Anda di halaman 1dari 9

SITUATION & CONDITION

Sektor Pariwisata hingga saat ini masih menjadi sektor prioritas


pemerintah karena dinilai mampu menjadi lokomotif pergerakan
perekonomian bangsa. Pengelolaan sektor pariwisata pun terus
dikembangkan oleh pemerintah, melalui berbagai kebijakan untuk
membuat pariwisata Indonesia lebih maju dan dikenal di mata
dunia.

Peranan sektor pariwisata nasional semakin penting sejalan


dengan perkembangan dan kontribusi yang diberikan sektor
pariwisata melalui penerimaan devisa, pendapatan daerah,
pengembangan wilayah, maupun dalam penyerapan investasi dan
tenaga kerja serta pengembangan usaha yang tersebar di berbagai
pelosok wilayah di Indonesia melalui mekanisme tarikan dan
dorongan terhadap sektor ekonomi lain yang terkait dengan sektor
pariwisata, seperti hotel dan restoran, angkutan, industri kerajinan
dan lain-lain.

Devisa dari sektor pariwisata pada tutup buku 2018 meningkat


mencapai angka US$19,29 miliar atau hampir menembus target
tahun ini sebesar US$20 miliar. Kontribusi sektor pariwisata
terhadap PDB tahun 2018 mencapai 4,50%, dan tahun 2019
mencapai 4,80%. (www.wartaekonomi.co.id, 2019). Sedangkan,
sejak tahun 2015 kontribusi sektor pariwisata terhadap PDB
sebesar 4,25%, tahun 2016 sebesar 4,13%, dan tahun 2017 sebesar
4,11% (bps.go.id). Jadi, rata – rata kontribusi sektor pariwisata
terhadap PBD sejak tahun 2015 hingga 2019 adalah sebesar 4,36%.

Hal tersebut menunjukkan kemampuan sektor pariwisata di


Indonesia menjadi motor penggerak perkonomian. Oleh karena itu
sangat penting sekali bagi pemerintah untuk mengelola sektor
pariwisata yang dengan baik dapat menjadi country branding dan
mampu meningkatkan penerimaan devisa serta dapat menarik
pergerakan sektor lainnya. Kontribusi sektor pariwisata bagi
perekonomian dapat ditunjukkan melalui beberapa indikator yaitu
penerimaan devisa dan jumlah kunjungan wisatawan yang datang
ke Indonesia menunjukkan tren peningkatan dari tahun ke tahun.

Selain itu, sektor pariwisata juga harus didukung dengan adanya


fasilitas sarana, sumber daya manusia, teknologi dan pemasaran-
promosi supaya dapat dikemas menjadi obyek wisata yang
menarik. Melalui multiplier effect-nya, pariwisata dirasa dapat dan
mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penciptaan
lapangan kerja. Itulah mengapa, percepatan pertumbuhan ekonomi
dan penciptaan lapangan kerja yang lebih luas dapat dilakukan
dengan mempromosikan pengembangan pariwisata. Fokus utama
dalam industri pariwisata adalah menjaga kepercayaan dan
kepuasan customer.

Namun, memasuki akhir tahun 2019, dunia diguncang dengan


pandemi Covid-19 hingga di berbagai negara di dunia, termasuk
Indonesia terkena dampak pada sektor perekonomian negara di
dunia dalam sektor pariwisata. Ditambah pula dengan adanya
pembatasan perjalanan dan kegiatan oleh pemerintah dan larangan
masuk ke beberapa provinsi tertentu di masa Covid 19 ini
membuat pariwisata domestik makin terpuruk.
Covid-19 adalah wabah global yang berdampak buruk pada
dimensi manusia dan sosial. Setelah menyebar dari Cina, pandemi
meluas dengan cepat ke 210 negara termasuk Indonesia. Pandemi
Covid-19 adalah kejutan besar bagi ekonomi global termasuk
Indonesia. Ekonomi mengalami penurunan setidaknya untuk paruh
pertama tahun ini dan mungkin lebih lama jika tindakan
penahanan wabah Covid-19 tidak efektif. Pandemi Covid-19
menyebabkan gangguan pada rantai pasok global, dalam negeri,
volatilitas pasar keuangan, guncangan permintaan konsumen dan
dampak negatif di sektor-sektor utama seperti perjalanan dan
pariwisata. Dampak wabah Covid-19 tidak diragukan lagi akan
terasa di seluruh rantai nilai pariwisata.

Mei 2020 merupakan puncak paling rendah pariwisata domestik.


Meski begitu, sempat ada angin segar. Saat itu, Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta sempat memberlakukan pembatasan sosial berskala
besar (PSBB) pada 10 April 2020–4 Juni 2020, sebelum memasuki
tahap PSBB transisi pada 5 Juni.
Sejumlah tempat wisata di Ibu Kota pun sudah mulai dibuka
kembali sejak akhir Juni 2020, beberapa di antaranya Taman Mini
Indonesia Indah dan Taman Margasatwa Ragunan. Sementara
untuk daerah lain, seperti Provinsi Sumatera Barat, pembukaan
kembali pariwisata sudah dilakukan secara bertahap sejak 17 Juli
2020. Pulau Dewata juga sudah menyambut kembali wisatawan
nusantara (wisnus) sejak 31 Juli 2020. Selanjutnya, beberapa
tempat wisata di Kabupaten Bandung Barat pun sudah buka sejak
awal Juni. Kemudian, Kabupaten Banjarnegara di Jawa Tengah juga
sudah menyambut kembali wisatawan sejak 1 Agustus.

