PENDAHULUAN
terjadi karena kondisi ibu yang lemah, kehamilan yang tidak diinginkan dan
kehamilan di luar nikah. Abortus yang sering terjadi adalah abortus spontan, janin
yang dikandungnya sudah keluar sebagian dan sebagian lagi tertinggal di dalam
rahim. Bila abortus (keguguran) ini terjadi harus segera ditangani untuk mengatasi
di seluruh dunia. Abortus terbagi dua yaitu abortus spontan dan abortus
provokatus. Abortus spontan adalah kehilangan kehamilan pada usia <20 minggu
atau janin dengan berat <500 gram. Frekuensi abortus spontan di Indonesia 10%-
15% dari 6 juta kehamilan setiap tahunnya dan 2500 orang diantaranya berakhir
yang dapat menyebabkan kejadian abortus salah satunya adalah faktor ibu yaitu
1
2
perkawinan, status ekonomi, berbagai penyakit medis, status gizi ibu dan riwayat
abortus. (1)
(2015), hal ini terjadi karena setiap hari sekitar 830 wanita meninggal akibat
komplikasi kehamilan dan persalinan. Angka Kematian Ibu ini 99% terjadi di
negara-negara berkembang, dan sampai saat ini kematian ibu masih merupakan
masalah utama di bidang kesehatan ibu dan anak, sebab angka kematian ibu dan
bayi merupakan tolak ukur dalam menilai derajat kesehatan suatu bangsa. (2)
lama/persalinan macet (9%) dan penyebab lain (15%). Badan Kependudukan dan
Angka Kematian Ibu (AKI) dimana Indonesia masih tertinggi di Asia Tenggara.
Setiap tahun diperkirakan ada 5 juta ibu hamil di Indonesia, dari jumlah tersebut,
dua meninggal dalam satu jamnya karena komplikasi kehamilan, persalinan dan
nifas. (3)
usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.Di
sebelum 20 minggu didasarkan pada tanggal hari pertama haid normal terakhir.
kontraksi.Hal ini terjadi akibat adanya pembukaan dari daerah mulut rahim atau
Secara klinis terdapat beberapa macam abortus yaitu abortus iminens, abortus
untuk hamil, tetapi kehamilannya tidak dapat berlanjut dan akan berhenti sebelum
waktunya. Terkadang muncul pada trimester pertama atau pada kehamilan lebih
lanjut. Dari seluruh kehamilan terdapat 0,4% kejadian abortus habitualis2. Faktor
Faktor usia ibu berpengaruh terhadap kejadian abortus. Semakin tua usia
ibu saat hamil, maka risiko mengalami abortus akan semakin meningkat.Kejadian
abortus meningkat pada usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun.
Semakin muda usia ibu saat hamil semakin berisiko mengalami abortus, begitu
pula semakin tua usia ibu saat hamil semakin berisiko mengalami abortus. (4)
Angka kematian ibu saat melahirkan yang telah di targetkan dalam MDGs
pada tahun 2015 adala 110, dengan kata lain akselerasi sangat dibutuhkan
sebab pencapaian target tesebut masih cukup jauh. Indonesia dianggap belum
mampu mengatasi tingginya angka kematian ibu yang 307 per 1.000 kelahiran
4
hidup. Berarti setiap tahunnya ada 13.778 kematian ibu data setiap dua jam ada
dua ibu hamil, bersalin, nifas yang meninggal karena berbagai penyebab.
Kecenderungan perbandingan pada tahun 1990 yang masih 450 per 1.000
kelahiran hidup, namun target MDGs yang 125 per 1.000 kelahiran hidup terasa
sangat berat untuk dicapai tanpa upaya percepatan. Salah satu faktor
imunologi, infeksi, dan kelainan kromosom. Rata-rata terjadi 114 kasus abortus
per jam. Beberapa studi menyatakan bahwa abortus spontan terjadi pada 10% -
25% kehamilan pada usia kehamilan antara bulan kedua dan kelima dengan 50% -
usia. Sugiharti (2011) dalam penelitian Resya (2016) menyatakan bahwa pada 105
kasus abortus terdapat 58,5% ibu berusia < 20 tahun, 17,1% berusia antara 20 –
35 tahun, dan 87,5% berusia > 35 tahun. Lu’lul (2015) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa ibu hamil yang berusia < 20 tahun memiliki risiko abortus <
2%, meningkat 10% pada usia ibu > 35 tahun, dan mencapai 50% pada usia ibu >
6% abortus terjadi pada kehamilan pertama atau kedua dan meningkat menjadi
16% pada kehamilan selanjutnya. Riwayat abortus juga merupakan faktor risiko
yang dapat meningkatkan risiko terjadinya abortus pada ibu hamil. Sekitar 21 dari
5
35 ibu hamil dengan riwayat abortus mengalami abortus spontan pada kehamilan
selanjutnya. Ibu hamil dengan riwayat abortus sebelumnya memiliki risiko 1,4
kali lebih besar mengalami abortus pada kehamilan selanjutnya. Data dari
beberapa studi menyatakan bahwa ibu yang pernah mengalami abortus spontan 1
kali memiliki risiko abortus rekuren sebanyak 15%, meningkat menjadi 25%
apabila pernah mengalami abortus sebanyak 2 kali, dan meningkat lagi menjadi
abortus rekuren, dan berat bayi lahir rendah (BBLR). Selain itu, abortus diduga
memberikan dampak negatif pada berbagai aspek tersebut harus dapat dicegah.
penyebab terjadinya abortus adalah umur ibu, usia kehamilan, jumlah paritas,
sebelumnya. (8)
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ni Luh Dina, (2015) tentang faktor
Semarang mengungkapkan bahwa ditemukan usia ibu hamil beresiko (<20 dan
6
>35) memiliki peluang 3,451 kali mengalami abortus spontan, jarak kehamilan
beresiko (<2 dan >5) yang dimiliki ibu mempunyai peluang 2,709 kali mengalami
abortus spontan, paritas yang dimiliki ibu memliki peluang 8,305 kali tejadi
Juli 2018 didapat data tahun 2017 terdapat 36 kasus abortus dan di bulan Januari
sampai Agustus tahun 2018 terdapat 16 kasus abortus. Survei data yang dilakukan
dari 15 orang ibu yang abortus terdapat 9 orang memiliki rata-rata usia < 20
tahun, memiliki paritas > 4 kali dan 4 orang mengalami anemia. 6 orang memiliki
rata-rata usia 20-35 tahun, memiliki paritas < 4 kali dan 2 orang tidak mengalami
anemia.
penelitian dengan judul faktor-faktor yang berhubungan pada ibu hamil dengan
penelitian ini adalah apakah ada faktor-faktor yang berhubungan pada ibu hamil
2018.
2018.
2018.
2017-2018.
1.3.5. Untuk mengetahui hubungan usia pada ibu hamil dengan abortus di
1.3.6. Untuk mengetahui hubungan paritas pada ibu hamil dengan abortus di
1.3.7. Untuk mengetahui hubungan anemia pada ibu hamil dengan abortus di
1. Bagi Peneliti
dengan abortus.
1. Bagi Responden
oleh petugas kesehatan tentang faktor-faktor yang berhubungan pada ibu hamil
dengan abortus.
