Anda di halaman 1dari 261

Page 173

SALINAN

MENTERI DALAM NEGERI


REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 82 TAHUN 2015
TENTANG

PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 60 dan 71


Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun
2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor
6 Tahun 2014 tentang Desa, sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47
Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang
Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang


Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik
Page 174
-2-

Indonesia Nomor 5495);


3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana
telah diubah dengan Undang–Undang Nomor 2 Tahun
2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentan Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 24
tambahan Lembaran Negara Nomor 5657), dan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tetang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Republik Indonesia 5679);
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5539) sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2015
tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5717);
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60
Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari
Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 168,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5558) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015
Page 175
-3-

tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 60


Tahun 2014 Tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari
Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 88,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5694); dan
6. Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2015 tentang
Kementerian Dalam Negeri (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 12).
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 tahun 2014
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Pakaian Dinas Kepala
Daerah, Wakil Kepala Daerah dan Kepala Desa (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1746)

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG
PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:

1. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan
nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam
sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
Page 176
-4-

dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik


Indonesia.
3. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut
dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Desa.
4. Kepala Desa adalah pejabat Pemerintah Desa yang
mempunyai wewenang, tugas dan kewajiban untuk
menyelenggarakan rumah tangga Desanya dan
melaksanakan tugas dari Pemerintah dan Pemerintah
Daerah.
5. Perangkat Desa adalah unsur staf yang membantu Kepala
Desa dalam penyusunan kebijakan dan koordinasi yang
diwadahi dalam Sekretariat Desa, dan unsur pendukung
tugas Kepala Desa dalam pelaksanaan kebijakan yang
diwadahi dalam bentuk Pelaksana Teknis dan Unsur
Kewilayahan.
6. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, yang selanjutnya
disebut APBDesa adalah rencana keuangan tahunan
Pemerintahan Desa.
7. Calon Kepala Desa terpilih adalah calon Kepala Desa yang
memperoleh suara terbanyak dalam Pemilihan Kepala
Desa.

BAB II
PENGANGKATAN KEPALA DESA

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 2
(1) Kepala Desa merupakan Kepala Pemerintahan Desa yang
memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan
sebagai perpanjangantangan negara yang dekat dengan
masyarakat juga sebagai pemimpin masyarakat.
(2) Penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah
Desa.
Page 177
-5-

(3) Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


adalah Kepala Desa dibantu oleh Perangkat Desa.
(4) Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
bertugas menyelenggarakan Pemerintahan Desa,
melaksanakan pembangunan Desa, pembinaan
masyarakat, dan pemberdayaan masyarakat.

Bagian Kedua
Pengangkatan

Pasal 3

(1) Calon Kepala Desa terpilih disahkan pengangkatannya


dengan Keputusan Bupati/Walikota.
(2) Keputusan Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diterbitkan paling lambat 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak diterima laporan hasil pemilihan Kepala
Desa dari BPD.

Bagian Ketiga
Pelantikan

Pasal 4
(1) Pelantikan Calon Kepala Desa terpilih dilakukan paling
lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterbitkan
keputusan Bupati/Walikota mengenai pengesahan
pengangkatan Calon Kepala Desa terpilih.
(2) Pelantikan Calon Kepala Desa terpilih sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Bupati/Walikota
atau pejabat yang ditunjuk.
(3) Susunan acara pelantikan Kepala Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut :
a. Pembacaan Keputusan Bupati/Walikota tentang
Pengesahan Pengangkatan Kepala Desa.
b. Pengambilan Sumpah/Janji Jabatan oleh
Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk.
Page 178
-6-

c. Penandatanganan berita acara pengambilan


sumpah/janji.
d. Kata pelantikan oleh Bupati/Walikota atau pejabat
yang ditunjuk.
e. Penyematan tanda jabatan oleh Bupati/walikota
atau pejabat yang ditunjuk.
f. Pembacaan Amanat Bupati/Walikota.
g. Pembacaan doa.
(4) Selain pelantikan resmi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) Pemerintah Desa dan masyarakat dapat
menyelenggarakan kegiatan sesuai dengan sosial budaya
setempat yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Bupati/Walikota.

Bagian Keempat
Serah Terima Jabatan

Pasal 5
(1) Serah terima jabatan dilakukan setelah pelantikan Calon
Kepala Desa terpilih.
(2) Serah terima jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan dengan penandatanganan berita acara
serah terima jabatan.
(3) Penandatanganan berita acara serah terima jabatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan pada
Acara pengambilan sumpah/janji dan pelantikan Calon
Kepala Desa terpilih setelah penyematan tanda jabatan
bersamaan dengan menyerahkan memori serah terima
jabatan.
(4) Memori serah terima jabatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) terdiri atas:
a. Pendahuluan
b. Monografi Desa
c. Pelaksanaan program kerja tahun lalu
d. Rencana program yang akan datang
Page 179
-7-

e. Kegiatan yang telah diselesaikan, sedang


dilaksanakan, dan rencana kegiatan setahun
terakhir.
f. Hambatan yang dihadapi.
g. Daftar inventarisasi dan kekayaan desa.

Bagian Kelima
Peningkatan Kapasitas Kepala Desa

Pasal 6
(1) Calon Kepala Desa terpilih yang telah dilantik wajib
mengikuti pelatihan awal masa jabatan yang
dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Biaya pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibebankan pada APBD Kabupaten/Kota, Provinsi dan
APBN.

Pasal 7
(1) Kepala Desa wajib mengikuti program-program pelatihan
yang dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Biaya pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibebankan pada APBDesa, APBD Kabupaten/Kota,
Provinsi, dan APBN.

BAB III
PEMBERHENTIAN KEPALA DESA

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 8
(1) Kepala Desa berhenti karena:
a. Meninggal dunia;
b. Permintaan sendiri; atau
c. Diberhentikan.
Page 180
-8-

(2) Kepala Desa diberhentikan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) huruf c karena:
a. Berakhir masa jabatannya;
b. Tidak dapat melaksanakan tugas secara
berkelanjutan atau berhalangan tetap secara
berturut-turut selama 6 (enam) bulan;
c. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala Desa;
d. Melanggar larangan sebagai kepala Desa;
e. Adanya perubahan status Desa menjadi kelurahan,
penggabungan 2 (dua) Desa atau lebih menjadi 1
(satu) Desa baru, atau penghapusan Desa;
f. Tidak melaksanakan kewajiban sebagai kepala Desa;
atau
g. Dinyatakan sebagai terpidana berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap.
(3) Apabila kepala Desa berhenti sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Badan Permusyawaratan Desa melaporkan
kepada Bupati/Walikota melalui camat atau sebutan
lain.
(4) Laporan Pimpinan Badan Permusyawaratan Desa kepada
Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
memuat materi situasi yang terjadi terhadap Kepala Desa
yang bersangkutan.
(5) Atas laporan Pimpinan Badan Permusyawaratan Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Bupati/Walikota
melakukan kajian untuk proses selanjutnya

Bagian Kedua
Pemberhentian Sementara

Pasal 9
Kepala Desa dapat diberhentikan sementara oleh
Bupati/Walikota karena :
a. Tidak melaksanakan kewajiban sebagai kepala desa;
b. Melanggar larangan sebagai Kepala Desa;
Page 181
-9-

c. Dinyatakan sebagai terdakwa yang diancam dengan


pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun berdasarkan
register perkara di pengadilan; dan
d. Ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana
korupsi, teroris, makar, dan/atau tindak pidana terhadap
keamanan negara.

Bagian Ketiga
Pengesahan Pemberhentian

Pasal 10
(1) Pengesahan pemberhentian Kepala Desa sebagaimana
dimaksud dalam pasal 8 ayat (1) ditetapkan dengan
Keputusan Bupati/Walikota.
(2) Keputusan Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disampaikan kepada Kepala Desa yang
bersangkutan dan Para pejabat terkait pada tingkat
Provinsi dan Kabupaten/Kota.

BAB IV
PAKAIAN DINAS DAN ATRIBUT KEPALA DESA

Pasal 11
Ketentuan mengenai pakaian dinas dan atribut kepala desa
berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Page 182
- 10 -

BAB V
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 12
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2015

MENTERI DALAM NEGERI


REPUBLIK INDONESIA,
ttd
TJAHJO KUMOLO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 Januari 2016

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 4

Salinan sesuai dengan aslinya


KEPALA BIRO HUKUM,

W. SIGIT PUDJIANTO
NIP. 19590203 198903 1 001.
Page 183

SALINAN

MENTERI DALAM NEGERI


REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 83 TAHUN 2015
TENTANG
PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 70, dan Pasal 71


Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun
2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor
6 Tahun 2014 tentang Desa, sebagaimana telah dirubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam
Negeri tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat
Desa;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang


Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5495);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Page 184
-2-

Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana


telah diubah dengan Undang–Undang Nomor 2 Tahun
2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 24
tambahan Lembaran Negara Nomor 5657), dan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Republik Indonesia 5679);
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5539) sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2015
tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5717);
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60
Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari
Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 168,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5558) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 60
Tahun 2014 Tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari
Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 88,
Page 185
-3-

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor


5694);
6. Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2015 tentang
Kementerian Dalam Negeri (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 12).

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG
PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:

1. Camat atau sebutan lain adalah pemimpin kecamatan


yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Bupati/Walikota melalui sekretaris daerah
2. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
3. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut
dengan nama lain dibantu Perangkat Desa sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Desa.
4. Kepala Desa atau sebutan lain adalah pejabat Pemerintah
Desa yang mempunyai wewenang, tugas dan kewajiban
untuk menyelenggarakan rumah tangga Desanya dan
melaksanakan tugas dari Pemerintah dan Pemerintah
Daerah.
5. Perangkat Desa adalah unsur staf yang membantu Kepala
Desa dalam penyusunan kebijakan dan koordinasi yang
diwadahi dalam Sekretariat Desa, dan unsur pendukung
tugas Kepala Desa dalam pelaksanaan kebijakan yang
diwadahi dalam bentuk pelaksana teknis dan unsur
kewilayahan.
Page 186
-4-

BAB II
PENGANGKATAN PERANGKAT DESA

Bagian Kesatu
Persyaratan Pengangkatan

Pasal 2
(1) Perangkat Desa diangkat oleh Kepala Desa dari warga
Desa yang telah memenuhi persyaratan umum dan
khusus.
(2) Persyaratan Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah sebagai berikut:
a. Berpendidikan paling rendah sekolah menengah
umum atau yang sederajat;
b. Berusia 20 (dua puluh) tahun sampai dengan 42
(empat puluh dua) tahun;
c. Terdaftar sebagai penduduk Desa dan bertempat
tinggal di Desa paling kurang 1 (satu) tahun sebelum
pendaftaran; dan
d. Memenuhi kelengkapan persyaratan administrasi.
(3) Persyaratan Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah persyaratan yang bersifat khusus dengan
memperhatikan hak asal usul dan nilai sosial budaya
masyarakat setempat dan syarat lainnya.
(4) Persyaratan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) ditetapkan dalam Peraturan Daerah.

Pasal 3
Kelengkapan persyaratan administrasi sebagaimana
dimaksud pada Pasal 2 ayat (2) huruf d, antara lain terdiri
atas:
a. Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan bertempat
tinggal paling kurang 1 (satu) Tahun sebelum
pendaftaran dari Rukun Tetangga atau Rukun Warga
setempat;
b. Surat Pernyataan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa yang dibuat oleh yang bersangkutan di atas kertas
Page 187
-5-

bermaterai;
c. Surat Pernyataan memegang teguh dan mengamalkan
Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, mempertahankan dan
memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika, yang dibuat oleh
yang bersangkutan diatas kertas segel atau bermaterai
cukup;
d. Ijazah pendidikan dari tingkat dasar sampai dengan
ijazah terakhir yang dilegalisasi oleh pejabat berwenang
atau surat pernyataan dari pejabat yang berwenang;
e. Akte Kelahiran atau Surat Keterangan Kenal Lahir;
f. Surat Keterangan berbadan sehat dari Puskesmas atau
aparat kesehatan yang berwenang; dan
g. Surat Permohonan menjadi Perangkat Desa yang dibuat
oleh yang bersangkutan di atas kertas segel atau
bermaterai cukup.

Bagian Kedua
Mekanisme Pengangkatan

Pasal 4
(1) Pengangkatan Perangkat Desa dilaksanakan melalui
mekanisme sebagai berikut:
a. Kepala Desa dapat membentuk Tim yang terdiri dari
seorang ketua, seorang sekretaris dan minimal
seorang anggota;
b. Kepala Desa melakukan penjaringan dan
penyaringan calon Perangkat Desa yang dilakukan
oleh Tim;
c. Pelaksanaan penjaringan dan penyaringan bakal
calon Perangkat Desa dilaksanakan paling lama 2
(dua) bulan setelah jabatan perangkat desa kosong
atau diberhentikan;
d. Hasil penjaringan dan penyaringan bakal calon
Perangkat Desa sekurang-kurangnya 2 (dua) orang
Page 188
-6-

calon dikonsultasikan oleh Kepala Desa kepada


Camat;
e. Camat memberikan rekomendasi tertulis terhadap
calon Perangkat Desa selambat-lambatnya 7 (tujuh)
hari kerja;
f. Rekomendasi yang diberikan Camat berupa
persetujuan atau penolakan berdasarkan
persyaratan yang ditentukan;
g. Dalam hal Camat memberikan persetujuan, Kepala
Desa menerbitkan Keputusan Kepala Desa tentang
Pengangkatan Perangkat Desa; dan
h. Dalam hal rekomendasi Camat berisi penolakan,
Kepala Desa melakukan penjaringan dan
penyaringan kembali calon Perangkat Desa.
(2) Pengaturan lebih lanjut mengenai tugas dan fungsi Tim
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diatur
dalam Peraturan Kepala Desa.

BAB III
PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

Bagian Kesatu
Pemberhentian

Pasal 5
(1) Kepala Desa memberhentikan Perangkat Desa setelah
berkonsultasi dengan Camat.
(2) Perangkat Desa berhenti karena:
a. Meninggal dunia;
b. Permintaan sendiri; dan
c. Diberhentikan.
(3) Perangkat Desa diberhentikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c karena:
a. Usia telah genap 60 (enam puluh) tahun;
b. Dinyatakan sebagai terpidana berdasarkan keputusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap;
Page 189
-7-

c. Berhalangan tetap;
d. Tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Perangkat
Desa; dan
e. Melanggar larangan sebagai perangkat desa.
(4) Pemberhentian Perangkat Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, dan huruf b, ditetapkan dengan
keputusan Kepala Desa dan disampaikan kepada Camat
atau sebutan lain paling lambat 14 (empat belas) hari
setelah ditetapkan.
(5) Pemberhentian Perangkat Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c wajib dikonsultasikan terlebih
dahulu kepada Camat atau sebutan lain.
(6) Rekomendasi tertulis Camat atau sebutan lain
sebagaimana dimaksud ayat (4) didasarkan pada
persyaratan pemberhentian perangkat Desa.

Bagian Kedua
Pemberhentian Sementara

Pasal 6
(1) Perangkat Desa diberhentikan sementara oleh Kepala
Desa setelah berkonsultasi dengan Camat.
(2) Pemberhentian sementara Perangkat Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) karena:
a) Ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan;
b) Ditetapkan sebagai terdakwa;
c) Tertangkap tangan dan ditahan;
d) melanggar larangan sebagai perangkat desa yang
diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(3) Perangkat Desa yang diberhentikan sementara
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b
dan huruf c diputus bebas atau tidak terbukti bersalah
oleh Pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap
maka dikembalikan kepada jabatan semula.
Page 190
-8-

BAB IV
KEKOSONGAN JABATAN PERANGKAT DESA

Pasal 7
(1) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan Perangkat Desa
maka tugas Perangkat Desa yang kosong dilaksanakan
oleh Pelaksana Tugas yang memiliki posisi jabatan dari
unsur yang sama.
(2) Pelaksana Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Kepala Desa dengan Surat Perintah
Tugas yang tembusannya disampaikan kepada
Bupati/Walikota melalui Camat paling lambat 7 (tujuh)
hari terhitung sejak tanggal surat penugasan.
(3) Pengisian jabatan Perangkat Desa yang kosong selambat-
lambatnya 2 (dua) bulan sejak Perangkat Desa yang
bersangkutan berhenti.

BAB V
UNSUR STAF PERANGKAT DESA

Pasal 8
(1) Kepala Desa dapat mengangkat unsur staf Perangkat
Desa.
(2) Unsur staf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
untuk membantu Kepala Urusan, Kepala Seksi, dan
Kepala Kewilayahan sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan keuangan desa.

BAB VI
PAKAIAN DINAS DAN ATRIBUT PERANGKAT DESA

Pasal 9
Pakaian dinas dan atribut perangkat desa ditetapkan dengan
Peraturan Bupati/Walikota yang berpedoman dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Page 191
-9-

BAB VII
PENINGKATAN KAPASITAS APARATUR DESA

Pasal 10
(1) Selain penghasilan tetap perangkat Desa menerima
jaminan kesehatan dan dapat menerima tunjangan
tambahan penghasilan dan penerimaan lainnya yang sah
dengan memperhatikan masa kerja dan jabatan
perangkat desa;
(2) Jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bersumber dari APBDes dan sumber lain yang sah;

BAB VIII
KESEJAHTERAAN PERANGKAT DESA

Pasal 11
(1) Perangkat Desa dan staf Perangkat Desa yang telah
diangkat dengan Keputusan Kepala Desa wajib
mengikuti pelatihan awal masa tugas dan program-
program pelatihan yang dilaksanakan oleh Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan
Pemerintah Desa.
(2) Biaya pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dibebankan pada APBN, APBD Provinsi,
APBD Kabupaten/Kota, dan APBDesa, dan sumber lain
yang sah.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 12
Perangkat Desa yang diangkat sebelum ditetapkan Peraturan
Menteri ini tetap melaksanakan tugas sampai habis masa
tugas berdasarkan surat keputusan pengangkatannya.
Page 192
- 10 -

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 13
Pengaturan lebih lanjut mengenai pengangkatan dan
pemberhentian Perangkat Desa ditetapkan dalam Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 1 (satu) tahun
setelah peraturan ini ditetapkan.

Pasal 14
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2015.

MENTERI DALAM NEGERI


REPUBLIK INDONESIA,
ttd
TJAHJO KUMOLO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 Januari 2016

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 5.

Salinan sesuai dengan aslinya


KEPALA BIRO HUKUM,

W. SIGIT PUDJIANTO
NIP. 19590203 198903 1 001.
Page 193

SALINAN

MENTERI DALAM NEGERI


REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 84 TAHUN 2015
TENTANG
SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 62 dan Pasal 64


Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun
2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor
6 Tahun 2014 tentang Desa, sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014
tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Dalam Negeri tentang Susunan Organisasi dan Tata
Kerja Pemerintah Desa;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang


Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5495);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Page 194
-2-

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik


Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana
telah diubah dengan Undang–Undang Nomor 2 Tahun
2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 24
tambahan Lembaran Negara Nomor 5657), dan Undang-
Undang nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Republik Indonesia 5679);
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5539) sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2015
tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5717);
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60
Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari
Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 168,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5558) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 60
Tahun 2014 Tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari
Page 195
-3-

Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 88,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5694);
6. Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2015 tentang
Kementerian Dalam Negeri (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 12);
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2007
tentang Pedoman Penyusunan Dan Pendayagunaan Data
Profil Desa Dan Kelurahan;
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014
tentang Pedoman Pembangunan Desa (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2094);
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Dalam
Negeri (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 564) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 69 Tahun 2015 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
43 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Dalam Negeri (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 1667);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG SUSUNAN
ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:

1. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut


dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
Page 196
-4-

berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,


dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
2. Camat atau sebutan lain adalah pemimpin kecamatan
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
bupati/walikota melalui sekretaris daerah.
3. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang
selanjutnya disingkat PPKD adalah Kepala Satuan Kerja
Pengelola Keuangan Daerah yang mempunyai tugas
melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai
bendahara umum daerah.
4. Pemerintah Desa adalah kepala desa atau yang disebut
dengan nama lain dibantu perangkat desa sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan desa.
5. Kepala Desa atau sebutan lain adalah pejabat
Pemerintah Desa yang mempunyai wewenang, tugas dan
kewajiban untuk menyelenggarakan rumah tangga
Desanya dan melaksanakan tugas dari Pemerintah dan
Pemerintah Daerah.
6. Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa
adalah satu sistem dalam kelembagaan dalam
pengaturan tugas dan fungsi serta hubungan kerja.

BAB II
STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS, DAN FUNGSI

Bagian Kesatu
Struktur Organisasi

Pasal 2
(1) Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dibantu oleh
Perangkat Desa.
(2) Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Page 197
-5-

terdiri atas :
a. Sekretariat Desa;
b. Pelaksana Kewilayahan;dan
c. Pelaksana Teknis.
(3) Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berkedudukan sebagai unsur pembantu Kepala Desa.

Pasal 3
(1) Sekretariat Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) huruf a dipimpin oleh Sekretaris Desa dan
dibantu oleh unsur staf sekretariat.
(2) Sekretariat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling banyak terdiri atas 3 (tiga) urusan yaitu urusan
tata usaha dan umum, urusan keuangan, dan urusan
perencanaan, dan paling sedikit 2 (dua) urusan yaitu
urusan umum dan perencanaan, dan urusan keuangan.
(3) Masing-masing urusan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dipimpin oleh Kepala Urusan.

Pasal 4
(1) Pelaksana Kewilayahan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (2) huruf b merupakan unsur pembantu
Kepala Desa sebagai satuan tugas kewilayahan.
(2) Jumlah unsur Pelaksana kewilayahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditentukan secara proporsional
antara pelaksana kewilayahan yang dibutuhkan dengan
kemampuan keuangan desa serta memperhatikan luas
wilayah kerja, karakteristik, geografis, jumlah kepadatan
penduduk, serta sarana prasarana penunjang tugas.
(3) Tugas kewilayahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi, penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan
kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat
desa.
(4) Pelaksana Kewilayahan dilaksanakan oleh kepala dusun
atau sebutan lain yang ditetapkan lebih lanjut dalam
Peraturan Bupati/Walikota dengan memperhatikan
Page 198
-6-

kondisi sosial budaya masyarakat setempat.

Pasal 5
(1) Pelaksana Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (2) huruf c merupakan unsur pembantu Kepala
Desa sebagai pelaksana tugas operasional.
(2) Pelaksana Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling banyak terdiri atas 3 (tiga) seksi yaitu seksi
pemerintahan, seksi kesejahteraan dan seksi pelayanan,
paling sedikit 2 (dua) seksi yaitu seksi pemerintahan,
serta seksi kesejahteraan dan pelayanan.
(3) Masing-masing seksi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dipimpin oleh Kepala Seksi.

Bagian Kedua
Tugas dan Fungsi

Pasal 6
(1) Kepala Desa berkedudukan sebagai Kepala Pemerintah
Desa yang memimpin penyelenggaraan Pemerintahan
Desa.
(2) Kepala Desa bertugas menyelenggarakan Pemerintahan
Desa, melaksanakan pembangunan, pembinaan
kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.
(3) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) Kepala Desa memiliki fungsi-fungsi sebagai
berikut:
a) menyelenggarakan Pemerintahan Desa, seperti tata
praja Pemerintahan, penetapan peraturan di desa,
pembinaan masalah pertanahan, pembinaan
ketentraman dan ketertiban, melakukan upaya
perlindungan masyarakat, administrasi
kependudukan, dan penataan dan pengelolaan
wilayah.
b) melaksanakan pembangunan, seperti pembangunan
sarana prasarana perdesaan, dan pembangunan
bidang pendidikan, kesehatan.
Page 199
-7-

c) pembinaan kemasyarakatan, seperti pelaksanaan


hak dan kewajiban masyarakat, partisipasi
masyarakat, sosial budaya masyarakat, keagamaan,
dan ketenagakerjaan.
d) pemberdayaan masyarakat, seperti tugas sosialisasi
dan motivasi masyarakat di bidang budaya,
ekonomi, politik, lingkungan hidup, pemberdayaan
keluarga, pemuda, olahraga, dan karang taruna.
e) menjaga hubungan kemitraan dengan lembaga
masyarakat dan lembaga lainnya

Pasal 7
(1) Sekretaris Desa berkedudukan sebagai unsur pimpinan
Sekretariat Desa.
(2) Sekretaris Desa bertugas membantu Kepala Desa dalam
bidang administrasi pemerintahan.
(3) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana yang dimaksud
pada ayat (2), Sekretaris Desa mempunyai fungsi:
a) Melaksanakan urusan ketatausahaan seperti tata
naskah, administrasi surat menyurat, arsip, dan
ekspedisi.
b) Melaksanakan urusan umum seperti penataan
administrasi perangkat desa, penyediaan prasarana
perangkat desa dan kantor, penyiapan rapat,
pengadministrasian aset, inventarisasi, perjalanan
dinas, dan pelayanan umum.
c) Melaksanakan urusan keuangan seperti pengurusan
administrasi keuangan, administrasi sumber-
sumber pendapatan dan pengeluaran, verifikasi
administrasi keuangan, dan admnistrasi
penghasilan Kepala Desa, Perangkat Desa, BPD, dan
lembaga pemerintahan desa lainnya.
d) Melaksanakan urusan perencanaan seperti
menyusun rencana anggaran pendapatan dan
belanja desa, menginventarisir data-data dalam
rangka pembangunan, melakukan monitoring dan
Page 200
-8-

evaluasi program, serta penyusunan laporan.

Pasal 8
(1) Kepala urusan berkedudukan sebagai unsur staf
sekretariat.
(2) Kepala urusan bertugas membantu Sekretaris Desa
dalam urusan pelayanan administrasi pendukung
pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan.
(3) Untuk melaksanakan tugas kepala urusan mempunyai
fungsi:
a) Kepala urusan tata usaha dan umum memiliki
fungsi seperti melaksanakan urusan ketatausahaan
seperti tata naskah, administrasi surat menyurat,
arsip, dan ekspedisi, dan penataan administrasi
perangkat desa, penyediaan prasarana perangkat
desa dan kantor, penyiapan rapat,
pengadministrasian aset, inventarisasi, perjalanan
dinas, dan pelayanan umum.
b) Kepala urusan keuangan memiliki fungsi seperti
melaksanakan urusan keuangan seperti
pengurusan administrasi keuangan, administrasi
sumber-sumber pendapatan dan pengeluaran,
verifikasi administrasi keuangan, dan admnistrasi
penghasilan Kepala Desa, Perangkat Desa, BPD, dan
lembaga pemerintahan desa lainnya.
c) Kepala urusan perencanaan memiliki fungsi
mengoordinasikan urusan perencanaan seperti
menyusun rencana anggaran pendapatan dan
belanja desa, menginventarisir data-data dalam
rangka pembangunan, melakukan monitoring dan
evaluasi program, serta penyusunan laporan.

Pasal 9
(1) Kepala seksi berkedudukan sebagai unsur pelaksana
teknis.
(2) Kepala seksi bertugas membantu Kepala Desa sebagai
pelaksana tugas operasional.
Page 201
-9-

(3) Untuk melaksanakan tugas Kepala Seksi mempunyai


fungsi:
a) Kepala seksi pemerintahan mempunyai fungsi
melaksanakan manajemen tata praja Pemerintahan,
menyusun rancangan regulasi desa, pembinaan
masalah pertanahan, pembinaan ketentraman dan
ketertiban, pelaksanaan upaya perlindungan
masyarakat, kependudukan, penataan dan
pengelolaan wilayah, serta pendataan dan
pengelolaan Profil Desa.
b) Kepala seksi kesejahteraan mempunyai fungsi
melaksanakan pembangunan sarana prasarana
perdesaan, pembangunan bidang pendidikan,
kesehatan, dan tugas sosialisasi serta motivasi
masyarakat di bidang budaya, ekonomi, politik,
lingkungan hidup, pemberdayaan keluarga,
pemuda, olahraga, dan karang taruna.
c) Kepala seksi pelayanan memiliki fungsi
melaksanakan penyuluhan dan motivasi terhadap
pelaksanaan hak dan kewajiban masyarakat,
meningkatkan upaya partisipasi masyarakat,
pelestarian nilai sosial budaya masyarakat,
keagamaan, dan ketenagakerjaan.

Pasal 10
(1) Kepala Kewilayahan atau sebutan lainnya berkedudukan
sebagai unsur satuan tugas kewilayahan yang bertugas
membantu Kepala Desa dalam pelaksanaan tugasnya di
wilayahnya.
(3) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) Kepala Kewilayahan/Kepala Dusun memiliki
fungsi:
a) Pembinaan ketentraman dan ketertiban,
pelaksanaan upaya perlindungan masyarakat,
mobilitas kependudukan, dan penataan dan
pengelolaan wilayah.
Page 202
- 10 -

b) Mengawasi pelaksanaan pembangunan di


wilayahnya.
c) Melaksanakan pembinaan kemasyarakatan dalam
meningkatkan kemampuan dan kesadaran
masyarakat dalam menjaga lingkungannya.
d) Melakukan upaya-upaya pemberdayaan masyarakat
dalam menunjang kelancaran penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan.

BAB III
JENIS DESA

Pasal 11
(1) Susunan organisasi Pemerintah Desa disesuaikan
dengan tingkat perkembangan desa yaitu Desa
Swasembada, Swakarya, dan Swadaya.
(2) Desa Swasembada wajib memiliki 3 (tiga) urusan dan 3
(tiga) seksi.
(3) Desa Swakarya dapat memiliki 3 (tiga) urusan dan 3 (tiga)
seksi.
(4) Desa Swadaya memiliki 2 (dua) urusan dan 2 (dua) seksi.
(5) Klasifikasi jenis desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditentukan berdasarkan peraturan perundang-
undangan.

BAB IV

TATA KERJA

Pasal 12
Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Desa
bertanggungjawab memimpin dan mengoordinasikan
bawahannya masing-masing dan memberikan bimbingan
serta petunjuk-petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahan.
Page 203
- 11 -

BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 13
Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota dan Camat wajib
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
Pemerintahan Desa dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 14
Bagan struktur Organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa
sebagaiman dimaksud dalam Pasal 2 tercantum dalam
lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.

Pasal 15
Pengaturan lebih lanjut mengenai susunan organisasi dan
tata kerja pemerintah desa dan perangkat desa ditetapkan
dalam Peraturan Bupati/Walikota selambat-lambatnya 1
(satu) tahun.
Page 204
- 12 -

Pasal 16
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2015.

MENTERI DALAM NEGERI


REPUBLIK INDONESIA,
ttd
TJAHJO KUMOLO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 Januari 2016

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 6

Salinan sesuai dengan aslinya


KEPALA BIRO HUKUM,

W. SIGIT PUDJIANTO
NIP. 19590203 198903 1 001.
Page 205
- 13 -

LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 84 TAHUN 2015
TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH
DESA

SUSUNAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA

KEPALA DESA

SEKRETARIAT
DESA

KEPALA KEPALA KEPALA


URUSAN URUSAN URUSAN

KEPALA KEPALA KEPALA


SEKSI SEKSI SEKSI

KEPALA PELAKSANA
KEWILAYAHAN /
KEPALA DUSUN

MENTERI DALAM NEGERI


REPUBLIK INDONESIA,
ttd
TJAHJO KUMOLO
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO HUKUM,

W. SIGIT PUDJIANTO
NIP. 19590203 198903 1 001.
SALINAN Page 206

MENTERI DALAM NEGERI


REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 2 TAHUN 2017
TENTANG
STANDAR PELAYANAN MINIMAL DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa desa merupakan kesatuan masyarakat hukum


yang memiliki batas wilayah, yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat desa, berkewajiban memberikan
dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat Desa;
b. bahwa untuk mempercepat peningkatan kualitas
pelayanan kepada masyarakat Desa guna perwujudan
kesejahteraan umum sesuai dengan kewenangan Desa,
perlu menetapkan Standar Pelayanan Minimal Desa;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Standar
Pelayanan Minimal Desa;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang


Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Page 207
-2-

Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara


Republik Indonesia Nomor 5038);
3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5495);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 tahun
2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun
2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah
Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5717);
6. Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2015 tentang
Kementerian Dalam Negeri (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 12);
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 tahun 2016
tentang Kewenangan Desa (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 1037);
Page 208
-3-

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG STANDAR
PELAYANAN MINIMAL DESA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1. Desa adalah Desa dan Desa adat atau yang disebut
dengan nama lain, yang selanjutnya disebut Desa, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
2. Camat atau sebutan lain adalah pemimpin Kecamatan
yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada
Bupati/Wali kota.
3. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
4. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut
dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan Desa.
5. Kepala Desa adalah pejabat Pemerintah Desa yang
mempunyai wewenang, tugas dan kewajiban untuk
menyelenggarakan rumah tangga Desanya dan
melaksanakan tugas dari Pemerintah dan Pemerintah
Daerah.
6. Kewenangan Desa adalah kewenangan yang dimiliki Desa
meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan
pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan
Page 209
-4-

masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak


asal usul dan adat istiadat Desa.
7. Administrasi Pemerintahan Desa adalah keseluruhan
proses kegiatan pencatatan data dan informasi mengenai
Pemerintahan Desa pada Buku Register Desa.
8. Standar Pelayanan Minimal Desa yang selanjutnya
disebut SPM Desa adalah ketentuan tentang jenis dan
mutu pelayanan yang merupakan urusan Desa yang
berhak diperoleh setiap masyarakat Desa secara minimal.
9. Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria yang selanjutnya
disingkat NSPK adalah aturan atau ketentuan yang
dipakai sebagai tatanan untuk penyelenggaraan urusan
Desa.
10. Hari adalah hari kerja.

BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 2
SPM Desa dimaksudkan untuk:
a. mendekatkan pelayanan kepada masyarakat;
b. mempermudah pelayanan kepada masyarakat;
c. keterbukaan pelayanan kepada masyarakat; dan
d. efektifitas pelayanan kepada masyarakat.

Pasal 3
SPM Desa bertujuan untuk:
a. mendorong percepatan pelayanan kepada masyarakat;
b. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai
kewenangannya; dan
c. sebagai alat kontrol masyarakat terhadap kinerja
Pemerintah Desa.
Page 210
-5-

BAB III
STANDAR PELAYANAN MINIMAL DESA

Pasal 4
(1) Kepala Desa menetapkan SPM Desa.
(2) SPM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.

Pasal 5
SPM Desa antara lain meliputi:
a. penyediaan dan penyebaran informasi pelayanan;
b. penyediaan data dan informasi kependudukan dan
pertanahan;
c. pemberian surat keterangan;
d. penyederhanaan pelayanan; dan
e. pengaduan masyarakat.

Pasal 6
(1) Penyediaan dan penyebaran informasi pelayanan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a antara lain
meliputi:
a. persyaratan teknis;
b. mekanisme;
c. penelusuran dokumen pada setiap tahapan proses;
d. biaya dan waktu perizinan dan non perizinan; dan
e. tata cara penyampaian pengaduan.
(2) Penyediaan dan penyebaran informasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pertemuan
dan media lain yang mudah diakses dan diketahui oleh
masyarakat.
(3) Tata cara penyediaan dan penyebaran informasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 7
(1) Penyediaan data dan informasi kependudukan dan
pertanahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf
Page 211
-6-

b antara lain meliputi:


a. data dan informasi administrasi kependudukan
dalam Buku Administrasi Kependudukan; dan
b. data dan informasi pertanahan pada administrasi
umum dalam Buku Tanah Kas Desa dan Tanah di
Desa.
(2) Penyediaan data dan informasi dalam administrasi
kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a harus akurat setiap saat dengan menyediakan
data dasar dan data perubahan serta tertib pelaporan.
(3) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b harus tertib dalam pengisian administrasi
pertanahan, kepastian data luas kepemilikan tanah, dan
penetapan keputusan Kepala Desa tentang Sketsa
Kepemilikan Tanah.

Pasal 8
(1) Data dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 dilaporkan kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah
Kabupaten/Kota terkait dalam kedudukannya sebagai
instansi penyelenggara pelayanan.
(2) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
oleh penyelenggara pelayanan dijadikan sumber data dan
informasi dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat.

Pasal 9
(1) Pemberian surat keterangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 huruf c dari Pemerintah Desa kepada
masyarakat yang akan melakukan proses suatu
pelayanan didasarkan pada data dan informasi yang
telah disesuaikan dengan data dasar dan data perubahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2).
(2) Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan apabila berkas yang diperlukan dalam proses
suatu pelayanan telah lengkap memenuhi persyaratan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
Page 212
-7-

undangan dan telah dilengkapi surat keterangan domisili


dari RT atau RW.
(3) Dalam hal persyaratan untuk proses suatu pelayanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum lengkap,
Pemerintah Desa berkewajiban untuk memberikan
informasi tentang kelengkapan persyaratan yang harus
dipenuhi oleh masyarakat dalam proses suatu pelayanan.
(4) Pemberian surat keterangan dari Pemerintah Desa
kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselesaikan dalam 1 (satu) Hari.
(5) Dalam hal pemberian surat keterangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) tidak dapat diselesaikan dalam
waktu 1 (satu) Hari, Camat melakukan pembinaan.

Pasal 10
(1) Dalam pemberian surat keterangan kepada masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pemerintah Desa
menggunakan tata naskah dinas sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota belum
menetapkan Tata Naskah Dinas untuk Desa, Bupati/Wali
Kota menetapkan Tata Naskah Dinas untuk Desa dengan
Peraturan Bupati/Wali Kota.

Pasal 11
(1) Penyederhanaan pelayanan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 huruf d dilakukan dalam rangka untuk
pelaksanaan penugasan.
(2) Pelaksanaan penugasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan penugasan sebagian pelaksanaan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota kepada Desa.
(3) Penugasan kepada Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dengan memperhatikan:
a. kemampuan sumber daya manusia di Desa;
b. selektifitas dalam pelaksanaan; dan
c. sarana dan prasarana pendukung.
Page 213
-8-

(4) Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat


(3) huruf c antara lain:
a. tempat/loket pendaftaran;
b. tempat pemasukan berkas dokumen;
c. tempat pembayaran;
d. tempat penyerahan dokumen;
e. tempat pelayanan pengaduan;
f. ruang tunggu; dan
g. perangkat pendukung lainnya.

Pasal 12
(1) Persyaratan penetapan Desa-Desa yang diberikan
penugasan untuk melaksanakan pelayanan kepada
masyarakat dan penetapan jenis pelayanan yang akan
ditugaskan serta penetapan SPM Desa ditetapkan dengan
Peraturan Bupati/Wali Kota.
(2) Peraturan Bupati/Wali Kota tentang SPM Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain
meliputi:
a. jenis pelayanan;
b. persyaratan pelayanan;
c. proses atau prosedur pelayanan;
d. pejabat yang bertanggung jawab terhadap
pelayanan;
e. petugas pelayanan;
f. waktu pelayanan yang dibutuhkan; dan
g. biaya pelayanan.

Pasal 13
(1) Pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 huruf e merupakan sarana umpan balik bagi
Pemerintah Desa guna meningkatkan kualitas pelayanan.
(2) Pemerintah Desa memfasilitasi dan mengoordinasikan
pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) paling lama 3 (tiga) Hari kerja.
(3) Dalam hal fasilitasi dan koordinasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan dalam
Page 214
-9-

3 (tiga) Hari kerja, Camat melakukan pembinaan.


(4) Untuk melaksanakan pelayanan fasilitasi pengaduan
masyarakat Pemerintah Desa menyediakan sarana dan
prasarana.

BAB IV
PEJABAT PENYELENGGARA SPM DESA

Pasal 14
Pejabat penyelenggara SPM Desa terdiri atas:
a. Kepala Desa;
b. Sekretaris Desa;
c. Kepala seksi yang membidangi pelayanan administrasi;
dan
d. Perangkat Desa lainnya.

Pasal 15
(1) Kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
huruf a adalah penanggung jawab penyelenggaraan SPM
Desa.
(2) Kepala Desa sebagai penanggung jawab penyelenggaraan
SPM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempunyai tugas:
a. memimpin, mengoordinasikan dan mengendalikan
penyelenggaraan SPM Desa;
b. menyiapkan rencana anggaran dan biaya; dan
c. mempertanggungjawabkan kinerja dalam
penyelenggaraan SPM Desa kepada Bupati/Wali
kota melalui Camat.

Pasal 16
(1) Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
huruf b mempunyai tugas melakukan penatausahaan
administrasi penyelenggaraan SPM Desa.
(2) Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah penanggung jawab kesekretariatan
penyelenggaraan SPM Desa.
Page 215
- 10 -

(3) Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


bertanggung jawab kepada Kepala Desa.

Pasal 17
(1) Kepala Seksi yang membidangi pelayanan administrasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c
mempunyai tugas melaksanakan teknis pelayanan.
(2) Kepala Seksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertanggung jawab kepada Kepala Desa melalui
Sekretaris Desa.

Pasal 18
(1) Perangkat Desa lainnya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 huruf d bertugas untuk membantu pelaksanaan
pelayanan administrasi.
(2) Perangkat Desa lainnya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bertanggung jawab kepada Kepala Desa melalui
Sekretaris Desa.

Pasal 19
Pejabat Penyelenggara SPM Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 melakukan pengelolaan pelayanan secara
transparan dan akuntabel.

BAB V
PEMBENTUKAN TIM TEKNIS

Pasal 20
(1) Bupati/Wali Kota membentuk tim teknis
penyelenggaraan SPM Desa.
(2) Tim teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan keputusan Bupati/Wali Kota.
(3) Tim Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mempunyai tugas :
a. mengidentifikasi kewenangan Bupati/Wali Kota yang
berkaitan dengan pelayanan administrasi yang
dalam pelaksanaannya melalui penugasan sebagian
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
Page 216
- 11 -

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota kepada Desa;


b. menyiapkan rancangan kebijakan dan petunjuk
umum yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan
SPM Desa;
c. memfasilitasi penyelenggaraan SPM Desa; dan
d. merekomendasikan kepada Bupati/Wali Kota Desa-
Desa yang telah memenuhi persyaratan untuk
ditetapkan sebagai penyelenggara SPM Desa;
(4) Keanggotaan Tim Teknis penyelenggaraan SPM Desa
terdiri dari unsur-unsur instansi terkait termasuk Camat
dengan Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota sebagai
ketua.
(5) Tim Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
bertanggung jawab kepada Bupati/Wali Kota.

Pasal 21
(1) Untuk melaksanakan SPM Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 13, berpedoman
pada NSPK SPM Desa.
(2) NSPK SPM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 22
(1) Dalam upaya percepatan penyelenggaraan SPM Desa
Bupati/Wali Kota menetapkan Desa yang telah
memenuhi persyaratan sebagai Desa percontohan.
(2) Persyaratan dan Desa percontohan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan
Bupati/Wali Kota.
(3) Penetapan Desa percontohan dilaporkan kepada Menteri
melalui Gubernur.
(4) Menteri menetapkan Desa percontohan secara nasional.
(5) Desa percontohan secara nasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan
Menteri.
Page 217
- 12 -

BAB VI
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 23

(1) Masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaraan


SPM Desa.
(2) Peran serta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara
lain:
a. memberikan informasi data yang diperlukan oleh
penyelenggara SPM Desa; dan
b. memberikan masukan dalam proses
penyelenggaraan SPM Desa.

BAB VII
PENDANAAN

Pasal 24
(1) Biaya penyelenggaraan SPM Desa dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
(2) Biaya penyelenggaraan SPM Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari rencana kerja dan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa.
(3) Selain biaya penyelenggaraan SPM Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Desa menerima bantuan dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan
sumber lain yang sah dan tidak mengikat.

BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 25
(1) Menteri melalui Direktur Jenderal Bina Pemerintahan
Desa melakukan pembinaan dan pengawasan secara
nasional terhadap pelaksanaan SPM Desa.
Page 218
- 13 -

(2) Gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan


terhadap pelaksanaan SPM Desa di Kabupaten/Kota.
(3) Bupati/Wali Kota melakukan pembinaan dan
pengawasaan terhadap pelaksanaan SPM Desa di
wilayahnya.
(4) Camat melakukan fasilitasi dan koordinasi pelaksanaan
SPM Desa di wilayahnya.

Pasal 26
Pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan SPM
Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 mencakup
antara lain:
a. Penyelenggaraan sebagian wewenang yang
pelaksanaannya ditugaskan kepada Desa;
b. Penyelenggaraan SPM Desa; dan
c. Penyelenggaraan SPM Desa yang mudah, cepat,
transparan dan akuntabel.