Meski begitu, saat kasus Covid-19 mulai naik dan Jakarta kembali
memberlakukan PSBB jilid dua pada 14 September 2020, keinginan
wisatawan untuk berlibur pun mulai menurun dan pariwisata
domestik mulai lemas kembali.

Menyikapi dampak tersebut, pemerintah telah memberikan


kebijakan khusus dalam rangka meningkatkan sektor pariwisata,
dan berbagai daerah destinasi wisata juga telah menerapkan
strategi dan program yang mampu beradaptasi dengan kondisi
yang disebut era new normal, serta terdapat perubahan perilaku
wisatawan. Oleh karena itu dapat digambarkan model pariwisata di
era new normal ini yaitu, tourism behavior, domestic tourist
orientation, government policies, dan new tourism program
dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
Kedepannya, konsumen akan semakin bertanggung jawab. Patuh
terhadap standar protokol kesehatan bukan lagi dilihat sebagai
instruksi/himbauan melainkan kesadaran diri.

Kesadaran mengikuti protokol kesehatan adalah bentuk menjaga


diri sendiri, keluarga dan orang lain dari kontaminasi virus COVID-
19. Di Indonesia sendiri, jumlah lonjakan kasus belum melandai.
Semakin banyak kasus terkonfirmasi menandakan bahwa
persebaran virus sudah menyerang orang terdekat kita.
Dengan begitu, kesadaran untuk patuh dan bahkan meningkatkan
standar protokol kesehatan akan semakin kuat. Hal ini kemudian
terinternalisasi dalam pola keseharian dan menjadi kebiasaan baru
yang mengedepankan CHSE (Cleanliness, Healthiness, Safety,

KABUPATEN
Environment). Kebiasaan ini tidak akan hilang meskipun vaksin

KOTA
sudah ada. Ketika kesadaran ini telah menjadi kesadaran bersama
maka konsumen pun tidak akan enggan untuk makan langsung di
restoran.

Salah satu isu strategis pembangunan pariwisata adalah bagaimana


meningkatkan kontribusi pariwisata dalam peningkatan
kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat di daerah tujuan
wisata. Secara umum, makin besar kontribusi sektor pariwisata
terhadap “kue” perekonomian suatu wilayah, makin besar pula
kontribusi sektor pariwisata dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di wilayah tersebut. Oleh karena itu, perlu dikaji
seberapa besar kontribusi pariwisata terhadap perekonomian dan
bagaimana meningkatkan kontribusi sektor pariwisata dalam
perekonomian.

Analisis terhadap permasalahan pembangunan pariwisata dan


ekonomi kreatif dilakukan terhadap pilar pembangunan pariwisata
dan ekonomi kreatif. Berdasarkan Undang- Undang Nomor 10
Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, pembangunan
kepariwisataan meliputi industri pariwisata, destinasi pariwisata,
pemasaran dan kelembagaan kepariwisataan. Sementara Undang -
Undang Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif
menyebutkan bahwa pengembangan ekonomi kreatif dilakukan
melalui: pengembangan riset; pengembangan pendidikan; fasilitasi
pendanaan dan pembiayaan; penyediaan infrastruktur;
pengembangan sistem pemasaran; pemberian insentif; fasilitasi
kekayaan intelektual; dan pelindungan hasil kreativitas (Renstra
Kemenparekraf/Baparekraf 2020-2024).

Dalam Surat Sekretariat Kabinet Nomor B-


652/Seskab/Maritim/11/2015 perihal Arahan Presiden Mengenai
Pariwisata mengamanatkan Menteri Pariwisata bersama Menteri
terkait lainnya, para Gubernur pada 10 Destinasi Pariwisata
Prioritas, Bupati/Walikota terkait, agar fokus pada perbaikan 10
Destinasi Pariwisata Prioritas Pariwisata dengan mendukung dan
memperkuat kebijakan, program dan kegiatan yang diperlukan
sehingga benar-benar terlihat perubahannya (Sumber : Koran
Sindo, 26 Februari 2020).

Selain itu, dalam rangka mendukung percepatan pelaksanaan


pembangunan pariwisata di destinasi wisata prioritas, Pemerintah
bekerja sama dengan Bank Dunia melaksanakan program
pembangunan pariwisata secara terintegrasi dan berkelanjutan di
destinasi pariwisata prioritas. Di mana masing-masing destinasi
pariwisata prioritas tersebut akan disusun Integrated Tourism
Masteplan (Penyusunan Rencana Induk Pariwisata Terpadu) yang
terdiri dari rencana 25 tahun yang mencakup satu destinasi sebagai
satu wilayah perencanaan dan rencana detail 5 (lima) tahun untuk
masing-masing kawasan inti pariwisata.
Sepuluh Destinasi Pariwisata Prioritas yang distilahkan adalah
“Bali Baru” masing-masing memiliki potensi wisata yang menarik,
namun masih ada beberapa yang kurang maksimal dalam
pengelolaannya terutama dari segi informasi yang diberikan,
sarana transportasi serta fasilitas yang memadai di setiap obyek
wisata 10 Destinasi Pariwisata. Butuh kerjasama dari berbagai
pihak dalam mengelola dan memasarkan 10 Destinasi Pariwisata
Prioritas sebagai destinasi favorit bagi wisatawan nusantara
maupun mancanegara.