TINJAUAN PUSTAKA
pekerjaan ibu pada kejadian abortus di rumah sakit Mardi Rahayu Kudus. Hasil
ringan 35%, sedang 10%, berat 55%, abortus insipiens : tingkat pekerjaan ringan
pekerjaan ringan 75%, sedang 0%, berat 25% berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa tingkat pekerjaan yang berat mempunyai peluang yang besar
abortus di RSUP Dr. M.Djamil Padang lebih banyak terjadi pada ibu yang
mengalami satu kali abortus yakni : 84,6 % (44 orang) sedangkan ibu yang
mengalami kejadian abortus lebih dari satu kali hanya 15,4 % (8 orang ). Dan
untuk faktor pekerjaan dan faktor kadar Hb jika dihubungkan dengan kejadian
abortus menunjukkan hasil yang signifikan yakni faktor pekerjaan p=0,000 dan
faktor kadar hb nilai p=0,001. Sedangkan faktor umur, Faktor Paritas, Faktor
Riwayat penyakit dan Faktor jarak kehamilan dengan yang sebelumnya tidak
menunjukkan hasil yang signifikan. Perlu upaya untuk meneliti lebih lanjut
10
11
faktor-faktor lain yang dapat memberikan kontribusi pada kejadian abortus pada
ibu. (10)
spontan Di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Hasil
analisis bivariat adalah umur ibu, paritas dan jarak kehamilan. Hasil multivariat
4,93127,678). (11)
Penelitian Budiarti (2015) tentang hubungan antara usia ibu hamil dengan
habitualis. Rentang usia ibu yang mengalami abortus habitualis pada usia <20
tahun sebanyak 1 (2,70%) pasien, pada usia 20-35 tahun sebanyak 21 (56,76%),
dan pada usia >35 tahun sebanyak 15 (40,54%) pasien. Gambaran faktor usia ibu
dengan risiko abortus habitualis sebanyak 16 (8,09%) dan tanpa risiko sebanyak
21 (2,21%). Hasil uji Chi-Square, terdapat hubungan usia ibu hamil dengan
sebanyak 87,50% dengan tekanan darah > 140/90 mmHg, sebesar 90,62% dengan
LILA < 23,5 cm, serta sebanyak 65,63% tidak ada riwayat merokok dan
kejadian abortus spontan meliputi paritas, usia, kadar HB, nutrisi dan riwayat
2.2. Abortus
luar, tanpa mempersoalkan penyebabnya. Bayi baru mungkin hidup di dunia luar
bila berat badannya telah mencapai > 500 gram atau umur kehamilan > 20
minggu. Abortus dapat pula diartikan sebagai berakhirnya kehamilan melalui cara
apapun sebelum janin mampu bertahan hidup. Selain itu abortus dapat diartikan
sebagai pengeluaran hasil pembuahan (konsepsi) dengan berat badan janin < 500
Lebih dari 80% abortus terjadi pada minggu pertama, dan setelah itu angka
ini cepat menurun. Kelainan kromosom merupakan penyebab, pada paling sedikit
seperuh dari kasus abortus dini ini, dan setelah itu insidennya juga menurun. Faktor
a. Faktor janin
spontan dini adalah kelainan perkembangan zigot, mudigah, janin bentuk awal,
ditemukan pada 40% abortus spontan sebelum minggu ke-20. Diantara mudigah
adalah 25%.
kesalahan gametogenesis ibu dan 5% oleh kesalahan ayah. Dalam suatu studi
terhadap janin dan neonatus dengan trisomi 13, pada 21 dari 23 kasus,
dijumpai pada abortus, tetapi yang tersering adalah autosom 13, 16, 18,21 dan
22.
minggu. Insiden abortus euploid meningkat secara drastis setelah usia ibu 35
tahun.2,5,10
b. Faktor maternal
1. Usia ibu Usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia 20-30
tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah
20 tahun ternyata 2 sampai 5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang
2. Paritas Risiko abortus semakin tinggi dengan bertambahnya paritas ibu, hal ini
mungkin karena adanya faktor dari jaringan parut pada uterus akibat kehamilan
3. Infeksi Adanya infeksi pada kehamilan dapat membahayakan keadaan janin dan
ibu. Infeksi dapat menyebabkan abortus, dan apabila kehamilan dapat berlanjut
maka dapat menyebabkan kelahiran prematur, BBLR, dan eklamsia pada ibu.
4. Anemia Anemia dapat mengurangi suplai oksigen pada metabolisme ibu dan
janin karena dengan kurangnya kadar hemoglobin maka berkurang pula kadar
15
oksigen dalam darah. Hal ini dapat memberikan efek tidak langsung pada ibu
dan janin antara lain kematian janin, meningkatnya kerentanan ibu. pada infeksi
ayah dan pemeriksaan serum ibu untuk mendeteksi faktor-faktor penyekat pada
6. Faktor hormonal Salah satu dari penyakit hormonal ibu hamil yang dapat
ditemukan pada saat hamil. Dinyatakan DMG bila glukosa plasma puasa ≥ 126
mg/dl atau 2 jam setelah beban glukosa 75 gram ≥ 200 mg/dl atau toleransi
glukosa terganggu. Pada DMG akan terjadi suatu keadaan dimana jumlah atau
fungsi insulin menjadi tidak normal, yang mengakibatkan sumber energi dalam
dimana sirkulasi janin juga ikut terjadi komposisi sumber energi abnormal yang
terhadap kehamilan normal apabila inseminasi terjadi 4 hari sebelum atau 3 hari
16
8. Kelainan anatomi uterus Leiomioma uterus, bahkan yang besar dan multipel,
disebabkan oleh destruksi endometrium luas akibat kuretase. Hal ini akhirnya
perkembangan uterus, cacat ini terjadi karena kelainan pembentukan atau fusi
duktus Mülleri atau terjadi secara spontan atau diinduksi oleh pajanan
tanpa nyeri pada trimester kedua disertai prolaps dan menggembungnya selaput
ketuban pada vagina, diikuti oleh pecahnya selaput ketuban dan ekspulsi janin
imatur.
9. Trauma fisik Trauma yang tidak menyebabkan terhentinya kehamilan sering kali
abortus. Namun, sebagian besar abortus spontan terjadi beberapa waktu setelah
c. Faktor paternal
Tidak banyak yang diketahui tentang faktor paternal (ayah) dalam terjadinya
hampir 40% sampel semen yang diperoleh dari pria steril. Virus terdeteksi dalam
bentuk laten pada 60% sel, dan virus yang sama dijumpai pada abortus. (14)
nekrosis di jaringan dekat tempat perdarahan. Ovum menjadi terlepas, dan hal ini
ovum biasanya dikeluarkan dengan lengkap. Hal ini disebabkan karena sebelum
minggu ke-10 vili korialis belum menanamkan diri dengan erat ke dalam desidua,
tumbuh dengan cepat dan hubungan vili korialis dengan desidua makin erat, hingga
mulai saat tersebut sering sisa-sisa korion (plasenta) tertinggal jika terjadi abortus.
Apabila kantung dibuka, biasanya dijumpai janin kecil yang mengalami maserasi
dan dikelilingi oleh cairan, atau mungkin tidak tampak janin didalam kantung dan
disebut “blighted ovum”. Mola karneosa atau darah adalah suatu ovum yang
dikelilingi oleh kapsul bekuan darah. Kapsul memiliki ketebalan bervariasi, dengan
vili korionik yang telah berdegenarsi tersebar diantaranya. Rongga kecil didalam
yang terisi cairan tampak menggepeng dan terdistorsi akibat dinding bekuan darah
lama yang tebal. Pada abortus tahap lebih lanjut, terdapat beberapa kemungkinan
hasil. Janin yang tertahan dapat mengalami maserasi. Cairan amnion mungkin
terserap saat janin tertekan dan mengering untuk membentuk fetus kompresus.
mirip dengan perkamen, yang sering disebut juga sebagai fetus papiraseus. (15)
18
a. Abortus imminens
b. Abortus insipiens
c. Abortus inkompletus
d. Abortus kompletus
e. Abortus habitualis
terus berlangsung.
19
membahayakan ibu. Bila jaringan yang tertinggal dalam rahim tidak segera
kemaitian ibu.
d. Abortus kompletus Apabila perdarahan yang terjadi sangat lama (> 10 hari)
dan banyak maka perlu dipikrkan mencari penyebab lain. Hal ini dapat
maka cukup dilakukan istirahat rebah (bed rest) dan diberikan obat-obatan untuk
sebaiknya segera dilakukan kuretase agar tidak terjadi komplikasi yang akan
1. Usia
Usia yang tergolong risiko tinggi untuk terjadinya abortus adalah usia
dibawah 20 tahun dan usia diatas 35 tahun. Pada usia remaja, wanita masih
dalam masa pertumbuhan, sehingga panggulnya relatif masih kecil. Selain itu
kehamilan, angka kematian bayi juga meningkat. Kehamilan pada usia remaja
20
Perdarahan antepartum.
