Anda di halaman 1dari 7

1.

Tarif pajak
 Tujuan : untuk sarana menghitung pajak, menentukan besarnya pajak yang terutang,
menjaga terciptanya keadilan.
 Tarif Pajak Efektif adalah tarif yang sesungguhnya berlaku atas penghasilan Wajib
Pajak. Penghasilan disini dapat berarti penghasilan kotor atau penghasilan netto atau
Penghasilan Kena Pajak, tergantung pada kebutuhan atau dari segi mana seseorang
ingin melihat beban tarifnya.
Contohnya:
Wajib pajak yang bernama Pak Budi pada tahun 2001 mempunyai PKP
sebesar Rp 300.000.000. Jika dikenakan tarif yang diatur dalam pasal 17 ayat (1)
huruf a, maka jumlah pajak yang terutang adalah Rp 71.250.000. Dengan
perincian sebagai berikut :
Jumlah penghasilan kena pajak Rp 300.000.000,00
Pajak Penghasilan terutang:
5% X Rp 25.000.000,00 = Rp 1.250.000,00
10% X Rp 25.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% X Rp 50.000.000,00 = Rp 7.500.000,00
25% X Rp 100.000.000,00 = Rp 25.000.000,00
35% X Rp 100.000.000,00 = Rp 35.000.000,00 (+)
Rp 71.250.000,00
Sehingga Tarif efektifnya akan menjadi Rp 71.250.000 : Rp 300.000.000 = 23,75%
 Tarif Pajak Tetap : tarif pajak yang besar nominalnya tetap tanpa memperhatikan
jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Contohnya bea meterai untuk cek dan
bilyet giro.
 Fungsi SKP :
o Menimbulkan utang pajak
o Dasar penagihan pajak
o Menentukan jumlah pajak terutang - Khusus Teori Formal  Official
Assesment (PBB)
 Perbedaan teori formil dan materil :
Pada teori materil, utang pajaknya timbul karena telah memenuhi syarat tatbestand
(menjadi WP) yang terdiri dari keadaan-keadaan, peristiwa-peristiwa, atau perbuatan
tertentu, sehingga tidak memerlukan campur tangan fiskus untuk menerbitkan SKP.
Jadi utang pajak timbul karena UU pajak sendiri. Sedangkan pada teori formil, utang
pajaknya timbul setelah adanya penerbitan SKP dari fiskus. Jadi, walaupun sudah
memenuhi syarat tatbestand, selama belum ada SKP, maka belum ada utang
pajaknya. Pada teori materil, fiskus berperan pasif hanya sebagai pengawas untuk
menguji kepatuhan WP, sedangkan pada teori formil, fiskus berperan aktif dalam
munculnya utang pajak, dengan penerbitan SKP.
 Timbul utang pajak karena adanya teori formil dan materil diatas. Sedangkan sebab
hapusnya utang pajak adalah :
o Adanya pembayaran oleh WP
o Kompensasi utang pajak
o Pembebasan utang pajak
o Pembatalan utang pajak
o Daluwarsa

2. Penagihan pajak
 Penagihan pajak : serangkaian tindakan yang dilakukan oleh juru sita pajak terhadapa
penanggung pajak untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajaknya dengan
cara menyampaikan surat teguran, melakukan penyitaan seketika dan sekaligus,
memberitahukan surat paksa, melakukan pencegahan, melakukan penyitaan,
melakukan penyanderaan, melelang barang sitaan.
 UU Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP).
 Bisa digunakan untuk pajak pusat (PPh, PPN & PPnBM, Bea Masuk, Cukai) dan
pajak daerah (Tingkat Provinsi  Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak bahan bakar
kendaraan bermotor dan Kabupaten/Kota  pajak hiburan, reklame penerangan jalan
parkir, hotel restoran). Digunakan untuk menagih utang pajak dan biaya penagihan
pajak.
