Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS TINGKAT RISIKO MUSKULOSKELETAL DISORDERS

(MSDs) DENGAN THE RAPID UPPER LIMBS ASSESSMENT (RULA)


DAN KARAKTERISTIK INDIVIDU TERHADAP KELUHAN MSDs

Binarfika Maghfiroh Nuryaningtyas dan Tri Martiana


Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Airlangga Email: binarfika.maghfiroh@gmail.com

ABSTRACT
Musculoskeletal disorders (MSDs) are illness of the musculoskeletal system caused by work and work performance like
awkward posture, load, duration and frequency as well as individual factors (age, tenure, smoking habits, BMI and
sex). This study aimed to explore the correlation between risk and the individual characteristics with musculoskeletal
disorders. The method is use analytic observational with cross sectional approach. Measured by RULA observation sheets
and Nordic Body Map. The population of study are 60 nurses at the Bhakti Dharma Husada Surabaya hospital, the
sample are 33 nurses obtained by simple random sampling method. Data is analyzed by using the chi square test. The
results show that the majority of respondent’s age between 25–35 years (81.8%), female (84.8%) with tenure < 5 years
(63.6%), which have no exercise habits (45.5%), normal nutrition status (63.6%), smoking habits (6.1%) and awkward
posture (87.9%). Occupational risk factors with musculoskeletal complaints have a very weak relation, which means
there is no relation between the working positions with Musculoskeletal Disorder. These two variables have 0.033
correlation value. The conclusion of this study is the absence of relation between the working positions with
musculoskeletal disorders using RULA method at Bhakti Dharma Husada Hospital Surabaya. It is suggested that K3RS
should more active for prevention of musculoskeletal disorders by providing education and training related to nursing.

Keywords: Musculoskeletal disorders, RULA, nurses, awkward posture

ABSTRAK
Muskuloskeletal disorders (MSDs) adalah gangguan pada sistem muskuloskeletal yang disebabkan oleh pekerjaan dan
performansi kerja seperti postur tubuh tidak alamiah, beban, durasi dan frekuensi serta faktor individu (usia, masa
kerja, kebiasaan merokok, IMT dan jenis kelamin). Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan tingkat risiko dan
karakteristik individu terhadap keluhan muskuloskeletal disorders. Metode yang digunakan adalah analitik
observasional dengan pendekatan cross sectional. Alat ukur berupa lembar observasi RULA dan Nordic Body Map.
Populasi penelitian adalah perawat di RSUD Bhakti Dharma Husada Surabaya berjumlah 60 orang, jumlah sampel 33
orang didapatkan dengan metode simple random sampling. Data diuji menggunakan uji chi square. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia 25–35 tahun (81,8%), wanita (84,8%) dengan masa kerja < 5
tahun sebesar (63,6%), yang tidak mempunyai kebiasaan olahraga (45,5%), status gizi normal (63,6%), memiliki
kebiasaan merokok (6,1%) dan sikap kerja tidak alamiah (87,9%). Faktor risiko pekerjaan dengan keluhan
muskuloskeletal memiliki hubungan sangat lemah yang berarti tidak adanya hubungan antara nilai posisi kerja terhadap
keluhan Muskuloskeletal disorder. Kedua variabel memiliki nilai korelasi sebesar 0,330. Kesimpulan dari penelitian ini
adalah tidak adanya hubungan antara posisi kerja menggunakan metode RULA dengan keluhan musculoskeletal pada
perawat RSUD Bhakti Dharma Husada Surabaya. Disarankan agar peran K3RS harus lebih aktif untuk upaya
pencegahan keluhan muskuloskeletal disorders dengan memberikan penyuluhan dan pelatihan yang berhubungan
dengan keperawatan.

Kata kunci: Musculoskeletal disorders, RULA, perawat, sikap kerja tidak alamiah

PENDAHULUAN termasuk 37% back pain, 16% hearing loss, 13%


Indonesia mempunyai masyarakat pekerja yang chronic obstructive lung disease, 11% asma, 10%
mengalami peningkatan terus-menerus dari tahun cedera, 9% kanker paru dan 2% leukimia
ke tahun. WHO (2002) melaporkan risiko (Riyadina, dkk, 2008). Berdasarkan laporan The
pekerjaan sebagai tingkat kesepuluh penyebab Bureau of Labour Statistics menunjukkan bahwa
kematian dan kesakitan. WHO melaporkan bahwa hampir 20% dari semua kasus sakit akibat kerja
faktor risiko secara global untuk sejumlah kesakitan disebabkan karena adanya keluhan/sakit pinggang.
dan kematian Sementara itu, National Safety Council
melaporkan bahwa

160
Binarfika dan Tri, Analisis Tingkat Risiko Muskuloskeletal 161
Disorders…

sakit akibat yang besar frekuensinya adalah sakit melaksanakan rencana keperawatan, mengevaluasi
punggung yaitu 22% dari 1.700.000 kasus (Waters, hasil asuhan keperawatan, mendokumentasikan
et al, 1996a dalam Tarwaka 2010). proses keperawatan. Sikap kerja yang dilakukan
Menurut OSH Academy course, 2000 dalam oleh perawat dalam melakukan perawatan kepada
Nurliah (2012) dari seluruh laporan tentang pasien bervariasi antara lain mengangkat pasien,
kejadian MSDs, 30–50%nya berkaitan dengan memindahkan pasien, merawat luka dan lain-lain.
ergonomi. Dalam OSHA 3125, 2000 dalam Selain tindakan mandiri perawat juga mempunyai
Nurliah (2012) masalah ergonomi lebih banyak tugas yang sifatnya kolaboratif seperti memberikan
terjadi pada kondisi pekerjaan; mengulangi obat melalui suntikan, memasang cateter dan lain-
gerakan yang sama di seluruh hari kerja bekerja di lain. Sikap kerja yang dilakukan perawat dalam
posisi janggal atau statis, mengangkat barang berat, melakukan pekerjaanya tersebut banyak
menggunakan kekuatan berlebihan untuk menggunakan gerakan membungkuk dan memutar
melakukan tugas, dan terkena getaran yang tubuh, khususnya di sekitar tulang bawah.
berlebihan atau bekerja pada suhu ekstrim. Mengangkat benda berat dan mentransfer pasien
Istilah ergonomi berasal dari bahasa latin, merupakan faktor risiko terbesar terkena low back
yaitu Ergon (kerja) dan Nomos (hukum alam) dan pain (Cahyati, 2012).
dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek Rumah Sakit Bhakti Dharma Husada adalah
manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau salah satu Rumah Sakit yang aktif memberikan
menurut anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, pelayanan kesehatan. Salah satu rumah sakit
manajemen dan desain. Ergonomi juga disebut rujukan sehingga jumlah pasien yang dirawat
sebagai Human Factors karena saling berinteraksi menjadi lebih banyak, sehingga berdampak pada
dengan lingkungan dan fasilitas kerjanya. Menurut kelelahan pada petugas perawat. Aktivitas kerja di
Nurmianto, dijelaskan bahwa ergonomi dapat rumah sakit cukup berat dan mempunyai potensi
berperan dalam desain pekerjaan dan tempat kerja, timbulnya gangguan kesehatan bagi pekerja.
seperti pengaturan shift kerja, jumlah jam istirahat, Pekerjaan perawat banyak berhubungan langsung
dan meningkatkan variasi pekerjaan. dengan pasien. Pada pelayanan kesehatan pajanan
Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada ergonomi dapat dialami oleh perawat.
bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh Kondisi posisi kerja di RSUD Bhakti Dharma
seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan Husada pada bagian rawat inap masih banyak yang
sampai sangat sakit (Tarwaka, 2010). Sebuah tidak alami. Posisi kerja perawat tersebut adalah
metode semi-kuantitatif yang mengevaluasi potensi membungkuk, berdiri, dan duduk. Keluhan rasa
terjadinya lelah otot pada sebagian besar bagian sakit pada bagian tubuh sudah dirasakan oleh para
tubuh melalui penilaian berdasarkan tingkat usaha perawat akibat posisi kerja yang tidak alami,
suatu pekerjaan, durasi usaha yang kontinu, dan berupa rasa sakit pada punggung, pinggang, betis,
frekuensi usaha. Bila terjadi kelelahan otot, maka dan kaki. Salah satu upaya yang dapat dilakukan
cedera akan lebih mudah terjadi. Bagian tubuh untuk mengatasi hal tersebut adalah memperbaiki
yang berpotensi mengalami lelah otot metode kerja yang tidak ergonomis.
dikelompokkan menjadi low, moderate, dan high Pada penelitian ini akan menggunakan metode
sehingga dapat teridentifikasi prioritas penanganan RULA. RULA merupakan suatu metode penilaian
untuk menghindari cedera otot. Apabila otot postur kerja untuk menginvestigasi gangguan
menerima beban statis secara berulang dalam pada anggota badan bagian atas. Metode ini
jangka waktu yang lama akan menyebabkan menggunakan diagram dari postur tubuh dan tiga
keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen, dan tabel skor dalam menetapkan evaluasi faktor risiko.
tendon (Tarwaka, 2010). Faktor risiko yang telah diinvestigasi oleh Mc
Hidayat menyebutkan dalam Jurnal Psikologi Phee sebagai faktor beban eksternal yaitu jumlah
(2011) bahwa perawat yang bertugas di ruang pergerakan, kerja otot statis, tenaga/kekuatan,
rawat inap bekerja dibagi menjadi tiga shift, penentuan postur kerja oleh kondisi lingkungan
delapan jam untuk shift pagi, delapan jam untuk kerja yang sehat yaitu kondisi di mana pekerja
shift siang dan delapan jam untuk shift malam. dapat bekerja dengan rasa nyaman, aman, dan
Dalam lokakarya 1983 disepakati bahwa tugas mampu berinteraksi dengan fasilitas kerjanya.
perawat didasarkan atas fungsi perawat dalam Tujuan umum penelit ian ini adalah
memberikan asuhan keperawatan antara lain: untuk menganalisis hubungan tingkat risiko
mengkaji kebutuhan pasien, merencanakan Muskuloskeletal Disorders (MSDs) menggunakan
tindakan keperawatan,
16 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 3, No. 2 Jul-Des 2014: 160–

