Anda di halaman 1dari 19

PERILAKU INDIVIDU

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar-Dasar Manajemen


yang diampu oleh Bapak Sidik, SE.MM

Kelompok 7 (ES D)

ACH. Fatoni Zarkasyi (18383031008)


Syamsul Arifin (18383031190)
Evie Dwi Safitri (18383032056)
Maulidati Hasanah (18383032111)
Nurul Indriyati (18383032152)
Uswatun Hasanah (18383032194)

JURUSAN EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah “Perilaku Individu” dapat
terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Penyusunan makalah ini diajukan guna memenuhi tugas kelompok mata


kuliah Dasar-Dasar Manajemen. Dalam penyusunan makalah ini, kami mendapat
bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini, terutama kepada :

1. Bapak Sidik, SE.MM selaku dosen mata kuliah Dasar-Dasar Manajemen.


2. Orang tua dan teman-teman yang telah memberikan motivasi baik berupa
materi dan moral selama penyusunan makalah ini.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran demi
kesempurnaan makalah berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat dan
memenuhi harapan semua pihak.

Pamekasan, 04 Desember 2019

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................1

DAFTAR ISI...........................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................3

A. Latar Belakang..........................................................................................3

B. Rumusan Masalah.....................................................................................4

C. Tujuan........................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................5

A. Faktor Individu dalam Organisasi.............................................................5

B. Perilaku dan Kepribadian Individu............................................................6

C. Perilaku Individu Lainnya yang Mempengaruhi Organisasi.....................9

D. Perilaku Individu dan Sikap Organisasi..................................................12

E. Perilaku Individu dan Persepsi dalam Organisasi...................................14

BAB III PENUTUP..............................................................................................16

A. Kesimpulan..............................................................................................16

B. Saran........................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................18

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah salah satu dimensi dalam organisasi yang amat


penting, merupakan salah satu faktor dan pendukung organisasi. Perilaku
organisasi hakikatnya adalah hasil-hasil interaksi antara individu-individu
dalam organisasinya. Oleh karena itu, untuk memahami perilaku organisasi
sebaiknya diketahui terlebih dahulu individu-individu sebagai pendukung
organisasi tersebut.

Perilaku manusia adalah sebagai suatu fungsi dari interaksi antara


person atau individu dengan lingkungannya. Sebagai gambaran dari
pemahaman ungkapan ini, misalnya: seorang tukang parkir yang melayani
memparkir mobil, seorang tukang pos yang menyampaikan surat-surat ke
alamat, seorang mekanik yang bekerja dalam bengkel, seorang karyawan
asuransi yang datang ke rumah menawarkan jasa asuransinya, seorang perawat
di rumah sakit, dan juga seorang manajer di kantor yang membuat keputusan.
Mereka semuanya akan berperilaku berbeda satu sama lain, dan perilakunya
adalah ditentukan oleh masing masing lingkungannya yang memang berbeda.

Individu membawa ke dalam tatanan organisasi kemampuan,


kepercayaan pribadi, pengharapan kebutuhan, dan pengalaman masa lalunya.
Ini semuanya adalah karakteristik yang dipunyai individu, dan karakteristik ini
akan dibawa olehnya manakala ia akan memasuki sesuatu lingkungan baru,
yakni organisasi atau lainnya. Organisasi yang juga merupakan suatu
lingkungan bagi individu mempunyai karakteristik pula. Adapun karakte ristik
yang dipunyai organisasi antaranya keteraturan yang di wujudkan dalam
susunan hirarki, pekerjaan-pekerjaan, tugas tugas, wewenang dan tanggung
jawab, sistem pengkajian (reward system), sistem pengendalian dan lain
sebagainya. Jikalau karakteristik individu berinteraksi dengan karakteristik
organisasi, maka akan terwujudlah perilaku individu dalam organisasi. Maka
dalam pembahasan makalah ini akan membahas tentang perilaku individu.

