombang juga berfungsi untuk menahan laju sedimen
ke arah laut.
3. Penanaman Mangrove
Penanaman mangrove merupakan bentuk penanganan abrasi pantai secara
ekologis yang efektif meskipun membutuhkan perawatan yang cukup lama (Malik
dan Suprapta 2009). Pencegahan abrasi dengan penanaman mangrove
memberikan perlindungan alami terhadap pantai dalam jangka panjang.
Penanaman mangrove seperti bakau (Rhizopora stylosa) dapat mempercepat
pertumbuhan pantai karena akar pohon akan menahan sedimen yang terbawa arus
sehingga terjadi pengendapan di sekitar pohon bakau (Alimuddin 2015). Pada
awal penanaman diperlukan banyak bibit tanaman mangrove dan dibutuhkan
perawatan yang serius.
4. Struktur Hybrid
Struktur hybrid merupakan salah satu alternatif dalam mengatasi kerusakan
pesisir seperti abrasi (Kementerian Koordinasi Bidang Kemaritiman 2016).
Struktur hybrid dirancang permeabel dengan kayu atau bambu untuk
12

mengembalikan tanah yang terabrasi. Setelah proses abrasi terhenti dan pantai
mulai pulih, dilanjutkan dengan restorasi mangrove. Pada tahap ini, bibit
mangrove tidak hanyut terbawa arus dan dapat berfungsi sebagai pemecah
gelombang untuk melindungi pantai dalam jangka waktu yang panjang.
5. Sabuk Pantai
Sabuk pantai merupakan salah satu alternatif penanganan abrasi yang
termasuk ke dalam hard structure atau struktur keras. Sabuk pantai dibuat dari
beton atau karung geotekstil memanjang dengan sistem uruk. Sabuk pantai
berfungsi untuk menahan kekuatan gelombang dan menangkap sedimen sehingga
kedepannya bisa ditanami vegetasi pantai.

2.6 Metode Perbandingan Eksponensial


Menurut Marimin (2004) Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) adalah
metode pengambilan keputusan yang mengkuantitaskan pendapat seseorang atau
lebih dalam skala tertentu. MPE digunakan untuk membandingkan beberapa
alternatif dengan menggunakan sejumlah kriteria yang ditentukan berdasarkan
hasil survei dengan pakar terkait. Penilaian yang diberikan dalam hal ini telah
ditetapkan sebelumnya.
Prinsip MPE adalah metode skoring terhadap pilihan-pilihan yang ada.
Dengan perhitungan secara eksponensial, perbedaan nilai kriteria yang satu
dengan kriteria yang lainnya dapat dibedakan dengan jelas tergantung tingkat
penilaian tersebut. Marimin (2004) menjelaskan ada beberapa tahapan yang harus
dilakukan dalam menggunakan metode perbandingan eksponensial yaitu:
1. Menyusun alternatif-alternatif keputusan yang akan dipilih.
2. Menentukan kriteria atau perbandingan kriteria keputusan yang penting untuk
dievaluasi.
3. Menentukan tingkat kepentingan dari setiap kriteria keputusan atau
pertimbangan kriteria.
4. Melakukan penilaian terhadap semua alternatif pada setiap kriteria.
5. Menghitung skor atau nilai total setiap alternatif.
6. Menentukan urutan prioritas keputusan didasarkan pada skor atau nilai
total masing-masing alternatif.
13

Penentuan skor alternatif pada kriteria tertentu dilakukan dengan


memberi nilai setiap alternatif berdasarkan nilai kriterianya. Semakin besar
nilai alternatif, semakin besar pula skor alternatif tersebut. Total skor masing-
masing alternatif keputusan akan relatif berbeda secara nyata karena adanya
fungsi eksponensial.

2.7 Penelitian Terdahulu


Mulyana (2015) dalam skripsinya yang berjudul Pengaruh Kenaikan Muka
Air Laut terhadap Kerugian Ekonomi Masyarakat (Studi Kasus: Kelurahan
Kalibaru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara) membahas mengenai kerugian
yang dialami masyarakat Kelurahan Kalibaru akibat intrusi air laut dan banjir rob
periode Januari sampai Februari 2015 sebesar Rp 5.241.873.514,93. Penelitian
menggunakan empat metode analisis, yaitu analisis deskriptif, metode penilaian
kerusakan, analisis regresi logistik, dan skala likert. Total biaya pencegahan
terhadap banjir rob yang dikeluarkan masyarakat Kelurahan Kalibaru dalam kurun
waktu 10 tahun terakhir sebesar Rp 43.237.768.783,96. Faktor-faktor yang
memengaruhi keputusan masyarakat untuk melakukan tindakan pencegahan
terhadap banjir rob adalah jarak rumah ke laut, status kependudukan, dan luas
rumah.
Tarigan (2007) melakukan pengamatan dan menganalisis perubahan garis
pantai di wilayah pesisir perairan Cisadane, Provinsi Banten di sepanjang garis
pantai dari Tanjung Pasir sampai dengan Rawa Saban pada bulan Juli dan
November 2005. Berdasarkan hasil pengamatan garis pantai tahun 2005 di
tumpang susun dengan hasil analisis digitasi garis pantai dari Citra Landsat-5 TM
tahun 1997 ditemukan ada beberapa lokasi yang terjadi abrasi dan akresi. Lokasi
yang mengalami penambahan pantai (akresi) yaitu pantai Tanjung Pupaleo dan
pantai dari Tanjung Burung sampai dengan pantai desa Harapan, sedangkan yang
terjadi pengurangan pantai (abrasi) adalah sepanjang pantai dari Kali Cituis
sampai pantai Desa Kohot, sebelah kiri muara Sungai Cisadane dan di pantai
Tanjung Pasir. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh aktivitas manusia maupun
akibat fenomena alam (arus yang kuat dan gelombang besar) yang terjadi pada
musim tertentu.
14

Shah et al. (2013) mengembangkan Livelihood Vulnerability Index (LVI)


untuk memperkirakan kerentanan perubahan iklim dua komunitas lahan basah di
Trinidad dan Tobago. Penelitian ini memakai profil sosio demografi, strategi mata
pencaharian, jaringan sosial, kesehatan, makanan, air, perumahan dan kepemilikan
lahan, dan bencana alam. Hasil dari penelitian ini adalah komunitas “Nariva” lebih
rentan daripada komunitas “Caroni” dalam hal profil sosio-demografi, kesehatan,
dan ketersediaan air. “Caroni” lebih rentan dalam ketersediaan makanan.
Shuhendry (2004) melakukan penelitian di wilayah pesisir Kota Bengkulu.
Proses abrasi pantai yang terjadi disebabkan oleh proses alami berupa proses
hidro-oseanografi, seperti hempasan gelombang laut, fluktuasi muka air laut dan
arus sepanjang pantai. Pantai yang mengalami abrasi mengakibatkan mundurnya
garis pantai ke arah darat dan pada lokasi tertentu mengancam pinggiran badan
jalan yang menghubungkan Kota Bengkulu dengan daerah lainnya.
Penanggulangan untuk menghambat atau menghentikan laju dari abrasi dan
sedimentasi yang terjadi, dapat dilakukan dengan proses fisik yaitu berupa
pembuatan dinding pantai, Groin, Jetty, dan pemecah gelombang. Selain dengan
proses fisik untuk penanggulangan abrasi dapat juga dilakukan dengan proses
alami yaitu penanaman hutan mangrove.
Irwansyah (2015) melakukan penelitian di tiga kelurahan yang rentan
terkena banjir rob, yaitu Kelurahan Penjaringan, Kamal Muara dan Marunda.
Penelitian ini menggunakan lima metode analisis, yaitu Livelihood Vulnerability
Index (LVI), environment damage assessment, Averting Behaviour Method
(ABM), regresi linier berganda, dan AWOT. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa Kelurahan Penjaringan memiliki nilai LVI tertinggi dibandingkan
kelurahan yang lain yaitu 0,45. Total kerugian akibat banjir rob yang terjadi pada
Januari 2014 adalah sebesar Rp 137.026.419.716,00. Umumnya rumah tangga
melakukan tindakan pencegah terhadap banjir rob dengan berbagai cara antara
lain membuat tanggul, meninggikan lantai rumah dan menambah lantai rumah.
Sedangkan unit bisnis dan fasilitas umum mayoritas melakukan tindakan
pencegahan dengan cara membuat tanggul, meninggikan lantai dan
memindahkan barang. Total biaya pencegahan pada penelitian ini adalah Rp
440.104.897.882,00. Faktor-faktor yang memengaruhi besarnya biaya
15

pencegahan untuk rumah tangga dipengaruhi oleh penghasilan, tinggi genangan,


durasi banjir, dan tingkat pendidikan.

Tabel 2 Matriks penelitian terdahulu


Perbedaan dengan
No Nama Tahun Judul Penelitian
Penelitian Terdahulu
1. Lina 2015 Pengaruh Kenaikan  Peneliti tidak
Mulyana Muka Air Laut terhadap membahas tentang
Kerugian Ekonomi kerugian akibat
Masyarakat (Studi pengaruh kenaikan
Kasus: Kelurahan muka air laut seperti
Kalibaru, Kecamatan instrusi air laut.
Cilincing, Jakarta Utara)  Peneliti membahas
mengenai kerugian
ekonomi akibat abrasi.
Peneliti menggunakan
metode analisis LVI dan
regresi berganda.
2. M Salam 2007 Perubahan Garis Pantai  Peneliti membahas
Tarigan di Wilayah Pesisir mengenai kerugian
Perairan Cisadane, yang ditanggung
Provinsi Banten masyarakat akibat
abrasi dari aspek
ekonominya.
 Peneliti menggunakan
metode analisis
deskriptif, LVI, metode
penilaian kerusakan,
regresi berganda, dan
MPE.
3. Shah, 2013 Understanding livelihood  Peneliti mencari indeks
Dulal, Vulnerability to Climate kerentanan di satu
Johnson, Change: Applying the tempat, yaitu di Desa
and Livelihood Vulnerability Tanjung Anom.
Baptiste Index in Trinidad and  Peneliti menggunakan
Tobago metode analisis
deskriptif, metode
penilaian kerusakan,
regresi berganda, dan
MPE.
16

Tabel 2 Matriks penelitian terdahulu (lanjutan)

Perbedaan dengan
No Nama Tahun Judul Penelitian
Penelitian Terdahulu
4. Ricky 2004 Abrasi Pantai di Wilayah  Peneliti melakukan
Shuhendry Pesisir Kota Bengkulu: penelitian di Desa
Analisis Faktor Tanjung Anom.
Penyebab dan Konsep  Peneliti membahas
Penanggulangannya kerugian ekonomi yang
ditanggung masyarakat
akibat dampak dari
abrasi pantai.
 Peneliti menggunakan
metode analisis
deskriptif, LVI, metode
penilaian kerusakan,
regresi berganda, dan
MPE.
5. Adrian 2015 Analisis Kerusakan  Peneliti tidak
Irwansyah dan Strategi membahas tentang
Pencegahan Banjir kerugian akibat
Rob Akibat Perubahan pengaruh kenaikan
Iklim di Jakarta Utara muka air laut seperti
banjir rob dan instrusi
air laut.
 Peneliti membahas
mengenai kerugian
ekonomi dan
dampaknya pada
masyarakat akibat
abrasi pantai.
17

III. KERANGKA PENELITIAN

Kabupaten Tangerang termasuk kabupaten yang memiliki wilayah pesisir


cukup luas. Kabupaten Tangerang memiliki luas sebesar 512,461 km2 yang terdiri
dari luas daratan sebesar 316,580 km2 dan luas perairan sebesar 195,881 km2,
dengan garis pantai sepanjang ± 51 kilometer (DKP Kabupaten Tangerang 2015).
Garis pantai di Kabupaten Tangerang tak luput dari kerusakan lingkungan yang
diakibatkan oleh abrasi. Pada tahun 2010 abrasi pantai melanda pesisir Kabupaten
Tangerang sekitar 30 km (Purwadinata, 2013). Salah satu daerah yang mengalami
abrasi parah adalah Desa Tanjung Anom, Kecamatan Mauk, Kabupaten
Tangerang. Abrasi pantai ini memberikan kerugian ekonomi bagi masyarakat
yang tinggal di wilayah tersebut.
Tujuan pertama dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi persepsi
masyarakat mengenai abrasi. Persepsi masyarakat yang diteliti meliputi penyebab
abrasi yang terjadi di Desa Tanjung Anom serta dampak dari abrasi yang
dirasakan masyarakat. Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi persepsi
masyarakat yaitu dengan metode analisis deskriptif.
Tujuan kedua dari penelitian adalah untuk menghitung indeks kerentanan
terhadap abrasi dengan menggunakan Livelihood Vulnerability Index (LVI).
Indeks tersebut dapat digunakan untuk mengetahui seberapa rentan masyarakat
Desa Tanjung Anom terhadap perubahan kondisi lingkungan akibat dampak dari
abrasi.
Tujuan ketiga dari penelitian ini adalah mengestimasi kerugian ekonomi
masyarakat yang ditimbulkan oleh abrasi. Kerugian ekonomi dalam penelitian ini
diestimasi menggunakan metode biaya perbaikan dan biaya kehilangan atas
kerugian fisik yang ditanggung masyarakat, loss of income, dan metode preventive
expenditure sebagai estimasi dari biaya pencegahan terhadap abrasi.
Setelah tujuan kedua dan ketiga terpenuhi maka dilakukan analisis untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi masyarakat mengeluarkan
biaya untuk tindakan pencegahan abrasi. Metode analisis yang digunakan yaitu
analisis regresi berganda.
18

Tujuan terakhir dalam penelitian ini adalah merekomendasikan alternatif


kebijakan dalam mengurangi dampak akibat abrasi menggunakan Metode
Perbandingan Eksponensial (MPE). Melalui hasil yang diperoleh, peneliti dapat
memberikan gambaran mengenai sejauh mana alternatif kebijakan dapat
mengurangi dampak abrasi berdasarkan penilaian para pakar. Selanjutnya
ditentukan skor penilaian untuk mendapatkan peringkat pada masing-masing
alternatif kebijakan. Alternatif kebijakan dengan skor tertinggi akan menjadi
prioritas utama kebijakan.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan rekomendasi
kebijakan bagi pemerintah dalam menentukan langkah-langkah penanganan untuk
meminimalisir dampak yang ditimbulkan akibat abrasi. Berdasarkan uraian
kerangka pemikiran di atas, maka kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat
pada Gambar 2.
19

Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Tangerang

Abrasi di Desa Tanjung Anom, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang

Identifikasi Identifikasi Identifikasi nilai Faktor-faktor Rekomendasi


persepsi tingkat kerugian yang kebijakan
masyarakat kerentanan ekonomi yang memengaruhi pemerintah
terhadap Desa Tanjung ditanggung masyarakat dalam
abrasi Anom terhadap masyarakat mengeluarkan mengatasi
bencana abrasi akibat abrasi biaya pencegahan abrasi
abrasi

Analisis
Deskriptif Preventive
Biaya Loss of Metode
Expenditure Perbandingan
Perbaikan Income
dan Biaya Eksponensial
Kehilangan

Livelihood
Estimasi
Vulnerability
Nilai
Index
Kerugian

Analisis
Regresi
Berganda

Rekomendasi kebijakan dalam mengatasi dampak abrasi di


Desa Tanjung Anom

Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian


20
21

IV. METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Metode Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode survei yaitu mengumpulkan informasi
yang dilakukan dengan cara menyusun daftar pertanyaan yang diajukan pada
responden (Sujarweni 2014). Pengumpulan data dengan kuesioner, yaitu dibuat
sejumlah pertanyaan dan wawancara langsung kepada responden yang
mengalami abrasi dan dampak dari abrasi. Lokasi penelitian terletak di RT 01,
RT 05, dan RT 07, Desa Tanjung Anom, Kecamatan Mauk, Kabupaten
Tangerang, Provinsi Banten. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja dengan
pertimbangan bahwa di Desa Tanjung Anom terjadi abrasi dan berdampak pada
kehidupan masyarakat. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei-Agustus
2017.

4.2 Jenis dan Sumber Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data
sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara menggunakan
kuesioner pada responden yang mengalami dampak abrasi dan stakeholders
terkait. Data primer yang dibutuhkan antara lain karakteristik responden yang
mengalami dampak akibat abrasi, persepsi mengenai abrasi dan dampak akibat
abrasi, kerusakan dan kehilangan yang ditanggung responden akibat abrasi, biaya
yang dikeluarkan responden untuk melakukan tindakan pencegahan, dan
penilaian dari stakeholders mengenai alternatif kebijakan untuk mengatasi
dampak abrasi. Kuesioner penelitian disajikan pada Lampiran 3 dan Lampiran 4.
Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain keadaan
fisik lokasi penelitian, peta wilayah penelitian, kerusakan pesisir, serta informasi lain
yang menunjang penelitian. Data sekunder diperoleh dari Desa Tanjung Anom,
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Banten, Dinas Kelautan
dan Perikanan (DKP) Kabupaten Tangerang, Badan Pusat Statistika (BPS) Provinsi
Banten, Pemerintah Provinsi Banten, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Data sekunder juga diperoleh melalui studi literatur dari buku referensi, jurnal
ilmiah, internet, serta hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan
penelitian yang dilakukan.
22

Tabel 3 Matriks jenis dan sumber data

No. Tujuan Penelitian Jenis Data Parameter Sumber Data


1 Identifikasi Data - Data tentang - Desa Tanjung
persepsi Primer profil Desa Anom
masyarakat dan Tanjung Anom - Wawancara
terhadap abrasi dan Sekunder - Informasi masyarakat
dampak dari abrasi mengenai Desa Tanjung
karakteristik dan Anom dengan
persepsi kuesioner
responden
mengenai abrasi
dan dampak abrasi
2 Identifikasi tingkat Data - Informasi - Wawancara
kerentanan Desa Primer mengenai masyarakat
Tanjung Anom komponen dan Desa Tanjung
terhadap abrasi sub komponen Anom dengan
pada indeks kuesioner
kerentanan
masyarakat
3 Estimasi nilai Data - Informasi biaya - Wawancara
kerugian ekonomi Primer kerugian yang masyarakat
yang ditanggung dirasakan warga Desa Tanjung
masyarakat akibat Desa Tanjung Anom dengan
abrasi Anom akibat kuesioner
abrasi (Rp)
4 Identifikasi faktor- Data - Informasi - Wawancara
faktor yang Primer mengenai masyarakat
memengaruhi karakteristik Desa Tanjung
masyarakat responden dalam Anom dengan
mengeluarkan mengeluarkan kuesioner
biaya untuk biaya untuk
pencegahan abrasi pencegahan abrasi
5 Identifikasi Data - Informasi - Desa Tanjung
kebijakan Primer mengenai Anom
pemerintah dalam penanggulangan - Kecamatan
mengurangi abrasi yang sudah Mauk
dampak abrasi dilakukan dan - DKP
memberikan Kabupaten
penilaian terhadap Tangerang
alternatif - Bappeda
kebijakan Kabupaten
Tangerang
- DLHK
Kabupaten
Tangerang
- BLHD
Provinsi
Banten
- KKP
23

4.3 Metode Pengambilan Sampel


Metode pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan sensus
sebanyak 24 responden yang terkena dampak dari abrasi. Metode pengambilan
sampel dengan sensus merupakan teknik penentuan sampel apabila jumlah
populasi relatif kecil atau kurang dari 30 orang (Sujarweni 2014). Responden yang
diwawancarai adalah masyarakat Desa Tanjung Anom yang terkena dampak dari
abrasi yang terdapat di RT 01, RT 05, dan RT 07. Data responden masyarakat
Desa Tanjung Anom terdapat pada Lampiran 5. Penentuan stakeholders sebanyak
10 orang menggunakan teknik purposive sampling. Teknik ini menentukan sampel
dengan pertimbangan bahwa stakeholders yang dipilih mengetahui kebijakan
mengenai abrasi. Asal instansi dari stakeholders dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Matriks asal instansi stakeholders


No. Instansi Jabatan
1 Desa Tanjung Anom Sekretaris Desa
2 Kecamatan Mauk Staff Pelaksana Pembangunan
3 Dinas Kelautan dan Perikanan Kepala Seksi Pemberdayaan
Kabupaten Tangerang Pembudidaya dan Pengelolaan
Kawasan Budidaya
4 Dinas Kelautan dan Perikanan Kasubag TU Balai Benih Ikan
Kabupaten Tangerang
5 Bappeda Kabupaten Tangerang Kasubid Sosial Budaya dan
Pemerintahan
6 Bappeda Kabupaten Tangerang Kabid Penelitian dan Pengembangan
7 Dinas Lingkungan Hidup dan Staff Konservasi SDA dan Pertamanan
Kebersihan Kabupaten Tangerang
8 Dinas Lingkungan Hidup dan Kepala Seksi Konservasi, Rehabilitasi
Kebersihan Kabupaten Tangerang Lahan Kritis, dan Keanekaragaman
Hayati
9 Dinas Lingkungan Hidup dan Kepala Seksi Perencanaan dan
Kehutanan Provinsi Banten Pengkajian Dampak Lingkungan
10 Kementerian Kelautan dan Perikanan Kepala Bidang Mitigasi Bencana
Republik Indonesia

4.4 Metode Analisis Data


Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis secara kualitatif dan
kuantitatif. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan program komputer, yaitu
Microsoft Excell 2010 dan SPSS 17. Data selanjutnya diolah dan dianalisis secara
deskriptif serta disajikan dalam bentuk tabel dan perhitungan matematis. Matriks
24

metode analisis data yang digunakan untuk menjawab tujuan-tujuan dalam


penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Matriks metode analisis data


Metode Analisis
No. Tujuan Penelitian Sumber Data
Data
1. Identifikasi karakteristik Data primer dan sekunder Analisis deskriptif
dan persepsi masyarakat (kuesioner dan wawancara) tabulatif kuantitatif
terhadap dampak dari
abrasi
2. Identifikasi tingkat Data primer (kuesioner dan Livelihood
kerentanan terhadap wawancara) Vulnerability Index
dampak dari abrasi (LVI)
3. Estimasi nilai kerugian Data primer (kuesioner dan Metode penilaian
ekonomi yang ditanggung wawancara) kerusakan SDAL
masyarakat akibat abrasi
4. Identifikasi faktor-faktor Data primer (kuesioner dan Analisis regresi
yang memengaruhi wawancara) berganda
masyarakat mengeluarkan
biaya untuk pencegahan
abrasi
5. Identifikasi kebijakan Data primer dan sekunder Metode
pemerintah dalam perbandingan
mengurangi dampak abrasi eksponensial

4.4.1 Analisis Deskriptif


Metode analisis data yang digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik
sosial ekonomi masyarakat dan persepsi masyarakat mengenai abrasi dan dampak
abrasi yaitu analisis deskriptif. Sujarweni (2014) menyatakan metode analisis
deskriptif adalah suatu metode untuk menggambarkan berbagai karakteristik data
yang berasal dari suatu sampel.
Karakteristik masyarakat yang diidentifikasi meliputi jenis kelamin, usia,
tingkat pendidikan terakhir, jenis mata pencaharian kepala keluarga, pendapatan
rumah tangga, status kependudukan, status kepemilikan lahan, status kepemilikan
dan jenis rumah, jarak rumah ke laut, dan lama tinggal. Identifikasi mengenai
dampak dari abrasi diantaranya persepsi responden mengenai pengaruh abrasi
terhadap terganggunya aktivitas masyarakat, penghasilan yang diperoleh, serta
faktor-faktor yang mendorong masyarakat untuk melakukan tindakan pencegahan
terhadap abrasi.
25

4.4.2 Livelihood Vulnerability Index (LVI)


Perhitungan LVI menggunakan metode perhitungan yang dikembangkan
oleh Shah et al. (2013). Komponen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
profil sosio demografi, strategi mata pencaharian, jaringan sosial, kesehatan,
makanan, air, perumahan dan kepemilikan lahan, dan banjir. Komponen ini telah
disesuaikan dengan kondisi di tempat penelitian dan ketersediaan data.
Estimasi LVI menggunakan pendekatan rata-rata estimasi LVI
menggunakan pendekatan rata-rata tertimbang dimana masing-masing sub
komponen memberikan kontribusi yang sama dengan keseluruhan indeks
meskipun masing-masing komponen utama memiliki sub-komponen yang
berbeda. LVI dalam penelitian ini menggunakan pendekatan sederhana dimana
menerapkan bobot nilai yang sama untuk semua komponen utama.
𝑆𝑑−𝑆𝑚𝑖𝑛
Indexsd = 𝑆𝑚𝑎𝑥−𝑆𝑚𝑖𝑛 ..............................................................................................(2)

Keterangan :
Index sd = Index sub komponen
Sd = Nilai sub komponen
Smin = Nilai minimum
Smax = Nilai maksimum
Setelah menentukan nilai sub komponen, tahap selanjutnya adalah
menentukan nilai komponen utama yaitu dengan menggunakan rumus :
9
∑ 𝑖𝑛𝑑𝑒𝑥 𝑠𝑑
Md = 𝑖=1 ..........................................................................................(3)
9

Keterangan :
Md = Rasio standarisasi dari komponen utama (profil sosio demografi,
strategi mata pencaharian, jaringan sosial, kesehatan, makanan,
air, perumahan dan kepemilikan lahan, dan banjir)
Index sd = Index sub komponen
i = Sub komponen (1, 2, 3, ....., 9)
Langkah terakhir adalah menentukan nilai LVI setiap Desa dengan
menggunakan rumus :
26

∑ 𝑤𝑚𝑖 . 𝑀𝑑𝑖
𝑖=1
LVId = ......................................................................................(4)
9
∑ 𝑤𝑚𝑖
𝑖=1

Keterangan :
LVId = LVI untuk Desa Tanjung Anom
wmi = Komponen utama
Mdi = Nilai komponen utama
i = Sub komponen (1, 2, 3, ....., 9)
Menurut Hahn (2009), skala LVI dimulai dari skala 0 (paling tidak rentan)
sampai 0,5 (paling rentan). Kelas interval untuk skala LVI sebagai berikut:

Tabel 6 Kelas interval LVI


Nilai LVI Keterangan
0,00 – 0,10 Tidak rentan
0,11 – 0,20 Kurang rentan
0,21 – 0,30 Cukup rentan
0,31 – 0,40 Rentan
0,41 – 0,50 Sangat rentan
Sumber: Hasil Analisis Data (2018)

4.4.3 Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Akibat Abrasi


Nilai kerugian ekonomi akibat abrasi yang dihitung dalam penelitian ini
meliputi biaya perbaikan, biaya kehilangan, kehilangan pendapatan karena tidak
bekerja atau melakukan aktivitas ekonomi, dan biaya pencegahan. Berikut
metode-metode yang digunakan untuk menghitung kerugian dalam penelitian ini:

4.4.3.1 Biaya Perbaikan


Kerugian ini dilihat dari biaya yang ditanggung oleh responden dihitung dari
pengeluaran sejumlah uang untuk melakukan perbaikan kerusakan bangunan
rumah atau peralatan rumahtangga akibat abrasi. Nilai riil dari biaya perbaikan
yang dikeluarkan masyarakat pada tahun terjadinya kerusakan akan dikonversi ke
nilai saat ini dengan tingkat suku bunga acuan BI pada Juli 2017 sebesar 4,75%.
Perhitungan biaya rata-rata untuk upaya perbaikan bangunan rumah dan peralatan
27

rumah tangga dapat diperoleh melalui persamaan berikut (Setyaningrum 2012


dalam Rosemarry 2014):
2
∑ 𝐵𝑃𝑏𝑖
RBPb = 𝑖=1 .............................................................................................(5)
2

Keterangan :
RBPb = Rata-rata biaya perbaikan (Rp/Tahun/KK)
BPbi = Biaya perbaikan (Rp/Tahun)
i = Responden ke-i (1, 2)

4.4.3.2 Biaya Kehilangan


Kerugian dilihat dari lahan, bangunan, dan peralatan rumahtangga yang
hilang atau tidak bisa digunakan kembali akibat abrasi. Biaya kehilangan peralatan
rumahtangga yang dialami oleh masyarakat dapat dilihat dari harga pembelian
awal dan tahun kehilangan lahan, bangunan, dan peralatan rumahtangga tersebut.
Nilai kehilangan bangunan dan peralatan rumahtangga diperoleh dari nilai
sisa properti pada tahun hilangnya properti tersebut. Kemudian nilai di konversi
ke nilai saat ini dengan tingkat suku bunga acuan BI pada Juli 2017 sebesar
4,75%. Penggunaan metode ini untuk mencari nilai riil dari biaya kehilangan saat
ini.
Rata-rata biaya kehilangan responden diperoleh dengan cara membagi total
biaya kehilangan dengan jumlah responden yang mengalami kerugian kerusakan
peralatan rumah tangga. Nilai rata-rata biaya kehilangan dapat dilihat pada
persamaan berikut (Setyaningrum 2012 dalam Rosemarry 2014):
21
∑ 𝐵𝐾𝑖
RBK = 𝑖=1 .............................................................................................(6)
21

Keterangan :
RBK = Rata-rata biaya kehilangan (Rp/Tahun/KK)
BKi = Biaya kehilangan (Rp/Tahun)
i = Responden ke-i (1, 2, 3, ....., 21)
28

4.4.3.3 Loss of Income


Kerugian karena kehilangan pendapatan harian masyarakat akibat abrasi
yang menghalangi mereka untuk melakukan aktivitas ekonomi diestimasi melalui
pendekatan pendapatan yang hilang atau loss of income. Pendapatan yang hilang
ini merupakan pendapatan harian yang tidak didapatkan responden karena
responden memilih untuk tidak melakukan aktivitas ekonomi. Rumus yang
digunakan dalam perhitungan pendapatan yang hilang karena tidak melakukan
aktivitas ekonomi sebagai berikut (Dhewanthi et al. 2007):
5
∑ 𝐽𝐻𝑇𝐾𝐼𝑥 𝑃𝑅𝑖
P = 𝑖=1 ...................................................................................(7)
5

Keterangan:
P = Hilangnya pendapatan responden (Rp/Tahun/KK)
JHTKi = Jumlah hari tidak melakukan aktivitas ekonomi (hari)
PRi = Pendapatan responden ke-i per hari (Rp/hari)
i = Responden ke-i (1, 2, 3, 4, 5)

4.4.3.4 Biaya Pencegahan (Preventive Expenditure)


Biaya pencegahan diestimasi melalui biaya yang dikeluarkan untuk
melakukan tindakan pencegahan pada bangunan tempat tinggal responden dalam
rangka melindungi rumahtangga responden dari penurunan kesejahteraan. Nilai
riil dari biaya pencegahan yang dikeluarkan masyarakat pada tahun masyarakat
melakukan tindakan pencegahan akan dikonversi ke nilai saat ini dengan tingkat
suku bunga acuan BI pada Juli 2017 sebesar 4,75%. Besar biaya rata-rata untuk
upaya pencegahan tersebut dapat diperoleh melalui persamaan (Setyaningrum
2012 dalam Rosemarry 2014):
11
∑ 𝐵𝑃𝑖
RBP = 𝑖=1 .............................................................................................(8)
11

Keterangan:
BP = Rata-rata biaya pencegahan (Rp/KK)
BPi = Biaya pencegahan (Rp)
i = Responden ke-i (1, 2, 3, ....., 11)
29

4.4.4 Analisis Regresi Berganda


Metode analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
memengaruhi keputusan masyarakat untuk melakukan tindakan pencegahan
terhadap abrasi adalah analisis regresi berganda. Analisis regresi digunakan untuk
mempelajari hubungan atau peramalan antara dua buah variabel atau lebih yang
dinyatakan dalam bentuk persamaan matematik. Fungsi persamaannya adalah
sebagai berikut:
BYPCGHNi = β0 + β1PNDPTN + β2PNDDKN + β3JRK + β4FREKBJR+
β5LMTGL + β6STSLHN + β7STSKPDKN + ε ..............................(9)
Estimasi parameter yang diharapkan adalah β1, β2, β4, β5, β6 > 0 dan β3, β7 < 0
Keterangan :
BYPCGHNi = Biaya pencegahan (Rp)
β0 = Intersep
β1 - β7 = Koefisien regresi
PNDPTN = Pendapatan responden (Rp/bulan)
PNDDKN = Pendidikan responden (0=tidak sekolah, 6=SD, 9=SMP,
12=SMA)
JRK = Jarak tempat tinggal ke laut (m)
FREKBJR = Frekuensi banjir rob (per tahun)
LMTGL = Lama tinggal (tahun)
STSLHN = Dummy status lahan (0=bukan milik pribadi, 1=milik pribadi)
STSKPDKN = Dummy status kependudukan (0=asli, 1=pendatang)
ε = Error
Berikut ini adalah hipotesis dari faktor-faktor yang memengaruhi reponden
mengeluarkan biaya pencegahan:
1. Pendapatan
Pendapatan merupakan besarnya upah kerja yang diterima responden setiap
bulannya. Variabel tingkat pendapatan diharapkan bernilai positif. Semakin
tinggi pendapatan, maka responden tersebut diharapkan akan lebih mudah
untuk mengeluarkan biaya pencegahan terhadap dampak akibat abrasi.
2. Tingkat pendidikan
Pendidikan merupakan tingkatan pembelajaran pengetahuan dan keterampilan
yang dimiliki responden. Variabel tingkat pendidikan diharapkan bernilai
30

positif. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditempuh responden,


diharapkan responden lebih memahami risiko terjadinya dampak akibat abrasi.
3. Jarak dari rumah ke laut
Variabel jarak rumah ke laut diharapkan bernilai negatif. Semakin dekat jarak
rumah ke laut, maka responden diharapkan melakukan tindakan pencegahan
terhadap dampak akibat abrasi.
4. Frekuensi banjir rob dalam setahun
Variabel frekuensi banjir rob dalam setahun diharapkan bernilai positif.
Semakin tinggi frekuensi banjir rob yang dialami responden dalam setahun,
maka diharapkan responden akan melakukan tindakan pencegahan.
5. Lama tinggal
Variabel lama tinggal responden diharapkan bernilai positif. Semakin lama
tinggal responden, maka diharapkan responden akan melakukan tindakan
pencegahan.
6. Status lahan
Variabel status lahan diharapkan bernilai positif. Masyarakat yang status
lahannya milik pribadi diharapkan akan lebih cenderung melakukan tindakan
pencegahan untuk mempertahankan lahannya dari dampak akibat abrasi.
7. Status kependudukan
Variabel status kependudukan diharapkan bernilai negatif. Responden dengan
status kependudukan asli diharapkan lebih cenderung melakukan tindakan
pencegahan dibandingkan dengan responden berstatus pendatang.
Pengujian parameter regresi dilakukan dengan pengujian asumsi klasik
terhadap model dan pengujian statistik terhadap model. Pengujian asumsi klasik
dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu uji normalitas, uji multikolinieritas, uji
autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas. Pengujian statistik dapat dilakukan
dengan tiga cara, yaitu uji keandalan, uji statistik F, dan uji statistik t.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang
akan digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak digunakan dalam
penelitian adalah data yang memiliki distribusi normal sehingga dapat dipakai
dalam statistik parametrik (Sujarweni 2014). Normalitas data dapat dilihat dengan
31

menggunakan uji Normal Kolmogorov-Smirnov. Apabila hasil uji signifikansi > α,


maka data terdistribusi normal.
b. Uji Multikolinieritas
Menurut Juanda (2009), salah satu asumsi dari model regresi adalah bahwa
tidak ada hubungan linier sempurna antar peubah bebas dalam model tersebut.
Jika terdapat hubungan linier sempurna antar peubah dalam model, maka terjadi
multikolinieritas. Multikolinearitas dapat dideteksi dengan melihat nilai Variance
Inflation Factor (VIF) pada masing-masing variabel independen. Model dikatakan
tidak mengalami multikolinearitas apabila nilai VIF di antara 1 sampai 10.
c. Uji Autokorelasi
Menurut Juanda (2009), salah satu asumsi dari model regresi adalah bahwa
tidak ada autokorelasi antara sisaan (εt). Autokorelasi dapat dideteksi dengan
dengan menggunakan uji Durbin-Watson. Apabila nilai Durbin-Watson di antara
1,55 sampai 2,46 dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada autokorelasi (Firdaus
2011).
d. Uji Heteroskedastisitas
Menurut Sujarweni (2014), heteroskedastisitas menguji terjadinya perbedaan
variasi residual suatu periode pengamatan ke periode pengamatan yang lain. Cara
mendeteksi adanya heteroskedastisitas pada suatu model dapat dilihat dengan pola
gambar scatter plot. Suatu regresi tidak terjadi heteroskedastisitas jika:
1. Titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka 0.
2. Titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja.
3. Penyebaran titik-titik data tidak tidak boleh membentuk pola bergelombang
melebar kemudian menyempit dan melebar kembali.
4. Penyebaran titik-titik data tidak berpola.
e. Uji Keandalan
Uji keandalan dapat dilihat dengan nilai R2 (Adjusted R-Square) atau koefisien
determinasi. Koefisien determinasi adalah suatu nilai statistik yang dapat
mengetahui besarnya kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat dari suatu
persamaan regresi (Firdaus 2011).
32

f. Uji Statistitik F
Uji statistik-F digunakan untuk melihat apakah semua variabel independen
dapat menjelaskan variabel dependennya. Tahapan uji statistik-F adalah sebagai
berikut:
a. Perumusan hipotesis
H0 : β = 0 (Model tidak signifikan)
H1 : β ≠ 0 (Model signifikan)
b. Perhitungan nilai Fhitung
JKR/dbr
Fhitung = JKS/dbe ..........................................................................................(10)

Keterangan :
JKR = Jumlah kuadrat regresi
JKS = Jumlah kuadrat sisa
dbr = Derajat bebas regresi (k-1)
dbe = Derajat bebas sisa (n-k)
k = Jumlah parameter regresi (β1, β2, β3, β4, β5)
n = Jumlah pengamatan (1, 2, ..., n)
c. Penentuan penerimaan atau penolakan H0:
Jika Fhit < Ftabel maka terima H0 yang artinya secara bersama-sama variabel
Xi tidak berpengaruh nyata terhadap Y. Jika Fhit > Ftabel, maka tolak H0 yang
berarti variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap Y.
g. Uji Statistika t
Uji statistik-t digunakan untuk mengetahui masing-masing variabel bebas
berpengaruh atau tidak terhadap variabel terikat pada taraf α = 5%. Tahapan uji
statistik-t adalah sebagai berikut:
a. Pengujian hipotesis
H0 : β = 0 (X tidak berpengaruh nyata terhadap Y)
H1 : β ≠ 0 (X berpengaruh nyata terhadap Y)
b. Perhitungan nilai thitung
β1− β0
thitung = .............................................................................................(11)

33

Keterangan :
βi = Estimasi nilai koefisien regresi atau parameter βi ̂
Sβ = Standar residual dugaan parameter βi
c. Penentuan penerimaan atau penolakan H0:
Jika thit < tα/2, maka H0 diterima yang artinya variabel bebas (Xi) tidak
berpengaruh nyata terhadap Y. Jika thit > tα/2, maka tolak H0 yang artinya
variabel bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap Y.

4.4.5 Metode Perbandingan Eksponensial


Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi kebijakan pemerintah
adalah Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). Menurut Marimin dan
Maghfiroh (2010), Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) merupakan salah
satu metode untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan
kriteria jamak.
Tahapan yang harus dilakukan adalah menyusun alternatif keputusan yang
akan dipilih, menentukan kriteria atau perbandingan kriteria keputusan yang
penting untuk dievaluasi, menentukan tingkat kepentingan dari setiap kriteria
keputusan atau pertimbangan kriteria, melakukan penilaian terhadap semua
alternatif pada setiap kriteria, menghitung skor atau nilai total setiap alternatif, dan
menentukan urutan prioritas keputusan didasarkan pada skor atau nilai total
masing-masing alternatif. Hasil identifikasi literatur diperoleh beberapa alternatif
adaptasi untuk meminimalisir dampak abrasi, yaitu pembuatan dinding pantai,
pembuatan alat pemecah ombak, penanaman mangrove, struktur hybrid, dan
pembuatan sabuk pantai.
Penentuan skor alternatif pada kriteria tertentu dilakukan dengan memberi
nilai setiap alternatif berdasarkan nilai kriterianya. Angka pembobotan
ditentukan berdasarkan skala ordinal dengan skala 1 sampai 3. Bobot 1 berarti
kriteria tersebut tidak penting, bobot 2 berarti kriteria tersebut penting, dan bobot
3 berarti kriteria tersebut sangat penting. Penilaian alternatif ditentukan
berdasarkan skala ordinal dengan skala 1 sampai 5 (Sujarweni 2014). Skor 1
berarti alternatif tersebut sangat tidak efektif, skor 2 berarti tidak efektif, skor 3
berarti cukup efektif, skor 4 berarti efektif, dan skor 5 berarti sangat efektif.
34

Total skor masing-masing alternatif keputusan akan relatif berbeda secara


nyata karena adanya fungsi eksponensial. Formulasi perhitungan nilai untuk
masing-masing alternatif dalam metode perbandingan eksponensial adalah
sebagai berikut (Marimin 2004):
4

TNi = ∑(𝑅𝐾𝑖𝑗)𝑇𝐾𝐾𝑗 ....................................................................................(12)


𝑗=1

Keterangan:
TNi = Total nilai alternatif ke-i
RK ij = Derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan i
TKK j = Derajat kepentingan dari kriteria keputusan ke-j; TKK > 0; bulat
i = Alternatif keputusan (1, 2, 3, 4, 5)
j = Kriteria (1=manfaat, 2=biaya, 3=jangka waktu, 4=efektivitas
teknis)
4.5 Batasan Penelitian
Penelitian ini memiliki batasan sebagai berikut:
1. Lokasi penelitian dilakukan di Desa Tanjung Anom, Kecamatan Mauk,
Kabupaten Tangerang, Banten karena merupakan salah satu wilayah yang
terkena abrasi parah di Kabupaten Tangerang. Responden adalah
masyarakat Desa Tanjung Anom yang mengalami abrasi dan dampak abrasi.
2. Persepsi masyarakat mengenai abrasi dan dampak abrasi menggunakan
metode analisis deskriptif.
3. Identifikasi indeks kerentanan adalah dengan mengkaji kerentanan untuk
menilai sejauh mana masyarakat rentan terhadap perubahan kondisi
lingkungan. Komponen yang diteliti adalah profil sosio-demografi, strategi
mata pencaharian, jaringan sosial, kesehatan, makanan, air, perumahan dan
kepemilikan lahan, dan bencana alam.
4. Nilai kerugian adalah nilai rugi yang ditanggung karena adanya dampak
abrasi di Pesisir Desa Tanjung Anom, Kecamatan Mauk, Kabupaten
Tangerang, Provinsi Banten.
5. Nilai kerugian dalam penelitian ini mencakup biaya perbaikan, biaya
kehilangan, loss of income, dan biaya pencegahan (preventive expenditure).
35

6. Penilaian alternatif kebijakan dalam menanggulangi abrasi dilihat dari sudut


pandang instansi/pihak terkait seperti Sekretaris Desa Tanjung Anom,
Perwakilan Kecamatan Mauk, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten
Tangerang, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten
Tangerang, BAPPEDA Kabupaten Tangerang, Dinas Lingkungan Hidup
dan Kehutanan Provinsi Banten, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan
Republik Indonesia.
36
37

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

5.1 Kondisi Umum Desa Tanjung Anom

5.1.1 Kondisi Fisik Desa Tanjung Anom


Desa Tanjung Anom merupakan salah satu desa yang termasuk wilayah
pesisir di Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Kondisi
lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 6. Desa Tanjung Anom memiliki
luas wilayah seluas 362 Ha yang merupakan hasil pemekaran dari Desa Karang
Serang dan Desa Pekayon. Wilayah pesisir Desa Tanjung Anom memiliki substrat
pasir kombinasi, yaitu pasir berlumpur dan pasir kasar. Selain itu, wilayah pesisir
Desa Tanjung Anom memiliki hempasan gelombang yang besar menuju arah
daratan sehingga rawan terkena abrasi dan membuat mangrove yang ditanam di
posisi terdepan hanyut. Batas wilayah Desa Tanjung Anom secara administratif
adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Laut Jawa
Sebelah Selatan : Desa Pekayon
Sebelah Barat : Desa Margamulya
Sebelah Timur : Desa Karang Serang

5.1.2 Kondisi Sosial Ekonomi Desa Tanjung Anom


Desa Tanjung Anom terdiri dari 5 RW dan 24 RT. Berdasarkan data yang
diperoleh dari Desa Tanjung Anom, jumlah penduduk pada tahun 2016, yaitu
7.966 jiwa yang terdiri dari 4.101 laki-laki dan 3.865 perempuan. Jumlah kepala
keluarga (KK) di Desa Tanjung Anom, yaitu 2.328 KK.
Data yang diperoleh dari Desa Tanjung Anom menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan penduduk pada umumnya adalah tamatan Sekolah Dasar (SD) yaitu
sebanyak 850 jiwa, tamatan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 616
jiwa, tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 571 jiwa, tamatan D1
sebanyak 25 jiwa, tamatan S1 sebanyak 27 orang, dan penduduk yang putus
sekolah adalah sebesar 450 orang. Mata pencaharian penduduk Desa Tanjung
Anom, yaitu PNS, TNI, polisi, nelayan, buruh, pedagang, pegawai swasta, dan
38

petani sawah. Daftar mata pencaharian penduduk Desa Tanjung Anom dapat
dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Mata pencaharian penduduk Desa Tanjung Anom tahun 2016


No Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1 PNS/TNI/Polisi 22 0,46
2 Nelayan 993 20,89
3 Buruh 802 16,87
4 Pedagang 408 8,58
5 Pegawai Swasta 1.015 21,35
6 Petani Sawah 1.513 31,83
Total 4.753 100,00
Sumber: Desa Tanjung Anom (2016)

Daerah yang menjadi fokus penelitian adalah wilayah RT 01, RT 05, dan
RT 07. Ketiga RT merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan laut dan
mengalami dampak langsung dari abrasi. Pada RT 01, status kepemilikan lahan
adalah milik penduduk Desa Tanjung Anom sedangkan pada RT 05 dan RT 07,
status kepemilikan lahan adalah milik yayasan Klenteng Tjoe Soe Kong. Wilayah
yang berbatasan dengan laut membuat mayoritas penduduk RT 01, RT 05, dan RT
07 bermata pencaharian sebagai nelayan. Fasilitas umum yang terdapat di RT 01,
RT 05, dan RT 07 hanya terdapat mesjid, klenteng, dan beberapa warung-warung
kecil di sekitar pemukiman penduduk.

5.2 Karakteristik Responden


Karakteristik umum responden di Desa Tanjung Anom pada penelitian ini
diperoleh berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 24 orang responden
yang mengalami abrasi dan terkena dampak dari abrasi. Karakteristik responden
ditinjau dari beberapa aspek yang meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan
terakhir, jenis mata pencaharian kepala keluarga, pendapatan rumahtangga, status
kependudukan, status kepemilikan lahan, status kepemilikan dan jenis rumah, dan
jarak rumah ke laut.

5.2.1 Jenis Kelamin


Responden dalam penelitian ini 66,67% adalah berjenis kelamin laki-laki
dan 33,33% berjenis kelamin perempuan. Dominasi responden laki-laki dalam
penelitian ini dikarenakan pada umumnya kepala keluarga adalah sebagai
39

pengambil keputusan dan lebih berperan dalam suatu rumah tangga sehingga
dapat menjawab pertanyaan yang diajukan. Hal tersebut membantu peneliti dalam
memperoleh informasi kerugian yang dialami oleh responden akibat terkena abrasi
maupun dampak dari abrasi. Perbandingan persentase jenis kelamin dapat dilihat
pada Tabel 8.

Tabel 8 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin


Jumlah Responden
No Jenis Kelamin
Frekuensi Persentase (%)
1 Laki-laki 16 66,67
2 Perempuan 8 33,33
Jumlah 24 100,00
Sumber: Hasil Analisis Data (2017)

5.2.2 Usia
Tingkat usia menjadi faktor yang berpengaruh terhadap persepsi dan
pemahaman responden dalam melakukan pengambilan suatu keputusan atau
tindakan. Karakteristik usia responden dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu
rentang usia 0-15 tahun, rentang usia 16-65 tahun, dan rentang usia lebih dari 65
tahun. Berdasarkan data yang diperoleh, sebagian besar responden berada pada
kelompok usia 16 sampai 65 tahun, yaitu sebesar 83,33%. Nilai ini menunjukkan
bahwa sebagian besar responden berada pada usia produktif. Distribusi tingkat
usia responden dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Karakteristik responden berdasarkan usia


Jumlah Responden
No Tingkat Usia
Frekuensi Persentase (%)
1 0-15 tahun 0 8,33
2 16-65 tahun 20 20,83
3 >65 tahun 4 37,50
Jumlah 24 100,00
Sumber: Hasil Analisis Data (2017)

5.2.3 Tingkat Pendidikan


Tingkat pendidikan akan memengaruhi pemahaman dan pola pikir seseorang
dalam melakukan suatu pekerjaan dan tindakan yang diambil untuk memenuhi
kelangsungan hidupnya. Tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini
dimulai dari tidak sekolah sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA).
40

Perbandingan persentase tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel


10.

Tabel 10 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan terakhir


Jumlah Responden
No Tingkat Pendidikan Terakhir
Frekuensi Persentase (%)
1 Tidak Sekolah 9 37,50
2 SD 10 41,67
3 SMP 2 8,33
4 SMA 3 12,50
Jumlah 24 100,00
Sumber: Hasil Analisis Data (2017)

Berdasarkan data yang diperoleh, sebesar 41,67% responden menempuh


pendidikan sampai jenjang Sekolah Dasar (SD). Sedangkan jumlah responden
terendah terdapat pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Hal ini
mengindikasikan bahwa pada umumnya tingkat pendidikan responden masih
rendah.

5.2.4 Jenis Mata Pencaharian Kepala Keluarga


Jenis mata pencaharian kepala keluarga responden dalam penelitian ini
bervariasi. Jenis mata pencaharian tersebut diantaranya adalah nelayan, pedagang,
dan buruh. Proporsi jenis mata pencaharian kepala keluarga dapat dilihat pada
Tabel 11.

Tabel 11 Karakteristik responden berdasarkan jenis mata pencaharian KK


Jumlah Responden
No Tingkat Pendidikan Terakhir
Frekuensi Persentase (%)
1 Nelayan 11 45,83
2 Pedagang 10 41,67
3 Buruh 3 12,50
Jumlah 24 100,00
Sumber: Hasil Analisis Data (2017)

Berdasarkan data yang diperoleh, 50% dari total responden bermata


pencaharian sebagai nelayan. Hal ini dikarenakan lokasi penelitian berdekatan
dengan laut sehingga sebagian besar mata pencaharian kepala keluarga adalah
nelayan.
41

5.2.5 Pendapatan Rumahtangga


Besarnya pendapatan rumahtangga responden memengaruhi keputusan
untuk melakukan pencegahan terhadap abrasi dan dampak abrasi. Pendapatan
rumahtangga diperoleh dari penghasilan utama dan sampingan kepala keluarga.
Pendapatan rumahtangga terbanyak berada pada kisaran Rp 1.000.000,00 –Rp
3.520.389,00, yaitu sebesar 79,17% yang berarti bahwa sebagian besar responden
memiliki pendapatan masih di bawah UMK Kabupaten Tangerang sebesar Rp
3.555.834,67. Distribusi besarnya pendapatan rumah tangga dapat dilihat pada
Tabel 12.