metode The Rapid Upper Limb Assesment (RULA) Tabel 1. Metode Kerja Perawat di Bagian Rawat
dengan karakteristik individu perawat di rumah Inap RSUD Bhakti Dharma Husada
sakit Bhakti Dharma Husada Surabaya. Sedangkan Tahun 2014
tujuan
khususnya adalah mengidentifikasi karakteristik
Waktu Sikap
responden (usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi Elemen Kegiatan
(Menit) Kerja
badan, masa kerja, menganalisis posisi kerja Melakukan Operan Jaga 45 Duduk
perawat, menganalisis kejadian muskuloskeletal, Perawat
mengetahui hubungan antara karakteristik Melakukan Rencana Tindakan 5 Bungkuk
responden dengan muskuloskeletal disorders. Keperawatan atau duduk
Memasang infus mudah/sulit 15 Duduk
serta mengganti infus
METODE Mempersiapkan obat pagi, 30 Berdiri
Penelitian ini dilakukan dengan metode cross siang
sectional. Variabel bebas dalam penelitian ini Keliling Pasien Injeksi, suntik, 20 Bungkuk
adalah posisi kerja perawat sedangkan variabel dan
terikat
adalah keluhan muskuloskeletal disorders. Lokasi Observasi TTV pasien 30 Berdiri
penelitian adalah RSUD Bhakti Dharma Husada Cek GDA 45 Berdiri
Membagi obat siang 2 Berdiri
Surabaya dan waktu penelitian adalah pada bulan
Membersihkan ruang tempat 15 Berdiri
Juni hingga Juli 2014. Subjek dalam penelitian ini tidur
adalah perawat RSUD Bhakti Dharma Husada di Mengantar dokter visite 5 Bungkuk
bagian rawat inap dan bersedia menjadi responden. Dokumentasi dan evaluasi 30 Berdiri
Pengumpulan data posisi kerja, peneliti Mendokumentasikan tindakan 30 Duduk
menggunakan metode RULA (sebuah metode distatus pasien
untuk menganalisis sikap gerak tubuh pekerja Mempersiapkan dan mengantar 30 Berdiri
pada saat bekerja). Hasil dari metode RULA rujukan pasien (CT Scan, foto
thorax, USG, endoskopi)
dapat dikategorikan menjadi 4 kategori, di mana
Mendorong tempat tidur pasien 10 Bendiri
kategori 1 merupakan posisi kerja yang ergonomis kebagian yang di tju
sedangkan kategori 2, 3, dan 4 merupakan Mengangkat pasien (jika 10 Bungkuk,
indikator posisi kerja yang tidak ergonomis. pasien tidak sadar/sulit untuk berdiri
Perawat
dikatakan memiliki posisi kerja yang berisiko berpindah sendiri)
apabila tindakannya memiliki nilai RULA 2, 3,
dan 4. Untuk pengumpulan data muskuloskeletal Postur kerja yang dinilai ini merupakan postur
peneliti menggunakan Nordic Body Map. aktivitas yang dilakukan pekerja diantaranya
Responden dikatakan mengalami keluhan terlihat pada tabel 1:
muskuloskeletal jika nilainya lebih dari 49 maka Pada bagian ini akan disajikan hasil penelitian
perlu dilakukan tindakan perbaikan karena dirasa yang telah dilaksanakan peneliti di RSUD Bhakti
menghasilkan nyeri pada bagian tubuhnya. Untuk Dharma Husada Surabaya. Jumlah responden
mengetahui apakah terdapat hubungan antara dalam penelitian ini adalah 33 perawat.
karaketeristik responden berdasarkan usia, jenis Karakteristik responden dalam penelitian ini
meliputi usia, jenis kelamin, masa kerja dan IMT.
kelamin,
IMT dan masa kerja dengan keluhan Berdasarkan hasil kuisioner, 2 orang (6.1%)
muskuloskletal disorders dan hubungan antara perawat berusia < 25 tahun, 27 orang (81.8%)
posisi kerja dengan keluhan muskuloskeletal perawat berusia 25–35 tahun, dan 4 orang (12.1%)
disorders dilakukan uji korelasi Chi Square. perawat berusia > 35 tahun. Berdasarkan hasil
Seluruh data dianalisis dengan menggunakan kuesioner, 5 orang (15,2%) perawat berjenis
program komputer. kelamin laki-laki dan 28 orang (84,8%) perawat
berjenis kelamin perempuan.
Berdasarkan hasil kuesioner, 1 orang (3%)
HASIL perawat memiliki IMT underweight, 21 orang
Gambaran proses kerja (63,6%) normal, 9 orang (27,3%) perawat memiliki
IMT overweight dan 2 orang (6,1%) perawat
Dalam melakukan pekerjaannya postur tubuh memiliki IMT obesitas.
yang dilakukan perawat berbeda tiap langkah kerja.
Binarfika dan Tri, Analisis Tingkat Risiko Muskuloskeletal 163
Disorders…

Berdasarkan hasil kuesioner, 21 orang (63,6%) atau grup yaitu grup A dan B. Grup A meliputi
perawat dengan masa kerja < 5 tahun, 10 orang bagian lengan atas dan bawah, serta pergelangan
(30,3%) dengan perawat sengan masa kerja > 10 tangan. Sementara grup B meliputi leher,
tahun. punggung, dan kaki. Hal ini untuk memastikan
Berdasarkan hasil kuesioner, 29 orang (87,9%) bahwa seluruh postur tubuh terekam, sehingga
perawat melakukan sikap kerja tidak alamiah dan segala kejanggalan atau batasan postur oleh kaki,
4 orang (12,1%) perawat melakukan sikap kerja punggung atau leher yang mungkin saja
alamiah. mempengaruhi postur anggota tubuh bagian atas
Berdasarkan hasil kuesioner, 22 orang dapat tercakup dalam penilaian.
(66,7%) mengalami keluhan muskuloskeletal dan Tahap pengembangan sistem skor untuk
11 orang (33,3%) perawat tidak mengalami pengelompokkan bagian tubuh. Gambar 1
keluhan muskuloskeletal. menunjukkan postur grup A yang meliputi lengan
atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan
Analisis Posisi Kerja pada Proses Pemasangan putaran pergelangan tangan diamati dan ditentukan
Infus terhadap Pasien skor untuk masing-masing postur. Kemudian skor
Prosedur dalam pengembangan metode tersebut dimasukkan ke dalam Tabel 1 untuk
RULA meliputi tiga tahap. Tahap pertama adalah memperoleh skor A. Deskripsi postur kerja
pengembangan metode untuk merekam postur perawat. Pertama, untuk segmen upper arm
kerja, tahap kedua adalah pengembangan sistem mendapat skor 2 karena lengan atas mengalami
penilaian dengan skor, dan yang ketiga adalah fleksi 20–45° dan bahu terangkat. Kedua, untuk
pengembangan dari skala tingkat tindakan yang segmen lower arm mendapat skor 2 karena lengan
memberikan panduan pada tingkat risiko dan bawah mengalami fleksi 60°. Ketiga, untuk segmen
kebutuhan tindakan untuk mengadakan penilaian wrist posture mendapat skor 3 karena pergelangan
lanjut yang lebih detail. tangan mengalami fleksi
> 15°. Keempat, untuk segmen wrist twist
Tahap pengembangan metode untuk merekam mendapat skor 1 karena pergelangan tangan
postur kerja berputar dalam jangkauan tengah. Sehingga secara
keseluruhan skor A3.
Untuk menghasilkan sebuah metode kerja
Gambar 1 menunjukkan postur grup B yaitu
yang cepat untuk digunakan, tubuh dibagi dalam
leher, punggung dan kaki diamati dan ditentukan
segmen-segmen yang membentuk dua kelompok
skor tersebut dimasukkan ke dalam tabel
untuk memperoleh skor B. Deskripsi postur kerja
perawat: pertama, untuk segmen neck posture
mendapat skor 3 karena leher mengalami fleksi >
20°. Kedua, untuk segmen trunk posture mendapat
skor 4 karena punggung mengalami fleksi > 60°.
Ketiga, untuk segmen legs mendapat skor 1 karena
operator berdiri dengan berat tubuh terdistribusi
secara merata pada kedua kaki. Sehingga secara
keseluruhan skor B adalah 5.

Tahap pengembangan grand score dan action list


Tahap ini bertujuan untuk menggabungkan
skor C dan skor D menjadi suatu grand score
tunggal yang dapat memberikan panduan terhadap
prioritas penyelidikan/investigasi berikutnya.
Deskripsi postur kerja perawat. Pertama, skor C
yang bernilai 4 didapatkan dari skor A (4)
ditambah 1 karena beban yang diangkat <10 kg.
Kedua, skor D bernilai 6 didapatkan dari skor B (5)
ditambah 1 karena dilakukan berulang- ulang.
Gambar 1. Proses Pemasangan Infus Pasien Sehingga secara keseluruhan skor adalah 6.
Skor akhir untuk aktivitas postur perawat
memasang infus terhadap pasien berdasarkan
16 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 3, No. 2 Jul-Des 2014: 160–

penilaian RULA adalah 6. Oleh karena itu, level kedua kaki. Sehingga secara keseluruhan skor B
risiko dari aktivitas postur tubuh 1 RSUD Bhakti adalah 3.
Dharma Husada Surabaya berada pada level risiko Deskripsi postur kerja perawat untuk skor
3, sehingga diperlukan investigasi dan perbaikan akhir. Pertama, skor C yang bernilai 4 didapatkan
segera. dari skor A (3) ditambah 1 karena beban yang
diangkat
Analisis Posisi Kerja Pada Proses Injeksi
< 10 kg. Kedua, skor D bernilai 5 didapatkan dari
Kepada Pasien
skor B (3) ditambah 1 karena dilakukan berulang-
Deskripsi postur kerja perawat saat melakukan ulang. Sehingga secara keseluruhan skor adalah 4.
tindakan injeksi pada pasien. Pertama, untuk Skor akhir untuk aktivitas postur tubuh 2
segmen upper arm mendapat skor 2 karena lengan berdasarkan tabel penilaian RULA adalah 4. Oleh
atas mengalami fleksi 20–45° dan bahu terangkat. karena itu, level risiko dari aktivitas postur tubuh 2
Kedua, segmen lower arm mendapat skor 2 karena di RSUD Bhakti Dharma Husada Surabaya berada
lengan bawah mengalami fleksi >100°. Ketiga, pada level risiko 2, sehingga diperlukan investigasi
untuk segmen wrist posture mendapat skor 2 lebih lanjut, mungkin diperlukan adanya perubahan
karena pergelangan tangan mengalami fleksi 0– untuk perbaikan sikap kerja.
15°. Keempat, untuk segmen wrist twist mendapat
skor 1 karena pergelangan tangan berputar dalam Analisis Posisi Kerja Pada Proses Merujuk
jangkauan tengah. Sehingga secara keseluruhan Pasien Ke bagian Tertentu
skor A adalah 3. Deskripsi postur kerja perawat saat melakukan
Gambar 2 menunjukkan postur grup B yaitu tindakan injeksi pada pasien: pertama, untuk
leher, punggung dan kaki diamati dan ditentukan segmen upper arm mendapat skor 2 karena lengan
skor untuk masing-masing postur. Kemudian atas mengalami fleksi 20–45° dan bahu
skor tersebut dimasukkan ke dalam tabel untuk terangkat. Kedua, untuk segmen lower arm
memperoleh skor B. Deskripsi postur kerja mendapat skor 2 karena lengan bawah mengalami
perawat. Pertama, untuk segmen neck posture fleksi >100°. Ketiga, untuk segmen wrist posture
mendapat skor 3 karena leher mengalami fleksi > mendapat skor 2 karena pergelangan tangan
20°. Kedua, untuk segmen trunk posture mendapat mengalami fleksi 0–15°.
skor 2 karena punggung mengalami fleksi 20°.
Ketiga, untuk segmen legs mendapat skor1 karena
operator berdiri dengan berat tubuh terdistribusi
secara merata pada

