Anda di halaman 1dari 2

ANDI SALMAN ALFARISY

2162201008
EKONOMI MONETER

Secara normatif, ada dua asumsi mainstream yang sering digunakan untuk
menjelaskan tingkat inflasi, yakni asumsi demand pull inflation dan cost push inflation.
Kedua asumsi menggambarkan bagaimana mekanisme tarik ulur pasar supply-
demand berjalan dan dampaknya terhadap pergerakan inflasi. Berdasarkan dua
paradigma tersebut, tingkat inflasi yang tinggi biasanya didorong kondisi tingkat
permintaan yang berlebih (excess demand) dan/atau karena terjadi kelangkaan pasokan
(lack of supply).
Berhubung kondisi inflasi kita sedang rendah, asumsi yang tadi kita gunakan otomatis
perlu kita putar 180 derajat. Dengan demikian jika kita interpretasikan lagi, situasi pasar
akan terdikotomi pada dua pilihan, apakah sedang terjadi penurunan permintaan
(decrease in demand) atau karena terjadi kelebihan pasokan (excess supply).
PDB berbasis pengeluaran bisa kita gunakan sebagai bahan refleksi bagaimana kondisi
permintaan barang/jasa domestik. Tren pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada
triwulan I dan II selama 2015-2017 cenderung terus mengalami kontraksi.

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2017 mengalami kontraksi


0,12% jika dibandingkan dengan kondisi pada triwulan II 2016. Bahkan jika
pertumbuhan triwulan II 2017 kita komparasikan dengan periode yang sama pada 2015,
hasilnya masih juga terjadi kontraksi 0,02%.

Yang lebih mengkhawatirkan, subsektor konsumsi makanan dan minuman (selain


restoran) turut mengalami kontraksi yang lumayan besar hingga mencapai 0,38%
(triwulan II 2017 terhadap triwulan II 2015). Padahal keberadaan subsektor ini sangat
penting.

Selain karena menopang 21,86% total PDB pada triwulan II 2017, konsumsi makanan
dan minuman juga bisa berpengaruh pada produktivitas tenaga kerja serta dapat
merefleksikan tingkat kesejahteraan masyarakat. Secara keseluruhan, demosi yang
terjadi pada konsumsi rumah tangga patut terus kita awasi karena lebih dari separuh
agregat PDB dihasilkan dari sektor ini.

Sekarang mari kita lihat kondisi di sisi supply dengan pendekatan hasil produksi sektor
lapangan usaha. Dari tiga sektor utama yang menjadi penyumbang terbesar
pembentukan PDB, hanya sektor pertanian yang tingkat pertumbuhan berada pada
fase yang relatif aman karena berhasil menghindari kontraksi. Adapun sektor
perdagangan dan sektor industri malah berada dalam kondisi yang lebih
memprihatinkan.
Tren pertumbuhan sektor perdagangan antara triwulan II 2017 terhadap triwulan II 2016
tengah melambat 0,34%. Demosi di sektor perdagangan juga turut mengonfirmasi
bahwa tingkat konsumsi/daya beli masyarakat sedang lesu. Sementara itu di sektor
industri dalam periode yang sama juga tercatat mengalami kontraksi sebesar 1,11%.
Pembangunan infrastruktur yang dianggap sebagai proyek mercusuar ternyata belum
menawarkan dampak yang signifikan. Dari sisi PDB, pengeluaran khususnya untuk
pembentukan modal tetap bruto (PMTB) memang berdampak positif karena mampu
menggenjot pertumbuhan hingga 5,35% pada triwulan II 2017

Namun dampaknya terhadap sektor lapangan usaha (khususnya industri penopang


konstruksi) masih kurang sesuai dengan ekspektasi. Industri bahan galian bukan logam
yang di dalamnya termasuk industri semen tingkat pertumbuhannya justru sedang -
5,03% (yoy). Padahal pada triwulan yang sama di 2016 subsektor tersebut masih
mencatat pertumbuhan 5,41%

Dari sini kita bisa melihat adanya kontraksi yang mencapai 10,44%. Industri semen
sendiri pada triwulan II 2017 sedang mengalami penurunan produksi 3,64% bila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sementara itu subsektor industri logam
dasar yang menopang distribusi besi dan baja bisa sedikit bernapas lega karena pada
triwulan II 2017 sudah bisa terlepas dari bayang-bayang kontraksi.

Anda mungkin juga menyukai