Pasal 27
Bupati/Wali Kota melaporkan hasil penyelenggaraan SPM
Desa kepada Gubernur dengan tembusan Menteri melalui
Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa.

BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 28
(1) SPM Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
dilaksanakan pada jam kantor dan di luar jam kantor.
(2) Ketentuan pelaksanaan pelayanan di luar jam kantor
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri.
Page 219
- 14 -

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 29
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 3 Januari 2017

MENTERI DALAM NEGERI


REPUBLIK INDONESIA,
ttd
TJAHJO KUMOLO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 Januari 2017.

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 NOMOR 156.


Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO HUKUM,

ttd

W. SIGIT PUDJIANTO
NIP. 19590203 198903 1 001.
Page 220

LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2017
TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL DESA

NORMA STANDAR PROSEDUR DAN KRITERIA SPM DESA

I TARGET STANDAR PELAYANAN MINIMAL


Page 221
-2-

II PANDUAN OPERASIONAL STANDAR PELAYANAN MINIMAL

A. UMUM

1. Penetapan penyelenggaraan Standar Pelayanan Minimal Desa


dimaksudkan agar:

a. Penyelenggaraan pelayanan terhadap masyarakat semakin


dekat dengan sasaran;

b. Semakin kecil rantai birokrasi yang harus ditempuh oleh


masyarakat dalam pelaksanaan pelayanan; dan

c. Pemerintah daerah Kabupaten/Kota dapat melakukan


efisiensi dan efektivitas dalam penyelenggaraan pelayanan.

2. Adapun tujuan penetapan SPM Desa adalah untuk:

a. Mendorong dan menunjang percepatan pelayanan kepada


masyarakat;

b. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai


kewenangannya;

c. Mendorong masyarakat untuk melakukan kontrol terhadap


kinerja pemerintah Desa dibidang pelayanan publik; dan

d. Pemanfaatan dan pendayagunaan oleh masyarakat secara


aktif.

B. RUANG LINGKUP

1. Ruang lingkup penyelenggaraan SPM Desa meliputi:

a. Penyediaan data dan informasi dalam administrasi


kependudukan dan pertanahan;

b. Pemberian surat keterangan dari pemerintah Desa kepada


masyarakat yang akan melakukan proses suatu pelayanan;
dan

c. Penyederhanaan pelayanan dilakukan melalui penugasan


sebagian pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota kepada
Desa dibidang pelayanan dasar.
Page 222
-3-

2. Penyederhanaan pelayanan dilaksanakan melalui penugasan


sebagian pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota kepada Desa.

Penugasan kepada Desa dimaksud disesuaikan dengan:

a. kemampuan Sumber Daya Manusia yang tersedia di Desa,


dilaksanakan secara selektif, dan tersedianya sarana dan
prasarana pendukung;

b. dinilai efisien dan efektif apabila dilaksanakan oleh Desa;

c. dilaksanakan secara selektif; dan

d. tersedianya sarana dan prasarana, yaitu:

1) Tempat/loket pendaftaran.

2) Tempat pemasukan berkas dokumen.

3) Tempat pembayaran.

4) Tempat penyerahan dokumen.

5) Tempat pelayanan pengaduan.

6) Ruang tunggu.

7) Perangkat pendukung lainnya.

3. Persyaratan penetapan Desa yang diberikan penugasan untuk


melaksanakan pelayanan kepada masyarakat dan penetapan
jenis pelayanan yang akan ditugaskan serta penetapan standar
pelayanan ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Wali kota.

C. PENYEDIAAN DATA DAN INFORMASI KEPENDUDUKAN DAN


PERTANAHAN

1. Tersedianya data dan informasi administrasi kependudukan.

a. Pengertian

Administrasi Kependudukan adalah kegiatan pencatatan


data dan informasi mengenai kependudukan pada buku
Administrasi Penduduk yaitu;

1) Buku Induk Penduduk.

2) Buku Mutasi Penduduk.

3) Buku Rekapitulasi Jumlah Penduduk.


Page 223
-4-

4) Buku Penduduk Sementara.

5) Buku KTP-el dan Kartu Keluarga.

Buku Rekapitulasi jumlah penduduk pada setiap akhir


bulan wajib dilaporkan oleh Kepala Desa kepada
bupati/wali kota dalam bentuk formulir Rekapitulasi Jumlah
Penduduk.

b. Definisi Operasional

Data dan Informasi Kependudukan adalah data dan


informasi berbagai peristiwa kependudukan yang dilaporkan
masyarakat kepada Pemerintah Desa dalam upaya
mendukung penyelesaian berbagai peristiwa kependudukan
terutama mengenai kepemilikan KTP-el, KK dan Akta
Kelahiran.

c. Cara Perhitungan Indikator

1) Rumus

Persentasi Jumlah Penduduk yang memiliki KTP- el


dengan ber-NIK =

2) Pembilang

Jumlah KTP- el ber-NIK

3) Penyebut

Jumlah penduduk wajib KTP- el (Penduduk berusia 17


Tahun keatas atau telah menikah)

4) Satuan Indikasi: Persentasi

5) Contoh Perhitungan
Desa A jumlah penduduk wajib KTP- el sebanyak 300
jiwa. Jumlah penduduk yang telah memiliki KTP- el ber
NIK 90 jiwa. Maka persentasi penduduk yang telah
memiliki KTP- el ber-NIK adalah
Page 224
-5-

Artinya di Desa A tersebut masih terdapat penduduk


yang belum memiliki KTP- el ber-NIK sejumlah = 70%

d. Rujukan

1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang


Pemerintahan Daerah.

2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang


Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa.

4. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2016


tentang Kewenangan Desa.

5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 2016


tentang Administrasi Desa.

1) Tahun I

Triwulan I : Peninjauan lapangan diwilayah Dusun


untuk memotivasi dan penyuluhan
tentang administrasi penduduk, KTP-el,
akte kelahiran, dan Kartu Keluarga,bagi
25% dari target yang ditentukan sesuai
dengan jumlah Kepala Keluarga di Desa
yang bersangkutan.

Triwulan 2 : Peninjauan lapangan diwilayah Dusun


untuk memotivasi dan penyuluhan
tentang administrasi penduduk, KTP- el,
akte kelahiran dan Kartu Keluarga, bagi
25% dari target yang ditentukan sesuai
dengan jumlah Kepala Keluarga di Desa
yang bersangkutan.

Triwulan 3 : Peninjauan lapangan diwilayah Dusun


untuk memotivasi dan penyuluhan
tentang administrasi penduduk, KTP- el,
akte kelahiran dan Kartu Keluarga, bagi
25% dari target yang ditentukan sesuai
dengan jumlah Kepala Keluarga di Desa
Page 225
-6-

yang bersangkutan.

Triwulan 4 : Peninjauan lapangan diwilayah Dusun


untuk memotivasi dan penyuluhan
tentang administrasi penduduk, KTP- el,
akte kelahiran dan Kartu Keluarga, bagi
25% dari target yang ditentukan sesuai
dengan jumlah Kepala Keluarga di Desa
yang bersangkutan.

2) Tahun II

Triwulan 1 : Inventarisasi atau pendataan penduduk


dalam struktur:

- Usia

- Pria dan Wanita

- Lapangan Kerja

- Usia Pendidikan

- Tingkat penghidupan ekonomi

- Tingkat kesehatan

Triwulan 2 : Validasi data kependudukan dalam


struktur kependudukan sesuai peraturan
perundang-undangan.Perumusan program
validasi ditetapkan dalam waktu 3 (tiga)
bulan.

Triwulan 3 : Menyempurnakan pelaporan agar sesuai


dengan data yang akurat dan valid,
sehingga memudahkan penyusunan
program atau kegiatan dalam batas waktu
yang ditetapkan (satu bulan sekali).

Triwulan 4 : Evaluasi.

3) Tahun III

Triwulan 1 : Menetapkan langkah-langkah untuk


pemberian KTP- el, penggantian KTP- el
dan pemberian atau penggantian Kartu
Keluarga di 25 % dari target yang
Page 226
-7-

ditentukan sesuai dengan jumlah Kepala


Keluarga di Desa yang bersangkutan.

Triwulan 2 : Menetapkan langkah-langkah untuk


pemberian KTP- el, penggantian KTP- el
dan pemberian atau penggantian Kartu
Keluarga di 25 % dari target yang
ditentukan sesuai dengan jumlah Kepala
Keluarga di Desa yang bersangkutan.

Triwulan 3 : Menetapkan langkah-langkah untuk


pemberian KTP- el, penggantian KTP- el
dan pemberian atau penggantian Kartu
Keluarga di 25 % dari target yang
ditentukan sesuai dengan jumlah Kepala
Keluarga di Desa yang bersangkutan.

Triwulan 4 : Menetapkan langkah-langkah untuk


pemberian KTP- el, penggantian KTP- el
dan pemberian atau penggantian Kartu
Keluarga di 25 % dari target yang
ditentukan sesuai dengan jumlah Kepala
Keluarga di Desa yang bersangkutan.

4) Tahun IV

Triwulan 1 : Mengikuti mutasi dan mobilitas penduduk


di 25 % dari target yang ditentukan sesuai
dengan jumlah Kepala Keluarga di Desa
yang bersangkutan.

Triwulan 2 : Mengikuti mutasi dan mobilitas penduduk


di 25 % dari target yang ditentukan sesuai
dengan jumlah Kepala Keluarga di Desa
yang bersangkutan.

Triwulan 3 : Mengikuti mutasi dan mobilitas penduduk


di 25 % dari target yang ditentukan sesuai
dengan jumlah Kepala Keluarga di Desa
yang bersangkutan.
Page 227
-8-

Triwulan 4 : Mengikuti mutasi dan mobilitas penduduk


di 25 % dari target yang ditentukan sesuai
dengan jumlah Kepala Keluarga di Desa
yang bersangkutan.

5) Tahun V

a) Menyampaikan data dan perkembangan data


administrasi kependudukan kepada masyarakat
dan pemerintah daerah Kabupaten/Kota setiap 1
bulan 1 kali;

b) Semua surat keterangan tentang administrasi


kependudukan harus diselesaikan dalam 7 (tujuh)
hari kerja;

c) Membuat pedoman tentang persyaratan


Administrasi tentang pembuatan KK dan KTP-el,
ditempelkan dalam papan pengumuman;

d) Pembuatan surat keterangan tentang KK dan KTP-


el tidak diperkenankan melakukan pungutan;

e) Semua pembiayaan penyelesaian surat keterangan


KK dan KTP-el dibebankan pada APB Desa;

f) Pemerintah Desa melengkapi sarana dan prasarana


serta petugas pelaksana pelayanan; dan

g) Semua surat keterangan adminstrasi penduduk


diinventarisasi setiap minggu atau bulan, menjadi
laporan kepada bupati/wali kota.

2. Tersedianya data dan Informasi Pertanahan yang akurat.

a. Pengertian

Administrasi pertanahan adalah kegiatan pencatatan data


dan informasi mengenai pertanahan pada Buku Administrasi
umum yaitu:

1) Buku Tanah di Desa.

2) Buku Tanah kas Desa.


Page 228
-9-

b. Definisi Operasional

Tersedianya data dan informasi pertanahan yang akurat


adalah data dan informasi yang sesuai dengan kenyataan
dilapangan baik luas tanah, peruntukan tanah maupun
kepemilikan tanah.

c. Cara Perhitungan Indikator

1) Rumus

Persentasi jumlah Kepala Keluarga yang memiliki tanah


dengan bukti kepemilikan lengkap =

2) Pembilang

Jumlah KK dengan bukti kepemilikan tanah yang


lengkap.

3) Penyebut

Jumlah KK yang memiliki tanah di Desa.

4) Satuan Indikator Persentasi

5) Contoh perhitungan :

Desa A dengan jumlah kepala keluarga yang memiliki


tanah di Desa adalah 500 Kepala Keluarga. Jumlah
Kepala Keluarga dengan bukti kepemilikan yang lengkap
adalah 200 Kepala Keluarga. Maka persentasi jumlah
Kepala Keluarga dengan bukti kepemilikan yang lengkap
adalah:

Artinya di Desa A tersebut masih terdapat Kepala


Keluarga yang bukti/kepemilikan tanah belum lengkap
sejumlah 60%.
Page 229
- 10 -

d. Rujukan

1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang


Pemerintahan Daerah.

2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang


Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa.

4. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2016


tentang Kewenangan Desa.

5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 2016


tentang Administrasi Desa.

e. Langkah Kegiatan

1) Tahun I

Triwulan 1: Peninjauan lapangan diwilayah Dusun


untuk memotivasi dan penyuluhan
tentang pentingnya administrasi
pertanahan bagi kepentingan masyarakat
dan Negara bagi 25 % dari target yang
ditentukan sesuai dengan jumlah Kepala
Keluarga pemilik tanah di Desa yang
bersangkutan.

Triwulan 2: Peninjauan lapangan diwilayah Dusun


untuk memotivasi dan penyuluhan
tentang pentingnya administrasi
pertanahan bagi kepentingan masyarakat
dan Negara bagi 25 % dari target yang
ditentukan sesuai dengan jumlah Kepala
Keluarga pemilik tanah di Desa yang
bersangkutan.

Triwulan 3: Peninjauan lapangan diwilayah Dusun


untuk memotivasi dan penyuluhan
tentang pentingnya administrasi
pertanahan bagi kepentingan masyarakat
dan Negara bagi 25 % dari target yang
Page 230
- 11 -

ditentukan sesuai dengan jumlah Kepala


Keluarga pemilik tanah di Desa yang
bersangkutan.

Triwulan 4: Peninjauan lapangan diwilayah Dusun


untuk memotivasi dan penyuluhan
tentang pentingnya administrasi
pertanahan bagi kepentingan masyarakat
dan Negara bagi 25 % dari target yang
ditentukan sesuai dengan jumlah Kepala
Keluarga pemilik tanah di Desa yang
bersangkutan.

2) Tahun II

Triwulan 1 : Melakukan inventarisasi pemilikan hak


atas tanah dan peruntukannya dengan
mengumpulkan warga masyarakat pemilik
tanah di wilayah Dusun yang
bersangkutan bagi 25 % dari target yang
ditentukan sesuai dengan jumlah Kepala
Keluarga pemilik tanah di Desa yang
bersangkutan.

Triwulan 2 : Melakukan inventarisasi pemilikan hak


atas tanah dan peruntukannya dengan
mengumpulkan warga masyarakat pemilik
tanah di wilayah Dusun yang
bersangkutan bagi 25 % dari target yang
ditentukan sesuai dengan jumlah Kepala
Keluarga pemilik tanah di Desa yang
bersangkutan.

Triwulan 3 : Melakukan inventarisasi pemilikan hak


atas tanah dan peruntukannya dengan
mengumpulkan warga masyarakat pemilik
tanah di wilayah Dusun yang
bersangkutan bagi 25 % dari target yang
ditentukan sesuai dengan jumlah Kepala
Keluarga pemilik tanah di Desa yang
Page 231
- 12 -

bersangkutan.

Triwulan 4 : Melakukan inventarisasi pemilikan hak


atas tanah dan peruntukannya dengan
mengumpulkan warga masyarakat pemilik
tanah di wilayah Dusun yang
bersangkutan bagi 25 % dari target yang
ditentukan sesuai dengan jumlah Kepala
Keluarga pemilik tanah di Desa yang
bersangkutan.

3) Tahun III

Triwulan 1 : Menetapkan langkah-langkah untuk


penetapan kepemilikan tanah dan batas-
batasnya (dilakukan diwilayah Dusun,
peninjauan lokasi tanah, membangun
kesepakatan kepemilikan tanah, dan
menghadirkan semua pemilik tanah), bagi
25 % dari target yang ditentukan sesuai
dengan jumlah Kepala Keluarga pemilik
tanah di Desa yang bersangkutan.

Triwulan 2 : Menetapkan langkah-langkah untuk


penetapan kepemilikan tanah dan batas-
batasnya (dilakukan diwilayah Dusun,
peninjauan lokasi tanah, membangun
kesepakatan kepemilikan tanah, dan
menghadirkan semua pemilik tanah), bagi
25 % dari target yang ditentukan sesuai
dengan jumlah Kepala Keluarga pemilik
tanah di Desa yang bersangkutan.

Triwulan 3 : Menetapkan langkah-langkah untuk


penetapan kepemilikan tanah dan batas-
batasnya (dilakukan diwilayah Dusun,
peninjauan lokasi tanah, membangun
kesepakatan kepemilikan tanah, dan
menghadirkan semua pemilik tanah), bagi
25 % dari target yang ditentukan sesuai
Page 232
- 13 -

dengan jumlah Kepala Keluarga pemilik


tanah di Desa yang bersangkutan.

Triwulan 4 : Menetapkan langkah-langkah untuk


penetapan kepemilikan tanah dan batas-
batasnya (dilakukan diwilayah Dusun,
peninjauan lokasi tanah, membangun
kesepakatan kepemilikan tanah, dan
menghadirkan semua pemilik tanah), bagi
25 % dari target yang ditentukan sesuai
dengan jumlah Kepala Keluarga pemilik
tanah di Desa yang bersangkutan.

4) Tahun IV

Triwulan 1 : Program pelaksanaan penetapan bukti-


bukti kepemilikan dengan mengundang
tenaga ahli dan dikerjakan di wilayah
Dusun (Rancangan Keputusan Kepala
Desa tentang kepemilikan tanah), bagi 25
% dari target yang ditentukan sesuai
dengan jumlah Kepala Keluarga pemilik
tanah di Desa yang bersangkutan.

Triwulan 2 : Program pelaksanaan penetapan bukti-


bukti kepemilikan dengan mengundang
tenaga ahli dan dikerjakan di wilayah
Dusun (Rancangan Keputusan Kepala
Desa tentang kepemilikan tanah), bagi 25
% dari target yang ditentukan sesuai
dengan jumlah Kepala Keluarga pemilik
tanah di Desa yang bersangkutan.

Triwulan 3 : Program pelaksanaan penetapan bukti-


bukti kepemilikan dengan mengundang
tenaga ahli dan dikerjakan di wilayah
Dusun (Rancangan Keputusan Kepala
Desa tentang kepemilikan tanah), bagi 25
% dari target yang ditentukan sesuai
dengan jumlah Kepala Keluarga pemilik
Page 233
- 14 -

tanah di Desa yang bersangkutan.

Triwulan 4 : Program pelaksanaan penetapan bukti-


bukti kepemilikan dengan mengundang
tenaga ahli dan dikerjakan di wilayah
Dusun (Rancangan Keputusan Kepala
Desa tentang kepemilikan tanah), bagi 25
% dari target yang ditentukan sesuai
dengan jumlah Kepala Keluarga pemilik
tanah di Desa yang bersangkutan.

5) Tahun V

a. Menyampaikan data dan perkembangan pemilik


tanah dan peruntukannya secara menyeluruh
kepada masyarakat dan pemerintah daerah dan
pemerintah;

b. Pemberian tanda pemilik tanah atau gambar bukti


tanah kepada masyarakat;

c. Surat keterangan tanah dan pemilik tanah


diselesaikan paling lama ± 6 (enam) bulan;

d. Membuat pedoman tentang persyaratan-persyaratan


Administrasi tentang penetapan pemilik tanah atau
batas Desa;

e. Tidak diperbolehkan untuk melakukan pungutan


kepada masyarakat;

f. Semua pembiayaan pengurusan atau penetapan


pemilik tanah menjadi beban APB Desa;

g. Pemerintah melengkapi sarana dan prasarana


pelayanan, serta menyiapkan orang yang melakukan
tugas pelayanan;

h. Koordinasi dengan instansi yang terkait dengan


penetapan hak perdata pertanahan; dan

i. Melakukan inventarisasi dan penertiban


administrasi Surat Keterangan Penetapan milik
masyarakat dan batas Desa.
Page 234
- 15 -

D. PEMBERIAN SURAT KETERANGAN

1. Pemahaman masyarakat terhadap proses serta pelayanan yang


memenuhi persyaratan

a. Pengertian

Persyaratan proses serta pelayanan adalah kelengkapan yang


di perlukan dalam suatu proses pelayanan yang harus di
penuhi oleh masyarakat pemohon sesuai peraturan
perundang-undangan.

b. Definisi operasional

Pemahaman masyarakat adalah pengetahuan masyarakat


terhadap suatu proses pelayanan baik mengenai persyaratan
yang harus di penuhi, mekanisme, penelusuran posisi
dokumen, biaya dan waktu serta tata cara pengaduan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Cara perhitungan indikator

1) Rumus

Persentasi jumlah penduduk yang meminta surat


keterangan terhadap suatu proses pelayanan/perizinan
dengan persyaratan lengkap dalam 1 (satu) tahun adalah:

2) Pembilang

Jumlah penduduk yang meminta surat keterangan


dengan persyaratan lengkap.

3) Penyebut

Jumlah penduduk yang meminta surat keterangan dalam


1 (satu) tahun.

4) Satuan indikator : Persentasi

5) Contoh perhitungan
Page 235
- 16 -

Contoh : Desa A, berdasarkan pengalaman selama ini


dalam 1 tahun rata-rata menyelesaikan 750 surat
keterangan. Dari 750 surat keterangan di antaranya
terdapat 150 surat keterangan yang telah lengkap
persyaratan maka persentasi jumlah penduduk yang
meminta surat keterangan dengan persyaratan lengkap
adalah:

Artinya di Desa A. tersebut masih terdapat penduduk


yang meminta surat keterangan untuk proses suatu
pelayanan belum di lengkapi dengan persyaratan yang
telah di tentukan sejumlah 80% setiap tahunnya.

d. Rujukan

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang


Pemerintahan Daerah.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang


Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa.

4. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2016


tentang Kewenangan Desa.

Triwulan1: Peninjauan lapangan di lingkungan dusun


untuk memotivasi penyuluhan dan
menyebarkan informasi yang berkaitan
dengan jenis pelayanan, persyaratan teknis,
mekanisme, penelusuran posisi dokumen,
biaya dan waktu penyelesaian perizinan dan
non perizinan serta tata cara pengaduan
masyarakat sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan, bagi 25% jumlah
penduduk Desa yang bersangkutan.

Triwulan 2: Peninjauan lapangan di lingkungan dusun


untuk memotifasi penyuluhan dan
Page 236
- 17 -

menyebarkan informasi yang berkaitan


dengan jenis pelayanan, persyaratan teknis
mekanisme, penelusuran posisi dokumen,
biaya dan naskah perizinan dan non
perizinan serta tata cara pengaduan
masyarakat sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan, bagi 25% jumlah
penduduk Desa yang bersangkutan.

Triwulan 3: Peninjauan lapangan di lingkungan dusun


untuk memotifasi penyuluhan dan
menyebarkan informasi yang berkaitan
dengan jenis pelayanan, persyaratan teknis
mekanisme, penelusuran posisi dokumen,
biaya dan naskah perizinan dan non
perizinan serta tata cara pengaduan
masyarakat sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan, bagi 25% jumlah
penduduk Desa yang bersangkutan.

Triwulan 4 : Peninjauan lapangan di lingkungan dusun


untuk memotifasi penyuluhan dan
menyebarkan informasi yang berkaitan
dengan jenis pelayanan, persyaratan teknis
mekanisme, penelusuran posisi dokumen,
biaya dan naskah perizinan dan non
perizinan serta tata cara pengaduan
masyarakat sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan, bagi 25% jumlah
penduduk Desa yang bersangkutan.

2. Tingkat penyelesaian pemberian surat keterangan.

a. Pengertian

Pemberian surat keterangan adalah surat keterangan sebagai


pengantar dari Kepala Desa terhadap masyarakat Desa yang
akan menyelesaikan proses suatu pelayanan/perizinan di
suatu SKPD maupun di tingkat Kecamatan.
Page 237
- 18 -

b. Definisi operasional

Tingkat penyelesaian pemberian surat keterangan adalah


batas waktu yang di perlukan dalam menyelesaikan surat
keterangan terhadap proses suatu pelaksanaan yang telah
lengkap dengan persyaratan sesuai ketentuan peraturan
perundang- undangan.

c. Cara perhitungan indikator


1) Rumus :
Persentasi tingkat penyelesaian cepat (memenuhi
persyaratan) adalah:

2) Pembilang

Jumlah warga yang di layani secara cepat karena


memenuhi persyaratan.

3) Penyebut

Jumlah penduduk yang mengajukan permohonan surat


keterangan.

4) Satuan indikator : Persentasi.

5) Contoh perhitungan

Contoh :

Desa A berdasarkan pengalaman selama ini rata-rata


dalam 1 tahun terdapat 200 jumlah penduduk yang
menyampaikan permohonan pembuatan surat
keterangan. Dari 200 pemohon surat keterangan di
antaranya terdapat 20 pemohon dapat di selesaikan
secara cepat karena telah lengkap persyaratan.

Maka persentasi tingkat penyelesaian pemberian surat


keterangan adalah:
Page 238
- 19 -

Artinya di Desa A tersebut tingkat penyelesaian


pemberian surat keterangan baru mencapai 10% dengan
tingkat cepat dan 90 % termasuk kategori lambat karena
tingkat pemahaman masyarakat masih rendah.

d. Rujukan

1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang


Pemerintahan Daerah.

2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang


Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa.

4. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2016


tentang Kewenangan Desa.

e. Langkah-langkah Kegiatan

1) Penyiapan sarana pendukung pelaksana tugas;

2) Pendataan perkiraan pemberian surat keterangan 2 tahun


terakhir dengan tingkat penyelesaian cepat dan tingkat
penyelesaian lambat;

3) Pelaksanaan pemberian surat keterangan;

4) Klasifikasi pemberian surat keterangan dengan tingkat


cepat dan lambat;

5) Rekapitulasi jumlah surat keterangan yang diterbitkan;

6) Respon terhadap pengaduan masyarakat; dan

7) Evaluasi.

E. PENYEDERHANAAN PELAYANAN

1. Penyederhanaan pelayanan dilaksanakan melalui penugasan


sebagian pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota kepada Desa.

2. Penugasan kepada Desa disesuaikan dengan:

a. Kemampuan sumber daya manusia yang tersedia di Desa,


dilaksanakan secara selektif, dan tersedianya sarana dan
prasarana pendukung;
Page 239
- 20 -

b. Dinilai efisien dan efektif apabila dilaksanakan oleh Desa;

c. Dilaksanakan secara selektif; dan

d. Tersedianya sarana dan prasarana.

3. Persyaratan penetapan Desa-Desa yang diberikan penugasan


untuk melaksanakan pelayanan kepada masyarakat dan
penetapan jenis pelayanan yang akan ditugaskan serta
penetapan standar pelayanan ditetapkan dengan peraturan
Bupati/Walikota.

4. Sarana dan prasarana meliputi:

a. Tempat/loket pendaftaran;
b. Tempat pemasukan berkas dokumen;
c. Tempat pembayaran;
d. Tempat penyerahan dokumen;
e. Tempat pelayanan pengaduan;
f. Ruang tunggu; dan
g. Perangkat pendukung lainnya.

5. Standar pelayanan meliputi:


a. Jenis pelayanan;
b. Persyaratan pelayanan;
c. Proses/prosedur pelayanan;
d. Pejabat yang bertanggung jawab terhadap pelayanan;
e. Petugas pelayanan;
f. Waktu pelayanan yang dibutuhkan; dan
g. Biaya pelayanan.

MENTERI DALAM NEGERI


REPUBLIK INDONESIA,
ttd
TJAHJO KUMOLO
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO HUKUM,

ttd

W. SIGIT PUDJIANTO
NIP. 19590203 198903 1 001.
Page 240

SALINAN

MENTERI DALAM NEGERI


REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 111 TAHUN 2014
TENTANG

PEDOMAN TEKNIS PERATURAN DI DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : b a h w a untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 9 Peraturan


Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri
tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa;

Mengingat :1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian


Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4916);
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495);
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia N o m o r 43 Tahun
2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6
T a h u n 2 0 1 4 t e n t a n g Desa (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 123);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN


TEKNIS PERATURAN DI DESA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:


1. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui
Page 241
-2-

dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik


Indonesia.
2. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
3. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain
dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
4. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain, yang
selanjutnya disebut BPD adalah lembaga yang melaksanakan fungsi
pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa
berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
5. Peraturan di Desa adalah Peraturan yang meliputi Peraturan Desa,
Peraturan Bersama Kepala Desa dan Peraturan Kepala Desa.
6. Peraturan Desa adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan
oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama BPD.
7. Peraturan Bersama Kepala Desa adalah Peraturan yang ditetapkan oleh
dua atau lebih Kepala Desa dan bersifat mengatur.
8. Peraturan Kepala Desa adalah Peraturan yang ditetapkan oleh Kepala Desa
dan bersifat mengatur.
9. Keputusan Kepala Desa adalah penetapan yang bersifat konkrit,
individual, dan final.
10. Evaluasi adalah pengkajian dan penilaian terhadap rancangan Peraturan
Desa untuk mengetahui bertentangan dengan kepentingan umum
dan/atau Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
11. Pengundangan adalah penempatan Peraturan di desa dalam Lembaran
Desa atau Berita Desa.
12. Klarifikasi adalah pengkajian dan penilaian terhadap Peraturan di Desa
untuk mengetahui bertentangan dengan kepentingan umum, dan/atau
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
13. Bertentangan dengan kepentingan umum adalah kebijakan yang
menyebabkan terganggunya kerukunan antar warga masyarakat,
terganggunya akses terhadap pelayanan publik, terganggunya ketentraman
dan ketertiban umum, terganggunya kegiatan ekonomi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan/atau diskriminasi terhadap
suku, agama dan kepercayaan, ras, antar golongan, dan gender.
14. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, yang selanjutnya disebut APB
Desa adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa.

BAB II
JENIS DAN MATERI MUATAN PERATURAN DI DESA

Pasal 2

Jenis Peraturan di desa meliputi:


a. Peraturan Desa;
b. Peraturan Bersama Kepala Desa; dan
c. Peraturan Kepala Desa.
Pasal 3
Page 242
-3-

Peraturan di desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dilarang


bertentangan dengan kepentingan umum, dan/atau ketentuan Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Pasal 4

(1) Peraturan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a berisi


materi pelaksanaan kewenangan desa dan penjabaran lebih lanjut dari
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
(2) Peraturan bersama Kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
huruf b berisi materi kerjasama desa.
(3) Peraturan Kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c
berisi materi pelaksanaan peraturan desa, peraturan bersama kepala desa
dan tindak lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

BAB III
PERATURAN DESA

Bagian Kesatu
Perencanaan

Pasal 5

(1) Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Desa ditetapkan oleh


Kepala Desa dan BPD dalam rencana kerja Pemerintah Desa.
(2) Lembaga kemasyarakatan, lembaga adat dan lembaga desa lainnya di desa
dapat memberikan masukan kepada Pemerintah Desa dan atau BPD
untuk rencana penyusunan rancangan Peraturan Desa.

Bagian Kedua
Penyusunan

Paragraf 1
Penyusunan Peraturan Desa oleh Kepala Desa

Pasal 6

(1) Penyusunan rancangan Peraturan Desa diprakarsai oleh Pemerintah Desa.


(2) Rancangan Peraturan Desa yang telah disusun, wajib dikonsultasikan
kepada masyarakat desa dan dapat dikonsultasikan kepada camat untuk
mendapatkan masukan.
(3) Rancangan Peraturan Desa yang dikonsultasikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diutamakan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat
yang terkait langsung dengan substansi materi pengaturan.
(4) Masukan dari masyarakat desa dan camat sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) digunakan Pemerintah Desa untuk tindaklanjut proses
penyusunan rancangan Peraturan Desa.
(5) Rancangan Peraturan Desa yang telah dikonsultasikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) disampaikan Kepala Desa kepada BPD untuk
dibahas dan disepakati bersama.

Paragraf 2
Page 243
-4-

Penyusunan Peraturan Desa oleh BPD

Pasal 7

(1) BPD dapat menyusun dan mengusulkan rancangan Peraturan Desa.

(2) Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kecuali
untuk rancangan Peraturan Desa tentang rencana pembangunan jangka
menengah Desa, rancangan Peraturan Desa tentang rencana kerja
Pemerintah Desa, rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa dan
rancangan Peraturan Desa tentang laporan pertanggungjawaban realisasi
pelaksanaan APB Desa.

(3) Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diusulkan oleh anggota BPD kepada pimpinan BPD untuk ditetapkan
sebagai rancangan Peraturan Desa usulan BPD.

Bagian Ketiga
Pembahasan

Pasal 8

(1) BPD mengundang Kepala Desa untuk membahas dan menyepakati


rancangan Peraturan Desa.
(2) Dalam hal terdapat rancangan Peraturan Desa prakarsa Pemerintah Desa
dan usulan BPD mengenai hal yang sama untuk dibahas dalam waktu
pembahasan yang sama, maka didahulukan rancangan Peraturan Desa
usulan BPD sedangkan Rancangan Peraturan Desa usulan Kepala Desa
digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.

Pasal 9

(1) Rancangan Peraturan Desa yang belum dibahas dapat ditarik kembali oleh
pengusul.
(2) Rancangan Peraturan Desa yang telah dibahas tidak dapat ditarik kembali
kecuali atas kesepakatan bersama antara Pemerintah Desa dan BPD.

Pasal 10

(1) Rancangan peraturan Desa yang telah disepakati bersama disampaikan


oleh pimpinan Badan Permusyawaratan Desa kepada kepala Desa untuk
ditetapkan menjadi peraturan Desa paling lambat 7 (tujuh) Hari terhitung
sejak tanggal kesepakatan.
(2) Rancangan peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
ditetapkan oleh kepala Desa dengan membubuhkan tanda tangan paling
lambat 15 (lima belas) Hari terhitung sejak diterimanya rancangan
peraturan Desa dari pimpinan Badan Permusyawaratan Desa.

Bagian Keempat
Penetapan

Pasal 11

(1) Rancangan Peraturan Desa yang telah dibubuhi tanda tangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Sekretaris Desa untuk
diundangkan.
Page 244
-5-

(2) Dalam hal Kepala Desa tidak menandatangani Rancangan Peraturan Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Rancangan Peraturan Desa tersebut
wajib diundangkan dalam Lembaran Desa dan sah menjadi Peraturan
Desa.

Bagian Kelima
Pengundangan

Pasal 12

(1) Sekretaris Desa mengundangkan peraturan desa dalam lembaran desa.


(2) Peraturan Desa dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan
hukum yang mengikat sejak diundangkan.

Bagian Keenam
Penyebarluasan

Pasal 13

(1) Penyebarluasan dilakukan oleh Pemerintah Desa dan BPD sejak penetapan
rencana penyusunan rancangan Peraturan Desa, penyusunan Rancangan
Peratuan Desa, pembahasan Rancangan Peraturan Desa, hingga
Pengundangan Peraturan Desa.
(2) Penyebarluasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk
memberikan informasi dan/atau memperoleh masukan masyarakat dan
para pemangku kepentingan.

BAB IV
EVALUASI DAN KLARIFIKASI PERATURAN DESA

Paragraf 1
Evaluasi

Pasal 14

(1) Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa, pungutan, tata ruang, dan
organisasi Pemerintah Desa yang telah dibahas dan disepakati oleh Kepala
Desa dan BPD, disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota
Melalui camat atau sebutan lain paling lambat 3 (tiga) hari sejak disepakati
untuk dievaluasi.
(2) Dalam hal Bupati/Walikota tidak memberikan hasil evaluasi dalam batas
waktu, Peraturan Desa tersebut berlaku dengan sendirinya.

Pasal 15

(1) Hasil evaluasi rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 14 ayat (1) diserahkan oleh Bupati/Walikota paling lama 20 (dua
puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan Peraturan
tersebut oleh Bupati/Walikota.
(2) Dalam hal Bupati/Walikota telah memberikan hasil evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Kepala Desa wajib memperbaikinya.

Pasal 16
Page 245
-6-

(1) Kepala Desa memperbaiki rancangan peraturan desa sebagaimana


dimaksud dalam pasal 1 5 ayat (2) paling lama 20 (dua puluh) hari sejak
diterimanya hasil evaluasi.
(2) Kepala Desa dapat mengundang BPD untuk memperbaiki rancangan
peraturan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Hasil koreksi dan tindaklanjut disampaikan Kepala Desa kepada
Bupati/Walikota melalui camat.

Pasal 17

Dalam hal Kepala Desa tidak meninjaklanjuti hasil evaluasi sebagaimana


dimaksud dalam pasal 16 ayat (1), dan tetap menetapkan menjadi Peraturan
Desa, Bupati/Walikota membatakan Peraturan Desa dengan Keputusan
Bupati/Walikota.

Pasal 18

(1) Bupati/Walikota dapat membentuk tim evaluasi Rancangan Peraturan


Desa.
(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan
Bupati/Walikota.

Paragraf 2
Klarifikasi

Pasal 19

(1) Peraturan Desa yang telah diundangkan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 12 ayat (1) disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota
paling lambat 7 (tujuh) Hari sejak diundangkan untuk diklarifikasi.
(2) Bupati/Walikota melakukan klarifikasi Peraturan Desa dengan membentuk
tim klarifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterima.

Pasal 20

(1) Hasil klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1) dapat
berupa:
a. hasil klarifikasi yang sudah sesuai d e n g a n kepentingan umum,
dan/atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi;
dan
b. hasil klarifikasi yang bertentangan dengan kepentingan umum
dan/atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
(2) Dalam hal hasil klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Peraturan
Desa tidak bertentangan dengan kepentingan umum, dan/atau ketentuan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Bupati/Walikota
menerbitkan surat hasil klarifikasi yang berisi hasil klarifikasi yang telah
sesuai.
(3) Dalam hal hasil klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertentangan dengan kepentingan umum, dan/atau ketentuan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi Bupati/Walikota membatalkan
Peraturan Desa tersebut dengan Keputusan Bupati/Walikota.
Page 246
-7-

BAB V
PERATURAN BERSAMA KEPALA DESA

Bagian Kesatu
Perencanaan

Pasal 21

(1) Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa


ditetapkan bersama oleh dua Kepala Desa atau lebih dalam rangka kerja
sama antar-Desa.
(2) Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setelah mendapatkan
rekomendasi dari musyawarah desa.

Bagian Kedua
Penyusunan

Pasal 22

Penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa dilakukan oleh


Kepala Desa pemrakarsa.

Pasal 23

(1) Rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa yang telah disusun, wajib
dikonsultasikan kepada masyarakat desa masing-masing dan dapat
dikonsultasikan kepada camat masing-masing untuk mendapatkan
masukan.
(2) Masukan dari masyarakat desa dan camat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) digunakan Kepala Desa untuk tindaklanjut proses penyusunan
rancanan Peraturan Bersama Kepala Desa.

Bagian Ketiga
Pembahasan, Penetapan dan Pengundangan

Pasal 24

Pembahasan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa dilakukan oleh 2


(dua) Kepala Desa atau lebih.

Pasal 25

(1) K e p a l a D e s a yang melakukan kerja sama antar -Desa menetapkan


Rancangan Peraturan Desa dengan membubuhkan tanda tangan paling
lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal disepakati.
(2) Rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa yang telah dibubuhi tanda
tangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diundangkan dalam Berita
Desa oleh Sekretaris Desa masing-masing desa.
(3) Peraturan Bersama Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mulai
berlaku dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak tanggal
diundangkan dalam Berita Desa pada masing-masing Desa.
Page 247
-8-

Bagian Keempat
Penyebarluasan

Pasal 26

Peraturan Bersama Kepala Desa disebarluaskan kepada masyarakat Desa


masing-masing.

BAB VI
PERATURAN KEPALA DESA

Pasal 27

(1) Penyusunan rancangan Peraturan Kepala Desa dilakukan oleh Kepala


Desa.
(2) Materi muatan Peraturan Kepala Desa meliputi materi pelaksanaan
Peraturan di Desa dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Pasal 28

Peraturan Kepala Desa diundangkan dalam Berita Desa oleh Sekretaris Desa.

BAB VII
PEMBIAYAAN

Pasal 29

Pembiayaan pembentukan Peraturan di Desa dibebankan pada APB Desa.

BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 30

(1) Peraturan Desa Adat disesuaikan dengan hukum adat dan norma adat
istiadat yang berlaku di Desa Adat sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(2) Teknik dan prosedur penyusunan Peraturan di desa yang diatur dalam
Peraturan Menteri ini berlaku secara mutatis mutandis bagi teknik dan
prosedur penyusunan Peraturan di desa adat.

Pasal 31

Kepala Desa dapat menetapkan Keputusan Kepala Desa untuk pelaksanaan


Peraturan di desa, peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan
dalam rangka pelaksanaan kewenangan desa yang bersifat penetapan.
`
Pasal 32

(1) Ketentuan mengenai teknik penyusunan Peraturan di Desa dan Keputusan


Kepala Desa sesuai dengan ketentuan Undang-Undang tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Page 248
-9-

(2) Ketentuan teknis lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan peraturan di
desa diatur dalam Peraturan Bupati/Walikota.

Pasal 33

Ketentuan mengenai bentuk Peraturan di Desa dan Keputusan Kepala Desa


tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 34

Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, maka Peraturan Menteri Dalam


Negeri Nomor 29 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme
Penyusunan Peraturan Desa, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 35

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan


Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2014.
MENTERI DALAM NEGERI
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
TJAHJO KUMOLO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2014.
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
YASONNA H. LAOLY

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 2091.

Salinan sesuai dengan aslinya


KEPALA BIRO HUKUM,

W. SIGIT PUDJIANTO
NIP. 19590203 198903 1 001.
Page 249

SALINAN

MENTERI DALAM NEGERI


REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 113 TAHUN 2014
TENTANG
PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 106


Peraturan Pemerintah No mor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang–Undang Nomor 6 tahun
2014 tentang Desa perlu menetapkan Peraturan Menteri
Dalam Negeri tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Desa;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5495);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 6
tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang
Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 168,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5558);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG
PENGELOLAAN KEUANGAN DESA.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:


1. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
Page 250
-2-

memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus


urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui
dan dihormati dalam s istem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
2. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
3. Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain
dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
4. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah
lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya
merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah
dan ditetapkan secara demokratis.
5. Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai
dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang
berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.
6. Pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan
pertanggungjawaban keuangan desa.
7. Rencana Kerja Pemerintah Desa, selanjutnya disebut RKPDesa, adalah
penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk
jangka waktu 1 (satu) tahun.
8. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disebut APBDesa,
adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa.
9. Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan digunakan
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan
masyarakat.
10. Alokasi Dana Desa, selanjutnya disingkat ADD, adalah dana perimbangan
yang diterima kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah kabupaten/kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.
11. Kelompok transfer adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan
Belanja Negara, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Provinsi dan
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.
12. Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa adalah Kepala Desa atau
sebutan nama lain yang karena jabatannya mempunyai kewenangan
menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan desa.
13. Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa yang selanjutnya disingkat
PTPKD adalah unsur perangkat desa yang membantu Kepala Desa untuk
melaksanakan pengelolaan keuangan desa.
14. Sekretaris Desa adalah bertindak selaku koordinator pelaksanaan
pengelolaan keuangan desa.
15. Kepala Seksi adalah unsur dari pelaksana teknis kegiatan dengan
bidangnya.
16. Bendahara adalah unsur staf sekretariat desa yang membidangi urusan
Page 251
-3-

administrasi keuangan untuk menatausahakan keuangan desa.


17. Rekening Kas Desa adalah rekening tempat menyimpan uang Pemerintahan
Desa yang menampung seluruh penerimaan Desa dan digunakan untuk
membayar seluruh pengeluaran Desa pada Bank yang ditetapkan.
18. Penerimaan Desa adalah Uang yang berasal dari seluruh pendapatan desa
yang masuk ke APBDesa melalui rekening kas desa.
19. Pengeluaran Desa adalah Uang yang dikeluarkan dari APBDesa melalui
rekening kas desa.
20. Surplus Anggaran Desa adalah selisih lebih antara pendapatan desa dengan
belanja desa.
21. Defisit Anggaran Desa adalah selisih kurang antara pedapatan desa dengan
belanja desa.
22. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran yang selanjutnya disingkat SILPA adalah
selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu
periode anggaran.
23. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan
oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan
Permusyawaratan Desa.

BAB II
ASAS PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

Pasal 2

(1) Keuangan desa dikelola berdasarkan a sas-asas transparan, akuntabel,


partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.
(2) Pengelolaan keuangan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikelola
dalam masa 1 (satu) tahun anggaran yakni mulai tanggal 1 Januari sampai
dengan tanggal 31 Desember.