Gambar 2. Proses Injeksi Gambar 3. Proses Merujuk Pasien ke Bagian


Tertentu
Binarfika dan Tri, Analisis Tingkat Risiko Muskuloskeletal 165
Disorders…

Keempat, untuk segmen wrist twist mendapat skor Hubungan antara usia dengan keluhan
1 karena pergelangan tangan berputar dalam muskuloskeletal berdasarkan hasil uji statistik
jangkauan tengah. Sehingga secara keseluruhan Chi square, didapatkan nilai hasil p (1.000) > α
skor A adalah 3. yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang
Gambar 2 menunjukkan postur grup B yaitu signifikan antara usia dengan keluhan.
leher, punggung dan kaki diamati dan ditentukan
skor untuk masing-masing postur. Kemudian skor Hubungan masa kerja responden dengan
tersebut dimasukkan ke dalam tabel untuk keluhan muskuloskeletal disorders pada
memperoleh skor perawat RSUD Bhakti Dharma Husada
B. Deskripsi postur kerja perawat. Pertama, untuk
segmen neck posture mendapat skor 1 karena leher Berdasarkan hasil penelitian hubungan masa
dalam posisi netral. Kedua, untuk segmen trunk kerja dengan keluhan muskuloskeletal.
posture mendapat skor 1 karena punggung dalam
posisi normal. Ketiga, untuk segmen legs Tabel 3. Distribusi Hubungan Antara Masa
mendapat skor 2 karena operator berdiri dengan Kerja Responden dengan Keluhan
berat tubuh terdistribusi secara merata pada kedua Muskuloskeletal Tahun 2014
kaki. Sehingga
secara keseluruhan skor B adalah 3.
Deskripsi postur kerja perawat untuk Masa Keluhan Muskuloskeletal
Ya Tidak Total
penilaian skor akhir. Pertama, skor C yang bernilai Kerja
5 didapatkan dari skor A (3) ditambah 1 karena n % n % n %
beban yang diangkat >2 kg dan ditambah 1 karena <5 17 81 4 19 21 100
dilakukan berulang-ulang. Kedua, skor D bernilai 5–10 5 55,7 4 44,4 9 100
4 didapatkan dari skor B (3) ditambah 1 karena >10 0 0 3 100 3 100
dilakukan berulang-ulang. Sehingga secara Total 22 66,7 11 33,3 33 100
keseluruhan skor adalah 4. Keterangan p = 0,012 < α (0,05)
Skor akhir untuk aktivitas postur tubuh 2
berdasarkan tabel penilaian RULA adalah 4. Oleh Hubungan masa kerja dengan keluhan
karena itu, level risiko dari aktivitas postur tubuh muskuloskeletal disorders berdasarkan uji
mendorong pasien untuk dirujuk ke bagian tertentu chi square, semua nilai didapatkan nilai
di RSUD Bhakti Dharma Husada Surabaya berada p (0,012) < α yang menyatakan bahwa ada
pada level risiko 2 sehingga diperlukan investigasi hubungan yang signifikan antara masa kerja
lebih lanjut, mungkin diperlukan adanya perubahan dengan keluhan muskuloskeletal.
untuk perbaikan sikap kerja.
Hubungan Kebiasaan Merokok Responden
Hubungan Usia Re sponde n Keluhan dengan Keluhan Muskuloskeletal disorders
Muskuloskeletal disorders pada perawat RSUD pada Pesawat RSUD Bhakti Dharma Husada
Bhakti Dharma Husada Berdasarkan hasil penelitian hubungan kebiasaan
Berdasarkan hasil penelitian, hubungan umur merokok dengan keluhan muskuloskeletal.
dengan keluhan muskuloskeletal. Hubungan kebiasaan merokok dengan keluhan
muskuloskeletal disorders berdasarkan uji chi
square, semua nilai didapatkan nilai p di atas 0,05
Tabel 2. Distribusi Hubungan antara Umur
R e s p o n de n de n g a n K e l u h a n Tabel 4. Distribusi Hubungan Antara Kebiasaan
Muskuloskeletal Tahun 2014 Merokok Responden dengan Keluhan
Muskuloskeletal Tahun 2014
Keluhan Muskuloskeletal Keluhan Muskuloskeletal
Total
Umur Ya Tidak Kebiasaan Ya Tidak Total
n % n % n % Merokok
n % n % n %
< 25 1 50 1 50 2 100 Ya 1 50 1 50 2 100
25–35 18 66,7 9 33,3 27 100 Tidak 21 66,7 10 32,3 31 100
>35 3 75 1 25 4 100 Total 22 66,7 11 33,3 33 100
Total 22 66,7 11 33,3 33 100

Keterangan p = 1.000 > α (0,05) Keterangan p = 1.000 > α (0,05)


16 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 3, No. 2 Jul-Des 2014: 160–

yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang semua nilai didapatkan nilai p (0,033) < α yang
signifikan antara kebiasaan merokok dengan menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan
keluhan muskuloskeletal. antara sikap kerja dengan keluhan muskuloskeletal.
Hubungan Kebiasaan Olahraga Responden
dengan Keluhan Muskuloskeletal Disorders pada PEMBAHASAN
Perawat RSUD Bhakti Dharma Husada Usia merupakan salah sat u fakto r
Berdasarkan hasil penelitian hubungan yang mempengaruhi gejala adanya keluhan
kebiasaan olahraga dengan keluhan muskuloskeletal disorders. Berdasarkan hasil yang
muskuloskeletal akan ditampilkan dalam tabel 5 didapatkan bahwa usia pekerja yang < 25 tahun
berikut ini: adalah 2 responden, yang berumur 25–35 tahun
terdapat 27 responden, dan yang berumur ≥ 35
Tabel 5. Distribusi Hubungan Antara Kebiasaan tahun terdapat 4 responden. Dari 33 responden
Olahraga Responden dengan Keluhan yang mengalami keluhan adalah usia 25–35 tahun.
Muskuloskeltal Tahun 2014. Menurut Mardiman (2001) dalam Viyaya (2008)
diungkapkan bahwa nyeri pinggang bisa terjadi
Keluhan Muskuloskeletal
Kebiasaan Total
Olahraga Ya Tidak pada usia muda dan sebagian besar menyerang
n % n % n % pada usia-usia produktif. Prevalensi nyeri pinggang
semakin meningkat dengan bertambahnya usia
Ya 12 66,7 6 33,3 2 100 yaitu pada usia 40–45 tahun. Menurut Betti, E
Tidak 10 66,7 5 33,3 31 100 et al. (1989) yang dikutip Tarwaka (2010).
Total 22 66,7 11 33,3 33 100 Kekuatan
Keterangan p = 1.000 > α (0,05 maksimal otot terjadi pada saat umur antara 20–29
tahun, pada umur mencapai umur mencapai 60
Hubungan kebiasaan olahraga dengan keluhan
tahun rata-rata kekuatan otot menurun sampai 20%
muskuloskeletal disorders berdasarkan uji chi
dan dari faktor lain dikarenakan sikap yang tidak
square, semua nilai didapatkan nilai p di atas
ergonomi mengakibatkan terjadinya muskuloskeletal
0.05 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan
disorders. Sejalan dengan pendapat Muslim dalam
yang signifikan antara masa kerja dengan keluhan
Santoso dalam Jurnal Keperawatan Soedirman
muskuloskeletal.
(2009) bahwa keluhan nyeri punggung mulai
Hubungan Posisi Kerja Responden dengan dirasakan pada usia 20–40 tahun yang diperkirakan
Keluhan Muskuloskeletal Disorders pada disebabkan oleh faktor degenerasi dan beban statik
Perawat RSUD Bhakti Dharma Husada serta osteoporosis.
Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p >
Berdasarkan hasil penelitian hubungan posisi 0,05, hal ini bertolak belakang dengan teori yang
kerja responden dengan keluhan muskuloskeletal ada. Menurut Depkes RI dalam Tafsir (2013), usia
akan ditampilkan dalam tabel 6 berikut ini: produktif yaitu antara 15–54 tahun. Dalam
penelitian ini umur responden antara 25–34 tahun
Tabel 6. Distribusi Hubungan Antara Posisi sehingga masa tersebut masih termasuk usia kerja
Kerja Responden dengan Keluhan produktif.
Muskuloskeletal Tahun 2014 Jenis kelamin responden dalam penelitian
Keluhan Muskuloskeletal ini mayoritas berjenis kelamin perempuan yang
berjumlah 28 responden sedangkan responden
yang
Sikap Total berjenis laki-laki berjumlah 5 orang. Berdasarkan
Ya Tidak
Kerja
n % n % n % uji statistik tidak terdapat hubungan antara jenis
Ya 18 69 11 31 29 100 kelamin dengan keluhan muskuloskeletal. Menurut
Tidak 10 50 0 50 4 100 Nusdwinuringtyas dalam jurnal Keperawatan
Total 22 66,7 11 33,3 33 100 (2009), menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan
Keterangan p = 0,033 < α (0,05) memiliki risiko yang sama terhadap keluhan
muskuloskeletal hingga usia 60 tahun, namun
Hu bu ng a n pos i si de nga n k e l u ha n pada kenyataannya jenis kelamin seseorang dapat
muskuloskeletal disorder berdasarkan uji chi squre,
Binarfika dan Tri, Analisis Tingkat Risiko Muskuloskeletal 167
Disorders…

mempengaruhi timbulnya keluhan. Pada wanita Hal tersebut dikarenakan frekuensi olahraga yang
keluhan ini lebih sering terjadi misalnya pada saat tidak teratur yang dilakukan oleh perawat di
mengalami siklus menstruasi, selain itu proses RSUD Bhakti Dharma Husada Surabaya setiap
menopause juga dapat menyebabkan kepadatan minggunya.
tulang berkurang. Seperti yang dinyatakan oleh Kusmana dalam
Hal ini sejalan dengan beberapa hasil Nur Hikmah (2011) dengan berolahraga teratur
penelitian secara signifikan menunjukkan bahwa dapat mencegah kegemukan dengan segala dampak
jenis kelamin berpengaruh terhadap risiko keluhan negatifnya, menguatkan dan lebih mengefisienkan
otot (Tarwaka, 2010). Konz & Johnson (2008) kinerja otot-otot tubuh, seperti otot jantung, otot
menyebutkan pekerja perempuan memiliki insiden pernafasan, dan otot-otot rangka tubuh, dan lebih
nyeri pinggang lebih tinggi dari pada laki-laki di melancarkan peredaran darah ke dalam sel-sel
mana mereka melakukan pekerjaan berat secara tubuh dan pembuangan bahan-bahan sisa dari sel
fisik yang sama. tubuh menjadi lebih baik.
Berdasarkan data penelitian diketahui hasil Berdasarkan hasil penelitian masa kerja
penelitian menunjukkan bahwa dari dua responden responden saat dilakukan penelitian yaitu
yang merokok terdapat satu responden (50%) yang < 5 tahun yang mengalami keluhan
mengalami keluhan muskuloskeletal disorders. muskuloskeletal. Menurut Suma’mur (2009) dalam
Dari hasil uji statistik didapatkan hasil p > 0,05, seminggu orang hanya bisa bekerja dengan baik
hal ini berarti tidak terdapat korelasi antara selama 40–50 jam. Lebih dari itu kecenderungan
kebiasaan merokok dengan keluhan muskuloskeletal timbulnya hal-hal yang negatif. Makin panjang
disorders. waktu kerja, makin besar kemungkinan terjadinya
Hasil penelitian demikian tidak sesuai dengan hal-hal yang tidak diinginkan. Gangguan pada otot
teori yang menyatakan bahwa ada hubungan antara muncul 2 tahun setelah bekerja dengan jenis
merokok dengan keluhan muskuloskeletal pekerjaan yang sama. Pekerjaan yang sama
disorders. Seperti yang dinyatakan Pheasant dalam merupakan pekerjaan yang menggunakan otot yang
Tarwaka dkk (2004), semakin lama dan semakin sama dalam waktu yang lama atau lebih dari 2 jam.
tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula Dari hasil uji statistik yang dilakukan
tingkat keluhan yang dirasakan. Perokok lebih diperoleh bahwa antara masa kerja dengan keluhan
memiliki kemungkinan menderita masalah muskuloskeletal memiliki hubungan. Hal ini
punggung daripada bukan perokok. sejalan dengan pendapat Rihimaki et al dalam Nur
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hikmah (2011) menyebutkan bahwa masa kerja
responden yang berolahraga juga menunjukkan mempunyai hubungan yang kuat dengan keluhan
keluhan muskuloskeletal disorders. Bila seseorang otot.
kurang berolahraga maka pada otot terjadi Keluhan gangguan otot pada responden,
kelemahan dan kehilangan kelenturan dan bila penelitian ini terutama terjadi pada otot
olahraga dilakukan secara baik dan benar sesuai pinggang bawah. Hal ini karena posisi saat kerja
dengan anjuran dapat membantu meningkatkan yang membungkuk mempunyai sudut antara 20–
kesegaran jasmani yang pada akhirnya akan 60°. Kondisi ini akan meningkatkan risiko
meningkatkan ketahanan fisik (Soeparman, 2001, muskuloskeletal disorders sesuai dengan teori
Moeloek, 1998 dalam Viyaya 2008). Oleh karena Alberta dalam Wicaksono (2012). Apabila hal ini
itu untuk mencegah muskuloskeletal disorders dilakukan > 2 jam dan < 4 jam maka termasuk
penting dilakukan olahraga. Olahraga yang zona awas.
dianjurkan untuk mencegah muskuloskeletal Sikap kerja tidak ergonomis yaitu sikap
disorders adalah low impact aerobic (seperti: jalan kerja yang menyebabkan posisi bagian-bagian
kaki, bersepeda dan berenang). Sebaiknya di tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya
lakukan 30-45 menit 3–5 kali seminggu yang tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk,
diawali dengan pemanasan dan diakhiri dengan kepala terangkat, dan sebagainya. Semakin jauh
pendinginan. Hal ini dapat memperkuat otot dan dari pusat gravitasi, maka semakin tinggi risiko
mencegah muskuloskeletal disorders, sedangkan terjadinya keluhan. Rapid Upper Limb Assesment
jika terjadi muskuloskeletal disorders maka (RULA) merupakan suatu metode penelitian
sebaiknya dilakukan peregangan 1–2 kali sehari dan dengan skor menggunakan target postur tubuh
dilakukan secara rutin. Namun dari hasil uji untuk mengestimasi terjadinya risiko gangguan
stastistik tidak terdapat hubungan antara kebiasaan
olahraga dengan keluhan muskuloskeletal.
16 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 3, No. 2 Jul-Des 2014: 160–