Penetapan 10 (sepuluh) destinasi prioritas ini merupakan amanat


Presiden pada Sidang Kabinet Awal Tahun pada tanggal 4 Januari
2016, destinasi-destinasi yang dimaksud adalah Danau Toba,
Tanjung Kelayang, Tanjung Lesung, Kepulauan Seribu, Bromo –
Tengger – Semeru, Mandalika, Labuan Bajo, Wakatobi, Morotai dan
termasuk di dalamnya adalah Borobudur yang terletak di
Yogyakarta.

Setidaknya terdapat tiga sektor strategis yang dijadikan unggulan


Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di level Asia Tenggara. Sektor
tersebut adalah pariwisata, pendidikan dan kebudayaan, yang
digadang-gadang mampu menjadi pilar penyangga bagi
berkembangnya sektor perekonomian (Humas Pemda DIY, 2020).

Berdasarkan data BPS DIY (2020), kontribusi sektor


pariwisata terhadap pertumbuhan ekonomi DIY cukup signifikan
(Tisnawan, 2020). Hal tersebut ditunjukkan dengan kontribusi
langsung, melalui sub-sektor hotel dan restoran, mencapai 10,3%
pada tahun 2019. Kemudian jika dilihat dari kontribusi tidak
langsung, melalui sub-sektor perdagangan (8,5%), transportasi
(5,7%), informasi dan komunikasi (8,2%), industri pengolahan
(13,1%), konstruksi (9,4%), mencapai 44,7%. Konstribusi
langsung dan tidak langsung sektor pariwisata terhadap
pertumbuhan DIY mencapai 55% atau setara Rp 66,1 triliun dalam
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2019.

Hasil studi Bank Indonesia (2019) juga menunjukkan bahwa


kunjungan wisatawan ke DIY signifikan mempengaruhi konsumsi
swasta atau masyarakat (Tisnawan, 2020). Jika terjadi kenaikan 1
persen kunjungan wisatawan meningkatkan konsumsi swasta atau
masyarakat sebesar 0,03%, ceteris paribus (variabel lain yang
mempengaruhi dianggap tidak berubah) dan vice versa (begitu
pula sebaliknya).

Di samping itu, juga terjadi penurunan Pariwisata di DIY sepanjang


tahun 2019. Hal tersebut terkait dengan (Dinas Pariwisata DIY,
2020): (1) faktor bencana alam sepanjang tahun 2019 dan status
DIY sebagai daerah rawan bencana. (2) Instabilitas politik akibat
agenda pemilu tahun 2019. (3) Produk wisata DIY yang cenderung
tidak berubah atau stagnan. (4) Pergeseran minat wisatawan yang
datang ke DIY yang lebih didominasi generasi millenial.

Pandemi Covid-19 telah berdampak nyata (significant) terhadap


Perekonomian Indonesia. Perekonomian Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) triwulan I-2020 mengalami kontraksi sebesar
0,17% (y-on-y) dan berlawanan arah dibanding pertumbuhan
periode yang sama di 2019 sebesar 7,51% (BPS DIY, 2020). Bila
dibanding triwulan IV-2019 perekonomian DIY mengalami kontraksi
sebesar 5,48% (q-to-q) atau menurun 5,48% (BPS DIY, 2020).

Pembatasan aktivitas masyarakat dalam upaya mencegah


penyebaran wabah Covid-19 berdampak pula kepada perlambatan
perekonomian (BPS DIY, 2020). Sektor hotel dan restoran tumbuh
negatif 1,28%. Kondisi tersebut terkait dengan ditutupnya semua
lokasi wisata dan sebagian besar kampus juga tutup.

Berlanjutnya krisis pandemi Covid-19 dapat diduga kondisi


pertumbuhan ekonomi DIY semakin menurun. Demikian pula
dengan kondisi sektor pariwisata di DIY. Berdasarkan data Dinas
Pariwisata DIY per akhir April 2020, sejumlah 97 hotel tutup
sementara (Raharjo, 2020).
Kemudian tempat lokasi wisata(candi, pantai, museum, desa wisata,
kawasan wisata, kraton, kebun binatang dsb) tutup sementara.
Kegiatan MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition)
berhenti total. Kondisi tersebut menjadikan total pekerja sektor
pariwisata 24.885 orang, dirumahkan 21.531 orang (86,52%), PHK
499 orang (2,01%) dan 2.825 pegawai (11,35%) masih bekerja.
Sebagian besar hotel dan restoran menyatakan hanya mampu
bertahan sampai Juni 2020.

Anda mungkin juga menyukai