BAB III
KEKUASAAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

Pasal 3

(1) Kepala Desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan
mewakili Pemerintah Desa dalam kepemilikan kekayaan milik desa yang
dipisahkan.

(2) Kepala Desa sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa


sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai kewenangan:
a. menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDesa;
b. menetapkan PTPKD;
c. menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa;
d. menyetujui pengeluaran atas kegiatan yang ditetapkan dalam APBDesa;
dan
e. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban
Page 252
-4-

APBDesa.
(3) Kepala Desa dalam melaksanakan pengelolaan keuangan desa, dibantu
oleh PTPKD.
Pasal 4

(1) PTPKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) berasal dari unsur
Perangkat Desa,terdiri dari:
a. Sekretaris Desa;
b. Kepala Seksi; dan
c. Bendahara.
(2) PTPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan
Kepala Desa.

Pasal 5

(1) Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat ( 1) huruf a


bertindak selaku koordinator pelaksana teknis pengelolaan keuangan desa.
(2) Sekretaris Desa selaku koordinator pelaksana teknis pengelolaan keuangan
desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas:
a. menyusun dan melaksanakan Kebijakan Pengelolaan APBDesa;
b. menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa, perubahan
APBDesa dan pertanggung jawaban pelaksanaan APBDesa;
c. melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan yang telah
ditetapkan dalam APBDesa;
d. menyusun pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa;
dan
e. melakukan verifikasi terhadap bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran
APBDesa.

Pasal 6

(1) Kepala Seksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b
bertindak sebagai pelaksana kegiatan sesuai dengan bidangnya.
(2) Kepala Seksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas:
a. menyusun rencana pelaksanaan kegiatan yang menjadi tanggung
jawabnya;
b. melaksanakan kegiatan dan/atau bersama Lembaga Kemasyarakatan
Desa yang telah ditetapkan di dalam APBDesa;
c. melakukan tindakan pengeluaran yang menyebabkan atas beban
anggaran belanja kegiatan;
d. mengendalikan pelaksanaan kegiatan;
e. melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan kepada Kepala Desa;
dan
f. menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan
kegiatan.

Pasal 7

(1) Bendahara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c di jabat
Page 253
-5-

oleh staf pada Urusan Keuangan.


(2) Bendahara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas:
menerima, menyimpan, menyetorkan/membayar, menatausahakan, dan
mempertanggungjawabkan penerimaan pendapatan desa dan pengeluaran
pendapatan desa dalam rangka pelaksanaan APBDesa.

BAB IV
APBDesa

Pasal 8

(1) APBDesa,terdiri atas:


a. Pendapatan Desa;
b. Belanja Desa; dan
c. Pembiayaan Desa.
(2) Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
diklasifikasikan menurut kelompok dan jenis.
(3) Belanja Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diklasifikasikan
menurut kelompok, kegiatan, dan jenis.
(4) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diklasifikasikan
menurut kelompok dan jenis.

Bagian Kesatu
Pendapatan

Pasal 9

(1) Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a,
meliputi semua penerimaan uang melalui rekening desa yang merupakan
hak desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali
oleh desa.
(2) Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat ( 1), terdiri
atas kelompok:
a. Pendapatan Asli Desa (PADesa);
b. Transfer; dan
c. Pendapatan Lain-Lain.
(3) Kelompok PADesa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, terdiri atas
jenis:
a. Hasil usaha;
b. Hasil aset;
c. Swadaya, partisipasi dan Gotong royong; dan
d. Lain-lain pendapatan asli desa.
(4) Hasil usaha desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a antara lain
hasil Bumdes, tanah kas desa.
(5) Hasil aset sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b antara lain
tambatan perahu, pasar desa, tempat pemandian umum, jaringan irigasi.
(6) Swadaya, partisipasi dan gotong royong sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf c adalah membangun dengan kekuatan sendiri yang melibatkan
Page 254
-6-

peran serta masyarakat berupa tenaga, barang yang dinilai dengan uang.

(7) Lain-lain pendapatan asli desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf
d antara lain hasil pungutan desa.
Pasal 10

(1) Kelompok transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf b,
terdiri atas jenis:
a. Dana Desa;
b. Bagian dari Hasil Pajak Daerah Kabupaten/Kota dan Retribusi Daerah;
c. Alokasi Dana Desa (ADD);
d. Bantuan Keuangan dari APBD Provinsi; dan
e. Bantuan Keuangan APBD Kabupaten/Kota.
(2) Bantuan Keuangan dari APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d dan e dapat bersifat umum dan khusus.
(3) Bantuan Keuangan bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dikelola dalam APBDesa tetapi tidak diterapkan dalam ketentuan
penggunaan paling sedikit 70% (tujuh puluh perseratus) dan paling banyak
30% (tiga puluh perseratus).
(4) Kelompok pendapatan lain-lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
c, terdiri atas jenis:
a. Hibah dan Sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat; dan
b. Lain-lain pendapatan Desa yang sah.

Pasal 11

(1) Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a adalah pemberian berupa uang
dari pihak ke tiga.
(2) Lain-lain pendapatan Desa yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10 ayat (2) huruf b, antara lain pendapatan sebagai hasil kerjasama dengan
pihak ketiga dan bantuan perusahaan yang berlokasi di desa.

Bagian Kedua
Belanja Desa

Pasal 12

(1) Belanja desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b,
meliputi semua pengeluaran dari rekening desa yang merupakan kewajiban
desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak akan diperoleh
pembayarannya kembali oleh desa.
(2) Belanja desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipergunakan dalam
rangka mendanai penyelenggaraan kewenangan Desa.
Pasal 13
(1) Klasifikasi Belanja Desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (1)
huruf b, terdiri atas kelompok:
a. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
b. Pelaksanaan Pembangunan Desa;
c. Pembinaan Kemasyarakatan Desa;
Page 255
-7-

d. Pemberdayaan Masyarakat Desa; dan


e. Belanja Tak Terduga.
(2) Kelompok belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagi dalam
kegiatan sesuai dengan kebutuhan Desa yang telah dituangkan dalam
RKPDesa.
(3) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas jenis belanja :
a. Pegawai;
b. Barang dan Jasa; dan
c. Modal.

Pasal 14

(1) Jenis belanja pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) huruf
a, dianggarkan untuk pengeluaran penghasilan tetap dan tunjangan bagi
Kepala Desa dan Perangkat Desa serta tunjangan BPD.
(2) Belanja Pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggarkan dalam
kelompok Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, kegiatan pembayaran
penghasilan tetap dan tunjangan.
(3) Belanja pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pelaksanaannya
dibayarkan setiap bulan.

Pasal 15

(1) Belanja Barang dan Jasa sebagaimana dimaksud dalam P asal 13 ayat (3)
huruf b digunakan untuk pengeluaran pembelian/pengadaan barang yang
nilai manfaatnya kurang dari 12 (dua belas) bulan.
(2) Belanja barang/jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:
a. alat tulis kantor;
b. benda pos;
c. bahan/material;
d. pemeliharaan;
e. cetak/penggandaan;
f. sewa kantor desa;
g. sewa perlengkapan dan peralatan kantor;
h. makanan dan minuman rapat;
i. pakaian dinas dan atributnya;
j. perjalanan dinas;
k. upah kerja;
l. honorarium narasumber/ahli;
m. operasional Pemerintah Desa;
n. operasional BPD;
o. insentif Rukun Tetangga /Rukun Warga; dan
p. pemberian barang pada masyarakat/kelompok masyarakat.
(3) Insentif Rukun Tetangga /Rukun Warga sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf o adalah bantuan uang untuk operasional lembaga RT/RW dalam
rangka membantu pelaksanaan tugas pelayanan pemerintahan,
perencanaan pembangunan, ketentraman dan ketertiban, serta
pemberdayaan masyarakat desa.
(4) Pemberian barang pada masyarakat/kelompok masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf p dilakukan untuk menunjang pelaksanaan
Page 256
-8-

kegiatan.

Pasal 16

(1) Belanja Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) huruf c,
digunakan untuk pengeluaran dalam rangka pembelian/pengadaan barang
atau bangunan yang nilai manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan.
(2) Pembelian /pengadaan barang atau bangunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) digunakan untuk kegiatan penyelenggaraan kewenangan desa.

Pasal 17

(1) Dalam keadaan darurat dan/atau Keadaan Luar Biasa (KLB), pemerintah
Desa dapat melakukan belanja yang belum tersedia anggarannya.
(2) Keadaan darurat dan/atau KLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan keadaan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan
berulang dan/atau mendesak.
(3) Keadaan darurat sebagaimana dimaksud ayat (1) yaitu antara lain
dikarenakan bencana alam, sosial, kerusakan sarana dan prasarana.
(4) Keadaan luar biasa sebagaimana dimaksud ayat (1) karena KLB/wabah.
(5) Keadaan darurat dan luar biasa sebagaimana ayat (3) ditetapkan dengan
Keputusan Bupati/walikota.
(6) Kegiatan dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dianggarkan dalam belanja tidak terduga.

Pasal 18

(1) Pembiayaan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c
meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
(2) Pembiayaan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) terdiri atas
kelompok:
a. Penerimaan Pembiayaan; dan
b. Pengeluaran Pembiayaan.
(3) Penerimaan Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ,
mencakup:
a. Sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya;
b. Pencairan Dana Cadangan; dan
c. Hasil penjualan kekayaan desa yang dipisahkan.
(4) SiLPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a antara lain
pelampauan penerimaan pendapatan terhadap belanja , penghematan
belanja, dan sisa dana kegiatan lanjutan.
(5) SilPA sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan penerimaan
pembiayaan yang digunakan untuk:
a. menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil dari
pada realisasi belanja;
b. mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan; dan
c. mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun anggaran
Page 257
-9-

belum diselesaikan.

(6) Pencairan dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b
digunakan untuk menganggarkan pencairan dana cadangan dari rekening
dana cadangan ke rekening kas Desa dalam tahun anggaran berkenaan.
(7) Hasil penjualan kekayaan desa yang dipisahkan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf c digunakan untuk menganggarkan hasil penjualan
kekayaan desa yang dipisahkan.

Pasal 19

(1) Pengeluaran Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat ( 2)


huruf b, terdiri dari :
a. Pembentukan Dana Cadangan; dan
b. Penyertaan Modal Desa.
(2) Pemerintah Desa dapat membentuk dana cadangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk mendanai kegiatan yang penyediaan
dananya tidak dapat sekaligus/sepenuhnya dibebankan dalam satu tahun
anggaran.
(3) Pembentukan dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan dengan peraturan desa.
(4) Peraturan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit
memuat:
a. penetapan tujuan pembentukan dana cadangan;
b. program dan kegiatan yang akan dibiayai dari dana cadangan;
c. besaran dan rincian tahunan dana cadangan yang harus dianggarkan;
d. sumber dana cadangan; dan
e. tahun anggaran pelaksanaan dana cadangan.
(5) Pembentukan d ana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
bersumber dari penyisihan atas penerimaan Desa, kecuali dari penerimaan
yang penggunaannya telah ditentukan secara khusus berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
(6) Pembentukan dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a ditempatkan pada rekening tersendiri.
(7) Penganggaran dana cadangan tidak melebihi tahun akhir masa jabatan
Kepala Desa.

BAB V
PENGELOLAAN

Bagian Kesatu
Perencanaan

Pasal 20

(1) Sekretaris Desa menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa


berdasarkan RKPDesa tahun berkenaan.
(2) Sekretaris Desa menyampaikan rancangan Peraturan Desa tentang
APBDesa kepada Kepala Desa.
Page 258
- 10 -

(3) Rancangan peraturan Desa tentang APBDesa sebagaimana dimaksud pada


ayat (2) disampaikan oleh Kepala Desa kepada Badan Permusyawaratan
Desa untuk dibahas dan disepakati bersama.
(4) Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa disepakati bersama
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lambat bulan Oktober tahun
berjalan.

Pasal 21

(1) Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa yang telah disepakati bersama
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) disampaikan oleh Kepala
Desa kepada Bupati/Walikota melalui camat atau sebutan lain paling
lambat 3 (tiga) hari sejak disepakati untuk dievaluasi.
(2) Bupati/Walikota me netapkan hasil e valuasi Rancangan APBDesa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 20 (dua puluh) hari kerja
sejak diterimanya Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa.
(3) Dalam hal Bupati/Walikota tidak memberikan hasil evaluasi dalam batas
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Peraturan Desa tersebut
berlaku dengan sendirinya.
(4) Dalam hal Bupati/Walikota menyatakan hasil evaluasi Ra ncangan
Peraturan Desa tentang APBDesa tidak sesuai dengan kepentingan umum
dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Kepala Desa
melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak
diterimanya hasil evaluasi.

Pasal 22

(1) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Kepala Desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) dan Kepala Desa tetap menetapkan
Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa menjadi Peraturan Desa ,
Bupati/Walikota membatalkan Peraturan Desa dengan Keputusan
Bupati/Walikota.
(2) Pembatalan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekaligus
menyatakan berlakunya pagu APBDesa tahun anggaran sebelumnya.
(3) Dalam hal Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Kepala Desa
hanya dapat melakukan pengeluaran terhadap operasional
penyelenggaraan Pemerintah Desa.
(4) Kepala Desa memberhentikan pelaksanaan Peraturan Desa Paling lama 7
(tujuh) hari kerja setelah pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dan selanjutnya Kepala Desa bersama BPD mencabut peraturan desa
dimaksud.

Pasal 23

(1) Bupati/walikota dapat mendelegasikan evaluasi Rancangan Peraturan Desa


tentang APBDesa kepada camat atau sebutan lain.
(2) Camat menetapkan hasil evaluasi Rancangan APBDesa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak
diterimanya Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa.
(3) Dalam hal Camat tidak memberikan hasil evaluasi dalam batas waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Peraturan Desa tersebut berlaku
Page 259
- 11 -

dengan sendirinya.
(4) Dalam hal Camat menyatakan hasil evaluasi Ra ncangan Peraturan Desa
tentang APBDesa tidak sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi, Kepala Desa melakukan
penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak
diterimanya hasil evaluasi.
(5) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Kepala Desa sebagaimana
dimaksud ayat (4) dan Kepala Desa tetap menetapkan Rancangan
Peraturan Desa tentang APBDesa menjadi Peraturan Desa, Camat
menyampaikan usulan pembatalan Peraturan Desa kepada
Bupati/Walikota.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendelegasian evaluasi Rancangan
Peraturan Desa tentang APBDesa kepada Camat diatur dalam Peraturan
Bupati/Walikota.

Bagian Kedua
Pelaksanaan

Pasal 24

(1) Semua penerimaan dan pengeluaran desa dalam rangka pelaksanaan


kewenangan desa dilaksanakan melalui rekening kas desa.
(2) Khusus bagi desa yang belum memiliki pelayanan perbankan di wilayahnya
maka pengaturannya ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.
(3) Semua penerimaan dan pengeluaran desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah.

Pasal 25

(1) Pemerintah desa dilarang melakukan pungutan sebagai penerimaan desa


selain yang ditetapkan dalam peraturan desa.
(2) Bendahara dapat menyimpan uang dalam Kas Desa pada jumlah tertentu
dalam rangka memenuhi kebutuhan operasional pemerintah desa.
(3) Pengaturan jumlah uang dalam kas desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) ditetapkan dalam Peraturan Bupati/Walikota.

Pasal 26

(1) Pengeluaran desa yang mengakibatkan beban APBDesa tidak dapat


dilakukan sebelum rancangan peraturan desa tentang APBDesa ditetapkan
menjadi peraturan desa.
(2) Pengeluaran desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk
untuk belanja pegawai yang bersifat mengikat dan operasional perkantoran
yang ditetapkan dalam peraturan kepala desa.
(3) Penggunaan biaya tak terduga terlebih dulu harus dibuat Rincian Anggaran
Biaya yang telah disahkan oleh Kepala Desa.

Pasal 27

(1) Pelaksana Kegiatan mengajukan pendanaan untuk melaksanakan kegiatan


Page 260
- 12 -

harus disertai dengan dokumen antara lain Rencana Anggaran Biaya.

(2) Rencana Anggaran Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di verifikasi
oleh Sekretaris Desa dan di sahkan oleh Kepala Desa.
(3) Pelaksana Kegiatan bertanggungjawab terhadap tindakan pengeluaran
yang menyebabkan atas beban anggaran belanja kegiatan dengan
mempergunakan buku pembantu kas kegiatan sebagai
pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan didesa.
Pasal 28

(1) Berdasarkan rencana anggaran biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal


27 ayat ( 1) pelaksana kegiatan mengajukan Surat Permintaan Pembayaran
(SPP) kepada Kepala Desa.
(2) Surat Permintaan Pembayaran (SPP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak boleh dilakukan sebelum barang dan atau jasa diterima.

Pasal 29

Pengajuan SPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) terdiri atas:
a. Surat Permintaan Pembayaran (SPP);
b. Pernyataan tanggungjawab belanja; dan
c. Lampiran bukti transaksi

Pasal 30

(1) Dalam pengajuan pelaksanaan pembayaran sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 29, Sekretaris Desa berkewajiban untuk:
a. meneliti kelengkapan permintaan pembayaran di ajukan oleh pelaksana
kegiatan;
b. menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBdes yang
tercantum dalam permintaan pembayaran;
c. menguji ketersedian dana untuk kegiatan dimaksud; dan
d. menolak pengajuan permintaan pembayaran oleh pelaksana kegiatan
apabila tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
(2) Berdasarkan SPP yang telah di verifikasi Sekretaris Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa menyetujui permintaan pembayaran
dan bendahara melakukan pembayaran.
(3) Pembayaran yang telah dilakukan sebagaimana pada ayat (2) selanjutnya
bendahara melakukan pencatatan pengeluaran.

Pasal 31

Bendahara desa sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh) dan pajak
lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang
dipungutnya ke rekening kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 32

Pengadaan barang dan/atau jasa di Desa diatur dengan peraturan


bupati/walikota dengan berpedoman pada ketentuan p eraturan perundang-
Page 261
- 13 -

undangan.
Pasal 33

(1) Perubahan Peraturan Desa tentang dapat dilakukan apabila terjadi:


a. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran antar jenis
belanja;
b. keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA)
tahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun berjalan;
c. terjadi penambahan dan/atau pengurangan dalam pendapatan desa
pada tahun berjalan; dan/atau
d. terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis
ekonomi, dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan;
e. perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah dan Pemerintah
Daerah.
(2) Perubahan APBDesa hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
tahun anggaran.
(3) Tata cara pengajuan perubahan APBDesa adalah sama dengan tata cara
penetapan APBDesa.

Pasal 34

(1) Dalam hal Bantuan keuangan dari APBD Provinsi dan APBD
Kabupaten/Kota serta hibah dan bantuan pihak ketiga yang tidak mengikat
ke desa disalurkan setelah ditetapkannya Peraturan Desa tentang
Perubahan APB Desa , perubahan diatur dengan Peraturan Kepala Desa
tentang perubahan APBDesa.
(2) Perubahan APBDesa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diinformasikan
kepada BPD.

Bagian Ketiga
Penatausahaan

Pasal 35

(1) Penatausahaan dilakukan oleh Bendahara Desa.


(2) Bendahara Desa wajib melakukan pencatatan setiap penerimaan dan
pengeluaran serta melakukan tutup buku setiap akhir bulan secara
tertib.
(3) Bendahara Desa wajib mempertanggungjawabkan uang melalui laporan
pertanggungjawaban.
(4) Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
disampaikan setiap bulan kepada Kepala Desa dan paling lambat tanggal
10 bulan berikutnya.

Pasal 36

Penatausahaan penerimaan dan pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 35 ayat (2), menggunakan:
a. buku kas umum;
b. buku Kas Pembantu Pajak; dan
c. buku Bank.
Page 262
- 14 -

Bagian Keempat
Pelaporan

Pasal 37

(1) Kepala Desa menyampaikan laporan realisasi pelaksanaan APBDesa


kepada Bupati/Walikota berupa:
a. laporan semester pertama; dan
b. laporan semester akhir tahun.
(2) Laporan semester pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
berupa laporan realisasi APBDesa.
(3) Laporan realisasi pelaksanaan APBDesa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a disampaikan paling lambat pada akhir bulan Juli tahun
berjalan.
(4) Laporan semester akhir tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b disampaikan paling lambat pada akhir bulan Januari tahun berikutnya.

Bagian Kelima
Pertanggungjawaban

Pasal 38

(1) Kepala Desa menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi


pelaksanaan APBDesa kepada Bupati/Walikota setiap akhir tahun
anggaran.
(2) Laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), terdiri dari pendapatan, belanja, dan pembiayaan.
(3) Laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Desa.
(4) Peraturan Desa tentang laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan
APBDesa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilampiri:
a. format Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa
Tahun Anggaran berkenaan;
b. format Laporan Kekayaan Milik Desa per 31 Desember Tahun Anggaran
berkenaan; dan
c. format Laporan Program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang
masuk ke desa.

Pasal 39

Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa sebagaimana


dimaksud dalam pasal 3 8 ayat (1) merupakan bagian tidak terpisahkan dari
laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

Pasal 40

(1) Laporan realisasi dan laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan


APBDesa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 7 dan 3 8 diinformasikan
kepada masyarakat secara tertulis dan dengan media informasi yang
mudah diakses oleh masyarakat.
(2) Media informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain papan
pengumuman, radio komunitas, dan media informasi lainnya.
Page 263
- 15 -

Pasal 41

(1) Laporan realisasi dan laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan


APBDesa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 8 ayat (1) disampaikan
kepada Bupati/Walikota melalui camat atau sebutan lain.
(2) Laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa sebagaimana
dimaksud pada ayat ( 2), disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan setelah
akhir tahun anggaran berkenaan.

Pasal 42

Format Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa , Buku Pembantu Kas


Kegiatan, Rencana Anggaran Biaya dan Surat Permintaan Pembayaran serta
Pernyataan Tanggungjawab Belanja , Laporan Realisasi Pelaksanaan APBDesa
pada semester pertama dan semester akhir tahun serta Laporan
Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20, Pasal 27 ayat (1) dan (3), Pasal 29 huruf a dan huruf b, Pasal
37 dan Pasal 38 tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri.

Pasal 43

Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengelolaan Keuangan Desa diatur dalam


Peraturan Bupati/Walikota.

BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 44

(1) Pemerintah Provinsi wajib membina dan mengawasi pemberian dan


penyaluran Dana Desa, Alokasi Dana Desa, dan Bagi hasil Pajak dan
Retribusi Daerah dari Kabupaten/Kota kepada Desa.
(2) Pemerintah Kabupaten/Kota wajib membina dan mengawasi pelaksanaan
pengelolaan keuangan desa.

Pasal 45

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa, dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 46

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia
Page 264
- 16 -

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2014
MENTERI DALAM NEGERI
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
TJAHJO KUMOLO

Diund
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2014.
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
YASONNA H. LAOLY
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 2093.
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO HUKUM,

W. SIGIT PUDJIANTO
NIP. 19590203 198903 1 001.
Page 265

SALINAN

MENTERI DALAM NEGERI


REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 114 TAHUN 2014

TENTANG

PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 131 ayat (1)


Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam
Negeri tentang Pedoman Pembangunan Desa;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5495);
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5539);
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60
Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 168,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5558);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG


PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA.
Page 266
-2-

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:


1. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui
dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
2. Kewenangan Desa adalah kewenangan yang dimiliki Desa meliputi
kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
Pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak
asal usul dan adat istiadat Desa.
3. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
4. Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain
dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
5. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah
lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya
merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah
dan ditetapkan secara demokratis.
6. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah
musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan
unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan
Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis.
7. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa atau yang disebut dengan
nama lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa,
Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh
Pemerintah Desa untuk menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan
kebutuhan Pembangunan Desa yang didanai oleh Anggaran Pendapatan
dan Belanja Desa, swadaya masyarakat Desa, dan/atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.
8. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan
oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan
Permusyawaratan Desa.
9. Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan
kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
10. Perencanaan pembangunan desa adalah proses tahapan kegiatan yang
diselenggarakan oleh pemerintah Desa dengan melibatkan Badan
Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat secara partisipatif guna
pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya desa dalam rangka
mencapai tujuan pembangunan desa.
11. Pembangunan Partisipatif adalah suatu sistem pengelolaan pembangunan
di desa dan kawasan perdesaan yang dikoordinasikan oleh kepala Desa
dengan mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan
Page 267
-3-

kegotongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan


keadilan sosial.
12. Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya mengembangkan
kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan
pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta
memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program,
kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan
prioritas kebutuhan masyarakat Desa.
13. Pengkajian Keadaan Desa adalah proses penggalian dan pengumpulan
data mengenai keadaan obyektif masyarakat, masalah, potensi, dan
berbagai informasi terkait yang menggambarkan secara jelas dan lengkap
kondisi serta dinamika masyarakat Desa.
14. Data Desa adalah gambaran menyeluruh mengenai potensi yang meliputi
sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber dana, kelembagaan,
sarana prasarana fisik dan sosial, kearifan lokal, ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta permasalahan yang dihadapi desa.
15. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa, selanjutnya disingkat
RPJM Desa, adalah Rencana Kegiatan Pembangunan Desa untuk jangka
waktu 6 (enam) tahun.
16. Rencana Kerja Pemerintah Desa, selanjutnya disingkat RKP Desa, adalah
penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
17. Daftar Usulan RKP Desa adalah penjabaran RPJM Desa yang menjadi
bagian dari RKP Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang akan
diusulkan Pemerintah Desa kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
melalui mekanisme perencanaan pembangunan Daerah.
18. Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai
dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang
berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.
19. Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa,
dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
atau perolehan hak lainnya yang syah.
20. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disebut APB Desa,
adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa.
21. Dana Desa adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan
belanja negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui
anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota dan digunakan
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan Desa, pelaksanaan
pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa.
22. Alokasi Dana Desa, selanjutnya disingkat ADD, adalah dana perimbangan
yang diterima kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah kabupaten/kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.
23. Lembaga Kemasyarakatan desa atau disebut dengan nama lain adalah
lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan
merupakan mitra pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat,
24. Lembaga adat Desa adalah merupakan lembaga yang menyelenggarakan
fungsi adat istiadat dan menjadi bagian dari susunan asli Desa yang
tumbuh dan berkembang atas prakarsa masyarakat Desa.
25. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Page 268
-4-

Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar


Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
26. Pemerintahan Daerah adalah Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-
luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.

Pasal 2

(1) Pemerintah Desa menyusun perencanaan Pembangunan Desa sesuai


dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan
pembangunan Kabupaten/Kota.
(2) Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
oleh Pemerintah Desa dengan melibatkan seluruh masyarakat Desa
dengan semangat gotong royong.
(3) Masyarakat Desa berhak melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan
Pembangunan Desa.
(4) Dalam rangka perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pemerintah Desa
didampingi oleh pemerintah daerah kabupaten/kota yang secara teknis
dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota.
(5) Dalam rangka mengoordinasikan pembangunan Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), kepala desa dapat didampingi oleh tenaga
pendamping profesional, kader pemberdayaan masyarakat Desa, dan/atau
pihak ketiga.
(6) Camat atau sebutan lain melakukan koordinasi pendampingan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) di wilayahnya.

Pasal 3

Pembangunan desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 mencakup bidang


penyelenggaraan pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa.

BAB II
PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 4

(1) Perencanaan pembangunan Desa disusun secara berjangka meliputi:


a. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 6
(enam) tahun; dan
b. Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut Rencana Kerja
Pemerintah Desa, merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka
waktu 1 (satu) tahun.
Page 269
-5-

(2) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan Rencana Kerja


Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan
Peraturan Desa.

Pasal 5

(1) Dalam rangka perencanaan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 4, pemerintah Desa melaksanakan tahapan yang meliputi:
a. penyusunan RPJM Desa; dan
b. penyusunan RKP Desa.
(2) RPJM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ditetapkan
dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak pelantikan
Kepala Desa.
(3) RKP Desa mulai disusun oleh pemerintah Desa pada bulan Juli tahun
berjalan.

Bagian Kedua
Penyusunan RPJM Desa

Paragraf 1
Umum

Pasal 6

(1) Rancangan RPJM Desa memuat visi dan misi kepala Desa, arah kebijakan
pembangunan Desa, serta rencana kegiatan yang meliputi bidang
penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
(2) Bidang penyelenggaraan pemerintahan desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), antara lain:
a. penetapan dan penegasan batas Desa;
b. pendataan Desa;
c. penyusunan tata ruang Desa;
d. penyelenggaraan musyawarah Desa;
e. pengelolaan informasi Desa;
f. penyelenggaraan perencanaan Desa;
g. penyelenggaraan evaluasi tingkat perkembangan pemerintahan Desa;
h. penyelenggaraan kerjasama antar Desa;
i. pembangunan sarana dan prasarana kantor Desa; dan
j. kegiatan lainnya sesuai kondisi Desa.
(3) Bidang pelaksanaan pembangunan Desa antara lain:
a. pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan infrasruktur dan
lingkungan Desa antara lain:
1. tambatan perahu;
2. jalan pemukiman;
3. jalan Desa antar permukiman ke wilayah pertanian;
4. pembangkit listrik tenaga mikrohidro ;
5. lingkungan permukiman masyarakat Desa; dan
6. infrastruktur Desa lainnya sesuai kondisi Desa.
Page 270
-6-

b. pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana


kesehatan antara lain:
1. air bersih berskala Desa;
2. sanitasi lingkungan;
3. pelayanan kesehatan Desa seperti posyandu; dan
4. sarana dan prasarana kesehatan lainnya sesuai kondisi Desa.
c. pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana
pendidikan dan kebudayaan antara lain:
1. taman bacaan masyarakat;
2. pendidikan anak usia dini;
3. balai pelatihan/kegiatan belajar masyarakat;
4. pengembangan dan pembinaan sanggar seni; dan
5. sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan lainnya sesuai
kondisi Desa.
d. Pengembangan usaha ekonomi produktif serta pembangunan,
pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana ekonomi antara
lain:
1. pasar Desa;
2. pembentukan dan pengembangan BUM Desa;
3. penguatan permodalan BUM Desa;
4. pembibitan tanaman pangan;
5. penggilingan padi;
6. lumbung Desa;
7. pembukaan lahan pertanian;
8. pengelolaan usaha hutan Desa;
9. kolam ikan dan pembenihan ikan;
10. kapal penangkap ikan;
11. cold storage (gudang pendingin);
12. tempat pelelangan ikan;
13. tambak garam;
14. kandang ternak;
15. instalasi biogas;
16. mesin pakan ternak;
17. sarana dan prasarana ekonomi lainnya sesuai kondisi Desa.
e. pelestarian lingkungan hidup antara lain:
1. penghijauan;
2. pembuatan terasering;
3. pemeliharaan hutan bakau;
4. perlindungan mata air;
5. pembersihan daerah aliran sungai;
6. perlindungan terumbu karang; dan
7. kegiatan lainnya sesuai kondisi Desa.
(4) Bidang Pembinaan Kemasyarakatan antara lain:
a. pembinaan lembaga kemasyarakatan;
b. penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban;
c. pembinaan kerukunan umat beragama;
d. pengadaan sarana dan prasarana olah raga;
e. pembinaan lembaga adat;
f. pembinaan kesenian dan sosial budaya masyarakat; dan
g. kegiatan lain sesuai kondisi Desa.
(5) Bidang Pemberdayaan Masyarakat antara lain:
a. pelatihan usaha ekonomi, pertanian, perikanan dan perdagangan;
Page 271
-7-

b. pelatihan teknologi tepat guna;


c. pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan bagi kepala Desa, perangkat
Desa, dan Badan Pemusyawaratan Desa;
d. peningkatan kapasitas masyarakat, antara lain:
1. kader pemberdayaan masyarakat Desa;
2. kelompok usaha ekonomi produktif;
3. kelompok perempuan,
4. kelompok tani,
5. kelompok masyarakat miskin,
6. kelompok nelayan,
7. kelompok pengrajin,
8. kelompok pemerhati dan perlindungan anak,
9. kelompok pemuda;dan
10. kelompok lain sesuai kondisi Desa.
Pasal 7
(1) Kepala Desa menyelenggarakan penyusunan RPJM Desa dengan
mengikutsertakan unsur masyarakat Desa.
(2) Penyusunan RPJM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan mempertimbangkan kondisi objektif Desa dan
prioritas program dan kegiatan kabupaten/kota.
(3) Penyusunan RPJM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
dengan kegiatan yang meliputi:
a. pembentukan tim penyusun RPJM Desa;
b. penyelarasan arah kebijakan perencanaan pembangunan
kabupaten/kota;
c. pengkajian keadaan Desa;
d. penyusunan rencana pembangunan Desa melalui musyawarah Desa;
e. penyusunan rancangan RPJM Desa;
f. penyusunan rencana pembangunan Desa melalui musyawarah
perencanaan pembangunan Desa; dan
g. penetapan RPJM Desa.

Paragraf 2
Pembentukan Tim Penyusun RPJM Desa
Pasal 8
(1) Kepala Desa membentuk tim penyusun RPJM Desa.
(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari:
a. kepala Desa selaku pembina;
b. sekretaris Desa selaku ketua;
c. ketua lembaga pemberdayaan masyarakat selaku sekretaris; dan
d. anggota yang berasal dari perangkat Desa, lembaga pemberdayaan
masyarakat, kader pemberdayaan masyarakat Desa, dan unsur
masyarakat lainnya.
(3) Jumlah tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit 7 (tujuh)
orang dan paling banyak 11 (sebelas) orang.
(4) Tim penyusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengikutsertakan
perempuan.
(5) Tim penyusun sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan
Keputusan Kepala Desa.
Page 272
-8-

Pasal 9

Tim penyusun RPJM Desa melaksanakan kegiatan sebagai berikut:


a. penyelarasan arah kebijakan pembangunan Kabupaten/Kota;
b. pengkajian keadaan Desa;
c. penyusunan rancangan RPJM Desa; dan
d. penyempurnaan rancangan RPJM Desa.

Paragraf 3
Penyelarasan Arah Kebijakan Pembangunan Kabupaten/Kota

Pasal 10

(1) Tim penyusun RPJM Desa melakukan penyelarasan arah kebijakan


pembangunan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf a.
(2) Penyelarasan arah kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan untuk mengintegrasikan program dan kegiatan pembangunan
Kabupaten/Kota dengan pembangunan Desa.
(3) Penyelarasan arah kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan mengikuti sosialisasi dan/atau mendapatkan informasi
tentang arah kebijakan pembangunan kabupaten/kota.
(4) Informasi arah kebijakan pembangunan kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya meliputi:
a. rencana pembangunan jangka menengah daerah kabupaten/kota;
b. rencana strategis satuan kerja perangkat daerah;
c. rencana umum tata ruang wilayah kabupaten/kota;
d. rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota; dan
e. rencana pembangunan kawasan perdesaan.

Pasal 11

(1) Kegiatan penyelarasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dilakukan


dengan cara mendata dan memilah rencana program dan kegiatan
pembangunan Kabupaten/Kota yang akan masuk ke Desa.
(2) Rencana program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dikelompokkan menjadi bidang penyelenggaraan pemerintahan Desa,
pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa.
(3) Hasil pendataan dan pemilahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dituangkan dalam format data rencana program dan kegiatan
pembangunan yang akan masuk ke Desa.
(4) Data rencana program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
menjadi lampiran hasil pengkajian keadaan Desa.
Page 273
-9-

Paragraf 4
Pengkajian Keadaan Desa

Pasal 12

(1) Tim penyusun RPJM Desa melakukan pengkajian keadaan Desa


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b.
(2) Pengkajian keadaan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dalam rangka mempertimbangkan kondisi objektif Desa.
(3) Pengkajian keadaan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi
kegiatan sebagai berikut:
a. penyelarasan data Desa;
b. penggalian gagasan masyarakat; dan
c. penyusunan laporan hasil pengkajian keadaan Desa.
(4) Laporan hasil pengkajian keadaan desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf c menjadi bahan masukan dalam musyawarah Desa dalam
rangka penyusunan perencanaan pembangunan Desa.

Pasal 13

(1) Penyelarasan data Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3)
huruf a dilakukan melalui kegiatan:
a. pengambilan data dari dokumen data Desa;
b. pembandingan data Desa dengan kondisi Desa terkini.
(2) Data Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi sumber daya
alam, sumber daya manusia, sumber daya pembangunan, dan sumber
daya sosial budaya yang ada di Desa.
(3) Hasil penyelarasan data Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dituangkan dalam format data Desa.
(4) Format data Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3), menjadi lampiran
laporan hasil pengkajian keadaan Desa.
(5) Hasil penyelarasan data Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
menjadi bahan masukan dalam musyawarah Desa dalam rangka
penyusunan perencanaan pembangunan Desa.

Pasal 14

(1) Penggalian gagasan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12


ayat (3) huruf b dilakukan untuk menemukenali potensi dan peluang
pendayagunaan sumber daya Desa, dan masalah yang dihadapi Desa.
(2) Hasil penggalian gagasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjadi
dasar bagi masyarakat dalam merumuskan usulan rencana kegiatan.
(3) Usulan rencana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi
penyelenggaraan pemerintahan Desa, pembangunan Desa, pembinaan
kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.

Pasal 15

(1) Penggalian gagasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, dilakukan


secara partisipatif dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat Desa
sebagai sumber data dan informasi.
Page 274
- 10 -

(2) Pelibatan masyarakat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
dilakukan melalui musyawarah dusun dan/atau musyawarah khusus
unsur masyarakat.
(3) Unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), antara lain:
a. tokoh adat;
b. tokoh agama;
c. tokoh masyarakat;
d. tokoh pendidikan;
e. kelompok tani;
f. kelompok nelayan;
g. kelompok perajin;
h. kelompok perempuan;
i. kelompok pemerhati dan pelindungan anak;
j. kelompok masyarakat miskin;dan
k. kelompok-kelompok masyarakat lain sesuai dengan kondisi sosial
budaya masyarakat Desa.
(4) Tim penyusun RPJM Desa melakukan pendampingan terhadap
musyawarah dusun dan/atau musyawarah khusus unsur masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 16

(1) Penggalian gagasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, dilakukan


dengan cara diskusi kelompok secara terarah.
(2) Diskusi kelompok sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menggunakan
sketsa Desa, kalender musim dan bagan kelembagaan Desa sebagai alat
kerja untuk menggali gagasan masyarakat.
(3) Tim penyusun RPJM Desa dapat menambahkan alat kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dalam rangka meningkatkan kualitas hasil
penggalian gagasan.
(4) Dalam hal terjadi hambatan dan kesulitan dalam penerapan alat kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tim penyusun RPJM Desa dapat
menggunakan alat kerja lainnya yang sesuai dengan kondisi dan
kemampuan masyarakat Desa.

Pasal 17

(1) Tim penyusun RPJM Desa melakukan rekapitulasi usulan rencana


kegiatan pembangunan Desa berdasarkan usulan rencana kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16.
(2) Hasil rekapitulasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam
format usulan rencana kegiatan.
(3) Rekapitulasi usulan rencana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), menjadi lampiran laporan hasil pengkajian keadaan Desa.

Pasal 18

(1) Tim penyusun RPJM Desa menyusun laporan hasil pengkajian keadaan
Desa.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita
acara.
Page 275
- 11 -

(3) Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilampiri dokumen:
a. data Desa yang sudah diselaraskan;
b. data rencana program pembangunan kabupaten/kota yang akan masuk
ke Desa;
c. data rencana program pembangunan kawasan perdesaan; dan
d. rekapitulasi usulan rencana kegiatan pembangunan Desa dari dusun
dan/atau kelompok masyarakat.

Pasal 19

(1) Tim penyusun RPJM Desa melaporkan kepada kepala Desa hasil
pengkajian keadaan Desa.
(2) Kepala Desa menyampaikan laporan kepada Badan Permusyawaratan
Desa setelah menerima laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dalam rangka penyusunan rencana pembangunan Desa melalui
musyawarah Desa.

Paragraf 5
Penyusunan Rencana Pembangunan Desa melalui musyawarah Desa

Pasal 20

(1) Badan Permusyawaratan Desa menyelenggarakan musyawarah Desa


berdasarkan laporan hasil pengkajian keadaan desa.
(2) Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan
terhitung sejak diterimanya laporan dari kepala Desa.

Pasal 21

(1) Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, membahas dan
menyepakati sebagai berikut:
a. laporan hasil pengkajian keadaan Desa;
b. rumusan arah kebijakan pembangunan Desa yang dijabarkan dari visi
dan misi kepala Desa; dan
c. rencana prioritas kegiatan penyelenggaraan pemerintahan Desa,
pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan
pemberdayaan masyarakat Desa.
(2) Pembahasan rencana prioritas kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c, dilakukan dengan diskusi kelompok secara terarah yang dibagi
berdasarkan bidang penyelenggaraan pemerintahan Desa, pembangunan
Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat
Desa.
(3) Diskusi kelompok secara terarah sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
membahas sebagai berikut:
a. laporan hasil pengkajian keadaan Desa;
b. prioritas rencana kegiatan Desa dalam jangka waktu 6 (enam) tahun;
c. sumber pembiayaan rencana kegiatan pembangunan Desa; dan
d. rencana pelaksana kegiatan Desa yang akan dilaksanakan oleh
perangkat Desa, unsur masyarakat Desa, kerjasama antar Desa,
dan/atau kerjasama Desa dengan pihak ketiga.
Page 276
- 12 -

Pasal 22

(1) Hasil kesepakatan dalam musyawarah Desa sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 21, dituangkan dalam berita acara.
(2) Hasil kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjadi pedoman
bagi pemerintah Desa dalam menyusun RPJM Desa.

Paragraf 6
Penyusunan Rancangan RPJM Desa

Pasal 23

(1) Tim penyusun RPJM Desa menyusun rancangan RPJM Desa berdasarkan
berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.
(2) Rancangan RPJM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan
dalam format rancangan RPJM Desa.
(3) Tim penyusun RPJM Desa membuat berita acara tentang hasil
penyusunan rancangan RPJM Desa yang dilampiri dokumen rancangan
RPJM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disampaikan oleh tim
penyusun RPJM Desa kepada kepala Desa.

Pasal 24

(1) Kepala Desa memeriksa dokumen rancangan RPJM Desa yang telah
disusun oleh Tim Penyusun RPJM Desa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23.
(2) Tim penyusun RPJM Desa melakukan perbaikan berdasarkan arahan
kepala Desa dalam hal kepala Desa belum menyetujui rancangan RPJM
Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal rancangan RPJM Desa telah disetujui oleh kepala Desa,
dilaksanakan musyawarah perencanaan pembangunan Desa.

Paragraf 7
Penyusunan Rencana Pembangunan Desa Melalui Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Desa

Pasal 25

(1) Kepala Desa menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan


Desa yang diadakan untuk membahas dan menyepakati rancangan RPJM
Desa.
(2) Musyawarah perencanaan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diikuti oleh Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa,
dan unsur masyarakat.
(3) Unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
a. tokoh adat;
b. tokoh agama;
c. tokoh masyarakat;
d. tokoh pendidikan;
Page 277
- 13 -

e. perwakilan kelompok tani;


f. perwakilan kelompok nelayan;
g. perwakilan kelompok perajin;
h. perwakilan kelompok perempuan;
i. perwakilan kelompok pemerhati dan pelindungan anak; dan
j. perwakilan kelompok masyarakat miskin.
(4) Selain unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
musyawarah perencanaan pembangunan Desa dapat melibatkan unsur
masyarakat lain sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat.

Pasal 26

(1) Musyawarah perencanaan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 25, membahas dan menyepakati rancangan RPJM Desa.
(2) Hasil kesepakatan musyawarah perencanaan pembangunan Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam berita acara.

Paragraf 8
Penetapan dan perubahan RPJM Desa

Pasal 27

(1) Kepala Desa mengarahkan Tim penyusun RPJM Desa melakukan


perbaikan dokumen rancangan RPJM Desa berdasarkan hasil kesepakatan
musyawarah perencanaan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26.
(2) Rancangan RPJM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi
lampiran rancangan peraturan Desa tentang RPJM Desa.
(3) Kepala Desa menyusun rancangan peraturan Desa tentang RPJM Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Rancangan peraturan Desa tentang RPJM Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dibahas dan disepakati bersama oleh kepala Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa untuk ditetapkan menjadi Peraturan Desa tentang
RPJM Desa.