3
B. Rumusan Masalah

1. Apa saja faktor individu dalam organisasi?


2. Apa itu perilaku dan kepribadian individu?
3. Apa saja perilaku individu lainnya yang mempengaruhi organisasi?
4. Bagaimana perilaku individu dan sikap dalam organisasi?
5. Bagaimana perilaku individu dan persepsi dalam berorganisasi?

C. Tujuan

1. Untuk memahami faktor individu dalam organisasi.


2. Untuk mengetahui perilaku dan kepribadian individu.
3. Untuk mengetahui perilaku individu lainnya yang mempengaruhi
organisasi.
4. Untuk mengetahui perilaku individu dan sikap dalam organisasi.
5. Untuk mengetahui perilaku individu dan persepsi dalam berorganisasi.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Faktor Individu dalam Organisasi

Ada tiga faktor yang perlu kita pahami lebih lanjut mengenai faktor
individu dalam organisasi. Ketiga hal tersebut adalah yang terkait dengan
kontrak psikologis (psychological contract). kesesuaian tenaga kerja yang
dibutuhkan perusahaan (the person-job fit). Dan keragaman individu dalam
organisasi (the individual differences in organization).

1) Kontrak Psikologis
Yang dimaksud dengan kontrak psikologis adalah suatu
kesepakatan tak tertulis yang muncul ketika seseorang bergabung dengan
sebuah organisasi atau ketika tenaga kerja bergabung dalam sebuah
perusahaan. Kesepakatan tidak tertulis tersebut adalah bahwa secara
psikologis tenaga kerja tersebut akan memberikan hal yang terbaik yang
dimilikinya untuk organisasi dimana dia bergabung. Sebaliknya, tenaga
kerja tersebut juga memiliki semacam pengharapan bahwa organisasi akan
memberikan kompensasi yang terbaik atas kontribusi yang diberikan oleh
tenaga kerja. Kesepakatan tidak tertulis ini akan menjadi harapan bagi
individu ketika dia bergabung. Harapan inilah yang kemudian dipahami
sebagai sebuah kontrak psikologis. Harapan dari individu terhadap apa
yang dapat diberikan oleh organisasi adalah apa yang dinamakan sebagai
kompensasi. Sedangkan apa yang dapat diberikan oleh individu terhadap
organisasi dinamakan kontribusi. Dalam proses interaksi individu dengan
organisasi kontribusi dan kompensasi ini akan selalu berjalan seiringan
dan akan terjadi tarik menarik antara satu dengan lainnya.
2) Kesesuaian Tenaga Kerja yang Dibutuhkan Perusahaan
Kesesuaian tenaga kerja yang dibutuhkan perusahaan terkait
dengan faktor individu dari tenaga kerja. Dalam kenyataannya, perusahaan
tidak selalu benar-benar mendapatkan tenaga kerja yang benar-benar
sesuai dengan harapan dan tuntutan dalam pekerjaan. Hal tersebut bisa
dikarenakan individu benar-benar tidak ada yang sempurna. Proses seleksi,

5
sekalipun dilaksanakan begitu ketat. tetap saja mempunyai keterbatasan
dalam mendapatkan orang yang benar-benar tepat, serta terjadinya
perubahan di lingkungan organisasi. Ketika lingkungan organisasi
berubah, tuntutan terhadap kualifikasi tenaga kerja juga ikut berubah.
Akibatnya, tenaga kerja yang pada mulanya telah direkrut dan sesuai bisa
jadi tidak lagi sesuai dengan tuntutan perubahan yang terjadi. Hal ini pula
yang harus dnpahami ketika perusahaan berupaya untuk memahami
katakteristik individu dari tenaga kerja yang dimilikinya.
3) Keragaman Individu dalam Organisasi
Faktor lain yang harus disadari dan diterima oleh perusahaan
adalah bahwa manusia ditakdirkan tidak sama, baik dari sisi latar belakang
biologisnya. Latar belakang pendidikannya. Hingga berbagai faktor yang
memengaruhi karakteristik setiap individu tenaga kerja. Oleh karenanya,
keragaman dari individu sudah menjadi sebuah keniscayaan, dan tidak bisa
dinafikan keberadaannya. Oleh karena itu, perusahaan perlu memahami
keragaman ini secara lebih terbuka dan menerimanya sebagai dinamika
yang terdapat dalam organisasi manapun. Hanya saja kembali ke
perusahaan itu sendiri bagaimana akan mengelola keragaman tersebut agar
menjadi potensi positif bagi produktivitas perusahaan, dan bukan sebagai
sumber konflik.1

