Anda di halaman 1dari 13

Policy Paper

Merespons Usulan Baru Daerah


untuk Mendapatkan Status
Desentralisasi Asimetris

Tim Penyusun:
Dini Suryani
R. Siti Zuhro
Heru Cahyono
Nyimas Latifah Letty Aziz
Dian Aulia
Yusuf Maulana

Pusat Penelitian Politik (P2 Politik)


Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

Jakarta, 2019
Policy Paper

Merespons Usulan Baru Daerah untuk Mendapatkan


Status Desentralisasi Asimetris

Tim Penyusun:

Dini Suryani
R. Siti Zuhro
Heru Cahyono
Nyimas Latifah Letty Aziz
Dian Aulia
Yusuf Maulana

ISBN: 978-602-5991-23-3
Desain Cover dan Isi: Anggih Tangkas Wibowo
iv + 14 hlm; 21 x 29,7 cm | Cetakan I, 2019
© Pusat Penelitian Politik - LIPI, 2019

Diterbitkan oleh:
Pusat Penelitian Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2Politik - LIPI)
Gedung Widya Graha LIPI, Lt. XI dan III
Jl. Jend. Gatot Subroto KAV-10, Jakarta 12710 - INDONESIA
Tlp./fax : 021 - 520 7118 | Website: www.politik.lipi.go.id
Twitter: @PolitikLIPI
DAFTAR ISI

Daftar Isi.............................................................................................................. iii

Merespons Usulan Baru Daerah untuk Mendapatkan


Status Desentralisasi Asimetris ................................................................... 1
A. Pendahuluan................................................................................................ 1
B. Problematika Usulan Baru Desentralisasi Asimetris........................... 3
C. Rekomendasi Kebijakan............................................................................ 5
Daftar Pustaka................................................................................................... 7
Policy Paper

MERESPONS USULAN BARU DAERAH


UNTUK MENDAPATKAN
STATUS DESENTRALISASI ASIMETRIS

A. PENDAHULUAN Dalam pelaksanaan kebijakan

S
desentralisasi, Indonesia mengakui adanya
alah satu agenda reformasi
lima daerah yang bersifat khusus dan
yang digulirkan sejak 1998
istimewa. Dengan kata lain, desentralisasi
adalah memberikan otonomi
yang dilaksanakan di Indonesia bercorak
kepada daerah. Hal ini mengubah
asimetris. Daerah-daerah tersebut adalah:
hubungan pusat daerah (centre-
(1) Jakarta dengan status daerah khusus
periphery relation) yang semula
ibukota; (2) Aceh, (3) Papua, dan (4)
sentralistis menjadi terdesentralisasi.
Papua Barat dengan status daerah otonomi
Secara konstitusional, otonomi daerah
khusus; serta (5) Yogyakarta dengan
memiliki landasan hukum (de jure)
status daerah istimewa. Daerah yang
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945
memiliki status desentralisasi asimetris
khususnya dalam hasil amandemen
ini memiliki dua konsekuensi. Pertama,
II pasal 18, 18A, dan 18B. Landasan
secara politik dan administratif, daerah-
hukum ini mendukung fakta fisik (de
daerah tersebut memiliki kewenangan
facto) dari keadaan sesungguhnya
yang lebih besar dibanding daerah dengan
di Indonesia yang memiliki latar
status otonomi biasa. Kedua, secara
belakang sosial, budaya, ekonomi, dan
fiskal, dengan pengecualian DKI Jakarta,
politik yang berbeda-beda di setiap
daerah dengan status otonomi khusus dan
daerah. Melalui Undang-Undang No.
istimewa diberikan kapasitas keuangan
23/2014 tentang Pemerintahan Daerah
dari pemerintah pusat yang lebih besar
(sebagai revisi dari UU No. 22/1999
daripada daerah dengan status otonomi
dan UU No. 32/2004), daerah memiliki
biasa. Dengan kata lain, kelima daerah
kewenangan politik, administrasi,
itu menikmati derajat otonomi yang
dan fiskal untuk mengatur dirinya
lebih tinggi daripada daerah lain (a higher
sendiri. Otonomi daerah diharapkan
degree of autonomy).
dapat mendekatkan pemerintah
dengan masyarakat dalam memberi Masing-masing daerah memiliki
pelayanan publik, memberdayakan alasan yang melatarbelakangi diberikannya
masyarakat dan pemerintah lokal, status desentralisasi asimetris. Pemberian
serta mendorong pembangunan status daerah khusus kepada Jakarta
kesejahteraan masyarakat. lebih karena faktor manajemen ibukota
negara (administratif ). Pada kasus Aceh,