Pasal 28

(1) Kepala Desa dapat mengubah RPJM Desa dalam hal:


a. terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis
ekonomi, dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau
b. terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerintah
daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota.
(2) Perubahan RPJM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibahas dan
disepakati dalam musyawarah perencanaan pembangunan Desa dan
selanjutnya ditetapkan dengan peraturan Desa.
Page 278
- 14 -

Bagian ketiga
Penyusunan RKP Desa
Paragraf 1
Umum

Pasal 29

(1) Pemerintah Desa menyusun RKP Desa sebagai penjabaran RPJM Desa.
(2) RKP Desa disusun oleh Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari
pemerintah daerah kabupaten/kota berkaitan dengan pagu indikatif Desa
dan rencana kegiatan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan
pemerintah daerah kabupaten/kota.
(3) RKP Desa mulai disusun oleh pemerintah Desa pada bulan Juli tahun
berjalan.
(4) RKP Desa ditetapkan dengan peraturan Desa paling lambat akhir bulan
September tahun berjalan.
(5) RKP Desa menjadi dasar penetapan APB Desa.

Pasal 30

(1) Kepala Desa menyusun RKP Desa dengan mengikutsertakan masyarakat


Desa.
(2) Penyusunan RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
dengan kegiatan yang meliputi:
a. penyusunan perencanaan pembangunan Desa melalui musyawarah
Desa;
b. pembentukan tim penyusun RKP Desa;
c. pencermatan pagu indikatif Desa dan penyelarasan program/kegiatan
masuk ke Desa
d. pencermatan ulang dokumen RPJM Desa;
e. penyusunan rancangan RKP Desa;
f. penyusunan RKP Desa melalui musyawarah perencanaan pembangunan
Desa;
g. penetapan RKP Desa;
h. perubahan RKP Desa; dan
i. pengajuan daftar usulan RKP Desa.

Paragraf 2
Penyusunan Perencanaan Pembangunan Desa melalui Musyawarah Desa

Pasal 31

(1) Badan Permusyawaratan Desa menyelenggarakan musyawarah Desa


dalam rangka penyusunan rencana pembangunan Desa.
(2) Hasil musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi
pedoman bagi pemerintah Desa menyusun rancangan RKP Desa dan daftar
usulan RKP Desa.
(3) Badan Permusyawaratan Desa menyelenggarakan musyawarah Desa
sebagaimana dimaksud ayat (1), paling lambat bulan Juni tahun berjalan.
Page 279
- 15 -

Pasal 32

(1) Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 melaksanakan


kegiatan sebagai berikut:
a. mencermati ulang dokumen RPJM Desa;
b. menyepakati hasil pencermatan ulang dokumen RPJM Desa; dan
c. membentuk tim verifikasi sesuai dengan jenis kegiatan dan keahlian
yang dibutuhkan.
(2) Tim verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat berasal
dari warga masyarakat Desa dan/atau satuan kerja perangkat daerah
kabupaten/kota.
(3) Hasil kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan
dalam berita acara.
(4) Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menjadi pedoman
kepala Desa dalam menyusun RKP Desa.

Paragraf 3
Pembentukan Tim Penyusun RKP Desa

Pasal 33

(1) Kepala Desa membentuk tim penyusun RKP Desa.


(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. kepala Desa selaku pembina;
b. sekretaris Desa selaku ketua;
c. ketua lembaga pemberdayaan masyarakat sebagai sekretaris; dan
d. anggota yang meliputi: perangkat desa, lembaga pemberdayaan
masyarakat, kader pemberdayaan masyarakat desa, dan unsur
masyarakat.
(3) Jumlah tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit 7 (tujuh)
dan paling banyak 11 (sebelas) orang.
(4) Tim penyusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengikutsertakan
perempuan.
(5) Pembentukan tim penyusun RKP Desa dilaksanakan paling lambat bulan
Juni tahun berjalan.
(6) Tim penyusun RKP Desa ditetapkan dengan keputusan kepala Desa.

Pasal 34

Tim penyusun RKP Desa melaksanakan kegiatan sebagai berikut:


a. pencermatan pagu indikatif desa dan penyelarasan program/kegiatan
masuk ke desa;
b. pencermatan ulang dokumen RPJM Desa;
c. penyusunan rancangan RKP Desa; dan
d. penyusunan rancangan daftar usulan RKP Desa.
Page 280
- 16 -

Paragraf 4
Pencermatan Pagu Indikatif Desa dan Penyelarasan Program/Kegiatan
Masuk ke Desa

Pasal 35

(1) Kepala Desa mendapatkan data dan informasi dari kabupaten/kota


tentang:
a. pagu indikatif Desa; dan
b. rencana program/kegiatan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi,
dan pemerintah daerah kabupaten/kota yang masuk ke Desa.
(2) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima kepala
Desa dari kabupaten/kota paling lambat bulan Juli setiap tahun berjalan.

Pasal 36

(1) Tim penyusun RKP Desa melakukan pencermatan pagu indikatif Desa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 yang meliputi:
a. rencana dana Desa yang bersumber dari APBN;
b. rencana alokasi dana Desa (ADD) yang merupakan bagian dari dana
perimbangan yang diterima kabupaten/kota;
c. rencana bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah
kabupaten/kota; dan
d. rencana bantuan keuangan dari anggaran pendapatan dan belanja
daerah provinsi dan anggaran pendapatan belanja daerah
kabupaten/kota.
(2) Tim penyusun RKP Desa melakukan penyelarasan rencana
program/kegiatan yang masuk ke Desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) yang meliputi:
a. rencana kerja pemerintah kabupaten/kota;
b. rencana program dan kegiatan pemerintah, pemerintah daerah provinsi
dan pemerintah daerah kabupaten/kota;
c. hasil penjaringan aspirasi masyarakat oleh dewan perwakilan rakyat
daerah kabupaten/kota.
(3) Hasil pencermatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan ke
dalam format pagu indikatif Desa.
(4) Hasil penyelarasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan ke
dalam format kegiatan pembangunan yang masuk ke Desa.
(5) Berdasarkan hasil pencermatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan
ayat (4), tim penyusun RKP Desa menyusun rencana pembangunan
berskala lokal Desa yang dituangkan dalam rancangan RKP Desa.

Pasal 37

(1) Bupati/walikota menerbitkan surat pemberitahuan kepada kepala Desa


dalam hal terjadi keterlambatan penyampaian informasi pagu indikatif
Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1).
(2) Bupati/walikota melakukan pembinaan dan pendampingan kepada
pemerintah Desa dalam percepatan pelaksanaan perencanaan
pembangunan sebagai dampak keterlambatan penyampaian informasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Page 281
- 17 -

(3) Percepatan perencanaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat


(2) untuk memastikan APB Desa ditetapkan pada 31 Desember tahun
berjalan.

Paragraf 5
Pencermatan Ulang RPJM Desa

Pasal 38

(1) Tim penyusunan RKP Desa mencermati skala prioritas usulan rencana
kegiatan pembangunan Desa untuk 1 (satu) tahun anggaran berikutnya
sebagaimana tercantum dalam dokumen RPJM Desa.
(2) Hasil pencermatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjadi dasar
bagi tim penyusun RKP Desa dalam menyusun rancangan RKP Desa.

Paragraf 6
Penyusunan Rancangan RKP Desa

Pasal 39

Penyusunan rancangan RKP Desa berpedoman kepada:


a. hasil kesepakatan musyawarah Desa;
b. pagu indikatif Desa;
c. pendapatan asli Desa;
d. rencana kegiatan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah
daerah kabupaten/kota;
e. jaring aspirasi masyarakat yang dilakukan oleh DPRD kabupaten/kota;
f. hasil pencermatan ulang dokumen RPJM Desa;
g. hasil kesepakatan kerjasama antar Desa; dan
h. hasil kesepakatan kerjasama Desa dengan pihak ketiga.

Pasal 40

(1) Tim penyusun RKP Desa menyusun daftar usulan pelaksana kegiatan
Desa sesuai jenis rencana kegiatan.
(2) Pelaksana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-
kurangnya meliputi:
a. ketua;
b. sekretaris;
c. bendahara; dan
d. anggota pelaksana.
(3) Pelaksana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
mengikutsertakan perempuan.

Pasal 41

(1) Rancangan RKP Desa paling sedikit berisi uraian:


a. evaluasi pelaksanaan RKP Desa tahun sebelumnya;
b. prioritas program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola oleh
Desa;
c. prioritas program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola melalui
kerja sama antar-Desa dan pihak ketiga;
Page 282
- 18 -

d. rencana program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola oleh Desa
sebagai kewenangan penugasan dari Pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota; dan
e. pelaksana kegiatan Desa yang terdiri atas unsur perangkat Desa
dan/atau unsur masyarakat Desa.
(2) Pemerintah Desa dapat merencanakan pengadaan tenaga ahli di bidang
pembangunan infrastruktur untuk dimasukkan ke dalam rancangan RKP
Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Tenaga ahli di bidang pembangunan infrastruktur sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat berasal dari warga masyarakat Desa, satuan kerja
perangkat daerah kabupaten/kota yang membidangi pembangunan
infrastruktur; dan/atau tenaga pendamping profesional.
(4) Rancangan RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan
dalam format rancangan RKP Desa.

Pasal 42

(1) Rancangan RKP Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dilampiri


rencana kegiatan dan Rencana Anggaran Biaya.
(2) Rencana kegiatan dan Rencana Anggaran Biaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) untuk kerjasama antar Desa disusun dan disepakati bersama
para kepala desa yang melakukan kerja sama antar Desa.
(3) Rencana kegiatan dan Rencana Anggaran Biaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), diverifikasi oleh tim verifikasi.

Pasal 43

(1) Pemerintah Desa dapat mengusulkan prioritas program dan kegiatan


pembangunan Desa dan pembangunan kawasan perdesaan kepada
Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah
kabupaten/kota.
(2) Tim penyusun RKP Desa menyusun usulan prioritas program dan kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Usulan prioritas program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dituangkan dalam rancangan daftar usulan RKP Desa.
(4) Rancangan daftar usulan RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
menjadi lampiran berita acara laporan tim penyusun rancangan RKP Desa.

Pasal 44

(1) Tim penyusun RKP Desa membuat berita acara tentang hasil penyusunan
rancangan RKP Desa yang dilampiri dokumen rancangan RKP Desa dan
rancangan daftar usulan RKP Desa.
(2) Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan oleh tim
penyusun RKP Desa kepada kepala Desa.

Pasal 45

(1) Kepala Desa memeriksa dokumen rancangan RKP Desa sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 44.
Page 283
- 19 -

(2) Kepala Desa mengarahkan tim penyusun RKP Desa untuk melakukan
perbaikan dokumen rancangan RKP Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
(3) Dalam hal kepala Desa telah menyetujui rancangan RKP Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala Desa menyelenggarakan
musyawarah perencanaan pembangunan Desa.

Paragraf 7
Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa

Pasal 46

(1) Kepala Desa menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan


Desa yang diadakan untuk membahas dan menyepakati rancangan RKP
Desa.
(2) Musyawarah perencanaan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diikuti oleh Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa,
dan unsur masyarakat.
(3) Unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
a. tokoh adat;
b. tokoh agama;
c. tokoh masyarakat;
d. tokoh pendidikan;
e. perwakilan kelompok tani;
f. perwakilan kelompok nelayan;
g. perwakilan kelompok perajin;
h. perwakilan kelompok perempuan;
i. perwakilan kelompok pemerhati dan pelindungan anak; dan
j. perwakilan kelompok masyarakat miskin.
(4) Selain unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
musyawarah perencanaan pembangunan Desa dapat melibatkan unsur
masyarakat lain sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat.

Pasal 47

(1) Rancangan RKP Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1)
memuat rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan
masyarakat Desa.
(2) Rancangan RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berisi prioritas
program dan kegiatan yang didanai:
a. pagu indikatif Desa;
b. pendapatan asli Desa;
c. swadaya masyarakat Desa;
d. bantuan keuangan dari pihak ketiga; dan
e. bantuan keuangan dari pemerintah daerah provinsi, dan/atau
pemerintah daerah kabupaten/kota.
Page 284
- 20 -

(3) Prioritas, program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dirumuskan berdasarkan penilaian terhadap kebutuhan masyarakat Desa
yang meliputi:
a. peningkatan kapasitas penyelenggaraan pemerintahan Desa;
b. peningkatan kualitas dan akses terhadap pelayanan dasar;
c. pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur dan lingkungan
berdasarkan kemampuan teknis dan sumber daya lokal yang tersedia;
d. pengembangan ekonomi pertanian berskala produktif;
e. pemanfaatan teknologi tepat guna untuk kemajuan ekonomi;
f. pendayagunaan sumber daya alam;
g. pelestarian adat istiadat dan sosial budaya Desa;
h. peningkatan kualitas ketertiban dan ketenteraman masyarakat Desa
berdasarkan kebutuhan masyarakat Desa; dan
i. peningkatan kapasitas masyarakat dan lembaga kemasyarakatan Desa.

Pasal 48

(1) Hasil kesepakatan musyawarah perencanaan pembangunan Desa


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, dituangkan dalam berita acara.
(2) Kepala Desa mengarahkan Tim penyusun RPJM Desa melakukan
perbaikan dokumen rancangan RKP Desa berdasarkan hasil kesepakatan
musyawarah perencanaan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
(3) Rancangan RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi
lampiran rancangan peraturan Desa tentang RKP Desa.
(4) Kepala Desa menyusun rancangan peraturan Desa tentang RPJM Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Rancangan peraturan Desa tentang RKP Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dibahas dan disepakati bersama oleh kepala Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa untuk ditetapkan menjadi peraturan Desa tentang
RKP Desa.

Paragraf 8
Perubahan RKP Desa

Pasal 49

(1) RKP Desa dapat diubah dalam hal:


a. terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis
ekonomi, dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau
b. terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerintah
daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota.
(2) Dalam hal terjadi perubahan RKP Desa dikarenakan terjadi peristiwa
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, kepala Desa
melaksanakan kegiatan sebagai berikut:
a. berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota yang mempunyai
kewenangan terkait dengan kejadian khusus;
b. mengkaji ulang kegiatan pembangunan dalam RKP Desa yang terkena
dampak terjadinya peristiwa khusus;
Page 285
- 21 -

c. menyusun rancangan kegiatan yang disertai rencana kegiatan dan RAB;


dan
d. menyusun rancangan RKP Desa perubahan.
(3) Dalam hal terjadi perubahan RKP Desa dikarenakan perubahan mendasar
atas kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, kepala Desa
melaksanakan kegiatan sebagai berikut:
a. mengumpulkan dokumen perubahan mendasar atas kebijakan
Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah
kabupaten/kota;
b. mengkaji ulang kegiatan pembangunan dalam RKP Desa yang terkena
dampak terjadinya perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah,
pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah
kabupaten/kota;
c. menyusun rancangan kegiatan yang disertai rencana kegiatan dan RAB;
dan
d. menyusun rancangan RKP Desa perubahan.

Pasal 50

(1) Kepala Desa menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan


Desa yang diadakan secara khusus untuk kepentingan pembahasan dan
penyepakatan perubahan RKP Desa sebagaimana yang dimaksud dalam
Pasal 49.
(2) Penyelenggaraan musyawarah perencanaan pembangunan Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disesuaikan dengan terjadinya
peristiwa khusus dan/atau terjadinya perubahan mendasar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1).
(3) Hasil kesepakatan dalam musyawarah perencanaan pembangunan Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan peraturan Desa
tentang RKP Desa perubahan.
(4) Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sebagai dasar
dalam penyusunan perubahan APB Desa.

Paragraf 9
Pengajuan Daftar Usulan RKP Desa

Pasal 51

(1) Kepala Desa menyampaikan daftar usulan RKP Desa sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 43 kepada bupati/walikota melalui camat.
(2) Penyampaian daftar usulan RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) paling lambat 31 Desember tahun berjalan.
(3) Daftar usulan RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjadi
materi pembahasan di dalam musyawarah perencanaan pembangunan
kecamatan dan kabupaten/kota.
(4) Bupati/walikota menginformasikan kepada pemerintah Desa tentang hasil
pembahasan daftar usulan RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(3).
(5) Informasi tentang hasil pembahasan daftar usulan RKP Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) diterima oleh pemerintah Desa setelah
Page 286
- 22 -

diselenggarakannya musyawarah perencanaan pembangunan di


kecamatan pada tahun anggaran berikutnya.
(6) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterima pemerintah desa
paling lambat bulan Juli tahun anggaran berikutnya.

BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN PEMBANGUNAN DESA

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 52

(1) Kepala Desa mengoordinasikan kegiatan pembangunan Desa yang


dilaksanakan oleh perangkat Desa dan/atau unsur masyarakat Desa.
(2) Pelaksanaan kegiatan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. pembangunan Desa berskala lokal Desa; dan
b. pembangunan sektoral dan daerah yang masuk ke Desa.
(3) Pelaksanaan pembangunan Desa yang berskala lokal sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a, dikelola melalui swakelola Desa,
kerjasama antar Desa dan/atau kerjasama Desa dengan pihak ketiga.
(4) Kepala Desa mengoordinasikan persiapan dan pelaksanaan pembangunan
Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhitung sejak ditetapkan APB
Desa.

Pasal 53

(1) Pembangunan Desa yang bersumber dari program sektoral dan/atau


program daerah, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dari Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menyatakan
pelaksanaan program sektor dan/atau program daerah diintegrasikan ke
dalam pembangunan Desa, program sektor dan/atau program daerah di
Desa dicatat dalam APB Desa.
(3) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menyatakan
pelaksanaan program sektor dan/atau program daerah didelegasikan
kepada Desa, maka Desa mempunyai kewenangan untuk mengurus.
(4) Pelaksanaan program sektor dan/atau program daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dibahas dan disepakati dalam musyawarah Desa
yang diselenggarakan oleh BPD.
(5) Dalam hal pembahasan dalam musyawarah Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) tidak menyepakati teknis pelaksanaan program sektor
dan/atau program daerah, kepala Desa dapat mengajukan keberatan atas
bagian dari teknis pelaksanaan yang tidak disepakati, disertai dasar
pertimbangan keberatan dimaksud.
(6) Kepala Desa menyampaikan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) kepada bupati/walikota melalui camat.
Page 287
- 23 -

Pasal 54

(1) Kepala Desa mengoordinasikan pelaksanaan program sektor dan/atau


program daerah yang didelegasikan pelaksanaannya kepada Desa.
(2) Pelaksanaan program sektor dan/atau program daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh perangkat desa dan/atau unsur
masyarakat Desa sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Bagian Kedua
Tahapan Persiapan
Paragraf 1
Umum

Pasal 55

Tahapan persiapan meliputi:


a. penetapan pelaksana kegiatan;
b. penyusunan rencana kerja;
c. sosialisasi kegiatan;
d. pembekalan pelaksana kegiatan;
e. penyiapan dokumen administrasi;
f. pengadaan tenaga kerja; dan
g. pengadaan bahan/material.

Paragraf 2
Penetapan Pelaksana Kegiatan

Pasal 56

(1) Kepala Desa memeriksa daftar calon pelaksana kegiatan yang tercantum
dalam dokumen RKP Desa yang ditetapkan dalam APB Desa.
(2) Kepala Desa menetapkan pelaksana kegiatan dengan keputusan kepala
Desa.
(3) Dalam hal pelaksana kegiatan mengundurkan diri, pindah domisili keluar
Desa, dan/atau dikenai sanksi pidana kepala Desa dapat mengubah
pelaksana kegiatan.

Pasal 57

Pelaksana kegiatan bertugas membantu kepala Desa dalam tahapan persiapan


dan tahapan pelaksanaan kegiatan.

Paragraf 3
Penyusunan Rencana Kerja

Pasal 58

(1) Pelaksana kegiatan menyusun rencana kerja bersama kepala Desa.


(2) Rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat antara lain:
a. uraian kegiatan;
b. biaya;
c. waktu pelaksanaan;
Page 288
- 24 -

d. lokasi;
e. kelompok sasaran;
f. tenaga kerja; dan
g. daftar pelaksana kegiatan.
(3) Rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam
format rencana kerja untuk ditetapkan dengan keputusan kepala Desa;

Paragraf 4
Sosialisasi Kegiatan

Pasal 59

(1) Kepala desa menginformasikan dokumen RKP Desa, APB Desa dan
rencana kerja kepada masyarakat melalui sosialisasi kegiatan.
(2) Sosialisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan antara lain
melalui:
a. musyawarah pelaksanaan kegiatan desa;
b. musyawarah dusun;
c. musyawarah kelompok;
d. sistem informasi Desa berbasis website;
e. papan informasi desa; dan
f. media lain sesuai kondisi Desa.

Paragraf 5
Pembekalan Pelaksana Kegiatan

Pasal 60

(1) Kepala Desa mengoordinasikan pembekalan pelaksana kegiatan di Desa.


(2) Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah
kabupaten/kota melaksanakan pembekalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
(3) Pelaksanaan pembekalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
dengan pembimbingan teknis.
(4) Peserta pembimbingan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) antara
lain meliputi:
a. kepala Desa;
b. perangkat Desa;
c. Badan Permusyawaratan Desa;
d. pelaksana kegiatan;
e. panitia pengadaan barang dan jasa;
f. kader pemberdayaan masyarakat Desa; dan
g. lembaga pemberdayaan masyarakat.
Page 289
- 25 -

Pasal 61

(1) Pembekalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, antara lain:


a. pengelolaan keuangan Desa;
b. penyelenggaraan pemerintahan Desa; dan
c. pembangunan Desa.
(2) Kegiatan pembekalan pengelolaan keuangan desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, antara lain teknis administrasi pengelolaan
keuangan dan teknis penyusunan dokumen pertanggungjawaban
keuangan.
(3) Kegiatan pembekalan penyelenggaraan pemerintahan Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, antara lain teknis administrasi
kesekretariatan, pendataan, penetapan dan penegasan batas desa.
(4) Kegiatan pembekalan pembangunan desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c seperti pendayagunaan teknologi tepat guna dalam
pengelolaan sumber daya lokal, mekanisme pengadaan barang dan jasa,
penyusunan laporan pelaksanaan kegiatan dan pengelolaan informasi
Desa.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembekalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur lebih lanjut oleh bupati/walikota dalam peraturan
bupati/walikota.

Paragraf Keenam
Penyiapan Dokumen Administrasi Kegiatan

Pasal 62

(1) Pelaksana kegiatan melakukan penyiapan dokumen administrasi kegiatan.


(2) Pelaksana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam
melakukan penyiapan dokumen berkoordinasi dengan kepala Desa.
(3) Dokumen administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-
kurangnya meliputi:
a. dokumen RKP Desa beserta lampiran;
b. dokumen APB Desa;
c. dokumen administrasi keuangan;
d. dokumentasi foto/gambar sebelum kegiatan pembangunan dilakukan;
e. daftar masyarakat penerima manfaat;
f. pernyataan kesanggupan pelaksana kegiatan menyelesaikan pekerjaan;
g. penyiapan dokumen peralihan hak melalui hibah dari warga masyarakat
kepada Desa atas lahan/tanah yang menjadi aset Desa sebagai dampak
kegiatan pembangunan Desa;
h. penyiapan dokumen jual-beli antara warga masyarakat dengan Desa
atas lahan/tanah yang terkena dampak kegiatan pembangunan Desa;
i. penyiapan dokumen pernyataan kesanggupan dari warga masyarakat
untuk tidak meminta ganti rugi atas bangunan pribadi dan/atau
tanaman yang terkena dampak kegiatan pembangunan Desa;
j. penyiapan dokumen pembayaran ganti rugi atas bangunan pribadi
dan/atau tanaman yang terkena dampak kegiatan pembangunan
Desa;dan
k. laporan hasil analisis sederhana perihal dampak sosial dan lingkungan.
Page 290
- 26 -

Paragraf 7
Pengadaan Tenaga Kerja dan Bahan/Material

Pasal 63

Pelaksanaan kegiatan pembangunan Desa mengutamakan pemanfaatan


sumberdaya manusia dan sumberdaya alam yang ada di Desa serta
mendayagunakan swadaya dan gotong royong masyarakat.

Pasal 64

(1) Pelaksana kegiatan mendayagunakan sumberdaya manusia yang ada di


Desa sekurang-kurangnya melakukan:
a. pendataan kebutuhan tenaga kerja;
b. pendaftaran calon tenaga kerja;
c. pembentukan kelompok kerja;
d. pembagian jadwal kerja; dan
e. pembayaran upah dan/atau honor.
(2) Besaran upah dan/atau honor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
e, sesuai dengan perhitungan besaran upah dan/atau honor yang
tercantum di dalam RKP Desa yang ditetapkan dalam APB Desa.

Pasal 65

(1) Pelaksana kegiatan mendayagunakan sumberdaya alam yang ada di Desa,


sekurang-kurangnya melakukan:
a. pendataan kebutuhan material/bahan yang diperlukan;
b. penentuan material/bahan yang disediakan dari Desa; dan
c. menentukan cara pengadaan material/bahan.
(2) Besaran harga material/bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sesuai dengan perhitungan harga yang tercantum di dalam RKP Desa yang
ditetapkan dalam APB Desa.

Pasal 66

(1) Pelaksana kegiatan mendayagunakan swadaya dan gotong royong


masyarakat Desa, sekurang-kurangnya melakukan:
a. penghimpunan dan pencatatan dana swadaya masyarakat, sumbangan
dari pihak ketiga, dan tenaga sukarela dari unsur masyarakat;
b. pendataan sumbangan masyarakat Desa dan/atau pihak ketiga yang
berbentuk barang;
c. pendataan hibah dari masyarakat Desa dan/atau pihak ketiga;
d. pembentukan kelompok tenaga kerja sukarela; dan
e. penetapan jadwal kerja.
(2) Jenis dan jumlah swadaya masyarakat serta tenaga sukarela sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya sesuai dengan rencana yang
tercantum di dalam RKP Desa yang ditetapkan dalam APB Desa.
Page 291
- 27 -

Pasal 67

(1) Kepala Desa menjamin pelaksanaan swadaya dan gotong royong


masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66, sekurang-kurangnya
mengadministrasikan dokumen:
a. pernyataan pemberian hibah dari warga masyarakat Desa dan/atau
pihak ketiga kepada Desa atas lahan/tanah yang menjadi aset Desa
sebagai dampak kegiatan pembangunan Desa dan diikuti dengan proses
pembuatan akta hibah oleh kepala Desa;
b. pernyataan kesanggupan dari warga masyarakat Desa dan/atau pihak
ketiga untuk tidak meminta ganti rugi atas bangunan pribadi dan/atau
tanaman yang terkena dampak kegiatan pembangunan Desa.
(2) Pembiayaan akta hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), huruf a
dilakukan melalui APB Desa.

Pasal 68

(1) Pelaksanaan kegiatan pembangunan Desa dilakukan tanpa merugikan


hak-hak rumah tangga miskin atas aset lahan/tanah, bangunan pribadi
dan/atau tanaman yang terkena dampak kegiatan pembangunan Desa.
(2) Pelaksanaan kegiatan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dilakukan dengan cara:
a. peralihan hak kepemilikan atas lahan/tanah melalui jual beli; dan
b. pemberian ganti rugi atas bangunan pribadi dan/atau tanaman.
(3) Pembiayaan yang dibutuhkan dalam rangka perlindungan hak-hak rumah
tangga miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui APB
Desa.
(4) Penentuan besaran ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
b diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 69

(1) Kepala Desa mengutamakan pemanfaatan sumberdaya manusia dan


sumberdaya alam yang ada di Desa serta mendayagunakan swadaya dan
gotong royong masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 melalui
mekanisme pembangunan Desa secara swakelola.
(2) Dalam hal mekanisme swakelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak dapat dilakukan oleh Kepala Desa, diselenggarakan pengadaan
barang dan/atau jasa.
(3) Pengadaan barang dan/atau jasa di Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dengan peraturan bupati/walikota dengan berpedoman
pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga
Tahapan Pelaksanaan Kegiatan

Paragraf 1
Umum
Pasal 70
Kepala Desa mengoordinasikan tahapan pelaksanaan kegiatan yang sekurang-
kurangnya meliputi:
a. rapat kerja dengan pelaksana kegiatan;
Page 292
- 28 -

b. pemeriksaan pelaksanaan kegiatan infrastruktur Desa;


c. perubahan pelaksanaan kegiatan;
d. pengelolaan pengaduan dan penyelesaian masalah;
e. penyusunan laporan hasil pelaksanaan kegiatan;
f. musyawarah pelaksanaan kegiatan Desa dalam rangka
pertanggungjawaban hasil pelaksanaan kegiatan; dan
g. pelestarian dan pemanfaatan hasil kegiatan.

Paragraf 2
Rapat Kerja Pelaksana Kegiatan

Pasal 71

(1) Kepala Desa menyelenggarakan rapat kerja pelaksana kegiatan dalam


rangka pembahasan tentang perkembangan pelaksanaan kegiatan.
(2) Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan laporan
pelaksana kegiatan kepada kepala Desa.
(3) Rapat kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sekurang-
kurangnya 3 (tiga) tahap mengikuti tahapan pencairan dana Desa yang
bersumber dari Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara.

Pasal 72

(1) Rapat kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, membahas antara
lain:
a. perkembangan pelaksanaan kegiatan;
b. pengaduan masyarakat;
c. masalah, kendala dan hambatan;
d. target kegiatan pada tahapan selanjutnya; dan
e. perubahan kegiatan.
(2) Kepala Desa dapat menambahkan agenda pembahasan rapat kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai dengan kondisi
perkembangan pelaksanaan kegiatan yang ada di Desa.

Paragraf 3
Pemeriksaan Kegiatan Infrastruktur Desa

Pasal 73

(1) Kepala Desa mengoordinasikan pemeriksaan tahap perkembangan dan


tahap akhir kegiatan infrastruktur Desa.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dibantu oleh
tenaga ahli di bidang pembangunan infrastruktur sesuai dengan dokumen
RKP Desa.
(3) Dalam rangka penyediaan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), kepala Desa mengutamakan pemanfaatan tenaga ahli yang berasal dari
masyarakat Desa.
Page 293
- 29 -

(4) Dalam hal tidak tersedia tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
kepala Desa meminta bantuan kepada bupati/walikota melalui camat
perihal kebutuhan tenaga ahli di bidang pembangunan infrastruktur yang
dapat berasal satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota yang
membidangi pekerjaan umum dan/atau tenaga pendamping profesional.

Pasal 74

(1) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73, dilakukan dengan


cara memeriksa dan menilai sebagian dan/atau seluruh hasil pelaksanaan
kegiatan pembangunan infrastruktur Desa.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam 3
(tiga) tahap meliputi:
a. tahap pertama: penilaian dan pemeriksaan terhadap 40% (empat puluh
per seratus) dari keseluruhan target kegiatan;
b. tahap kedua: penilaian dan pemeriksaan terhadap 80% (delapan puluh
per seratus) dari keseluruhan target kegiatan; dan
c. tahap ketiga: penilaian dan pemeriksaan terhadap 100% (seratus per
seratus) dari keseluruhan target kegiatan.
(3) Pemeriksa melaporkan kepada kepala Desa perihal hasil pemeriksaan pada
setiap tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi
bahan pengendalian pelaksanaan kegiatan oleh kepala Desa.

Paragraf 4
Perubahan Pelaksanaan Kegiatan

Pasal 75

(1) Pemerintah daerah kabupaten/kota menetapkan peraturan tentang


kejadian khusus yang berdampak pada perubahan pelaksanaan kegiatan
pembangunan di desa dalam pembangunan desa dalam hal terjadi:
a. kenaikan harga yang tidak wajar;
b. kelangkaan bahan material; dan/atau
c. terjadi peristiwa khusus seperti bencana alam, kebakaran, banjir
dan/atau kerusuhan sosial.
(2) Penetapan peraturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(3) Penetapan peraturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan
peraturan bupati/walikota.

Pasal 76

(1) Kepala Desa mengoordinasikan perubahan pelaksanaan kegiatan


pembangunan di desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75.
(2) Perubahan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
dengan ketentuan:
a. penambahan nilai pagu dana kegiatan yang ditetapkan dalam APB Desa
dilakukan melalui:
1. swadaya masyarakat,
2. bantuan pihak ketiga, dan/atau
3. bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau
pemerintah kabupaten/kota.
Page 294
- 30 -

b. tidak mengganti jenis kegiatan yang ditetapkan dalam APB Desa; dan
c. tidak melanjutkan kegiatan sampai perubahan pelaksanaan kegiatan
disetujui oleh kepala Desa.
(3) Kepala Desa menghentikan proses pelaksanaan kegiatan dalam hal
pelaksana kegiatan tidak mentaati ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2).

Pasal 77

(1) Kepala Desa memimpin rapat kerja untuk membahas dan menyepakati
perubahan pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76.
(2) Hasil kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan
dalam berita acara.
(3) Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri perubahan
gambar desain dan perubahan rencana anggaran biaya dalam hal terjadi
perubahan pelaksanaan kegiatan di bidang pembangunan infrastruktur
Desa.
(4) Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menjadi dasar bagi
kepala Desa menetapkan perubahan pelaksanaan kegiatan.
(5) Perubahan pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
ditetapkan dengan keputusan kepala Desa.

Paragraf 5
Pengelolaan Pengaduan dan Penyelesaian Masalah

Pasal 78

(1) Kepala Desa mengoordinasikan penanganan pengaduan masyarakat dan


penyelesaian masalah dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan Desa.
(2) Koordinasi penanganan pengaduan masyarakat dan penyelesaian masalah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya meliputi
kegiatan:
a. penyediaan kotak pengaduan masyarakat;
b. pencermatan masalah yang termuat dalam pengaduan masyarakat;
c. penetapan status masalah; dan
d. penyelesaian masalah dan penetapan status penyelesaian masalah.
(3) Penanganan pengaduan dan penyelesaian masalah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), berdasarkan ketentuan sebagai berikut:
a. menjaga kerahasiaan identitas pelapor;
b. mengutamakan penyelesaian masalah di tingkat pelaksana kegiatan;
c. menginformasikan kepada masyarakat Desa perkembangan
penyelesaian masalah;
d. melibatkan masyarakat Desa dalam menyelesaikan masalah; dan
e. mengadministrasikan bukti pengaduan dan penyelesaian masalah.
(4) Penyelesaian masalah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
secara mandiri oleh Desa berdasarkan kearifan lokal dan pengarusutamaan
perdamaian melalui musyawarah desa.
(5) Dalam hal musyawarah desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
menyepakati masalah dinyatakan selesai, hasil kesepakatan dituangkan
dalam berita acara musyawarah desa.
Page 295
- 31 -

Paragraf 6
Penyusunan Laporan Pelaksanaan Kegiatan

Pasal 79

(1) Pelaksana kegiatan menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan


kegiatan kepada kepala Desa.
(2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disesuaikan
dengan jenis kegiatan dan tahapan penyaluran dana kegiatan.
(3) Laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disusun
berdasarkan pertanggungjawaban terhadap penggunaan dana yang
diterima dan tahapan perkembangan pelaksanaan kegiatan.

Pasal 80

(1) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, dituangkan dalam format
laporan hasil pelaksanaan kegiatan pembangunan Desa.
(2) Format laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilampiri
dokumentasi hasil pelaksanaan kegiatan pembangunan Desa yang
sekurang-kurangnya meliputi:
a. realisasi biaya beserta lampiran bukti-bukti pembayaran;
b. foto kegiatan infrastruktur Desa kondisi 0%, 40%, 80% dan 100% yang
diambil dari sudut pengambilan yang sama;
c. foto yang memperlihatkan orang sedang bekerja dan/atau melakukan
kegiatan secara beramai-ramai;
d. foto yang memperlihatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan
pembangunan Desa;
e. foto yang memperlihatkan pembayaran upah secara langsung kepada
tenaga kerja kegiatan pembangunan Desa; dan
f. gambar purna laksana untuk pembangunan infrastruktur Desa.
(3) Kepala desa menyusun laporan penyelenggaraan pemerintahan Desa
berdasarkan laporan pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).

Paragraf 7
Musyawarah Desa dalam rangka Pelaksanaan Pembangunan Desa

Pasal 81

(1) Badan Permusyawaratan Desa menyelenggarakan musyawarah Desa


dalam rangka pelaksanaan pembangunan Desa.
(2) Musyawarah desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan
setiap semester yaitu pada bulan Juni dan bulan Desember tahun
anggaran berikutnya.
(3) Pelaksana kegiatan menyampaikan laporan akhir pelaksanaan kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan cara:
a. menyampaikan laporan akhir pelaksanaan kegiatan kepada kepala
Desa; dan
b. menyerahkan hasil pelaksanaan kegiatan untuk diterima kepala Desa
dengan disaksikan oleh Badan Permusyawaratan Desa dan unsur
masyarakat Desa.
Page 296
- 32 -

(4) Kepala Desa menyampaikan kepada Badan Permusyawaratan Desa


tentang laporan pelaksanaan pembangunan Desa berdasarkan laporan
akhir pelaksana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Pasal 82

(1) Masyarakat desa berpartisipasi menanggapi laporan pelaksanaan


pembangunan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (4).
(2) Tanggapan masyarakat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan dengan memberikan masukan kepada kepala Desa.
(3) Badan Permusyawaratan Desa, kepala Desa, pelaksana kegiatan dan
masyarakat Desa membahas dan menyepakati tanggapan dan masukan
masyarakat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Hasil kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam
berita acara.
(5) Kepala Desa mengoordinasikan pelaksana kegiatan untuk melakukan
perbaikan hasil kegiatan berdasarkan berita acara hasil kesepakatan
musyawarah desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Paragraf 8
Pelestarian dan Pemanfaatan Hasil Kegiatan Pembangunan Desa

Pasal 83

(1) Pelestarian dan pemanfaatan hasil pembangunan desa dilaksanakan


dalam rangka memanfaatkan dan menjaga hasil kegiatan pembangunan
Desa.
(2) Pelestarian dan pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilaksanakan dengan cara:
a. melakukan pendataan hasil kegiatan pembangunan yang perlu
dilestarikan dan dikelola pemanfaatannya;
b. membentuk dan meningkatkan kapasitas kelompok pelestarian dan
pemanfaatan hasil kegiatan pembangunan Desa; dan
c. pengalokasian biaya pelestarian dan pemanfaatan hasil pelaksanaan
kegiatan pembangunan Desa.
(3) Ketentuan pelestarian dan pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) ditetapkan dengan peraturan Desa.
(4) Kepala Desa membentuk kelompok pelestarian dan pemanfaatan hasil
kegiatan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(5) Pembentukan kelompok sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan
dengan keputusan kepala Desa.

BAB III
PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN PEMBANGUNAN DESA

Pasal 84

(1) Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah


kabupaten/kota, dan Pemerintah Desa melakukan upaya pemberdayaan
masyarakat Desa.
Page 297
- 33 -

(2) Pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),


dilakukan melalui pengawasan dan pemantauan penyelenggaraan
Pemerintahan Desa dan pembangunan Desa yang dilakukan secara
partisipatif oleh masyarakat Desa.
(3) Masyarakat Desa berhak melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan
Pembangunan Desa.
(4) Hasil pengawasan dan pemantauan pembangunan Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), menjadi dasar pembahasan musyawarah Desa
dalam rangka pelaksanaan pembangunan Desa.

Pasal 85

(1) Pemantauan pembangunan Desa oleh masyarakat Desa dilakukan pada


tahapan perencanaan pembangunan Desa dan tahapan pelaksanaan
pembangunan Desa.
(2) Pemantauan tahapan perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan dengan cara menilai penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa.
(3) Pemantauan tahapan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan dengan cara menilai antara lain: pengadaan barang dan/atau
jasa, pengadaan bahan/material, pengadaan tenaga kerja, pengelolaan
administrasi keuangan, pengiriman bahan/material, pembayaran upah,
dan kualitas hasil kegiatan pembangunan Desa.
(4) Hasil pemantauan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dituangkan dalam format hasil pemantauan pembangunan Desa.

Pasal 86

(1) Bupati/walikota melakukan pemantauan dan pengawasan perencanaan


dan pelaksanaan pembangunan Desa dengan cara:
a. memantau dan mengawasi jadwal perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan Desa;
b. menerima, mempelajari dan memberikan umpan balik terhadap laporan
realisasi pelaksanaan APB Desa;
c. mengevaluasi perkembangan dan kemajuan kegiatan pembangunan
Desa; dan
d. memberikan pembimbingan teknis kepada pemerintah Desa.
(2) Dalam hal terjadi keterlambatan perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai akibat
ketidakmampuan dan/atau kelalaian pemerintah Desa, bupati/walikota
melakukan:
a. menerbitkan surat peringatan kepada kepala desa;
b. membina dan mendampingi pemerintah desa dalam hal mempercepat
perencanaan pembangunan desa untuk memastikan APB Desa
ditetapkan 31 Desember tahun berjalan; dan
c. membina dan mendampingi pemerintah Desa dalam hal mempercepat
pelaksanaan pembangunan Desa untuk memastikan penyerapan APB
Desa sesuai peraturan perundang-undangan.
Page 298
- 34 -

Pasal 87
Kegiatan dan format pembangunan Desa tercantum dalam Lampiran sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 88
(1) Pada saat Peraturan Menteri Dalam Negeri ini berlaku, RKP Desa yang
sudah ada dan sedang berjalan tetap dilaksanakan sampai dengan
berakhir masa berlakunya.
(2) Pada saat Peraturan Menteri Dalam Negeri ini berlaku, RPJM Desa yang
sudah ada dan sedang berjalan tetap dilaksanakan sampai dengan tahun
2015, dan untuk selanjutnya disesuaikan dengan ketentuan Peraturan
Menteri Dalam Negeri ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 89
Petunjuk teknis penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa serta petunjuk teknis
pelaksanaan kegiatan pembangunan Desa lebih lanjut diatur dengan
peraturan bupati/walikota.
Pasal 90
Pada saat Peraturan Menteri Dalam Negeri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2007 tentang Perencanaan
Pembangunan Desa dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 91
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2014
MENTERI DALAM NEGERI
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
TJAHJO KUMOLO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2014.
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
YASONNA H. LAOLY
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 2094.
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO HUKUM,

W. SIGIT PUDJIANTO
NIP. 19590203 198903 1 001.
Page 299
-1- SALINAN

MENTERI
DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI DESA,


PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 1 TAHUN 2015

TENTANG

PEDOMAN KEWENANGAN BERDASARKAN HAK ASAL USUL


DAN KEWENANGAN LOKAL BERSKALA DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI


REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 huruf a dan b


dan Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014
tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa, perlu menetapkan Peraturan
Menteri tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal
Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5495);
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun
2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539);
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun
2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 168, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5558);
4. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2015 tentang
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 13);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH


TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI TENTANG PEDOMAN
KEWENANGAN BERDASARKAN HAK ASAL USUL DAN
KEWENANGAN LOKAL BERSKALA DESA.
Page 300
-2-

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:


1. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya
disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal
usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Kewenangan Desa adalah kewenangan yang dimiliki Desa meliputi kewenangan
di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan
Desa, Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat Desa.
3. Kewenangan berdasarkan hak asal usul adalah hak yang merupakan warisan
yang masih hidup dan prakarsa Desa atau prakarsa masyarakat Desa sesuai
dengan perkembangan kehidupan masyarakat.
4. Kewenangan lokal berskala Desa adalah kewenangan untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat Desa yang telah dijalankan oleh Desa atau
mampu dan efektif dijalankan oleh Desa atau yang muncul karena perkembangan
Desa dan prakasa masyarakat Desa.
5. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
6. Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain
dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
7. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah
lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan
wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan
secara demokratis.
8. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah
antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat
yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal
yang bersifat strategis.
9. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh
Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan
Desa.
10. Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan
untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.

BAB II
KEWENANGAN BERDASARKAN HAK ASAL USUL

Pasal 2

Ruang lingkup kewenangan berdasarkan hak asal usul Desa meliputi:


a. sistem organisasi perangkat Desa;
b. sistem organisasi masyarakat adat;
c. pembinaan kelembagaan masyarakat;
d. pembinaan lembaga dan hukum adat;
e. pengelolaan tanah kas Desa;
f. pengelolaan tanah Desa atau tanah hak milik Desa yang menggunakan sebutan
setempat;
g. pengelolaan tanah bengkok;
Page 301
-3-

h. pengelolaan tanah pecatu;


i. pengelolaan tanah titisara; dan
j. pengembangan peran masyarakat Desa.

