Catatan Koass Anestesi
Catatan Koass Anestesi
Anestesi
Anestesi dibagi menjadi 2 yakni General anestesi (anestesi umum) dan Regional
anestesi
GENERAL ANESTESI
1. Hipnosis/sedasi
2. Analgesia
3. Relaksasi
Anestesi umum termasuk anestesi inhalasi, intravena, intramuskular, dan per rectal.
1.Induksi
Adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar. Hal yang
harus dipersiapkan sebelum dilakukan induksi ialah: STATICS
1.1.Induksi Intravena
Perlu diingat bahwa induksi anestesia dengan inhalasi hanya dikerjakan pada
bayi atau anak yang belum terpasang jalur vena atau pada dewasa yang
takut disuntik
Induksi dengan halotan dan sevofluran, sevo lebih disukai karena pasien
jarang batuk. Sementara induksi dengan enfluran, isofluran atau desfluran
tidak dilakukan karena menyebabkan pasien batuk2 sehingga induksi
menjadi lama. Induksi dengan halotan memerlukan gas pendorong O2 >4
L/m atau campuran N2O:O2=3:1 aliran 4L/m, dimulai dengan halotan 0,5 vol
%.
Kata dr Ben, kalo induksi pada anak yg belum bisa diajari tuh langsung aja
pake capuran O2 dan halotan. Tapi kalo induksi pada anak yg sudah diajari
kasih aja O2 dulu suruh dia hirup (utk adaptasi) baru kemudian berikan gas
inhalasi. (disebut slow induction).
Anestesi inhalasi
Hanya digunakan pada bayi atau anak dengan tiopental atau midazolam.
2. Rumatan Anestesia
Nah, setelah dilakukan induksi anestesia, maka kita akan masuk ke dalam
fase maintenance. Dapat dikerjakan melalui beberapa cara:
a. Intravena total
b. Inhalasi
c. Campuran intravena inhalasi
Tujuan rumatan ialah tetap mengacu pada trias anestesi agar pasien tetap
tidur/tidak sadar, tidak nyeri dan relaks otot.
Rumatan inhalasi lebih sering dipakai. Biasanya menggunakan campuran
N2O dan O2 3:1 ditambah halotan 0,5-2 vol% atau
enfluran/isofluran/sevofluran 2-4 vol%, bergantung apakah pasien bernapas
spontan, dibantu (assisted) atau dikendalikan (controlled).
NICE TO KNOW
Nah ada juga yang namanya anestesi inhalasi dengan eter yang sekarang udah
jarang dipakai karena eter yg berbau menyengat, tajam dan keras. Jika memakai
anestesi eter, maka induksi, pemeliharaan dan pulih akan berlangsung lambat
sehingga stadium anestesi yang disusun oleh Guedel dapat terlihat jelas.
Stadium I: Analgesia
Mulai induksi sampai pasien mulai tidak sadar
Stadium II: Eksitasi, delirium
Mulai tidak sadar sampai mulai napas teratur otomatis. Pada stadium ini
pasien batuk, mual-muntah, dll
Stadium III: Anestesia bedah
Mulai napas otomatis sampai mulai napas berhenti.
Plana 1: mulai napas otomatis sampai gerak bola mata berhenti
Plana 2: mulai gerak bola mata terhenti sampai napas torakal melemah
Plana 3: mulai napas torakal melemah sampai napas torakal berhenti
Plana 4: mulai napas torakal berhenti hingga napas diafragma berhenti
Stadium IV: Intoksikasi
Mulai paralisis diafragma sampai henti jantung atau meninggal
Kalau anestesi inhalasi murni harus masuk ke stadium 3, tapi bila ditambah dengan
pelumpuh otot, maka cukup sampai ke stadium 2 saja.
Muscle Relaxant
Klasifikasi:
1. Pelumpuh otot depolarisasi (non kompetitif): efek kerja seperti asetil kolin,
tapi di celah saraf otot tak dirusak oleh kolinesterase, shg cukup lama berada
di celah sinap timbul depolarisasi disusul fasikulasi dan kemudian relaksasi.
Contoh: suksinilkolin
2. Pelumpuh otot non depolarisasi (kompetitif inhibitor): menduduki respetor
nikotinik-kolinergik shg asetil kolin gak bisa masuktidak terjadi depolarisasi.
Contoh: long act (pancuronium), intermediate (atracurium, vecuronium,
rucoronium), Short (Mivacurium).
Farmakologik:
1. Cegukan
2. Dinding perut kaku
3. Ada tahanan pada inflasi paru
Penawar pelumpuh otot (Reverse): antikolinesterase yakni neostigmin dengan dosis
0,04-0,08 mg/kgBB. Kerja obat ini ialah menghambat pemecahan asetilkolin dan
berefek muskarinik (parasimpatis) shg tjd efek samping dari neostigmin
yaknihipersalivasi, keringatan, bradikardia, kejang bronkus, hipermotilitas usus dan
pandangan kabur sehingga sebaiknya pemberian neostigmin dibarengi dengan obat
vagolitik yakni sulfas atropin (dosis 0,01-0,02 mg/kgBB).