B. Perilaku dan Kepribadian Individu

Jika kita telah menyadari bahwa individu memiliki karakteristik dan


keragamannya masing-masing, berikutnya yang perlu kita pelajari adalah
mengenai konsep perilaku dan kepribadian dari individu. Kepribadian sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor kultural dan sosial. Terlepas dari bagaimana
kiranya kepribadian didefinisi, ada Sejumlah prinsip tertentu yang pada
umumnya diterima antara para ahli ilmu jiwa. Adapun prinsip-prinsip tersebut
sebagai berikut:

1
Ernie Tisnawati Sule & Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, (Jakarta: Prenadamedia
Group, 2012), hlm. 218.

6
a. kepribadian merupakan suatu keseluruhan yang terorganisasi;
apabila tidak demikian halnya, maka sang individu tidak akan
mempunyai arti.
b. Kepribadian terlihat terorganisasi dalam pola-pola, yang hingga
tingkat tertentu dapat diobservasi dan dapat diukur.
c. Walaupun kepribadian memiliki suatu landasan biologikal,
pengembangan spesifiknya merupakan sebuah produk dari
lingkungan-lingkungan sosial dan kultural.
d. Kepribadian memiliki aspek-aspek superfisial, seperti misalnya
sikap terhadap kemungkinan menjadi pemimpin tim, dan sebuah
makna yang lebih mendalam seperti misalnya sentimen terhadap
otoritas, atau etika kerja Protestan.
e. Kepribadian mencakup ciri-ciri umum, maupun ciri unik. Setiap
orang berbeda dibandingkan dengan orang lain, dalam hal-hal
tertentu, walaupun mereka serupa dengan orang-orang lain dalam
hal-hal lain.2

Kepribadian atau personality pada dasarnya merupakan karakteristik


psikologis dan perilaku dari individu yang sifatnya relatif permanen (karena
terbentuk oleh waktu yang cukup lama) yang membedakan satu individu
tenaga kerja dengan individu lainnya. Manajer dituntut untuk dapat
memahami kepribadian dari setiap individu agar manajer bisa mengetahui
bagaimana cara terbaik untuk menghadapi mereka.

Adapun perilaku merupakan bentuk perwujudan tingkah laku dari


individu yang ditentukan oleh kepribadiannya masing-masing. Memahami
kepribadian dan perilaku individu adalah termasuk hal mendasar yang perlu
dipahami oleh para manajer di perusahaan. Di antara pemahaman yang harus
diketahui oleh para manajer adalah apa yang dinamakan sebagai “Model Lima
Dimensi Mengenai Kepribadian” (the Big Five Model of Personality)
sebagaimana yang dikemukakan oleh Griffin (2000). Model ini menjelaskan
bahwa pada dasarya kepribadian dapat diidentifikasi dari lima jenis perilaku

2
J. Winardi, Manajemen Perilaku Organisasi, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 219

7
yang terdapat dalam setiap individu. Kelima jenis Perilaku tersebut adalah
tingkat persetujuan (agreeableness), tingkat kesadaran dan keseriusan
(conscientiousness), tingkat emosi yang negatif (negative emotion), tingkat
keleluasaan dalam berinteraksi (extraversion), dan tingkat keterbukaan
(openness).