skeletal, khususnya pada anggota tubuh bagian atas sebanyak 28 responden (84,8%), indeks massa
(Tarwaka, 2010). tubuh (IMT) responden di RSUD Bhakti Dharma
Berdasarkan hasil uji statistik terdapat Husada Surabaya sebagian besar normal yaitu
hubungan antara posisi kerja dengan keluhan sebanyak 21 responden (63,6%), kebiasaan
muskuloskeletal. Hal tersebut dikarenakan posisi merokok responden di RSUD Bhakti Dharma
kerja dari perawat yang banyak melakukan Husada yaitu tidak merokok sebanyak 31
aktivitasnya dengan berjalan dan berdiri. Pada responden (93,9%), masa kerja responden di
saat melakukan tindakan perawatan ke pasien, RSUD Bhakti Dharma Husada Surabaya sebagian
perawat seringkali menggunakan posisi berdiri bekerja selama < 5 tahun yaitu sebanyak 21
dan membungkuk pada waktu yang lama disertai responden (63,6%), sikap kerja tidak alamiah di
penggunaan lengan atas dan lengan bawah yang RSUD Bhakti Dharma Husada Surabaya yaitu
menggantung serta posisi leher menekuk kedepan. sebanyak 29 responden (87,9%). Hasil penilaian
Hasil analisis sikap posisi kerja dengan berdasarkan metode RULA didapatkan sebagian
metode RULA didapatkan bahwa sebagian besar besar responden masuk dalam kategori action level
responden mendapatkan nilai 5 sehingga 2. Terdapat hubungan karakteristik pekerja yaitu
dikategorikan level 3, yang artinya untuk tingkat masa kerja dan sikap kerja dengan kejadian
aksi diperlukan adanya investigasi dan perubahan muskuloskeletal di RSUD Bhakti Dharma Husada
untuk perbaikan sikap kerja. Surabaya.
Sikap kerja tidak alamiah akan mempercepat
otot mengalami mudah kelelahan sehingga akan
cenderung terjadinya muskuloskeletal disorders. DAFTAR PUSTAKA
Maka harus cepat untuk dilakukan perubahan Cahyati, Ai. 2012. Merawat Tanpa Nyeri
dengan cara sebagai berikut: Pertama, stasiun kerja Punggung Bawah (NBP). Jurnal Keperawatan.
harus mudah disesuaikan terhadap pengguna dan Universitas Indonesia.
didesain harus sesuai dengan pekerjaan. Hal ini Departemen Kesehatan RI. 2009. Ergonomi.www.
sudah dapat dipenuhi dengan desain Bed tempat depkes.go.id/downloads/ergonomi.pdf. Diakses
tidur pasien yang bisa di naik turunkan sesuai tanggal 20 November 2013.
posisi kerja yang ergonomi. Kedua, pada saat Fathoni, Himawan; Handoyo; Keksi Girindra
melakukan pekerjaan dalam hal ini melakukan saat Swasti. 2009. Hubungan sikap dan posisi kerja
melakukan tindakan ke pasien dalam posisi dengan Low Back Pain pada Perawat di RSUD
membungkuk (sudut 20°–60°) sehingga berdasar Purbalingga. Jurnal Keperawatan Soedirman
hasil skor dengan metode RULA berada di level 2. Vol. 4 No. 3., November 2009. Universitas
Maka untuk mengurangi hal itu sebaiknya dengan Soedirman.
posisi membungkuk bisa menggunakan alat bantu Nur, Hikmah. 2011. Faktor-faktor yang
kursi (Stanton, 2004 dalam Wicaksono, 2012). Berhubungan Dengan Muskuloskeletal
Menurut Weerdmeester dan Jan Jul dalam Disorders (MSDs) pada pekerja Furniture di
Wicaksono (2012) untuk mengurangi risiko Kecamatan Benda Kota Tangerang Tahun
muskuloskeletal disorders pada posisi sikap kerja 2011. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah.
berdiri statis maka perlu disediakan kursi penyangga, Nurliah, Aah. 2012. Analisis Risiko
sehingga pekerja dapat sejenak mengurangi stress Muskuloskeletal Disorders (MSDs) Pada
pada kaki. Operator Forklift Di PT. LLI Tahun 2012.
Tesis. Universitas Indonesia.
KESIMPULAN Nurmianto, Eko. 1996. Ergonomi Konsep Dasar
dan Aplikasinya. Surabaya: Guna Widya.
Berdasarkan hasil analisis penelitian dan Riyadina, Woro, dkk. 2008. Keluhan Nyeri
pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa Muskuloskeletal pada Pekerja Industri di
umur responden di RSUD Bhakti Dharma Kawasan Industri Pulogadung Jakarta. Majalah
Husada Surabaya sebagian besar berumur Kedokteran Indonesia Volume 58 No. 1.
25–35 tahun yaitu sebanyak 27 responden (81,8%), Suma’mur P.K. 2009. Higiene Perusahaan dan
jenis kelamin responden di RSUD Bhakti Dharma Kesehatan Kerja (HIPERKES). Jakarta: PT.
Husada Surabaya sebagian besar perempuan Gunung Agung.
Tafsir. Eliyas. 2013. Hubungan Sikap Kerja
Dinamis dengan keluhan Muskuloskeletal pada
Perawat
Binarfika dan Tri, Analisis Tingkat Risiko Muskuloskeletal 169
Disorders…

Bagian Bangsal Kelas III RSUD dr. Moewardi. Wicaksono, Bagus. 2012. Faktor yang
Skripsi. Universitas Sebelas Maret. berhubungan dengan gangguan nyeri punggung
Tarwaka. 2010. Ergonomi Industri. Surakarta: bawah pada bidan saat menolong proses
Harapan Press. persalinan di RSUD Bhakti Dharma Husada
Tarwaka, dkk. 2004. Ergonomi Untuk Surabaya. Skripsi. Universitas Airlangga.
Keselamatan, Kesehatan Kerja, dan Surabaya
Produktivitas. Surakarta: UNIBA Press. Viyaya S., Tanya Elize. 2008. Beberapa Faktor
yang berhubungan dengn Keluhan Nyeri
Pinggang Pada Perawat Rawat Inap. Tesis.
Universitas Airlangga. Surabaya

Anda mungkin juga menyukai