 Tugas Juru Sita :
o Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus (PSS)
o Memberitahukan surat paksa
o Melaksanakan penyitaan atas barang Penanggung Pajak berdasarkan SPMP
o Melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan.
 Wewenang Juru Sita :
o Memasuki dan memeriksa semua ruangan termasuk membuka lemari, laci dan
tempat lain untuk menemukan objek sita.
o Dapa meminta bantuan Kepolisian, Kejaksaan, Pemerintah Daerah setempat,
Badan Pertanahan Nasional, Bank, atau lembaga (pihak) lain.
 Kewajiban juru sita :
o Memperlihatkan kartu tanda pengenal Jurusita Pajak.
o Memperlihatkan Surat Perintah PSS/SPMP/Surat Perintah Penyanderaan.
o Memberitahukan maksud dan tujuan penyampaian PSS/SPMP/Surat perintah
penyanderaan.
 Tugas Pejabat :
o Menentukan DPP
o Mengangkat dan memberhentikan juru sita
o Menerbitkan surat paksa/spmp,dll untuk melakukan penagihan.
 Surat paksa mempunyai kekuatan hukum karena dibuat dengan kepala surat “Demi
Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sama seperti kepala surat yang
tercantum dalam Keputusan Hakim Pengadilan. Hal ini menunjukkan bahwa surat
paksa mempunyai kekuatan eksekutorial, dan kedudukan hukum surat paksa sama
dengan putusan pengadilan perdata yang mempunyai kekuatan hukum tetap (grosse
akte). Surat paksa juga dapat langsung dilaksanakan tanpa putusan pengadilan dan
tidak dapat diajukan banding. Pemberitahuan surat paksa dibacakan secara langsung,
dan harus dengan 2 orang saksi yang dikenal dan dipercaya juru sita.
 Dampak penanggung pajak setelah diberitahukan surat paksa adalah harus melunasi
utang pajak dan biaya penagihan pajaknya dalam tempo waktu yang ditentukan.
Apabila tetap tidak melunasinya, maka akan dilakukan penyitaan terhadap barang
yang dimilikinya. Dan tidak bisa diajukan banding terhadap surat paksa tersebut,
hanya bisa mengajukan gugatan terhadap pelaksanaan pemberitahuan surat paksa
tersebut.
 Tujuan jurusita pajak melakukan penyitaan adalah untuk menguasai barang
Penanggung Pajak guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajaknya. Apabila
penanggung pajak tetap tidak membayar utang pajaknya maka barang yang disita
tersebut dapat dilelang.
 Barang yang dapat disita :
o Barang bergerak : mobil, perhiasan, uang tunai, deposito berjangka, tabunga,
saldo, rekening koran, giro, piutang, obligasi, saham dan surat berharga
lainnya.
o Barang tidak bergerak : tanah. Bangunan, kapal yang bobotnya 20 m3 atau
lebih.
 Pengecualian Barang yang disita :
o Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya.
o Persediaan makanan dan minuman selama 1 bulan, termasuk alat masak dan
obat-obatan.
o Perlengkapan yang bersifat dinas yang diperoleh dari negara.
o Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan dan alat-alat untuk
pendidikan, kebudayaan, dan keilmuan.
o Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk pekerjaan atau
usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari 20 juta rupiah.
o Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh PP dan keluarga PP.
 Setiap barang sitaan tidak selamanya berakhir dalam pelelangan, apabila penanggung
pajak telah melunasi semua utang pajak dan biaya penagihan pajaknya maka barang
sitaan tersebut dikembalikan kepada penanggung pajak. Namun apabila penanggung
pajak tidak melunasi sampai batas waktu ditentukan, maka barang sitaan dapat
dilelang dengan barang bergerak didahulukan dibandingkan barang tidak bergerak
sampai seluruh utang pajak dan biaya penagihan pajaknya terlunasi. Dan apabila telah
terlunasi semua, barang sitaan sisa atau hasil sisa lelang dikembalikan ke penanggung
pajak. Dan apabila barang yang sudah lama dilelang tetap tidak laku maka akan
dilakukan pembatalan lelang, lalu diprivatisasi oleh pemerintah, misalnya dijadikan
rumah dinas.
