Anda di halaman 1dari 6

Poin-poin materi pengantar perpajakan

- Brevet AB hanya membahas ttg pajak pusat, yaitu Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Sektor P5L dan Bea Meterai saja.
- Pajak itu memaksa dan tidak ada balas jasa langsungnya, sehingga wajar kalau banyak yg merasa
terpaksa membayar pajak, apalagi dengan self assesment system dimana apa yang dilakukan
oleh Wajib Pajak (WP) dianggap benar sampai dengan negara menguji kebenarannya dengan
melakukan pemeriksaan pajak, maka wajar kalau banyak yg tidak melakukan kewajiban
perpajakan dengan sebenar-benarnya
- Fungsi utama pajak hanya untuk sumber penerimaan negara, pada APBN sumber terbesar
utama adalah dari pajak.
- Asas convenience menyebutkan pembayaran pajak di saat yang tidak menyulitkan Wajib Pajak,
namun suatu ketika bisa saja WP “miskin” karena bayar pajak karena kewajiban perpajakannya
tidak dilakukan secara benar dan suatu ketika nantinya negara dapat melakukan pemeriksaan
dan menagih kekurangan pembayaran pajak selama ini plus sanksinya.
- Peraturan perpajakan yang baru bisa mencabut peraturan yang lama (peraturan yang lama tidak
berlaku lagi), atau hanya mengganti beberapa pasal pada aturan yang lama (peraturan yang
lama tetap berlaku)
- Hukum pajak materiil (khusus) misal seperti Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur
khusus tentang pengenaan pajak atas penghasilan, namun hal-hal yang sifatnya umum seperti
aturan ttg Wajib Pajak, kewajiban dll tetap mengacu ke hukum pajak formil (umum) misal
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
- Peraturan perpajakan kadang bermakna ganda atau bias sehingga dibutuhkan penafsiran untuk
mengartikan maksud dari pasal pada aturan tersebut
- Yang boleh mengenakan pajak adalah negara, namun dgn withholding system maka ada
pengenaan pajak yang dikenakan oleh wajib pajak yang lain, misal atas gaji karyawan dilakukan
pemotongan pajak penghasilan Ps.21 oleh tempat karyawan tsb bekerja.
- Asas tempat tinggal, kebangsaan dan sumber penghasilan semuanya dipakai, maka misal
seorang WNI mendapatkan penghasilan dari Jepang, maka Jepang akan mengenakan pajak atas
penghasilannya dan Indonesia pun akan mengenakan pajak atas penghasilan tsb, namun
pengenaannya diatur sedemikian rupa sehingga atas penghasilan yang sama tidak terkesan
dikenakan pajak 2x atau dobel. Lebih lanjut diatur dengan Peraturan Penghindaran Pajak
Berganda (P3B) atau Tax Treaty