tahun. Semakin lanjut usia wanita, semakin tipis cadangan telur yang ada,
Makin lanjut usia wanita, maka risiko terjadi abortus, makin meningkat karena
menurunnya kualitas sel telur atau ovum dan meningkatnya risiko kejadian
kelainan kromosom. Selain itu semakin lanjut usia masalah kesehatan yang
2. Paritas
mampu hidup (viable) tanpa memandang apakah anak tersebut hidup pada saat
pernah melahirkan bayi yang viable. - Primipara : seorang wanita yang pernah
melahirkan bayi yang viable untuk pertama kali. - Multipara : seorang wanita
seorang wanita yang pernah melahirkan 5 bayi yang viable atau lebih
Risiko abortus semakin tinggi dengan bertambahnya paritas ibu, hal ini
mungkin karena adanya faktor dari jaringan parut pada uterus akibat kehamilan
3. Anemia
Anemia yang terjadi pada saat hamil dapat memberikan efek buruk, baik
pada ibu atau pada janin yang dikandungnya. Anemia dapat mengurangi suplai
oksigen pada metabolisme ibu dan janin karena dengan kurangnya kadar
hemoglobin maka berkurang pula kadar oksigen dalam darah. Hal ini dapat
memberikan efek tidak langsung pada ibu dan janin antara lain kematian janin,
prematuritas dan BBLR (berat bayi lahir rendah). Namun, pada anemia berat
dan janin.(18)
Definisi anemia sangat tergantung pada usia dan jenis kelamin. (19)
dibawah 11gr % pada trimester 1 dan 3 atau kadar < 10,5 gr % pada trimester 2,
nilai batas tersebut dan perbedaannya dengan kondisi wanita tidak hamil, terjadi
2. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi, terutama ibu hamil, masa
3. Perdarahan yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang, malaria, haid yang
% pada trimester I dan III atau kadar lebih kecil 10,5 gr % pada trimester II.
Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi, menurut
(19)
2.3. Hipotesis
sebagai berikut : Ada faktor-faktor yang berhubungan pada ibu hamil dengan
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian survei analitik (survei atau penelitian
yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi)
bersamaan (sekali waktu) antara faktor risiko/ paparan dengan penyakit. (19)
2018.
3.3.1. Populasi
23
24
Puskesmas Malintang Tahun 2017 dan pada bulan Januari hingga September
3.3.2. Sampel
orang.
Independen Dependen
1. Usia adalah waktu yang dimulai dari sejak lahir sampai mengalami abortus.
25
2. Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan seorang wanita yang pernah
atau embrio sebelum memiliki kemampuan untuk bertahan hidup di luar rahim
TABEL 3.2
Skala Ukur
No Variabel Jumlah Cara dan Skala Pengukuran Value Hasil
Alat Ukur Skala
Ukur
Independen
Usia
1 1 Rekam Medis < 20 tahun dan > 35 Beresiko (1) Ordinal
tahun
20-35 tahun Tidak Beresiko
(2)
1. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil dokumentasi oleh
pihak lain, misalnya rekam medik, rekapitulasi nilai, data kunjungan pasien, dan
lain-lain. Data sekunder dalam penelitian ini adalah data rekam medik ibu yang
mengalami abortus.
2. Data Tertier
Data tertier adalah data yang diperoleh dari naskah yang sudah
Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar). Data tertier dalam penelitian ini adalah data
1) Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil dokumentasi oleh
pasien, dan lain-lain. Data sekunder dalam penelitian ini adalah data rekam
3) Data tertier adalah data yang diperoleh dari naskah yang sudah
a. Proses Collecting
b. Proses Checking
observasi dengan tujuan agar data diolah secara benar sehingga pengolahan
data memberikan hasil yang valid dan reliabel ; dan terhindar dari bias.
c. Proses Coding
d. Proses Entering
komputer yang digunakan untuk “entry data” penelitiyaitu program SPSS for
Windows.
e. Proses Processing
Semua data yang telah di input ke dalam aplikasi komputer akan diolah sesuai
sederhana dengan metode uji chi square, dengan derajat kepercayaan 95%. (20)