Pasal 3

Kewenangan berdasarkan hak asal usul Desa adat meliputi:


a. penataan sistem organisasi dan kelembagaan masyarakat adat;
b. pranata hukum adat;
c. pemilikan hak tradisional;
d. pengelolaan tanah kas Desa adat;
e. pengelolaan tanah ulayat;
f. kesepakatan dalam kehidupan masyarakat Desa adat;
g. pengisian jabatan kepala Desa adat dan perangkat Desa adat; dan
h. masa jabatan kepala Desa adat.

Pasal 4

Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota harus mengakui,


menghormati dan melindungi kewenangan berdasarkan hak asal usul sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2.

BAB III
KEWENANGAN LOKAL BERSKALA DESA

Pasal 5

Kriteria kewenangan lokal berskala Desa meliputi:


a. kewenangan yang mengutamakan kegiatan pelayanan dan pemberdayaan
masyarakat;
b. kewenangan yang mempunyai lingkup pengaturan dan kegiatan hanya di dalam
wilayah dan masyarakat Desa yang mempunyai dampak internal Desa;
c. kewenangan yang berkaitan dengan kebutuhan dan kepentingan sehari-hari
masyarakat Desa;
d. kegiatan yang telah dijalankan oleh Desa atas dasar prakarsa Desa;
e. program kegiatan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota dan pihak ketiga yang telah diserahkan dan dikelola oleh Desa;
dan
f. kewenangan lokal berskala Desa yang telah diatur dalam peraturan perundang-
undangan tentang pembagian kewenangan pemerintah, pemerintah provinsi, dan
pemerintah kabupaten/kota.
Page 302
-4-

Pasal 6

Pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf e meliputi:


a. individu;
b. organisasi kemasyarakatan;
c. perguruan tinggi;
d. lembaga swadaya masyarakat;
e. lembaga donor; dan
f. perusahaan.

Pasal 7

Kewenangan lokal berskala Desa meliputi:


a. bidang pemerintahan Desa,
b. pembangunan Desa;
c. kemasyarakatan Desa; dan
d. pemberdayaan masyarakat Desa.

Pasal 8

Kewenangan lokal berskala Desa di bidang pemerintahan Desa sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 7 huruf a antara lain meliputi:
a. penetapan dan penegasan batas Desa;
b. pengembangan sistem administrasi dan informasi Desa;
c. pengembangan tata ruang dan peta sosial Desa;
d. pendataan dan pengklasifikasian tenaga kerja Desa;
e. pendataan penduduk yang bekerja pada sektor pertanian dan sektor non
pertanian;
f. pendataan penduduk menurut jumlah penduduk usia kerja, angkatan kerja,
pencari kerja, dan tingkat partisipasi angkatan kerja;
g. pendataan penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja menurut
lapangan pekerjaan jenis pekerjaan dan status pekerjaan;
h. pendataan penduduk yang bekerja di luar negeri;
i. penetapan organisasi Pemerintah Desa;
j. pembentukan Badan Permusyaratan Desa;
k. penetapan perangkat Desa;
l. penetapan BUM Desa;
m. penetapan APB Desa;
n. penetapan peraturan Desa;
o. penetapan kerja sama antar-Desa;
p. pemberian izin penggunaan gedung pertemuan atau balai Desa;
q. pendataan potensi Desa;
r. pemberian izin hak pengelolaan atas tanah Desa;
s. penetapan Desa dalam keadaan darurat seperti kejadian bencana, konflik,
rawan pangan, wabah penyakit, gangguan keamanan, dan kejadian luar biasa
lainnya dalam skala Desa;
t. pengelolaan arsip Desa; dan
u. penetapan pos keamanan dan pos kesiapsiagaan lainnya sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi sosial masyarakat Desa.
Page 303
-5-

Pasal 9

Kewenangan lokal berskala Desa di bidang pembangunan Desa sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 7 huruf b meliputi:
a. pelayanan dasar Desa;
b. sarana dan prasarana Desa;
c. pengembangan ekonomi lokal Desa; dan
d. pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan Desa.

Pasal 10

Kewenangan lokal berskala Desa di bidang pelayanan dasar sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 9 huruf a antara lain meliputi:
a. pengembangan pos kesehatan Desa dan Polindes;
b. pengembangan tenaga kesehatan Desa;
c. pengelolaan dan pembinaan Posyandu melalui:
1) layanan gizi untuk balita;
2) pemeriksaan ibu hamil;
3) pemberian makanan tambahan;
4) penyuluhan kesehatan;
5) gerakan hidup bersih dan sehat;
6) penimbangan bayi; dan
7) gerakan sehat untuk lanjut usia.
d. pembinaan dan pengawasan upaya kesehatan tradisional;
e. pemantauan dan pencegahan penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif di
Desa;
f. pembinaan dan pengelolaan pendidikan anak usia dini;
g. pengadaan dan pengelolaan sanggar belajar, sanggar seni budaya, dan
perpustakaan Desa; dan
h. fasilitasi dan motivasi terhadap kelompok-kelompok belajar di Desa.

Pasal 11

Kewenangan lokal berskala Desa di bidang sarana dan prasarana Desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 huruf b antara lain meliputi:
a. pembangunan dan pemeliharaan kantor dan balai Desa;
b. pembangunan dan pemeliharaan jalan Desa;
c. pembangunan dan pemeliharaan jalan usaha tani;
d. pembangunan dan pemeliharaan embung Desa;
e. pembangunan energi baru dan terbarukan;
f. pembangunan dan pemeliharaan rumah ibadah;
g. pengelolaan pemakaman Desa dan petilasan;
h. pembangunan dan pemeliharaan sanitasi lingkungan;
i. pembangunan dan pengelolaan air bersih berskala Desa;
j. pembangunan dan pemeliharaan irigasi tersier;
k. pembangunan dan pemeliharaan lapangan Desa;
l. pembangunan dan pemeliharaan taman Desa;
m. pembangunan dan pemeliharaan serta pengelolaan saluran untuk budidaya
perikanan; dan
n. pengembangan sarana dan prasarana produksi di Desa.
Page 304
-6-

Pasal 12

Kewenangan lokal berskala Desa bidang pengembangan ekonomi lokal Desa


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c antara lain meliputi:
a. pembangunan dan pengelolaan pasar Desa dan kios Desa;
b. pembangunan dan pengelolaan tempat pelelangan ikan milik Desa;
c. pengembangan usaha mikro berbasis Desa;
d. pendayagunaan keuangan mikro berbasis Desa;
e. pembangunan dan pengelolaan keramba jaring apung dan bagan ikan;
f. pembangunan dan pengelolaan lumbung pangan dan penetapan cadangan
pangan Desa;
g. penetapan komoditas unggulan pertanian dan perikanan Desa;
h. pengaturan pelaksanaan penanggulangan hama dan penyakit pertanian dan
perikanan secara terpadu;
i. penetapan jenis pupuk dan pakan organik untuk pertanian dan perikanan;
j. pengembangan benih lokal;
k. pengembangan ternak secara kolektif;
l. pembangunan dan pengelolaan energi mandiri;
m. pendirian dan pengelolaan BUM Desa;
n. pembangunan dan pengelolaan tambatan perahu;
o. pengelolaan padang gembala;
p. pengembangan wisata Desa di luar rencana induk pengembangan pariwisata
kabupaten/kota;
q. pengelolaan balai benih ikan;
r. pengembangan teknologi tepat guna pengolahan hasil pertanian dan perikanan;
dan
s. pengembangan sistem usaha produksi pertanian yang bertumpu pada
sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal.

Pasal 13

Kewenangan lokal berskala Desa di bidang kemasyarakatan Desa sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 7 huruf c meliputi:
a. membina keamanan, ketertiban dan ketenteraman wilayah dan masyarakat Desa;
b. membina kerukunan warga masyarakat Desa;
c. memelihara perdamaian, menangani konflik dan melakukan mediasi di Desa; dan
d. melestarikan dan mengembangkan gotong royong masyarakat Desa.

Pasal 14

Kewenangan lokal berskala Desa bidang pemberdayaan masyarakat sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 7 huruf d antara lain:
a. pengembangan seni budaya lokal;
b. pengorganisasian melalui pembentukan dan fasilitasi lembaga kemasyarakatan
dan lembaga adat;
c. fasilitasi kelompok-kelompok masyarakat melalui:
1) kelompok tani;
2) kelompok nelayan;
3) kelompok seni budaya; dan
4) kelompok masyarakat lain di Desa.
d. pemberian santunan sosial kepada keluarga fakir miskin;
e. fasilitasi terhadap kelompok-kelompok rentan, kelompok masyarakat miskin,
perempuan, masyarakat adat, dan difabel;
f. pengorganisasian melalui pembentukan dan fasilitasi paralegal untuk
memberikan bantuan hukum kepada warga masyarakat Desa;
g. analisis kemiskinan secara partisipatif di Desa;
Page 305
-7-

h. penyelenggaraan promosi kesehatan dan gerakan hidup bersih dan sehat;


i. pengorganisasian melalui pembentukan dan fasilitasi kader pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat;
j. peningkatan kapasitas melalui pelatihan usaha ekonomi Desa;
k. pendayagunaan teknologi tepat guna; dan
l. peningkatan kapasitas masyarakat melalui:
1) kader pemberdayaan masyarakat Desa;
2) kelompok usaha ekonomi produktif;
3) kelompok perempuan;
4) kelompok tani;
5) kelompok masyarakat miskin;
6) kelompok nelayan;
7) kelompok pengrajin;
8) kelompok pemerhati dan perlindungan anak;
9) kelompok pemuda; dan
10) kelompok lain sesuai kondisi Desa.

BAB IV
TAHAP DAN TATACARA

Pasal 15

Bupati/Walikota melakukan pengkajian untuk identifikasi dan inventarisasi


kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa dengan
cara:
a. inventarisasi daftar kegiatan berskala lokal Desa yang ditangani oleh satuan kerja
perangkat daerah atau program-program satuan kerja perangkat daerah berbasis
Desa;
b. identifikasi dan inventarisasi kegiatan pemerintahan dan pembangunan yang
sudah dijalankan oleh Desa; dan
c. membentuk Tim Pengkajian dan Inventarisasi terhadap jenis kewenangan
berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa.

Pasal 16

Dalam hal identifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Desa melakukan
identifikasi terhadap kegiatan yang sudah ditangani dan kegiatan yang mampu
ditangani tetapi belum dilaksanakan.

Pasal 17

Tugas Tim Pengkajian dan Inventrarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15


huruf c meliputi:
a. membuat rancangan daftar kewenangan berdasarkan hak asal usul dan
kewenangan lokal berskala Desa berdasarkan hasil kajian;
b. melakukan pembahasan rancangan daftar kewenangan berdasarkan hak asal
usul dan kewenangan lokal berskala Desa;
c. pembahasan rancangan sebagaimana dimaksud pada huruf b harus melibatkan
partisipasi Desa, unsur pakar dan pemangku kepentingan yang terkait; dan
d. menghasilkan rancangan daftar kewenangan berdasarkan hak asal usul dan
kewenangan lokal berskala Desa.
Page 306
-8-

Pasal 18

(1) Hasil rancangan daftar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf
d ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota.
(2) Bupati/Walikota harus melakukan sosialisasi Peraturan Bupati/Walikota
sebagaimana pada ayat (1) kepada Desa.
(3) Bupati/Walikota melakukan fasilitasi penetapan daftar kewenangan di tingkat
Desa.

Pasal 19

Kepala Desa bersama-sama BPD harus melibatkan masyarakat Desa melakukan


musyawarah untuk memilih kewenangan berdasarkan hak asal usul dan
kewenangan lokal berskala Desa dari daftar yang telah ditetapkan dengan Peraturan
Bupati/Walikota sesuai dengan kebutuhan dan kondisi Desa.

Pasal 20

Kepala Desa bersama-sama BPD dapat menambah jenis kewenangan berdasarkan


hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa lainnya sesuai dengan prakarsa
masyarakat, kebutuhan dan kondisi lokal Desa.

Pasal 21

Kepala Desa menetapkan Peraturan Desa tentang kewenangan berdasarkan hak asal
usul dan kewenangan lokal berskala Desa.

BAB V
PUNGUTAN DESA

Pasal 22

(1) Desa dilarang melakukan pungutan atas jasa layanan administrasi yang
diberikan kepada masyarakat Desa.
(2) Jasa layanan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. surat pengantar;
b. surat rekomendasi; dan
c. surat keterangan.

Pasal 23

(1) Desa berwenang melakukan pungutan atas jasa usaha seperti pemandian umum,
wisata desa, pasar Desa, tambatan perahu, karamba ikan, pelelangan ikan, dan
lain-lain.
(2) Desa dapat mengembangkan dan memperoleh bagi hasil dari usaha bersama
antara pemerintah Desa dengan masyarakat Desa.
Page 307
-9-

BAB VI
PENETAPAN KEWENANGAN DESA

Pasal 24

(1) Kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa
ditetapkan dengan Peraturan Desa.
(2) Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar bagi
kebijakan, program, dan administrasi Desa dalam bidang penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, Pembinaan
Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 25

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri


ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 Januari 2015

MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH


TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

MARWAN JAFAR
Salinan sesuai aslinya
Diundangkan di Jakarta Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal
pada tanggal 30 Januari 2015 Kepala Biro Hukum dan Humas,

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA


REPUBLIK INDONESIA,

ttd.
Fajar Tri Suprapto
YASONNA H. LAOLY

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 158


Page 308
-1- SALINAN

MENTERI
DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI DESA,


PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2015
TENTANG
PENDAMPINGAN DESA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 131 ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa, perlu menetapkan Peraturan Menteri Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi tentang
Pendampingan Desa;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5495);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587);
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5539);
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60
Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 168,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5558);
6. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2015 tentang
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 13);
Page 309
-2-

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH


TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI TENTANG
PENDAMPINGAN DESA.
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:


1. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui
dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
2. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
3. Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain
dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
4. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah
lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya
merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah
dan ditetapkan secara demokratis.
5. Unsur masyarakat adalah kelompok-kelompok masyarakat Desa yang
masing-masing kelompok memiliki kepentingan yang sama serta
keterkaitan satu sama lain sebagai anggota kelompok.
6. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah
musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan
unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan
Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis.
7. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa atau yang disebut dengan
nama lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa,
Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh
Pemerintah Desa untuk menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan
kebutuhan Pembangunan Desa yang didanai oleh Anggaran Pendapatan
dan Belanja Desa, swadaya masyarakat Desa, dan/atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.
8. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan
oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan
Permusyawaratan Desa.
9. Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan
kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
10. Perencanaan pembangunan desa adalah proses tahapan kegiatan yang
diselenggarakan oleh pemerintah Desa dengan melibatkan Badan
Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat secara partisipatif guna
pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya desa dalam rangka
mencapai tujuan pembangunan desa.
Page 310
-3-

11. Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama


pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
12. Pembangunan Partisipatif adalah suatu sistem pengelolaan pembangunan
di desa dan kawasan perdesaan yang dikoordinasikan oleh kepala Desa
dengan mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan
kegotongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan
keadilan sosial.
13. Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya mengembangkan
kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan
pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta
memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program,
kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan
prioritas kebutuhan masyarakat Desa.
14. Pendampingan Desa adalah kegiatan untuk melakukan tindakan
pemberdayaan masyarakat melalui asistensi, pengorganisasian,
pengarahan dan fasilitasi Desa.
15. Lembaga Kemasyarakatan Desa atau disebut dengan nama lain adalah
lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan
merupakan mitra pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat.
16. Lembaga Adat Desa adalah merupakan lembaga yang menyelenggarakan
fungsi adat istiadat dan menjadi bagian dari susunan asli Desa yang
tumbuh dan berkembang atas prakarsa masyarakat Desa.
17. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
18. Pemerintahan Daerah adalah Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-
luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
19. Menteri adalah Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi Republik Indonesia.

Pasal 2

Tujuan pendampingan Desa dalam Peraturan Menteri ini meliputi:


a. Meningkatkan kapasitas, efektivitas dan akuntabilitas pemerintahan desa
dan pembangunan Desa;
b. Meningkatkan prakarsa, kesadaran dan partisipasi masyarakat Desa dalam
pembangunan desa yang partisipatif;
c. Meningkatkan sinergi program pembangunan Desa antarsektor; dan
d. Mengoptimalkan aset lokal Desa secara emansipatoris.

Pasal 3

Ruang lingkup pendampingan Desa meliputi:


a. Pendampingan masyarakat Desa dilaksanakan secara berjenjang untuk
memberdayakan dan memperkuat Desa;
Page 311
-4-

b. Pendampingan masyarakat Desa sesuai dengan kebutuhan yang


didasarkan pada kondisi geografis wilayah, nilai APB Desa, dan cakupan
kegiatan yang didampingi; dan
c. Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah
kabupaten/kota, dan Pemerintah Desa melakukan upaya pemberdayaan
masyarakat Desa melalui pendampingan masyarakat Desa yang
berkelanjutan, termasuk dalam hal penyediaan sumber daya manusia dan
manajemen.

Pasal 4

Pendampingan Desa dilaksanakan oleh pendamping yang terdiri atas:


a. tenaga pendamping profesional;
b. Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa; dan/atau
c. pihak ketiga.

Pasal 5

Tenaga pendamping profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf


(a) terdiri atas:
a. pendamping Desa;
b. pendamping Teknis; dan
c. Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat.

Pasal 6

Pendamping Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf (a)


berkedudukan di kecamatan.

Pasal 7

Pendamping Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf (b)


berkedudukan di kabupaten.

Pasal 8

Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5


huruf (c) berkedudukan di Pusat dan Provinsi.

Pasal 9

Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4


huruf (b) berkedudukan di Desa.

Pasal 10

(1) Pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf (c) terdiri dari:
a. Lembaga Swadaya Masyarakat;
b. Perguruan Tinggi;
c. Organisasi Kemasyarakatan; atau
d. Perusahaan.
(2) Pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sumber keuangannya
dan kegiatannya tidak berasal dari anggaran Pemerintah, pemerintah
daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan/atau Desa.
(3) Pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Page 312
-5-

BAB II
TUGAS PENDAMPING

Bagian Kesatu
Pendamping Desa

Pasal 11

Pendamping Desa bertugas mendampingi Desa dalam penyelenggaraan


pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa.

Pasal 12

Pendamping Desa melaksanakan tugas mendampingi Desa, meliputi:


a. mendampingi Desa dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan
terhadap pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa;
b. mendampingi Desa dalam melaksanakan pengelolaan pelayanan sosial
dasar, pengembangan usaha ekonomi Desa, pendayagunaan sumber daya
alam dan teknologi tepat guna, pembangunan sarana prasarana Desa, dan
pemberdayaan masyarakat Desa;
c. melakukan peningkatan kapasitas bagi Pemerintahan Desa, lembaga
kemasyarakatan Desa dalam hal pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat Desa;
d. melakukan pengorganisasian di dalam kelompok-kelompok masyarakat
Desa;
e. melakukan peningkatan kapasitas bagi Kader Pemberdayaan Masyarakat
Desa dan mendorong terciptanya kader-kader pembangunan Desa yang
baru;
f. mendampingi Desa dalam pembangunan kawasan perdesaan secara
partisipatif; dan
g. melakukan koordinasi pendampingan di tingkat kecamatan dan
memfasilitasi laporan pelaksanaan pendampingan oleh Camat kepada
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

Bagian Kedua
Pendamping Teknis

Pasal 13

Pendamping Teknis bertugas mendampingi Desa dalam pelaksanaan program


dan kegiatan sektoral.

Pasal 14

(1) Pendamping Teknis membantu Pemerintah Daerah dalam hal sinergitas


perencanaan Pembangunan Desa.
(2) Pendamping Teknis mendampingi Pemerintah Daerah melakukan
koordinasi perencanaan pembangunan daerah yang terkait dengan Desa.
(3) Melakukan fasilitasi kerja sama Desa dan pihak ketiga terkait
pembangunan Desa.
Page 313
-6-

Bagian Ketiga
Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat

Pasal 15

Tugas utama Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat mencakup bantuan


teknis keahlian bidang manajemen, kajian, keuangan, pelatihan dan
peningkatan kapasitas, kaderisasi, infrastruktur perdesaan, dan regulasi.

Pasal 16

Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota


dalam hal teknis pemberdayaan masyarakat Desa, dapat dibantu oleh Tenaga
Ahli Pemberdayaan Masyarakat.

Pasal 17

(1) Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat membantu Pemerintah, Pemerintah


Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam melakukan
fasilitasi perumusan kebijakan dan peraturan terkait pemberdayaan dan
pendampingan masyarakat Desa.
(2) Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat membantu Pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam melakukan
asistensi, menyusun rancangan pelatihan dan fasilitasi pelatihan terhadap
Pendamping Desa, Pendamping Teknis, Kader Pemberdayaan Masyarakat
Desa dan pihak ketiga.
(3) Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat membantu Pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam hal
melaksanakan pengendalian pendampingan dan evaluasi pendampingan
Desa.

Bagian Keempat
Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa

Pasal 18

(1) Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa bertugas untuk menumbuhkan dan


mengembangkan, serta menggerakkan prakarsa, partisipasi, dan swadaya
gotong royong.
(2) Dalam hal tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kader
Pemberdayaan Masyarakat Desa melibatkan unsur masyarakat, yang
meliputi:
a. kelompok tani;
b. kelompok nelayan;
c. kelompok pengrajin;
d. kelompok perempuan;
e. kelompok pemerhati dan perlindungan anak;
f. kelompok masyarakat miskin; dan
g. kelompok-kelompok masyarakat lain sesuai dengan kondisi sosial
budaya masyarakat Desa.
Page 314
-7-

Pasal 19

(1) Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa mendampingi Kepala Desa dalam


hal pengorganisasian pembangunan Desa.
(2) Dalam hal pengorganisasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kader
Pemberdayaan Masyarakat Desa melakukan pengorganisasian terhadap:
a. pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan infrasruktur dan
lingkungan Desa antara lain:
1. tambatan perahu;
2. jalan pemukiman;
3. jalan Desa antarpermukiman ke wilayah pertanian;
4. pembangkit listrik tenaga mikrohidro ;
5. lingkungan permukiman masyarakat Desa; dan/atau
6. infrastruktur dan lingkungan Desa lainnya sesuai kondisi Desa.
b. pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana
kesehatan antara lain:
1. air bersih berskala Desa;
2. sanitasi lingkungan;
3. pelayanan kesehatan Desa dalam bentuk Pos Pelayanan Terpadu
atau bentuk lainnya; dan
4. sarana dan prasarana kesehatan lainnya sesuai kondisi Desa.
c. pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana
pendidikan dan kebudayaan yang meliputi:
1. taman bacaan masyarakat;
2. pendidikan anak usia dini;
3. balai pelatihan/kegiatan belajar masyarakat;
4. pengembangan dan pembinaan sanggar seni; dan
5. sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan lainnya sesuai
kondisi Desa.
d. Pengembangan usaha ekonomi produktif serta pembangunan,
pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana ekonomi yang
meliputi:
1. pasar Desa;
2. pembentukan dan pengembangan BUM Desa;
3. penguatan permodalan BUM Desa;
4. pembibitan tanaman pangan;
5. penggilingan padi;
6. lumbung Desa;
7. pembukaan lahan pertanian;
8. pengelolaan usaha hutan Desa;
9. kolam ikan dan pembenihan ikan;
10. kapal penangkap ikan;
11. gudang pendingin (cold storage);
12. tempat pelelangan ikan;
13. tambak garam;
14. kandang ternak;
15. instalasi biogas;
16. mesin pakan ternak; dan
17. sarana dan prasarana ekonomi lainnya sesuai kondisi Desa.
e. pelestarian lingkungan hidup yang meliputi:
1. penghijauan;
2. pembuatan terasering;
3. pemeliharaan hutan bakau;
4. perlindungan mata air;
5. pembersihan daerah aliran sungai;
Page 315
-8-

6. perlindungan terumbu karang; dan


7. kegiatan lainnya sesuai kondisi Desa.

Bagian Kelima
Pihak Ketiga

Pasal 20

(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah


Kabupaten/Kota dapat bekerja sama dengan Pihak Ketiga dalam
melaksanakan Pendampingan Desa.
(2) Pihak Ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah lembaga swadaya
masyarakat, perguruan tinggi, organisasi kemasyarakatan, atau
perusahaan, yang sumber keuangan dan kegiatannya tidak berasal dari
anggaran Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota, dan/atau Desa.

Pasal 21

Pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 ayat (2) harus melibatkan
Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa dalam hal perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi terhadap program kerja sama.

Pasal 22

Pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 ayat (2) dapat melibatkan
tenaga pendamping profesional dalam melaksanakan program pembangunan
Desa.

BAB III
MANAJEMEN PENDAMPINGAN DESA

Pasal 23

(1) Rekrutmen Pendamping Desa, Pendamping Teknis dan Tenaga Ahli


Pemberdayaan Masyarakat dilakukan secara terbuka.
(2) Rekrutmen dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan di daerah dan ditetapkan
oleh Menteri.

Pasal 24

Kompetensi pendamping Desa sekurang-kurangnya memenuhi unsur


kualifikasi antara lain:
a. memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam pemberdayaan masyarakat;
b. memiliki pengalaman dalam pengorganisasian masyarakat Desa;
c. mampu melakukan pendampingan usaha ekonomi masyarakat Desa;
d. mampu melakukan teknik fasilitasi kelompok-kelompok masyarakat Desa
dalam musyawarah Desa; dan/atau
e. memiliki kepekaan terhadap kebiasaan, adat istiadat dan nilai-nilai budaya
masyarakat Desa.
Page 316
-9-

Pasal 25

Kompetensi pendamping teknis memenuhi unsur kualifikasi sebagai berikut:


a. memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam mengorganisasi pelaksanaan
program dan kegiatan sektoral;
b. memiliki pengalaman dalam pemberdayaan masyarakat dan
pengorganisasian masyarakat;
c. pengalaman dalam melakukan fasilitasi kerja sama antarlembaga
kemasyarakatan; dan/atau
d. mampu melakukan analisis kebijakan terhadap implementasi program di
wilayahnya.

Pasal 26

Kompetensi Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat sekurang-kurangnya


memenuhi unsur kualifikasi antara lain:
a. memiliki pengalaman dalam pengendalian dan manajemen program
pemberdayaan masyarakat;
b. peningkatan kapasitas dan pelatihan pemberdayaan masyarakat; dan
c. analisis kebijakan pemberdayaan masyarakat.

Pasal 27

(1) Tenaga pendamping profesional harus memiliki sertifikasi kompetensi yang


diterbitkan oleh lembaga sertifikasi profesi.
(2) Sertifikasi kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterapkan
secara bertahap.

Pasal 28

(1) pendamping desa, pendamping teknis dan tenaga ahli pemberdayaan


masyarakat diberikan pembekalan peningkatan kapasitas dalam bentuk
pelatihan.
(2) Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
kebutuhan.
(3) Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dapat
diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten/Kota.

Pasal 29

(1) Pendamping melakukan kontrak kerja dengan pihak pemberi kerja.


(2) Pihak pemberi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pemerintah melalui Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
(3) Kontrak kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat hak dan
kewajiban pendamping dalam pelaksanaan pekerjaan.

Pasal 30

(1) pendamping desa, pendamping teknis dan tenaga ahli pemberdayaan


masyarakat diberlakukan evaluasi kinerja.
(2) Evaluasi kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
berjenjang.
Page 317
- 10 -

Pasal 31

Pemerintah Desa mengadakan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa melalui


mekanisme musyawarah Desa untuk ditetapkan dengan keputusan Kepala
Desa.
BAB IV
PENDANAAN

Pasal 32
Sumber pendanaan terhadap pendampingan Desa berasal dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Provinsi dan Kabupaten.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 33

Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku, tenaga Pendamping Profesional yang
belum memiliki sertifikasi kompetensi yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi
profesi sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (1) masih tetap dapat
menjalankan tugasnya selama dua (2) tahun terhitung sejak Peraturan Menteri
ini mulai berlaku.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 34

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 Januari 2015

MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH


TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

MARWAN JAFAR

Diundangkan di Jakarta Salinan sesuai aslinya


pada tanggal 30 Januari 2015 Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal
Kepala Biro Hukum dan Humas,
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.
Fajar Tri Suprapto
YASONNA H. LAOLY
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 160
Page 318

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 43 TAHUN 2014
TENTANG
PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014
TENTANG DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 31 ayat (3),


Pasal 40 ayat (4), Pasal 47 ayat (6), Pasal 50 ayat (2), Pasal 53
ayat (4), Pasal 66 ayat (5), Pasal 75 ayat (3), Pasal 77 ayat (3),
dan Pasal 118 ayat (6) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa serta untuk mengoptimalkan penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah
tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5495);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERATURAN


PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014
TENTANG DESA.

BAB I . . .
Page 319

-2-

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan
nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam
sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
3. Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut
dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Desa.
4. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah
Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
5. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa,
selanjutnya disingkat RPJM Desa, adalah Rencana
Kegiatan Pembangunan Desa untuk jangka waktu
6 (enam) tahun.
6. Rencana Kerja Pemerintah Desa, selanjutnya disebut RKP
Desa, adalah penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka
waktu 1 (satu) tahun.
7. Badan Usaha Milik Desa, selanjutnya disebut BUM Desa,
adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar
modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara
langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang
dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan
usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan
masyarakat Desa.

8. Dana . . .
Page 320

-3-

8. Dana Desa adalah dana yang bersumber dari anggaran


pendapatan dan belanja negara yang diperuntukkan bagi
Desa yang ditransfer melalui anggaran pendapatan dan
belanja daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan
pemberdayaan masyarakat.
9. Alokasi Dana Desa, selanjutnya disingkat ADD, adalah
dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota
setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.
10. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya
disebut APB Desa, adalah rencana keuangan tahunan
Pemerintahan Desa.
11. Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari
kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban
APB Desa atau perolehan hak lainnya yang sah.
12. Barang Milik Desa adalah kekayaan milik Desa berupa
barang bergerak dan barang tidak bergerak.
13. Hari adalah hari kerja.
14. Menteri adalah menteri yang menangani Desa.

BAB II
PENATAAN DESA

Bagian Kesatu
Pembentukan Desa

Paragraf 1
Umum

Pasal 2
Pembentukan Desa diprakarsai oleh:
a. Pemerintah; atau
b. pemerintah daerah kabupaten/kota.

Paragraf 2 . . .
Page 321

-4-

Paragraf 2
Pembentukan Desa oleh Pemerintah

Pasal 3
(1) Pemerintah dapat memprakarsai pembentukan Desa di
kawasan yang bersifat khusus dan strategis bagi
kepentingan nasional.
(2) Prakarsa pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat diusulkan oleh kementerian/lembaga
pemerintah nonkementerian terkait.
(3) Usul prakarsa pembentukan Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diajukan kepada Menteri.

Pasal 4
Pembentukan Desa oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 dapat berupa:
a. pemekaran dari 1 (satu) Desa menjadi 2 (dua) Desa atau
lebih; atau
b. penggabungan bagian Desa dari Desa yang bersanding
menjadi 1 (satu) Desa atau penggabungan beberapa Desa
menjadi 1 (satu) Desa baru.

Pasal 5
(1) Usul prakarsa pembentukan Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (3) dibahas oleh Menteri bersama-sama
dengan menteri/pimpinan lembaga pemerintah
nonkementerian pemrakarsa serta pemerintah daerah
provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota yang
bersangkutan.
(2) Dalam melakukan pembahasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Menteri dapat meminta pertimbangan dari
menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian
terkait.
(3) Dalam hal hasil pembahasan usul prakarsa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disepakati untuk membentuk
Desa, Menteri menerbitkan keputusan persetujuan
pembentukan Desa.

(4) Keputusan . . .
Page 322

-5-

(4) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3)


wajib ditindaklanjuti oleh pemerintahan daerah
kabupaten/kota dengan menetapkannya dalam peraturan
daerah kabupaten/kota tentang pembentukan Desa.
(5) Peraturan daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) harus sudah ditetapkan oleh bupati/walikota
dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak
ditetapkannya Keputusan Menteri.

Paragraf 3
Pembentukan Desa oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota

Pasal 6
(1) Pemerintah daerah kabupaten/kota dalam memprakarsai
pembentukan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
huruf b berdasarkan atas hasil evaluasi tingkat
perkembangan Pemerintahan Desa di wilayahnya.
(2) Pemerintah daerah kabupaten/kota dalam memprakarsai
pembentukan Desa harus mempertimbangkan prakarsa
masyarakat Desa, asal usul, adat istiadat, kondisi sosial
budaya masyarakat Desa, serta kemampuan dan potensi
Desa.

Pasal 7
Pembentukan Desa oleh pemerintah daerah kabupaten/kota
dapat berupa:
a. pemekaran dari 1 (satu) Desa menjadi 2 (dua) Desa atau
lebih; atau
b. penggabungan bagian Desa dari Desa yang bersanding
menjadi 1 (satu) Desa atau penggabungan beberapa Desa
menjadi 1 (satu) Desa baru.

Pasal 8
Pemerintah daerah kabupaten/kota dalam melakukan
pembentukan Desa melalui pemekaran Desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 huruf a wajib menyosialisasikan
rencana pemekaran Desa kepada Pemerintah Desa induk dan
masyarakat Desa yang bersangkutan.

Pasal 9 . . .
Page 323

-6-

Pasal 9
(1) Rencana pemekaran Desa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 dibahas oleh Badan Permusyawaratan Desa induk
dalam musyawarah Desa untuk mendapatkan
kesepakatan.
(2) Hasil kesepakatan musyawarah Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menjadi bahan pertimbangan dan
masukan bagi bupati/walikota dalam melakukan
pemekaran Desa.
(3) Hasil kesepakatan musyawarah Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara tertulis kepada
bupati/walikota.

Pasal 10
(1) Bupati/walikota setelah menerima hasil kesepakatan
musyawarah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (3) membentuk tim pembentukan Desa persiapan.
(2) Tim pembentukan Desa persiapan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas:
a. unsur pemerintah daerah kabupaten/kota yang
membidangi Pemerintahan Desa, pemberdayaan
masyarakat, perencanaan pembangunan daerah, dan
peraturan perundang-undangan;
b. camat atau sebutan lain; dan
c. unsur akademisi di bidang pemerintahan, perencanaan
pengembangan wilayah, pembangunan, dan sosial
kemasyarakatan.
(3) Tim pembentukan Desa persiapan mempunyai tugas
melakukan verifikasi persyaratan pembentukan Desa
persiapan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Hasil tim pembentukan Desa persiapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dituangkan ke dalam bentuk
rekomendasi yang menyatakan layak-tidaknya dibentuk
Desa persiapan.
(5) Dalam hal rekomendasi Desa persiapan dinyatakan layak,
bupati/walikota menetapkan peraturan bupati/walikota
tentang pembentukan Desa persiapan.

Pasal 11 . . .
Page 324

-7-

Pasal 11
Desa persiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
ayat (5) dapat ditingkatkan statusnya menjadi Desa dalam
jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak ditetapkan
sebagai Desa persiapan.

Pasal 12
(1) Bupati/walikota menyampaikan peraturan bupati/walikota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) kepada
gubernur.
(2) Berdasarkan peraturan bupati/walikota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), gubernur menerbitkan surat yang
memuat kode register Desa persiapan.
(3) Kode register Desa persiapan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) merupakan bagian dari kode Desa induknya.
(4) Surat gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dijadikan sebagai dasar bagi bupati/walikota untuk
mengangkat penjabat kepala Desa persiapan.
(5) Penjabat kepala Desa persiapan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) berasal dari unsur pegawai negeri sipil
pemerintah daerah kabupaten/kota untuk masa jabatan
paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang paling
banyak 2 (dua) kali dalam masa jabatan yang sama.
(6) Penjabat kepala Desa persiapan sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) bertanggung jawab kepada bupati/walikota
melalui kepala Desa induknya.
(7) Penjabat kepala Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) mempunyai tugas melaksanakan pembentukan
Desa persiapan meliputi:
a. penetapan batas wilayah Desa sesuai dengan kaidah
kartografis;
b. pengelolaan anggaran operasional Desa persiapan yang
bersumber dari APB Desa induk;
c. pembentukan struktur organisasi;
d. pengangkatan perangkat Desa;
e. penyiapan fasilitas dasar bagi penduduk Desa;
f. pembangunan sarana dan prasarana Pemerintahan
Desa;

g. pendataan . . .
Page 325

-8-

g. pendataan bidang kependudukan, potensi ekonomi,


inventarisasi pertanahan serta pengembangan sarana
ekonomi, pendidikan, dan kesehatan; dan
h. pembukaan akses perhubungan antar-Desa.
(8) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud
pada ayat (7), Penjabat kepala Desa mengikutsertakan
partisipasi masyarakat Desa.

Pasal 13
(1) Penjabat kepala Desa persiapan melaporkan
perkembangan pelaksanaan Desa persiapan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (7) kepada:
a. kepala Desa induk; dan
b. bupati/walikota melalui camat atau sebutan lain.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi
bahan pertimbangan dan masukan bagi bupati/walikota.
(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan
oleh bupati/walikota kepada tim untuk dikaji dan
diverifikasi.
(5) Apabila hasil kajian dan verifikasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dinyatakan Desa persiapan tersebut layak
menjadi Desa, bupati/walikota menyusun rancangan
peraturan daerah kabupaten/kota tentang pembentukan
Desa persiapan menjadi Desa.
(6) Rancangan peraturan daerah kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibahas bersama
dengan dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota.
(7) Apabila rancangan peraturan daerah kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disetujui bersama
oleh bupati/walikota dan dewan perwakilan rakyat daerah
kabupaten/kota, bupati/walikota menyampaikan
rancangan peraturan daerah kabupaten/kota kepada
gubernur untuk dievaluasi.

Pasal 14 . . .
Page 326

-9-

Pasal 14
(1) Gubernur melakukan evaluasi rancangan peraturan
daerah tentang pembentukan Desa berdasarkan urgensi,
kepentingan nasional, kepentingan daerah, kepentingan
masyarakat Desa, dan/atau peraturan perundang-
undangan.
(2) Gubernur menyatakan persetujuan atau penolakan
terhadap rancangan peraturan daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling lama 20 (dua puluh) Hari
setelah menerima rancangan peraturan daerah.
(3) Dalam hal gubernur memberikan persetujuan atas
rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), pemerintah daerah kabupaten/kota melakukan
penyempurnaan dan penetapan menjadi peraturan daerah
dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) Hari.
(4) Dalam hal gubernur menolak memberikan persetujuan
terhadap rancangan peraturan daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), rancangan peraturan daerah
tersebut tidak dapat disahkan dan tidak dapat diajukan
kembali dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah
penolakan oleh gubernur.
(5) Dalam hal gubernur tidak memberikan persetujuan atau
tidak memberikan penolakan terhadap rancangan
peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
bupati/walikota dapat mengesahkan rancangan
peraturan daerah tersebut serta sekretaris daerah
mengundangkannya dalam lembaran daerah.
(6) Dalam hal bupati/walikota tidak menetapkan rancangan
peraturan daerah yang telah disetujui oleh gubernur,
rancangan peraturan daerah tersebut dalam jangka
waktu 20 (dua puluh) Hari setelah tanggal persetujuan
gubernur dinyatakan berlaku dengan sendirinya.

Pasal 15
(1) Peraturan daerah kabupaten/kota tentang pembentukan
Desa diundangkan setelah mendapat nomor registrasi dari
gubernur dan kode Desa dari Menteri.
(2) Peraturan daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disertai lampiran peta batas wilayah Desa.

Pasal 16 . . .
Page 327

- 10 -

Pasal 16
(1) Apabila hasil kajian dan verifikasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (4) menyatakan Desa persiapan
tersebut tidak layak menjadi Desa, Desa persiapan dihapus
dan wilayahnya kembali ke Desa induk.
(2) Penghapusan dan pengembalian Desa persiapan ke Desa
induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan peraturan bupati/walikota.

Paragraf 4
Penggabungan Desa oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

Pasal 17
Ketentuan mengenai pembentukan Desa melalui pemekaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 16
berlaku secara mutatis mutandis terhadap pembentukan Desa
melalui penggabungan bagian Desa dari 2 (dua) Desa atau
lebih yang bersanding menjadi 1 (satu) Desa baru.

Pasal 18
(1) Pembentukan Desa melalui penggabungan beberapa Desa
menjadi 1 (satu) Desa baru sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 huruf b dilakukan berdasarkan kesepakatan Desa
yang bersangkutan.
(2) Kesepakatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dihasilkan melalui mekanisme:
a. Badan Permusyawaratan Desa yang bersangkutan
menyelenggarakan musyawarah Desa;
b. hasil musyawarah Desa dari setiap Desa menjadi bahan
kesepakatan penggabungan Desa;
c. hasil kesepakatan musyawarah Desa ditetapkan dalam
keputusan bersama Badan Permusyawaratan Desa;
d. keputusan bersama Badan Permusyawaratan Desa
ditandatangani oleh para kepala Desa yang
bersangkutan; dan
e. para kepala Desa secara bersama-sama mengusulkan
penggabungan Desa kepada bupati/walikota dalam
1 (satu) usulan tertulis dengan melampirkan
kesepakatan bersama.

(3) Penggabungan . . .
Page 328

- 11 -

(3) Penggabungan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota.

Bagian Kedua
Penghapusan Desa

Pasal 19
(1) Penghapusan Desa dilakukan dalam hal terdapat
kepentingan program nasional yang strategis atau karena
bencana alam.
(2) Penghapusan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menjadi wewenang Pemerintah.

Bagian Ketiga
Perubahan Status Desa

Paragraf 1
Umum

Pasal 20
Perubahan status Desa meliputi:
a. Desa menjadi kelurahan;
b. kelurahan menjadi Desa; dan
c. desa adat menjadi desa.

Paragraf 2
Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan

Pasal 21
Perubahan status Desa menjadi kelurahan harus memenuhi
syarat:
a. luas wilayah tidak berubah;
b. jumlah penduduk paling sedikit 8.000 (delapan ribu) jiwa
atau 1.600 (seribu enam ratus) kepala keluarga untuk
wilayah Jawa dan Bali serta paling sedikit 5.000 (lima
ribu) jiwa atau 1.000 (seribu) kepala keluarga untuk di luar
wilayah Jawa dan Bali;
c. sarana dan prasarana pemerintahan bagi terselenggaranya
pemerintahan kelurahan;

d. potensi . . .
Page 329

- 12 -

d. potensi ekonomi berupa jenis, jumlah usaha jasa dan


produksi, serta keanekaragaman mata pencaharian;
e. kondisi sosial budaya masyarakat berupa keanekaragaman
status penduduk dan perubahan dari masyarakat agraris
ke masyarakat industri dan jasa; dan
f. meningkatnya kuantitas dan kualitas pelayanan.

Pasal 22
(1) Perubahan status Desa menjadi kelurahan dilakukan
berdasarkan prakarsa Pemerintah Desa bersama Badan
Permusyawaratan Desa dengan memperhatikan saran dan
pendapat masyarakat Desa setempat.
(2) Prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas dan
disepakati dalam musyawarah Desa.
(3) Kesepakatan hasil musyawarah Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dituangkan ke dalam bentuk
keputusan.
(4) Keputusan hasil musyawarah sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) disampaikan oleh kepala Desa kepada
bupati/walikota sebagai usulan perubahan status Desa
menjadi kelurahan.
(5) Bupati/walikota membentuk tim untuk melakukan kajian
dan verifikasi usulan kepala Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (4).
(6) Hasil kajian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) menjadi masukan bagi bupati/walikota untuk
menyetujui atau tidak menyetujui usulan perubahan
status Desa menjadi kelurahan.
(7) Dalam hal bupati/walikota menyetujui usulan perubahan
status Desa menjadi kelurahan, bupati/walikota
menyampaikan rancangan peraturan daerah
kabupaten/kota mengenai perubahan status Desa menjadi
kelurahan kepada dewan perwakilan rakyat daerah
kabupaten/kota untuk dibahas dan disetujui bersama.

(8) Pembahasan . . .
Page 330

- 13 -

(8) Pembahasan dan penetapan rancangan peraturan daerah


kabupaten/kota mengenai perubahan status Desa menjadi
kelurahan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 23
(1) Kepala Desa, perangkat Desa, dan anggota Badan
Permusyawaratan Desa dari Desa yang diubah statusnya
menjadi kelurahan diberhentikan dengan hormat dari
jabatannya.
(2) Kepala Desa, perangkat Desa, dan anggota Badan
Permusyawaratan Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberi penghargaan dan/atau pesangon sesuai
dengan kemampuan keuangan pemerintah daerah
kabupaten/kota.
(3) Pengisian jabatan lurah dan perangkat kelurahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari pegawai
negeri sipil dari pemerintah daerah kabupaten/kota
bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Paragraf 3
Perubahan Status Kelurahan Menjadi Desa

Pasal 24
(1) Perubahan status kelurahan menjadi Desa hanya dapat
dilakukan bagi kelurahan yang kehidupan masyarakatnya
masih bersifat perdesaan.
(2) Perubahan status kelurahan menjadi Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat seluruhnya menjadi Desa
atau sebagian menjadi Desa dan sebagian menjadi
kelurahan.