Poin-poin materi KUP

- KUP sebagai hukum pajak formil sehingga menjadi dasar aturan yg berlaku umum bagi aturan
perpajakan lain
- Ada momen kapan memiliki NPWP menjadi Wajib, kapan boleh2 saja dan kapan tidak boleh
sama sekali.
- Subjek pajak dalam negeri saja yang “kesannya” dianggap memenuhi syarat subjektif untuk
berNPWP, sementara subjek pajak luar negeri tidak, walaupun nantinya di materi Badan anda
akan mengenal adanya Bentuk Usaha Tetap (BUT)
- Syarat Objektif berNPWP adalah memiliki penghasilan, tidak memperdulikan berapapun
besarannya, namun berjalannya waktu, bagi WP Orang Pribadi (OP) baru dikatakan memenuhi
syarat objektif ketika penghasilannya telah melebihi batasan Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP)
- Sebuah Badan hukum, apapun bentuknya, dianggap sebagai Wajib Pajak Badan, memenuhi
syarat subjektif ketika telah memiliki akta pendirian
- Untuk memenuhi syarat subjektif Orang Pribadi, selain merupakan subjek pajak dalam negeri
juga harus sudah berusia 18 tahun ke atas atau sudah menikah. Sehingga seorang anak yang
baru lahir merupakan subjek pajak, namun belum memenuhi syarat subjektif untuk berNPWP
hingga nanti dia berusia 18 tahun
- Kartu NPWP Fisik dan kartu NPWP elektronik berkedudukan sama
- Memiliki lebih dari 1 kartu NPWP tidak masalah asalkan nomor NPWP nya sama, yang penting
adalah nomornya, bukan kartunya
- NPWP Pusat dan Cabang memiliki kesamaan di 9 digit pertama nomor NPWP
- 3 digit terakhir NPWP pusat pasti 000 sehingga 3 digit terakhir NPWP cabang tidak mungkin 000
- Kartu NPWP yang hilang atau rusak dapat diminta untuk dicetak kembali, untuk OP dapat
dilakukan di semua KPP, untuk Badan hanya di KPP terdaftar
- Nomor NPWP bersifat tetap tidak berubah-ubah
- Syarat pendaftaran NPWP diatur di PMK147/2017 atau PER04/2020 namun kadang di KPP syarat
tersebut ditambahkan dengan syarat lain yang mungkin berbeda antar KPP
- Pemberian NPWP dan status Pengusaha Kena Pajak (PKP) secara jabatan (dilakukan oleh KPP
tanpa diminta oleh WP) bisa ditarik mundur paling jauh hingga 5 tahun ke belakang, sehingga
didaftarkan atau dikukuhkan di hari ini namun seakan-akan terdaftar sejak 5 tahun yang lalu.
- Pada pendaftaran NPWP secara online, kartu NPWP dan SKT akan dikirim ke alamat WP, jika
tidak menerimanya, maka paling cepat 1 bulan sejak terdaftar, kartu NPWP dan SKT dapat
diminta ke KPP mana saja untuk WP OP dan ke terdaftar bagi WP badan
- Jika terjadi perubahan data misal perubahan data alamat, data direktur/komisaris, klasifikasi
lapangan usaha dll maka WAJIB melakukan perubahan data alamat ke KPP terdaftar, tidak ada
sanksi jika tidak dilakukan namun ada konsekuensi yang bisa terjadi akibat hal tsb
- Defaultnya suami isteri menggunakan satu NPWP saja yaitu NPWP suami, kecuali jika mereka
melakukan pisah harta atau isteri memilih untuk melakukan kewajiban perpajakan secara
terpisah. Namun prakteknya apabila tidak dilakukan, tidak ada sanksi langsung yang dapat
dikenakan akibat hal ini.
- KPP bersifat pasif, jadi apabila KPP memiliki data bahwa misal alamat Wajib Pajak telah pindah,
atau WP badan telah bubar, atau WP badan pailit, atau WP OP meninggal dunia, defaultnya
NPWP tetap dibiarkan apa adanya sampai kemudian WP sendiri yang mengajukan perubahan,
atau permohonan menghapus NPWP
- Sebuah NPWP dapat Non Efektif (NE) lalu aktif kembali lalu NE kembali terus menerus berulang-
ulang tetap dengan nomor NPWP yang sama
- Atas NPWP yang dinyatakan NE maka akan diberikan sebuah Surat Penetapan Non Efektif
- NE dapat diberikan apabila tidak lagi memenuhi syarat objektif (penghasilan)
- Delete (DE) dapat diberiksan apabila tidak lagi memenuhi syarat subjektif dan objektif
- NE dapat diberikan sesaat setelah NPWP terdaftar, misal seorang mahasiswi membuat NPWP
karena persyaratan membuat passport, maka ia dapat segera NE agar tidak perlu pusing dengan
kewajiban pelaporan SPT
- Status Pengusaha Kena Pajak (PKP) dapat diberikan baik kepada WP OP maupun WP Badan
- Tidak ada perbedaan pada kartu maupun nomor NPWP milik PKP atau Non PKP
- Kepada PKP diterbitkan sebuah Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SPPKP) sebagai bukti
bahwa ia PKP
- Baik pendaftaran NPWP, perubahan data, pengajuan NE, pengaktifan kembali NPWP NE menjadi
Normal, pengukuhan PKP maupun pencabutan PKP dapat diminta oleh WP maupun dilakukan
secara jabatan oleh KPP
- Cermati jangka waktu paling lama penyelesaian permohonan WP (pendaftaran NPWP,
perubahan data, NE, DE), jika batas waktu terlampaui namun belum ada keputusan, maka
permohonan dianggap dikabulkan
- SPT ada banyak varian namun tidak semua wajib dilaporkan
- SPT dgn status Kurang Bayar (KB) Rp 500.000 yang telah dibayar lunas sebesar Rp500.000, tetap
disebut sebagai SPT Kurang Bayar, karena status SPT dilihat dari perhitungan pada SPT, bukan
dari pembayaran yang dilakukan setelahnya
- Hanya SPT LB saja yang berhak kompensasi atau restitusi
- Jika SPT dgn status Kurang Bayar (KB) Rp 500.000, namun dibayar sebesar Rp700.000, maka
Rp200.000 nya tidak bisa dikompensasi atau restitusi (karena SPT KB), maka Rp200.000 nya
dapat diklaim dengan mengajukan pemindahbukuan sebesar Rp200.000 ke jenis pajak yang
sama atau lain, atau masa pajak yang lain yang dikehendaki oleh WP
- SPT WP badan harus ditandatangani dan dicap perusahaan
- Saat ini semua WP dapat mengajukan permohonan sertifikat elektronik (tanda tangan digital)
- Saat ini hampir semua SPT wajib dibuat menggunakan eSPT atau cara lain (online), cara manual
sudah hampir tidak dapat digunakan lagi
- Saat ini hampir semua WP wajib melaporkan SPT secara online, cara manual dengan dibawa
langsung ke KPP atau dikirim Pos ke KPP hampir tidak dapat dilakukan lagi
- eReg (pendaftaran NPWP online), eSPT (aplikasi membuat SPT), eBiling (Web membuat kode
billing/pembayaran) eFiling (web pelaporan SPT secara online) memungkinkan WP untuk tidak
perlu datang ke KPP untuk memenuhi kewajiban perpajakannya
- Kode billing dapat dibuat sesuai keinginan WP, berlaku hanya 1 bulan sejak dibuat, dan tidak
wajib harus dibayarkan, maka apabila salah membuat kode billing, biarkan saja dan buat kode
billing yang baru. Kode yang salah akan expired dgn sendirinya setelah melebihi masa aktif kode
tsb
- Cara pembayaran ada banyak, sehingga bukti pembayaran pajak pun berbagai macam
bentuknya
- Yang terpenting dari bukti pembayaran adalah adalah adanya nomor NTPN (Nomor Transaksi
Penerimaan Negara) berupa 16 digit angka/huruf yang unik sebagai bukti bahwa pembayaran
telah masuk ke kas negara
- Sanksi telat bayar dihitung per bulan, maks 24 bulan, sementara sanksi telat lapor dihitung per
SPT, sehingga telat bayar 1 bulan dan telat 3 bulan sanksinya berbeda, sementara jika telat lapor
1 bulan dan telat lapor 3 bulan sanksinya sama saja
- Sanksi telat bayar 2% per bulan saat ini tidak digunakan lagi, sejak berlakunya UU Cipta Kerja
- Permintaan perpanjangan jangka waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Badan (selama maks 2
bulan) biasanya diakibatkan audit laporan keuangan yang belum selesai sehingga dibutuhkan
tambahan waktu
- Tahun pajak default adalah Jan-des, namun WP dapat mengajukan perubahan tahun buku
sehingga tidak lagi menggunakan Jan-Des, biasanya dikarenakan mengikuti tahun buku induk
perusahaan.
- Mata uang default pada SPT adalah rupiah, namun WP dapat mengajukan perubahan mata uang
misal ke Dollar US, biasanya dikarenakan mengikuti mata uang induk perusahaan
- Konversi nilai antar mata uang dilakukan menggunakan Kurs Pajak, bukan Kurs BI
- Surat Pemberitahuan SPT dianggap tidak disampaikan akan menggugurkan tanda bukti
pelaporan SPT sebelumnya sehingga WP benar2 dianggap belum melaporkan SPT tsb
- SPT dgn status Lebih Bayar tidak boleh lagi dilaporkan jika sudah lebih dari 3 tahun dari masa
pajak/ tahun pajak yang dilaporkan. Namun jika SPT berstatus KB maka boleh-boleh saja
dilaporkan dgn melebihi batas 3 tahun tersebut, asal atas masa pajak/tahun pajak yang akan
dilaporkan tsb tidak sedang diperiksa atau telah selesai diperiksa
- Wakil adalah pihak yang dianggap sebagai wujud representasi dari WP tersebut, sehingga dapat
datang dan mendapatkan layanan dari KPP selaku dan atas nama WP tersebut.
- Apabila Wakil tidak dapat menjalankan kewajiban perpajakannya maka dapat didelegasikan ke
pihak lain, yaitu kuasa yang memiliki kualifikasi sesuai PMK-229/2014
- Selain kepada Wakil / Kuasa / instansi lain dengan ijin Menteri Keuangan, data perpajakan
bersifat rahasia
- Semua WP Wajib melakukan pembukuan sesuai dgn standar akuntansi yang berlaku, kecuali WP
OP karyawan atau WP OP usaha yang omzetnya tidak melebihi 4,8M setahun. Mereka boleh
tidak melakukan pembukuan, namun tetap harus melakukan pencatatan
- Pencatatan adalah versi sederhana dari sebuah pembukuan
- Kewajiban menyimpan data/dokumen perpajakan adalah selama 10 tahun
- Pengembalian nilai lebih bayar dari sebuah SPT LB dilakukan dengan salah satu dari 2cara, yaitu
dengan permohonan restitusi atau dengan permohonan pengembalian pendahuluan
- Permohonan restitusi atas SPT LB diproses paling lama 12 bulan sejak SPT disampaikan lengkap,
selama proses tsb akan dilakukan pemeriksaan pajak untuk menetapkan apakah memang
negara harus mengembalikan uangnya sebesar itu, atau dgn nilai yang lebih kecil, atau bahkan
negara menganggap tidak ada kelebihan yang harus dikembalikan atau bahkan justru ada
kekurang bayaran. Semua disajikan pada sebuah Surat Ketetapan Pajak (SKP) hasil pemeriksaan
- Pengembalian pendahuluan atas SPT LB hanya diberikan ketika WP memenuhi salah satu dari 3
syarat yaitu memenuhi sebagai WP Kriteria Tertentu, WP Persyaratan Tertentu, atau WP Resiko
Rendah. Dgn konsep nilai yang diminta dikembalikan pada SPT LB akan dikembalikan lebih cepat
daripada restitusi karena tidak dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Namun pemeriksaan
tetap dapat dilakukan setelahnya jika KPP merasa perlu

