Anda di halaman 1dari 6

ROLE PLAY KOMUNIKASI INTERPERSONAL PERAWAT DAN KLIEN

Pemain : Agnes Dewi Ayu Putri : Perawat 2


Ahmad Azhar : Kaka Hana
Anissa : Perawat 1
Cemberlee S. Wambrauw : Teman Sekolah
Imam Setyawan : Kaka Hana
Ketut Sunartiasih : Teman Sekolah
Maria Ulfah : Admin Rumah Sakit
M. Khairul Fikri : Ayah Hana
Nurhana Khofifah : Hana
Prinandita Syafira : Teman Sekolah
Putri Sari Ulfa H.T. : Ibu Hana

Hana adalah seorang anak dari bapak Fikri dan Ibu Pute. Dia adalah seorang siswi yang
pintar, rajin, cantik, dan mudah berteman dengan siapapun. Namun ketika dia mendapat
ancaman dari temannya dan mendengar pertengkaran di keluarganya, sekarang dia menjadi
anak pemurung, tidak mau berteman dengan siapapun, menjadi pemalas hingga prestasinya
pun menurun. Mengetahui prestasi putrinya menurun, ibu Hana memarahi Hana. Ayah dan
ibu Hana membawa Hana ke rumah sakit untuk mengkonsultasikan mengenai perilaku Hana
yang sangat berubah dari yang dulu

Hana : “Aku harus memberitahukan ayah dan ibu kalau aku menang lomba”
(memegang sertifikat kemenangan)

Ketika Hana menuju jalan pulang, dia bertemu dengan teman sekelas yang tidak suka
dengan Hana.
Dita : “Eh ada Hana”
Ketut : “Ciye anak culun menang lomba”
Kim : “menang apa an tuh? Menang lomba makan kerupuk?”
(Tertawa)
Hana : (Berjalan cepat)
Dita : “eh tunggu dulu dong. Buru-buru amat”
Hana : “Salah ku apa?”
Ketut : “eh Hana, lo nggak usah sombong ya. Mentang-mentang menang lomba,
seenaknya menampilkan muka culun dn cantik mu itu ke semua teman
sekelas”
Kim : “memangnya kamu hebat. Sok hebat kamu ya, sok cantik”
Dita : “ingat lo ya, nggak ada yang boleh melebihi ketenaran dan kecantikan
kami. Atau lo kami habisin”
Kim : “Kita cabut yu gengs”
Ketut : “ingat ya Hana, awas aja lo. Kami pantau”

Hana berjalan menuju ke rumah disertai dengan isak tangis karena dibully oleh
teman sekelasnya. Setibanya di rumah, Hana mendengar suara pertengkaran di dalam rumah.
Ternyata ayah dan ibunya bertengkar.
Ayah : “Ibu dari mana saja?”
Ibu : “baru pulang kerja lah?”
Ayah : “hah baru pulang kerja? Biasanya nggak sampai jam segini? Makanan
belum kamu siapkan? Dapur berantakan? Ibu seharusnya mengurus
rumah saja. Tidak usah kerja, biar bapak yang kerja.”
Ibu : “tapi pak, uang penghasilan bapak belum bisa mencukupi kebutuhan
kita”
Ayah : “dasar ibu, bukannya nurut sama suami”

Hana masuk ke dalam rumah.


Hana : “bapak dan ibu kenapa berantem terus?” (menangis dan masuk ke dalam
kamar)

Keesokan harinya, Hana, ibu, ayah dan kedua kaka laki-lakinya makan bersama di
meja makan. Saat di meja makan, kedua kaka Hana yaitu Imam dan Azhar berantem
mengenai makanan sementara Hana hanya berdiam diri saja dengan muka tidak senang.
Azhar : “Bu, aku minta lauknya satu”
Imam : “jangan bu, itu lauk punya aku”
Azhar : “eh aku duluan yang minta sama ibu”
Imam : “memang siapa yang lebih tua? Kamu atau aku?”
Azhar : “eh nggak usah bawa-bawa umur ya”
Ibu : “cukup-cukup, biar lauknya ibu bagi dua”