Menurut model tersebut, individu dapat dilihat kepribadian dan


perilakunya berdasarkan kecenderungan dari kelima dimensi tersebut. lndividu
yang memiliki kecenderungan perilaku ke sebelah kiri dari model tersebut
maka menunjukkan indikasi positif bagi organisasi. Sebaliknya, individu yang
memiliki kecenderungan perilaku ke sebelah kanan, menunjukkan kepribadian
yang negatif bagi organisasi. Lebih jelasnya akan diuraikan satu per satu.

a) Tingkat Persetujuan (Aggreeableness)


Tingkat persetujuan menunjukkan tingkat kemampuan individu
dalam berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain. Tingkat
persetujuan yang tinggi menunjukkan bahwa individu tetsebut memiliki
kepribadian yang mau menerima orang lain, mau bekerja sama, pemaaf.
dan pengertian.
b) Tingkat Keseriusan dan Kesadaran (Conscienctiousness)
Perilaku ini merujuk kepada tingkat keseriusan individu terhadap
rencana pencapaian tujuan dari organisasi. lndividu yang memiliki tingkat
keseriusan dan kesadaran yang tinggi cenderung memiliki perhatian yang
serius terhadap pekerjaan dan oleh karenanya kerjanya terorganisir
dikarenakan perhatiannya tidak bercabang ke mana-mana. Sebaliknya,
individu yang tingkat kesadaran dan keseriusannya rendah (semakin ke
kanan) maka perhatiannya terhadap pekerjaan relatif kurang dan oleh
karenanya kurang terorganisir dan kurang fokus.
c) Tingkat Emosi yang Negatif (Negative Emotionally)
Tingkat emosi yang negatif merujuk kepada ketidakstabilan emosi
yang dimiliki oleh individu dalam pekerjaan. lndividu yang memillki
ketidakstabilan yang tinggi (semakin ke kanan) cenderung memiliki
perilaku yang reaktif, kurang sabar, dan cenderung agresif. Sedangkan

8
individu yang memiliki ketidakstabilan yang rendah (yang berarti
kestabilannya tinggi) memillki perilaku yang cendcerung tenang, sabar,
dan tidak reaktif.
d) Tingkat Keleluasaan dan Kenyamanan (Extraversion)
Perilaku ini merujuk kepada kemampuan individu untuk merasa
nyaman dan leluasa bagi orang lain untuk berinteraksi dengannya. lndividu
yang memiliki tingkat extraversion yang tinggi (artinya semakin ke kiri)
adalah individu yang akan membawa perilaku positif bagi organisasi
karena kemampuan individu tersebut untuk dapat diterima bagi orang lain.
Sebaiknya individu yang extraversion level-nya rendah cenderung sulit
untuk diterima di antara rekan kerja yang lain.
e) Tingkat Keterbukaan (Openness)
Tingkat keterbukaan merujuk kepada perilaku individu untuk
bersikap terbuka terhadap orang lain. Keterbukaan ini mencakup kesiapan
untuk menerima ide-ide baru, belajar dari orang lain, dan keterbukaan
untuk menerima kritik dan saran. lndividu yang tingkat keterbukaannva
tinggi akan memberikan dampak positif bagi perusahaan. sebaliknya,
individu yang tingkat keterbukaannya rendah justru akan menghambat
proses interaksi dalam organisasi dikarenakan ketertutupan sering kali
justru menimbulkan persepsi yang keliru atau kesalahpahaman dalam
organisasi.3

C. Perilaku Individu Lainnya yang Mempengaruhi Organisasi

Selain kelima perilaku yang dijelaskan dalam model lima dimensi


kepribadian di atas, terdapat beberapa perilaku lainnya yang memengaruhi
perilaku di dalam organisasi. Perilaku-perilaku tersebut adalah yang dikenal
sebagai locus of control, selfeficacy, authoritarianism, Machiavellianism, self-
esteem, dan risk propensity.

1) Locus of Control

3
Ernie Tisnawati Sule & Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, (Jakarta: Prenadamedia
Group, 2012), hlm. 219-221.

