laki-laki bernama Hang Tuah. Keluarga tersebut tinggal di sebuah desa bernama
Sungai Duyung. Di daerah itu, semua orang tahu bahwa Raja Bintan yang
memimpin wilayah tersebut terkenal baik dan disegani oleh rakyatnya.
Mahmud pun berkeluh kesah kepada istrinya untuk mengadu nasib ke Bintan,
siapa tahu nasibnya akan lebih baik. Setelah berkata tersebut kepada sang istri,
malamnya Hang Mahmud bermimpi ada bulan turun dari langit dan bersinar di
atas kepala Hang Tuah. Laki-laki tua tersebut kemudian terbangun menemui
anaknya dan mendapati pemuda itu memancarkan bau wangi. Pagi harinya,
keluarga tersebut mengadakan acara selamatan.
Hari berikutnya, Hang Tuah membantu sang ayah untuk membelah kayu
sebagai persediaan. Di saat yang bersamaan, datanglah para pemberontak yang
akan membunuh orang-orang desa. Banyak orang panik menyelamatkan diri,
tapi si pemuda masih tetap sibuk membelah kayu. Dari jauh, sang ibu berteriak
panik dan menyuruh Hang Tuah untuk pergi menyelamatkan diri. Namun,
sudah terlambat karena para pemberontak sudah berada di depannya.
Hal tersebut tentu saja membuat para Tumenggung dan pegawai-pegawai yang
lain menjadi iri. Orang-orang iri tersebut kemudian bekerjasama untuk
memfitnah Hang Tuah. Tumenggung kemudian berkata pada raja bahwa Hang
Tuah merencanakan pengkhianatan terhadap kerajaan dan sedang mendekati
perempuan di istana bernama Dang Setia.
Setelah mendengar hal tersebut, Raja Bintan menjadi murka lalu menyuruh para
pengawal untuk membunuh Hang Tuah. Namun, Allah melindungi pemuda
yang tidak bersalah tersebut sehingga para pengawal tidak bisa membunuhnya.
Karena tidak mau menimbulkan masalah lagi, akhirnya Hang Tuah memilih
untuk mengasingkan diri ke hutan.