Beberapa contoh tambahan perhitungan sanksi telat lapor / telat setor

Perhitungan lainnya ada di file materi ya..

Dasarnya dari file materi Hal.72

1. SPT Masa PPN status KB Rp5.000.000, masa Pajak Maret 2021 baru disetor dan lapor tgl 29 Juni
2021. Sanksi berupa STP akan diterbitkan tanggal 3 Januari 2022
[asumsi batas akhir lapor dan setor bukan sabtu/minggu, hari libur nasional atau cuti bersama]

Jatuh tempo setor dan lapor = 30 april 2021, berarti telat lapor dan telat setor

Jumlah bulan terlambat = dihitung sejak JT + 1 sampai dengan tanggal bayar


= 1 Mei 2021 sampai dengan 29 Juni 2021

1 mei – 31 mei = 1 bulan


1 juni – 30 juni = 1 bulan +
Total = 2 bulan

Tarif sanksi = tarif yang berlaku di hari pertama dikenakannya sanksi


= tarif tanggal 1 mei 2021
= KMK Nomor 25/KM.10/2021 berlaku 1 mei s.d 31 mei 2021
= 0,96%

Sanksi telat setor = 0,96% x 2 bulan x Rp5.000.000


= 96.000

Sanksi telat lapor = 500.000

Total Sanksi = 500.000 + 96.000


= 596.000

2. SPT Masa PPh Pasal 23 masa pajak Agustus 2021, Status Kurang Bayar (KB) Rp10.000.000,
disetor dan dilapor tanggal 17 September 2021. Sanksi berupa STP akan diterbitkan tanggal 3
Januari 2022
[asumsi batas akhir lapor dan setor bukan sabtu/minggu, hari libur nasional atau cuti bersama]

Jatuh tempo setor tanggal 10 sept 2021


Jatuh tempo lapor tanggal 20 sep 2021

Berarti telat setor tapi tidak telat lapor, hanya kena sanksi telat setor saja
Bulan terlambat = dihitung sejak JT + 1 sampai dengan tanggal bayar
= 11 sep s.d 17 sep

11 sep s.d 10 ags = 1 bulan


Jadi total terlambat hanya 1 bulan

Tarif sanksi = tarif yang berlaku di hari pertama dikenakannya sanksi


= tarif tanggal 11 Sep 2021
= KMK Nomor 49/KM.10/2021 berlaku 1 sep s.d 30 sep 2021
= 0,94%

Sanksi STP = 0,94% x 1 bulan x Rp10.000.000


= 94.000

3. SPT Masa PPN masa pajak Agustus 2021, Status Lebih Bayar (LB) Rp10.000.000, dilapor tanggal
17 Oktober 2021. Sanksi berupa STP akan diterbitkan tanggal 3 Januari 2022
[asumsi batas akhir lapor dan setor bukan sabtu/minggu, hari libur nasional atau cuti bersama]

Jatuh tempo setor tanggal 30 sept 2021, tapi SPT LB tidak ada yg perlu dibayar
Jatuh tempo lapor tanggal 30 sep 2021

Berarti hanya terlambat lapor saja, sehingga sudah pasti


Sanksi STP = Rp500.000

Dalam menghitung sanksi, bulan terlambatnya maksimal 24 bulan ya, jadi ketika dihitung telat setornya
ternyata sudah melebihi 24 bulan maka yaudah pasti sanksi = …% x 24 bulan x Rp…

Sehingga telat bayar 2 tahun, 3 tahun atau 4 tahun besar sanksi nya sama aja karena bulan pengalinya
sudah mentok di 24 bulan

Anda mungkin juga menyukai