Anda di halaman 1dari 3

Exit Price Accounting (Akuntansi Harga Keluar)

Exit price accounting adalah sistem akuntansi yang menggunakan harga pasar keluar untuk
mengukur kondisi keuangan dan kinerja keuangan perusahaan. Menurut Edwards dan Bell, nilai
keluar adalah harga maksimum aset yang saat ini dimiliki pada saat penjualan, dikurangi biaya
transaksi. Dengan kata lain, nilai keluar juga dikenal sebagai nilai realisasi bersih

1. Pentingnya Exit Price Accounting


Akuntansi harga keluar atau exit price accounting penting karena :
 Menyediakan informasi yang berguna
 Pengambilan keputusan yang adaptif
 Informasi yang relevan dan dapat dipercaya
 Alokasi
 Kenyataan
 Obyektifitas
2. Hal-hal yang Bertentangan dengan Exit Price Accounting
Terdapat beberapa hal yang bertentangan dengan exit price accounting, yaitu:
 Konsep laba
 Additivitas
 Penilaiaan kewajiban
 Current cost atau exit price

Nilai yang Digunakan VS Nilai Sebagai Gantinya

Menunjukkan bahwa banyak faktor yang sama untuk semua perspektif. Itu tidak bergantung
pada atribusi subjektif. Penambahan (pengukuran) fenomena ekonomi dilakukan dalam satuan
yang sama, disesuaikan dengan inflasi dan pergerakan harga. Hal ini dapat dijelaskan dengan
beberapa aturan keputusan sederhana yang menggunakan kembali akuntansi dalam kaitannya
dengan persyaratan nilai sekarang bersih (NPV).

Jika CCA > CCE > NPV, aset memiliki nilai pakai - pertahankan operasi yang sedang
berlangsung
Jika CCE > CCA > NPV, aset yang saat ini digunakan dilikuidasi - maka aset diinvestasikan
pada lainnya terus disesuaikan dengan pilihan

Jika CCE > CCA , lalu likuidasi dan hentikan semua operasi

Studi Kasus

Indonesia akan melakukan adopsi penuh terhadap IFRS seperti yang telah di tetapkan oleh IAI
(Ikatan Akuntan Indonesia), ungkapan tersebut diungkapkan pada tanggal 1 Januari 2012. )
standar yang digunakan oleh perusahaan sebelum periode konvergensi IFRS adalah metode nilai historis
(historical cost), sedangkan pasca konvergensi IFRS, mayoritas metode penilaian suatu transaksi
menggunakan konsep nilai wajar (fair value)

Adanya perbedaan dasar penilaian laporan keuangan yang digunakan oleh perusahaan, hal ini
tentunya mempengaruhi nilai zakat perusahaan juga, karena laporan keuangan perusahaan
memberikan informasi sebagai dasar perhitungan kewajiban zakat perusahaan. Pratiwi dan
Siswantoro juga harus menyebutkan pendekatan perhitungan zakat yang menggunakan biaya
berkelanjutan terhadap aset dan kewajiban perusahaan. Oleh karena itu, penggunaan nilai historis
dalam menghitung zakat dianggap tidak relevan, karena tidak mewakili nilai sebenarnya dari
harta benda yang dikenakan zakat. Zakat harus dihitung berdasarkan nilai harta yang dimiliki.
Penelitian Burhanuddin dan MS menunjukkan bahwa menghitung zakat ketika menilai suatu aset
pada nilai sekarang memberikan hasil yang lebih akurat daripada biaya masa lalu. Eliza dan
Ramdani dalam penelitiannya menemukan bahwa rata-rata keuntungan bank umum syariah pada
tahun 2018 berdasarkan ukuran biaya sekarang lebih tinggi daripada yang didasarkan pada
ukuran nilai historis, tidak termasuk kemungkinan Zakat sebesar Rp 3.308.726.406.
menunjukkan bahwa Lembaga keuangan menjelaskan bahwa perhitungan zakat mensyaratkan
perhitungan aset dan kewajiban pada nilai wajar sebagai dasar pengumpulan zakat. Oleh karena
itu, penggunaan nilai historis dalam menghitung zakat dianggap tidak relevan, karena tidak
mewakili nilai aset sebenarnya dari item zakat. Di sisi lain, jika menggunakan basis biaya saat
ini, zakat dihitung berdasarkan nilai sekarang dari aset yang dimiliki. Oleh karena itu,
berdasarkan penelitian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa perbedaan penggunaan standar
valuasi dalam laporan keuangan mempengaruhi perbedaan laba perusahaan yang pada akhirnya
dapat mempengaruhi peningkatan ekuitas dan nilai aset tetap. Pembayaran zakat dilakukan atas
perbedaan konseptual pendapatan perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai