Anda di halaman 1dari 6

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET


FAKULTAS HUKUM

SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER


(Semester Pebruari – Juli 2021)
Mata Ujian : Hukum dan Masyarakat
Waktu : 90 Menit
Kelas : A,B,C,D,E
Hari, Tanggal : Rabu, 16 Juni 2021
Dosen Penguji : Dr. Mulyanto, SH. M.Hum
Sifat Soal : Open Book

CPMK : Mahasiswa mampu mengkonstruksikan hasil pengamatan fenomena


sosial/gejala hukum dalam masyarakat secara deskriptif

Sub-CPMK : Menjelaskan stratifikasi sosial dalam masyarakat


Menjelaskan peran hukum dalam perubahan sosial
Menganalisis penegakan hukum di Indonesia

1. Dalam kajian hukum dan perubahan sosial, pada satu sisi hukum dapat berperan sebagai
variable dependent dan hukum sebagai variable independent, jelaskan dan berikan contoh
masing-masing yang aktual?

2. Ada asas hukum “Equality before the law” yang selanjutnya dinormakana dalam Pasal 27
ayat (1) UUD yang berbunyi, “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya”. Jelaskan dalam perspektif hukum dan stratifikasi sosial (law and social
stratification) dengan menggunakan pendekatan teori the behavior of law Donald Black
dan berikan contohnya? apakah teori tersebut masih relevan tidak ?

3. Penegakan hukum korupsi di Indonesia dapat dikatakan masih belum efektif. Koruptor
kelas kakap sulit tertangkap dan terkadang hukumannya pun tak sebanding dengan
perbuatannya. Bagaimana cara memperbaiki penegakan hukum korupsi dengan
menggunakan pendekatan the legal system karya Lawrence M. Friedman? Jelaskan
disertasi contohnya ?

4. Pemikiran Hukum Progresif dimunculkan Prof. Satjipto Rahardjo (Begawan Sosiologi


Hukum UNDIP) sejak tahun 2002 yang merasa prihatin terhadap keterpurukan hukum di
Indonesia yang dianggap gagal mengantarkan manusia kepada kehidupam yang adil,
sejahtera dan membuat manusia bahagia. Bahkkan hukum di Indonesia telah mendapat
predikat salah satu sistem hukum yang terburuk di dunia. Apa hakikat hukum progresif I
dan berikan contohnya? Jelaskan pula masa depan hukum progresif di Indonesia?

5. Buatlah sebuah tulisan artikel ilmiah populer berupa analisis penegakan hukum di
Indonesia. Apakah penegakan hukum masih seperti “pisau” yang Tajam ke bawah dan
tumpul ke atas (1-2 halaman spasi 1,5 m, huruf times new size 12 times new roman) Silakan
dianalisis dalam kajian law and society ?

JAWABAN

1. Hukum dipandang sebagai dependent variable (variabel terpengaruh) dan politik


diletakkan sebagai independent varable (variabel berpengaruh). Karena hukum dan politik
adalah variabel, maka dengan landasan yang demikian, maka kedudukan sebagai
independent variable dan dependent variable akan sangat ditentukan olehnya. Hal ini
berarti, bahwa hukum yang merupakan peraturan perundangundangan yang ditetapkan
oleh badan legeslatif, sebenarnya adalah kristalisasi dari kehendak-kehendak politik yang
saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Kehendak politik merupakan manifestasi
dari keadaan masyarakat yang sedang berlangsung, bisa jadi berasal dari masyarakat atau
penguasa negara. Dengan demikian hukum terbentuk dan berubah sesuai dengan keadaan
dan perkembangan masyarakat, bahkan hukumpun bisa mengubah masyarakat.
2. Equality before the law yang dinormakan dalam Pasal 27 ayat (1) UUD yang berbunyi,
“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya” merupakan
sebuah asas dalam hukum dimana semua manusia memiliki derajat yang sama didepan
hukum, dan juga setiap orang tunduk terhadap hukum peradilan yang sama. Kemudian
konsep dari The Behavior of Law menekankan pada hukum sebagai kontrol sosial, dalam
artian hukum boleh memaksa agar seseorang melakukan sesuatu atau tidak melakukan
sesuatu bahkan secara ekstrim hukum bisa merampas dan menghilangkan nyawa
seseorang. Jika merujuk pada kedua konsep di aatas yang kemudian disandingkan dengan
persepektif hukum dan stratifikasi sosial maka hukum secara tegas tidak memandang kelas-
kelas sosial. Sebagai contoh adalah masyarakat yang mempunyai jabatan lebih tinggi harus
mendapatkan perlakuan yang sama dihadapan hukum sebagaimana hukum
memperlakukan kaum kelas bawah. Saat ini konsep tersebut masih relevan, hanya saja
dalam implementasinya harus lebih disiplin, sebab tidak jarang kita menyaksikan aparat
penegak hukum memperlakukan masyarakat seperti ada pembedaan dalam kelas-kelas
sosial.