Paragraf 4
Perubahan Desa Adat Menjadi Desa

Pasal 25
(1) Status desa adat dapat diubah menjadi desa.

(2) Perubahan . . .
Page 331

- 14 -

(2) Perubahan status desa adat menjadi desa harus memenuhi


syarat:
a. luas wilayah tidak berubah;
b. jumlah penduduk:
1. wilayah Jawa paling sedikit 6.000 (enam ribu)
jiwa atau 1.200 (seribu dua ratus) kepala keluarga;
2. wilayah Bali paling sedikit 5.000 (lima ribu)
jiwa atau 1.000 (seribu) kepala keluarga;
3. wilayah Sumatera paling sedikit 4.000 (empat
ribu) jiwa atau 800 (delapan ratus) kepala keluarga;
4. wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara
paling sedikit 3.000 (tiga ribu) jiwa atau 600 (enam
ratus) kepala keluarga;
5. wilayah Nusa Tenggara Barat paling sedikit
2.500 (dua ribu lima ratus) jiwa atau 500 (lima
ratus) kepala keluarga;
6. wilayah Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat,
Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan Kalimantan
Selatan paling sedikit 2.000 (dua ribu) jiwa atau
400 (empat ratus) kepala keluarga;
7. wilayah Kalimantan Timur, Kalimantan Barat,
Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Utara paling
sedikit 1.500 (seribu lima ratus) jiwa atau 300 (tiga
ratus) kepala keluarga;
8. wilayah Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan
Maluku Utara paling sedikit 1.000 (seribu) jiwa atau
200 (dua ratus) kepala keluarga; dan
9. wilayah Papua dan Papua Barat paling sedikit
500 (lima ratus) jiwa atau 100 (seratus) kepala
keluarga.
c. sarana dan prasarana pemerintahan bagi
terselenggaranya pemerintahan desa;
d. potensi ekonomi yang berkembang;
e. kondisi sosial budaya masyarakat yang berkembang;
dan
f. meningkatnya kuantitas dan kualitas pelayanan.

Pasal 26 . . .
Page 332

- 15 -

Pasal 26
(1) Perubahan status desa adat menjadi desa dilakukan
berdasarkan prakarsa Pemerintah Desa bersama Badan
Permusyawaratan Desa dengan memperhatikan saran dan
pendapat masyarakat desa setempat.
(2) Prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas dan
disepakati dalam musyawarah desa adat.
(3) Kesepakatan hasil musyawarah desa adat sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dituangkan ke dalam bentuk
keputusan.
(4) Keputusan hasil musyawarah sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) disampaikan oleh kepala desa adat kepada
bupati/walikota sebagai usulan perubahan status desa
adat menjadi desa.
(5) Bupati/walikota membentuk tim untuk melakukan kajian
dan verifikasi usulan kepala desa adat sebagaimana
dimaksud pada ayat (4).
(6) Hasil kajian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) menjadi masukan bagi bupati/walikota untuk
menyetujui atau tidak menyetujui usulan perubahan
status desa adat menjadi desa.
(7) Dalam hal bupati/walikota menyetujui usulan perubahan
status desa adat menjadi desa, bupati/walikota
menyampaikan rancangan peraturan daerah
kabupaten/kota mengenai perubahan status desa adat
menjadi desa kepada dewan perwakilan rakyat daerah
kabupaten/kota untuk dibahas dan disetujui bersama.
(8) Apabila rancangan peraturan daerah kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) disetujui bersama
oleh bupati/walikota dan dewan perwakilan rakyat daerah
kabupaten/kota, bupati/walikota menyampaikan
rancangan peraturan daerah kabupaten/kota kepada
gubernur untuk dievaluasi.

Pasal 27
Ketentuan mengenai evaluasi rancangan peraturan daerah
kabupaten/kota pembentukan Desa, pemberian nomor
register, dan pemberian kode Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 sampai dengan Pasal 15 berlaku secara

mutatis . . .
Page 333

- 16 -

mutatis mutandis terhadap penetapan rancangan peraturan


daerah kabupaten/kota mengenai perubahan status desa adat
menjadi desa, pemberian nomor register, dan pemberian kode
desa.

Paragraf 5
Perubahan Status Desa Menjadi Desa Adat

Pasal 28
(1) Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah
daerah kabupaten/kota dapat mengubah status desa
menjadi desa adat.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pengubahan status desa
menjadi desa adat diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Keempat
Penetapan Desa dan Desa Adat

Pasal 29
(1) Pemerintah daerah kabupaten/kota melakukan
inventarisasi Desa yang ada di wilayahnya yang telah
mendapatkan kode Desa.
(2) Hasil inventarisasi Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dijadikan dasar oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota untuk menetapkan desa dan desa adat
yang ada di wilayahnya.
(3) Desa dan desa adat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota.

Pasal 30
(1) Penetapan desa adat dilakukan dengan mekanisme:
a. pengidentifikasian Desa yang ada; dan
b. pengkajian terhadap desa yang ada yang dapat
ditetapkan menjadi desa adat.

(2) Pengidentifikasian . . .
Page 334

- 17 -

(2) Pengidentifikasian dan pengkajian sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dilakukan pemerintah daerah provinsi dan
pemerintah daerah kabupaten/kota bersama majelis adat
atau lembaga lainnya yang sejenis.

Pasal 31
(1) Bupati/walikota menetapkan desa adat yang telah
memenuhi syarat berdasarkan hasil identifikasi dan kajian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30.
(2) Penetapan desa adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dituangkan dalam rancangan peraturan daerah.
(3) Rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) yang telah disetujui bersama dalam rapat
paripurna dewan perwakilan rakyat daerah
kabupaten/kota disampaikan kepada gubernur untuk
mendapatkan nomor register dan kepada Menteri untuk
mendapatkan kode desa.
(4) Rancangan peraturan daerah yang telah mendapatkan
nomor register dan kode desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) ditetapkan menjadi peraturan daerah.

Pasal 32
Ketentuan lebih lanjut mengenai penataan Desa diatur dengan
Peraturan Menteri.

BAB III
KEWENANGAN

Pasal 33
Kewenangan Desa meliputi:
a. kewenangan berdasarkan hak asal usul;
b. kewenangan lokal berskala Desa;
c. kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota;
dan
d. kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah
kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 34 . . .
Page 335

- 18 -

Pasal 34
(1) Kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33 huruf a paling sedikit terdiri atas:
a. sistem organisasi masyarakat adat;
b. pembinaan kelembagaan masyarakat;
c. pembinaan lembaga dan hukum adat;
d. pengelolaan tanah kas Desa; dan
e. pengembangan peran masyarakat Desa.
(2) Kewenangan lokal berskala Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 33 huruf b paling sedikit terdiri atas
kewenangan:
a. pengelolaan tambatan perahu;
b. pengelolaan pasar Desa;
c. pengelolaan tempat pemandian umum;
d. pengelolaan jaringan irigasi;
e. pengelolaan lingkungan permukiman masyarakat Desa;
f. pembinaan kesehatan masyarakat dan pengelolaan pos
pelayanan terpadu;
g. pengembangan dan pembinaan sanggar seni dan belajar;
h. pengelolaan perpustakaan Desa dan taman bacaan;
i. pengelolaan embung Desa;
j. pengelolaan air minum berskala Desa; dan
k. pembuatan jalan Desa antarpermukiman ke wilayah
pertanian.
(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2), Menteri dapat menetapkan jenis kewenangan
Desa sesuai dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan lokal.

Pasal 35
Penyelenggaraan kewenangan berdasarkan hak asal usul oleh
desa adat paling sedikit meliputi:
a. penataan sistem organisasi dan kelembagaan masyarakat
adat;
b. pranata hukum adat;
c. pemilikan hak tradisional;
d. pengelolaan tanah kas desa adat;
e. pengelolaan tanah ulayat;
f. kesepakatan dalam kehidupan masyarakat desa adat;
g. pengisian jabatan kepala desa adat dan perangkat desa
adat; dan
h. masa jabatan kepala desa adat.

Pasal 36 . . .
Page 336

- 19 -

Pasal 36
(1) Ketentuan mengenai fungsi dan kewenangan
penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa,
dan pemberdayaan masyarakat Desa berlaku secara
mutatis mutandis terhadap fungsi dan kewenangan
penyelenggaraan pemerintahan desa adat, pelaksanaan
pembangunan desa adat, pembinaan kemasyarakatan
desa adat, dan pemberdayaan masyarakat desa adat.
(2) Dalam menyelenggarakan hak asal usul sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 serta fungsi dan kewenangan
pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), desa
adat membentuk kelembagaan yang mewadahi kedua
fungsi tersebut.
(3) Dalam melaksanakan fungsi dan kewenangan
pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala
desa adat atau sebutan lain dapat mendelegasikan
kewenangan pelaksanaannya kepada perangkat desa adat
atau sebutan lain.

Pasal 37
(1) Pemerintah daerah kabupaten/kota melakukan identifikasi
dan inventarisasi kewenangan berdasarkan hak asal usul
dan kewenangan lokal berskala Desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 dengan melibatkan Desa.
(2) Berdasarkan hasil identifikasi dan inventarisasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bupati/walikota
menetapkan peraturan bupati/walikota tentang daftar
kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan
lokal berskala Desa sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Peraturan bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) ditindaklanjuti oleh Pemerintah Desa dengan
menetapkan peraturan Desa tentang kewenangan
berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala
Desa sesuai dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan lokal.

Pasal 38 . . .
Page 337

- 20 -

Pasal 38
Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah dan pemerintah
daerah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 39
Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan kewenangan Desa
diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB IV
PEMERINTAHAN DESA

Bagian Kesatu
Kepala Desa

Paragraf 1
Tata Cara Pemilihan Kepala Desa

Pasal 40
(1) Pemilihan kepala Desa dilaksanakan secara serentak
di seluruh wilayah kabupaten/kota.
(2) Pemilihan kepala Desa secara serentak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan bergelombang
paling banyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu 6 (enam)
tahun.
(3) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan kepala Desa dalam
penyelenggaraan pemilihan kepala Desa serentak,
bupati/walikota menunjuk penjabat kepala Desa.
(4) Penjabat kepala Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) berasal dari pegawai negeri sipil di lingkungan
pemerintah daerah kabupaten/kota.

Pasal 41 . . .
Page 338

- 21 -

Pasal 41
(1) Pemilihan kepala Desa dilaksanakan melalui tahapan:
a. persiapan;
b. pencalonan;
c. pemungutan suara; dan
d. penetapan.
(2) Tahapan persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a terdiri atas kegiatan:
a. pemberitahuan Badan Permusyawaratan Desa kepada
kepala Desa tentang akhir masa jabatan yang
disampaikan 6 (enam) bulan sebelum berakhir masa
jabatan;
b. pembentukan panitia pemilihan kepala Desa oleh
Badan Permusyawaratan Desa ditetapkan dalam jangka
waktu 10 (sepuluh) Hari setelah pemberitahuan akhir
masa jabatan;
c. laporan akhir masa jabatan kepala Desa kepada
bupati/walikota disampaikan dalam jangka waktu
30 (tiga puluh) Hari setelah pemberitahuan akhir masa
jabatan;
d. perencanaan biaya pemilihan diajukan oleh panitia
kepada bupati/walikota melalui camat atau sebutan
lain dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) Hari setelah
terbentuknya panitia pemilihan; dan
e. persetujuan biaya pemilihan dari bupati/walikota
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) Hari sejak diajukan
oleh panitia.
(3) Tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
terdiri atas kegiatan:
a. pengumuman dan pendaftaran bakal calon dalam
jangka waktu 9 (sembilan) Hari;
b. penelitian kelengkapan persyaratan administrasi,
klarifikasi, serta penetapan dan pengumuman nama
calon dalam jangka waktu 20 (dua puluh) Hari;
c. penetapan calon kepala Desa sebagaimana dimaksud
pada huruf b paling sedikit 2 (dua) orang dan paling
banyak 5 (lima) orang calon;
d. penetapan daftar pemilih tetap untuk pelaksanaan
pemilihan kepala Desa;
e. pelaksanaan kampanye calon kepala Desa dalam
jangka waktu 3 (tiga) Hari; dan

f. masa . . .
Page 339

- 22 -

f. masa tenang dalam jangka waktu 3 (tiga) Hari.


(4) Tahapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c terdiri atas kegiatan:
a. pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara;
b. penetapan calon yang memperoleh suara terbanyak;
dan/atau
c. dalam hal calon yang memperoleh suara terbanyak
lebih dari 1 (satu) orang, calon terpilih ditetapkan
berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas.
(5) Tahapan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d terdiri atas kegiatan:
a. laporan panitia pemilihan mengenai calon terpilih
kepada Badan Permusyawaratan Desa paling
lambat 7 (tujuh) Hari setelah pemungutan suara;
b. laporan Badan Permusyawaratan Desa mengenai
calon terpilih kepada bupati/walikota paling lambat
7 (tujuh) Hari setelah menerima laporan panitia;
c. bupati/walikota menerbitkan keputusan mengenai
pengesahan dan pengangkatan kepala Desa paling
lambat 30 (tiga puluh) Hari sejak diterima laporan dari
Badan Permusyawaratan Desa; dan
d. bupati/walikota atau pejabat lain yang ditunjuk
melantik calon kepala Desa terpilih paling lambat
30 (tiga puluh) Hari sejak diterbitkan keputusan
pengesahan dan pengangkatan kepala Desa dengan
tata cara sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
(6) Pejabat lain yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) huruf d adalah wakil bupati/walikota atau camat
atau sebutan lain.
(7) Dalam hal terjadi perselisihan hasil pemilihan kepala Desa,
bupati/walikota wajib menyelesaikan perselisihan dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) Hari.

Pasal 42
(1) Kepala Desa yang akan mencalonkan diri kembali diberi
cuti sejak ditetapkan sebagai calon sampai dengan
selesainya pelaksanaan penetapan calon terpilih.

(2) Dalam . . .
Page 340

- 23 -

(2) Dalam hal kepala Desa cuti sebagaimana dimaksud pada


ayat (1), sekretaris Desa melaksanakan tugas dan
kewajiban kepala Desa.

Pasal 43
(1) Pegawai negeri sipil yang mencalonkan diri dalam
pemilihan kepala Desa harus mendapatkan izin tertulis
dari pejabat pembina kepegawaian.
(2) Dalam hal pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terpilih dan diangkat menjadi kepala Desa,
yang bersangkutan dibebaskan sementara dari jabatannya
selama menjadi kepala Desa tanpa kehilangan hak sebagai
pegawai negeri sipil.

Pasal 44
(1) Perangkat Desa yang mencalonkan diri dalam pemilihan
kepala Desa diberi cuti terhitung sejak yang bersangkutan
terdaftar sebagai bakal calon kepala Desa sampai dengan
selesainya pelaksanaan penetapan calon terpilih.
(2) Tugas perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dirangkap oleh perangkat Desa lainnya yang
ditetapkan dengan keputusan kepala Desa.

Paragraf 2
Pemilihan Kepala Desa Antarwaktu melalui Musyawarah Desa

Pasal 45
Musyawarah Desa yang diselenggarakan khusus untuk
pelaksanaan pemilihan kepala Desa antarwaktu dilaksanakan
paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung
sejak kepala Desa diberhentikan dengan mekanisme sebagai
berikut:
a. sebelum penyelenggaraan musyawarah Desa, dilakukan
kegiatan yang meliputi:
1. pembentukan panitia pemilihan kepala Desa
antarwaktu oleh Badan Permusyawaratan Desa paling
lama dalam jangka waktu 15 (lima belas) Hari terhitung
sejak kepala Desa diberhentikan;

2. pengajuan . . .
Page 341

- 24 -

2. pengajuan biaya pemilihan dengan beban APB Desa


oleh panitia pemilihan kepada penjabat kepala Desa
paling lambat dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) Hari
terhitung sejak panitia terbentuk;
3. pemberian persetujuan biaya pemilihan oleh penjabat
kepala Desa paling lama dalam jangka waktu 30 (tiga
puluh) Hari terhitung sejak diajukan oleh panitia
pemilihan;
4. pengumuman dan pendaftaran bakal calon kepala Desa
oleh panitia pemilihan dalam jangka waktu 15 (lima
belas) Hari;
5. penelitian kelengkapan persyaratan administrasi bakal
calon oleh panitia pemilihan dalam jangka waktu
7 (tujuh) Hari; dan
6. penetapan calon kepala Desa antarwaktu oleh panitia
pemilihan paling sedikit 2 (dua) orang calon dan paling
banyak 3 (tiga) orang calon yang dimintakan
pengesahan musyawarah Desa untuk ditetapkan
sebagai calon yang berhak dipilih dalam musyawarah
Desa.
b. Badan Permusyawaratan Desa menyelenggarakan
musyawarah Desa yang meliputi kegiatan:
1. penyelenggaraan musyawarah Desa dipimpin oleh
Ketua Badan Permusyawaratan Desa yang teknis
pelaksanaan pemilihannya dilakukan oleh panitia
pemilihan;
2. pengesahan calon kepala Desa yang berhak dipilih oleh
musyawarah Desa melalui musyawarah mufakat atau
melalui pemungutan suara;
3. pelaksanaan pemilihan calon kepala Desa oleh panitia
pemilihan melalui mekanisme musyawarah mufakat
atau melalui pemungutan suara yang telah disepakati
oleh musyawarah Desa;
4. pelaporan hasil pemilihan calon kepala Desa oleh
panitia pemilihan kepada musyawarah Desa;
5. pengesahan calon terpilih oleh musyawarah Desa;
6. pelaporan hasil pemilihan kepala Desa melalui
musyawarah Desa kepada Badan Permusyawaratan
Desa dalam jangka waktu 7 (tujuh) Hari setelah
musyawarah Desa mengesahkan calon kepala Desa
terpilih;

7. pelaporan . . .
Page 342

- 25 -

7. pelaporan calon kepala Desa terpilih hasil musyawarah


Desa oleh ketua Badan Permusyawaratan Desa kepada
bupati/walikota paling lambat 7 (tujuh) Hari setelah
menerima laporan dari panitia pemilihan;
8. penerbitan keputusan bupati/walikota tentang
pengesahan pengangkatan calon kepala Desa terpilih
paling lambat 30 (tiga puluh) Hari sejak diterimanya
laporan dari Badan Permusyawaratan Desa; dan
9. pelantikan kepala Desa oleh bupati/walikota paling
lama 30 (tiga puluh) Hari sejak diterbitkan keputusan
pengesahan pengangkatan calon kepala Desa terpilih
dengan urutan acara pelantikan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 46
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemilihan kepala Desa diatur
dengan Peraturan Menteri.

Paragraf 3
Masa Jabatan Kepala Desa

Pasal 47
(1) Kepala Desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun
terhitung sejak tanggal pelantikan.
(2) Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menjabat paling lama 3 (tiga) kali masa jabatan secara
berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.
(3) Ketentuan periodisasi masa jabatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) berlaku di seluruh wilayah
Indonesia.
(4) Ketentuan periodisasi masa jabatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) termasuk masa jabatan kepala
Desa yang dipilih melalui musyawarah Desa.
(5) Dalam hal kepala Desa mengundurkan diri sebelum habis
masa jabatannya atau diberhentikan, kepala Desa
dianggap telah menjabat 1 (satu) periode masa jabatan.

Paragraf 4 . . .
Page 343

- 26 -

Paragraf 4
Laporan Kepala Desa

Pasal 48
Dalam melaksanakan tugas, kewenangan, hak, dan
kewajibannya, kepala Desa wajib:
a. menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan
Desa setiap akhir tahun anggaran kepada
bupati/walikota;
b. menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan
Desa pada akhir masa jabatan kepada bupati/walikota;
c. menyampaikan laporan keterangan penyelenggaraan
pemerintahan secara tertulis kepada Badan
Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun anggaran.

Pasal 49
(1) Laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48 huruf a disampaikan kepada
bupati/walikota melalui camat atau sebutan lain paling
lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran.
(2) Laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. pertanggungjawaban penyelenggaraan Pemerintahan
Desa;
b. pertanggungjawaban pelaksanaan pembangunan;
c. pelaksanaan pembinaan kemasyarakatan; dan
d. pelaksanaan pemberdayaan masyarakat.
(3) Laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai bahan evaluasi
oleh bupati/walikota untuk dasar pembinaan dan
pengawasan.

Pasal 50
(1) Kepala Desa wajib menyampaikan laporan
penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada akhir masa
jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf b
kepada bupati/walikota melalui camat atau sebutan lain.
(2) Laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam jangka waktu
5 (lima) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan.

(3) Laporan . . .
Page 344

- 27 -

(3) Laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. ringkasan laporan tahun-tahun sebelumnya;
b. rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa dalam
jangka waktu untuk 5 (lima) bulan sisa masa jabatan;
c. hasil yang dicapai dan yang belum dicapai; dan
d. hal yang dianggap perlu perbaikan.
(4) Pelaksanaan atas rencana penyelenggaraan Pemerintahan
Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b
dilaporkan oleh kepala Desa kepada bupati/walikota dalam
memori serah terima jabatan.

Pasal 51
(1) Kepala Desa menyampaikan laporan keterangan
penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48 huruf c setiap akhir tahun
anggaran kepada Badan Permusyawaratan Desa secara
tertulis paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya
tahun anggaran.
(2) Laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
memuat pelaksanaan peraturan Desa.
(3) Laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh
Badan Permusyawaratan Desa dalam melaksanakan fungsi
pengawasan kinerja kepala Desa.

Pasal 52
Kepala Desa menginformasikan secara tertulis dan dengan
media informasi yang mudah diakses oleh masyarakat
mengenai penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada
masyarakat Desa.

Pasal 53
Ketentuan lebih lanjut mengenai laporan penyelenggaraan
Pemerintahan Desa diatur dalam Peraturan Menteri.

Paragraf 5 . . .
Page 345

- 28 -

Paragraf 5
Pemberhentian Kepala Desa

Pasal 54
(1) Kepala Desa berhenti karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri; atau
c. diberhentikan.
(2) Kepala Desa diberhentikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c karena:
a. berakhir masa jabatannya;
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan
atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama
6 (enam) bulan;
c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala Desa;
d. melanggar larangan sebagai kepala Desa;
e. adanya perubahan status Desa menjadi kelurahan,
penggabungan 2 (dua) Desa atau lebih menjadi 1 (satu)
Desa baru, atau penghapusan Desa;
f. tidak melaksanakan kewajiban sebagai kepala Desa;
atau
g. dinyatakan sebagai terpidana berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap.
(3) Apabila kepala Desa berhenti sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Badan Permusyawaratan Desa melaporkan kepada
bupati/walikota melalui camat atau sebutan lain.
(4) Pemberhentian kepala Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota.

Pasal 55
Dalam hal sisa masa jabatan kepala Desa yang berhenti tidak
lebih dari 1 (satu) tahun karena diberhentikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) huruf a dan huruf b serta
ayat (2) huruf b, huruf c, huruf d, huruf f, dan huruf g,
bupati/walikota mengangkat pegawai negeri sipil dari
pemerintah daerah kabupaten/kota sebagai penjabat kepala
Desa sampai terpilihnya kepala Desa yang baru.

Pasal 56 . . .
Page 346

- 29 -

Pasal 56
Dalam hal sisa masa jabatan kepala Desa yang berhenti lebih
dari 1 (satu) tahun karena diberhentikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) huruf a dan huruf b serta
ayat (2) huruf b, huruf c, huruf d, huruf f, dan huruf g,
bupati/walikota mengangkat pegawai negeri sipil dari
pemerintah daerah kabupaten/kota sebagai penjabat kepala
Desa sampai terpilihnya kepala Desa yang baru melalui hasil
musyawarah Desa.

Pasal 57
(1) Dalam hal terjadi kebijakan penundaan pelaksanaan
pemilihan kepala Desa, kepala Desa yang habis masa
jabatannya tetap diberhentikan dan selanjutnya
bupati/walikota mengangkat penjabat kepala Desa.
(2) Kebijakan penundaan pelaksanaan pemilihan kepala Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Menteri.
(3) Bupati/walikota mengangkat penjabat kepala Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari pegawai negeri
sipil dari pemerintah daerah kabupaten/kota.

Pasal 58
(1) Pegawai negeri sipil yang diangkat sebagai penjabat kepala
Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Pasal 56,
dan Pasal 57 ayat (3) paling sedikit harus memahami
bidang kepemimpinan dan teknis pemerintahan.
(2) Penjabat kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban serta
memperoleh hak yang sama dengan kepala Desa.

Pasal 59
(1) Kepala Desa yang berstatus pegawai negeri sipil apabila
berhenti sebagai kepala Desa dikembalikan kepada
instansi induknya.

(2) Kepala . . .
Page 347

- 30 -

(2) Kepala Desa yang berstatus pegawai negeri sipil apabila


telah mencapai batas usia pensiun sebagai pegawai negeri
sipil diberhentikan dengan hormat sebagai pegawai negeri
sipil dengan memperoleh hak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 60
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian
kepala Desa diatur dalam Peraturan Menteri.

Bagian Kedua
Perangkat Desa

Paragraf 1
Umum

Pasal 61
(1) Perangkat Desa terdiri atas:
a. sekretariat Desa;
b. pelaksana kewilayahan; dan
c. pelaksana teknis.
(2) Perangkat Desa berkedudukan sebagai unsur pembantu
kepala Desa.

Pasal 62
(1) Sekretariat Desa dipimpin oleh sekretaris Desa dibantu
oleh unsur staf sekretariat yang bertugas membantu
kepala Desa dalam bidang administrasi pemerintahan.
(2) Sekretariat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling banyak terdiri atas 3 (tiga) bidang urusan.
(3) Ketentuan mengenai bidang urusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 63
(1) Pelaksana kewilayahan merupakan unsur pembantu
kepala Desa sebagai satuan tugas kewilayahan.

(2) Jumlah . . .
Page 348

- 31 -

(2) Jumlah pelaksana kewilayahan ditentukan secara


proporsional antara pelaksana kewilayahan yang
dibutuhkan dan kemampuan keuangan Desa.

Pasal 64
(1) Pelaksana teknis merupakan unsur pembantu kepala Desa
sebagai pelaksana tugas operasional.
(2) Pelaksana teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling banyak terdiri atas 3 (tiga) seksi.
(3) Ketentuan mengenai pelaksana teknis sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Paragraf 2
Pengangkatan Perangkat Desa

Pasal 65
(1) Perangkat Desa diangkat dari warga Desa yang memenuhi
persyaratan:
a. berpendidikan paling rendah sekolah menengah umum
atau yang sederajat;
b. berusia 20 (dua puluh) tahun sampai dengan 42 (empat
puluh dua) tahun;
c. terdaftar sebagai penduduk Desa dan bertempat tinggal
di Desa paling kurang 1 (satu) tahun sebelum
pendaftaran; dan
d. syarat lain yang ditentukan dalam peraturan daerah
kabupaten/kota.
(2) Syarat lain pengangkatan perangkat Desa yang ditetapkan
dalam peraturan daerah kabupaten/kota harus
memperhatikan hak asal usul dan nilai sosial budaya
masyarakat.

Pasal 66
Pengangkatan perangkat Desa dilaksanakan dengan
mekanisme sebagai berikut:
a. kepala Desa melakukan penjaringan dan penyaringan atau
seleksi calon perangkat Desa;

b. kepala . . .
Page 349

- 32 -

b. kepala Desa melakukan konsultasi dengan camat atau


sebutan lain mengenai pengangkatan perangkat Desa;
c. camat atau sebutan lain memberikan rekomendasi tertulis
yang memuat mengenai calon perangkat Desa yang telah
dikonsultasikan dengan kepala Desa; dan
d. rekomendasi tertulis camat atau sebutan lain dijadikan
dasar oleh kepala Desa dalam pengangkatan perangkat
Desa dengan keputusan kepala Desa.

Pasal 67
(1) Pegawai negeri sipil kabupaten/kota setempat yang akan
diangkat menjadi perangkat Desa harus mendapatkan izin
tertulis dari pejabat pembina kepegawaian.
(2) Dalam hal pegawai negeri sipil kabupaten/kota setempat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpilih dan diangkat
menjadi perangkat Desa, yang bersangkutan dibebaskan
sementara dari jabatannya selama menjadi perangkat Desa
tanpa kehilangan hak sebagai pegawai negeri sipil.

Paragraf 3
Pemberhentian Perangkat Desa

Pasal 68
(1) Perangkat Desa berhenti karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri; atau
c. diberhentikan.
(2) Perangkat Desa yang diberhentikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:
a. usia telah genap 60 (enam puluh) tahun;
b. berhalangan tetap;
c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai perangkat Desa;
atau
d. melanggar larangan sebagai perangkat Desa.

Pasal 69 . . .
Page 350

- 33 -

Pasal 69
Pemberhentian perangkat Desa dilaksanakan dengan
mekanisme sebagai berikut:
a. kepala Desa melakukan konsultasi dengan camat atau
sebutan lain mengenai pemberhentian perangkat Desa;
b. camat atau sebutan lain memberikan rekomendasi tertulis
yang memuat mengenai pemberhentian perangkat Desa
yang telah dikonsultasikan dengan kepala Desa; dan
c. rekomendasi tertulis camat atau sebutan lain dijadikan
dasar oleh kepala Desa dalam pemberhentian perangkat
Desa dengan keputusan kepala Desa.

Pasal 70
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkatan dan
pemberhentian perangkat Desa diatur dalam Peraturan
Menteri.

Bagian Ketiga
Pakaian Dinas dan Atribut

Pasal 71
(1) Kepala Desa dan perangkat Desa mengenakan pakaian
dinas dan atribut.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pakaian dinas dan atribut
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri.

Bagian Keempat
Badan Permusyawaratan Desa

Paragraf 1
Pengisian Keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa

Pasal 72
(1) Pengisian keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa
dilaksanakan secara demokratis melalui proses pemilihan
secara langsung atau musyawarah perwakilan dengan
menjamin keterwakilan perempuan.

(2) Dalam . . .
Page 351

- 34 -

(2) Dalam rangka proses pemilihan secara langsung atau


musyawarah perwakilan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) kepala Desa membentuk panitia pengisian
keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa dan ditetapkan
dengan keputusan kepala Desa.
(3) Panitia pengisian anggota Badan Permusyawaratan Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur
perangkat Desa dan unsur masyarakat lainnya dengan
jumlah anggota dan komposisi yang proporsional.
(4) Penetapan mekanisme pengisian keanggotaan Badan
Permusyawaratan Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilaksanakan dengan berpedoman pada peraturan
daerah kabupaten/kota.

Pasal 73
(1) Panitia pengisian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72
ayat (3) melakukan penjaringan dan penyaringan bakal
calon anggota Badan Permusyawaratan Desa dalam jangka
waktu 6 (enam) bulan sebelum masa keanggotaan Badan
Permusyawaratan Desa berakhir.
(2) Panitia pengisian menetapkan calon anggota Badan
Permusyawaratan Desa yang jumlahnya sama atau lebih
dari anggota Badan Permusyawaratan Desa yang
dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum masa
keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa berakhir.
(3) Dalam hal mekanisme pengisian keanggotaan Badan
Permusyawaratan Desa ditetapkan melalui proses
pemilihan langsung, panitia pengisian menyelenggarakan
pemilihan langsung calon anggota Badan
Permusyawaratan Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (2).
(4) Dalam hal mekanisme pengisian keanggotaan Badan
Permusyawaratan Desa ditetapkan melalui proses
musyawarah perwakilan, calon anggota Badan
Permusyawaratan Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dipilih dalam proses musyawarah perwakilan oleh
unsur masyarakat yang mempunyai hak pilih.

(5) Hasil . . .
Page 352

- 35 -

(5) Hasil pemilihan langsung atau musyawarah perwakilan


sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)
disampaikan oleh panitia pengisian anggota Badan
Permusyawaratan Desa kepada kepala Desa paling
lama 7 (tujuh) Hari sejak ditetapkannya hasil pemilihan
langsung atau musyawarah perwakilan.
(6) Hasil pemilihan langsung atau musyawarah perwakilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan
oleh kepala Desa kepada bupati/walikota paling
lama 7 (tujuh) Hari sejak diterimanya hasil pemilihan dari
panitia pengisian untuk diresmikan oleh bupati/walikota.

Pasal 74
(1) Peresmian anggota Badan Permusyawaratan Desa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (6) ditetapkan
dengan keputusan bupati/walikota paling lama 30 (tiga
puluh) Hari sejak diterimanya laporan hasil pemilihan
langsung atau musyawarah perwakilan dari kepala Desa.
(2) Pengucapan sumpah janji anggota Badan
Permusyawaratan Desa dipandu oleh bupati/walikota
atau pejabat yang ditunjuk paling lama 30 (tiga puluh) Hari
sejak diterbitkannya keputusan bupati/walikota mengenai
peresmian anggota Badan Permusyawaratan Desa.

Paragraf 2
Pengisian Keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa
Antarwaktu

Pasal 75
Pengisian keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa
antarwaktu ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota
atas usul pimpinan Badan Permusyawaratan Desa melalui
kepala Desa.

Paragraf 3
Pemberhentian Anggota Badan Permusyawaratan Desa

Pasal 76
(1) Anggota Badan Permusyawaratan Desa berhenti karena:
a. meninggal dunia;

b. permintaan . . .
Page 353

- 36 -

b. permintaan sendiri; atau


c. diberhentikan.
(2) Anggota Badan Permusyawaratan Desa diberhentikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:
a. berakhir masa keanggotaan;
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan
atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama
6 (enam) bulan;
c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota Badan
Permusyawaratan Desa; atau
d. melanggar larangan sebagai anggota Badan
Permusyawaratan Desa.
(3) Pemberhentian anggota Badan Permusyawaratan Desa
diusulkan oleh pimpinan Badan Permusyawaratan Desa
kepada bupati/walikota atas dasar hasil musyawarah
Badan Permusyawaratan Desa.
(4) Peresmian pemberhentian anggota Badan
Permusyawaratan Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota.

Paragraf 4
Peraturan Tata Tertib Badan Permusyawaratan Desa

Pasal 77
(1) Peraturan tata tertib Badan Permusyawaratan Desa paling
sedikit memuat:
a. waktu musyawarah Badan Permusyawaratan Desa;
b. pengaturan mengenai pimpinan musyawarah Badan
Permusyawaratan Desa;
c. tata cara musyawarah Badan Permusyawaratan Desa;
d. tata laksana dan hak menyatakan pendapat Badan
Permusyawaratan Desa dan anggota Badan
Permusyawaratan Desa; dan
e. pembuatan berita acara musyawarah Badan
Permusyawaratan Desa.
(2) Pengaturan mengenai waktu musyawarah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. pelaksanaan jam musyawarah;
b. tempat musyawarah;

c. jenis . . .
Page 354

- 37 -

c. jenis musyawarah; dan


d. daftar hadir anggota Badan Permusyawaratan Desa.
(3) Pengaturan mengenai pimpinan musyawarah Badan
Permusyawaratan Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b meliputi:
a. penetapan pimpinan musyawarah apabila pimpinan
dan anggota hadir lengkap;
b. penetapan pimpinan musyawarah apabila ketua Badan
Permusyawaratan Desa berhalangan hadir;
c. penetapan pimpinan musyawarah apabila ketua dan
wakil ketua berhalangan hadir; dan
d. penetapan secara fungsional pimpinan musyawarah
sesuai dengan bidang yang ditentukan dan penetapan
penggantian anggota Badan Permusyawaratan Desa
antarwaktu.
(4) Pengaturan mengenai tata cara musyawarah Badan
Permusyawaratan Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c meliputi:
a. tata cara pembahasan rancangan peraturan Desa;
b. konsultasi mengenai rencana dan program Pemerintah
Desa;
c. tata cara mengenai pengawasan kinerja kepala Desa;
dan
d. tata cara penampungan atau penyaluran aspirasi
masyarakat.
(5) Pengaturan mengenai tata laksana dan hak menyatakan
pendapat Badan Permusyawaratan Desa sebagaimana
dimaksud ayat (1) huruf d meliputi:
a. pemberian pandangan terhadap pelaksanaan
Pemerintahan Desa;
b. penyampaian jawaban atau pendapat kepala Desa atas
pandangan Badan Permusyawaratan Desa;
c. pemberian pandangan akhir atas jawaban atau
pendapat kepala Desa; dan
d. tindak lanjut dan penyampaian pandangan akhir
Badan Permusyawaratan Desa kepada
bupati/walikota.

(6) Pengaturan . . .
Page 355

- 38 -

(6) Pengaturan mengenai penyusunan berita acara


musyawarah Badan Permusyawaratan Desa sebagaimana
dimaksud ayat (1) huruf e meliputi:
a. penyusunan notulen rapat;
b. penyusunan berita acara;
c. format berita acara;
d. penandatanganan berita acara; dan
e. penyampaian berita acara.

Paragraf 5
Hak Pimpinan dan Anggota Badan Permusyawaratan Desa

Pasal 78
(1) Pimpinan dan anggota Badan Permusyawaratan Desa
mempunyai hak untuk memperoleh tunjangan
pelaksanaan tugas dan fungsi dan tunjangan lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Selain tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Badan Permusyawaratan Desa memperoleh biaya
operasional.
(3) Badan Permusyawaratan Desa berhak memperoleh
pengembangan kapasitas melalui pendidikan dan
pelatihan, sosialisasi, pembimbingan teknis, dan
kunjungan lapangan.
(4) Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah
daerah kabupaten/kota dapat memberikan penghargaan
kepada pimpinan dan anggota Badan Permusyawaratan
Desa yang berprestasi.

Pasal 79
Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, fungsi, kewenangan,
hak dan kewajiban, pengisian keanggotaan, pemberhentian
anggota, serta peraturan tata tertib Badan Permusyawaratan
Desa diatur dalam Peraturan Menteri.

Bagian . . .
Page 356

- 39 -

Bagian Kelima
Musyawarah Desa

Pasal 80
(1) Musyawarah Desa diselenggarakan oleh Badan
Permusyawaratan Desa yang difasilitasi oleh Pemerintah
Desa.
(2) Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diikuti oleh Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan
Desa, dan unsur masyarakat.
(3) Unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
terdiri atas:
a. tokoh adat;
b. tokoh agama;
c. tokoh masyarakat;
d. tokoh pendidikan;
e. perwakilan kelompok tani;
f. perwakilan kelompok nelayan;
g. perwakilan kelompok perajin;
h. perwakilan kelompok perempuan;
i. perwakilan kelompok pemerhati dan pelindungan anak;
dan
j. perwakilan kelompok masyarakat miskin.
(4) Selain unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), musyawarah Desa dapat melibatkan unsur
masyarakat lain sesuai dengan kondisi sosial budaya
masyarakat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata tertib dan mekanisme
pengambilan keputusan musyawarah Desa diatur dengan
Peraturan Menteri.

Bagian Keenam
Penghasilan Pemerintah Desa

Pasal 81
(1) Penghasilan tetap kepala Desa dan perangkat Desa
dianggarkan dalam APB Desa yang bersumber dari ADD.

(2) Pengalokasian . . .
Page 357

- 40 -

(2) Pengalokasian ADD untuk penghasilan tetap kepala Desa


dan perangkat Desa menggunakan penghitungan sebagai
berikut:
a. ADD yang berjumlah kurang dari Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah) digunakan maksimal
60% (enam puluh perseratus);
b. ADD yang berjumlah Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) sampai dengan Rp700.000.000,00 (tujuh
ratus juta rupiah) digunakan maksimal 50% (lima
puluh perseratus);
c. ADD yang berjumlah lebih dari Rp700.000.000,00
(tujuh ratus juta rupiah) sampai dengan
Rp900.000.000,00 (sembilan ratus juta rupiah)
digunakan maksimal 40% (empat puluh perseratus);
dan
d. ADD yang berjumlah lebih dari Rp900.000.000,00
(sembilan ratus juta rupiah) digunakan maksimal
30% (tiga puluh perseratus).
(3) Pengalokasian batas maksimal sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditetapkan dengan mempertimbangkan
efisiensi, jumlah perangkat, kompleksitas tugas
pemerintahan, dan letak geografis.
(4) Bupati/walikota menetapkan besaran penghasilan tetap:
a. kepala Desa;
b. sekretaris Desa paling sedikit 70% (tujuh puluh
perseratus) dari penghasilan tetap kepala Desa
per bulan; dan
c. perangkat Desa selain sekretaris Desa paling sedikit
50% (lima puluh perseratus) dari penghasilan tetap
kepala Desa per bulan.
(5) Besaran penghasilan tetap kepala Desa dan perangkat desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan
peraturan bupati/walikota.

Pasal 82
(1) Selain menerima penghasilan tetap sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 81, kepala Desa dan perangkat Desa
menerima tunjangan dan penerimaan lain yang sah.

(2) Tunjangan . . .
Page 358

- 41 -

(2) Tunjangan dan penerimaan lain yang sah sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari APB Desa
dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(3) Besaran tunjangan dan penerimaan lain yang sah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
peraturan bupati/walikota.

BAB V
TATA CARA PENYUSUNAN PERATURAN DI DESA

Bagian Kesatu
Peraturan Desa

Pasal 83
(1) Rancangan peraturan Desa diprakarsai oleh Pemerintah
Desa.
(2) Badan Permusyawaratan Desa dapat mengusulkan
rancangan peraturan Desa kepada pemerintah desa.
(3) Rancangan peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) wajib dikonsultasikan kepada
masyarakat Desa untuk mendapatkan masukan.
(4) Rancangan peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) ditetapkan oleh kepala Desa setelah dibahas dan
disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa.

Pasal 84
(1) Rancangan peraturan Desa yang telah disepakati bersama
disampaikan oleh pimpinan Badan Permusyawaratan Desa
kepada kepala Desa untuk ditetapkan menjadi peraturan
Desa paling lambat 7 (tujuh) Hari terhitung sejak tanggal
kesepakatan.
(2) Rancangan peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib ditetapkan oleh kepala Desa dengan
membubuhkan tanda tangan paling lambat 15 (lima
belas) Hari terhitung sejak diterimanya rancangan
peraturan Desa dari pimpinan Badan Permusyawaratan
Desa.

(3) Peraturan . . .
Page 359

- 42 -

(3) Peraturan Desa dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai


kekuatan hukum yang mengikat sejak diundangkan dalam
lembaran Desa dan berita Desa oleh sekretaris Desa.
(4) Peraturan Desa yang telah diundangkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada
bupati/walikota sebagai bahan pembinaan dan
pengawasan paling lambat 7 (tujuh) Hari setelah
diundangkan.
(5) Peraturan Desa wajib disebarluaskan oleh Pemerintah
Desa.

Bagian Kedua
Peraturan Kepala Desa

Pasal 85
Peraturan kepala Desa merupakan peraturan pelaksanaan
peraturan Desa.

Pasal 86
(1) Peraturan kepala Desa ditandatangani oleh kepala Desa.
(2) Peraturan kepala Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diundangkan oleh sekretaris Desa dalam lembaran
Desa dan berita Desa.
(3) Peraturan kepala Desa wajib disebarluaskan oleh
Pemerintah Desa.

Bagian Ketiga
Pembatalan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa

Pasal 87
Peraturan Desa dan peraturan kepala Desa yang bertentangan
dengan kepentingan umum dan/atau ketentuan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi dibatalkan oleh
bupati/walikota.

Bagian . . .
Page 360

- 43 -

Bagian Keempat
Peraturan Bersama Kepala Desa

Pasal 88
(1) Peraturan bersama kepala Desa merupakan peraturan
kepala Desa dalam rangka kerja sama antar-Desa.
(2) Peraturan bersama kepala Desa ditandatangani oleh
kepala Desa dari 2 (dua) Desa atau lebih yang melakukan
kerja sama antar-Desa.
(3) Peraturan bersama kepala Desa disebarluaskan kepada
masyarakat Desa masing-masing.

Pasal 89
Pedoman teknis mengenai peraturan di Desa diatur dengan
Peraturan Menteri.