9
Perilaku ini merujuk kepada sebuah keyakinan yang dimiliki
individu mengenai hasil yang mereka peroleh merupakan akibat dari apa
yang mereka lakukan. Sebagai contoh, seseorang yang bekerja baik akan
beranggapan bahwa mereka akan mendapatkan hasil yang baik pula,
sedangkan mereka yang bekerja kurang baik akan memperoleh basil yang
kurang baik pula, dan mungkin disebabkan karena rendahnya motivasi
untuk bekerja. Mereka yang beranggapan bahwa baik buruknya hasil
sangat tergantung kepada prestasi yang ditunjukkan oleh dirinya adalah
mereka yang memiliki internal locus of control. Ada pula individu-
individu yang beranggapan bahwa hasil yang buruk bukan dikarenakan
prestasi yang mereka tunjukkan kurang baik, akan tetapi mereka
beranggapan bahwa nasib mereka kurang baik, atau lebih cenderung
mencari kambing hitam dari apa yang mereka alami. Mereka yang
memiliki anggapan ini adalah mereka yang memiliki external locus of
control. Harus disadari bahwa perusahaan akan berhadapan dengan
berbagai karakteristik individu yang memiliki kemungkinan dari kedua
jenis perilaku ini.
2) Self-Eficacy
Perilaku ini merujuk kepada kepercayaan diri dari individu untuk
dapat melakukan sesuatu. Individu yang memiliki self-eficacy yang tinggi
adalah individu yang memiliki keyakinan untuk mengerjakan berbagai hal,
sebaliknya individu yang self-eficacyinya rendah adalah individu yang
sering kali meragukan kemampuan dirinya untuk melakukan berbagai hal.
Perilaku ini sangat terkait dengan tingkat kepercayaan diri (level of
confidence) yang dimiliki oleh setiap individu.
3) Anthoritarianism
Perilaku ini merujuk kepada keyakinan individu akan peran
tingkatan hierarki dalam sebuah organisasi dan kaitannya dengan
kekuasaan dalam organisasi. Individu yang tinggi tingkat
authoritarianism-nya beranggapan bahwa jika perintah atau keputusan
telah dikeluarkan dari hierarki yang lebih tinggi, maka tidak ada alasan
untuk menolak karena segala sesuatunya itu datang dari hierarki yang

10
lebih tinggi, dan oleh karenanya harus diikuti. Akan tetapi, individu yang
tingat authoritarianism-nya rendah beranggapan bahwa kebenaran tidak
selalu muncul berdasarkan tingkat hierarki dalam sebuah organisasi,
sehingga sekalipun atasan misalnya telah mengeluar'kan sebuah keputusan
atau perintah, tidak serta-merta harus diikuti.
4) Machiavellism
Istilah Machiavellism merujuk kepada tokoh di abad 16 yang
bernama Nicolo Machiavelli yang menganjurkan seseorang terutama
pemimpin untuk bertindak secara rasional. Dan jika suatu tindakan
rasional itu akan membawa kita kepada kekuasaan sekalipun melawan
emosional kita, maka tindakan tersebut dapat diterima sebagai suatu
kebenaran. Perilaku Machiavelism merujuk kepada perilaku untuk
merekayasa perilaku orang lain selama rekayasa perilaku tersebut akan
membantu kita dalam mencapai tujuan. Oleh karena itu mereka yang
tingkat Machiavellism-nya tinggi adalah seorang yang tinggi
rasionalitasnya, rendah tingkat loyalitas dan persahabatan, serta menyukai
untuk melakukan kontrol terhadap orang lain. Adapun individu yang
rendah tingkat Machiavellism-nya cenderung memiliki tingkat emosional
yang tinggi, rasionalitas yang rendah, menghargai persahabatan dan
loyalitas, dan kurang menyukai untuk mengontrol orang lain.
5) Self-Esteem
Perilaku ini merujuk kepada sebuah keyakinan dari seseorang atau
individu bahwa dirinya layak untuk mendapatkan penghargaan. Individu
yang memiliki tingkat self-esteem yang tinggi cenderung berupaya untuk
mencari posisi yang tinggi dalam sebuah organisasi, adapun individu yang
tingkat self-esteem-nya rendah cenderung. berperilaku sebaliknya.
6) Risk Propensity
Perilaku ini merujuk kepada kecenderungan individu dalam hal
pengambilan risiko dan menjawab tantangan. Individu yang risk
propensity-nya tinggi adalah seorang risk taker atau pengambil risiko.

