Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Abortus menjadi masalah yang penting dalam kesehatan masyarakat

karena berpengaruh terhadap morbiditas dan mortalitas maternal. Abortus

termasuk dalam masalah kesehatan reproduksi yang perlu mendapatkan perhatian

dan merupakan penyebab penderitaan wanita di seluruh dunia. Abortus bisa

terjadi karena kondisi ibu yang lemah, kehamilan yang tidak diinginkan dan

kehamilan di luar nikah. Abortus yang sering terjadi adalah abortus spontan, janin

yang dikandungnya sudah keluar sebagian dan sebagian lagi tertinggal di dalam

rahim. Bila abortus (keguguran) ini terjadi harus segera ditangani untuk mengatasi

terjadinya perdarahan yang dapat menyebabkan kematian pada ibu.

Menurut WHO (2015) abortus merupakan masalah kesehatan reproduksi

yang perlu mendapatkan perhatian dan merupakan penyebab penderitaan wanita

di seluruh dunia. Abortus terbagi dua yaitu abortus spontan dan abortus

provokatus. Abortus spontan adalah kehilangan kehamilan pada usia <20 minggu

atau janin dengan berat <500 gram. Frekuensi abortus spontan di Indonesia 10%-

15% dari 6 juta kehamilan setiap tahunnya dan 2500 orang diantaranya berakhir

dengan kematian. Ini menyebabkan masalah abortus mendapat perhatian, sebab

dapat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas maternal. Ada beberapa faktor

yang dapat menyebabkan kejadian abortus salah satunya adalah faktor ibu yaitu

umur ibu, paritas, usia kehamilan, tingkat pendidikan, pekerjaan, status

1
2

perkawinan, status ekonomi, berbagai penyakit medis, status gizi ibu dan riwayat

abortus. (1)

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan permasalahan kesehatan di dunia

(2015), hal ini terjadi karena setiap hari sekitar 830 wanita meninggal akibat

komplikasi kehamilan dan persalinan. Angka Kematian Ibu ini 99% terjadi di

negara-negara berkembang, dan sampai saat ini kematian ibu masih merupakan

masalah utama di bidang kesehatan ibu dan anak, sebab angka kematian ibu dan

bayi merupakan tolak ukur dalam menilai derajat kesehatan suatu bangsa. (2)

Indonesia (2013) memiliki AKI yang masih tergolong tinggi diantara

negara- negara ASEAN. Penyebab utama kematian ibu di Indonesia pada

umumnya adalah komplikasi kehamilan/persalinan yaitu perdarahan (42%),

eklampsi/preeklampsi (13%), abortus (11%), infeksi (10%), partus

lama/persalinan macet (9%) dan penyebab lain (15%). Badan Kependudukan dan

Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2012 melaporkan masih tingginya

Angka Kematian Ibu (AKI) dimana Indonesia masih tertinggi di Asia Tenggara.

Setiap tahun diperkirakan ada 5 juta ibu hamil di Indonesia, dari jumlah tersebut,

dua meninggal dalam satu jamnya karena komplikasi kehamilan, persalinan dan

nifas. (3)

Abortus adalah suatu proses berakhirnya suatu kehamilan, dengan kriteria

usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.Di

Amerika Serikat, abortus didefinisikan sebagai terbatasnya terminasi kehamilan

sebelum 20 minggu didasarkan pada tanggal hari pertama haid normal terakhir.

Abortus memiliki gejala pendarahan, keluranya konsepsi, dan mengalami


3

kontraksi.Hal ini terjadi akibat adanya pembukaan dari daerah mulut rahim atau

servik. Terdapat beberapa penyebab abortus antara lain; kelainan kromosom,

infeksi, plasenta sirkumvalata, dan adanya ketidakseimbangan metabolik ibu1.

Secara klinis terdapat beberapa macam abortus yaitu abortus iminens, abortus

insipiens, abortus inkompletus dan abortus kompletus, missed abortion dan

abortus habitualis. Abortus habitualis didefinisikan sebagai kejadian abortus 2

kali berturut-turut atau lebih sebelum 20 minggu. (4)

Ibu yang mengalami kejadian itu umumnya tidak mendapat kesulitan

untuk hamil, tetapi kehamilannya tidak dapat berlanjut dan akan berhenti sebelum

waktunya. Terkadang muncul pada trimester pertama atau pada kehamilan lebih

lanjut. Dari seluruh kehamilan terdapat 0,4% kejadian abortus habitualis2. Faktor

penyebab abortus habitualis sangat banyak, diantaranya adalah faktor janin,

maternal, infeksi, kelainan endometrium, namun sebesar 40% lebih tidak

diketahui faktor penyebabnya. (4)

Faktor usia ibu berpengaruh terhadap kejadian abortus. Semakin tua usia

ibu saat hamil, maka risiko mengalami abortus akan semakin meningkat.Kejadian

abortus meningkat pada usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun.

Semakin muda usia ibu saat hamil semakin berisiko mengalami abortus, begitu

pula semakin tua usia ibu saat hamil semakin berisiko mengalami abortus. (4)

Angka kematian ibu saat melahirkan yang telah di targetkan dalam MDGs

pada tahun 2015 adala 110, dengan kata lain akselerasi sangat dibutuhkan

sebab pencapaian target tesebut masih cukup jauh. Indonesia dianggap belum

mampu mengatasi tingginya angka kematian ibu yang 307 per 1.000 kelahiran
4

hidup. Berarti setiap tahunnya ada 13.778 kematian ibu data setiap dua jam ada

dua ibu hamil, bersalin, nifas yang meninggal karena berbagai penyebab.

Kecenderungan perbandingan pada tahun 1990 yang masih 450 per 1.000

kelahiran hidup, namun target MDGs yang 125 per 1.000 kelahiran hidup terasa

sangat berat untuk dicapai tanpa upaya percepatan. Salah satu faktor

penyebab tingginya angka kematian pada ibu adalah kasus abortus.(5)

Abortus spontan menjadi komplikasi kehamilan yang umum terjadi dan

penyebabnya sangat bervariasi serta masih sering diperdebatkan. Abortus spontan

diduga sering disebabkan oleh abnormalitas uterus, gangguan hormon dan

imunologi, infeksi, dan kelainan kromosom. Rata-rata terjadi 114 kasus abortus

per jam. Beberapa studi menyatakan bahwa abortus spontan terjadi pada 10% -

25% kehamilan pada usia kehamilan antara bulan kedua dan kelima dengan 50% -

75% kasus disebabkan oleh abnormalitas kromosom (6).

Faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian abortus adalah faktor

usia. Sugiharti (2011) dalam penelitian Resya (2016) menyatakan bahwa pada 105

kasus abortus terdapat 58,5% ibu berusia < 20 tahun, 17,1% berusia antara 20 –

35 tahun, dan 87,5% berusia > 35 tahun. Lu’lul (2015) dalam penelitiannya

menyatakan bahwa ibu hamil yang berusia < 20 tahun memiliki risiko abortus <

2%, meningkat 10% pada usia ibu > 35 tahun, dan mencapai 50% pada usia ibu >

45 tahun. Frekuensi abortus berbanding lurus dengan angka graviditas, sekitar

6% abortus terjadi pada kehamilan pertama atau kedua dan meningkat menjadi

16% pada kehamilan selanjutnya. Riwayat abortus juga merupakan faktor risiko

yang dapat meningkatkan risiko terjadinya abortus pada ibu hamil. Sekitar 21 dari
5

35 ibu hamil dengan riwayat abortus mengalami abortus spontan pada kehamilan

selanjutnya. Ibu hamil dengan riwayat abortus sebelumnya memiliki risiko 1,4

kali lebih besar mengalami abortus pada kehamilan selanjutnya. Data dari

beberapa studi menyatakan bahwa ibu yang pernah mengalami abortus spontan 1

kali memiliki risiko abortus rekuren sebanyak 15%, meningkat menjadi 25%

apabila pernah mengalami abortus sebanyak 2 kali, dan meningkat lagi menjadi

30 – 45% setelah mengalami abortus spontan 3 kali berturut-turut. (7)

Abortus sering dikaitkan dengan tingginya angka persalinan prematur,

abortus rekuren, dan berat bayi lahir rendah (BBLR). Selain itu, abortus diduga

memiliki pengaruh terhadap kehamilan berikutnya, baik menyebabkan penyulit

kehamilan atau pada produk kehamilan). Abortus seringkali mengakibatkan

komplikasi seperti perdarahan, infeksi, perforasi, dan syok). Perdarahan dan

infeksi merupakan penyebab tersering kematian ibu. (7)

Komplikasi abortus yang membahayakan kesehatan ibu dan dapat

memberikan dampak negatif pada berbagai aspek tersebut harus dapat dicegah.

Pencegahan terhadap abortus dapat diawali dengan melihat faktor-faktor yang

dapat menyebabkan terjadinya abortus. Beberapa faktor yang merupakan

penyebab terjadinya abortus adalah umur ibu, usia kehamilan, jumlah paritas,

jarak kehamilan, tingkat pendidikan, status ekonomi, dan riwayat abortus

sebelumnya. (8)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ni Luh Dina, (2015) tentang faktor

resiko yang berhubungan dengan kejadian abortus di RSUD Ungaran Kabupaten

Semarang mengungkapkan bahwa ditemukan usia ibu hamil beresiko (<20 dan
6

>35) memiliki peluang 3,451 kali mengalami abortus spontan, jarak kehamilan

beresiko (<2 dan >5) yang dimiliki ibu mempunyai peluang 2,709 kali mengalami

abortus spontan, paritas yang dimiliki ibu memliki peluang 8,305 kali tejadi

abortus spontan, riwayat abortus sebelumnya yang dimiliki ibu mempunyai

peluang 6,516 kali mengalami kejadian abortus. (8)

Survei pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Malintang, tanggal 27

Juli 2018 didapat data tahun 2017 terdapat 36 kasus abortus dan di bulan Januari

sampai Agustus tahun 2018 terdapat 16 kasus abortus. Survei data yang dilakukan

dari 15 orang ibu yang abortus terdapat 9 orang memiliki rata-rata usia < 20

tahun, memiliki paritas > 4 kali dan 4 orang mengalami anemia. 6 orang memiliki

rata-rata usia 20-35 tahun, memiliki paritas < 4 kali dan 2 orang tidak mengalami

anemia.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul faktor-faktor yang berhubungan pada ibu hamil dengan

abortus di Puskesmas Malintang Kecamatan Bukit Malintang Kabupaten

Mandailing Natal tahun 2017-2018.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah apakah ada faktor-faktor yang berhubungan pada ibu hamil

dengan abortus di Puskesmas Malintang Kecamatan Bukit Malintang Kabupaten

Mandailing Natal tahun 2017-2018.


7

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi usia ibu di Puskesmas Malintang

Kecamatan Bukit Malintang Kabupaten Mandailing Natal tahun 2017-

2018.

1.3.2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi paritas ibu di Puskesmas Malintang

Kecamatan Bukit Malintang Kabupaten Mandailing Natal tahun 2017-

2018.

1.3.3. Untuk mengetahui distribusi frekuensi anemia ibu di Puskesmas Malintang

Kecamatan Bukit Malintang Kabupaten Mandailing Natal tahun 2017-

2018.

1.3.4. Untuk mengetahui distribusi frekuensi abortus ibu di Puskesmas

Malintang Kecamatan Bukit Malintang Kabupaten Mandailing Natal tahun

2017-2018.

1.3.5. Untuk mengetahui hubungan usia pada ibu hamil dengan abortus di

Puskesmas Malintang Kecamatan Bukit Malintang Kabupaten Mandailing

Natal tahun 2017-2018.

1.3.6. Untuk mengetahui hubungan paritas pada ibu hamil dengan abortus di

Puskesmas Malintang Kecamatan Bukit Malintang Kabupaten Mandailing

Natal tahun 2017-2018.

1.3.7. Untuk mengetahui hubungan anemia pada ibu hamil dengan abortus di

Puskesmas Malintang Kecamatan Bukit Malintang Kabupaten Mandailing

Natal tahun 2017-2018.


8

1.4. Manfaat Penelitian

Penulis mengharapkan penelitian ini bermanfaat bagi:

1.4.1. Manfaat Teoritis

1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam rangka

pengembangan teori tentang faktor-faktor yang berhubungan pada ibu hamil

dengan abortus.

2. Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Sebagai aplikasi ilmu peneliti yang telah didapatkan selama perkuliahan di

Institut Kesehatan Helvetia dan untuk menambah pengetahuan lebih lanjut

tentang faktor-faktor yang berhubungan pada ibu hamil dengan abortus.

2.4.1. Manfaat Praktis

1. Bagi Responden

Sebagai informasi dalam upaya peningkatan pengetahuan yang diberikan

oleh petugas kesehatan tentang faktor-faktor yang berhubungan pada ibu hamil

dengan abortus.

2. Bagi Tempat Penelitian

Sebagai upaya untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam

memberikan informasi kepada ibu khususnya tentang faktor-faktor yang

berhubungan pada ibu hamil dengan abortus.

3. Bagi Institut Helvetia Medan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi perpustakaan tentang faktor-

faktor yang berhubungan pada ibu hamil dengan abortus.


9

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai referensi pengembangan ilmu kesehatan tentang faktor-faktor

yang berhubungan pada ibu hamil dengan abortus.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Peneliti Terdahulu

Penelitian Widhayanti (2012) tentang studi deskriptif gambaran tingkat

pekerjaan ibu pada kejadian abortus di rumah sakit Mardi Rahayu Kudus. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa prosentase abortus Imminens : tingkat pekerjaan

ringan 35%, sedang 10%, berat 55%, abortus insipiens : tingkat pekerjaan ringan

27,27%, sedang 18,18%, berat 54,55%, abortus inkompletus : tingkat pekerjaan

ringan 30,77%, sedang 12,82%, berat 56,41%, abortus kompletus : tingkat

pekerjaan ringan 75%, sedang 0%, berat 25% berdasarkan hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa tingkat pekerjaan yang berat mempunyai peluang yang besar

mengalami kejadian abortus. (9)

Penelitian Fajria (2013) tentang analisis faktor resiko kejadian abortus di

RSUP Dr. M.Djamil Padang. Hasil penelitian menunjukkan angka kejadian

abortus di RSUP Dr. M.Djamil Padang lebih banyak terjadi pada ibu yang

mengalami satu kali abortus yakni : 84,6 % (44 orang) sedangkan ibu yang

mengalami kejadian abortus lebih dari satu kali hanya 15,4 % (8 orang ). Dan

untuk faktor pekerjaan dan faktor kadar Hb jika dihubungkan dengan kejadian

abortus menunjukkan hasil yang signifikan yakni faktor pekerjaan p=0,000 dan

faktor kadar hb nilai p=0,001. Sedangkan faktor umur, Faktor Paritas, Faktor

Riwayat penyakit dan Faktor jarak kehamilan dengan yang sebelumnya tidak

menunjukkan hasil yang signifikan. Perlu upaya untuk meneliti lebih lanjut

10
11

faktor-faktor lain yang dapat memberikan kontribusi pada kejadian abortus pada

ibu. (10)

Penelitian Yeni (2017) tentang faktor-faktor penyebab kejadian abortus

spontan Di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Hasil

penelitian menunjukkan Faktor penyebab terjadinya abortus spontan berdasarkan

analisis bivariat adalah umur ibu, paritas dan jarak kehamilan. Hasil multivariat

menunjukkan ada pengaruh paritas terhadap kejadian abortus setelah dikontrol

variabel umur, riwayat abortus dan Indeks Massa Tubuh (OR=11,683;95%CI

4,93127,678). (11)

Penelitian Budiarti (2015) tentang hubungan antara usia ibu hamil dengan

kejadian abortus habitualis Di Rsud Ulin Banjarmasin Periode Tahun 2010-2013.

Hasil penelitian menunjukkan dari 1.266 pasien abortus di RSUD Ulin

Banjarmasin, didapatkan sebanyak 37 (2,64%) pasien terdiagnosis abortus

habitualis. Rentang usia ibu yang mengalami abortus habitualis pada usia <20

tahun sebanyak 1 (2,70%) pasien, pada usia 20-35 tahun sebanyak 21 (56,76%),

dan pada usia >35 tahun sebanyak 15 (40,54%) pasien. Gambaran faktor usia ibu

dengan risiko abortus habitualis sebanyak 16 (8,09%) dan tanpa risiko sebanyak

21 (2,21%). Hasil uji Chi-Square, terdapat hubungan usia ibu hamil dengan

kejadian abortus habitualis (χ2=10,6 , P = 0,05). (12)

Penelitian Mutia (2013) tentang karakteristik ibu hamil dengan kejadian

abortus spontan. Hasil penelitian menunjukkan kejadian abortus berdasarkan

paritas > 2 sebanyak 93,75%, berdasarkan umur 46,87% dengan umur 31 - 40

tahun, berdasarkan kadar Hemoglobin (HB) 68,75% dengan kadar HB 7 - 8 gr/dl,


12

sebanyak 87,50% dengan tekanan darah > 140/90 mmHg, sebesar 90,62% dengan

LILA < 23,5 cm, serta sebanyak 65,63% tidak ada riwayat merokok dan

mengkonsumsi alkohol. Disimpulkan bahwa karakteristik ibu hamil dengan

kejadian abortus spontan meliputi paritas, usia, kadar HB, nutrisi dan riwayat

hipertensi, sedangkan kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol bukan

merupakan karakteristik ibu hamil dengan abortus spontan. (13)

2.2. Abortus

2.2.1. Pengertian Abortus

Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di dunia

luar, tanpa mempersoalkan penyebabnya. Bayi baru mungkin hidup di dunia luar

bila berat badannya telah mencapai > 500 gram atau umur kehamilan > 20

minggu. Abortus dapat pula diartikan sebagai berakhirnya kehamilan melalui cara

apapun sebelum janin mampu bertahan hidup. Selain itu abortus dapat diartikan

sebagai pengeluaran hasil pembuahan (konsepsi) dengan berat badan janin < 500

gram atau kehamilan kurang dari 20 minggu. (14)

2.2.2. Etiologi Abortus

Lebih dari 80% abortus terjadi pada minggu pertama, dan setelah itu angka

ini cepat menurun. Kelainan kromosom merupakan penyebab, pada paling sedikit

seperuh dari kasus abortus dini ini, dan setelah itu insidennya juga menurun. Faktor

penyebab terjadinya abortus dibagi menjadi beberapa faktor yaitu : (14)


13

a. Faktor janin

1. Perkembangan zigot abnormal Temuan morfologis tersering pada abortus

spontan dini adalah kelainan perkembangan zigot, mudigah, janin bentuk awal,

atau kadang-kadang plasenta. Disorganisasi morfologis pertumbuhan

ditemukan pada 40% abortus spontan sebelum minggu ke-20. Diantara mudigah

yang panjang ubun-ubun ke bokongnya (CRL = Crown Rump Length) kurang

dari 30 mm, frekuensi kelainan. Perkembangan morfologis adalah 70%.

Mudigah-mudigah yang menjalani pemeriksaan biakan jaringan dan analisis

kromosom, 60% memperlihatkan kelainan kromosom. Janin dengan panjang

ubun-ubun ke bokong (CRL) 30 sampai 180 mm, frekuensi kelainan kromosom

adalah 25%.

2. Abortus aneuploidi Sekitar seperempat dari kelainan kromosom disebabkan oleh

kesalahan gametogenesis ibu dan 5% oleh kesalahan ayah. Dalam suatu studi

terhadap janin dan neonatus dengan trisomi 13, pada 21 dari 23 kasus,

kromosom tambahan berasal dari ibu.

a. Trisomi autosom Merupakan kelainan kromosom yang tersering dijumpai pada

abortus trimester pertama. Trisomi dapat diebabkan oleh nondisjunction

tersendiri, translokasi seimbang materal atau paternal, atau inversi kromosom

seimbang. Trisomi untuk semua autosom kecuali kromosom nomor 1 pernah

dijumpai pada abortus, tetapi yang tersering adalah autosom 13, 16, 18,21 dan

22.

b. Monosomi X Merupakan kelainan kromosom tersering berikutnya dan

memungkinkan lahirnya bayi perempuan hidup (sindrom Turner). Triploidi


14

sering dikaitkan dengan degenerasi hidropik pada plasenta. Janin yang

memperlihatkan kelainan ini sering mengalami abortus dini, dan beberapa

mampu bertahan hidup lebih lama mengalami malformasi berat. c. Kelainan

struktural kromosom Sebagian bayi lahir hidup dengan dengan translokasi

seimbang dan mungkin normal.

3. Abortus euploid Abortus euploid memuncak pada usia gestasi sekitar 13

minggu. Insiden abortus euploid meningkat secara drastis setelah usia ibu 35

tahun.2,5,10

b. Faktor maternal

1. Usia ibu Usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia 20-30

tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah

20 tahun ternyata 2 sampai 5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang

terjadi pada usia 20 sampai 29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali

sesudah usia 30 sampai 35 tahun.

2. Paritas Risiko abortus semakin tinggi dengan bertambahnya paritas ibu, hal ini

mungkin karena adanya faktor dari jaringan parut pada uterus akibat kehamilan

berulang. Jaringan parut ini mengakibatkan tidak adekuatnya persedian darah ke

plasenta yang dapat pula berpengaruh pada janin.

3. Infeksi Adanya infeksi pada kehamilan dapat membahayakan keadaan janin dan

ibu. Infeksi dapat menyebabkan abortus, dan apabila kehamilan dapat berlanjut

maka dapat menyebabkan kelahiran prematur, BBLR, dan eklamsia pada ibu.

4. Anemia Anemia dapat mengurangi suplai oksigen pada metabolisme ibu dan

janin karena dengan kurangnya kadar hemoglobin maka berkurang pula kadar
15

oksigen dalam darah. Hal ini dapat memberikan efek tidak langsung pada ibu

dan janin antara lain kematian janin, meningkatnya kerentanan ibu. pada infeksi

dan meningkatkan risiko terjadinya prematuritas pada bayi.

5. Faktor aloimun Kematian janin berulang pada sejumlah wanita didiagnosis

sebagai akibat faktor-faktor aloimun. Diagnosis faktor aloimun berpusat pada

beberapa pemeriksaan yaitu perbandingan HLA ibu dan ayah, pemeriksaan

serum ibu untuk mendeteksi keberadaan antibodi sitotoksik terhadap leukosit

ayah dan pemeriksaan serum ibu untuk mendeteksi faktor-faktor penyekat pada

reaksi pencampuran limfosit ibu-ayah.

6. Faktor hormonal Salah satu dari penyakit hormonal ibu hamil yang dapat

menyebabkan abortus adalah penyakit diabetes mellitus. Diabetes mellitus pada

saat hamil dikenal dengan diabetes meliitus gestasional (DMG). DMG

didefinisikan sebagai intoleransi glukosa yang terjadi atau pertama kali

ditemukan pada saat hamil. Dinyatakan DMG bila glukosa plasma puasa ≥ 126

mg/dl atau 2 jam setelah beban glukosa 75 gram ≥ 200 mg/dl atau toleransi

glukosa terganggu. Pada DMG akan terjadi suatu keadaan dimana jumlah atau

fungsi insulin menjadi tidak normal, yang mengakibatkan sumber energi dalam

plasma ibu bertambah. Melalui difusi terfasilitasi dalam membran plasenta,

dimana sirkulasi janin juga ikut terjadi komposisi sumber energi abnormal yang

menyebabkan kemungkinan terjadi berbagai komplikasi yang salah satunya

adalah abortus spontan.

7. Gamet yang menua Didapatkan peningkatan insidensi abortus yang relatif

terhadap kehamilan normal apabila inseminasi terjadi 4 hari sebelum atau 3 hari
16

sesudah saat pergeseran suhu tubuh basal. Dengan demikian, mereka

menyimpulkan bahwa penuaan. Gamet di dalam saluran genitalia wanita

sebelum pembuahan meningkatkan kemungkinan abortus.

8. Kelainan anatomi uterus Leiomioma uterus, bahkan yang besar dan multipel,

biasanya tidak menyebabkan abortus. Apabila menyebabkan abortus, lokasi

leiomioma tampaknya lebih penting daripada ukurannya. Sinekie uterus

disebabkan oleh destruksi endometrium luas akibat kuretase. Hal ini akhirnya

menyebabkan amenore dan abortus rekuren yang dipercaya disebabkan oleh

kurang memadainya endometrium untuk menunjang implantasi. Defek

perkembangan uterus, cacat ini terjadi karena kelainan pembentukan atau fusi

duktus Mülleri atau terjadi secara spontan atau diinduksi oleh pajanan

dietilstilbestrol in utero. Serviks inkompeten ditandai oleh pembukaan serviks

tanpa nyeri pada trimester kedua disertai prolaps dan menggembungnya selaput

ketuban pada vagina, diikuti oleh pecahnya selaput ketuban dan ekspulsi janin

imatur.