BAB VI
KEUANGAN DAN KEKAYAAN DESA

Bagian Kesatu
Keuangan Desa

Paragraf 1
Umum

Pasal 90
(1) Penyelenggaraan kewenangan Desa berdasarkan hak asal
usul dan kewenangan lokal berskala Desa didanai oleh
APB Desa.
(2) Penyelenggaraan kewenangan lokal berskala Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain didanai oleh
APB Desa, juga dapat didanai oleh anggaran pendapatan
dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja
daerah.
(3) Penyelenggaraan kewenangan Desa yang ditugaskan oleh
Pemerintah didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja
negara.

(4) Dana . . .
Page 361

- 44 -

(4) Dana anggaran pendapatan dan belanja negara


sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dialokasikan pada
bagian anggaran kementerian/lembaga dan disalurkan
melalui satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota.
(5) Penyelenggaraan kewenangan Desa yang ditugaskan oleh
pemerintah daerah didanai oleh anggaran pendapatan dan
belanja daerah.

Pasal 91
Seluruh pendapatan Desa diterima dan disalurkan melalui
rekening kas Desa dan penggunaannya ditetapkan dalam
APB Desa.

Pasal 92
Pencairan dana dalam rekening kas Desa ditandatangani oleh
kepala Desa dan bendahara Desa.

Pasal 93
(1) Pengelolaan keuangan Desa meliputi:
a. perencanaan;
b. pelaksanaan;
c. penatausahaan;
d. pelaporan; dan
e. pertanggungjawaban.
(2) Kepala Desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan
keuangan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam melaksanakan kekuasaan pengelolaan keuangan
Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala Desa
menguasakan sebagian kekuasaannya kepada perangkat
Desa.
Pasal 94
Pengelolaan keuangan Desa dilaksanakan dalam masa
1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai tanggal 1 Januari
sampai dengan 31 Desember.

Paragraf 2 . . .
Page 362

- 45 -

Paragraf 2
Pengalokasian Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Pasal 95
(1) Pemerintah mengalokasikan Dana Desa dalam anggaran
pendapatan dan belanja negara setiap tahun anggaran
yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui
anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota.
(2) Ketentuan mengenai pengalokasian Dana Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur tersendiri
dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 96
(1) Pemerintah daerah kabupaten/kota mengalokasikan dalam
anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota
ADD setiap tahun anggaran.
(2) ADD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
10% (sepuluh perseratus) dari dana perimbangan yang
diterima kabupaten/kota dalam anggaran pendapatan dan
belanja daerah setelah dikurangi dana alokasi khusus.
(3) Pengalokasian ADD sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mempertimbangkan:
a. kebutuhan penghasilan tetap kepala Desa dan
perangkat Desa; dan
b. jumlah penduduk Desa, angka kemiskinan Desa, luas
wilayah Desa, dan tingkat kesulitan geografis Desa.
(4) Pengalokasian ADD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan peraturan bupati/walikota.
(5) Ketentuan mengenai tata cara pengalokasian ADD diatur
dengan peraturan bupati/walikota.

Pasal 97
(1) Pemerintah kabupaten/kota mengalokasikan bagian dari
hasil pajak dan retribusi daerah kabupaten/kota kepada
Desa paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari realisasi
penerimaan hasil pajak dan retribusi daerah
kabupaten/kota.

(2) Pengalokasian . . .
Page 363

- 46 -

(2) Pengalokasian bagian dari hasil pajak dan retribusi daerah


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
berdasarkan ketentuan:
a. 60% (enam puluh perseratus) dibagi secara merata
kepada seluruh Desa; dan
b. 40% (empat puluh perseratus) dibagi secara
proporsional realisasi penerimaan hasil pajak dan
retribusi dari Desa masing-masing.
(3) Pengalokasian bagian dari hasil pajak dan retribusi daerah
kabupaten/kota kepada Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan dengan peraturan bupati/walikota.
(4) Ketentuan mengenai tata cara pengalokasian bagian dari
hasil pajak dan retribusi daerah kabupaten/kota kepada
Desa diatur dengan peraturan bupati/walikota.

Pasal 98
(1) Pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah
kabupaten/kota dapat memberikan bantuan keuangan
yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
daerah provinsi dan anggaran pendapatan dan belanja
daerah kabupaten/kota kepada Desa.
(2) Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat bersifat umum dan khusus.
(3) Bantuan keuangan yang bersifat umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) peruntukan dan penggunaannya
diserahkan sepenuhnya kepada Desa penerima bantuan
dalam rangka membantu pelaksanaan tugas pemerintah
daerah di Desa.
(4) Bantuan keuangan yang bersifat khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) peruntukan dan pengelolaannya
ditetapkan oleh pemerintah daerah pemberi bantuan dalam
rangka percepatan pembangunan Desa dan pemberdayaan
masyarakat.
Paragraf 3
Penyaluran

Pasal 99
(1) Penyaluran ADD dan bagian dari hasil pajak daerah dan
retribusi daerah kabupaten/kota dari kabupaten/kota ke
Desa dilakukan secara bertahap.

(2) Tata . . .
Page 364

- 47 -

(2) Tata cara penyaluran ADD dan bagian dari hasil pajak
daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan
bupati/walikota dengan berpedoman pada Peraturan
Menteri.
(3) Penyaluran bantuan keuangan yang bersumber dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi atau
anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota
ke Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1)
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Paragraf 4
Belanja Desa
Pasal 100
Belanja Desa yang ditetapkan dalam APB Desa digunakan
dengan ketentuan:
a. paling sedikit 70% (tujuh puluh perseratus) dari jumlah
anggaran belanja Desa digunakan untuk mendanai
penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa,
dan pemberdayaan masyarakat Desa; dan
b. paling banyak 30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah
anggaran belanja Desa digunakan untuk:
1. penghasilan tetap dan tunjangan kepala Desa dan
perangkat Desa;
2. operasional Pemerintah Desa;
3. tunjangan dan operasional Badan Permusyawaratan
Desa; dan
4. insentif rukun tetangga dan rukun warga.

Paragraf 5
APB Desa
Pasal 101
(1) Rancangan peraturan Desa tentang APB Desa disepakati
bersama oleh kepala Desa dan Badan Permusyawaratan
Desa paling lambat bulan Oktober tahun berjalan.
(2) Rancangan peraturan Desa tentang APB Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh kepala Desa
kepada bupati/walikota melalui camat atau sebutan lain
paling lambat 3 (tiga) Hari sejak disepakati untuk
dievaluasi.
(3) Bupati . . .
Page 365

- 48 -

(3) Bupati/walikota dapat mendelegasikan evaluasi rancangan


peraturan Desa tentang APB Desa kepada camat atau
sebutan lain.
(4) Peraturan Desa tentang APB Desa ditetapkan paling
lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran berjalan.

Pasal 102
(1) Gubernur menginformasikan rencana bantuan keuangan
yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
daerah provinsi.
(2) Bupati/walikota menginformasikan rencana ADD, bagian
bagi hasil pajak dan retribusi kabupaten/kota untuk Desa,
serta bantuan keuangan yang bersumber dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota.
(3) Gubernur dan bupati/walikota menyampaikan informasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada
kepala Desa dalam jangka waktu 10 (sepuluh) Hari setelah
kebijakan umum anggaran dan prioritas serta plafon
anggaran sementara disepakati kepala daerah bersama
dewan perwakilan rakyat daerah.
(4) Informasi dari gubernur dan bupati/walikota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menjadi bahan
penyusunan rancangan APB Desa.

Paragraf 6
Pelaporan dan Pertanggungjawaban

Pasal 103
(1) Kepala Desa menyampaikan laporan realisasi pelaksanaan
APB Desa kepada bupati/walikota setiap semester tahun
berjalan.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
semester pertama disampaikan paling lambat pada akhir
bulan Juli tahun berjalan.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
semester kedua disampaikan paling lambat pada akhir
bulan Januari tahun berikutnya.

Pasal 104 . . .
Page 366

- 49 -

Pasal 104
(1) Selain penyampaian laporan realisasi pelaksanaan APB
Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1),
kepala Desa juga menyampaikan laporan
pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APB Desa
kepada bupati/walikota setiap akhir tahun anggaran.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari laporan
penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada
bupati/walikota melalui camat atau sebutan lain setiap
akhir tahun anggaran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 48 huruf a.

Pasal 105
Pengadaan barang dan/atau jasa di Desa diatur dengan
peraturan bupati/walikota dengan berpedoman pada
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 106
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan keuangan Desa
diatur dalam Peraturan Menteri.

Bagian Kedua
Pengelolaan Kekayaan Milik Desa

Paragraf 1
Umum

Pasal 107
(1) Kekayaan milik Desa diberi kode barang dalam rangka
pengamanan.
(2) Kekayaan milik Desa dilarang diserahkan atau dialihkan
kepada pihak lain sebagai pembayaran tagihan atas
Pemerintah Desa.
(3) Kekayaan milik Desa dilarang digadaikan atau dijadikan
jaminan untuk mendapatkan pinjaman.

Pasal 108 . . .
Page 367

- 50 -

Pasal 108
Pengelolaan kekayaan milik Desa merupakan rangkaian
kegiatan mulai dari perencanaan, pengadaan, penggunaan,
pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan, penghapusan,
pemindahtanganan, penatausahaan, pelaporan, penilaian,
pembinaan, pengawasan, dan pengendalian kekayaan milik
Desa.
Paragraf 2
Tata Cara Pengelolaan Kekayaan Milik Desa

Pasal 109
(1) Kepala Desa sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan
kekayaan milik Desa.
(2) Dalam melaksanakan kekuasaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), kepala Desa dapat menguasakan sebagian
kekuasaannya kepada perangkat Desa.

Pasal 110
(1) Pengelolaan kekayaan milik Desa bertujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Desa dan meningkatkan
pendapatan Desa.
(2) Pengelolaan kekayaan milik Desa diatur dengan peraturan
Desa dengan berpedoman pada Peraturan Menteri.

Pasal 111
(1) Pengelolaan kekayaan milik Desa yang berkaitan dengan
penambahan dan pelepasan aset ditetapkan dengan
peraturan Desa sesuai dengan kesepakatan musyawarah
Desa.
(2) Kekayaan milik Pemerintah dan pemerintah daerah
berskala lokal Desa dapat dihibahkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 112
(1) Kekayaan milik Desa yang telah diambil alih oleh
pemerintah daerah kabupaten/kota dikembalikan kepada
Desa, kecuali yang sudah digunakan untuk fasilitas
umum.

(2) Fasilitas . . .
Page 368

- 51 -

(2) Fasilitas umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


merupakan fasilitas untuk kepentingan masyarakat
umum.

Pasal 113
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan kekayaan milik
Desa diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB VII
PEMBANGUNAN DESA DAN
PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

Bagian Kesatu
Pembangunan Desa

Paragraf 1
Perencanaan Pembangunan Desa

Pasal 114
(1) Perencanaan pembangunan Desa disusun berdasarkan
hasil kesepakatan dalam musyawarah Desa.
(2) Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling lambat dilaksanakan pada bulan Juni tahun
anggaran berjalan.
Pasal 115
Perencanaan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 114 menjadi pedoman bagi Pemerintah Desa
dalam menyusun rancangan RPJM Desa, RKP Desa, dan
daftar usulan RKP Desa.

Pasal 116
(1) Dalam menyusun RPJM Desa dan RKP Desa, Pemerintah
Desa wajib menyelenggarakan musyawarah perencanaan
pembangunan Desa secara partisipatif.
(2) Musyawarah perencanaan pembangunan Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diikuti oleh Badan
Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat Desa.

(3) Rancangan . . .
Page 369

- 52 -

(3) Rancangan RPJM Desa dan rancangan RKP Desa


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas dalam
musyawarah perencanaan pembangunan Desa.
(4) Rancangan RPJM Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) paling sedikit memuat penjabaran visi dan misi
kepala Desa terpilih dan arah kebijakan perencanaan
pembangunan Desa.
(5) Rancangan RPJM Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) memperhatikan arah kebijakan perencanaan
pembangunan kabupaten/kota.
(6) Rancangan RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
merupakan penjabaran dari rancangan RPJM Desa untuk
jangka waktu 1 (satu) tahun.

Pasal 117
(1) RPJM Desa mengacu pada RPJM kabupaten/kota.
(2) RPJM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat
visi dan misi kepala Desa, rencana penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan,
pembinaan kemasyarakatan, pemberdayaan masyarakat,
dan arah kebijakan pembangunan Desa.
(3) RPJM Desa disusun dengan mempertimbangkan kondisi
objektif Desa dan prioritas pembangunan kabupaten/kota.
(4) RPJM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan
terhitung sejak pelantikan kepala Desa.

Pasal 118
(1) RKP Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117
merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka
waktu 1 (satu) tahun.
(2) RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat
rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan
pemberdayaan masyarakat Desa.
(3) RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling
sedikit berisi uraian:
a. evaluasi pelaksanaan RKP Desa tahun sebelumnya;

b. prioritas . . .
Page 370

- 53 -

b. prioritas program, kegiatan, dan anggaran Desa yang


dikelola oleh Desa;
c. prioritas program, kegiatan, dan anggaran Desa yang
dikelola melalui kerja sama antar-Desa dan pihak
ketiga;
d. rencana program, kegiatan, dan anggaran Desa yang
dikelola oleh Desa sebagai kewenangan penugasan dari
Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan
pemerintah daerah kabupaten/kota; dan
e. pelaksana kegiatan Desa yang terdiri atas unsur
perangkat Desa dan/atau unsur masyarakat Desa.
(4) RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun
oleh Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari
pemerintah daerah kabupaten/kota berkaitan dengan pagu
indikatif Desa dan rencana kegiatan Pemerintah,
pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah
kabupaten/kota.
(5) RKP Desa mulai disusun oleh Pemerintah Desa pada bulan
Juli tahun berjalan.
(6) RKP Desa ditetapkan dengan peraturan Desa paling
lambat akhir bulan September tahun berjalan.
(7) RKP Desa menjadi dasar penetapan APB Desa.

Pasal 119
(1) Pemerintah Desa dapat mengusulkan kebutuhan
pembangunan Desa kepada pemerintah daerah
kabupaten/kota.
(2) Dalam hal tertentu, Pemerintah Desa dapat mengusulkan
kebutuhan pembangunan Desa kepada Pemerintah dan
pemerintah daerah provinsi.
(3) Usulan kebutuhan pembangunan Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) harus mendapatkan persetujuan
bupati/walikota.
(4) Dalam hal bupati/walikota memberikan persetujuan,
usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan
oleh bupati/walikota kepada Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah provinsi.
(5) Usulan Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) dihasilkan dalam musyawarah
perencanaan pembangunan Desa.

(6) Dalam . . .
Page 371

- 54 -

(6) Dalam hal Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan


pemerintah daerah kabupaten/kota menyetujui usulan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), usulan
tersebut dimuat dalam RKP Desa tahun berikutnya.

Pasal 120
(1) RPJM Desa dan/atau RKP Desa dapat diubah dalam hal:
a. terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis
politik, krisis ekonomi, dan/atau kerusuhan sosial
yang berkepanjangan; atau
b. terdapat perubahan mendasar atas kebijakan
Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan/atau
pemerintah daerah kabupaten/kota.
(2) Perubahan RPJM Desa dan/atau RKP Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibahas dan disepakati dalam
musyawarah perencanaan pembangunan Desa dan
selanjutnya ditetapkan dengan peraturan Desa.

Paragraf 2
Pelaksanaan Pembangunan Desa

Pasal 121
(1) Kepala Desa mengoordinasikan kegiatan pembangunan
Desa yang dilaksanakan oleh perangkat Desa dan/atau
unsur masyarakat Desa.
(2) Pelaksana kegiatan pembangunan Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
mempertimbangkan keadilan gender.
(3) Pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mengutamakan pemanfaatan sumber daya
manusia dan sumber daya alam yang ada di Desa serta
mendayagunakan swadaya dan gotong royong masyarakat.
(4) Pelaksana pembangunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menyampaikan laporan pelaksanaan
pembangunan kepada kepala Desa dalam forum
musyawarah Desa.
(5) Masyarakat Desa berpartisipasi dalam musyawarah Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) untuk menanggapi
laporan pelaksanaan pembangunan Desa.

Pasal 122 . . .
Page 372

- 55 -

Pasal 122
(1) Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah
daerah kabupaten/kota menyelenggarakan program
sektoral dan program daerah yang masuk ke Desa.
(2) Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diinformasikan kepada Pemerintah Desa untuk
diintegrasikan ke dalam pembangunan Desa.
(3) Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
berskala lokal Desa dikoordinasikan dan/atau
didelegasikan pelaksanaannya kepada Desa.
(4) Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat
dalam lampiran APB Desa.

Bagian Kedua
Pembangunan Kawasan Perdesaan

Pasal 123
(1) Pembangunan kawasan perdesaan merupakan perpaduan
pembangunan antar-Desa yang dilaksanakan dalam upaya
mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan,
pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat Desa
melalui pendekatan pembangunan partisipatif.
(2) Pembangunan kawasan perdesaan terdiri atas:
a. penyusunan rencana tata ruang kawasan perdesaan
secara partisipatif;
b. pengembangan pusat pertumbuhan antar-Desa secara
terpadu;
c. penguatan kapasitas masyarakat;
d. kelembagaan dan kemitraan ekonomi; dan
e. pembangunan infrastruktur antarperdesaan.
(3) Pembangunan kawasan perdesaan memperhatikan
kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan
lokal berskala Desa serta pengarusutamaan perdamaian
dan keadilan sosial melalui pencegahan dampak sosial dan
lingkungan yang merugikan sebagian dan/atau seluruh
Desa di kawasan perdesaan.

Pasal 124 . . .
Page 373

- 56 -

Pasal 124
(1) Pembangunan kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 123 dilaksanakan di lokasi yang telah
ditetapkan oleh bupati/walikota.
(2) Penetapan lokasi pembangunan kawasan perdesaan
dilaksanakan dengan mekanisme:
a. Pemerintah Desa melakukan inventarisasi dan
identifikasi mengenai wilayah, potensi ekonomi,
mobilitas penduduk, serta sarana dan prasarana Desa
sebagai usulan penetapan Desa sebagai lokasi
pembangunan kawasan perdesaan;
b. usulan penetapan Desa sebagai lokasi pembangunan
kawasan perdesaan disampaikan oleh kepala Desa
kepada bupati/walikota;
c. bupati/walikota melakukan kajian atas usulan untuk
disesuaikan dengan rencana dan program
pembangunan kabupaten/kota; dan
d. berdasarkan hasil kajian atas usulan, bupati/walikota
menetapkan lokasi pembangunan kawasan perdesaan
dengan keputusan bupati/walikota.
(3) Bupati/walikota dapat mengusulkan program
pembangunan kawasan perdesaan di lokasi yang telah
ditetapkannya kepada gubernur dan kepada Pemerintah
melalui gubernur.
(4) Program pembangunan kawasan perdesaan yang berasal
dari Pemerintah dan pemerintah daerah provinsi dibahas
bersama pemerintah daerah kabupaten/kota untuk
ditetapkan sebagai program pembangunan kawasan
perdesaan.
(5) Program pembangunan kawasan perdesaan yang berasal
dari Pemerintah ditetapkan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perencanaan pembangunan nasional.
(6) Program pembangunan kawasan perdesaan yang berasal
dari pemerintah daerah provinsi ditetapkan oleh gubernur.
(7) Program pembangunan kawasan perdesaan yang berasal
dari pemerintah daerah kabupaten/kota ditetapkan oleh
bupati/walikota.

(8) Bupati . . .
Page 374

- 57 -

(8) Bupati/walikota melakukan sosialisasi program


pembangunan kawasan perdesaan kepada Pemerintah
Desa, Badan Permusyawaratan Desa, dan masyarakat.
(9) Pembangunan kawasan perdesaan yang berskala lokal
Desa ditugaskan pelaksanaannya kepada Desa.

Pasal 125
(1) Perencanaan, pemanfaatan, dan pendayagunaan aset Desa
dan tata ruang dalam pembangunan kawasan perdesaan
dilakukan berdasarkan hasil musyawarah Desa yang
selanjutnya ditetapkan dengan peraturan Desa.
(2) Pembangunan kawasan perdesaan yang memanfaatkan
aset Desa dan tata ruang Desa wajib melibatkan
Pemerintah Desa.
(3) Pelibatan Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dalam hal:
a. memberikan informasi mengenai rencana program dan
kegiatan pembangunan kawasan perdesaan;
b. memfasilitasi musyawarah Desa untuk membahas dan
menyepakati pendayagunaan aset Desa dan tata ruang
Desa; dan
c. mengembangkan mekanisme penanganan perselisihan
sosial.

Bagian Ketiga
Pemberdayaan Masyarakat dan
Pendampingan Masyarakat Desa

Paragraf 1
Pemberdayaan Masyarakat Desa

Pasal 126
(1) Pemberdayaan masyarakat Desa bertujuan memampukan
Desa dalam melakukan aksi bersama sebagai suatu
kesatuan tata kelola Pemerintahan Desa, kesatuan tata
kelola lembaga kemasyarakatan Desa dan lembaga adat,
serta kesatuan tata ekonomi dan lingkungan.
(2) Pemberdayaan masyarakat Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota,
Pemerintah Desa, dan pihak ketiga.

(3) Pemberdayaan . . .
Page 375

- 58 -

(3) Pemberdayaan masyarakat Desa sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah Desa, Badan
Permusyawaratan Desa, forum musyawarah Desa, lembaga
kemasyarakatan Desa, lembaga adat Desa, BUM Desa,
badan kerja sama antar-Desa, forum kerja sama Desa, dan
kelompok kegiatan masyarakat lain yang dibentuk untuk
mendukung kegiatan pemerintahan dan pembangunan
pada umumnya.

Pasal 127
(1) Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah
daerah kabupaten/kota, dan Pemerintah Desa melakukan
upaya pemberdayaan masyarakat Desa.
(2) Pemberdayaan masyarakat Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan:
a. mendorong partisipasi masyarakat dalam perencanaan
dan pembangunan Desa yang dilaksanakan secara
swakelola oleh Desa;
b. mengembangkan program dan kegiatan pembangunan
Desa secara berkelanjutan dengan mendayagunakan
sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada
di Desa;
c. menyusun perencanaan pembangunan Desa sesuai
dengan prioritas, potensi, dan nilai kearifan lokal;
d. menyusun perencanaan dan penganggaran yang
berpihak kepada kepentingan warga miskin, warga
disabilitas, perempuan, anak, dan kelompok marginal;
e. mengembangkan sistem transparansi dan akuntabilitas
dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan
pembangunan Desa;
f. mendayagunakan lembaga kemasyarakatan Desa dan
lembaga adat;
g. mendorong partisipasi masyarakat dalam penyusunan
kebijakan Desa yang dilakukan melalui musyawarah
Desa;
h. menyelenggarakan peningkatan kualitas dan kapasitas
sumber daya manusia masyarakat Desa;
i. melakukan pendampingan masyarakat Desa yang
berkelanjutan; dan

j. melakukan . . .
Page 376

- 59 -

j. melakukan pengawasan dan pemantauan


penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan
pembangunan Desa yang dilakukan secara partisipatif
oleh masyarakat Desa.

Paragraf 2
Pendampingan Masyarakat Desa

Pasal 128
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah menyelenggarakan
pemberdayaan masyarakat Desa dengan pendampingan
secara berjenjang sesuai dengan kebutuhan.
(2) Pendampingan masyarakat Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) secara teknis dilaksanakan oleh satuan kerja
perangkat daerah kabupaten/kota dan dapat dibantu oleh
tenaga pendamping profesional, kader pemberdayaan
masyarakat Desa, dan/atau pihak ketiga.
(3) Camat atau sebutan lain melakukan koordinasi
pendampingan masyarakat Desa di wilayahnya.

Pasal 129
(1) Tenaga pendamping profesional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 128 ayat (2) terdiri atas:
a. pendamping Desa yang bertugas mendampingi Desa
dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa, kerja sama
Desa, pengembangan BUM Desa, dan pembangunan
yang berskala lokal Desa;
b. pendamping teknis yang bertugas mendampingi Desa
dalam pelaksanaan program dan kegiatan sektoral; dan
c. tenaga ahli pemberdayaan masyarakat yang bertugas
meningkatkan kapasitas tenaga pendamping dalam
rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan
kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat
Desa.
(2) Pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memiliki sertifikasi kompetensi dan kualifikasi
pendampingan di bidang ekonomi, sosial, budaya,
dan/atau teknik.

(3) Kader . . .
Page 377

- 60 -

(3) Kader pemberdayaan masyarakat Desa sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 128 ayat (2) berasal dari unsur
masyarakat yang dipilih oleh Desa untuk menumbuhkan
dan mengembangkan serta menggerakkan prakarsa,
partisipasi, dan swadaya gotong royong.

Pasal 130
(1) Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota dapat mengadakan sumber daya manusia
pendamping untuk Desa melalui perjanjian kerja yang
pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pemerintah Desa dapat mengadakan kader pemberdayaan
masyarakat Desa melalui mekanisme musyawarah Desa
untuk ditetapkan dengan surat keputusan kepala Desa.

Pasal 131
(1) Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan
nasional menetapkan pedoman pelaksanaan pembangunan
Desa, pembangunan kawasan perdesaan, pemberdayaan
masyarakat Desa, dan pendampingan Desa sesuai dengan
kewenangan masing-masing.
(2) Menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian
teknis terkait dapat menetapkan pedoman pelaksanaan
pembangunan Desa, pembangunan kawasan perdesaan,
pemberdayaan masyarakat Desa, dan pendampingan Desa
sesuai dengan kewenangannya setelah berkoordinasi
dengan Menteri dan menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang perencanaan
pembangunan nasional.

BAB VIII
BADAN USAHA MILIK DESA

Bagian Kesatu
Pendirian dan Organisasi Pengelola

Pasal 132
(1) Desa dapat mendirikan BUM Desa.

(2) Pendirian . . .
Page 378

- 61 -

(2) Pendirian BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilakukan melalui musyawarah Desa dan ditetapkan
dengan peraturan Desa.
(3) Organisasi pengelola BUM Desa terpisah dari organisasi
Pemerintahan Desa.
(4) Organisasi pengelola BUM Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas:
a. penasihat; dan
b. pelaksana operasional.
(5) Penasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a
dijabat secara ex-officio oleh kepala Desa.
(6) Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) huruf b merupakan perseorangan yang diangkat
dan diberhentikan oleh kepala Desa.
(7) Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) dilarang merangkap jabatan yang melaksanakan
fungsi pelaksana lembaga Pemerintahan Desa dan lembaga
kemasyarakatan Desa.

Pasal 133
(1) Penasihat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (4)
huruf a mempunyai tugas melakukan pengawasan dan
memberikan nasihat kepada pelaksana operasional dalam
menjalankan kegiatan pengurusan dan pengelolaan usaha
Desa.
(2) Penasihat dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mempunyai kewenangan meminta
penjelasan pelaksana operasional mengenai pengurusan
dan pengelolaan usaha Desa.

Pasal 134
Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 132 ayat (4) huruf b mempunyai tugas mengurus dan
mengelola BUM Desa sesuai dengan anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga.

Bagian . . .
Page 379

- 62 -

Bagian Kedua
Modal dan Kekayaan Desa
Pasal 135
(1) Modal awal BUM Desa bersumber dari APB Desa.
(2) Kekayaan BUM Desa merupakan kekayaan Desa yang
dipisahkan dan tidak terbagi atas saham.
(3) Modal BUM Desa terdiri atas:
a. penyertaan modal Desa; dan
b. penyertaan modal masyarakat Desa.
(4) Penyertaan modal Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf a berasal dari APB Desa dan sumber lainnya.
(5) Penyertaan modal Desa yang berasal dari APB Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat bersumber
dari:
a. dana segar;
b. bantuan Pemerintah;
c. bantuan pemerintah daerah; dan
d. aset Desa yang diserahkan kepada APB Desa.
(6) Bantuan Pemerintah dan pemerintah daerah kepada
BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b
dan huruf c disalurkan melalui mekanisme APB Desa.

Bagian Ketiga
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga

Pasal 136
(1) Pelaksana operasional BUM Desa wajib menyusun dan
menetapkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
setelah mendapatkan pertimbangan kepala Desa.
(2) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat paling sedikit nama, tempat kedudukan, maksud
dan tujuan, modal, kegiatan usaha, jangka waktu
berdirinya BUM Desa, organisasi pengelola, serta tata cara
penggunaan dan pembagian keuntungan.
(3) Anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memuat paling sedikit hak dan kewajiban, masa
bakti, tata cara pengangkatan dan pemberhentian personel
organisasi pengelola, penetapan jenis usaha, dan sumber
modal.
(4) Kesepakatan . . .
Page 380

- 63 -

(4) Kesepakatan penyusunan anggaran dasar dan anggaran


rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilakukan melalui musyawarah Desa.
(5) Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh kepala Desa.

Bagian Keempat
Pengembangan Kegiatan Usaha

Pasal 137
(1) Untuk mengembangkan kegiatan usahanya, BUM Desa
dapat:
a. menerima pinjaman dan/atau bantuan yang sah dari
pihak lain; dan
b. mendirikan unit usaha BUM Desa.
(2) BUM Desa yang melakukan pinjaman harus mendapatkan
persetujuan Pemerintah Desa.
(3) Pendirian, pengurusan, dan pengelolaan unit usaha
BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 138
(1) Pelaksana operasional dalam pengurusan dan pengelolaan
usaha Desa mewakili BUM Desa di dalam dan di luar
pengadilan.
(2) Pelaksana operasional wajib melaporkan
pertanggungjawaban pengurusan dan pengelolaan
BUM Desa kepada kepala Desa secara berkala.

Pasal 139
Kerugian yang dialami oleh BUM Desa menjadi tanggung
jawab pelaksana operasional BUM Desa.

Pasal 140
(1) Kepailitan BUM Desa hanya dapat diajukan oleh kepala
Desa.
(2) Kepailitan BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian . . .
Page 381

- 64 -

Bagian Kelima
Pendirian BUM Desa Bersama

Pasal 141
(1) Dalam rangka kerja sama antar-Desa, 2 (dua) Desa atau
lebih dapat membentuk BUM Desa bersama.
(2) Pembentukan BUM Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilakukan melalui pendirian, penggabungan,
atau peleburan BUM Desa.
(3) Pendirian, penggabungan, atau peleburan BUM Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) serta
pengelolaan BUM Desa tersebut dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 142
Ketentuan lebih lanjut mengenai pendirian, pengurusan dan
pengelolaan, serta pembubaran BUM Desa diatur dengan
Peraturan Menteri.

BAB IX
KERJA SAMA DESA

Pasal 143
(1) Kerja sama Desa dilakukan antar-Desa dan/atau dengan
pihak ketiga.
(2) Pelaksanaan kerja sama antar-Desa diatur dengan
peraturan bersama kepala Desa.
(3) Pelaksanaan kerja sama Desa dengan pihak ketiga diatur
dengan perjanjian bersama.
(4) Peraturan bersama dan perjanjian bersama sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) paling sedikit memuat:
a. ruang lingkup kerja sama;
b. bidang kerja sama;
c. tata cara dan ketentuan pelaksanaan kerja sama;
d. jangka waktu;
e. hak dan kewajiban;
f. pendanaan;
g. tata cara perubahan, penundaan, dan pembatalan; dan
h. penyelesaian perselisihan.

(5) Camat . . .
Page 382

- 65 -

(5) Camat atau sebutan lain atas nama bupati/walikota


memfasilitasi pelaksanaan kerja sama antar-Desa ataupun
kerja sama Desa dengan pihak ketiga.

Pasal 144
(1) Badan kerja sama antar-Desa terdiri atas:
a. Pemerintah Desa;
b. anggota Badan Permusyawaratan Desa;
c. lembaga kemasyarakatan Desa;
d. lembaga Desa lainnya; dan
e. tokoh masyarakat dengan mempertimbangkan keadilan
gender.
(2) Susunan organisasi, tata kerja, dan pembentukan badan
kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan peraturan bersama kepala Desa.
(3) Badan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
bertanggung jawab kepada kepala Desa.

Pasal 145
Perubahan atau berakhirnya kerja sama Desa harus
dimusyawarahkan dengan menyertakan para pihak yang
terikat dalam kerja sama Desa.

Pasal 146
(1) Perubahan atau berakhirnya kerja sama Desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 145 dapat dilakukan oleh para
pihak.
(2) Mekanisme perubahan atau berakhirnya kerja sama Desa
atas ketentuan kerja sama Desa diatur sesuai dengan
kesepakatan para pihak.

Pasal 147
Kerja sama Desa berakhir apabila:
a. terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yang
ditetapkan dalam perjanjian;
b. tujuan perjanjian telah tercapai;

c. terdapat . . .
Page 383

- 66 -

c. terdapat keadaan luar biasa yang mengakibatkan


perjanjian kerja sama tidak dapat dilaksanakan;
d. salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar
ketentuan perjanjian;
e. dibuat perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama;
f. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
g. objek perjanjian hilang;
h. terdapat hal yang merugikan kepentingan masyarakat
Desa, daerah, atau nasional; atau
i. berakhirnya masa perjanjian.

Pasal 148
(1) Setiap perselisihan yang timbul dalam kerja sama Desa
diselesaikan secara musyawarah serta dilandasi semangat
kekeluargaan.
(2) Apabila terjadi perselisihan kerja sama Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dalam satu wilayah kecamatan,
penyelesaiannya difasilitasi dan diselesaikan oleh camat
atau sebutan lain.
(3) Apabila terjadi perselisihan kerja sama Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dalam wilayah kecamatan yang
berbeda pada satu kabupaten/kota difasilitasi dan
diselesaikan oleh bupati/walikota.
(4) Penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan ayat (3) bersifat final dan ditetapkan dalam
berita acara yang ditandatangani oleh para pihak dan
pejabat yang memfasilitasi penyelesaian perselisihan.
(5) Perselisihan dengan pihak ketiga yang tidak dapat
terselesaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai
dengan ayat (4) dilakukan melalui proses hukum sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 149
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara kerja sama Desa
diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB X . . .
Page 384

- 67 -

BAB X
LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN
LEMBAGA ADAT DESA

Bagian Kesatu
Lembaga Kemasyarakatan Desa

Pasal 150
(1) Lembaga kemasyarakatan Desa dibentuk atas prakarsa
Pemerintah Desa dan masyarakat.
(2) Lembaga kemasyarakatan Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) bertugas:
a. melakukan pemberdayaan masyarakat Desa;
b. ikut serta dalam perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan; dan
c. meningkatkan pelayanan masyarakat Desa.
(3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), lembaga kemasyarakatan Desa memiliki fungsi:
a. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat;
b. menanamkan dan memupuk rasa persatuan dan
kesatuan masyarakat;
c. meningkatkan kualitas dan mempercepat pelayanan
Pemerintah Desa kepada masyarakat Desa;
d. menyusun rencana, melaksanakan, mengendalikan,
melestarikan, dan mengembangkan hasil
pembangunan secara partisipatif;
e. menumbuhkan, mengembangkan, dan menggerakkan
prakarsa, partisipasi, swadaya, serta gotong royong
masyarakat;
f. meningkatkan kesejahteraan keluarga; dan
g. meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
(4) Pembentukan lembaga kemasyarakatan Desa diatur
dengan peraturan Desa.

Pasal 151 . . .
Page 385

- 68 -

Pasal 151
Pemerintah, pemerintah daerah, dan lembaga nonpemerintah
dalam melaksanakan programnya di Desa wajib
memberdayakan dan mendayagunakan lembaga
kemasyarakatan yang sudah ada di Desa.

Bagian Kedua
Lembaga Adat Desa

Pasal 152
(1) Pembentukan lembaga adat Desa ditetapkan dengan
peraturan Desa.
(2) Pembentukan lembaga adat Desa dapat dikembangkan
di desa adat untuk menampung kepentingan kelompok
adat yang lain.

Pasal 153
Lembaga kemasyarakatan dan lembaga adat Desa dibentuk
oleh Pemerintah Desa berdasarkan pedoman yang ditetapkan
dengan Peraturan Menteri.

BAB XI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN DESA OLEH CAMAT
ATAU SEBUTAN LAIN

Pasal 154
(1) Camat atau sebutan lain melakukan tugas pembinaan dan
pengawasan Desa.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan melalui:
a. fasilitasi penyusunan peraturan Desa dan peraturan
kepala Desa;
b. fasilitasi administrasi tata Pemerintahan Desa;
c. fasilitasi pengelolaan keuangan Desa dan
pendayagunaan aset Desa;

d. fasilitasi . . .
Page 386

- 69 -

d. fasilitasi penerapan dan penegakan peraturan


perundang-undangan;
e. fasilitasi pelaksanaan tugas kepala Desa dan perangkat
Desa;
f. fasilitasi pelaksanaan pemilihan kepala Desa;
g. fasilitasi pelaksanaan tugas dan fungsi Badan
Permusyawaratan Desa;
h. rekomendasi pengangkatan dan pemberhentian
perangkat Desa;
i. fasilitasi sinkronisasi perencanaan pembangunan
daerah dengan pembangunan Desa;
j. fasilitasi penetapan lokasi pembangunan kawasan
perdesaan;
k. fasilitasi penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban
umum;
l. fasilitasi pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewajiban
lembaga kemasyarakatan;
m. fasilitasi penyusunan perencanaan pembangunan
partisipatif;
n. fasilitasi kerja sama antar-Desa dan kerja sama Desa
dengan pihak ketiga;
o. fasilitasi penataan, pemanfaatan, dan pendayagunaan
ruang Desa serta penetapan dan penegasan batas
Desa;
p. fasilitasi penyusunan program dan pelaksanaan
pemberdayaan masyarakat Desa;
q. koordinasi pendampingan Desa di wilayahnya; dan
r. koordinasi pelaksanaan pembangunan kawasan
perdesaan di wilayahnya.

BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 155
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, sekretaris
Desa yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil tetap
menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 156 . . .
Page 387

- 70 -

Pasal 156
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, kerja sama
antar-Desa atau kerja sama Desa dengan pihak ketiga yang
sedang berjalan tetap dilaksanakan sampai dengan
berakhirnya kerja sama tersebut.

BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 157
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua
peraturan pelaksanaan yang mengatur mengenai Desa yang
telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 158
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan
Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587) dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 159
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

Agar . . .
Page 388

- 71 -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Mei 2014

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 3 Juni 2014

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA


REPUBLIK INDONESIA,

ttd.
AMIR SYAMSUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 123


Page 389

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 43 TAHUN 2014
TENTANG
PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014
TENTANG DESA

I. UMUM

Peraturan Pemerintah ini merupakan pengaturan lebih lanjut ketentuan


Pasal 31 ayat (3), Pasal 40 ayat (4), Pasal 47 ayat (6), Pasal 50 ayat (2),
Pasal 53 ayat (4), Pasal 66 ayat (5), Pasal 75 ayat (3), Pasal 77 ayat (3),
dan Pasal 118 ayat (6) serta ketentuan lainnya dalam Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dalam rangka mengoptimalkan
penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
Dengan demikian, lingkup pengaturan Peraturan Pemerintah ini ialah
penataan Desa, kewenangan Desa, Pemerintahan Desa, tata cara
penyusunan peraturan di Desa, keuangan dan kekayaan Desa,
pembangunan Desa dan pembangunan kawasan perdesaan, badan usaha
milik Desa, kerja sama Desa, lembaga kemasyarakatan Desa dan lembaga
adat Desa, serta pembinaan dan pengawasan Desa oleh camat atau
sebutan lain.

Berkaitan dengan pengaturan mengenai Pemerintahan Desa, Peraturan


Pemerintah ini mengatur secara lebih terperinci mengenai tata cara
pemilihan kepala Desa secara langsung atau melalui musyawarah Desa,
kedudukan, persyaratan, mekanisme pengangkatan perangkat Desa,
besaran penghasilan tetap, tunjangan, dan penerimaan lain yang sah bagi
kepala Desa dan perangkat Desa, penempatan perangkat Desa yang
berstatus sebagai pegawai negeri sipil, serta tata cara pemberhentian
kepala Desa dan perangkat Desa.

Pengaturan yang berkaitan dengan keuangan dan kekayaan Desa, antara


lain memuat ketentuan mengenai ADD yang bersumber dari APBD
kabupaten/kota, bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah
kabupaten/kota, penyaluran bantuan keuangan yang bersumber dari
APBD provinsi atau APBD kabupaten/kota ke Desa serta penggunaan
belanja Desa, penyusunan APB Desa, pelaporan dan pertanggungjawaban
realisasi pelaksanaan APB Desa, dan pengelolaan kekayaan Desa.

Ketentuan . . .
Page 390

-2-

Ketentuan mengenai Dana Desa yang bersumber dari APBN diatur dalam
peraturan pemerintah tersendiri, tetapi implementasi peraturan
pemerintah tersebut merupakan satu kesatuan dengan Peraturan
Pemerintah ini.

Peraturan Pemerintah ini disusun dalam rangka mewujudkan


penyelenggaraan Desa yang didasarkan pada asas penyelenggaraan
pemerintahan yang baik serta sejalan dengan asas pengaturan Desa
sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa, antara lain kepastian hukum, tertib penyelenggaraan
pemerintahan, tertib kepentingan umum, keterbukaan, profesionalitas,
akuntabilitas, efektivitas dan efisiensi, kearifan lokal, keberagaman serta
partisipasi. Dalam melaksanakan pembangunan Desa, diutamakan nilai
kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna mewujudkan
perdamaian dan keadilan sosial.

Peraturan Pemerintah ini menjadi pedoman bagi Pemerintah dan


pemerintah daerah, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya
dalam mewujudkan tujuan penyelenggaraan Desa sebagaimana
diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,
yakni terwujudnya Desa yang maju, mandiri, dan sejahtera tanpa harus
kehilangan jati diri.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Cukup jelas.

Pasal 3
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kawasan yang bersifat khusus dan
strategis” seperti kawasan terluar dalam wilayah perbatasan
antarnegara, program transmigrasi, dan program lain yang
dianggap strategis.

Ayat (2) . . .
Page 391

-3-

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “kementerian/lembaga pemerintah
nonkementerian terkait” misalnya kementerian/lembaga
pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pertahanan dan keamanan, kelautan,
kehutanan, dan transmigrasi.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 4
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “pembentukan Desa melalui
penggabungan beberapa Desa” dilakukan untuk Desa yang
berdampingan dan berada dalam satu wilayah kabupaten/kota.

Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Jangka waktu 2 (dua) tahun antara lain digunakan untuk
persiapan penataan sarana prasarana Desa, aset Desa,
penetapan, dan penegasan batas Desa.

Pasal 6
Cukup jelas.

Pasal 7
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “pembentukan Desa melalui
penggabungan beberapa Desa” dilakukan untuk Desa yang
berdampingan dan berada dalam satu wilayah kabupaten/kota.

Pasal 8 . . .
Page 392

-4-

Pasal 8
Cukup jelas.

Pasal 9
Cukup jelas.

Pasal 10
Cukup jelas.

Pasal 11
Cukup jelas.

Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Huruf a
Yang dimaksud dengan ”kaidah kartografis” adalah kaidah
dalam penetapan dan penegasan batas wilayah Desa yang
mengikuti tahapan penetapan yang meliputi penelitian
dokumen, pemilihan peta dasar, dan pembuatan garis
batas di atas peta dan tahapan penegasan yang meliputi
penelitian dokumen, pelacakan, penentuan posisi batas,
pemasangan pilar batas, dan pembuatan peta batas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.

Huruf f . . .
Page 393

-5-

Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “akses perhubungan antar-Desa”,
antara lain sarana dan prasarana antar-Desa serta
transportasi antar-Desa.
Ayat (8)
Cukup jelas.

Pasal 13
Cukup jelas.

Pasal 14
Cukup jelas.

Pasal 15
Cukup jelas.

Pasal 16
Cukup jelas.

Pasal 17
Cukup jelas.

Pasal 18
Cukup jelas.

Pasal 19
Cukup jelas.

Pasal 20
Cukup jelas.

Pasal 21
Cukup jelas.

Pasal 22
Cukup jelas.

Pasal 23 . . .
Page 394

-6-

Pasal 23
Cukup jelas.

Pasal 24
Cukup jelas.

Pasal 25
Cukup jelas.

Pasal 26
Cukup jelas.

Pasal 27
Cukup jelas.

Pasal 28
Cukup jelas.

Pasal 29
Cukup jelas.

