Hakekat pendidikan multikultural mempersiapkan seluruh siswa untuk bekerja secara aktif menuju
kesamaan struktur dalam organisasi dan lembaga sekolah serta berusaha memberdayakan siswa.
(1) membantu siswa atau mahasiswa mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk
berpartisipasi di dalam demokrasi dan kebebasan masyarakat.
(2) memajukan kekebasan, kecakapan, keterampilan terhadap lintas batas-batas etnik dan budaya untuk
berpartisipasi dalam beberapa kelompok dan budaya orang lain.
2. Sejarah pendidikan multikultural di dunia bermula sejak usainya Perang Dunia II dengan lahirnya
banyak negara dan perkembangannya prinsip-psinsip demokrasi. Akar sejarah Pendidikan Multikultural
bermula pada gerakan hak-hak sipil dari berbagai kelompok yang secara historis memang selalu
terabaikan dan tertindas. Pendidikan Multikultural timbul dari munculnya gerakan hak-hak sipil di
Amerika tahun 1960-an yang mulai menyadari dan menuntut hak yang belum pernah terjadi
sebelumnya. Tujuan utamanya menghilangkan diskriminasi dalam akomodasi umum, perumahan,
tenaga kerja, dan pendidikan.
Sejarah pendidikan multikultural di Indonesia bermula sejak jatuhya presiden Suharto dari
kekuasaannya, yang kemudian diikuti dengan masa yang disebut era Reformasi. Pada era Reformasi
pendidikan dijadikan sebagai alat politik untuk melanggengkan kekuasaan yang memonopoli sistem
pendidikan untuk kelompok tertentu. Dengan kata lain pendidikan multikultural belum dianggap penting
walaupun realitas kultur dan agama sangat beranekaragam. Akan tetapi Era reformasi, membawa angin
demokrasi sehingga menghidupkan kembali wacana pendidikan multikultural sebagai kekuatan dari
bangsa Indonesia. Dalam era Reformasi ini, tentunya banyak hal yang perlu ditinjau kembali. Salah
satunya mengenai kurikulum di sekolah kita dari semua tingkat dan jenis, apakah telah merupakan
sarana untuk mengembangkan multikultural. Selain masalah kurikulum juga mengenai otonomisasi
pendidikan yang diberikan kepada daerah agar pendidikan merupakan
Ø Guru kurang mengenal budayanya sendiri, budaya lokal maupun budaya peserta didik.
Ø Guru kurang menguasai garis besar struktur dan budaya etnis peserta didiknya, terutama dalam
konteks mata pelajaran yang akan diajarkannya.
Ø Rendahnya kemampuan guru dalam mempersiapkan peralatan yang dapat merangsang minat,
ingatan, dan pengenalan kembali peserta didik terhadap khasanah budaya masing-masing dalam
konteks budaya masing-masing serta dalam dimensi pengalaman belajar yang diperoleh.
> saling menjaga dan melindungi keanekaragaman agama yang berbeda-beda adalah sebuah anugerah
dan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa bagi setiap individu dan kelompok yang berada di wilayah
kalimantan timur sehingga tercipta toleransi yang tinggi.
> pemberian pemahaman sadar akan pendidikan sejak dini di wilayah kalimantan timur
> terjalinnya silaturahim antar suku asli diwilayah kalimantan timur dan suku pendatang sehingga
terciptanya kerukunan dan terhindar dari kesalahpahaman antar suku asli dan pendatang.
> manusia sebagai makhluk bermartabat yang harus dihormati di wilayah kalimantan timur
> apa pun dia dan siapa pun dia harus meeyakini keberagaman dan kemajemukan sebagai sunatullah,
membangun sikap anti-diskriminasi atas dasar apa pun dan mengajak manusia aktif dalam upaya
mengeliminasi semua bentuk diskriminasi serta membangun saling menghargai di wilayah kalimantan
timur
> solidaritas sosial terhadap sesama, terutama penghini wilayah kaliamntan timut yang terpinggirkan,
yang pada gilirannya membangun tanggung jawab sosial demi mewujudkan harmonisasi sosia