Dahulu, Hana adalah seorang anak yang baik, mudah bergaul dan berprestasi.
Karena mendapat tekanan dari teman-teman yang sering membullynya dan keluarganya yang
sering bertengkar, Hana menjadi anak yang murung, suka menyendiri, dan prestasi yang
menurun. Ketika kedua orang tua Hana mengetahui hal tersebut, mereka membawa Hana ke
Rumah Sakit.
Ayah : “mbak, saya mau memeriksakan anak saya kemana ya, mbak.”
Maria : “tunggu sebentar ya pak, saya data dulu anak bapak”
(beberapa saat kemudian)
Maria : “ini anak bapak sudah saya data, bapak menuju ruang dokter di sebelah
sana, diperiksa dulu keluhannya, kemudian dikonsultasikan ke perawat.”
Ayah : “terima kasih mbak”
Maria : “iya sama-sama”

Ayah, ibu dan Hana menuju ke ruang dokter untuk memeriksakan keluhan Hana.
Setelah pemeriksaan dokter meminta perawat Anisa untuk melakukan terapi.
Perawat 1 : “Selamat siang dek, adek namanya siapa?”
Hana : (Diam)
Ayah : “namanya Hana, mbak”
Perawat 1 : “Oh Hana. Perkenalkan nama kaka perawat Agnes, panggil aja kaka Agnes.
Kaka akan melakukan terapi sama adek supaya adek bisa meningkatkan
kemampuan komunikasi adek dan meningkatkan harga diri selama periode
waktu yang singkat. Adek mau ya?”
Hana : (mengangguk)
Perawat 1 : “Oke kita mulai terapinya ya. Bapak dan ibu bisa menunggu di luar, biar
saya yang menjagakan Hana ke ruang konseling”
Ibu : “Oh iya mbak. Hana, ibu sama ayah ke luar dulu ya. Baik-baik sama
kakanya”
Hana : (mengangguk)

Perawat Anisa dan Hana pun memulai terapinya, sementara Ayah dan ibu Hana
menunggu di luar. Saat dimulai terapi, Hana hanya berdiam diri dan menunduk tanpa
memperdulikan perawat Anisa.
Perawat 1 : “adek namanya siapa?” (berulang kali sambil menaikan nada suara)
Hana : (menangis)
Perawat 1 : “kok ditanya malah nangis. Adek kenapa? ceritakan sama kaka”
Hana : (menangis)
Perawat 1 : “adek” (merangkul Hana)
Hana : (melepaskan rangkulan dan pergi keluar menemui ayah dan ibunya)
Perawat 1 : (berbicara dalam hati) “sepertinya adek itu masih belum siap konsultasi
dengan aku”
Ibu : “Hana kenapa?”
Hana : “ayo pulang”
Perawat 1 : “ibu, sepertinya Hana belum siap untuk melakukan terapi. Mungkin besok
Ibu bawa lagi Hana kesini biarkan Hana menenangkan dirinya dulu hari
ini.”
Ibu : “oh iya, makasih ya mba”

Setelah Hana dan ibunya pergi, perawat Anisa pergi ke kantin untuk makan bersama
dengan perawat yang lain. Disana Perawat Anisa meminta pendapat kepada perawat lain
mengenai cara efektif untuk mengkonsultasikan Hana.
Perawat 1 : “Kur, nes, aku mau minta pendapat kalian. Aku punya pasien, setelah
diperiksa oleh dokter, dia diminta untuk berkonsultasi dan aku yang jadi
konselornya. Kemarin aku mulai terapi konsultasinya berdua dengan
pasien tersebut. Tetapi dia hanya diam, selalu menunduk, sedih, dan
wajahnya selalu murung. Menurut kalian aku harus bagaimana agar dia
mau terbuka sama aku?
Perawat 2 : “Oh pasien kemarin sama kamu. Menurut aku, lebih baik kamu bilang sama
dia bahwa anggap kamu itu sahabat dia, keluarga dia, dan teman terdekat
dia. Terus gunakan kata-kata yang mudah dipahami oleh dia, jangan
paksakan dia untuk bercerita. Biarkan dia mengeluarkan isi hatinya atas
kemauannya sendiri.”
Maria : “kalau dari aku sama sih dengan Agnes. Tapi ada tambahan kalian kan
sama-sama perempuan, hendaknya kamu juga terbuka dengan dia dan
anggap dia sebagai teman kamu juga, sehingga kalian nyaman satu sama
lain. Kemudian pilih tempat yang nyaman untuk dia bercerita, biarkan dia
memilih tempatnya, dengan begitu dia akan nyaman dengan tempat yang
dia pilih.”
Perawat 1 : “oh seperti itu, ya sudah aku coba nanti. Terima kasih ya”