Pasal 30
Cukup jelas.

Pasal 31
Cukup jelas.

Pasal 32
Cukup jelas.

Pasal 33
Cukup jelas.

Pasal 34
Cukup jelas.

Pasal 35
Yang dimaksud dengan “hak asal usul” termasuk hak tradisional
dan hak sosial budaya masyarakat adat.

Pasal 36
Cukup jelas.

Pasal 37 . . .
Page 395

-7-

Pasal 37
Cukup jelas.

Pasal 38
Cukup jelas.

Pasal 39
Cukup jelas.

Pasal 40
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pemilihan kepala Desa dilaksanakan
secara serentak” adalah pemilihan kepala Desa yang
dilaksanakan pada hari yang sama dengan mempertimbangkan
jumlah Desa dan kemampuan biaya pemilihan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “kelengkapan persyaratan
administrasi” adalah dokumen mengenai persyaratan
administrasi bakal calon, antara lain, terdiri atas:
1. surat keterangan sebagai bukti sebagai warga negara
Indonesia dari pejabat tingkat kabupaten/kota;
2. surat pernyataan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa yang dibuat oleh yang bersangkutan di atas kertas
segel atau bermeterai cukup;

3. surat . . .
Page 396

-8-

3. surat pernyataan memegang teguh dan mengamalkan


Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, mempertahankan dan
memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika, yang dibuat oleh
yang bersangkutan di atas kertas segel atau bermeterai
cukup;
4. ijazah pendidikan formal dari tingkat dasar sampai
dengan ijazah terakhir yang dilegalisasi oleh pejabat
berwenang atau surat pernyataan dari pejabat yang
berwenang;
5. akta kelahiran atau surat keterangan kenal lahir;
6. surat pernyataan bersedia dicalonkan menjadi kepala
Desa yang dibuat oleh yang bersangkutan di atas
kertas segel atau bermeterai cukup;
7. kartu tanda penduduk dan surat keterangan bertempat
tinggal paling kurang 1 (satu) tahun sebelum
pendaftaran dari rukun tetangga/rukun warga dan
kepala Desa setempat;
8. surat keterangan dari ketua pengadilan bahwa tidak
pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun
atau lebih;
9. surat keterangan dari ketua pengadilan negeri bahwa
tidak sedang dicabut hak pilihnya sesuai dengan
putusan pengadilan yang telah mempunyai hukum
tetap;
10. surat keterangan berbadan sehat dari rumah sakit
umum daerah; dan
11. surat keterangan dari pemerintah daerah
kabupaten/kota dan surat pernyataan dari yang
bersangkutan bahwa tidak pernah menjadi kepala Desa
selama 3 (tiga) kali masa jabatan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.

Huruf f . . .
Page 397

-9-

Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.

Pasal 42
Cukup jelas.

Pasal 43
Cukup jelas.

Pasal 44
Cukup jelas.

Pasal 45
Cukup jelas.

Pasal 46
Cukup jelas.

Pasal 47
Cukup jelas.

Pasal 48
Cukup jelas.

Pasal 49
Cukup jelas.

Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51 . . .
Page 398

- 10 -

Pasal 51
Cukup jelas.

Pasal 52
Yang dimaksud dengan “media informasi” antara lain papan
pengumuman, radio komunitas, dan media informasi lainnya.

Pasal 53
Cukup jelas.

Pasal 54
Cukup jelas.

Pasal 55
Cukup jelas.

Pasal 56
Cukup jelas.

Pasal 57
Cukup jelas

Pasal 58
Cukup jelas.

Pasal 59
Cukup jelas.

Pasal 60
Cukup jelas.

Pasal 61
Cukup jelas.

Pasal 62
Cukup jelas.

Pasal 63
Cukup jelas.

Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65 . . .
Page 399

- 11 -

Pasal 65
Cukup jelas.

Pasal 66
Cukup jelas.

Pasal 67
Cukup jelas.

Pasal 68
Cukup jelas.

Pasal 69
Cukup jelas.

Pasal 70
Cukup jelas.

Pasal 71
Cukup jelas.

Pasal 72
Cukup jelas.

Pasal 73
Cukup jelas.

Pasal 74
Cukup jelas.

Pasal 75
Cukup jelas.

Pasal 76
Cukup jelas.

Pasal 77
Cukup jelas.

Pasal 78
Cukup jelas.

Pasal 79 . . .
Page 400

- 12 -

Pasal 79
Cukup jelas.

Pasal 80
Cukup jelas.

Pasal 81
Cukup jelas.

Pasal 82
Cukup jelas.

Pasal 83
Cukup jelas.

Pasal 84
Cukup jelas.

Pasal 85
Cukup jelas.

Pasal 86
Cukup jelas.

Pasal 87
Cukup jelas.

Pasal 88
Cukup jelas.

Pasal 89
Cukup jelas.

Pasal 90
Cukup jelas.

Pasal 91
Cukup jelas.

Pasal 92
Cukup jelas.

Pasal 93 . . .
Page 401

- 13 -

Pasal 93
Cukup jelas.

Pasal 94
Cukup jelas.

Pasal 95
Cukup jelas.

Pasal 96
Cukup jelas.

Pasal 97
Cukup jelas.

Pasal 98
Cukup jelas.

Pasal 99
Cukup jelas.

Pasal 100
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Yang dimaksud dengan “insentif rukun tetangga dan
rukun warga” adalah bantuan kelembagaan yang
digunakan untuk operasional rukun tetangga dan rukun
warga.

Pasal 101
Cukup jelas.

Pasal 102
Cukup jelas.

Pasal 103 . . .
Page 402

- 14 -

Pasal 103
Cukup jelas.

Pasal 104
Cukup jelas.

Pasal 105
Cukup jelas.

Pasal 106
Cukup jelas.

Pasal 107
Cukup jelas.

Pasal 108
Cukup jelas.

Pasal 109
Cukup jelas.

Pasal 110
Cukup jelas.

Pasal 111
Cukup jelas.

Pasal 112
Cukup jelas.

Pasal 113
Peraturan Menteri dalam ketentuan ini memuat pengaturan
mengenai perencanaan, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan,
pengamanan, pemeliharaan, penghapusan, pemindahtanganan,
penatausahaan, pelaporan, penilaian, serta pembinaan dan
pengawasan pengelolaan kekayaan Desa.

Pasal 114
Cukup jelas.

Pasal 115
Cukup jelas.

Pasal 116 . . .
Page 403

- 15 -

Pasal 116
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “partisipatif” adalah mengikutsertakan
masyarakat dan kelembagaan yang ada di Desa.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 117
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “kondisi objektif Desa” adalah kondisi
yang menggambarkan situasi yang ada di Desa, baik mengenai
sumber daya manusia, sumber daya alam, maupun sumber daya
lainnya, serta dengan mempertimbangkan, antara lain, keadilan
gender, pelindungan terhadap anak, pemberdayaan keluarga,
keadilan bagi masyarakat miskin, warga disabilitas dan
marginal, pelestarian lingkungan hidup, pendayagunaan
teknologi tepat guna dan sumber daya lokal, pengarusutamaan
perdamaian, serta kearifan lokal.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 118
Cukup jelas.

Pasal 119
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2) . . .
Page 404

- 16 -

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “hal tertentu” adalah program
percepatan pembangunan Desa yang pendanaannya berasal dari
Pemerintah dan pemerintah daerah provinsi.
Yang dimaksud dengan “Pemerintah” dalam ketentuan ini adalah
kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian yang
memiliki program berbasis Desa.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 120
Cukup jelas.

Pasal 121
Cukup jelas.

Pasal 122
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pengintegrasian program sektoral dan program daerah
ke dalam pembangunan Desa dimaksudkan untuk menghindari
terjadinya tumpang tindih program dan anggaran sehingga
terwujud program yang saling mendukung.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “didelegasikan pelaksanaannya” adalah
penyerahan pelaksanaan kegiatan, anggaran pembangunan, dan
aset dari Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan/atau
pemerintah daerah kabupaten/kota kepada Desa.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 123
Cukup jelas.
Pasal 124 . . .
Page 405

- 17 -

Pasal 124
Cukup jelas.

Pasal 125
Cukup jelas.

Pasal 126
Cukup jelas.

Pasal 127
Cukup jelas.

Pasal 128
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pihak ketiga”, antara lain, adalah
lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, organisasi
kemasyarakatan, atau perusahaan, yang sumber keuangan dan
kegiatannya tidak berasal dari anggaran Pemerintah, pemerintah
daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan/atau
Desa.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 129
Cukup jelas.

Pasal 130
Cukup jelas.

Pasal 131
Cukup jelas.

Pasal 132
Cukup jelas.

Pasal 133
Cukup jelas.

Pasal 134 . . .
Page 406

- 18 -

Pasal 134
Cukup jelas.

Pasal 135
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “kekayaan BUM Desa merupakan
kekayaan desa yang dipisahkan” adalah neraca dan
pertanggungjawaban pengurusan BUM Desa dipisahkan dari
neraca dan pertanggungjawaban Pemerintah Desa.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 136
Cukup jelas.

Pasal 137
Cukup jelas.

Pasal 138
Cukup jelas.

Pasal 139
Cukup jelas.

Pasal 140
Cukup jelas.

Pasal 141
Cukup jelas.

Pasal 142
Cukup jelas.

Pasal 143
Cukup jelas.
Pasal 144 . . .
Page 407

- 19 -

Pasal 144
Cukup jelas.

Pasal 145
Cukup jelas.

Pasal 146
Cukup jelas.

Pasal 147
Cukup jelas.

Pasal 148
Cukup jelas.

Pasal 149
Cukup jelas.

Pasal 150
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “lembaga kemasyarakatan Desa”, antara
lain rukun tetangga, rukun warga, pemberdayaan kesejahteraan
keluarga, karang taruna, pos pelayanan terpadu, dan lembaga
pemberdayaan masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Peningkatan kesejahteraan keluarga dapat dilakukan
melalui peningkatan kesehatan, pendidikan, usaha
keluarga, dan ketenagakerjaan.

Huruf g . . .
Page 408

- 20 -

Huruf g
Peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat
dilakukan melalui peningkatan kualitas anak usia dini,
kualitas kepemudaan, dan kualitas perempuan.

Pasal 151
Cukup jelas.

Pasal 152
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ”kelompok adat yang lain” adalah
kelompok adat selain masyarakat hukum adat yang ada di desa
adat itu.

Pasal 153
Cukup jelas.

Pasal 154
Cukup jelas.

Pasal 155
Cukup jelas.

Pasal 156
Cukup jelas.

Pasal 157
Cukup jelas.

Pasal 158
Cukup jelas.

Pasal 159
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5539


Page 409

www.hukumonline.com

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 47 TAHUN 2015
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 31 ayat (3), Pasal 40 ayat (4), Pasal 47 ayat (6), Pasal 50
ayat (2), Pasal 53 ayat (4), Pasal 66 ayat (5), Pasal 75 ayat (3), Pasal 77 ayat (3), dan Pasal 118 ayat (6)
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa serta untuk mengoptimalkan penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan
pemberdayaan masyarakat Desa, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;
b. bahwa beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa perlu disempurnakan untuk lebih
memperkuat asas kedudukan desa sebagai kesatuan masyarakat hukum serta keserasian dan sinergi
dalam pelaksanaan pengaturan dan kebijakan mengenai desa;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan
Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539).

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 43 TAHUN
2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA

Pasal I

1 / 25
Page 410

www.hukumonline.com

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539), diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 1 angka 14 dihapus, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 1
1. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa,
adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa
sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
4. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
5. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa, selanjutnya disingkat RPJM Desa, adalah
Rencana Kegiatan Pembangunan Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun.
6. Rencana Kerja Pemerintah Desa, selanjutnya disebut RKP Desa, adalah penjabaran dari RPJM
Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
7. Badan Usaha Milik Desa, selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan usaha yang seluruh atau
sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari
kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk
sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
8. Dana Desa adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang
diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah
kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.
9. Alokasi Dana Desa, selanjutnya disingkat ADD, adalah dana perimbangan yang diterima
kabupaten/kota dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota setelah dikurangi
Dana Alokasi Khusus.
10. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disebut APB Desa, adalah rencana
keuangan tahunan Pemerintahan Desa.
11. Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh
atas beban APB Desa atau perolehan hak lainnya yang sah.
12. Barang Milik Desa adalah kekayaan milik Desa berupa barang bergerak dan barang tidak bergerak.
13. Hari adalah hari kerja.
14. Dihapus.”

2. Ketentuan ayat (3) Pasal 3 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:


“Pasal 3

2 / 25
Page 411

www.hukumonline.com

(1) Pemerintah dapat memprakarsai pembentukan Desa di kawasan yang bersifat khusus dan strategis
bagi kepentingan nasional.
(2) Prakarsa pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diusulkan oleh
kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait.
(3) Usul prakarsa pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri.”

3. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


“Pasal 5
(1) Usul prakarsa pembentukan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dibahas oleh
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri
bersama-sama dengan menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian pemrakarsa serta
pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.
(2) Dalam melakukan pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri dapat meminta
pertimbangan dari menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait.
(3) Dalam hal hasil pembahasan usul prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disepakati untuk
membentuk Desa, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan
dalam negeri menerbitkan keputusan persetujuan pembentukan Desa.
(4) Keputusan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam
negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib ditindaklanjuti oleh pemerintahan daerah
kabupaten/kota dengan menetapkannya dalam peraturan daerah kabupaten/kota tentang
pembentukan Desa.
(5) Peraturan daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus sudah ditetapkan
oleh bupati/walikota dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak ditetapkannya keputusan
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri.”

4. Ketentuan ayat (1) Pasal 15 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:


“Pasal 15
(1) Peraturan daerah kabupaten/kota tentang pembentukan Desa diundangkan setelah mendapat
nomor registrasi dari gubernur dan kode Desa dari menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri.
(2) Peraturan daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai lampiran peta
batas wilayah Desa.”

5. Ketentuan Pasal 20 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:


“Pasal 20
Perubahan status Desa meliputi:
a. Desa menjadi kelurahan;
b. kelurahan menjadi Desa;
c. Desa adat menjadi Desa; dan

3 / 25
Page 412

www.hukumonline.com

d. Desa menjadi Desa adat.”

6. Ketentuan ayat (2) Pasal 28 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:


“Pasal 28
(1) Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota dapat mengubah
status Desa menjadi Desa adat.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pengubahan status Desa menjadi Desa adat diatur dengan
peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam
negeri.”

7. Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


“Pasal 32
Ketentuan lebih lanjut mengenai Penataan Desa diatur dengan peraturan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri.”

8. Ketentuan ayat (3) Pasal 34 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:


“Pasal 34
(1) Kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf a
paling sedikit terdiri atas:
a. sistem organisasi masyarakat adat;
b. pembinaan kelembagaan masyarakat;
c. pembinaan lembaga dan hukum adat;
d. pengelolaan tanah kas Desa; dan
e. pengembangan peran masyarakat Desa.
(2) Kewenangan lokal berskala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b paling sedikit
terdiri atas kewenangan:
a. pengelolaan tambatan perahu;
b. pengelolaan pasar Desa;
c. pengelolaan tempat pemandian umum;
d. pengelolaan jaringan irigasi;
e. pengelolaan lingkungan permukiman masyarakat Desa;
f. pembinaan kesehatan masyarakat dan pengelolaan pos pelayanan terpadu;
g. pengembangan dan pembinaan sanggar seni dan belajar;
h. pengelolaan perpustakaan Desa dan taman bacaan;
i. pengelolaan embung Desa;
j. pengelolaan air minum berskala Desa; dan
k. pembuatan jalan Desa antarpermukiman ke wilayah pertanian.

4 / 25
Page 413

www.hukumonline.com

(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri menetapkan jenis
kewenangan Desa sesuai dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan lokal.”

9. Ketentuan Pasal 39 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


“Pasal 39
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan kewenangan Desa diatur dengan peraturan menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri.
(2) Dalam menetapkan kewenangan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri berkoordinasi
dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan desa,
pembangunan kawasan perdesaan, dan pemberdayaan masyarakat desa.”

10. Ketentuan ayat (3) huruf e dan huruf f Pasal 41 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 41
(1) Pemilihan kepala Desa dilaksanakan melalui tahapan:
a. persiapan;
b. pencalonan;
c. pemungutan suara; dan
d. penetapan.
(2) Tahapan persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas kegiatan:
a. pemberitahuan Badan Permusyawaratan Desa kepada kepala Desa tentang akhir masa
jabatan yang disampaikan 6 (enam) bulan sebelum berakhir masa jabatan;
b. pembentukan panitia pemilihan kepala Desa oleh Badan Permusyawaratan Desa ditetapkan
dalam jangka waktu 10 (sepuluh) Hari setelah pemberitahuan akhir masa jabatan;
c. laporan akhir masa jabatan kepala Desa kepada bupati/walikota disampaikan dalam jangka
waktu 30 (tiga puluh) Hari setelah pemberitahuan akhir masa jabatan;
d. perencanaan biaya pemilihan diajukan oleh panitia kepada bupati/walikota melalui camat
atau sebutan lain dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) Hari setelah terbentuknya panitia
pemilihan; dan
e. persetujuan biaya pemilihan dari bupati/walikota dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) Hari
sejak diajukan oleh panitia.
(3) Tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas kegiatan:
a. pengumuman dan pendaftaran bakal calon dalam jangka waktu 9 (sembilan) Hari;
b. penelitian kelengkapan persyaratan administrasi, klarifikasi, serta penetapan dan
pengumuman nama calon dalam jangka waktu 20 (dua puluh) Hari;
c. penetapan calon kepala Desa sebagaimana dimaksud pada huruf b paling sedikit 2 (dua)
orang dan paling banyak 5 (lima) orang calon;
d. penetapan daftar pemilih tetap untuk pelaksanaan pemilihan kepala Desa;

5 / 25
Page 414

www.hukumonline.com

e. pelaksanaan kampanye calon kepala Desa paling lama 3 (tiga) Hari; dan
f. masa tenang paling lama 3 (tiga) Hari.
(4) Tahapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas kegiatan:
a. pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara;
b. penetapan calon yang memperoleh suara terbanyak; dan/atau
c. dalam hal calon yang memperoleh suara terbanyak lebih dari 1 (satu) orang, calon terpilih
ditetapkan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas.
(5) Tahapan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas kegiatan:
a. laporan panitia pemilihan mengenai calon terpilih kepada Badan Permusyawaratan Desa
paling lambat 7 (tujuh) Hari setelah pemungutan suara;
b. laporan Badan Permusyawaratan Desa mengenai calon terpilih kepada bupati/walikota
paling lambat 7 (tujuh) Hari setelah menerima laporan panitia;
c. bupati/walikota menerbitkan keputusan mengenai pengesahan dan pengangkatan kepala
Desa paling lambat 30 (tiga puluh) Hari sejak diterima laporan dari Badan Permusyawaratan
Desa; dan
d. bupati/walikota atau pejabat lain yang ditunjuk melantik calon kepala Desa terpilih paling
lambat 30 (tiga puluh) Hari sejak diterbitkan keputusan pengesahan dan pengangkatan
kepala Desa dengan tata cara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(6) Pejabat lain yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf d adalah wakil
bupati/walikota atau camat atau sebutan lain.
(7) Dalam hal terjadi perselisihan hasil pemilihan kepala Desa, bupati/walikota wajib menyelesaikan
perselisihan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) Hari.”

11. Ketentuan Pasal 46 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


“Pasal 46
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemilihan kepala Desa diatur dengan peraturan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri.”

12. Ketentuan Pasal 53 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


“Pasal 53
Ketentuan lebih lanjut mengenai laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa diatur dalam peraturan
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri.”

13. Ketentuan ayat (2) Pasal 57 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 57
(1) Dalam hal terjadi kebijakan penundaan pelaksanaan pemilihan kepala Desa, kepala Desa yang
habis masa jabatannya tetap diberhentikan dan selanjutnya bupati/walikota mengangkat penjabat
kepala Desa.
(2) Kebijakan penundaan pelaksanaan pemilihan kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

6 / 25
Page 415

www.hukumonline.com

ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan


dalam negeri.
(3) Bupati/walikota mengangkat penjabat kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari
pegawai negeri sipil dari pemerintah daerah kabupaten/kota.”

14. Ketentuan Pasal 60 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


“Pasal 60
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian kepala Desa diatur dalam peraturan menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri."

15. Ketentuan ayat (3) Pasal 62 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 62
(1) Sekretariat Desa dipimpin oleh sekretaris Desa dibantu oleh unsur staf sekretariat yang bertugas
membantu kepala Desa dalam bidang administrasi pemerintahan.
(2) Sekretariat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak terdiri atas 3 (tiga) bidang
urusan.
(3) Ketentuan mengenai bidang urusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri.”

16. Ketentuan ayat (3) Pasal 64 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 64
(1) Pelaksana teknis merupakan unsur pembantu kepala Desa sebagai pelaksana tugas operasional.
(2) Pelaksana teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak terdiri atas 3 (tiga) seksi.
(3) Ketentuan mengenai bidang urusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri.”

17. Ketentuan Pasal 70 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


“Pasal 70
Ketentuan lebih lanjut mengenai kepala Desa dan perangkat Desa diatur dalam peraturan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri.”

18. Ketentuan ayat (2) Pasal 71 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 71
(1) Kepala Desa dan perangkat Desa mengenakan pakaian dinas dan atribut.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pakaian dinas dan atribut sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pemerintahan dalam negeri.”

7 / 25
Page 416

www.hukumonline.com

19. Ketentuan Pasal 79 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


“Pasal 79
Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, fungsi, kewenangan, hak dan kewajiban, pengisian keanggotaan,
pemberhentian anggota, serta peraturan tata tertib Badan Permusyawaratan Desa diatur dalam peraturan
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri.”

20. Ketentuan ayat (3) dan ayat (5) Pasal 80 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 80
(1) Musyawarah Desa diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa yang difasilitasi oleh
Pemerintah Desa.
(2) Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diikuti oleh Pemerintah Desa, Badan
Permusyawaratan Desa, dan unsur masyarakat.
(3) Unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
a. tokoh adat;
b. tokoh agama;
c. tokoh masyarakat;
d. tokoh pendidikan;
e. perwakilan kelompok tani;
f. perwakilan kelompok nelayan;
g. perwakilan kelompok perajin;
h. perwakilan kelompok perempuan;
i. perwakilan kelompok pemerhati dan pelindungan anak; dan/atau
j. perwakilan kelompok masyarakat miskin.
(4) Selain unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), musyawarah Desa dapat
melibatkan unsur masyarakat lain sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat.
(5) Ketentuan mengenai tahapan, tata cara, dan mekanisme penyelenggaraan musyawarah Desa
diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pembangunan desa, pembangunan kawasan perdesaan, dan pemberdayaan masyarakat desa
berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pemerintahan dalam negeri.”

21. Ketentuan Pasal 81 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


“Pasal 81
(1) Penghasilan tetap kepala Desa dan perangkat Desa dianggarkan dalam APB Desa yang
bersumber dari ADD.
(2) Pengalokasian ADD untuk penghasilan tetap kepala Desa dan perangkat Desa menggunakan
penghitungan sebagai berikut:
a. ADD yang berjumlah sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) digunakan
paling banyak 60% (enam puluh per seratus);

8 / 25
Page 417

www.hukumonline.com

b. ADD yang berjumlah lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan
Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) digunakan antara Rp300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak 50% (lima puluh per seratus);
c. ADD yang berjumlah lebih dari Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) sampai dengan
Rp900.000.000,00 (sembilan ratus juta rupiah) digunakan antara Rp350.000.000,00 (tiga
ratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak 40% (empat puluh per seratus);
dan
d. ADD yang berjumlah lebih dari Rp900.000.000,00 (sembilan ratus juta rupiah) digunakan
antara Rp360.000.000,00 (tiga ratus enam puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak
30% (tiga puluh per seratus).
(3) Pengalokasian batas minimal sampai dengan maksimal sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan dengan mempertimbangkan efisiensi, jumlah perangkat, kompleksitas tugas
pemerintahan, dan letak geografis.
(4) Bupati/walikota menetapkan besaran penghasilan tetap:
a. kepala Desa;
b. sekretaris Desa paling sedikit 70% (tujuh puluh per seratus) dan paling banyak 80% (delapan
puluh per seratus) dari penghasilan tetap kepala Desa per bulan; dan
c. perangkat Desa selain sekretaris Desa paling sedikit 50% (lima puluh per seratus) dan paling
banyak 60% (enam puluh per seratus) dari penghasilan tetap kepala Desa per bulan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran dan persentase penghasilan tetap kepala Desa dan
perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dan ditetapkan dengan peraturan
bupati/walikota.”

22. Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 82 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 82
(1) Selain menerima penghasilan tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81, kepala Desa dan
perangkat Desa menerima tunjangan dan penerimaan lain yang sah.
(2) Tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari APB Desa dan besarannya
ditetapkan dengan peraturan bupati/walikota.
(3) Penerimaan lain yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari APB Desa
dan sumber lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

23. Ketentuan Pasal 89 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


“Pasal 89
Pedoman teknis mengenai peraturan di Desa diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri.”

24. Ketentuan ayat (4) Pasal 90 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 90
(1) Penyelenggaraan kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala
Desa didanai oleh APB Desa.

9 / 25
Page 418

www.hukumonline.com

(2) Penyelenggaraan kewenangan lokal berskala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain
didanai oleh APB Desa, juga dapat didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja negara dan
anggaran pendapatan dan belanja daerah.
(3) Penyelenggaraan kewenangan Desa yang ditugaskan oleh Pemerintah didanai oleh anggaran
pendapatan dan belanja negara.
(4) Dana anggaran pendapatan dan belanja negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dialokasikan
pada bagian anggaran kementerian/lembaga dan disalurkan melalui pemerintah daerah
kabupaten/kota.
(5) Penyelenggaraan kewenangan Desa yang ditugaskan oleh pemerintah daerah didanai oleh
anggaran pendapatan dan belanja daerah.”

25. Ketentuan Pasal 96 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


“Pasal 96
(1) Pemerintah daerah kabupaten/kota mengalokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja
daerah kabupaten/kota ADD setiap tahun anggaran.
(2) ADD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan paling sedikit 10% (sepuluh per seratus)
dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam anggaran pendapatan dan belanja
daerah setelah dikurangi dana alokasi khusus.
(3) ADD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibagi kepada setiap Desa dengan mempertimbangkan:
a. kebutuhan penghasilan tetap kepala Desa dan perangkat Desa; dan
b. jumlah penduduk Desa, angka kemiskinan Desa, luas wilayah Desa, dan tingkat kesulitan
geografis Desa.
(4) Ketentuan mengenai pengalokasian ADD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pembagian
ADD kepada setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan peraturan
bupati/walikota.
(5) Peraturan bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib disampaikan paling lambat
bulan Oktober tahun anggaran berjalan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan dengan tembusan kepada menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri dan menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang pembangunan desa, pembangunan kawasan perdesaan, dan
pemberdayaan masyarakat Desa untuk ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangannya.
(6) Dalam hal kabupaten/kota tidak mengalokasikan ADD paling sedikit 10% (sepuluh per seratus)
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang keuangan dapat melakukan penundaan dan/atau pemotongan sebesar alokasi dana
perimbangan setelah dikurangi dana alokasi khusus yang seharusnya disalurkan ke Desa.
(7) Ketentuan mengenai tata cara pengalokasian ADD diatur dengan peraturan bupati/walikota.
(8) Ketentuan mengenai tata cara penundaan dan/atau pemotongan dana perimbangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan yang ditetapkan setelah dikoordinasikan dengan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri dan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan desa, pembangunan kawasan
perdesaan, dan pemberdayaan masyarakat desa.”

10 / 25
Page 419

www.hukumonline.com

26. Ketentuan ayat (2) Pasal 99 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 99
(1) Penyaluran ADD dan bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota dari
kabupaten/kota ke Desa dilakukan secara bertahap.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyaluran ADD dan bagian dari hasil pajak daerah dan
retribusi daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan
bupati/walikota.
(3) Penyaluran bantuan keuangan yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah
provinsi atau anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota ke Desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.”

27. Ketentuan Pasal 100 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


“Pasal 100
(1) Belanja Desa yang ditetapkan dalam APB Desa digunakan dengan ketentuan:
a. paling sedikit 70% (tujuh puluh per seratus) dari jumlah anggaran belanja Desa digunakan
untuk mendanai penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa; dan
b. paling banyak 30% (tiga puluh per seratus) dari jumlah anggaran belanja Desa digunakan
untuk:
1. penghasilan tetap dan tunjangan kepala Desa dan perangkat Desa;
2. operasional pemerintahan Desa;
3. tunjangan dan operasional Badan Permusyawaratan Desa; dan
4. insentif rukun tetangga dan rukun warga.
(2) Perhitungan belanja Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di luar pendapatan yang
bersumber dari hasil pengelolaan tanah bengkok atau sebutan lain.
(3) Hasil pengelolaan tanah bengkok atau sebutan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
digunakan untuk tambahan tunjangan kepala Desa dan perangkat Desa selain penghasilan tetap
dan tunjangan kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 1.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai hasil pengelolaan tanah bengkok atau sebutan lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan bupati/walikota.”

28. Ketentuan ayat (1) Pasal 104 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 104
(1) Selain penyampaian laporan realisasi pelaksanaan APB Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
103 ayat (1), kepala Desa juga menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan
APB Desa kepada bupati/walikota setiap akhir tahun anggaran yang telah ditetapkan dengan
peraturan desa.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada bupati/walikota melalui camat atau sebutan
lain setiap akhir tahun anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf a.”

11 / 25
Page 420

www.hukumonline.com

29. Ketentuan Pasal 106 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


“Pasal 106
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan keuangan Desa diatur dalam peraturan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri.”

30. Ketentuan ayat (2) Pasal 110 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 110
(1) Pengelolaan kekayaan milik Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan
meningkatkan pendapatan Desa.
(2) Pengelolaan kekayaan milik Desa diatur dengan peraturan Desa dengan berpedoman pada
peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam
negeri.

31. Ketentuan Pasal 113 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


“Pasal 113
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan kekayaan milik Desa diatur dengan peraturan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri.”

32. Ketentuan ayat (2) Pasal 114 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 114
(1) Perencanaan pembangunan Desa disusun berdasarkan hasil kesepakatan dalam musyawarah
Desa.
(2) Musyawarah Desa dalam rangka penyusunan RKP Desa dilaksanakan paling lambat pada bulan
Juni tahun anggaran berjalan.”

33. Ketentuan ayat (3) Pasal 116 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 116
(1) Dalam menyusun RPJM Desa dan RKP Desa, Pemerintah Desa wajib menyelenggarakan
musyawarah perencanaan pembangunan Desa secara partisipatif.
(2) Musyawarah perencanaan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diikuti oleh
Badan Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat Desa.
(3) Rancangan RPJM Desa dan rancangan RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas
dan disepakati dalam musyawarah perencanaan pembangunan Desa.
(4) Rancangan RPJM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat penjabaran
visi dan misi kepala Desa terpilih dan arah kebijakan perencanaan pembangunan Desa.
(5) Rancangan RPJM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memperhatikan arah kebijakan
perencanaan pembangunan kabupaten/kota.
(6) Rancangan RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan penjabaran dari

12 / 25
Page 421

www.hukumonline.com

rancangan RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.”

34. Ketentuan Pasal 124 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


“Pasal 124
(1) Pembangunan kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 dilaksanakan di
lokasi yang telah ditetapkan oleh bupati/walikota.
(2) Penetapan lokasi pembangunan kawasan perdesaan dilaksanakan dengan mekanisme:
a. Pemerintah Desa melakukan inventarisasi dan identifikasi mengenai wilayah, potensi
ekonomi, mobilitas penduduk, serta sarana dan prasarana Desa sebagai usulan penetapan
Desa sebagai lokasi pembangunan kawasan perdesaan;
b. usulan penetapan Desa sebagai lokasi pembangunan kawasan perdesaan disampaikan oleh
kepala Desa kepada bupati/walikota;
c. bupati/walikota melakukan kajian atas usulan untuk disesuaikan dengan rencana dan
program pembangunan kabupaten/kota; dan
d. berdasarkan hasil kajian atas usulan, bupati/walikota menetapkan lokasi pembangunan
kawasan perdesaan dengan keputusan bupati/walikota.
(3) Bupati/walikota dapat mengusulkan program pembangunan kawasan perdesaan di lokasi yang
telah ditetapkannya kepada gubernur dan kepada Pemerintah melalui gubernur.
(4) Program pembangunan kawasan perdesaan yang berasal dari kementerian/lembaga pemerintah
nonkementerian dan pemerintah daerah provinsi dibahas bersama pemerintah daerah
kabupaten/kota untuk ditetapkan sebagai program pembangunan kawasan perdesaan.
(5) Program pembangunan kawasan perdesaan yang berasal dari Pemerintah dicantumkan dalam
RPJMN dan RKP.
(6) Program pembangunan kawasan perdesaan yang berasal dari pemerintah daerah provinsi
dicantumkan dalam RPJMD provinsi dan RKPD provinsi.
(7) Program pembangunan kawasan perdesaan yang berasal dari pemerintah daerah kabupaten/kota
dicantumkan dalam RPJMD kabupaten/kota dan RKPD kabupaten/kota.
(8) Bupati/walikota melakukan sosialisasi program pembangunan kawasan perdesaan kepada
Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa, dan masyarakat.
(9) Pembangunan kawasan perdesaan yang berskala lokal Desa ditugaskan pelaksanaannya kepada
Desa.”

35. Ketentuan ayat (1) Pasal 129 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 129
(1) Tenaga pendamping profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (2) terdiri atas:
a. tenaga pendamping lokal Desa yang bertugas di Desa untuk mendampingi Desa dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Desa, kerja sama Desa, pengembangan BUM Desa, dan
pembangunan yang berskala lokal Desa;
b. tenaga pendamping Desa yang bertugas di kecamatan untuk mendampingi Desa dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Desa, kerja sama Desa, pengembangan BUM Desa, dan
pembangunan yang berskala lokal Desa;

13 / 25
Page 422

www.hukumonline.com

c. tenaga pendamping teknis yang bertugas di kecamatan untuk mendampingi Desa dalam
pelaksanaan program dan kegiatan sektoral; dan
d. tenaga ahli pemberdayaan masyarakat yang bertugas meningkatkan kapasitas tenaga
pendamping dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat
Desa.
(2) Tenaga pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki kompetensi dan
kualifikasi pendampingan di bidang penyelenggaraan pemerintahan, ekonomi, sosial, budaya,
dan/atau teknik.
(3) Kader pemberdayaan masyarakat Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (2) berasal
dari unsur masyarakat yang dipilih oleh Desa untuk menumbuhkan dan mengembangkan serta
menggerakkan prakarsa, partisipasi, dan swadaya gotong royong.”

36. Ketentuan Pasal 131 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


“Pasal 131
(1) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan desa,
pembangunan kawasan perdesaan, dan pemberdayaan masyarakat Desa menetapkan pedoman
umum pelaksanaan pembangunan Desa, pembangunan kawasan perdesaan, pemberdayaan
masyarakat Desa, dan pendampingan masyarakat Desa berkoordinasi dengan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri dan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional.
(2) Menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian teknis terkait dapat menetapkan pedoman
teknis pelaksanaan pembangunan kawasan perdesaan sesuai dengan kewenangannya dengan
berpedoman pada pedoman umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1).”

37. Ketentuan Pasal 135 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


“Pasal 135
(1) Modal awal BUM Desa bersumber dari APB Desa.
(2) Modal BUM Desa terdiri atas:
a. penyertaan modal Desa; dan
b. penyertaan modal masyarakat Desa.
(3) Kekayaan BUM Desa yang bersumber dari penyertaan Modal Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a merupakan kekayaan Desa yang dipisahkan.
(4) Penyertaan modal Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berasal dari APB Desa.
(5) Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota dapat
memberikan bantuan kepada BUM Desa yang disalurkan melalui APB Desa.”

38. Ketentuan ayat (1) dan ayat (5) Pasal 136 diubah dan ayat (4) Pasal 136 dihapus, sehingga Pasal 136
berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 136
(1) Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga disepakati melalui musyawarah Desa.

14 / 25
Page 423

www.hukumonline.com

(2) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit nama, tempat
kedudukan, maksud dan tujuan, modal, kegiatan usaha, jangka waktu berdirinya BUM Desa,
organisasi pengelola, serta tata cara penggunaan dan pembagian keuntungan.
(3) Anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit hak dan
kewajiban, masa bakti, tata cara pengangkatan dan pemberhentian personel organisasi pengelola,
penetapan jenis usaha, dan sumber modal.
(4) Dihapus.
(5) Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.”

39. Ketentuan Pasal 142 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


“Pasal 142
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendirian, pengurusan dan pengelolaan, serta pembubaran
BUM Desa dan BUM Desa Bersama diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pembangunan desa, pembangunan kawasan perdesaan, dan pemberdayaan
masyarakat Desa berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pemerintahan dalam negeri.”

40. Ketentuan Pasal 149 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


“Pasal 149
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara kerja sama Desa di bidang Pemerintahan Desa diatur dengan
peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri.”

41. Ketentuan Pasal 153 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


“Pasal 153
Lembaga kemasyarakatan dan lembaga adat Desa dibentuk oleh Pemerintah Desa berdasarkan
pedoman yang ditetapkan dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang pemerintahan dalam negeri.”

Pasal II
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 30 Juni 2015
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.

15 / 25
Page 424

www.hukumonline.com

JOKO WIDODO

Diundangkan Di Jakarta
Pada Tanggal 30 Juni 2015
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
YASONNA H. LAOLY

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 157

16 / 25
Page 425

www.hukumonline.com

PENJELASAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 47 TAHUN 2015
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA

I. UMUM
Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 31 ayat (3), Pasal 40 ayat (4), Pasal 47 ayat (6), Pasal 50
ayat (2), Pasal 53 ayat (4), Pasal 66 ayat (5), Pasal 75 ayat (3), Pasal 77 ayat (3), dan Pasal 118 ayat (6)
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa serta untuk mengoptimalkan penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan
pemberdayaan masyarakat Desa, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Perubahan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dimaksudkan untuk menyempurnakan beberapa
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah tersebut khususnya untuk lebih memperkuat asas kedudukan
Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa, pelaksanaan
pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
Penyempurnaan Peraturan Pemerintah ini sekaligus juga diarahkan untuk memperkuat keserasian dan
sinergi dalam pelaksanaan peraturan dan kebijakan mengenai Desa.
Sejalan dengan hal tersebut Peraturan Pemerintah ini memuat penyempurnaan pengaturan mengenai
pembagian kewenangan antara kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pemerintahan dalam negeri dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pembangunan desa, pembangunan kawasan perdesaan, dan pemberdayaan masyarakat desa,
penghasilan tetap kepala Desa dan perangkat Desa, tata cara musyawarah Desa, belanja Desa,
keuangan dan kekayaan Desa, kerja sama Desa, Badan Usaha Milik Desa, serta perencanaan
pembangunan Desa dan kawasan perdesaan.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal I

Angka 1
Pasal 1
Cukup jelas.

Angka 2
Pasal 3
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kawasan yang bersifat khusus dan strategis” seperti kawasan terluar dalam

17 / 25
Page 426

www.hukumonline.com

wilayah perbatasan antarnegara, program transmigrasi, dan program lain yang dianggap strategis.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait” misalnya
kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang pertahanan dan keamanan, kelautan, kehutanan, dan transmigrasi.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Angka 3
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Jangka waktu 2 (dua) tahun antara lain digunakan untuk persiapan penataan sarana prasarana Desa,
aset Desa, penetapan, dan penegasan batas Desa.

Angka 4
Pasal 15
Cukup jelas.

Angka 5
Pasal 20
Cukup jelas.

Angka 6
Pasal 28
Cukup jelas.

Angka 7
Pasal 32

18 / 25
Page 427

www.hukumonline.com

Cukup jelas.

Angka 8
Pasal 34
Cukup jelas.

Angka 9
Pasal 39
Cukup jelas.

Angka 10
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “kelengkapan persyaratan administrasi” adalah dokumen mengenai
persyaratan administrasi bakal calon, antara lain, terdiri atas:
1. surat keterangan sebagai bukti sebagai warga Negara Indonesia dari pejabat tingkat
kabupaten/kota;
2. surat pernyataan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dibuat oleh yang
bersangkutan di atas kertas segel atau bermeterai cukup;
3. surat pernyataan memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika, yang dibuat oleh yang
bersangkutan di atas kertas segel atau bermeterai cukup;
4. ijazah pendidikan formal dari tingkat dasar sampai dengan ijazah terakhir yang dilegalisasi
oleh pejabat berwenang atau surat pernyataan dari pejabat yang berwenang;
5. akta kelahiran atau surat keterangan kenal lahir;
6. surat pernyataan bersedia dicalonkan menjadi kepala Desa yang dibuat oleh yang
bersangkutan di atas kertas segel atau bermeterai cukup;
7. kartu tanda penduduk dan surat keterangan bertempat tinggal paling kurang 1 (satu) tahun
sebelum pendaftaran dari rukun tetangga/rukun warga dan kepala Desa setempat;
8. surat keterangan dari ketua pengadilan bahwa tidak pernah dijatuhi pidana penjara

19 / 25
Page 428

www.hukumonline.com

berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun
atau lebih;
9. surat keterangan dari ketua pengadilan negeri bahwa tidak sedang dicabut hak pilihnya
sesuai dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai hukum tetap;
10. surat keterangan berbadan sehat dari rumah sakit umum daerah; dan
11. surat keterangan dari pemerintah daerah kabupaten/kota dan surat pernyataan dari yang
bersangkutan bahwa tidak pernah menjadi kepala Desa selama 3 (tiga) kali masa jabatan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Perselisihan yang dimaksud dalam ketentuan ini di luar perselisihan yang terkait dengan pidana.

Angka 11
Pasal 46
Cukup jelas.

Angka 12
Pasal 53
Cukup jelas.

Angka 13
Pasal 57
Cukup jelas.

20 / 25
Page 429

www.hukumonline.com

Angka 14
Pasal 60
Cukup jelas.

Angka 15
Pasal 62
Cukup jelas.

Angka 16
Pasal 64
Cukup jelas.

Angka 17
Pasal 70
Cukup jelas.

Angka 18
Pasal 71
Cukup jelas.

Angka 19
Pasal 79
Cukup jelas.

Angka 20
Pasal 80
Cukup jelas.

Angka 21
Pasal 81
Cukup jelas.

Angka 22
Pasal 82

21 / 25
Page 430

www.hukumonline.com

Cukup jelas.

Angka 23
Pasal 89
Cukup jelas.

Angka 24
Pasal 90
Cukup jelas.

Angka 25
Pasal 96
Cukup jelas.

Angka 26
Pasal 99
Cukup jelas.

Angka 27
Pasal 100
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Yang dimaksud dengan “insentif rukun tetangga dan rukun warga” adalah bantuan
kelembagaan yang digunakan untuk operasional rukun tetangga dan rukun warga.
Ayat (2)
Cukup jelas.

22 / 25
Page 431

www.hukumonline.com

Ayat (3) . . .
-8-
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Angka 28
Pasal 104
Cukup jelas.

Angka 29
Pasal 106
Cukup jelas.

Angka 30
Pasal 110
Cukup jelas.

Angka 31
Pasal 113
Cukup jelas.

Angka 32
Pasal 114
Cukup jelas.

Angka 33
Pasal 116
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “partisipatif” adalah mengikutsertakan masyarakat dan kelembagaan yang ada di
Desa.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)

23 / 25
Page 432

www.hukumonline.com

Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.

Angka 34
Pasal 124
Cukup jelas.

Angka 35
Pasal 129
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Kompetensi dan kualifikasi pendamping dibuktikan dengan sertifikat keahlian atau bukti dokumen lain
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Angka 36
Pasal 131
Cukup jelas.

Angka 37
Pasal 135
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “kekayaan Desa yang dipisahkan” adalah neraca dan pertanggungjawaban
pengurusan BUM Desa dipisahkan dari neraca dan pertanggungjawaban Pemerintah Desa.

24 / 25
Page 433

www.hukumonline.com

Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Angka 38
Pasal 136
Cukup jelas.

Angka 39
Pasal 142
Cukup jelas.

Angka 40
Pasal 149
Cukup jelas.

Angka 41
Pasal 153
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5717

25 / 25

Anda mungkin juga menyukai