 Hak Mendahulu : kedudukan negara sebagai kreditur preferen yang dinyatakan
mempunyai hak mendahulu atas barang-barang milik penanggung pajak yang akan
dilelang dimuka umum. Pembayaran kepada kreditur lain diselesaikan setelah seluruh
utang pajak dilunasi. Dalam jangka waktu 5 tahun. Hak mendahulu untuk utang pajak
melebihi segala hak mendahulu lainnya kecuali terhadap :
o Biaya perkara yang disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang atas
barang bergerak dan/atau tidak bergerak.
o Biaya untuk menyelamatkan barang yang dimaksud.
o Biaya perkara yang disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu
warisan.
 Penyanderaan dan pencegahan dilakukan dengan syarat :
o Syarat kuantitatif : wajib pajak mempunyai tunggakan utang pajak sebesar 100
juta
o Syarat kualitatif : diragukan iktikad baik dari wajib pajak tersebut.
o Jangka waktunya paling lama 6 bulan dan dapat diperpanjang 6 bulan lagi.
o Keputusan melakukan pencegahan dan penyanderaan diterbitkan oleh Menteri
Keuangan.
o Tidak menyebabkan hapusnya utang pajak dan terhentinya pelaksanaan
penagihan pajak.
3. Peradilan Pajak
 Peradilan murni : peradilan yang sepenuhnya memilik syarat-syarat peradilan
administrasi. Peradilan murni melibatkan tiga pihak yaitu wajib pajak dan fiskus
sebagai pihak yang bersengketa dan hakim atau majelis hakim sebagai pihak yang
memutuskan sengketa. Contoh : Pengadilan pajak, PTUN, pengadilan negeri.
 Kedudukan pengadilan pajak dalam kekuasaan kehakiman ialah sebagai pengadilan
khusus yang masuk dalam lingkungan peradilan tata usaha negara. Bagian pembinaan
teknis peradilan pengadilan pajak dilakukan oleh MA, sedangkan pembinaan
organisasi, administrasi, keuangan serta pembiayaan Pengadilan Pajak dilakukan oleh
Kementerian Keuangan.
 Yang membedakan upaya hukum suatu pengadilan pajak ialah wajib pajak tidak dapat
melakukan kasasi ke MA terhadap putusan pengadilan pajak, putusan pengadilan
pajak bersifat pertama dan terakhir terhadap sengketa pajak.
 Sengketa pajak adalah sengketa yang disebabkan oleh kurang puasnya wajib pajak
atau penanggung pajak terhadap penerbitan surat ketetapan pajak yang diterbitkan
oleh pejabat pajak, dimana surat ketetapan pajak tersebut dapat diajukan keberatan,
banding, dan gugatan terhadapa prosedur penerbitannya, termasuk gugatan terhadap
pelaksanaan penagihan pajak.
4. Kepatuhan WP
 Kepatuhan WP menurut Norman D. Nowak adalah suatu iklim kepatuhan dan
kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan. Memahami, mengisi, menghitung,
membayar.
 Kepatuhan WP : memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak
perpajakannya. Contohnya WP berusaha memahami ketentuan perpajakan, mengisi
SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, menghitung pajak dengan benar dan
membayarnya dengan tepat waktu. WP patuh ada 2 yaitu :
o Kepatuhan formil : WP memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai
dengan ketentuan dalam UU perpajakan.
o Kepatuhan materil : WP secara substantive memenuhi semua ketentuan
materiil perpajakan sesuai dengan isi UU perpajakan.