9. Trauma fisik Trauma yang tidak menyebabkan terhentinya kehamilan sering kali

dilupakan. Yang diingat hanya kejadian tertentu yang dapat menyebabkan

abortus. Namun, sebagian besar abortus spontan terjadi beberapa waktu setelah

kematian mudigah atau janin. (14)

c. Faktor paternal

Tidak banyak yang diketahui tentang faktor paternal (ayah) dalam terjadinya

abortus spontan. yang jelas, translokasi kromosom pada sperma dapat

menyebabkan abortus. Adenovirus atau virus herpes simpleks ditemukan pada


17

hampir 40% sampel semen yang diperoleh dari pria steril. Virus terdeteksi dalam

bentuk laten pada 60% sel, dan virus yang sama dijumpai pada abortus. (14)

2.2.3. Patologi Abortus

Abortus biasanya disertai oleh perdarahan ke dalam desidua basalis dan

nekrosis di jaringan dekat tempat perdarahan. Ovum menjadi terlepas, dan hal ini

memicu kontraksi uterus yang menyebabkan ekspulsi. Sebelum minggu ke-10,

ovum biasanya dikeluarkan dengan lengkap. Hal ini disebabkan karena sebelum

minggu ke-10 vili korialis belum menanamkan diri dengan erat ke dalam desidua,

hingga ovum mudah terlepas keseluruhannya. Antara minggu ke 10-12 korion

tumbuh dengan cepat dan hubungan vili korialis dengan desidua makin erat, hingga

mulai saat tersebut sering sisa-sisa korion (plasenta) tertinggal jika terjadi abortus.

Apabila kantung dibuka, biasanya dijumpai janin kecil yang mengalami maserasi

dan dikelilingi oleh cairan, atau mungkin tidak tampak janin didalam kantung dan

disebut “blighted ovum”. Mola karneosa atau darah adalah suatu ovum yang

dikelilingi oleh kapsul bekuan darah. Kapsul memiliki ketebalan bervariasi, dengan

vili korionik yang telah berdegenarsi tersebar diantaranya. Rongga kecil didalam

yang terisi cairan tampak menggepeng dan terdistorsi akibat dinding bekuan darah

lama yang tebal. Pada abortus tahap lebih lanjut, terdapat beberapa kemungkinan

hasil. Janin yang tertahan dapat mengalami maserasi. Cairan amnion mungkin

terserap saat janin tertekan dan mengering untuk membentuk fetus kompresus.

Kadang-kadang, janin akhirnya menjadi sedemikian kering dan tertekan sehingga

mirip dengan perkamen, yang sering disebut juga sebagai fetus papiraseus. (15)
18

2.2.4. Jenis-Jenis Abortus

Secara klinis, abortus dibagi menjadi :

a. Abortus imminens

b. Abortus insipiens

c. Abortus inkompletus

d. Abortus kompletus

e. Abortus habitualis

f. Missed abortion (15)

2.2.5. Manifestasi Klinis dan Diagnosa

2.2.6. Komplikasi Abortus

a. Abortus imminens Setengah dari kasus abortus imminens akan menjadi

abortus komplet atau inkomplet, sedangkan pada sisanya kehamilan akan

terus berlangsung.
19

b. Abortus insipiens Terkadang perdarahan dapat menyebabkan kematian bagi

ibu dan jaringan yang tertinggal dapat menyebabkan infeksi sehingga

evakuasi harus segera dilakukan.

c. Abortus inkompletus Perdarahan biasanya terus berlangsung, banyak dan

membahayakan ibu. Bila jaringan yang tertinggal dalam rahim tidak segera

dibersihkan maka dapat menyebabkan abortus sepsis dan dapat menyebabkan

kemaitian ibu.

d. Abortus kompletus Apabila perdarahan yang terjadi sangat lama (> 10 hari)

dan banyak maka perlu dipikrkan mencari penyebab lain. Hal ini dapat

menyebabkan kematian pada ibu. (15)

2.2.7. Penatalaksanaan Abortus

Pada abortus imminens bila kehamilan dirasa masih bisa dipertahankan

maka cukup dilakukan istirahat rebah (bed rest) dan diberikan obat-obatan untuk

menurangi kerentanan otot-otot rahim. Untuk abortus selain abortus imminens

sebaiknya segera dilakukan kuretase agar tidak terjadi komplikasi yang akan

memperparah keadaan ibu. (15)

2.2.8. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Pada Ibu Hamil Dengan Abortus

1. Usia

Usia yang tergolong risiko tinggi untuk terjadinya abortus adalah usia

dibawah 20 tahun dan usia diatas 35 tahun. Pada usia remaja, wanita masih

dalam masa pertumbuhan, sehingga panggulnya relatif masih kecil. Selain itu

secara psikologispun para remaja masih belum siap untuk menghadapi

kehamilan, angka kematian bayi juga meningkat. Kehamilan pada usia remaja
20

mempunyai risiko : Sering mengalami anemia Gangguan tumbuh kembang

janin Keguguran, prematuritas atau BBLR Gangguan persalinan Preeklampsia

Perdarahan antepartum.

Risiko kejadian abortus spontan juga meningkat pada usia diatas 35

tahun. Semakin lanjut usia wanita, semakin tipis cadangan telur yang ada,

indung telur juga semakin kurang peka terhadap rangsangan gonadotropin.