Policy Paper - Merespons Usulan Baru Daerah untuk Mendapatkan Status Desentralisasi Asimetris - 1
Papua, dan Papua Barat, pemberian status Kehadiran daerah khusus dan
otonomi khusus dikarenakan faktor istimewa dalam skema desentralisasi
politik, untuk meredam konflik vertikal asimetris yang memiliki derajat otonomi
yang diwarnai oleh keinginan separatisme. lebih tinggi ini secara tidak langsung
Sementara itu, status daerah istimewa menstimulus berbagai daerah lain untuk
diberikan kepada Yogyakarta lebih karena mengusulkan status yang sama. Sejak
faktor sejarah. reformasi bergulir di Indonesia terdapat
sejumlah wilayah yang mengusulkan
otonomi khusus. Beberapa di antaranya
disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Usulan Desentralisasi Asimetris

2 Policy Paper - Merespons Usulan Baru Daerah untuk Mendapatkan Status Desentralisasi Asimetris -
Sumber: diolah dari laporan Kementerian Dalam Negeri RI (2018) dan beberapa sumber lain.

Tabel 1. memperlihatkan bahwa kriteria desentralisasi asimetris. Di satu


pasca reformasi sejak 1999 hingga kini sisi, munculnya usulan desentralisasi
usulan daerah untuk mendapatkan status asimetris ini dapat dilihat sebagai bagian
desentralisasi asimetris terus bermunculan dari dinamika bernegara. Akan tetapi,
di berbagai daerah di Indonesia. Beberapa di sisi lain, usulan baru daerah untuk
usulan tersebut ada yang sampai pada mendapatkan status asimetris sering
tahap rancangan undang-undang (RUU) kali didominasi oleh elite dan tidak
hingga masuk ke prioritas legislasi nasional melibatkan masyarakat secara partisipatif,
(prolegnas), seperti usulan otonomi sebagaimana hasil penelitian Tim Kajian
khusus provinsi Bali dan usulan otonomi Otonomi Daerah LIPI sepanjang tahun
khusus daerah kepulauan. Masing-masing 2018. Oleh karena itu diperlukan
mewujud dalam RUU Provinsi Bali yang pendekatan kebijakan yang tepat untuk
masuk ke dalam prolegnas prioritas pada merespons usulan tersebut.
tahun 2016 dan RUU Daerah Kepulauan
Terkait dengan hal di atas, Pusat
yang masuk ke prolegnas prioritas tahun
Penelitian Politik LIPI (P2P LIPI) melalui
2018. Akan tetapi, kedua RUU tersebut
naskah kebijakan ini bermaksud untuk
belum ada tanda akan segera disahkan.
mengidentifikasi permasalahan yang
Selain usulan desentralisasi asimetris dari
muncul seputar usulan baru desentralisasi
provinsi Bali dan Daerah Kepulauan,
asimetris. Dari situ, beberapa poin
belum ada yang usulan lain yang mencapai
kebijakan juga akan direkomendasikan
tahap RUU.
untuk menjawab persoalan tersebut.
Terlepas dari sampai atau tidaknya
ke tahap RUU, atau lebih jauh dari pada
itu, dikabulkan atau tidaknya usulan B. PROBLEMATIKA USULAN
status asimetris tersebut, sangat besar BARU DESENTRALISASI
kemungkinan bahwa usulan baru akan ASIMETRIS
terus muncul dari berbagai daerah.
Secara garis besar, permasalahan tersebut P2P LIPI melalui Tim Kajian Otonomi
disebabkan oleh dua (2) hal. Pertama, Daerah telah melakukan penelitian
otonomi daerah ‘biasa’ dianggap sepanjang 2015-2018 mengenai
daerah belum dapat menyelesaikan desentralisasi asimetris dalam konteks
berbagai permasalahan yang ada. Kedua, NKRI. Khusus di tahun 2018, Tim
pemerintah pusat belum memiliki Kajian Otonomi Daerah P2P LIPI
standar objektif yang jelas mengenai menelisik lebih jauh mengenai usulan

