1
Amang, Beddu, kebijakan Pangan Nasional, (Jakarta: Dharma Karsa Utama, 1995). hlm. 53.
mengkonsumsi produk makanan lain yang bisa mendampingi makanan beras tersebut. Dalam
artian beras tidak lagi makanan rakyat, dan dampak lebih jauh akan membuat beban
memproduksi beras ditingkat nasioanal akan berkurang. Selama ini memang konsumsi beras
ditingkat nasional begitu tinggi, sehingga pemerintah untuk mengamankan sering
menerapkan kebijakan impor beras, dengan tujuan untuk kebutuhan beras dalam negeri.
Oleh karena itu yang harus dipahami bahwa ketahanan pangan untuk saat ini tidak
lagi identik beras, walaupun pembahasan tentang ketahanan pangan masih tetap
membicarakan tentang beras namun diharapkan dalam kampanye kedepan pembahasan
tentang beras akan terjadi peralihan ke jenis produk lain yang dianggap fleksibel untuk
dikonsumsi oleh masyarakat.
Diversifikasi atau penganekaragaman adalah suatu cara untuk mengadakan lebih dari
satu jenis barang/komoditi yang dikonsumsi. Di bidang pangan,diversifikasi memiliki dua
makna, yaitu diversifikasi tanaman pangan dandiversifikasi konsumsi pangan. Kedua bentuk
diversifikasi tersebut masihberkaitan dengan upaya untuk mencapai ketahanan pangan.
Apabila diversifikasi tanaman pangan berkaitan dengan teknis pengaturan pola bercocok
tanam, makadiversifikasi konsumsi pangan akan mengatur atau mengelola pola konsumsi
masyarakat dalam rangka mencukupi kebutuhan pangan.
Menurut Riyadi (2003), diversifikasi pangan merupakan suatu proses pemilihan
pangan yang tidak hanya tergantung pada satu jenis pangan, akan tetapi memiliki beragam
pilihan (alternatif) terhadap berbagai bahan pangan. Pertimbangan rumah tangga untuk
memilih bahan makanan pokok keluarga didasarkan pada aspek produksi, aspek pengolahan,
dan aspek konsumsi pangan. Penganekaragaman pangan ditujukan tidak hanya untuk
mengurangi ketergantungan akan jenis pangan tertentu, akan tetapi dimaksudkan pula untuk
mencapai keberagaman komposisi gizi sehingga mampu menjamin peningkatan kualitas gizi
masyarakat.
Konsep diversifikasi pangan bukan suatu hal baru dalam peristilahan kebijakan
pembangunan pertanian di Indonesia karena konsep tersebut telah banyak dirumuskan dan
diinterprestasikan oleh para pakar. Kasryno, et al (1993) memandang diversifikasi pangan
sebagai upaya yang sangat erat kaitannya dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia,
pembangunan pertanian di bidang pangan dan perbaikan gizi masyarakat, yang mencakup
aspek produksi, konsumsi, pemasaran, dan distribusi.
Tujuan diversifikasi konsumsi pangan berdasarkan konsep pembangunan
berkelanjutan adalah:
1. Mengurangi Ketergantungan Impor Beras Impor beras dilakukan karena adanya
ketergantungan permintaan pangan terhadap bahan pangan berupa beras. Melalui
diversifikasi konsumsi pangan diharapakan akan membuat pilihan akan bahan pangan
menjadi semakin beragam, sehingga dapat menekan ketergantungan terhadap impor
beras.
2. Mencapai Pola Konsumsi Pangan Yang Tepat Ketahanan pangan menitikberatkan
pada aspek alokasi sumberdaya ke arah penggunaan yang efisien, fleksibel, dan stabil
dengan memanfaatkan potensi lokal yang tersedia. Salah satu prinsip pokok dalam
pelaksanaan diversifikasi konsumsi pangan adalah pemanfaatan atau pengoptimalan
potensi lokal, baik berupa potensi tanaman lokal maupun sumberdaya manusia.
3. Mewujudkan Pola Pangan Harapan Diversifikasi konsumsi pangan memiliki sasaran
untuk memberikan nutrisi atau gizi yang memadai bagi pola konsumsi rumahtangga,
sehingga akan mampu untuk memenuhi pola konsumsi sehat dan bergizi di
masyarakat.
4. Gizi Yang Terjangkau Oleh Semua Tingkat Pendapatan Pola konsumsi pangan
nasional yang selama ini banyak bergantung pada jenis beras menyebabkan harga
beras semakin cepat meningkat. Akibatnya, harga beras semakin lama menjadi
semakin sulit untuk dijangkau oleh semua kelompok pendapatan rumahtangga.
Melalui diversifikasi konsumsi pangan diharapkan akan mampu untuk
mengalokasikan pendapatan memilih jenis komoditi pangan yang relative lebih
terjangkau.2
2
Mewa, Ariani, Diversifikasi Pangan di Indonesia, (Jakarta: Forum Agro Ekonomi, 2006). hlm. 20-28.