Setelah mendapat saran dan pendapat dari teman-temannya, Perawat Anisa akan
mencoba saran dan pendapat tersebut besok. Keesokan harinya perawat Anisa bertemu lagi
dengan Hana. Masih sama dengan kemarin, Hana hanya berdiam diri, wajah cemberut dan
terlihat sedih.
Perawat 1 : “eh, Hana sudah datang. Ayo kita ke ruang konseling”
Perawat 1 : “Hana, perkenalkan nama saya Anisa. Anggap saja aku ini sahabat kamu,
agar kamu lebih nyaman sama aku. Hari ini kita akan mulai konsultasinya.
Tujuannnya masih sama dengan kemarin agar kamu dapat meningkatkan
kemampuan komunikasi dan harga diri. Kita sebentar saja, Cuman 5
menit. Apakah kamu setuju?”
Hana : (mengangguk)
Perawat 1 : “sebelumnya kamu mau kita bicaranya dimana?”
Hana : “Di sini aja”
Perawat 1 : “oh disini aja. Boleh nggak aku duduk di samping kamu?”
Hana : “boleh”
Perawat 1 : “kamu akhir-akhir ini kenapa? Kok sering berdiam diri sama cemeberut?
Kamu kan cantik dan senyum kamu kan manis, nanti cantiknya luntur”
Hana : “karena dibully teman aku dan dimarahin ibu”
Perawat 1 : “memangnya dibully seperti apa?”
Hana : “karena dulu aku sering dapat rangking dan dianggap paling cantik di
kelas. Terus diancam sama temen setiap hari. jadi aku diam aja dikelas,
nggak punya temen, terus dibully”
Perawat 1 : “oh begitu. Terus kalau dimarahin ibu dimarahin kenapa?”
Hana : “karena malas dan nggak dapat rangking dikelas”
Perawat 1 : “malasnya karena diancam temen sekelas kamu?”
Hana : “iya”
Perawat 1 : “Oh begitu. Ya sudah, disini aku memahami perasaan kamu. Jadi sekarang
Kamu ke sekolah jangan malas ya, kalau kamu males nanti kena marah ibu
terus juga nggak punya temen. buktikan sama ibu dan temen-temen kamu
kalau kamu pintar, anak yang cerdas, dan berbakat Supaya kamu bisa
membanggakan orang tua dan punya banyak temen biar kamu nggak
kesepian dan sedih lagi kaya gini. Kalau kamu masih dibully, nggak
usah didengar apa kata mereka, jangan balas dengan perdebatan, kontrol
emosi, dan kalau kamu bisa tenangkan mereka bahwa apa yang mereka
lakukan merupakan tindakan yang tidak ada gunanya. Kamu bisa kan?”
Hana : “bisa” (tersenyum dan menatap perawat Anisa)
Perawat 1 : “janji ya jangan malas, cemberut, dan bersedih lagi. Kamu itu cantik loh,
nanti kecantikan dan kepandaian kamu luntur karena cuman hal sepele
begitu.”
Hana : “iya aku janji” (memeluk perawat Anisa)
Perawat 1 : “gimana, kita udah ngobrol selama 5 menit perasaan kamu bagaimana?”
Hana : “sekarang lebih tenang”
Perawat 1 : “tadi aku bilang kalau sekolah jangan apa?”
Hana : “jangan malas supaya bisa membanggakan ayah ibu dan banyak temen agar
aku nggak kesepian lagi”
Perawat 1 : “nah begitu, kamu kan cantik, pintar dan baik hati. Jadi kamu jangan malas
lagi ya”
Perawat 1 : “besok pagi jam 09.00 kita konsul lagi ya. kalau kamu perlu teman curhat,
kamu panggil aja aku. Aku siap menjadi teman curhat kamu. Ya sudah ayo
kita keluar.”
Hana : “terima kasih, ka” (memeluk perawat Anisa)
Perawat 1 : “iya sama-sama”

Perawat Anissa pun pergi meninggalkan Hana menuju ke ruang dokter untuk
menyampaikan evaluasi dari terapi yang telah dilakukan. Sejak saat itu, sikap Hana mulai
membaik. Hana sekarang bisa bersosialisasi dengan keluarga dan teman-teman sekelasnya
sekarang.

Anda mungkin juga menyukai