Policy Paper - Merespons Usulan Baru Daerah untuk Mendapatkan Status Desentralisasi Asimetris - 3
baru desentralisasi asimetris. Dari kajian lain untuk mengusulkan hal yang sama
tersebut dapat diidentifikasi enam (6) sehingga begitu banyak daerah dengan
persoalan. Pertama, dengan diberikannya status asimetris. Status asimetris sudah
status asimetris kepada suatu daerah tidak pasti mengandung fungsi kekhususan.
serta merta menyelesaikan persoalan Fungsi kekhususan tersebut akan diikuti
di daerah tersebut. Di Aceh misalnya, pula dengan alokasi anggaran untuk
pemberian dana otonomi khusus sebagai menjalankan fungsi tersebut (money
salah satu unsur dari status otonomi follows function). Jika banyak daerah yang
khusus yang diberikan ke daerah tersebut berstatus asimetris, maka secara otomatis
belum mampu memacu pertumbuhan akan membebani keuangan negara.
ekonomi dan peningkatan kesejahteraan
Ketiga, usulan desentralisasi
masyarakat. Dana otonomi khusus hanya
asimetris sering kali tidak menyertakan
dinikmati oleh elite dan tidak memiliki
format yang jelas, apa yang sebenarnya
efek konstruktif yang signifikan kepada
menjadi substansi kekhususannya.
masyarakat. Begitu pula dengan yang
Misalnya dari hasil kajian di tahun 2018,
terjadi di Papua dan Papua Barat. Begitu
Tim Kajian Otonomi Daerah P2P LIPI
banyak dana otonomi khusus yang
menemukan bahwa usulan otonomi
dialokasikan untuk proyek yang tidak
khusus dari Provinsi Bali berubah-ubah
berdampak ke masyarakat. Berdasarkan
seiring perkembangan waktu. Pada
temuan tersebut, maka motivasi
awalnya usulan otonomi khusus terkait
daerah untuk mengajukan usulan baru
dengan pengutamaan budaya dan agama
statusasimetris atas nama kesejahteraan
di Provinsi Bali. Akan tetapi ketika dirasa
dapat dipertimbangkan dengan lebih
sulit untuk didapatkan, usulan kemudian
matang oleh pemerintah pusat. Hal ini
bergeser menjadi soal perimbangan
karena kewenangan fiskal yang ditambah
keuangan kontribusi pariwisata.
tidak selalu berarti peningkatan
Perubahan ini mengindikasikan bahwa
kesejahteraan bagi masyarakat.
ada kepentingan aktor tertentu yang
Kedua, banyak dari usulan otonomi cukup besar di belakang usulan otonomi
khusus maupun daerah istimewa diajukan khusus. Begitu pula dengan usulan
berdasarkan faktor budaya dan sejarah otonomi khusus dari Provinsi Maluku
(lihat Tabel 1.). Kekayaan budaya dan Utara (Moloku Kie Raha). Format
sejarah merupakan aset yang tidak yang diajukan cenderung hanya seperti
terukur (intangible asset) bagi suatu ‘mengawinkan’ format otonomi khusus di
daerah. Indonesia adalah negara yang Aceh dan Papua serta daerah istimewa di
memiliki beragam suku bangsa, bahasa Yogyakarta.
dan agama. Setiap daerah memiliki
Keempat, selain tidak ada format
kebudayaan yang unik. Setiap daerah
yang jelas, sering kali dalam pengusulan
juga memiliki kontribusi sejarah sendiri
status asimetris, di dalam internal daerah
terhadap terbentuknya NKRI. Apabila
aktor pengusul tidak solid danmalah
suatu daerah diberikan status asimetris
terjadi konflik internal. Baik itu konflik
hanya karena faktor budaya dan sejarah,
antar pemerintah kabupaten/kota di
akan menjadi preseden bagi daerah
dalam provinsi pengusul, atau pun