 Perlawanan pajak : hambatan-hambatan yang terjadi dalam pemungutan pajak
sehingga mengakibatkan berkurangnya penerimaan kas negara. Ada dua bentuk
perlawanan pajak yaitu :
o Perlawanan pasif : perlawanan yang bukan dari inisiatif dari WP melainkan
karena keadaan yang mempersulit pemungutan pajak. Contohnya :
 Struktur ekonomi
 Kondisi sosial masyarakat
 Perkembangan intelektual penduduk
 Moral warga masyarakat
 Sistem pemungutan pajak.
o Perlawanan aktif : perlawanan yang berdasarkan atas inisiatif dari WP yang
secara langsung ditujukan terhadapa fiskus dan bertujuan untuk mengurangi
atau menghindari pajak yang seharusnya dibayar. Ada 3 jenisnya yaitu :
 Penghindaran pajak (Tax Avoidance ) : suatu upaya yang dilakukan
WP untuk memperkecil beban pajaknya dengan memanfaatkan celah-
celah dan kelemahan dalam peraturan perpajakan. Contohnya :
memindahkan lokasi usaha ke lokasi lain yang mempunyai tarif pajak
yang kecil, tidak merokok agar terhindar dari cukai tembakau.
 Pengelakan pajak (Tax Evasion) : suatu upaya yang dilakukan WP
untuk memperkecil beban pajaknya dengan cara melanggar ketentuan
perpajakan secara ilegal. Contohnya : tidak melaporkan penjualan
usahanya dengan benar, memperbesar biaya badan usaha dengan tidak
benar.
 Melalaikan pajak (Tax Delinquency) : suatu upaya yang dilakukan WP
untuk memperkecil beban pajaknya dengan cara sengaja tidak
meelakukan kewajiban formal perpajakan. Contohnya : tidak
menyampaiakan SPT tepat waktu, tidak membayar pajak tepat waktu.
 Sunset policy merupakan penghapusan sanksi administrasi berupa bunga karena WP
membetulkan SPT yang mengakibatkan kurang bayar. Kekurangan pembayaran pajak
umunya adalah karena dalam SPT sebelumnya ada penghasilan (bukan harta) yang
belum dilaporkan.
 Tax amnesty merupakan usaha pemerintah untuk menghasilkan penerimaan pajak
yang selama ini belum atau kurang dibayar, disamping meningkatkan kepatuhan
membayar pajak karena makin efektifnya pengawasan karena semakin akuratnya
informasi mengenai daftar kekayaan WP. Terdapat 4 jenis tax amnesty :
o Amnesti hanya mengampuni sanksi pidana perpajakan. Bertujuan untuk
memungut pajak tahun-tahun sebelumnya dan menambah jumlah WP
terdaftar.
o Amnesti hanya mengampuni sanksi denda dan pidana.
o Amnesti hanya mengampuni sanksi bunga, denda, pidana.
o Amnesti mengampuni pokok pajak dimasa lalu, termasuk sanksi administrasi
dan pidana. Tujuannya untuk menambah WP terdaftar, agar ke depan dan
seterusnya mulai membayar.
 Perbedaan sunset policy dan tax amnesty adalah seperti penjabaran diatas, dan sunset
policy dilakukan dengan tujuan pemenuhan penerimaan negara saja, sedangkan tax
amnesty dilakukan tidak hanya untuk pemenuhan penerimaan negara saja, tetapi juga
untuk mengumpulkan data-data dari wajib pajak sehingga lebih akurat dikemudian
hari.
5. PBB
 Dipungut PBB, karena orang atau badan secara nyata mempunyai suatu hak atas
bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, memiliki, menguasai, dan
memperoleh manfaat atas bangunan.
 Klasifikasi Objek Pajak : pengelompokkan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya,
digunakan sebagai pedoman dan memudahkan penghitungan.