11
Adapun individu yang risk propensity-nya rendah adalah seorang yang
risk averser atau penghindar risiko.4

D. Perilaku Individu dan Sikap Organisasi

Setelah mempelajari bahwa karakteristik individu memiliki


keragaman, terutama yang terkait dengan hubungan antara kepribadian dan
perilaku individu, maka berikutnya yang akan kita pelajari adalah kaitan
antara perilaku individu dengan sikap individu, terutama dalam berorganisasi.
Perlu kita sadari, bahwa setiap individu tersebut akan mendorong individu
untuk menunjukkan suatu sikap tertentu (certain attitudes) dalam
berorganisasi. Karena itu, perlu kiranya bagi kita untuk mengetahui setidaknya
mengenai beberapa jenis sikap yang dapat dimunculkan oleh individu terkait
dengan perannya dalam organisasi.

Sikap atau attitude pada dasamya merupakan prinsip yang diambil


oleh individu berdasarkan kepribadian, keyakinan, dan perasaannya yang
menyangkut suatu gagasan, situasi, atau lingkungan yang dihadapinya. Griffin
(2000) menjelaskan bahwa sikap memiliki tiga komponen utama, yaitu
komponen afektif, kognitif, dan intensi. Komponen afektif menyangkut
perasaan yang dirasakan oleh seseorang mengenai gagasan, situasi atau
lingkungan yang dihadapinya. Komponen kognitif menyangkut pengetahuan
seseorang mengenai sesuatu yang terkait dengan gagasan, situasi maupun
lingkungan yang dihadapinya.5 Kognitif ini meliputi kegiatan-kegiatan mental
yang sadar seperti misalnya berpikir, mengetahui, memahami, dan kegiatan
konsepsi mental seperti misalnya, sikap, kepercayaan, dan pengharapan, yang
kesemuanya itu merupakan faktor yang menentukan di dalam perilaku. 6
Sedangkan komponen yang terakhir, komponen intensi, yaitu menyangkut
harapan dari seseorang sebagai akibat dari gagasan, situasi maupun
lingkungan yang dihadapinya. Sebagai contoh bagaimana sikap seseorang
4
Ernie Tisnawati Sule & Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, (Jakarta: Prenadamedia
Group, 2012), hlm. 221-223.
5
Ernie Tisnawati Sule & Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, (Jakarta: Prenadamedia
Group, 2012), hlm. 223.
6
Miftah Thoha, Perilaku Organisasi Konsep Dasar Dan Aplikasinya. (Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada, 2011) hlm.73.

12
muncul dilihat dari ketiga komponen sikap tersebut. Misalnya, seorang
manajer mengalami pengalaman yang kurang baik ketika membeli bahan baku
dari PT ABC. Maka manajer akan bersikap dengan menyatakan, “Saya
kecewa dengan kualitas bahan baku dari PT ABC” (komponen afektif).
“Kualitas bahan baku PT ABC jauh di bawah kualitas bahan baku dari PT
DEF” (komponen kognitif). “Saya pikir perusahaan tidak perlu lagi membeli
bahan baku dari PT ABC” (komponen intensi).

Contoh di atas menunjukkan sikap yang ditunjukkan seseorang sebagai


akibat dari peristiwa yang dialaminya. Sikap lainnya mungkin akan
ditunjukkan oleh beragam individu dalam organisasi. Manajer perlu
memahami setidaknya bahwa paling tidak setiap individu akan memberikan
sikap yang berbeda-beda sebagai akibat karakteristik perilaku yang berbeda-
beda. Karakteristik yang berbeda-beda itu pun akan ditambah dengan
perbedaan dari sisi afektif, kognitif dan intensi yang berbeda-beda, oleh
karena itu perlu kiranya perusahaan memikirkan bagaimana cara pengelolaan
dari setiap sikap yang ditunjukkan individu dalam organisasi sehingga
keragaman sikap individu yang ada akan mendorong ke arah peningkatan
produktivitas perusahaan, dan bukan sebaliknya.