4 Policy Paper - Merespons Usulan Baru Daerah untuk Mendapatkan Status Desentralisasi Asimetris -
konflik antar kelompok adat, karena ada hanya ada satu tokoh tertentu yang
ketidaksepahaman ide mengenai format mendorong usulan tersebut dan gagal
asimetris yang diusung. Bahkan dalam menghimpun dukungan lebih luas.
beberapa kasus, ada keinginan kelompok Mengingat usulan desentralisasi asimetris
tertentu untuk menguasai ‘kue asimetris’ sering mengatasnamakan kepentingan
karena merasa lebih memperjuangkan masyarakat, suatu hal yang harus
status tersebut dibanding kelompok lain. dipertanyakan jika dalam usulannya justru
Jika sudah ada keinginan untuk menguasai tidak melibatkan masyarakat. Dalam hal
semacam ini, apabila usulan asimetris ini patut diwaspadai adanya kepentingan
dikabulkan oleh pemerintah pusat, sangat yang tersembunyi (hiddenagenda) dari
rentan terjadi penyalahgunaan baik elite. dalam mengusulkan status asimetris.
wewenang maupun anggaran. Oleh karena itu perlu mekanisme
pengaturan usulan status asimetris yang
Kelima, usulan desentralisasi
lebih sistematis, agar persoalan di atas
asimetris yang berbasis kawasan
dapat dihindari.
sebagaimana yang tampak dalam RUU
Daerah Kepulauan yang diajukan oleh
delapan (8) provinsi, ternyata belum C. REKOMENDASI KEBIJAKAN
cukup inklusif melibatkan semua provinsi.
Provinsi Maluku Utara adalah salah Berdasarkan sejumlah persoalan di
satu provinsi yang tidak cukup terlibat. atas, Tim Kajian Otonomi Daerah
Salah satu hal yang mengindikasikan P2P LIPI melalui naskah kebijakan
hal tersebut adalah Badan Perencanaan ini merekomendasikan tujuh (7)
dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) hal. Pertama, Pemerintah Pusat dan
Provinsi Maluku Utara tidak pernah Pemerintah Daerah perlu memiliki
diajak bicara soal itu, padahal secara perspektif yang sama dan bersinergi
tersebut seharusnya menjadi salah satu tentang pelaksanaan desentralisasi,
pemangku kepentingan (stakeholder) termasuk desentralisasi asimetris. Dalam
kunci. konteks tuntutan desentralisasi asimetris,
sinergi diperlukan khususnya untuk
Keenam, usulan status asimetris memetakan aktor dalam mengidentifikasi
sering kali tidak melibatkan masyarakat. kepentingan-kepentingan daerah yang
Dalam kajian yang dilakukan Tim muncul terkait pelaksanaan desentralisasi
Kajian Otonomi Daerah LIPI pada dan otonomi daerah. Oleh karena itu,
tahun 2018 menemukan bahwa usulan Pemerintah Pusat dan Pemerintah
status asimetris diajukan dalam nuansa Daerah harus mengefektifkan koordinasi,
yang elitis. Dalam beberapa kasus, elite bimbingan, dan pengawasan (korbinwas)
daerah berhasil membangun institutional sebagaimana tersurat dalam UU
linkage dengan elite pusat sehingga Pemerintah Daerah No. 23/2014. Salah
beberapa usulan dapat berhasil mencapai satu hal yang bisa dilakukan adalah
tahap RUU. Akan tetapi partisipasi memaksimalkan kembali fungsi forum
masyarakat sangat minim dalam usulan koordinasi dan komunikasi antara
tersebut. Dalam banyak kasus lain, yang pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
terjadi adalah personal linkage dimana

Policy Paper - Merespons Usulan Baru Daerah untuk Mendapatkan Status Desentralisasi Asimetris - 5
Hal ini untuk meningkatkan sinergi Keempat, pemberian desentralisasi
antara kedua level pemerintahan. asimetris harus dibarengi dengan
mempersiapkan kapasitas sumber daya
Kedua, keberhasilan otonomi daerah
manusia (SDM) yang ada, pembinaan
menjadi tanggung jawab Pemerintah
dan pengawasan, dan alokasi dana
Pusat, karena itu Pusat harus merespons
yang akan diberikan. Hal ini untuk
secara tangkas dalam mengatasi
menghindari penyelewengan kekuasaan
persoalan-persoalan daerah supaya tidak
dan anggaran dalam pelaksanaan fungsi-
bermunculan tuntutan-tuntutan daerah
fungsi desentralisasi asimetris. Persiapan
sebagai akibat kekecewaan yang akumulatif
kapasitas (SDM) ini dapat dimasukkan
kepada Pusat. Pemerintah pusat perlu
pula sebagai salah satu kriteria pemberian
mendorong pelaksanaan otonomi daerah
status desentralisasi asimetris kepada
yang berdampak pada empat tujuan utama
daerah.
otonomi daerah, yaitu mewujudkan tata
kelola pemerintahan yang baik (good Kelima, Pemerintah Daerah perlu
governance), meningkatkan kualitas mengoptimalkan kinerjanya dengan cara
pelayanan publik, meningkatkan melakukan inovasi dan menciptakan
daya saing dan inovasi daerah, dan sentra-sentra atau kluster ekonomi baru
mewujudkan kesejahteraan masyarakat. untuk meningkatkan kesejahteraan
Berkaitan dengan hal ini salah satu yang rakyat. Dengan mengoptimalkan
dapat dilakukan adalah Pemerintah Pusat kinerjanya, kesejahteraan masyarakat
dan Pemerintah Provinsi bersinergi untuk dapat dicapai tanpa harus mengusulkan
menyemangati dan mendorong daerah- status desentralisasi asimetris.
daerah, khususnya kabupaten dan kota
Keenam, dalam mengajukan usulan
agar menjadikan kecamatan, kelurahan
baru status desentralisasi asimetris,
dan desa sebagai sentra pelayanan publik
daerah perlu menyiapkan skema yang
yang memberikan pelayanan secara prima
jelas karena tuntutan tersebut harus
kepada masyarakat lokal.
disertai dengan naskah akademis yang
Ketiga, merevisi UU No. mengargumentasikan secara rasional
23/2014 dengan memasukkan kriteria urgensi, relevansi dan signifikansi
desentralisasi asimetris sehingga tidak desentralisasi asimetris bagi daerah
mendorong daerah untuk meminta dan masyarakat dengan format yang
tanpa ada dasar yang jelas. Hal ini bisa jelas. Selain itu, daerah juga harus bisa
dilakukan pemerintah pusat dengan menunjukkan pelibatan masyarakat yang
membuat semacam desain besar (grand inklusif dalam usulan status asimetris. Hal
design) desentralisasi. Desain besar ini ini untuk menghindari manipulasi elite
tidak hanya memuat berapa sebaiknya yang sering kali melakukan klaim dengan
jumlah daerah yang terdiri dari provinsi mengatasnamakan rakyat, padahal
dan kabupaten/kota (terkait dengan dilakukan untuk kepentingan pribadi.
pemekaran dan penggabungan wilayah)
Ketujuh, Pemerintah Daerah
tetapi juga daerah yang memiliki status
mengajukan usulan desentralisasi
desentralisasi asimetris yang dapat
asimetris dengan menyertakan hasil kajian
dimiliki oleh Indonesia.