Tabel 12 Karakteristik responden berdasarkan pendapatan rumahtangga


Jumlah Responden
No Pendapatan Rumahtangga (Rp)
Frekuensi Persentase (%)
1 1.000.000 – 3.520.389 19 79,17
2 3.520.390 – 6.040.780 2 8,33
3 6.040.781 – 8.561.170 0 0,00
4 8.561.171 – 11.081.561 2 8,33
5 11.081.562 – 13.601.951 0 0,00
6 13.601.952 – 16.122.342 1 4,17
Jumlah 24 100,00
Sumber: Hasil Analisis Data (2017)

5.2.6 Status Kependudukan


Status kependudukan diklasifikasikan menjadi penduduk asli dan pendatang.
Penduduk asli adalah penduduk yang berasal (lahir) dan bertempat tinggal di Desa
Tanjung Anom, sedangkan pendatang adalah penduduk yang berasal dan
bertempat tinggal di luar wilayah Desa Tanjung Anom sebelum menetap di
wilayah Desa Tanjung Anom. Status kependudukan responden dalam penelitian
dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Karakteristik responden berdasarkan status kependudukan


Jumlah Responden
No Status Kependudukan
Frekuensi Persentase (%)
1 Asli 17 71,00
2 Pendatang 7 29,00
Jumlah 24 100,00
Sumber: Hasil Analisis Data (2017)

Tabel 13 menunjukkan bahwa sebesar 71% responden merupakan


penduduk asli dan 29% responden merupakan pendatang. Alasan penduduk
42

pendatang mendiami wilayah Desa Tanjung Anom karena ingin mencari alternatif
pekerjaan sebagai nelayan maupun karena ikut suami/istri yang berstatus
penduduk asli.

5.2.7 Status Kepemilikan Lahan


Status kepemilikan lahan merupakan salah satu faktor penting untuk
mengidentifikasi kerugian yang ditanggung responden akibat abrasi. Status
kepemilikan lahan diklasifikasikan menjadi lahan pribadi yang dapat dibuktikan
dengan sertifikat tanah dan lahan non pribadi. Berdasarkan hasil penelitian,
sebesar 25% responden dapat membuktikan kepemilikan lahan pribadi dan 75%
responden tinggal di lahan non pribadi. Lahan non pribadi yang ditempati
responden adalah lahan milik Klenteng Tjoe Soe Kong. Status kepemilikan lahan
dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Karakteristik responden berdasarkan status kepemilikan lahan


Jumlah Responden
No Status Kepemilikan Lahan
Frekuensi Persentase (%)
1 Pribadi 6 25,00
2 Non Pribadi 18 75,00
Jumlah 24 100,00
Sumber: Hasil Analisis Data (2017)

5.2.8 Status Kepemilikan dan Jenis Rumah


Status kepemilikan rumah responden berdasarkan hasil penelitian adalah
100% milik sendiri. Kepemilikan pribadi menunjukkan bahwa bila terjadi abrasi
dan dampak dari abrasi maka responden akan menanggung sendiri kerugian dari
kerusakan maupun kehilangan bangunan tempat tinggal mereka. Jenis rumah
responden berkaitan dengan kerugian yang dirasakan responden. Jenis rumah yang
umumnya dimiliki responden, yaitu jenis rumah permanen dan non permanen.
Rumah permanen merupakan rumah yang memiliki konstruksi kokoh atau
tembok, sedangkan rumah non permanen adalah rumah yang sebagian besar
konstruksinya terbuat dari bambu, kayu, maupun bilik (Mulyana 2015).
Perbandingan presentasi jenis rumah dapat dilihat pada Tabel 15.
43

Tabel 15 Karakteristik responden berdasarkan jenis rumah


Jumlah Responden
No Jenis Rumah
Frekuensi Persentase (%)
1 Permanen 3 12,50
2 Semi Permanen 21 87,50
Jumlah 24 100,00
Sumber: Hasil Analisis Data (2017)

Berdasarkan data pada Tabel 15, persentase responden yang memiliki jenis
rumah permanen adalah sebesar 12,50%, sedangkan persentase rumah yang
memiliki jenis rumah semi permanen adalah sebesar 87,50%. Rumah semi
permanen yang terdapat dilokasi penelitian merupakan jenis rumah dengan lantai
dari semen, setengah bagian dari tembok, dan sisanya dari kayu atau bambu.

5.2.9 Jarak Rumah ke Laut


Desa Tanjung Anom merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan
Laut Jawa. Hal ini menyebabkan Desa Tanjung Anom memiliki kerawanan cukup
tinggi untuk terjadinya abrasi. Distribusi jarak rumah ke laut dapat dilihat pada
Tabel 16.

Tabel 16 Karakteristik responden berdasarkan jarak rumah ke laut


Jumlah Responden
No Jarak Rumah ke Laut (m)
Frekuensi Persentase (%)
1 1-10 9 37,50
2 11-20 2 8,33
3 21-30 2 8,33
4 31-40 0 0,00
5 41-50 2 8,33
6 >50 9 37,5
Jumlah 24 100,00
Sumber: Hasil Analisis Data (2017)

Berdasarkan data pada Tabel 16, jarak rumah ke laut pada rentang 1-10 m
dan rentang lebih dari 50 m memiliki persentase yang sama yaitu sebesar 37,50%.
Pada penelitian ini, beberapa responden yang mengalami abrasi telah berpindah
rumah ke tempat yang berjarak lebih jauh dari bibir pantai.

5.2.10 Lama Tinggal


Lama tinggal responden di Desa Tanjung Anom berkaitan dengan persepsi
responden mengenai abrasi yang terjadi di Desa Tanjung Anom. Selain itu, lama
44

tinggal juga berpengaruh pada sejauh mana responden melakukan adaptasi dengan
lingkungannya. Perbandingan distribusi lama tinggal dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17 Karakteristik responden berdasarkan lama tinggal


Jumlah Responden
No Lama Tinggal
Frekuensi Persentase (%)
1 8-18 tahun 4 16,67
2 19-29 tahun 4 16,67
3 30-40 tahun 6 25,00
4 41-51 tahun 6 25,00
5 52-62 tahun 2 8,33
6 63-73 tahun 2 8,33
Jumlah 24 100,00
Sumber: Hasil Analisis Data (2017)

Lama tinggal responden di Desa Tanjung Anom cukup bervariasi dengan


distribusi lama tinggal dari 8 tahun sampai 70 tahun. Berdasarkan Tabel 17,
mayoritas responden sudah tinggal selama 30 sampai 51 tahun. Meskipun dampak
dari abrasi memberikan kerugian kepada masyarakat, namun sebagian besar
responden memilih untuk tetap tinggal. Hal ini dikarenakan mata pencaharian
responden yang berhubungan dengan wilayah pesisir, seperti nelayan dan
pedagang hasil tangkapan nelayan.
45

6. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Persepsi Masyarakat Mengenai Abrasi dan Dampak Abrasi


Abrasi adalah proses pengikisan pantai yang disebabkan oleh kekuatan
gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak. Desa Tanjung Anom
merupakan wilayah pesisir yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa sehingga
memiliki hempasan gelombang yang besar menuju daratan dan rawan terjadinya
abrasi. Abrasi yang terjadi di Desa Tanjung Anom sudah sejauh 600 m menurut
data Pemerintah Provinsi Banten (2013).
Sebanyak 100% responden mengetahui mengenai abrasi yang terjadi di
Desa Tanjung Anom. Menurut responden, penyebab abrasi di Desa Tanjung
Anom adalah karena faktor alam dan manusia. Penyebab abrasi karena faktor
alam dikarenakan ombak yang sangat kencang saat musim timur, sedangkan
faktor manusia adalah pengerukan pasir. Pengerukan pasir yang terjadi di Desa
Tanjung Anom dilakukan mulai tahun 1980-an. Dampak dari pengerukan pasir
tidak langsung dialami oleh masyarakat, namun baru dirasakan dampaknya pada
tahun 1990-an. Persepsi responden mengenai penyebab abrasi dapat dilihat pada
Tabel 18.

Tabel 18 Persepsi responden mengenai penyebab abrasi


Jumlah Responden
No. Penyebab Abrasi
Frekuensi Persentase (%)
1. Faktor Alam 7 29,17
2. Faktor Manusia 15 62,50
3. Faktor Alam dan Manusia 2 8,33
Jumlah 24 100,00
Sumber: Hasil Analisis Data (2017)

Berdasarkan Tabel 18, sebanyak 62,50% responden menyatakan bahwa


penyebab abrasi di Desa Tanjung Anom adalah karena faktor manusia, yaitu
pengerukan pasir yang dilakukan di masa lalu. Berdasarkan hasil wawancara
dengan responden didapatkan bahwa semenjak diberlakukannya UU No. 27
Tahun 2007 Pasal 35 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil,
kegiatan pengerukan pasir di Desa Tanjung Anom telah dihentikan. UU No. 27
Tahun 2007 Pasal 35 berisi mengenai larangan melakukan penambangan pasir
pada wilayah yang apabila secara teknis, ekologis, sosial dan/atau budaya
46

menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau


merugikan masyarakat sekitarnya. Menurut informasi dari aparat desa dan
masyarakat, diduga masih ada kegiatan penambangan pasir illegal di perairan
Desa Tanjung Anom.
Dampak yang ditimbulkan akibat abrasi berdasarkan hasil survei cukup
bervariasi. Menurut responden, dampak yang dialami akibat abrasi adalah
hilangnya lahan, hilangnya bangunan, dan banjir rob. Abrasi yang terjadi di pesisir
pantai berdampak pada masuknya air laut ke dalam rumah warga terutama ketika
sedang pasang sedang tinggi. Berdasarkan hasil survei, sebanyak 16 responden
(66,67%) mengalami banjir rob pada periode bulan Januari hingga Juli tahun
2017. Banjir rob terjadi pada saat musim timur yaitu bulan Mei hingga Agustus.
Rob yang terjadi umumnya pada saat malam hari.
Responden dalam penelitian ini mempunyai pendapat yang bervariasi
mengenai karakteristik banjir rob dan ketinggian genangan. Hal ini terlihat dari
ketinggian serta lama banjir yang tidak sama setiap respondennya. Perbedaan
pendapat mengenai ketinggian genangan serta lama terjadinya banjir rob
disebabkan oleh jarak dan kemiringan tanah yang tidak sama antar rumah.
Perbedaan persepsi mengenai karakteristik banjir rob dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19 Karakteristik banjir rob periode bulan Januari sampai Juli 2017
Jumlah Responden
No. Karakteristik Banjir Rob
Frekuensi Persentase (%)
1. Lama banjir rob (jam/hari)
a. 1 < x ≤ 4 7 43,75
b. 4 < x ≤ 8 5 31,25
c. ≥ 8 4 25,00
2. Frekuensi banjir rob (hari/bulan)
a. 1 < x ≤ 3 15 93,75
b. > 3 1 6,25
3. Tinggi banjir rob (cm)
a. 5 < x ≤ 30 12 75,00
b. 30 < x ≤ 55 2 12,50
c. ≥ 55 2 12,50
Sumber: Hasil Analisis Data (2017)
Persepsi masyarakat mengenai karakteristik banjir rob periode bulan Januari
sampai Juli tahun 2017 adalah sebanyak 15 responden (43,75%) menyatakan
bahwa lama genangan banjir rob mencapai 1-4 jam/hari. Sebanyak 15 responden
(93,75%) menyatakan bahwa rekuensi banjir rob yang dialami mencapai 1-3 hari
47

dalam sebulan. Sebanyak 12 orang (75%) menyatakan bahwa ketinggian banjir


rob mencapai 5-30 cm.
Pemerintah telah membuat dam dari batu kali yang ditumpuk dan diikat
dengan kawat untuk mengurangi kekuatan gelombang ombak. Pembangunan dam
dari batu kali di Desa Tanjung Anom dimulai dari tahun 2000, namun hingga
tahun 2017 belum terselesaikan. Masyarakat berharap bahwa rencana
pembangunan dam segera diselesaikan agar memberikan manfaat yang optimal
bagi masyarakat.

6.2 Livelihood Vulnerability Index


Kerentanan masyarakat di Desa Tanjung Anom dianalisis dengan
menggunakan Livelihood Vulnerability Index yang dikembangkan oleh Shah et al.
(2013). Perhitungan LVI dalam penelitian ini menggunakan beberapa komponen
utama, yaitu profil sosio demografi, strategi mata pencaharian, jaringan sosial,
kesehatan, makanan, air, perumahan dan kepemilikan lahan, dan banjir. Adapun
skala nilai LVI menurut Hahn et al. (2009) berkisar antara 0 (kerentanan rendah)
hingga 0,5 (kerentanan tinggi).
Nilai LVI Desa Tanjung Anom didapat dari rata-rata nilai standarisasi
komponen utama perhitungan LVI. Nilai standarisasi komponen utama diperoleh
dari rata-rata nilai standarisasi sub komponen penyusun komponen utama. Nilai
standarisasi masing-masing komponen Livelihood Vulnerability Index Desa
Tanjung Anom terdapat pada Tabel 20 dan perhitungan masing-masing komponen
terdapat pada Lampiran 7.

Tabel 20 Nilai standarisasi komponen LVI Desa Tanjung Anom


Komponen Sub- Nilai Nilai
Satuan Nilai Standarisasi
Utama Komponen Minimum Maksimum
Profil sosio Rasio 0,36
demografi
Dependency Rasio 32,89 0,35 0 0,67
ratio
Kepala Persen 37,50 0,38 0 1
keluarga
yang tidak
bersekolah
Sumber: Hasil Analisis Data (2017)
48

Tabel 20 Nilai standarisasi komponen LVI Desa Tanjung Anom (lanjutan)


Komponen Sub- Nilai Nilai
Satuan Nilai Standarisasi
Utama Komponen Minimum Maksimum
Strategi Rasio 0,50
mata
pencahari-
an
Rumahtangga Persen 50,00 0,50 0 1
yang
pendapatan
utamanya
bergantung
pada
menangkap
ikan
Jaringan Rasio 0,29
sosial
Rumahtangga Persen 29,17 0,29 0 1
yang memliki
pinjaman
kepada pihak
lain
Kesehatan Rasio 0,38
Anggota Persen 37,50 0,38 0 1
keluarga
yang
memiliki
penyakit
kronis
Makanan Rasio 0,50
Rumahtangga Persen 50,00 0,50 0 1
yang
bergantung
pada
memancing
Air Rasio 0,42
Rumahtangga Persen 41,67 0,42 0 1
yang tidak
memiliki
sumber air
Perumaha- Rasio 0,75
n dan
kepemilik-
an lahan
Rumahtangga Persen 75,00 0,75 0 1
yang tidak
memiliki
lahan pribadi
di tempat
tinggalnya
Sumber: Hasil Analisis Data (2017)
49

Tabel 20 Nilai standarisasi komponen LVI Desa Tanjung Anom (lanjutan)


Komponen Sub- Nilai Nilai
Satuan Nilai Standarisasi
Utama Komponen Minimum Maksimum
Banjir Rasio 0,71
Frekuensi Persen 70,83 0,71 0 1
banjir dalam
setahun
Nilai LVI 0,47
Sumber: Hasil Analisis Data (2017)

Berdasarkan hasil survei, rasio standarisasi komponen utama tertinggi yaitu


perumahan dan kepemilikan lahan dengan nilai sebesar 0,75. Tingkat kerentanan
tersebut diperoleh karena sebanyak 75% dari responden tidak memiliki lahan
pribadi dan tinggal di lahan milik Klenteng Tjoe Soe Kong. Responden yang tidak
memiliki lahan pribadi lebih rentan karena responden tersebut hanya memiliki
rumah sebagai aset. Jika lahan dan tempat tinggal responden terabrasi, maka aset
responden berupa rumah akan hilang. Status lahan yang bukan milik pribadi
cenderung tidak dirawat dan tidak melakukan tindakan pencegahan sehingga
rentan terkena abrasi.
Berdasarkan Tabel 20, nilai LVI Desa Tanjung Anom adalah 0,47 yang
menunjukkan bahwa Desa Tanjung Anom merupakan daerah yang rentan terhadap
abrasi. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai LVI yang mendekati 0,5.
Perhitungan nilai LVI terdapat pada Lampiran 9.

6.3 Estimasi Kerugian Ekonomi Akibat Abrasi


Abrasi yang terjadi di Desa Tanjung Anom memberikan dampak negatif
pada masyarakat yang tinggal di pesisir pantai. Dampak negatif yang diakibatkan
abrasi di antaranya adalah hilangnya lahan dan rumah, banjir rob, serta rusaknya
bangunan rumah. Hal ini mengakibatkan kerugian ekonomi yang ditanggung oleh
masyarakat yang terkena dampak. Informasi mengenai kerugian ekonomi
diperoleh melalui hasil wawancara dan observasi langsung dengan masyarakat
yang terkena dampak di Desa Tanjung Anom. Estimasi total kerugian didasarkan
pada jumlah nilai kerugian masyarakat yang mengalami dampak abrasi.
50

6.3.1 Perbaikan Bangunan Rumah


Dampak abrasi membuat bangunan rumah rusak sehingga beberapa
responden melakukan perbaikan bangunan rumah dan mengeluarkan biaya.
Berdasarkan hasil survei, sebanyak 2 orang responden mengeluarkan biaya untuk
melakukan perbaikan bangunan rumah. Adapun kerusakan bangunan rumah yang
dialami adalah kerusakan pada pintu bagian depan rumah yang disebabkan oleh
banjir rob. Jumlah biaya perbaikan bangunan rumah dari responden dapat dilihat
pada Tabel 21.

