Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

TINDAK PIDANA PENCURIAN

Disusun Oleh :
Nama : DIAN NURCAHYANI
NIM :

UNIVERSITAS MERDEKA PONOROGO


FAKULTAS HUKUM
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
sebagai tugas dari mata kuliah hukum perburuhan dan perindustrian dengan judul
“Tindak Pidnaa Pencurian”.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak yang sangat membantu dan memberikan makna penting bagi terciptanya
makalah ini. Oleh karena itu pada kesempatan yang dirohmati Allah ini penulis
berterima kasih yang sebesar-besarnya terutama kepada semua pihak yang telah
membantu terciptanya makalah ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini
mendapat balasan yang lebih berharga dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa
makalah ini masih mempunyai banyak kekurangan
Dan karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun dan memberikan ilmu baru untuk menggapai hal yang lebih baik pada
penulisan berikutnya.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan bermakna
positif bagi semua pihak, terutama untuk menjadi sarana motivasi dan inspirasi
penting untuk menambah wawasan.

Pacitan , Agustus 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Hal
COVER ................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
B. Perumusan Masalah .................................................................................. 2
C. Tujuan ....................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Hubungan Kerja ...................................................................... 3
B. Pemutusan Hubungan Kerja ..................................................................... 4
C. Jenis – Jenis Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK) ................................... 7
D. Perselisihan PHK dan penyelesaiannya ................................................... 8
E. Kompensasi / Ganti Rugi PHK ................................................................. 12

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ............................................................................................... 14
B. Saran – Saran ............................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara kita adalah negara berkembang yang sedang melaksanakan


pembangunan di segala bidang, dengan tujuan pokok untuk memberikan
kemakmuran dan kesejahteraan lahir dan batin bagi seluruh rakyat Indonesia.
Hal ini dapat tercapai apabila masyarakat mempunyai kesadaran bernegara
dan berusaha untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan
sejahtera. Masyarakat dikatakan sejahtera apabila tingkat perekonomian
menengah keatas dan kondisi keamanan yang harmonis Hal tersebut dapat
tercapai dengan cara setiap masyarakat berperilaku serasi dengan kepentingan
yang berlaku dalam kehidupan masyarakat yang diwujudkan dengan
bertingkah laku sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat
Tindak kejahatan (tindak pidana/delik) dapat terjadi kapan saja dan
dimana saja. Berbagai bentuk tindak kejahatan terus berkembang baik modus
maupun skalanya, seiring berkembangnya suatu masyarakat dan daerah
seiring juga perkembangan sektor perekonomian demikian pula semakin
padatnya populasi penduduk maka perbenturan berbagai kepentingan dan
urusan diantara komunitas tidak dapat dihindari. Berbagai motif tindak
kejahatan dilatarbelakangi berbagai kepentingan baik individu maupun
kelompok. Tindak pidana (delik), Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
diberi batasan sebagai berikut ; “Perbuatan yang dapat dikenakan hukuman
karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang. Dalam teori yang
diajarkan dalam ilmu hukum pidana latar belakang orang melakukan tindak
pidana/delik dapat dipengaruhi dari dalam diri pelaku yang disebut
indeterminisme maupun dari luar diri pelaku yang disebut determinisme.
Menurut data yang ada di wilayah hukum Pengadilan Negeri Pacitan
kelas II pada tahun 2019 telah ada tindak pidana pencurian sampai 21 perkara
dimana 18 perkara dilakukan oleh orang dewasa sedangkan 3 perkara di
lakukan oleh anak dibawah umur. Tindak pidana pencurian merupakan
kejahatan yang sangat umum terjadi ditengah masyarakat dan merupakan
kejahatan yang dapat dikatakan paling premitif. Dalam KUHP dirumuskan
dalam Pasal 362; “Barang siapa mengambil sesuatu barang yang seluruhnya
atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud hendak memilikinya

1
dengan melawan hukum, dihukum karena bersalah tentang pencurian.........
dan seterusnya”.
Perkembangan kejahatan terutama tindak pidana pencurian semakin
meningkat, karena merupakan dampak negatif dari kemajuan yang telah
dicapai oleh Negara kita. Sebagai contoh tindak pidana pencurian yang
banyak dilakukan oleh seseorang dikarenakan struktur ekonomi yang
semakin memburuk yang disebabkan oleh seringnya terjadi kenaikan harga
barang dan inflasi yang cukup tinggi sedangkan pembagian pendapatan bagi
masyarakat tidak merata, dan juga tingginya angka pengangguran yang
disebabkan oleh sulitnya mendapatkan pekerjaan.

B. Perumusan Masalah
Permasalahan pokok yang akan dibahas dalam makalah ini adalah
mengenai” tindak pidana pencurian”, agar kegiatan ini jelas dan tidak luas
cakupannya, maka perlu pembahasan ruang lingkup permasalahan. Dalam hal
ini penulis membahas pada hal-hal berikut :

1. Apakah yang di maksud dengan pengertian pencurian ?


2. Apa saja yang menjadi unsur-unsur pencurian ?
3. Apa saja faktor-faktor pemicu tindak pencurian ?
4. Apa ancaman atau hukuman, tuntutan pidana, putusan pidana tindak
pidana dalam kasus pencurian ?
5. Apa saja dampak dari adanya tindakan pencurian ?

C. Tujuan Pembuatan Makalah


Adapun tujuan pembuatan makalah ini, adalah :

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pencurian.


2. Untuk dapat mengetahui unsur-unsur yang ada didalam pencurian.
3. Bisa memahami faktor-faktor yang menjadi pemicu terjadinya tindak
pidana pencurian .
4. Untuk dapat mengetahui ancaman atau hukuman, tuntutan pidana,
putusan pidana tindak pidana dalam kasus pencurian.
5. Agar bisa memahami apa saja dampak dari adanya tindakan pencurian.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PENCURIAN
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, arti dari kata “curi” adalah
mengambil milik orang lain tanpa izin atau dengan tidak sah, biasanya dengan
sembunyi-sembunyi. Sedangkan arti “pencurian” adalah proses, cara,
perbuatan. Di dalam hadist dikatakan bahwa mencuri merupakan tanda
hilangnya iman seseorang.
Sedangkan Menurut KUHP pencurian adalah mengambi sesuatu
barang yang merupakan milik orang lain dengan cara melawan hak orang lain,
untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 362 KUHP.
Pasal 362 KUHP berbunyi : “Barangsiapa mengambil sesuatu benda yang
sebagian atau seluruhnya merupakan kepunyaan orang lain, dengan maksud
untuk menguasai benda tersebut secara melawan hukum, karena bersalah
melakukan pencurian, dipidana dengan pidana selama-lamanya lima tahun
atau dengan pidana denda setinggi-tingginya Sembilan ratus rupiah”. [1]
Yang dilarang dan diancam dengan hukuman di dalam kejahatan ini
adalah perbuatan “mengambil”, yaitu membawa sesuatu benda di bawah
kekuasaannya secara mutlak dan nyata. Menurut Memorie Van Toelichting
mengenai pembentukan pasal 362 ini, yang dapat dijadikan objek dari tindak
pidana pencurian ini hanyalah terbatas pada “benda-benda yang berwujud dan
dapat bergerak”, akan tetapi di dalam perkembangannya Hoge Raad
memberikan penafsirannya yang lebih luas, sehingga juga benda-benda yang
tidak berwujud dimasukkan kedalam pengertian benda menurut pasal 363
KUHP ini. [2]

__________________________________________________________________________________________________
[1] P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan Edisi Kedua, Jakarta:
Sinar Grafika, 2009, hlm 2.
[2] Drs. P.A.F Lamintang, S.H., Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Sinar Baru, cetakan ketiga, 1990, hlm. 213.

3
B. UNSUR-UNSUR PENCURIAN
Suatu perbuatan atau peristiwa, baru dapat dikualifikasikan sebagai tindak
pencurian apabila terdapat semua unsur sebagai berikut :
1. Unsur-Unsur Objektif
a) Barang siapa (hij)
b) Unsur perbuatan mengambil (wegnemen)
Unsur pertama dari tindak pidana pencurian ialah perbuatan
“mengambil” barang. “Kata “mengambil” (wegnemen) dalam arti
sempit terbatas pada menggerakan tangan dan jari-jari, memegang
barangnnya, dan mengalihkannya ke lain tempat”.
Dari adanya unsur perbuatan yang dilarang mengambil ini
menunjukan bahwa pencurian adalah berupa tindak pidana formill.
Mengambil adalah suatu tingkah laku psoitif/perbuatan materill, yang
dilakukan dengan gerakan-gerakan yang disengaja. Pada umumnya
menggunakan jari dan tangan kemudian diarahkan pada suatu benda,
menyentuhnya, memegang, dan mengangkatnya lalu membawa dan
memindahkannya ke tempat lain atau dalam kekuasaannya. Unsur
pokok dari perbuatan mengambil harus ada perbuatan aktif, ditujukan
pada benda dan berpindahnya kekuasaan benda itu ke dalam
kekuasaannya. Berdasarkan hal tersebut, maka mengambil dapat
dirumuskan sebagai melakukan perbuatan terhadap suatu benda
dengan membawa benda tersebut ke dalam kekuasaanya secara nyata
dan mutlak.
Unsur berpindahnya kekuasaan benda secara mutlak dan nyata
adalah merupaka syarat untuk selesainya perbuatan mengambil, yang
artinya juga merupakan syarat untuk menjadi selesainya suatu
perbuatan pencurian yang sempurna.
c) Unsur benda (eenig goed)
Pada objek pencurian ini sesuai dengan keterangan dalam
Memorie van toelichting (MvT) mengenai pembentukan Pasal 362
KUHP adalah terbatas pada benda-benda bergerak (roerend goed).

4
Benda-benda tidak bergerak, baru dapat menjadi objek pencurian
apabila telah terlepas dari benda tetap dan menjadi benda bergerak.
Benda bergerak adalah setiap benda yang berwujud dan bergerak ini
sesuai dengan unsur perbuatan mengambil.
Benda yang bergerak adalah setiap benda yang sifatnya dapat
berpindah sendiri atau dapat dipindahkan (Pasal 509 KUHPerdata).
Sedangkan benda yang tidak bergerak adalah benda-benda yang
karena sifatnya tidak dapat berpindah atau dipindahkan, suatu
pengertian lawandari benda bergerak.
d) Unsur sebagian maupun seluruhnya milik orang lain (dat geheel of
gedeeltelijk aan een ander toebehoort)
Benda tersebut tidak perlu seluruhnya milik orang lain, cukup
sebagian saja, sedangkan yang sebagian milik pelaku itu sendiri.
Contohnya seperti sepeda motor milik bersama yaitu milik A dan B,
yang kemudian A mengambil dari kekuasaan B lalu menjualnya.
Akan tetapi bila semula sepeda motor tersebut telah berada dalam
kekuasaannya kemudian menjualnya, maka bukan pencurian yang
terjadi melainkan penggelapan (Pasal 372 KUHP).

2. Unsur-Unsur Subjektif
a) Maksud untuk memiliki (zich toeeinenen)
Maksud untuk memiliki terdiri dari dua unsur, yakni unsur
pertama maksud (kesengajaan sebagai maksud atau opzet als
oogmerk), berupa unsur kesalahan dalam pencurian, dan kedua unsur
memilikinya. Dua unsur itu tidak dapat dibedakan dan dipisahkan satu
sama lain.
Maksud dari perbuatan mengambil barang milik orang lain itu
harus ditujukan untuk memilikinya, dari gabungan dua unsur itulah
yang menunjukan bahwa dalam tindak pidana pencurian, pengertian
memiliki tidak mengisyaratkan beralihnya hak milik atas barang yang
dicuri ke tangan pelaku, dengan alasan. Pertama tidak dapat

5
mengalihkan hak milik dengan perbuatan yang melanggar hukum, dan
kedua yang menjadi unsur pencurian ini adalah maksudnya (subjektif)
saja. Sebagai suatu unsur subjektif, memiliki adalah untuk memiliki
bagi diri sendiri atau untuk dijadikan barang miliknya. Apabila
dihubungkan dengan unsur maksud, berarti sebelum melakukan
perbuatan mengambil dalam diri pelaku sudah terkandung suatu
kehendak (sikap batin) terhadap barang itu untuk dijadikan sebagai
miliknya.
b) Melawan hukum (wederrechtlijk)
Menurut Moeljatno, unsur melawan hukum dalam tindak pidana
pencurian yaitu Maksud memiliki dengan melawan hukum atau
maksud memiliki itu ditunjukan pada melawan hukum, artinya ialah
sebelum bertindak melakukan perbuatan mengambil benda, ia sudah
mengetahui dan sudah sadar memiliki benda orang lain itu adalah
bertentangan dengan hukum. Karena alasan inilah maka unsur
melawan hukum dimaksudkan ke dalam unsur melawan hukum
subjektif. Pendapat ini kiranya sesuai dengan keterangan dalam MvT
yang menyatakan bahwa, apabila unsur kesengajaan dicantumkan
secara tegas dalam rumusan tindak pidana, berarti kesengajaan itu
harus ditujukan pada semua unsur yang ada dibelakangnya

C. FAKTOR-FAKTOR PEMICU TINDAK PENCURIAN

Terjadinya suatu tindak pidana pencurian banyak sekali faktor-faktor


yang melatar belakanginya. Selain faktor dari diri pelaku sebagai pihak yang
melakukan suatu tindak pidana pencurian, banyak faktor lain yang mendorong
dapat terjadinya suatu tindak pidana pencurian.yang terjadi dalam masyarakat.
Terdapat dua faktor utama yang menyebabkan dapat terjadinya suatu tindak
pidana pencurian yaitu :

6
1. Faktor internal
a) Niat pelaku
Niat merupakan awal dari suatu perbuatan, dalam melakukan tindak
pidana pencurian niat dari pelaku penting dalam faktor terjadinya
pencurian. Pelaku sebelum melakukan pencurian biasanya sudah
berniat dan merencanakan bagaimana akan melakukan perbuatannya.
b) Keadaan ekonomi
Sebagian besar pelaku pencurian melakukan tindakan pencurian
disebabkan oleh kesulitan ekonomi, baik yang untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari, ada keluarganya yang sakit, membutuhkan
biaya dalam waktu dekat dan lain-lain. Maka dapat disimpulkan
bahwa faktor pendorong seseorang melakukan tindak pidana
pencurian adalah kesulitan ekonomi yang menyebabkan ia melakukan
perbuatan tersebut.
c) Moral dan pendidikan
Moral disini berarti tingkat kesadaran akan norma-norma yang berlaku
di dalam masyarakat. Kesadaran hukum seseorang merupakan salah
satu faktor internal yang dapat menentukan apakah pelaku dapat
melakukan perbuatan yang melanggar norma-norma di masyarakat.
Tingkat pendidikan seseorang juga menentukan seseorang dapat
melakukan tindak pidana pencurian.

2. Faktor eksternal

a) Lingkungan Tempat Tinggal


Lingkungan tempat tinggal pelaku kejahatan biasanya merupakan
lingkungan atau daerah-daerah yang pergaulan sosialnya rendah,
rendahnya moral penduduk dan seringnya norma-norma sosial
dilanggar dan tidak ditaati lagi. Mengenai hal ini JJH Simanjutak
menjelaskan bahwa lingkungan tempat tinggal juga menjadi salah satu
faktor penting dari terjadinya suatu tindak pidana pencurian. Hal ini
dapat dilihat dari penelitian selama ini, bahwa lingkungan juga
menjadi salah satu faktor penyebab kejahatan.