6 Policy Paper - Merespons Usulan Baru Daerah untuk Mendapatkan Status Desentralisasi Asimetris -
mengenai persepsi masyarakat mengenai Daerah. Jakarta: Kementarian
status asimetris di daerah tersebut. Misal Dalam Negeri Republik
survei mengenai tingkat ketersetujuan Indonesia.
masyarakat mengenai kebutuhan daerah
Kimura, E. (2013). Political change and
untuk mendapatkan status desentralisasi
territoriality in Indonesia:
asimetris. Hal ini dilakukan untuk Provincial proliferation. New
mengidentifikasi apakah status tersebut York: Routledge.
benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat
atau sekedar kepentingan elite yang Maulana, Y., & Tryatmoko, M. W. (2018).
berharap mendapat insentif ekonomi dan Politik Pengelolaan Dana Otsus
politik dari desentralisasi asimetris. di Papua Barat. In N. L. Aziz,
& R. S. Zuhro (Eds.), Politik
Pengelolaan Dana Otonomi
Khusus dan Istimewa (pp. 171-
DAFTAR PUSTAKA 224). Jakarta: Obor.
Aspinall, E., & Fealy, G. (2003). Nasution, I. K. (2016). The challenge of
Introduction: Decentralisation, decentralization in Indonesia:
Democratisation and the Rise of Symmetrical and asymmetrical
Local . In E. Aspinall, & G. Fealy debate. International Journal of
(Eds.), Local Power and Politics Social Science and Humanity,
in Indonesia: Decentralisation 6(9), 691-697.
and Democratisation (pp. 1-14).
Singapore: ISEAS. Sulaiman, K. F. (2017). Maluku Utara
Menuju Otonomi Khusus dalam
Cahyono, H. (2018). Politik Pengelolaan NKRI. Yogyakarta: Kaukaba
Dana Otsus di Aceh. In N. L. Press.
Aziz, & R. S. Zuhro (Eds.),
Politik Pengelolaan Dana
Otonomi Khusus dan Istimewa
(pp. 59-107). Jakarta: Obor.
Gaventa, J. (2005). Reflections on the Uses
of the ‘Power Cube’ Approach
for Analyzing the Spaces, Places
and Dynamics of Civil Society
Participation and Engagement.
Den Haag: MFP Breed
Network.
Kementerian Dalam Negeri RI. (2018).
Aktor dalam Tuntutan Otonomi
Khusus: Kasus Bali dan Maluku
Utara. Kementarian Dalam
Negeri Republik Indonesia,
Direktorat Jenderal Otonomi

Policy Paper - Merespons Usulan Baru Daerah untuk Mendapatkan Status Desentralisasi Asimetris - 7
8 Policy Paper - Merespons Usulan Baru Daerah untuk Mendapatkan Status Desentralisasi Asimetris -

Anda mungkin juga menyukai