 Bumi / Tanah, berdasarkan :


o Letak
o Peruntukan
o Pemanfaatan
o Kondisi Lingkungan
 Bangunan, berdasarkan :
o Bahan yang digunakan
o Rekayasa
o Letak
o Kondisi Lingkungan
 Jenis objek pajak
o Bumi : permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Permukaan
bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia.
o Bangunan : konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada
tanah dan/atau perairan. Contoh : jalan tol, kolam renang, pagar mewah,
tempat olahraga, taman mewah, kilang minyak, jalan lingkungan, dermaga.
 Objek yang tidak dikenakan PBB :
o Kepentingan umum dibidang ibadah, sosial, kesehatan, dikbudnas. (masjid.
Gereja, rumah sakit umum)
o Kuburan, peninggalan purbakala (candi, arca)
o Hutan lindung, suaka alam, taman nasional, tanah penggembalaan desa.
o Perwakilan diplomat/konsulat berdasarkan asas timbal balik,
o Badan/organisasi internasional dimana Indonesia ikut serta (PBB, ASEAN)
 BPHTB : pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Perolehan hak tanah dan/atau bangunan meliputi :
o Pemindahan hak : jual beli, tukar menukar, hibah, wasiat, waris, hadiah.
o Pemberian hak baru : kelanjutan pelepasan hak, diluar pelepasan hak.
 Tarif BPHTB 5% x (NPOP – NPOPTKP)
o NPOP : Nilai Perolehan Objek Pajak (nilai transaksi/nilai pasar)
o NPOPTKP : NPOP Tidak Kenapa Pajak = 60 juta – 300 juta
 Bea Materai : tarif Rp. 6.000 (diatas 1 juta) dan Rp. 3.000 (250 ribu-1 juta)
 Pemeteraian kemudian adalah suatu cara pelunasan bea meterai yang dilakukan oleh
pejabat pos atas permintaan pemegang dokumen yang bea meterainya belum dilunasi
sebagaimana mestinya.
 Dilakukan pemeteraian kemudia dilakukan pada saat :
o Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan.
o Dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagamaina
semestinya.
o Dokumen yang dibuat diluar negeri yang akan digunakan di Indonesia.
 Penghitungan PBB :
o NJOP : Nilai Jual Objek Pajak.
o NJOPTKP : NJOP Tidak Kena Pajak = 12 juta.  hanya untuk objek pajak
yang nilainya terbesar.
o NJKP : Nilai Jual Kena Pajak
 Lebih dari sama dengan 1 milyar  40% dari NJOP
 Kurang dari 1 milyar  20% dari NJOP
o Tarif 0.5 %
o PBB Terutang = Tarif x NJKP x (NJOP – NJOPTKP)
Wajib pajak A mempunyai obyek pajak berupa :
• Tanah seluas 800 m2 dengan harga jual Rp. 300.000/m2;
• Bangunan seluas 400m2 dengan nilai jual Rp. 350.000/m2;
• Taman mewah seluas 200 m2 dengan nilai jual Rp. 50.000/m2;
• Pagar mewah sepanjang 120 m dan tinggi rata-rata pagar 1,5 m dengan nilai
jual Rp. 1.750.000/m2;
• Persentase nilai jual kena pajak misalnya 20%.
Nilai jual tanah : 800 x Rp. 300.000,00 = Rp. 240.000.000,00
Nilai jual bangunan :
• Rumah dan garasi 400 x Rp. 350.000,00 = Rp. 140.000.000,00
• Taman Mewah 200 x Rp. 50.000,00 = Rp. 10.000.000,00
• Pagar mewah (120x1,5)xRp. 175.000,00 = Rp. 31.500.000,00
-----------------------------
= Rp. 421.500.000,00
• Batas nilai jual bangunan tidak kena pajak = Rp. 8.000.000,00
Nilai jual tanah dan bangunan = Rp. 413.500.000,00
PBB terutang = 0.5% x 20% x Rp.413.500.000,00 = Rp 41.350.000,00

Anda mungkin juga menyukai