Tabel 21 Biaya perbaikan bangunan rumah responden


No Keterangan Jumlah
1. Total biaya perbaikan bangunan rumah (2000-2017) (Rp) 293.300
2. Rata-rata biaya perbaikan bangunan rumah (Rp/Tahun) 16.294
3. Responden (KK) 2
4. Rata-rata biaya perbaikan bangunan rumah per KK 8.147
(Rp/Tahun/KK)
Sumber: Hasil Analisis Data (2017)

Berdasarkan hasil perhitungan, total biaya perbaikan bangunan rumah yang


dikeluarkan responden adalah sebesar Rp 293.300,00 kurun waktu tahun 2000
hingga Juli 2017. Rata-rata biaya perbaikan adalah sebesar Rp 16.294,00/tahun.
Rata-rata biaya perbaikan dibagi dengan 2 responden yang mengeluarkan biaya
perbaikan sehingga rata-rata biaya perbaikan per KK adalah sebesar Rp
8.147,00/tahun/KK. Hasil perhitungan secara rinci biaya perbaikan kerusakan
bangunan rumah terdapat pada Lampiran 8.

6.3.2 Kehilangan Lahan, Bangunan Rumah, dan Peralatan Rumahtangga


Kerugian akibat kehilangan diestimasi dari biaya kerugian akibat kehilangan
lahan, bangunan rumah, serta kerusakan komponen peralatan rumahtangga yang
belum diperbaiki atau sudah dibuang. Kehilangan yang dialami responden
meliputi hilangnya lahan, bangunan rumah, lemari es, lantai, dan panci.
Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 21 responden (87,5%) mengeluarkan biaya
kehilangan. Biaya kerugian akibat kehilangan lahan, bangunan rumah, dan
peralatan rumahtangga. Biaya kehilangan responden dapat dilihat pada Tabel 22.
51

Tabel 22 Biaya kehilangan responden


No Keterangan Jumlah
1 Total biaya kehilangan (2000-2017) (Rp) 205.809.371
2 Rata-rata biaya kehilangan (Rp/Tahun) 11.433.854
3 Responden (KK) 21
4 Rata-rata biaya kehilangan per KK (Rp/Tahun/KK) 544.469
Sumber: Hasil Analisis Data (2017)

Berdasarkan perhitungan pada Tabel 22, total biaya kehilangan yang dialami
masyarakat adalah sebesar Rp 205.809.371,00 kurun waktu tahun 2000 hingga
Juli 2017. Rata-rata biaya kehilangan lahan, bangunan rumah, dan peralatan
rumahtangga sebesar Rp 11.433.854,00/tahun. Rata-rata biaya kehilangan dibagi
dengan 21 responden yang mengalami kehilangan lahan, bangunan rumah, dan
peralatan rumahtangga sehingga diperoleh rata-rata biaya kehilangan per KK
sebesar Rp 544.469,00/tahun/KK. Hasil perhitungan biaya kehilangan disajikan
dalam Lampiran 10.

6.3.3 Kehilangan Pendapatan karena Memilih Tidak Pergi Bekerja


Dampak abrasi menyebabkan bangunan rumah rusak atau hilang. Salah satu
dampak lainnya yaitu banjir rob menyebabkan rumah tergenangi air sehingga
membuat responden tidak dapat melakukan aktivitas ekonomi seperti bekerja.
Berdasarkan hasil penelitian, 4 orang responden memilih tidak pergi bekerja di
saat banjir rob dikarenakan responden membersihkan rumah mereka yang
tergenangi air dan seorang responden memilih tidak bekerja dikarenakan harus
membangun kembali rumahnya yang hilang akibat abrasi. Pendapatan yang hilang
karena responden memilih tidak bekerja dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23 Pendapatan yang hilang karena memilih tidak pergi bekerja


No Keterangan Jumlah
1 Total pendapatan yang hilang (2000-2017) (Rp) 15.903.782
2 Rata-rata kehilangan pendapatan (Rp/Tahun) 883.543
3 Responden (KK) 5
4 Rata-rata kehilangan pendapatan per KK (Rp/Tahun/KK) 176.709
Sumber: Hasil Analisis Data (2017)

Pendapatan harian yang hilang dari keseluruhan responden kurun waktu


tahun 2000 sampai Juli 2017sebesar Rp 15.903.782,00. Rata-rata pendapatan yang
hilang sebesar Rp 883.543,00/tahun. Rata-rata pendapatan yang hilang dibagi
52

dengan 5 responden yang kehilangan pendapatan sehingga rata-rata kehilangan


pendapatan per KK, yaitu sebesar Rp 176.709,00/tahun/KK. Hasil perhitungan
kehilangan pendapatan karena memilih tidak pergi bekerja disajikan dalam
Lampiran 11.

6.3.4 Total Kerugian Ekonomi yang Dialami Masyarakat


Total kerugian ekonomi dari 24 responden diperoleh dari penjumlahan biaya
perbaikan, biaya kehilangan, dan kehilangan pendapatan karena memilih tidak
pergi bekerja. Kerugian terbesar yang dialami masyarakat adalah biaya kehilangan
akibat lahan, bangunan rumah, dan peralatan rumahtangga. Total kerugian
ekonomi yang dialami responden dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24 Total kerugian ekonomi responden


No Keterangan Jumlah
1 Biaya perbaikan (Rp/Tahun/KK) 8.147
2 Biaya kehilangan (Rp/Tahun/KK) 544.469
3 Kehilangan pendapatan karena memilih tidak pergi bekerja 176.709
(Rp/Tahun/KK)
Total kerugian ekonomi yang dialami masyarakat (Rp/Tahun/KK) 729.325
Sumber: Hasil Analisis Data (2017)

Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 24, total kerugian ekonomi yang
dialami masyarakat yang terkena dampak abrasi sebesar Rp 729.325,00/tahun/KK.
Total kerugian ekonomi yang dialami masyarakat diperoleh dari penjumlahan
penjumlahan biaya perbaikan, biaya kehilangan, dan kehilangan pendapatan
karena memilih tidak pergi bekerja.

6.3.5 Biaya Pencegahan


Total kerugian yang cukup besar membuat sebagian responden melakukan
tindakan pencegahan untuk mengurangi dampak dari abrasi ini. Berdasarkan hasil
penelitian yang diperoleh, sebanyak 11 responden (45,83%) sudah melakukan
tindakan pencegahan untuk meminimalisir dampak dari abrasi. Responden yang
belum melakukan tindakan pencegahan dikarenakan jarak dari rumah ke laut jauh
sehingga kerusakan yang dialami tidak serius. Selain itu, alasan lain responden
belum melakukan tindakan pencegahan dikarenakan keterbatasan dana. Tindakan
pencegahan yang umumnya dilakukan oleh responden adalah membuat dam dari
53

tumpukan batu, menyimpan karung pasir di sekitar rumah, menyebar kulit kerang
di sekitar rumah, meninggikan rumah, dan memasang pasak bambu di sekitar
rumah yang langsung menghadap ke laut.
Nilai biaya pencegahan yang dikeluarkan oleh masyarakat berbeda pada
setiap tahunnya, maka dilakukan perhitungan untuk mencari nilai riil dari biaya
pencegahan pada setiap tahun. Biaya pencegahan yang dihitung adalah biaya yang
dikeluarkan responden untuk melakukan tindakan pencegahan.

Tabel 25 Biaya pencegahan responden


No Keterangan Jumlah
1 Total biaya pencegahan (2000-2017) (Rp) 15.392.254
2 Rata-rata biaya pencegahan (Rp/Tahun) 855.125
3 Responden (KK) 11
4 Total biaya pencegahan (Rp/Tahun/KK) 77.739
Sumber: Hasil Analisis Data (2017)

Berdasarkan data pada Tabel 25, jumlah biaya pencegahan yang dikeluarkan
responden kurun waktu tahun 2000 sampai Juli 2017 sebesar Rp 15.392.254,00.
Rata-rata biaya pencegahan adalah sebesar Rp 855.125,00/tahun. Rata-rata biaya
pencegahan dibagi 11 responden yang mengeluarkan biaya pencegahan sehingga
diperoleh rata-rata biaya pencegahan sebesar Rp 77.739,00/tahun/KK. Hasil
perhitungan biaya pencegahan responden terdapat pada Lampiran 12.

6.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Masyarakat Mengeluarkan Biaya


untuk Pencegahan Abrasi
Abrasi telah menyebabkan kerugian pada masyarakat dalam bentuk
hilangnya lahan, hilangnya bangunan, dan rusaknya bangunan maupun peralatan
rumah tangga. Oleh karena itu, masyarakat yang terkena dampak abrasi telah
melakukan beberapa tindakan pencegahan seperti membuat dam dari tumpukan
batu, menyimpan pasir dalam karung, menyebar kulit kerang di sekitar rumah,
meninggikan rumah, dan memasang pasak bambu di sekitar rumah yang langsung
menghadap ke laut. Faktor-faktor yang memengaruhi masyarakat mengeluarkan
biaya untuk pencegahan abrasi dianalisis dengan menggunakan analisis regresi
berganda. Model regresi yang baik harus memenuhi persyaratan uji asumsi klasik,
yaitu uji normalitas, uji multikolinieritas, uji autokorelasi, dan uji
heteroskedastisitas.
54

a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan dengan Uji Kolmogorov-Smirnov dengan software
SPSS 17. Uji ini dilakukan untuk melihat apakah data terdistribusi normal atau
tidak. Berdasarkan hasil uji nilai Asymp. Sig (2-tailed) sebesar 0,091 atau lebih
besar dari taraf nyata 1% dan 5% (Lampiran 13) maka terdistribusi normal. Hal ini
menunjukkan bahwa data dalam model regresi memenuhi uji normalitas atau data
terdistribusi normal.
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF)
pada masing-masing variabel independen. Uji ini dilakukan untuk melihat apakah
data memiliki hubungan linier sempurna antara peubah bebas dalam model atau
tidak. Berdasarkan hasil uji multikolinearitas nilai VIF berada di antara 1-10
(Lampiran 14). Hal ini menunjukkan bahwa data dalam model regresi memenuhi
uji multikolinearitas atau tidak ada multikolinearitas.
c. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dapat dilakukan dengan Uji Durbin-Watson (DW).
Berdasarkan hasil uji menunjukkan bahwa nilai DW sebesar 1,652. Nilai ini di
antara 1,55 sampai 2,46 (Lampiran 15) sehingga menunjukkan model regresi
memenuhi uji autokorelasi atau tidak terjadi autokorelasi.
d. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan melihat scatter plot. Berdasarkan
hasil grafik scatter plot bahwa titik-titik menyebar bebas secara acak dari garis 0
(Lampiran 16). Hal ini menunjukkan bahwa data model regresi memenuhi uji
heteroskedastisitas.
Dalam penelitian ini terdapat tujuh variabel bebas yang diduga
memengaruhi variabel terikat, yaitu pendapatan, tingkat pendidikan, total kerugian
ekonomi, jarak tempat tinggal ke laut, status lahan, frekuensi banjir rob, dan lama
tinggal responden. Hasil uji keandalan nilai adj R-Square adalah sebesar 91,60%
yang artinya 91,60% keragaman biaya pencegahan responden dapat dijelaskan
peubah bebas dalam model, sedangkan sisanya 8,40% dapat dijelaskan variabel
lain di luar model. Hasil analisis regresi linier berganda dapat dilihat pada Tabel
26.
55

Tabel 26 Faktor-faktor yang memengaruhi biaya pencegahan yang dikeluarkan


masyarakat
No. Variabel Koefisien P-value VIF
(Constant) -963142,665 0,010
1. Pendapatan responden (PNDPTN) **0,223 0,000 1,993
2. Pendidikan responden (PNDDKN) 41093,343 0,061 1,673
3. Jarak tempat tinggal ke laut (JRK) **-1578,932 0,000 5,900
4. Frekuensi banjir (FREKBJR) **332648,995 0,005 2,776
5. Lama tinggal (LMTGL) **15594,108 0,002 2,182
6. Dummy status lahan (STSLHN) *594234,623 0,011 3,469
7. Dummy status kependudukan *-389294,615 0,043 3,477
(STSKPDKN)
R-Square 94,10%
Adjusted R-square 91,60%
Durbin-Watson 1,652
F 36,669
Sig 0,000
Asymp. Sig (2-tailed) 0,091
Sumber: Hasil Analisis Data (2017)
Keterangan:
*** Signifikan pada taraf 1%
** Signifikan pada taraf 5%

Model regresi linier berganda dalam penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut:
BYPCGHNi = -963142,665 + 0,223PNDPTN + 41093,343 PNDDKN -
1578,932JRK + 332648,995 FREKBJR+ 15594,108 LMTGL +
594234,623 STSLHN - 389294,615 STSKPDKN

Keterangan:
BYPCGHNi = Biaya pencegahan (Rp)
PNDPTN = Pendapatan responden (Rp/bulan)
PNDDKN = Pendidikan responden (0=tidak sekolah, 6=SD, 9=SMP,
12=SMA)
JRK = Jarak tempat tinggal ke laut (m)
FREKBJR = Frekuensi banjir rob (per tahun)
LMTGL = Lama tinggal (tahun)
STSLHN = Dummy status lahan (0=bukan milik pribadi, 1=milik pribadi)
STSKPDKN = Dummy status kependudukan (0=asli, 1=pendatang)
Hasil uji F (Lampiran 17) menunjukkan bahwa sig 0,000 < 0,001 yang
berarti variabel bebas yang digunakan dalam model berpengaruh signifikan
56

terhadap pengeluaran masyarakat untuk pencegahan abrasi pada taraf nyata 1%,
5%, dan 10%.
Hasil uji t digunakan untuk mengetahui variabel-variabel yang secara
signifikan berpengaruh pada pengeluaran masyarakat untuk pencegahan abrasi.
Variabel bebas yang berpengaruh nyata pada taraf α = 0.01 (1%) yakni
pendapatan (PNDPTN), jarak tempat tinggal ke laut (JRK), dan frekuensi banjir
(FREKBJR), dan lama tinggal (LMTGL). Variabel bebas yang berpengaruh nyata
pada taraf α = 0.05 (5%) yakni status kepemilikan lahan (STSLHN) dan status
kependudukan (STSKPDKN). Hasil dari uji t (Lampiran 18) yakni:
1. Pendapatan (PNDPTN)
Variabel pendapatan memiliki P-value sebesar 0,000 sehingga variabel
tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap model pada taraf nyata 1%. Hasil
analisis regresi menunjukkan bahwa variabel pendapatan berpengaruh positif (+)
terhadap biaya pencegahan dengan nilai koefisien sebesar 0,223. Tanda positif (+)
menunjukkan bahwa semakin tingginya pendapatan responden sebanyak 1 satuan
maka biaya pencegahan yang dikeluarkan akan naik sebesar Rp 0,223/tahun. Hal
ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan responden maka responden
akan lebih mudah mengeluarkan biaya untuk pencegahan terhadap dampak abrasi.
2. Pendidikan (PNDDKN)
Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa variabel pendidikan bertanda
positif (+) terhadap biaya pencegahan abrasi. Variabel pendidikan tidak
berpengaruh signifikan terhadap biaya pencegahan abrasi pada taraf nyata α = 5%
dikarenakan memiliki nilai P-value sebesar 0,061. Variabel pendidikan tidak
berpengaruh secara signifikan diduga karena responden yang mengalami dampak
dari abrasi melakukan tindakan pencegahan sesuai kemampuannya secara
finansial dan tidak berpengaruh dari tingkat pendidikan responden.
3. Jarak tempat tinggal ke laut (JRK)
Variabel jarak memiliki P-value sebesar 0,000 sehingga variabel tersebut
berpengaruh secara signifikan terhadap model pada taraf nyata 1%. Variabel jarak
berpengaruh negatif (-) terhadap biaya pencegahan dengan nilai koefisien sebesar
-1.578,932. Tanda negatif (-) menunjukkan bahwa semakin dekatnya jarak tempat
tinggal responden ke laut sebanyak 1 meter maka biaya pencegahan yang
57

dikeluarkan akan naik sebesar Rp 1.578,932/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa


semakin dekat jarak tempat tinggal responden ke laut maka responden akan
mengeluarkan biaya pencegahan untuk menghindari atau mengurangi dampak
abrasi.
4. Frekuensi banjir rob (FREKBJR)
Variabel frekuensi banjir rob memiliki P-value sebesar 0,005 sehingga
variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap model pada taraf nyata
1%. Variabel jarak berpengaruh positif (+) terhadap biaya pencegahan dengan
nilai koefisien sebesar 332.648,995. Tanda positif (+) menunjukkan bahwa
semakin seringnya responden terkena banjir rob sebanyak 1 satuan maka biaya
pencegahan yang dikeluarkan akan naik sebesar Rp 332.648,995/tahun. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin tingginya frekuensi banjir rob yang dialami
responden sebagai dampak dari abrasi maka responden akan mengeluarkan biaya
pencegahan untuk menghindari banjir rob yang terjadi.
5. Lama tinggal responden (LMTGL)
Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa variabel lama tinggal bertanda
positif (+) terhadap biaya pencegahan abrasi. Variabel lama tinggal berpengaruh
signifikan terhadap biaya pencegahan abrasi pada taraf nyata 1% dengan nilai P-
value sebesar 0,002. Variabel lama tinggal memiliki nilai koefisien sebesar
15.594,108. Tanda positif (+) menunjukkan bahwa semakin lamanya responden
tinggal di Desa Tanjung Anom sebanyak 1 satuan maka biaya pencegahan yang
dikeluarkan akan naik sebesar Rp 15.594,108/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin lamanya responden tinggal di Desa Tanjung Anom maka responden akan
mengeluarkan biaya pencegahan untuk meminimalisir dampak abrasi yang terjadi.
6. Dummy status lahan (STSLHN)
Variabel dummy status lahan memiliki P-value sebesar 0,011 sehingga
variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap model pada taraf nyata
5%. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa variabel jarak berpengaruh positif
(+) terhadap biaya pencegahan dengan nilai koefisien sebesar 594.234,623. Tanda
positif (+) menunjukkan responden yang memiliki lahan pribadi akan
mengeluarkan biaya pencegahan lebih besar daripada responden yang tidak
memiliki lahan sebesar Rp 594.234,623/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa
58

responden yang berstatus lahan milik pribadi akan merawat dan mempertahankan
lahannya agar tidak mengalami abrasi. Lahan yang berstatus kepemilikan pribadi
akan meningkatkan permintaan terhadap lahan yang menyebabkan lahan tersebut
memiliki nilai yang tinggi.
7. Dummy status kependudukan (STSKPDKN)
Variabel dummy status kependudukan memiliki P-value sebesar 0,043
sehingga variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap model pada
taraf nyata 5%. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa variabel jarak
berpengaruh negatif (-) terhadap biaya pencegahan dengan nilai koefisien sebesar
389.294,615. Tanda negatif (-) menunjukkan apabila responden merupakan
penduduk asli Desa Tanjung Anom maka responden akan mengeluarkan biaya
pencegahan lebih besar daripada responden yang bukan penduduk asli Desa
Tanjung Anom sebesar Rp 389.294,615/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa
responden yang merupakan penduduk asli Desa Tanjung Anom akan
mempertahankan wilayahnya dibandingkan responden yang pendatang.