7
b) Penegak Hukum
Sebagai petugas Negara yang mempunyai tugas menjaga ketertiban
dan keamanan masyarakat, peran penegak hukum disini juga memiliki
andil yang cukup besar dalam terjadinya tindak pidana pencurian.
Penegak hukum disini bukan hanya polisi saja, melainkan Jaksa
selaku Penuntut Umum dan Hakim selaku pemberi keputusan dalam
persidangan. Peran serta penegak hukum yang memiliki peran
strategis adalah polisi. Polisi selaku petugas Negara harus senantiasa
mampu menciptakan kesan aman dan tentram di dalam kehidupan
bermasyarakat. Polisi mempunyai tugas tidak hanya untuk
menangkap setiap pelaku tindak pidana pencurian, tetapi harus
mampu memberikan penyuluhan-penyuluhan dan informasi kepada
masyarakat luas agar senantiasa mampu berhati-hati agar tidak terjadi
tindak pidana pencurian di lingkungan mereka masing-masing.
c) Korban
Kelengahan korban juga menjadi salah satu faktor pendorong pelaku
untuk melakukan tindak pidana pencurian. Pada keadaan masyarakat
saat ini dimana tingkat kesenjangan di dalam masyarakat semakin
tinggi. Di satu sisi banyak orang yang kaya raya tetapi orang yang
miskin sekali pun juga semakin banyak. Hal ini menimbulkan
kecemburuan sosial yang dirasakan oleh pelaku. Tindakan korban
yang memamerkan harta kekayaan juga menjadi “godaan” kepada
pelaku untuk melancarkan aksinya.

D. ANCAMAN ATAU HUKUMAN, TUNTUTAN PIDANA, PUTUSAN


PIDANA TINDAK PIDANA DALAM KASUS PENCURIAN

1. Ancaman Pidana
Ancaman pidana adalah hukuman atau sanksi pidana yang
diancamkan kepada orang yang melakukan suatu perbuatan pidana. Jadi
untuk setiap tindak pidana selalu ada ancaman pidana bagi mereka yang
melanggarnya. Ancaman pidana ini berbeda-beda untuk setiap tindak
pidana, bisa berupa pidana mati, pidana penjara, atau pidana kurungan
maupun pidana denda. Ancaman pidana ini bisa dilihat dari bunyi pasal-
pasal dalam setiap undang-undang yang mengatur mengenai tindak pidana,
misalnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Untuk setiap tindak

8
pidana disebutkan maksimal ancaman pidana yang dapat dijatuhkan kepada
pelaku tindak pidana, misalnya untuk tindak pidana pencurian dalam Pasal
362 KUHP maksimalnya adalah pidana penjara selama lima tahun. Dalam
beberapa undang-undang selain maksimal pidana yang dapat dijatuhkan
juga disebutkan minimal pidana yang dapat dijatuhkan, misalnya perkosaan
terhadapa anak dalam Pasal 81 UU Perlindungan Anak maksimal dipidana
paling lama 15 (lima belas) tahun dan minimal 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit
Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
Karena ancaman pidana selalu dicantumkan dalam setiap pasal yang
mengatur mengenai tindak pidana, maka sepanjang perbuatan yang
dilakukan masuk dalam kualifikasi tindak pidana yang sama maka ancaman
pidana juga sama. Jadi untuk setiap perbuatan mengambil barang milik
orang lain yang termasuk dalam tindak pidana pencurian maka maksimal
ancaman pidana juga sama yaitu 5 tahun penjara, tanpa melihat apakah yang
dicuri itu perhiasan, maupun sandal jepit.