Makin lanjut usia wanita, maka risiko terjadi abortus, makin meningkat karena

menurunnya kualitas sel telur atau ovum dan meningkatnya risiko kejadian

kelainan kromosom. Selain itu semakin lanjut usia masalah kesehatan yang

diderita seperti hipertensi, diabetes mellitus, anemia dan penyakit-penyakit

kronis yang lain ikut meningkat. (16)

2. Paritas

Paritas adalah seorang wanita yang pernah melahirkan keturunan yang

mampu hidup (viable) tanpa memandang apakah anak tersebut hidup pada saat

lahir. Macam-macam paritas yaitu : - Nullipara : seorang wanita yang belum

pernah melahirkan bayi yang viable. - Primipara : seorang wanita yang pernah

melahirkan bayi yang viable untuk pertama kali. - Multipara : seorang wanita

yang pernah melahirkan 2 bayi yang viable atau lebih. - Grandemultipara :

seorang wanita yang pernah melahirkan 5 bayi yang viable atau lebih

Risiko abortus semakin tinggi dengan bertambahnya paritas ibu, hal ini

mungkin karena adanya faktor dari jaringan parut pada uterus akibat kehamilan

berulang. Jaringan parut ini mengakibatkan tidak adekuatnya persedian darah ke

plasenta yang dapat pula berpengaruh pada janin. (17)


21

3. Anemia

Anemia yang terjadi pada saat hamil dapat memberikan efek buruk, baik

pada ibu atau pada janin yang dikandungnya. Anemia dapat mengurangi suplai

oksigen pada metabolisme ibu dan janin karena dengan kurangnya kadar

hemoglobin maka berkurang pula kadar oksigen dalam darah. Hal ini dapat

memberikan efek tidak langsung pada ibu dan janin antara lain kematian janin,

meningkatnya kerentanan ibu pada infeksi dan meningkatkan risiko terjadinya

prematuritas pada bayi. Anemia ringan dapat menyebabkan terjadinya

prematuritas dan BBLR (berat bayi lahir rendah). Namun, pada anemia berat

dapat mengakibatkan meningkatnya risiko morbiditas dan mortalitas pada ibu

dan janin.(18)

Menurut WHO anemia merupakan suatu keadaan dimana terjadi

penurunan jumlah sel darah merah. Anemia didefinisikan sebagai Hb

(haemoglobin) kurang 13 gr/dl untuk laki-laki dan 12 gr/ dl untuk perempuan.

Definisi anemia sangat tergantung pada usia dan jenis kelamin. (19)

Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin

dibawah 11gr % pada trimester 1 dan 3 atau kadar < 10,5 gr % pada trimester 2,

nilai batas tersebut dan perbedaannya dengan kondisi wanita tidak hamil, terjadi

karena hemodulasi, terutama pada trimester 2.

Beberapa penyebab anemia yaitu :

1. Zat besi yang masuk melalui makanan tidak mencukupi kebutuhan.

2. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi, terutama ibu hamil, masa

tumbuh kembang pada remaja, penyakit kronis, seperti


22

tuberculosis dan infeksi lainnya.

3. Perdarahan yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang, malaria, haid yang

berlebihan dan melahirkan.

Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah 11 gr

% pada trimester I dan III atau kadar lebih kecil 10,5 gr % pada trimester II.

Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi, menurut

WHO kejadian anemia hamil berkisar antara 20 % sampai dengan 89 % dengan

menetapkan Hb 11 gr % sebagai dasarnya. Hb 9 – 10 gr % disebut anemia

ringan. Hb 7 – 8 gr % disebut anemia sedang. Hb < 7 gr % disebut anemia berat.

(19)

2.3. Hipotesis

Menurut Muhammad, I. Hipotesis merupakan tentative (sementara)

mengenai kemungkinan hasil darisuatu kemungkinan hasil dari suatu penelitian.

Hipotesis merupakan jawaban yang sifatnya sementara terhadap permasalahan

yang diajukan dalam penelitian. (20)

Berdasarkan tujuan penelitian, maka di kemukakan hipotesis penelitian

sebagai berikut : Ada faktor-faktor yang berhubungan pada ibu hamil dengan

abortus di Puskesmas Malintang Kecamatan Bukit Malintang Kabupaten

Mandailing Natal tahun 2017-2018.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei analitik (survei atau penelitian

yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi)

yang bertujuan untuk melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat

bersamaan (sekali waktu) antara faktor risiko/ paparan dengan penyakit. (19)

Penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan pada ibu

hamil dengan abortus di Puskesmas Malintang Kecamatan Bukit Malintang

Kabupaten Mandailing Natal tahun 2017-2018.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Malintang beralamat di Desa

Malintang Kecamatan Bukit Malintang Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2017-

2018.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni s/d September 2018.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Menurut Muhammad, I. (2016), Populasi adalah sekelompok subjek, baik

manusia, gejala, nilai tes benda-benda ataupun peristiwa. (19)

23
24

Dalam penelitian ini adalah seluruh ibu abortus yang berkunjung di

Puskesmas Malintang Tahun 2017 dan pada bulan Januari hingga September

tahun 2018 sebanyak 52 orang.