Dalam lingkungan organisasi dan pekerjaan, setiap individu akan


memberikan sikap yang berbeda-beda, tergantung dari apa yang mereka alami.
Ada individu yang menunjukkan sikap positif karena faktor gaji, namun juga
ada yang sebaliknya untuk faktor yang sama. Ada juga yang memiliki sikap
yang positif dari sisi kepemimpinan dari manajemen, namun negatif dalam hal
kesejahteraan dan lain sebagainya. Namun, dari keseluruhan sikap yang
mungkin dimunculkan oleh setiap individu dalam organisasi, terdapat sikap
utama yang perlu diperhatikan oleh para manajer perusahaan. Sikap tersebut
adalah mengenai kepuasan dan ketidakpuasan dalam pekerjaan (job
satisfaction and job dissatisfaction). Kepuasan dalam pekerjaan terjadi ketika
apa yang diharapkan oleh tenaga kerja terpenuhi dalam kenyataannya,
sedangkan ketidakpuasan dalam pekerjaan adalah fenomena sebaliknya.
Perusahaan perlu melakukan identifikasi lebih jauh mengenai hal ini, temtama

13
dalam hal motif yang mendorong setiap individu untuk bekerja dan
memperoleh kepuasan dalam pekerjaan. Pembahasan mengenai motif-motif
tenaga kerja ini akan dibahas dalam bab selanjutnya. Salah satu antisipasi
terhadap sikap puas dan ketidakpuasan adalah isu mengenai komitmen. 7

E. Perilaku Individu dan Persepsi dalam Organisasi

Salah satu yang mendorong individu untuk menunjukkan sikap tertentu


dalam organisasi adalah persepsi individu. Persepsi pada dasarnya merupakan
cara pandang individu yang dihasilkan dari rangkaian proses yang dilakukan
dan dialami oleh individu tersebut sehingga individu tersebut semakin
menyadari dan mengetahui akan apa yang terjadi mengenai suatu gagasan,
situasi maupun lingkungan yang dihadapi. Terdapat dua jenis persepsi
individu yang terkait dengan organisasi, yaitu persepsi selektif dan stereotip.

1) Persepsi Selektif
Yaitu proses penyeleksian informasi mengenai sesuatu di mana
sesuatu tersebut mengalami berbagai kontradiksi dan ketidaksesuaian dari
persepsi awal yang kita yakini. Sebagai contoh, jika kita telah memiliki
persepsi positif terhadap si A misalnya yang dikenal sebagai pekerja yang
baik, ulet, dan bertanggung jawab. Suatu saat ketika kita mendapati dia
tidak bertanggung jawab maka dengan segera kita akan melakukan
justifikasi bahwa apa yang ditunjukkan si A barangkali hanya bersifat
kasuistis dan tidak mengurangi penilaian kita terhadap si A bahwa si A
adalah sosok yang bertanggung jawab, baik dan ulet. Persepsi selektif ini
sangat baik ketika kita mendapati informasi yang minor yang berlawanan
atau bertentangan dari informasi mayor yang selama ini kita yakini. Hanya
saja, menjadi tidak baik sekiranya apa yang kita yakini sesungguhnya juga
terdapat kesalahan.
2) Stereotip
Yaitu proses pelabelan terhadap seseorang berdasarkan suatu
kejadian tertentu yang dialami atau dilakukan oleh seseorang tersebut.

7
Ernie Tisnawati Sule & Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, (Jakarta: Prenadamedia
Group, 2012), hlm. 224.