2. Tuntutan Pidana
Tuntutan pidana adalah permohonan jaksa (penuntut umum) kepada
pengadilan (majelis hakim) atas hasil persidangan. Jadi tuntutan pidana baru
muncul apabila pelaku tindak pidana sudah disidangkan di pengadilan dan
pemeriksaan dinyatakan selesai oleh hakim. Dalam tuntutan pidana apabila
penuntut umum berpendapat pelaku tindak pidana terbukti bersalah
melakukan tindak pidana maka jaksa meminta agar pengadilan menjatuhkan
pidana kepada pelaku tindak pidana tersebut. Dalam tuntutan pidana ini
akan disebutkan berapa lama pidananya, lamanya pidana ini bisa sama
dengan maksimal ancaman pidana, lebih rendah atau dalam hal tertentu
melebihi maksimal ancaman pidana.

3. Putusan Pidana
Setelah diberi kesempatan untuk mengajukan pembelaan maka
pelaku tindak pidana yang disidangkan (terdakwa) maka selanjutnya
pengadilan (majelis hakim) akan menjatuhkan putusan pidana. Apabila

9
pengadilan berpendapat terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan
melakukan tindak pidana dan tidak ada alasan pembenar maupun pemaaf
yang dapat melepaskan dari pertanggungjawaban pidana maka selain
dinyatakan bersalah melakukan pidana maka juga akan dijatuhi pidana.
Mengenai berapa lama pidana yang dijatuhkan apakah sama dengan
maksimal ancaman pidana atau sama dengan tuntutan pidana penuntut
umum atau berbeda dari keduanya, tentu telah melalui pertimbangan baik
dalam memperimbangkan unsur tindak pidana maupun dalam hal yang
memberatkan dan meringankan pada diri terdakwa, yang kesemuanya dapat
dibaca pada pertimbangan hakim dalam setiap putusan yang dibuatnya.

Dari ketiga pengertian di atas, kiranya adalah berbeda dengan apa


yang disebut sebagai ancaman pidana, tuntutan pidana dan putusan pidana.
Ancaman pidana untuk tindak pidana yang sama akan selalu sama,
sedangkan tuntutan pidana akan sangat tergantung pada hasil penilaian
persidangan oleh penuntut umum yang sangat dinamis, tidak saja pada
peristiwa, jenis perbuatan maupun pelakunya, sehingga tidak dapat
disamaratakan seperti ancaman pidana.
Selanjutnya atas tuntutan dari penuntut umum tersebut, setelah
terdakwa diberi kesempatan untuk mengajukan pembelaan selanjutnya
pengadilan (majelis hakim) akan menjatuhkan putusan yang apabila
terdakwa dinyatakan bersalah maka akan diikuti dengan pemidanaan yang
lamanya pidana akan sangat tergantung pada fakta-fakta yang terungkap di
persidangan termasuk juga pada hal-hal yang memberatkan dan
meringankan setelah juga memperhatikan tuntutan pidana dari penuntut
umum dan pembelaan terdakwa atas tuntutan tersebut. Mengenai lamanya
pidana yang dijatuhkan dapat sama dengan tuntutan penuntut umum atau
dapt juga sama dengan maksimal ancaman pidana juga dapat lebih rendah
dari keduanya bahkan dalam hal tertentu dapat lebih tinggi dari maksimal
ancaman pidana.

E. DAMPAK DARI ADANYA TINDAKAN PENCURIAN


Dalam sebuah perkara atau perbuatan pasti ada di dalamnya
hukum sebab akibat yang itu tidak bisa lepas dan selalu mengikuti. Dalam hal

10
pencurian yang notabene adalah perbuatan jahat, maka di balik perbuatan
tersebut adanya dampak negatif yang merugikan terhdap orang lain maupun
terhadap diri sendiri.
1. Dampak terhadap pelakunya
Dampak yang akan di alami bagi pelaku pencurian atas perbuatanya
tersebut antara lain,
a) Mendapat hukuman. seorang pencuri akan mendapatkan hukuman
sesuai undang-undang yang berlaku, apabila tertangkap;
b) Mencemarkan nama baik. Seseorang yang telah terbukti mencuri nama
baiknya akan tercemar di mata masyarakat baik untuk dirinya maupun
keluarganya;
c) Mengalami kegelisahan batin. Rasa gelisah dan takut jika perbuatan
mencurinya terbongkar;
d) Merusak keimanan, seseorang yang mencuri berarti telah rusak
imanya. Jika ia mati sebelum bertobat maka ia akan mendapat azab
yang pedih;