3.3.2. Sampel

Menurut Muhammad, I. (2016), sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki populasi. Pengambilan sampel yaitu tehnik total

populasi merupakan mengambil seluruh populasi menjadi sampel.

Sampel diambil di Puskesmas Malintang Tahun 2017 dari bulan Januari

sampai dengan September 2018. Sehingga jumlah sampel yang berjumlah 52

orang.

3.4. Kerangka Konsep

Berdasarkan uraian di atas maka kerangka konsep penelitian yang

mencakup semua variable penelitian untuk lebih jelasnya sebagai berikut :

Independen Dependen

Faktor-faktor yang berhubungan pada


ibu hamil: Abortus
1. Usia
2. Paritas
3. Anemia

Gambar 3.1. Kerangka Konsep


3.5. Definisi Operasional dan Aspek Pengukuran

3.5.1. Definisi Operasional

1. Usia adalah waktu yang dimulai dari sejak lahir sampai mengalami abortus.
25

2. Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan seorang wanita yang pernah

melahirkan keturunan yang mampu hidup tanpa memandang apakah anak

tersebut hidup pada saat lahir.

3. Anemia adalah hasil pengukuran dari pemeriksaan kadar Hb ibu.

4. Abortus adalah berakhirnya kehamilan dengan dikeluarkannya janin (fetus)

atau embrio sebelum memiliki kemampuan untuk bertahan hidup di luar rahim

sehingga mengakibatkan kematian.

3.5.2. Aspek Pengukuran

TABEL 3.2
Skala Ukur
No Variabel Jumlah Cara dan Skala Pengukuran Value Hasil
Alat Ukur Skala
Ukur
Independen

Usia
1 1 Rekam Medis < 20 tahun dan > 35 Beresiko (1) Ordinal
tahun
20-35 tahun Tidak Beresiko
(2)

2 Paritas 1 Rekam Medis Primipara Anak 1 (3) Nominal


Multipara Anak 2-4 (2)
3 Anemia 1 Rekam Medis 8 s/d 9,9 gr% Ringan (3) Ordinal
6 s/d 9 gr% Sedang (2)
< 6 gr% Berat (1)
Dependen

4 Abortus 1 Rekam Medis Imminens Ringan (3)


Insipiens Sedang (2) Ordinal
Inkompletus Sangat
Berat(1)
26

3.6. Metode Pengumpulan Data

3.6.1. Jenis Data

1. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil dokumentasi oleh

pihak lain, misalnya rekam medik, rekapitulasi nilai, data kunjungan pasien, dan

lain-lain. Data sekunder dalam penelitian ini adalah data rekam medik ibu yang

mengalami abortus.

2. Data Tertier
Data tertier adalah data yang diperoleh dari naskah yang sudah

dipublikasikan, misalnya WHO, SDKI (Survei Demografi Kesehatan Indonesia),

Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar). Data tertier dalam penelitian ini adalah data

Survei Demografi Kesehatan Indonesia. (19)

3.6.2. Tehnik Pengumpulan Data

1) Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil dokumentasi oleh

pihak lain, misalnya rekam medik, rekapitulasi nilai, data kunjungan

pasien, dan lain-lain. Data sekunder dalam penelitian ini adalah data rekam

medik ibu yang mengalami abortus.

3) Data tertier adalah data yang diperoleh dari naskah yang sudah

dipublikasikan, misalnya WHO, SDKI (Survei Demografi Kesehatan

Indonesia), Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar). Data tertier dalam

penelitian ini adalah data Survei Demografi Kesehatan Indonesia.


27

3.7. Metode Pengolahan Data

Menurut Muhammad, I data yang terkumpul diolah dengan komputerisasi

dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Proses Collecting

Mengumpulkan data yang berasal dari kuesioner angket maupun observasi.

b. Proses Checking

Dilakukan dengan memeriksa kelengkapan jawaban kuesioner atau lembar

observasi dengan tujuan agar data diolah secara benar sehingga pengolahan

data memberikan hasil yang valid dan reliabel ; dan terhindar dari bias.

c. Proses Coding

Pada langkah ini penulis melakukan pemberian kode pada variabel-variabel

yang diteliti,misalnya nama responden dirubah menjadi 1,2,3,......,42.

d. Proses Entering

Data entry, yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang masih

dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program

komputer yang digunakan untuk “entry data” penelitiyaitu program SPSS for

Windows.

e. Proses Processing

Semua data yang telah di input ke dalam aplikasi komputer akan diolah sesuai

dengan kebutuhan dari penelitian. (19)


28

3.8. Analisa Data

Setelah data dikumpul, diolah dengan menggunakan program statistik

dengan tahap sebagai berikut:

3.8.1. Analisis Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis univariate tergantung dari

jenis datanya. (20)

3.8.2. Analisis Bivariat

Analisa ini memiliki tujuan untuk menganalisa hubungan anatar variabel

independent dengan variabel dependent. Maka disini menggunakan uji korelasi

sederhana dengan metode uji chi square, dengan derajat kepercayaan 95%. (20)

Anda mungkin juga menyukai