3. Lawrence M. Friedman menyatakan bahwa penegakan hukum tergantung pada tiga unsur
sistem hukum, yaitu struktur hukum (struktur of law), substansi hukum (substance of the
law) dan budaya hukum (legal culture).
• Struktur Hukum, terdapat struktur institusi-institusi penegakan hukum seperti
kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Sedangkan kelembagaan tertingginya yaitu
Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam hal ini efektifi atau tidaknya tergantung
dari semua aparatur penegak hukum, mereka harus mempunyai jiwa integritas dan
loyal terhadap hukum. Maksudnya ketika terjadi sebuah agenda Operasi tangkap
Tangan (OTT) deputi penyidik tidak boleh membocorkan agenda tersebut, atau
bahkan jangan sampai menerima bentuk suap agar para koruptor lolos atau bahkan
diringankan hukumannya.
• Substansi Hukum, yaitu aturan, norma, dan pola perilaku nyata manusia yang
berada dalam sistem hukum. Jadi substansi hukum menyangkut peraturan
perundang-undangan yang berlaku yang memiliki kekuatan yang mengikat dan
menjadi pedoman bagi aparat penegak hukum. Indonesia sebenarnya telah memilik
peraturan khusus mengenai tindak pidana korupsi, bahkan aturan terebut dibuatkan
aturan Lex Specialis. Dengan adanya peraturan yang telah jelas seperti Undang-
Undang Tindak Pidana Korupsi aparatur sehrusnya dapat berpegang teguh pada
aturan tersebut dengan tidak menyimpangkannya.
• Budaya Hukum, merupakan sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum.
Kualitas substansi hukum yang dibuat tanpa didukung budaya hukum oleh orang-
orang yang terlibat dalam sistem dan masyarakat maka penegakan hukum tidak
akan berjalan secara efektif.
4. Hukum Progresif yang digagas sang begawan hukum Prof. Dr. Satjipto Rahardjo adalah
sebuah gagasan yang fenomenal yang ditujukan kepada aparatur penegak hukum terutama
kepada sang Hakim agar supaya jangan terbelenggu dengan positivisme hukum yang
selama ini banyak memberikan ketidakadilan kepada yustisiaben (pencari keadilan) dalam
menegakkan hukum karena penegakan hukum merupakan rangkaian proses untuk
menjabarkan nilai, ide, cita yang cukup abstrak yang menjadi tujuan hukum. Salah satu
contoh Undang-Undang yang tidak adil adalah UU Pemilu yang hanya mengizinkan partai
politik yang punya kursi di DPR yang boleh ikut pemilu pada 2009. Aturan semacam itu
dinilai Mahfud sebagai bentuk kolusi yang tidak memberikan rasa keadilan. Mahkamah
Konstitusi menggunakan optik hukum progresif untuk membatalkan regulasi itu. Hukum
Progresif ini harus kita dorong untuk menjadi roh atau jiwa pelaksanaan hukum di
Indonesia, supaya penegak hukum dari tahapan petama (polisi), tahap kedua (jaksa), dan
tahap ketiga (hakim) mempunyai persepsi yang sama bahwa sesungguhnya hukum itu tidak
terbelenggu atau terjebak pada hukum positif.
5.

