Anda di halaman 1dari 5

Perkembangan aneurisma otak Seperti penyakit lain, aneurisma otak berkembang dapat dipengaruhi oleh faktor kongenital (kelainan

dinding arteri otak, komunikasi abnormal sirkulasi otak atau penyakit herediter yang dapat memperburuk kerusakan dinding pembuluh darah otak) maupun "acquired" (merokok, yang dapat merusak dinding pembuluh darah khususnya endotelium dan hipertensi sistemik, yang menambah stres pada dinding pembuluh darah). Dinding pembuluh darah terdiri dari beberapa lapisan, yang masing-masing memiliki peran penting dalam menentukan kekuatan dan fleksibilitas pembuluh darah. Khususnya, hanya ada 1 lapisan elastik pada arteri otak (biasanya ada 2 lapisan elastik pada arteri lain di tubuh), yang cenderung memiliki banyak perforasi normal dan apapun yang merusak lapisan ini akan mempredisposisi aneurisma otak pada area arteri tersebut. Lapisan otot polos arteri otak pun memiliki defek alami dimana di beberapa area terjadi penipisan atau absennya lapisan tersebut terutama di lokasi bifurkasio arteri. Sebagai tambahan, tekanan oleh aliran darah pada area tersebut relatif lebih tinggi dibandingkan dengan segmen arteri lainnya sehingga bertendensi untuk membentuk balon pada arteri aneurisma otak Beberapa faktor risiko non-hipertensif pada perdarahan intraserebral: - Cerebral Amyloid Angiopathy Merupakan suatu bentuk unik angiopati dimana terjadi deposit amyloid di dalam tunika media dan adventitia dari arteri kecil dan sedang dari hemisfer otak. Arteri yang terkena terutama ditemukan di dalam lapisan superficial korteks serebral dan leptomening. CAAmerupakan suatu kondisi yang terbatas hanya pada vaskulatur serebral. Biasanya bersifat sporadik meskipun insidensi familial ditemukan di Belanda dan Iceland. Kasus CAA biasanya ditemukan pada orang berusia lanjut. Terjadinya perdarahan intraserebral pada CAA dapat disebabkan oleh rupturnya arteri akibat melemahnya dinding pembuluh darah akibat deposit amyloid maupun akibat rupturnya mikroaneurisma sekunder pada lokasi deposit amyloid. - Malformasi vaskuler kecil Mencakup sekitar 4-8% kasus perdarahan intraserebral. Tipe histologik dari malformasi vaskuler yang berujung ke perdarahan intraserebral biasanya berhubungan dengan AVM, yang biasanya menjadi simptomatik pada usia muda (dekade ke 3-4). - Tumor otak Perdarahan pada tumor otak umumnya jarang namun menjadi salah satu penyebab perdarahan intraserebral non-hipertensif. Tumor otak yang mempresentasikan sebuah perdarahan intraserebral biasanya bersifat ganas baik astrositoma primer (glioblastoma multiforme) maupun metastatic seperti karsinoma bronkogenik, melanoma, choriocarcinoma atau renal-cell carcinoma. Potensi perdarahan pada tumor ganas diperkirakan akibat tendensi tumor ini ke arah nekrosis spontan dan pada karakter vaskulaturnya yang neoplastik dan kaya akan darah, disertai tendensi biologis beberapa tumor seperti choriocarcinoma untuk menginvasi dinding pembuluh darah. Prognosis pada perdarahan akibat tumor otak ini biasanya buruk. - Antikoagulan oral

Penggunaan obat ini dikatakan mampu meningkatkan risiko terjadinya perdarahan intraserebral 8 hingga 11 kali lipat bila dibandingkan dengan individual tanpa terapi antikoagulan. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perdarahan intraserebral meliputi usia (usia lanjut), prolongasi berkepanjangan waktu protrombin dan durasi pemakaian terapi antkoagulan. - Penggunaan amfetamin dan obat-obatan simpatomimetik lainnya Perdarahan intraserebral biasanya terjadi sesaat setelah pemakaian obat, dalam hitungan menit hingga beberapa jam setelah pajanan dan individual tersebut merupakan pemakai kronik umum. Adanya peningkatan tekanan darah sementara ditemukan pada 50% kasus dan diperkirakan sebagai faktor penyebab. Namun, perubahan angiografik yang dikenal sebagai "speed arteritis", yang dikarakteristikkan dengan area fokal multipel dengan adanya stenosis atau konstriksi arteri intrakranial ukuran sedang, juga ditemukan. Adanya efek patologis ini pada akhirnya dapat menyebabkan dilatasi aneurisma dari dinding pembuluh darah. Arteriovenous malformation (AVM) Pada tubuh manusia yang berfungsi normal, arteri-arteri akan membawa darah kaya oksigen dari jantung ke seluruh tubuh dan vena-vena akan mengembalikan darah kurang oksigen ke paru-paru dan jantung. Pada kasus AVM, proses ini terganggu dimana terjadi asosisasi langsung dari arteri dan vena. AVM sendiri biasanya bersifat kongenital dan hingga sekarang belum diketahui penyebabnya. Pada AVM, terjadi hilangnya dampening effect dari kapiler pada aliran darah. Hal ini mengakibatkan terjadinya koneksi langsung abnormal antara arteri bertekanan tinggi dengan vena bertekanan rendah, yang menyebabkan fragilitas pembuluh darah sehingga lebih mudah untuk pecah. Perbedaan perdarahan subarachnoidal akibat AVM dan aneurisma a) Arteriovenous malformation (AVM) Sebagian besar AVM biasanya disertai dengan kejang dan beberapa disertai pula dengan gejala neurologis (kelainan mototrik atau sensorik) akibat massa dari pembuluh darah yang kusut sehingga menyebabkan kompresi langsung pada jaringan saraf kranial atau sisi otak sebelahnya (diplopia, pusing). Gejala AVM yang belum ruptur juga bisa berupa telinga berdenging (pulsatile tinnitus), sakit kepala (satu area atau seluruh kepala), gangguan berjalan. b) Aneurisma otak Sakit kepala yang tiba-tiba dan berat merupakan salah satu gejala aneursima yang pecah. Gejala lain meliputi:

Letargia, rasa ngantuk Ptosis Sakit kepala disertai mual-muntah Kelemahan otot Gangguan berbahasa

Kejang Kekakuan leher

Proses vasospasme pada otak Mekanisme tepat yang mendasari vasospasme otak belumlah diketahui. Saat ini teori yang menjelaskan konstriksi arteri secara abnormal dimulai dengan oksihemoglobin yaitu produk pemecahan eritrosit. Oksihemoglobin berasal dari bekuan darah, yang biasanya mengikuti pecahnya suatu aneurisma merupakan suatu reactive oxygen species (ROS) serupa dengan oksigen medial bebas seperti superoksida (O2-). Bahan tersebut merusak seluruh dinding pembuluh darah sekitar termasuk sel-sel endotel, sel otot polos dan fibroblast adventitial dan saraf. Dengan demikian, fungsi vasomotor terganggu dan bereaksi dengan kontraksi secara abnormal. Pada tingkat molekuler, relaksasi dan kontraksi diatur oleh mediator. Mediator yang terlibat dalam vasospasme otak antara lain vasodilator serebral termasuk nitric oxide (NO) dan prostacyclin (PGI2) yang menjadi kurang aktif dan vasokonstriktor endothelin-1 (ET-1) dan tromboxan A2 (TXA2) yang menjadi terlalu aktif. Ada juga komponen struktural dari vasospasme otak. Hal ini berupa bentuk reaksi peradangan pada dinding pembuluh darah. Selain penghancuran sel dinding pembuluh darah (terutama selsel endotel dan serat saraf adventitial yang biasanya berfungsi dalam vasodilatasi), dinding pembuluh darah diinvasi oleh leukosit (white cell infiltration) sedangkan lapisan otot polos menjadi menebal (myoproliferation) dan lapisan-lapisan adventitial serta otot polos menjadi lebih kaku atau fibrosis. Perubahan tersebut disertai dengan perubahan fungsional sebelumnya, mengakibatkan terjadinya vasospasme dalam waktu yang lebih lama. Mekanisme hipertensi dan hiperglikemia reaktif 1. Hipertensi reaktif TTIK pada stroke menyebabkan terjadinya penekanan batang otak sehingga batang otak mengalami iskemik kemudian neuron penghambat simpatis di batang otak menjadi tidak aktif, akibatnya kerja saraf simpatis meningkat dan akibatnya tekanan darah sistemik meningkat (hipertensi) 2. Hiperglikemia reaktif Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia reaktif. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur kembali turun. Terjadi gangguan regulasi darah sebagai reaksi non-spesifik terhadap terjadinya stres kerusakan jaringan. Dalam keadaan stres, terjadi mekanisme sistem saraf otonom simpatis yang menyebabkan pelepasan katekolamin yang mempunyai efek glikogenolisis dan glukoneogenesis ke dalam sirkulasi. Dalam keadaan stres pula terjadi respon sistem cortisol releasing hormone yang kemudian merangsang korteks adrenal melepaskan kortisol, kortisol merangsang glukoneogenesis di hati. Cara kerja mannitol

Bekerja dengan cara meningkatkan osmolalitas plasma darah sehingga terjadi peningkatan aliran air dari jaringan termasuk otak dan cairan serebrospinal ke dalam cairan interstisial dan plasma serta mampu menurunkan viskositas darah sehingga terjadi vasokonstriksi refleks dan penurunan tekanan intrakranial.

Peran anti-thrombotic agent Sebuah antitrombotik merupakan obat yang mengurangi pembentukan formasi thrombus. Antitrombotik berbeda mempengaruhi proses yang berbeda pula:

Antiplatelet, bekerja dengan mengurangi agregasi platelet dan menghambat formasi thrombus (efektif pada sirkulasi arterial). Contohnya, aspirin yang bekerja dengan menghambat ireversibel enzim COX sehingga terjadi pengurangan produksi platelet TXA2 (tromboksanvasokonstriktor kuat yang menurunkan cyclic AMP dan mengawali reaksi pelepasan platelet) Antikoagulan membatasi kemampuan darah untuk membeku. Contohnya, heparin, yang mengaktivasi antitrombin III sehingga memblok thrombin dari membekukan darah. Obat trombolitik bekerja dengan menghancurkan bekuan darah setelah terbentuk, membatasi kerusakan akibat blockade pembuluh darah. Contohnya, streptokinase, yang bekerja dengan merangsang pengeluaran plasmin sehingga mampu menghancurkan fibrin yaitu konstituen utama dalam bekuan darah.

Anda mungkin juga menyukai