6.5 Alternatif Kebijakan Penanganan Abrasi


Pada tahun 2000, pemerintah Desa Tanjung Anom melakukan pembangunan
dam dari batu kali yang ditumpuk dan diikat dengan kawat. Dam ini sangat
berdampak dalam mengurangi kekuatan ombak sehingga tidak terlalu tinggi.
Selain itu, masyarakat Desa Tanjung Anom juga melakukan tindakan pencegahan
berupa membuat dam kecil dari tumpukan batu di sekitar rumah yang menghadap
ke laut, menyimpan pasir dalam karung, menyebar kulit kerang di sekitar rumah,
meninggikan rumah, dan memasang pasak bambu di sekitar rumah yang langsung
menghadap ke laut. Namun, tindakan pencegahan yang sudah dilakukan tidak
dapat bertahan lama dan abrasi masih tetap menimbulkan kerugian ekonomi yang
cukup pada masyarakat sekitar.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dibuat beberapa alternatif kebijakan
lain untuk mengurangi dampak abrasi sehingga dapat meminimalisir kerugian
ekonomi yang ditanggung masyarakat. Identifikasi alternatif kebijakan dalam
penelitian ini menggunakan model kebijakan Metode Perbandingan Eksponen
(MPE). Model kebijakan MPE dilakukan untuk membandingkan beberapa
alternatif dengan seumlah kriteria yang ditentukan berdasarkan hasil survei
59

dengan pakar terkait. Tahapan yang dilakukan dalam menggunakan MPE menurut
Marimin (2004) yaitu:
1. Menyusun alternatif keputusan yang akan dipilih
Alternatif kebijakan yang disusun berdasarkan studi literatur tentang
penanganan abrasi dan program dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Alternatif kebijakan untuk mengurangi dampak abrasi yaitu pembuatan dinding
pantai, alat pemecah ombak, penanaman mangrove, pembuatan struktur hybrid,
dan pembuatan sabuk pantai.
2. Menentukan kriteria keputusan
Menurut Rosemarry (2014), semakin baik kriteria yang dapat ditentukan
maka keputusan yang dihasilkan akan lebih baik sehingga alternatif kebijakan
yang dihasilkan akan tepat sasaran. Pada analisis MPE ini, sebanyak empat
kriteria keputusan akan menjadi dasar pengambilan kebijakan dalam mengurangi
dampak abrasi di Desa Tanjung Anom. Masing-masing kriteria keputusan yaitu:
a) Manfaat, kriteria ini sangat penting untuk mengetahui seberapa besar manfaat
yang diterima dan apakah sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitar.
b) Biaya, biaya merupakan salah satu kriteria yang menjadi pertimbangan dalam
memutuskan suatu kebijakan karena segala tindakan yang dilakukan
memerlukan biaya.
c) Efektivitas teknis, kriteria keputusan ini penting untuk menilai apakah alternatif
efektif dalam mengurangi dampak abrasi di Desa Tanjung Anom atau tidak.
d) Jangka waktu, kriteria keputusan ini penting untuk menilai seberapa lama daya
tahan alternatif kebijakan yang disusun.
3. Menentukan tingkat kepentingan dari setiap kriteria keputusan
Tingkat kepentingan dari setiap kriteria keputusan ditentukan melalui
pembobotan. Penentuan besarnya bobot dilakukan sesuai dengan persepsi pakar
melalui wawancara. Angka pembobotan ditentukan berdasarkan skala ordinal
dengan skala 1 sampai 3 (Ruswandi et al. 2008 dalam Rosemarry 2014). Bobot 1
berarti kriteria tersebut tidak penting, bobot 2 berarti penting, dan bobot 3 berarti
sangat penting. Perhitungan pembobotan kriteria keputusan terdapat pada
Lampiran 19.
60

4. Melakukan penilaian terhadap semua alternatif pada setiap kriteria


Penilaian terhadap alternatif kebijakan dilakukan dengan wawancara kepada
para pakar. Pakar-pakar yang menjadi narasumber dalam penilaian alternatif
kebijakan yaitu Sekretaris Desa Tanjung Anom, perwakilan pemerintah
Kecamatan Mauk, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten
Tangerang, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Tangerang, Badan
Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Tangerang, dan
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Banten.
Angka penilaian ditentukan berdasarkan skala ordinal dengan skala 1
sampai 5 (Sujarweni 2014). Skor 1 berarti kriteria tersebut sangat tidak penting,
skor 2 berarti tidak penting, skor 3 berarti cukup penting, skor 4 berarti penting,
dan skor 5 berarti sangat penting.
5. Menghitung skor setiap alternatif
Perhitungan dalam MPE yaitu menjumlahkan nilai alternatif kebijakan para
pakar dari setiap kriteria yang dipangkatkan dengan bobotnya. Nilai total alternatif
kebijakan dapat dilihat pada Tabel 27 dan perhitungan nilai alternatif kebijakan
terdapat pada Lampiran 20.

Tabel 27 Nilai total alternatif kebijakan


No. Alternatif Nilai
1. Pembuatan dinding pantai 5,40
2. Pembuatan alat pemecah ombak 5,38
3. Penanaman mangrove di sekitar pantai 5,63
4. Pembuatan struktur hybrid 5,24
5. Pembuatan sabuk pantai 5,33
Sumber: Hasil Analisis Data (2017)

Berdasarkan hasil perhitungan, nilai dari setiap alternatif memiliki


perbedaan yang sedikit. Alternatif penanaman mangrove di sekitar pantai
memiliki nilai terbesar yaitu sebesar 5,63. Sedangkan alternatif pembuatan
struktur hybrid memiliki nilai terkecil yaitu sebesar 5,24.
6. Menentukan urutan prioritas keputusan
Penentuan urutan prioritas atau ranking dilakukan dengan mengurutkan
alternatif kebijakan dari jumlah nilai terbesar sampai nilai terkecil. Pengurutan ini
akan menentukan alternatif kebijakan yang paling baik untuk dipilih menjadi
61

kebijakan dalam mengurangi dampak abrasi. Urutan pemberian ranking alternatif


kebijakan terdapat pada Tabel 28.

Tabel 28 Urutan pemberian ranking alternatif kebijakan


No. Alternatif Nilai Ranking
1. Penanaman mangrove di sekitar pantai 5,63 1
2. Pembuatan dinding pantai 5,40 2
3. Pembuatan alat pemecah ombak 5,38 3
4. Pembuatan sabuk pantai 5,33 4
5. Pembuatan struktur hybrid 5,24 5
Sumber: Hasil Analisis Data (2017)

Berdasarkan hasil ranking alternatif kebijakan, penanaman mangrove di


sekitar pantai merupakan kebijakan yang paling tepat untuk dilakukan untuk
mengurangi dampak abrasi di Desa Tanjung Anom. Menurut pakar dari Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang, struktur pasir pantai di Desa
Tanjung Anom merupakan kombinasi dari struktur pasir kasar dan pasir halus
sehingga harus disesuaikan jenis mangrove yang cocok ditanam di Desa Tanjung
Anom. Jenis mangrove yang sesuai ditanam di Desa Tanjung Anom merupakan
jenis mangrove Rhizophora stylosa dan Avicennia germinans.
Urutan kedua dari hasil perhitungan alternatif kebijakan yaitu pembuatan
dinding pantai dan pada urutan ketiga yaitu alat pemecah ombak. Pembuatan
dinding pantai dan alat pemecah ombak memiliki nilai yang kecil pada kriteria
biaya. Hal ini dikarenakan pembuatan dinding pantai dan alat pemecah ombak
membutuhkan biaya yang besar, namun di sisi lain kebijakan tersebut memiliki
jangka waktu yang lama.
Pembuatan sabuk pantai berada pada urutan keempat. Menurut para pakar,
biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan sabuk pantai cukup besar dan jangka
waktu yang cukup lama. Urutan kelima dari hasil perhitungan yaitu pembuatan
struktur hybrid. Pada kriteria keputusan jangka waktu, pembuatan stuktur hybrid
mendapatkan nilai terendah karena tidak dapat bertahan lama.
62
63

7. SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan
bahwa:
1. Persepsi responden mengenai penyebab abrasi adalah karena faktor alam dan
faktor manusia. Faktor alam yaitu ombak yang sangat kencang dan faktor
manusia yaitu pengerukan pasir. Dampak dari abrasi yang dirasakan responden
adalah kehilangan lahan, kehilangan bangunan, kerusakan peralatan rumah
tangga, dan kehilangan pendapatan karena tidak melakukan aktivitas ekonomi.
2. Nilai LVI Desa Tanjung Anom adalah 0,47 yang menunjukkan bahwa Desa
Tanjung Anom merupakan daerah yang sangat rentan terhadap abrasi.
Perhitungan LVI dalam penelitian ini menggunakan komponen utama yaitu
profil sosio demografi, strategi mata pencaharian, jaringan sosial, kesehatan,
makanan, air, perumahan dan kepemilikan lahan, dan banjir. Rasio standarisasi
tertinggi adalah komponen perumahan dan kepemilikan lahan dengan nilai
sebesar 0,75.
3. Total kerugian ekonomi masyarakat dihitung berdasarkan kerugian yang
dialami, yaitu sebesar Rp 729.325,00 per tahun per KK. Total biaya
pencegahan yang dilakukan responden adalah sebesar Rp 77.739,00 per tahun
per KK. Biaya pencegahan yang dikeluarkan adalah untuk membuat dam dari
tumpukan batu, menyimpan pasir dalam karung, menyebar kulit kerang di
sekitar rumah, meninggikan rumah, dan memasang pasak bambu di sekitar
rumah yang langsung menghadap ke laut.
4. Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan pada responden untuk
mengeluarkan biaya pencegahan abrasi adalah variabel pendapatan, jarak
rumah ke laut, frekuensi banjir setiap tahun, lama tinggal, dummy status lahan,
dan dummy status kependudukan. Variabel pendapatan, jarak rumah ke laut,
frekuensi banjir, dan lama tinggal signifikan pada α < 1%, sedangkan variabel
dummy status lahan dan dummy status kependudukan signifikan pada α < 5%.
5. Analisis dari Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) menghasilkan
prioritas alternatif kebijakan untuk menangani abrasi dan dampak abrasi.
64

Prioritas pertama yaitu penanaman mangrove. Prioritas kedua adalah


pembangunan dinding pantai. Prioritas ketiga adalah pembuatan alat pemecah
ombak. Prioritas keempat adalah pembuatan sabuk pantai. Prioritas yang
terakhir adalah pembuatan struktur hybrid.

7.2 Saran
Saran yang dapat diberikan peneliti kepada pihak terkait sebagai
rekomendasi yaitu:
1. Perlunya pengawasan dan tindakan hukum yang tegas terhadap penambang
pasir illegal yang masih terdapat di sekitar pantai Desa Tanjung Anom.
2. Berdasarkan hasil indeks kerentanan dan nilai kerugian ekonomi yang dialami
oleh masyarakat Desa Tanjung Anom, pemerintah diharapkan dapat
memfasilitator penanganan abrasi dan masyarakat ikut berpartisipasi dalam
tindakan penanganan abrasi.
3. Penanganan risiko abrasi dapat ditangani dengan beberapa alternatif kebijakan,
seperti menanam mangrove jenis Rhizophora stylosa dan Avicennia germinans
namun harus diiringi dengan perawatan yang serius agar dapat menahan
kekuatan ombak dalam jangka waktu yang lama.
65

DAFTAR PUSTAKA

Alimuddin. 2015. Alternatif Bangunan Penanggulangan Abrasi di Pantai Muara


Gembong Bekasi [Tesis]. Bogor (ID): IPB.
Dahuri R. 2000. Strategi dan Program Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan
Lautan Indonesia. Prosiding Pelatihan untuk Pelatih, Pengelolaan Wilayah
Pesisir Terpadu. PKSPL-IPB. Bogor. Hal. 114-130.
Damaywanti K. 2013. Dampak Abrasi Pantai terhadap Lingkungan Sosial (Studi
Kasus di Desa Bedono Sayung Demak). Prosiding Seminar Nasional
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Hal. 363-367.
Dhewanthi L, Apriani AT, Gustami, Sarassetiawaty S, Alfian M, Nurbaningsih L.
2007. Panduan Valuasi Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan.
Jakarta (ID): Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).
[DKP]. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang. 2015. Rencana
Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kabupaten Tangerang.
Firdaus M. 2011. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Jakarta (ID): Bumi
Aksara.
Gujarati D.N. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika. Jakarta (ID): Erlangga.
Hahn MB, Riederer AM, Foster SO. 2009. The livelihood vulnerability
index: a pragmatic approach to assessing risks from climate variability and
change: a case study in mozambique. Global Environmental Change. 19 (1)
74–88.
Irwansyah A. 2015. Analisis Kerusakan dan Strategi Pencegahan banjir Rob
Akibat Perubahan Iklim di Jakarta Utara [Tesis]. Bogor (ID): IPB.
Juanda B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB
Press.
[KKP]. Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2015. Kelautan dan Perikanan
dalam Angka Tahun 2015.
_____. Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2016. Merajut Asa Pesisir Pantura
[internet]. [diunduh pada 2017 Agustus 14]. Tersedia pada:
https://www.youtube.com/watch?v=G-zL-ek70lo.
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. 2016. Struktur Hybrid
Engineering Untuk Mitigasi Abrasi Pesisir Pantai [internet]. [diunduh pada
20 Agustus 2017]. Tersedia pada: https://maritim.go.id/struktur-hybrid-
engineering-untuk-mitigasi-abrasi-pesisir-pantai/.
Malik A, Suprapta. 2009. Penanganan Bencana Abrasi dan Sedimentasi di
Wilayah Pesisir Kabupaten Bulukumba. Makassar (ID): Universitas Negeri
Makassar.
Manik TK, Syaukat S. 2015. The Impact of Urban Heat Islands Assessing
Vulnerability in Indonesia. Asian Cities Climate Resilience. Working Paper
Series 13: 2015.
66

Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.