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA


HUKUM DAN MASYARAKAT

Oleh : Hilkia Dimas Krishnugraha

ANALISA

Pelaksanaan Hukum di Indonesia mengalami pasang surut seiring dengan perkembangan


masyarakat yang semakin tajam sorotan ketika belum memberikan keadilan dan kesejahteraan dan
masih dianggap sebagai alat kekuasaan untuk melindungi penyelenggara negara dan menjadi
senjata rakyat jelata ketika melawan negara. Pelaksanaan Hukum di Indonesia bertujuan untuk
memberikan perlindungan, ketentraman, ketertiban dan kepastian hukum bagi masyarakat.
Meskipun ada tujuan yang memberikan perlindungan, terutama kepentingan pribadi atau
perseorangan dalam melaksanakan hak-hak warga negara.

Pernyataan tentang penegakan hukum di Indonesia “tajam ke bawah tumpul ke atas”


sedangkan dalam UUD 1945 pasal 28 D ayat 1 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepstian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
dihadapan hukum” artinya setiap warga negara memiliki hak yang sama dan tidak di banding
bandingkan dengan kekayaan, status, jabatan maupun keturunan. Kondisi hukum sekarang ini,
ketika berhadapan dengan orang yang memiliki kekuasaan, baik itu kekuasaan politik maupun
uang, maka hukum menjadi tumpul. Tetapi, ketika berhadapan dengan orang lemah, yang tidak
mempunyai kekuasaan dan sebagainya.

Berikut ini adalah beberapa kasus di Indonesia dengan terdakwa masyarakat kaum bawah
yang menurut banyak orang sangat menggelikan, di antaranya :

1. Penjual petasan tuntutan 5 bulan


Seorang wanita berusia lanjut bernama Meri, asal Tegal, Jawa Tengah harus berurusan
dengan hukum karena kedapatan menjual petasan di rumahnya sendiri. Nenek Meri sendiri
tidak mengetahui bahwa menjual petasan tersebut dilarang karena sejak pemerintahan
Presiden Soekarno, dia sudah menjualnya dan baru kali ini terjerat hukum. Dikarenakan
hal ini, pihak Pengadilan Negeri Tegal menuntu Nenek Meri dengan hukuman 5 bulan
penjara dan 10 bulan masa percobaan. Setelah menjalani sidang lanjutan, pada akhirnya
Nenek Meri hanya dijatuhi hukuman penjara selama 3 bulan dengan masa percobaan 6
bulan.
2. Mengambil kain lusuh tuntutan 5 tahun
Suatu hal yang cukup menggelikan jika didengarkan. Ada seorang buruh tani berusia 19
tahun bernama Aspuri harus berurusan dengan hukum karena memungut sebuah kaus lusuh
di pagar rumah tetangganya. Sang pemilik kaus akhirnya melaporkan Aspuri ke pihak
kepolisian dengan tuduhan pencurian. Padahal sebelumnya, pembantu pemilik rumah
sudah menyatakan bahwa memang dia sengaja membuang kaus tersebut karena sudah tidak
terpakai. Dikarenakan hal ini, Aspuri harus mendekam di sel Rumah Tahanan Kota Serang,
Banten selama 3 bulan sambil menunggu keputusan pihak pengadilan. Dia terancam
hukuman penjara selama 5 tahun maksimal.

Dari dua contoh kasus berikut, hukuman yang tidak masuk akal dijatuhkan kepada pelaku
yang sudah berusia lanjut dan buruh tani dimana tidak adanya hukum progresif yang dilakukan.
Contoh perilaku penegak hukum yang merefleksikan pernyataan “Hukum itu tajam ke bawah
tumpul ke atas”:

• Kemewahan sel tahanan Setya Novanto di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin,


Bandung, Jawa Barat.1 Sedangkan di sisi lain terjadi Over kapasitas lembaga
pemasyarakatan masih menjadi masalah utama di lingkungan Lapas di Indonesia.

Menurut analisa saya, berdasarkan pengumpulan data yang saya kumpulkan, penegakan
hukum di Indonesia masih lemah, terbukti dari banyaknya kasus yang masih berat sebelah dan
tidak adanya keadilan bagi masyarakat. Lemahnya penegakan hukum yang berakibat kurangnya
kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia. Oleh karena itu, perlu
diterapkan dengan baik peraturan perundang-undangan kepada semua pelaku kejahatan tanpa
memandang status social pelaku tersebut. Hukum yang cenderung tumpul ke atas akan
menyebabkan para kelas social yang lebih tinggi untuk semena-mena menggunakan kekuatannya
untuk bermain hukum.

Anda mungkin juga menyukai