14
Misalnya, penilaian bahwa wanita itu lemah dan tidak mampu untuk
melakukan banyak hal. Dalam kenyataannya tidak setiap wanita lemah dan
juga tidak setiap lelaki kuat, sehingga pandangan gender mengenai wanita
lemah dan lelaki lebih kuat cenderung merupakan sebuah stereotip.
Tentunya isu gender ini masih diperdebatkan dari dulu hingga sekarang,
akan tetapi ketika wanita dan lelaki memiliki hak yang sama dalam suatu
organisasi, maka stereotip bagi salah satunya tentunya menjadi sesuati
yang kurang tepat untuk dilakukan.
Manajer perlu berhati-hati dalam mempersepsi setiap individu di
dalam organisasinya. Hal ini dikarenakan setiap individu akan
memberikan sikap atas setiap persepsi yang dilakukan manajer. Jika sikap
yang ditunjukkan individu positif maka hal tersebut akan membantu
manajer dalam meningkatkan produktivitas organisasi. Namun, jika sikap
yang ditunjukkan oleh individu negatif, maka hal tersebut akan
memunculkan konflik internal dalam organisasi yang akan menghambat
produktivitas organisasi. 8

8
Ernie Tisnawati Sule & Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, (Jakarta: Prenadamedia
Group, 2012), hlm. 225

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Ada tiga faktor yang perlu kita pahami lebih lanjut mengenai faktor
individu dalam organisasi. Ketiga hal tersebut adalah yang terkait dengan
kontrak psikologis (psychological contract). kesesuaian tenaga kerja yang
dibutuhkan perusahaan (the person-job fit). Dan keragaman individu dalam
organisasi (the individual differences in organization).

Jika kita telah menyadari bahwa individu memiliki karakteristik dan


keragamannya masing-masing, berikutnya yang perlu kita pelajari adalah
mengenai konsep perilaku dan kepribadian dari individu. Kepribadian atau
personality pada dasarnya merupakan karakteristik psikologis dan perilaku
dari individu yang sifatnya relatif permanen (karena terbentuk oleh waktu
yang cukup lama) yang membedakan satu individu tenaga kerja dengan
individu lainnya. Manajer dituntut untuk dapat memahami kepribadian dari
setiap individu agar manajer bisa mengetahui bagaimana cara terbaik untuk
menghadapi mereka. Adapun perilaku merupakan bentuk perwujudan tingkah
laku dari individu yang ditentukan oleh kepribadiannya masing-masing.
Memahami kepribadian dan perilaku individu adalah termasuk hal mendasar
yang perlu dipahami oleh para manajer di perusahaan. Di antara pemahaman
yang harus diketahui oleh para manajer adalah apa yang dinamakan sebagai
“Model Lima Dimensi Mengenai Kepribadian” (the Big Five Model of
Personality) sebagaimana yang dikemukakan oleh Griffin (2000). Model ini
menjelaskan bahwa pada dasarya kepribadian dapat diidentifikasi dari lima
jenis perilaku yang terdapat dalam setiap individu. Kelima jenis Perilaku
tersebut adalah tingkat persetujuan (agreeableness), tingkat kesadaran dan
keseriusan (conscientiousness), tingkat emosi yang negatif (negative emotion),
tingkat keleluasaan dalam berinteraksi (extraversion), dan tingkat keterbukaan
(openness).

16
B. Saran

Dalam keikutsertaan kita di organisasi sebaiknya kita mengenal satu


sama lain, agar tercipta keharmonisan dalam organisasi tersebut serta saling
memberikan motivasi dan support antar sesama anggota organisasi.

17
DAFTAR PUSTAKA

Sule, Ernie Tisnawati & Kurniawan Saefullah. 2012. Pengantar Manajemen.


Jakarta: Prenadamedia Group.

Thoha, Miftah. 2011. Perilaku Organisasi Konsep Dasar Dan Aplikasinya..


Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Winardi, J. 2012. Manajemen Perilaku Organisasi. Jakarta: Kencana.

18

Anda mungkin juga menyukai