2. Dampak terhadap korban pencurian


Dampak dari pencurian bagi korban diantaranya adalah
a) Menimbulkan kerugian dan kekecewaan. Peristiwa pencurian akan
sangat merugikan dan menimbulkan kekecewaan bagi korbanya
b) Menimbulkan ketakutan dan kegelisahan. Peristiwa pencurian
menimbulkan rasa takut dan gelisah bagi korban dan masyarakat
karena mereka merasa tidak aman dan tidan nyaman.
c) Munculnya hukum rimba. Perbuatan pencurian merupakan perbuatan
yang mengabaikan nilai-nilai hukum. Apabila terus berlanjut akan
memunculkan rasa untuk menghakimi para pelaku sendiri baik secara
fisik maupun secara mental.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Masyarakat dengan tingkat kesejahteraan yang rendah cenderung untuk
tidak mempedulikan norma atau kaidah hukum yang berlaku termasuk dalam
memenuhi kebutuhan ada kecenderungan menggunakan segala cara agar
kebutuhan tersebut dapat terpenuhi. Dari cara-cara yang digunakan ada yang
melanggar dan tidak melanggar norma hukum. Dengan rumusan terdiri dari
unsur-unsur objektif (perbuatan mengambil, objeknya suatu benda, dan unsur
keadaan yang melekat pada benda untuk dimiliki secara sebagian ataupun
seluruhnya milik orang lain) dan unsur-unsur subjektif (adanya maksud, yang
ditujukan untuk memiliki, dan dengan melawan hukum).
Terdapat dua faktor utama yang menyebabkan dapat terjadinya suatu
tindak pidana pencurian. Yaitu faktor internal dan faktor external. Faktor
Internal terdiri atas : niat pelaku, keadaan ekonomi, serta faktor moral dan
pendidikan. Adapun faktor Eksternal terdiri atas: lingkungan tempat tinggal,
penegak hukum dan faktor korban sendiri.
Dalam hal pencurian yang notabene adalah perbuatan jahat, maka di
balik perbuatan tersebut adanya dampak negatif yang merugikan terhadap
orang lain maupun terhadap diri sendiri.

B. SARAN-SARAN
Dalam hal ini, penulis menyarankan bahwa karena sangat
pentingnya peranan secara umum betapa pentingnya hukum dalam kehidupan
kita sehari – hari, dan perlunya kita mempelajari hukum agar tidak
menimbulkan kerugian baik pada diri sendiri maupun orang lain
Selain itu dengan adanya perubahan atau pembentukan peraturan
perundang-undagan yang baru apabila peraturan perudang-undangan yang
ada sudah dirasakan tidak terimplementasikan rasa keadilan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Buku II Bab XXII Pasal 362

Moeljatno. 1984. Azas-azas Hukum Pidana. Jakarta: Bina Aksara.

Drs. P.A.F. Lamintang, SH. dan C. Djisman Samosir, SH. 1983. Hukum Pidana
Indonesia. Sinar Baru. Bandung.

Lamintang, P. A. F. 1989. Delik-delik Khusus Kejahatan-kejahatan Terhadap


Harta Kekayaan, cetakan pertama. Bandung: Sinar Baru.

Lamintang, P. A. F. dan Theo Lamintang. 2009. Delik-Delik Khusus Kejahatan


Terhadap Harta Kekayaan Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika.

Lamintang, P. A. F. 1990. Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Sinar Baru.

http//googlesearch.com

Anda mungkin juga menyukai