Jakarta (ID): PT Gramedia Widya Sarana Indonesia (Grasindo).
Marimin, Maghfiroh N. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam
Manajemen rantai Pasok. Bogor (ID): IPB Press.
Maryadi. 2011. Valuasi Ekonomi Pengusahaan Hutan Tanaman Industri dengan
Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat dalam Perspektif Pembangunan
Berkelanjutan [Disertasi]. Bogor (ID): IPB.
Mulyana L. 2015. Pengaruh Kenaikan Muka Air Laut Terhadap Kerugian
Ekonomi Masyarakat (Studi Kasus: Kelurahan Kalibaru, Kecamatan
Cilincing, Jakarta Utara) [Skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Pemerintah Provinsi Banten. 2013. Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi
Banten.
Purwadinata AH. 2013. Prediksi Laju Abrasi dengan Menggunakan Citra Satelit
di Kabupaten Tangerang Provinsi Banten [Skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Putri EIK, Ismail A, Buitenzorgy M, Wijayanti P. 2007. Modul Kuliah Ekonomi
Lingkungan. Bogor (ID): IPB.
Rosemarry C. 2014. Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi dan Strategi Adaptasi
Terhadap Banjir Rob di Kampung Pondok, Pesisir Desa Pantai Harapan
Jaya, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi [Skripsi]. Bogor (ID):
IPB.
Shah KU, Dulal HB, Johnson C, Baptise A. 2012. Understanding livelihood
vulnerability to climate change: Applying the livelihood vulnerability index
in Trinidad and Tobago. Geoforum. 47(2013): 125-137. Doi:
10.1016/j.geoforum.2013.04.04.
Shuhendry R. 2004. Abrasi Pantai di Wilayah Pesisir Kota Bengkulu: Analisis
Faktor Penyebab dan Konsep Penanggulangannya [Thesis]. Semarang (ID):
Universitas Diponegoro.
Sujarweni VW. 2014. Metodologi Penelitian. Yogyakarta (ID): Pustaka Baru
Press.
Tarigan MS. 2007. Perubahan Garis Pantai di Wilayah Pesisir Perairan Cisadane
Provinsi Banten. Makara Sains. 11(1):49-55.
Wulandari N. 2013. Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Masyarakat Akibat
Kerusakan Situ (Kasus Pemukiman Sekitar Situ Pladen, Kelurahan Beji,
Kota Depok) [Skripsi]. Bogor (ID): IPB.
67

LAMPIRAN
68
69

Lampiran 1 Peta lokasi penelitian

Sumber: google.co.id
Lokasi Desa Tanjung Anom
70

Lampiran 2 Komponen LVI Shah et al. (2013)

Komponen Utama Sub Komponen Penjelasan Sub Komponen


Socio demographic profile Rasio ketergantungan Perbandingan populasi di
antara umur <15 tahun dan
>65 tahun dengan umur di
antara 19-65 tahun.
Persentase kepala Persentase wanita menjadi
keluarga dalam kepala keluarga dalam
rumahtangga adalah rumahtangga
wanita
Rata-rata umur wanita Rata-rata umur semua wanita
yang menjadi kepala yang menjadi kepala
keluarga keluarga
Persentase kepala Persentase rumah tangga
keluarga tidak bersekolah yang kepala keluarganya
tidak bersekolah
Persentase rumahtangga Persentase rumahtangga
dengan anggota keluarga dengan sekurang-kurangnya
membutuhkan perawatan satu anggota keluarga yang
membutuhkan perawatan
karena umur, kondisi fisik
atau mental, sakit atau
disabilitas
Livelihood strategies Persentase rumahtangga Persentase rumahtangga
tanpa anggota keluarga dengan sekurang-kurangnya
bekerja di luar tempat satu anggota keluarga yang
tinggalnya bekerja di luar tempat
tinggalnya sebagai mata
pencaharian utama
Persentase rumahtangga Persentase rumahtangga
yang pendapatan yang bertani, memancing,
utamanya dari bertani, atau berburu sebagai
memancing, atau berburu pendapatan utama
Rata-rata indeks Kebalikan dari (jumlah
keragaman mata kegiatan mata pencaharian
pencaharian bidang pertanian) yang dilaporkan
pertanian oleh rumah tangga
Persentase rumahtangga Persentase rumahtangga
dengan pendapatan tanpa bermata pencaharian selain
kontribusi dari bidang bertani, memancing, atau
pertanian berburu sebagai pendapatan
utama
Social networks Rata-rata perbandingan Perbandingan (jumlah jenis
menerima dengan bantuan yang diterima oleh
memberi rumah tangga satu bulan
terakhir) dengan (jumlah
jenis bantuan yang diberikan
oleh rumah tangga ke rumah
tangga lain dalam satu bulan
terakhir)
71

Lampiran 2 Lanjutan 1

Komponen Utama Sub Komponen Penjelasan Sub Komponen


Rata-rata perbandingan Perbandingan jumlah
meminjam dengan pinjaman yang dipinjam oleh
meminjamkan suatu rumahtangga dengan
jumlah dipinjamkan pada
rumahtangga lainnya
Persentase rumahtangga Persentase rumah tangga
yang telah pergi ke yang melaporkan bahwa
pemerintah untuk mereka telah meminta
meminta bantuan dalam bantuan pemerintah daerah
12 bulan terakhir mereka dalam 12 bulan
terakhir
Health Rata-rata waktu untuk Rata-rata waktu perjalanan
fasilitas kesehatan ke tempat fasilitas kesehatan
terdekat
Persentase rumahtangga Persentase rumahtangga
dengan anggota keluarga melaporkan bahwa sekurang-
menderita penyakit kronis kurangnya satu anggota
keluarga menderita penyakit
kronis
Persentase rumahtangga Persentase rumatangga yang
yang anggota keluarganya melaporkan bahwa sekurang-
tidak bekerja/masuk kurangnya satu anggota
sekolah 2 minggu terakhir keluarga tidak bekerja/masuk
karena sakit sekolah karena sakit dalam 2
minggu terakhir
Rata-rata indeks Laporan bulanan tentang
mencegah paparan dengue paparan dengue
Food Persentase rumahtangga Persentase rumahtangga
bergantung pada makanan yang mendapatkan makanan
hasil bertani sendiri dari pertanian sendiri
Rata-rata indeks Kebalikan dari jumlah
keragaman tanaman tanaman yang ditanam oleh
suatu rumahtangga
Persentase rumahtangga Persentase rumahtangga
yang tidak menjual atau yang tidak berdagang
menukar tanamannya tanaman yang ditanamnya
dengan makanan lain sendiri
Persentase rumahtangga Persentase rumahtangga
yang bergantung pada yang mendapat makanan
memancing atau berburu utamanya dari hasil
untuk makan memancing atau berburu
Water Persentase rumahtangga Persentase rumahtangga
tanpa pipa air yang yang tidak mendapat air dari
menampung air sistem air publik
Persentase rumahtangga Persentase rumahtangga
yang memanfaatkan yang mendapatkan air dari
siatem air alami sumur, air hujan, mata air,
dan dari sitem publik lainnya
72

Lampiran 2 Lanjutan 2

Komponen Utama Sub Komponen Penjelasan Sub Komponen


Rata-rata hari tanpa Persentase rumahtangga
pasokan air per bulan yang melaporkan pasokan air
utama tidak tersedia
Rata-rata hari menyimpan Rata-rata menyimpan air per
pasokan air per rumahtanga
rumahtangga
Housing and land tenure Persentase rumah dengan Persentase rumah yang tidak
konstruksi tidak kuat bisa menahan iklim parah
menahan badai (kayu, (seperti angin topan)
lumpur)
Persentase rumah yang Persentase rumah yang tidak
tidak meninggikan bisa menahan badai dan
rumahnya untuk banjir
menghindari banjir
Persentase rumahtangga Persentase rumahtangga
tanpa kepemilikan lahan yang yang bisa terusir dari
sendiri di tempat lahan tempat tinggalnya
tinggalnya
Natural disaster and Rata-rata jumlah Jumlah banjir atau
climate variability banjir/kekeringan dalam 3 kekeringan yang dialami
tahun terakhir rumahtangga dalam 3 tahun
terakhir
Persentase rumahtangga Persentase rumahtangga
yang kehilangan aset fisik yang telah kehilangan aset
(rumah atau perlengkapan fisik karena kerusakan
rumahtangga) saat banjir lingkungan
Persentase rumahtangga Persentase rumahtangga
yang cedera/meninggal yang cedera/meninggal
karena bencana alam karena bencana alam akibat
dalam 3 tahun terakhir kondisi cuaca yang parah
dalam 3 tahun terakhir
Rata-rata standar deviasi Standar deviasi dari rata-rata
terhadap rata-rata bulanan suhu maksimum harian per
dari rata-rata suhu bulan antara tahun 2000-
maksimum harian (1999- 2005 dirata-ratakan untuk
2005) masing-masing daerah
Rata-rata standar deviasi Standar deviasi dari rata-rata
terhadap rata-rata bulanan suhu maksimum harian per
dari rata-rata suhu bulan antara tahun 2000-
minimum harian (1999- 2005 dirata-ratakan untu
2005) kmasing-masing daerah
Rata-rata standar deviasi Standar deviasi dari rata-rata
terhadap rata-rata curah bulanan curah hujan antara
hujan bulanan tahun 2000-2005 dirata-
ratakan untuk masing-
masing daerah
73

Lampiran 3 Kuesioner penelitian masyarakat

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
Jl. Kamper level 5 Wing 5 Kampus IPB Dramaga Bogor 16680
Telp. (0251) 8621 834, Fax (0251) 8421 762
KUESIONER PENELITIAN MASYARAKAT

Nama : No :
Alamat :
Nomor Telepon :
Kuesioner ini digunakan sebagai bahan penelitian tugas akhir yang berjudul
“Estimasi Kerugian Ekonomi Akibat Abrasi di Desa Tanjung Anom,
Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten” yang dilakukan
oleh Alfi Fadlilanissa mahasiswi Departemen Ekonomi Sumberdaya dan
Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Saya
mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk berkenan mengisi kuesioner ini
dengan lengkap dan teliti sehingga dapat memberikan data yang objektif.
Informasi yang Bapak/Ibu/Saudara/i berikan dijamin kerahasiaannya dan tidak
untuk kepentingan politis. Atas perhatian dan partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i,
Saya ucapkan terima kasih.

A. Karakteristik Responden
1. Jenis Kelamin : L/P
2. Usia : ............................. Tahun
3. Status Pernikahan : Belum Menikah / Sudah Menikah
4. Jumlah Tanggungan : ............................. orang
5. Ada/tidak ada anggota keluarga yang berusia lanjut?
a. Ada, sebutkan
b. Tidak ada
6. Ada/tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit kronis?
a. Ada, sebutkan
b. Tidak ada
7. Pendidikan Terakhir : a. Tidak Sekolah e. D1/Sederajat
b. SD/Sederajat f. D2/Sederajat
c. SLTP/Sederajat g. D3/Sederajat
d. SLTA/Sederajat h. S1/Sederajat
8. Pekerjaan : a. PNS d. Petani
b. Pedagang e. Buruh
c. Nelayan f. Lainnya..............
9. Total Pendapatan per : Rp........................................................
bulan
10. Status Kependudukan : a. Penduduk Asli b. Pendatang
11. Lama Tinggal : .............................. Tahun
12. Status Tempat Tinggal : a. Milik Sendiri
b. Sewa/Kontrak
c. Lainnya..............
13. Luas Tanah : .............................. m2
74

14. Luas Bangunan : .............................. m2


15. Jenis Bangunan : a. Permanen
b. Semi Permanen
c. Lainnya..............
16. Jarak Rumah ke Laut : (dulu) .............................. m
(sekarang) ........................ m
17. Jaminan kesehatan : a. Asuransi
b. BPJS
c. Lainnya ............................
18. Apakah Anda meminta bantuan/pinjaman kepada orang/pihak lain?
a. Ya b. Tidak
19. Apakah Anda memiliki sumber air di rumah?
a. Ya b. Tidak

B. Identifikasi Persepsi Masyarakat Terhadap Abrasi dan Dampaknya


1. Apakah Anda tahu tentang fenomena abrasi?
a. Ya b. Tidak
2. Menurut Anda, apa penyebab terjadinya abrasi?
a. Faktor manusia, contohnya...............
b. Faktor alam, contohnya...................
c. Lainnya...............
3. Menurut Anda, apa saja dampak dari abrasi?
a. Banjir rob d. Berubah mata pencaharian
b. Intrusi air laut e. Lainnya...............
c. Hilangnya lahan/tempat tinggal
4. Apakah Anda terkena dampak dari abrasi?
a. Ya b. Tidak
Alasan...............................................................................................
5. Apakah setiap tahun banjir rob menimpa rumah Anda?
a. Ya b. Tidak
6. Dalam satu tahun, berapa kali banji rob menimpa rumah Anda? ............kali
7. Kapan banjir rob terakhir kali menimpa rumah Anda? ............................
8. Berapa kedalaman banjir rob yang Anda alami? ..................................m
9. Berapa lama terjadinya banjir rob yang menimpa rumah Anda sampai surut?
.................................... jam/hari
10. Apakah Anda mengetahui bahwa lingkungan tempat tinggal Anda termasuk
pada kawasan pesisir yang rawan terhadap abrasi?
a. Ya b. Tidak
Alasan...............................................................................................
11. Apakah Anda berniat untuk pindah dari wilayah ini karena abrasi?
a. Berniat b. Tidak

C. Kerugian Ekonomi Akibat Abrasi


C.1 Kerusakan pada bangunan tempat tinggal
1. Apakah Anda mengalami kerusakan bangunan tempat tinggal akibat dampak
dari abrasi? a. Ya b. Tidak
2. Apa saja kerusakan yang Anda alami pada bangunan tempat tinggal Anda?
........................................................................................................
75

3. Apakah Anda melakukan perbaikan? a. Ya b. Tidak


4. Jika Ya, berapa biaya yang Anda keluarkan untuk melakukan perbaikan?
........................................................................................................
5. Pada tahun berapa Anda melakukan perbaikan? ....................................

6. Jika Tidak, berapa harga saat Anda membelinya? ..................................

C.2 Kehilangan Akibat Abrasi


1. Apakah Anda mengalami kehilangan lahan/tempat tinggal akibat abrasi?
a. Ya b. Tidak
2. Berapa luas lahan/tempat tinggal Anda yang terabrasi? ........................m2
3. Pada tahun berapa Anda membeli lahan/tempat tinggal? ......................
4. Berapa harga lahan/tempat tinggal yang Anda beli saat itu? ..............Rp/m2

C.2 Kehilangan Pendapatan


1. Apakah karena abrasi Anda kehilangan mata pencaharian?
a. Ya b. Tidak
2. Jika ya, apa pekerjaan Anda sebelum terjadi abrasi? ..............................
3. Berapa pendapatan yang Anda dapat sebelum terjadi abrasi? ...................

C.3 Biaya Pencegahan


1. Bentuk pencegahan apa yang telah Anda lakukan untuk mengurangi dampak
dari abrasi?
a. Tahun Rp
b. Tahun Rp
c. Tahun Rp
d. Tahun Rp
e. Tahun Rp
2. Jika di lokasi tempat tinggal Anda melakukan upaya adapatasi secara
kolekif, apakah Anda dikenakan iuran/pungutan untuk itu?
a. Jika Ya, Rp........................................ pada tahun ...........................
b. Tidak

D. Kesesuaian Program Pemerintah dengan Harapan Masyarakat


1. Apakah ada program pemerintah yang telah terlaksana terkait pencegahan
maupun penyelesaian masalah abrasi beserta dampaknya di sekitar lokasi
tempat tinggal Anda?
a. Ya, sebutkan...................................................................................
b. Tidak
2. Jika Ya, apakah program tersebut efektif sesuai dengan kebutuhan Anda?
a. Tidak efektif b. Kurang efektif c. Cukup efektif d. Efektif e. Sangat efektif
Alasan................................................................................................................
3. Apa harapan Anda kepada pemerintah terkait penanggulangan kerugian dan
kerusakan akibat abrasi dan dampaknya di sekitar lokasi tempat tinggal
Anda?
........................................................................................................

- TERIMA KASIH –
76

Lampiran 4 Kuesioner penelitian stakeholder

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
Jl. Kamper level 5 Wing 5 Kampus IPB Dramaga Bogor 16680
Telp. (0251) 8621 834, Fax (0251) 8421 762
KUESIONER PENELITIAN STAKEHOLDER

Kuesioner ini digunakan sebagai bahan penelitian tugas akhir yang berjudul
“Estimasi Kerugian Ekonomi Akibat Abrasi di Desa Tanjung Anom,
Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten” yang dilakukan
oleh Alfi Fadlilanissa mahasiswi Departemen Ekonomi Sumberdaya dan
Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Saya
mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk berkenan mengisi kuesioner ini
dengan lengkap dan teliti sehingga dapat memberikan data yang objektif.
Informasi yang Bapak/Ibu/Saudara/i berikan dijamin kerahasiaannya dan tidak
untuk kepentingan politis. Atas perhatian dan partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i,
Saya ucapkan terima kasih.
Nama :
Instansi :
Jabatan :

ALTERNATIF KEBIJAKAN DALAM MENGURANGI ABRASI DAN


DAMPAKNYA

Kriteria
No. Program Bobot
Manfaat Biaya Jangka Waktu
Pembuatan
1. dinding
pantai
Bangunan
2. pemecah
ombak

3. Groin

Alat peredam
4.
ombak
Penanaman
5.
mangrove

- TERIMA KASIH -
Lampiran 5 Data responden

Jarak Rumah ke Dummy Status Total Kerugian


Responden Pendapatan Pendidikan Lama Tinggal
Laut Lahan Ekonomi (Rp)
1 1000000 SD 500 20 1 0
2 10000000 SD 300 9 1 56.752.196
3 1000000 Tidak sekolah 100 12 1 0
4 1000000 SD 100 47 1 1.522.197
5 4000000 Tidak sekolah 1000 52 1 0
6 2000000 SD 5 70 0 28.629.438
7 3000000 SD 1000 47 1 45.805.127
8 3000000 SD 2 60 0 2.125.449
9 5000000 SMA 10 35 0 2.555.361
10 1500000 Tidak sekolah 2 20 0 14.124.991
11 3000000 Tidak sekolah 5 50 0 6.144.635
12 3000000 SD 5 8 0 16.794.180
13 3250000 SMA 10 47 0 2.261.293
14 3000000 SD 10 30 0 2.641.191
15 3000000 Tidak sekolah 10 30 0 1.144.516
16 1500000 Tidak sekolah 10 70 0 2.767.631
17 3000000 Tidak sekolah 5 45 0 438.903
18 3000000 SD 10 26 0 2.429.441
19 1000000 SD 2 40 0 2.194.513
20 3000000 Tidak sekolah 3 42 0 14.624.883
21 15000000 SMP 15 40 0 10.564.763
22 1500000 SMP 2 15 0 836.746
23 3000000 Tidak sekolah 10 38 0 94.275
24 9000000 SMA 30 23 0 759.025

77
78

Lampiran 6 Kondisi lokasi penelitian

Kondisi rumah di pinggir pantai Dam dari batuan (tampak jauh)

Lahan yang awalnya didirikan rumah Situasi wawancara dengan responden


79

Lampiran 7 Perhitungan nilai standarisasi komponen LVI

Komponen utama profil sosio demografi


Responden Persentase responden minimal lulusan SD Dependency ratio*
1 0 0,43
2 0 0,67
3 1 0,29
4 0 0,25
5 1 0,20
6 0 0,50
7 0 0,25
8 0 0,5
9 0 0,5
10 1 0,33
11 1 0,5
12 0 0,4
13 0 0
14 0 0,4
15 1 0,29
16 1 0,5
17 1 0,5
18 0 0,5
19 0 0,4
20 1 0,5
21 0 0,25
22 0 0
23 1 0,33
24 0 0
STANDARISASI** 0,38 0,35
NILAI*** 37,50 32,89
*Dependency ratio = rasio jumlah anggota keluarga di bawah umur 15 dan lebih dari
umur 65 dengan jumlah anggota keluarga diantara umur 16
sampai dengan 64 tahun
** Standarisasi = rata-rata nilai sub komponen dibagi jumlah responden
( )
*** Nilai = 100%
(Nilai maksimum-nilai minimum)

,
Rasio Standarisasi = = = 0,36
Jumlah sub komponen 2
80

Lampiran 7 Lanjutan 1

Komponen utama strategi mata pencaharian


Dummy rumahtangga yang pendapatan utamanya bergantung
Responden
pada menangkap ikan
1 1
2 0
3 1
4 0
5 1
6 0
7 1
8 0
9 0
10 1
11 0
12 1
13 0
14 1
15 1
16 0
17 1
18 1
19 1
20 0
21 0
22 1
23 0
24 0
STANDARISASI* 0,5
NILAI** 50
* Standarisasi = rata-rata nilai sub komponen dibagi jumlah responden
( )
** Nilai = (Nilai maksimum-nilai minimum)
100%

,
Rasio Standarisasi = = = 0,5
Jumlah sub komponen 1
81

Lampiran 7 Lanjutan 2

Komponen utama jaringan sosial


Dummy rumahtangga yang punya pinjaman lebih dari uang yang
Responden
dipinjamkan
1 1
2 1
3 1
4 1
5 0
6 1
7 1
8 0
9 0
10 0
11 0
12 0
13 1
14 1
15 0
16 1
17 0
18 1
19 1
20 1
21 1
22 0
23 1
24 0
STANDARISASI* 0,29
NILAI** 29,17
* Standarisasi = rata-rata nilai sub komponen dibagi jumlah responden
( )
** Nilai = (Nilai maksimum-nilai minimum)
100%

,
Rasio Standarisasi = = = 0,29
Jumlah sub komponen 1
82

Lampiran 7 Lanjutan 3

Komponen utama kesehatan


Responden Dummy anggota keluarga yang memiliki penyakit kronis
1 0
2 1
3 0
4 1
5 0
6 1
7 0
8 1
9 0
10 0
11 0
12 0
13 1
14 1
15 0
16 1
17 0
18 0
19 0
20 0
21 0
22 1
23 1
24 0
STANDARISASI* 0,38
NILAI** 37,50
* Standarisasi = rata-rata nilai sub komponen dibagi jumlah responden
( )
** Nilai = (Nilai maksimum-nilai minimum)
100%

,
Rasio Standarisasi = = = 0,38
Jumlah sub komponen 1
83

Lampiran 7 Lanjutan 4

Komponen utama makanan


Responden Rumahtangga yang bergantung pada memancing
1 1
2 0
3 1
4 0
5 1
6 0
7 1
8 0
9 0
10 1
11 0
12 1
13 0
14 1
15 1
16 0
17 1
18 1
19 1
20 0
21 0
22 1
23 0
24 0
STANDARISASI* 0,50
NILAI** 50,00
* Standarisasi = rata-rata nilai sub komponen dibagi jumlah responden
( )
** Nilai = (Nilai maksimum-nilai minimum)
100%

,
Rasio Standarisasi = = = 0,50
Jumlah sub komponen 1
84

Lampiran 7 Lanjutan 5

Komponen utama air


Responden Dummy rumahtangga yang tidak memiliki sumber air
1 0
2 0
3 0
4 0
5 1
6 0
7 0
8 1
9 1
10 1
11 1
12 1
13 0
14 0
15 1
16 0
17 1
18 0
19 0
20 0
21 0
22 1
23 0
24 1
STANDARISASI* 0,42
NILAI** 41,67
* Standarisasi = rata-rata nilai sub komponen dibagi jumlah responden
( )
** Nilai = (Nilai maksimum-nilai minimum)
100%

,
Rasio Standarisasi = = = 0,42
Jumlah sub komponen 1
85

Lampiran 7 Lanjutan 6

Komponen utama perumahan dan kepemilikan rumah


Dummy rumahtangga yang tidak memiliki lahan pribadi di
Responden
tempat tinggalnya
1 0
2 0
3 0
4 0
5 0
6 1
7 0
8 1
9 1
10 1
11 1
12 1
13 1
14 1
15 1
16 1
17 1
18 1
19 1
20 1
21 1
22 1
23 1
24 1
STANDARISASI* 0,75
NILAI** 75
* Standarisasi = rata-rata nilai sub komponen dibagi jumlah responden
( )
** Nilai = (Nilai maksimum-nilai minimum)
100%

,
Rasio Standarisasi = = = 0,75
Jumlah sub komponen 1
86

Lampiran 7 Lanjutan 7

Komponen utama banjir


Responden Dummy frekuensi banjir rob
1 1
2 1
3 1
4 1
5 1
6 1
7 1
8 1
9 1
10 1
11 1
12 1
13 0
14 1
15 1
16 0
17 1
18 0
19 0
20 0
21 0
22 0
23 1
24 1
STANDARISASI* 0,71
NILAI** 70,83
* Standarisasi = rata-rata nilai sub komponen dibagi jumlah responden
( )
** Nilai = (Nilai maksimum-nilai minimum)
100%

,
Rasio Standarisasi = = = 0,71
Jumlah sub komponen 1
87

Lampiran 8 Perhitungan nilai LVI


No Komponen utama LVI Standarisasi
1 Profil sosio-demografi 0,36
2 Strategi mata pencaharian 0,50
3 Jaringan sosial 0,29
4 Kesehatan 0,38
5 Makanan 0,50
6 Air 0,42
7 Perumahan dan kepemilikan lahan 0,75
8 Banjir 0,71

total standarisasi komponen utama LVI ,


Nilai LVI = = = 0.47
jumlah komponen utama 9
88

Lampiran 9 Perhitungan biaya perbaikan bangunan rumah

Biaya Nilai riil biaya


Barang yang Tahun
Responden perbaikan perbaikan
diperbaiki perbaikan
(Rp) (Rp)
1 Tidak ada - 0 0
2 Tidak ada - 0 0
3 Tidak ada - 0 0
4 Tidak ada - 0 0
5 Tidak ada - 0 0
6 Tidak ada - 0 0
7 Tidak ada - 0 0
8 Tidak ada - 0 0
9 Tidak ada - 0 0
10 Tidak ada - 0 0
11 Tidak ada - 0 0
12 Tidak ada - 0 0
13 Tidak ada - 0 0
14 Tidak ada - 0 0
15 Tidak ada - 0 0
16 Tidak ada - 0 0
17 Tidak ada - 0 0
18 Tidak ada - 0 0
19 Tidak ada - 0 0
20 Tidak ada - 0 0
21 Tidak ada - 0 0
22 Tidak ada - 0 0
23 Pintu rumah
2016 90.000 94.275
kayu tripleks
24 Pintu rumah
2016 190.000 199.025
kayu tripleks
Total Biaya Perbaikan (2000-2017) (Rp) 293.300
Rata-rata Biaya Perbaikan (Rp/Tahun) 16.294
Responden (KK) 2
Rata-rata biaya perbaikan bangunan rumah per KK (Rp/Tahun/KK) 8.147
89

Lampiran 10 Perhitungan biaya kehilangan

Luas Nilai riil


Jenis
yang Tahun Tahun Harga beli biaya
Responden yang
terabrasi beli kehilangan (Rp) kehilangan
hilang
(m2) (Rp)
Tidak
1 - - - 0 0
ada
2 Lahan 300 2012 2017 150.000 56.752.196
Tidak
3 - - - 0 0
ada
4 Lahan 10 2010 2017 110.000 1.522.197
Tidak
5 - - - 0 0
ada
6 Rumah - 2002 2007 20.000.000 28.629.438
7 Lahan 5000 1967 2017 900 45.805.127
8 Lahan 200 1970 2017 1.200 2.125.449
Rumah - 2002 2014 2.000.000 1.195.351
9
Kulkas - 2014 2017 1.700.000 1.360.000
10 Rumah - 1990 2012 20.000.000 14.124.991
11 Rumah - 2000 2015 7.000.000 3.072.318
Rumah - 2010 2011 5.000.000 6.341.112
12 Rumah - 2011 5.000.000 6.053.568
Rumah - 2012 5.000.000 4.399.500
13 Rumah - 1997 3.000.000 2.261.293
14 Rumah - 1990 2.000.000 2.641.191
15 Rumah - 1988 1.000.000 1.144.516
16 Rumah - 2010 2.000.000 2.767.631
17 Rumah - 1992 5.000.000 438.903
18 Rumah - 1991 5.000.000 2.429.441
19 Rumah - 2000 5.000.000 2.194.513
20 Rumah - 2004 8.000.000 14.624.883
21 Rumah - 1995 3.000.000 5.282.382
22 Rumah - 2002 700.000 418.373
Tidak
23 - - 0 0
ada
24 Panci - 2015 450.000 225.000
Total biaya kehilangan (2000-2017) (Rp) 205.809.371
Rata-rata biaya kehilangan (Rp/Tahun) 11.433.854
Responden (KK) 21
Rata-rata biaya kehilangan per KK (Rp/Tahun/KK) 544.469
90

Lampiran 11 Perhitungan biaya kehilangan pendapatan karena memilih


tidak bekerja

Pendapatan RT Lama tidak Tahun tidak Cost of time


Responden
(Rp/hari) bekerja (hari) bekerja (Rp)
1 0 - - 0
2 0 - - 0
3 0 - - 0
4 0 - - 0
5 0 - - 0
6 0 - - 0
7 0 - - 0
8 0 - - 0
9 166.667 60 2014 11.493.782
10 0 - - 0
11 100.000 1 2017 100.000
12 0 - - 0
13 0 - - 0
14 0 - - 0
15 0 - - 0
16 0 - - 0
17 0 - - 0
18 0 - - 0
19 0 - - 0
20 0 - - 0
21 500.000 7 2017 3.500.000
22 0 - - 0
23 100.000 3 2017 300.000
24 510.000 1 2017 510.000
Total pendapatan yang hilang (2000-2017) (Rp) 15.903.782
Rata-rata kehilangan pendapatan (Rp/Tahun) 883.543
Responden (KK) 5
Rata-rata kehilangan pendapatan per KK (Rp/Tahun/KK) 176.709
91

Lampiran 12 Perhitungan biaya pencegahan

Nilai nominal
Tahun Nilai riil biaya
Upaya biaya
Responden melakukan pencegahan
pencegahan pencegahan
pencegahan (Rp)
(Rp)
1 - - 0 0
Memasang pasak
2017 2.000.000 2.000.000
bambu
2
Menyimpan
2016 50.000 52.375
karung Pasir
Menyimpan 2016 dan
3 90.000 92.850
karung Pasir 2017
4 Membuat tembok 2016 1.000.000 1.047.500
Menyimpan
5 2000 15.000 33.015
karung Pasir
6 - - 0 0
7 - - 0 0
8 - - 0 0
9 - - 0 0
Memasang pasak
10 2016 1.000.000 1.047.500
bambu dan kijing
Memasang pasak
11 2016 2.000.000 2.095.000
bambu dan kijing
12 - - 0 0
13 Membuat DAM 2000 200.000 440.198
Memasang pasak
14 2010 1.000.000 1.383.816
bambu dan pasir
15 - - 0 0
16 - - 0 0
17 - - 0 0
18 - - 0 0
19 - - 0 0
20 - - 0 0
21 Membuat DAM 2017 5.000.000 5.000.000
22 - - 0 0
Memasang pasak
23 2017 500.000 500.000
bambu
Meninggikan
24 2017 1.700.000 1.700.000
rumah
Total biaya pencegahan (2000-2017) (Rp) 15.392.254
Rata-rata biaya pencegahan (Rp/Tahun) 855.125
Responden (KK) 11
Total biaya pencegahan (Rp/Tahun/KK) 77.739
92

Lampiran 13 Uji normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 24

Normal Parametersa,,b Mean -8.1600933E4

Std. Deviation 6.46991779E5

Most Extreme Absolute .254


Differences
Positive .254

Negative -.188

Kolmogorov-Smirnov Z 1.242

Asymp. Sig. (2-tailed) .091

a. Test distribution is Normal.


b. Calculated from data.

Asymp. Sig (2-tailed) sebesar 0,091 > taraf nyata 0,5, artinya data residual
menyebar normal pada taraf nyata 5%.

Lampiran 14 Uji multikolinearitas

Nilai Varian Inflation Factor (VIF) tiap variabel bebas di antara 1-10 sehingga
dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas.
93

Lampiran 15 Uji autokorelasi

Adjusted R2 = 0,916 atau 91,60%

Artinya keragaman biaya pencegahan mampu dijelaskan oleh model sebesar


91,60% sedangkan sisanya 8,40% dijelaskan oleh faktor lain diluar model.

Lampiran 16 Uji heteroskedastisitas

Berdasarkan grafik scatter plot (Y=ZRESID dan X=ZPRED) terlihat bahwa titik-
titik menyebar secara acak serta tersebar di atas maupun di bawah angka 0 pada
sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan tidak adanya pelanggaran heteroskedastisitas
pada model regresi.
94

Lampiran 17 Uji F

Hipotesis:
H0 = Model tidak signifikan
H1 = Model signifikan
Keputusan:
Tolak H0 jika Fhit > Ftabel atau Sig. < α 1%
Hasil:
Nilai p (0.000) < 1% berati tolak H0, sehingga dapat disimpulkan bahwa model
signifikan.

Lampiran 18 Uji t

Hipotesis:
H0 : β = 0 (X tidak berpengaruh terhadap Y)
H1 : β ≠ 0 (X berpengaruh terhadap Y)
95

a. Nilai sig (0,000) < α = 1% artinya tolak H0, sehingga dapat disimpulkan bahwa
pendapatan berpengaruh nyata terhadap biaya pencegahan pada taraf nyata 1%.
b. Nilai sig (0,061) > α = 5% artinya terima H0, sehingga dapat disimpulkan
bahwa pendidikan tidak berpengaruh nyata terhadap biaya pencegahan.
c. Nilai sig (0,000) < α = 1% artinya tolak H0, sehingga dapat disimpulkan bahwa
jarak tempat tinggal ke laut berpengaruh nyata terhadap biaya pencegahan pada
taraf nyata 1%.
d. Nilai sig (0,043) < α = 5% artinya tolak H0, sehingga dapat disimpulkan bahwa
dummy status kependudukan berpengaruh nyata terhadap biaya pencegahan
pada taraf nyata 5%.
e. Nilai sig (0,011) < α = 5% artinya tolak H0, sehingga dapat disimpulkan bahwa
dummy status lahan berpengaruh nyata terhadap biaya pencegahan pada taraf
nyata 5%.
f. Nilai sig (0,005) < α = 1% artinya tolak H0, sehingga dapat disimpulkan bahwa
frekuensi banjir rob berpengaruh nyata terhadap biaya pencegahan pada taraf
nyata 1%.
g. Nilai sig (0,002) < α = 1% artinya tolak H0, sehingga dapat disimpulkan bahwa
lama tinggal berpengaruh nyata terhadap biaya pencegahan pada taraf nyata
1%.
96

Lampiran 19 Perhitungan bobot kriteria keputusan

Stakeholders
Kriteria Jumlah Bobot
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Manfaat 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 30 0,252
Biaya 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 29 0,244
Jangka waktu 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 30 0,252
Efektivitas teknis 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 30 0,252
Total nilai 119 1,000
Sumber: Hasil Analisis Data (2017)

Lampiran 20 Perhitungan nilai alternatif kebijakan

Kriteria
No Alternatif Jangka Efektivitas Skor MPE Ranking
Manfaat Biaya
waktu teknis
1 Pembuatan
3,800 1,800 4,200 3,900 5,400 2
dinding pantai
2 Pembuatan alat
pemecah 4,200 1,500 4,000 4,100 5,380 3
ombak
3 Penanaman
mangrove di 4,400 4,000 3,500 3,800 5,630 1
sekitar pantai
4 Pembuatan
3,300 3,300 2,400 2,900 5,240 5
struktur hybrid
5 Pembuatan
3,500 2,600 3,300 3,200 5,330 4
sabuk pantai
Bobot kriteria 0,252 0,252 0,252 0,252
Sumber: Hasil Analisis Data (2017)
97

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 26 Oktober 1994. Penulis adalah


anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Heri Pribadi dan Ibu Diah
Ratriani. Penulis memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Polisi 5 Bogor
pada tahun 2001 dan lulus pada tahun 2007. Setelah itu, penulis melanjutkan
pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Bogor pada tahun 2007 dan
lulus pada tahun 2010. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah
Menengah Atas Negeri 3 Bogor pada tahun 2010 dan lulus pada tahun 2013. Pada
tahun yang sama, penulis masuk sebagai salah satu mahasiswi Departemen
Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Selama masa
kuliah, penulis aktif berwirausaha dan mengajar les selama 2 tahun. Penulis juga
aktif sebagai panitia kegiatan kemahasiswaan dan peserta pada berbagai kegiatan
seminar terkait bidang ilmu maupun di luar bidang ilmu penulis.

Anda mungkin juga menyukai