Anda di halaman 1dari 7

View metadata, citation and similar papers at core.ac.

uk brought to you by CORE


provided by JSEP (Journal of Social and Agricultural Economics)

RANCANGAN STRATEGI PENGEMBANGAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS


DAN MUTU KOMODITAS KOPI ROBUSTA DI KECAMATAN SILO
KABUPATEN JEMBER

Djoko Soejono
Staf Pengajar Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Jember
email: soejono_djoko@yahoo.com

ABSTRACT
The purpose of the study was to determine (1) the condition of the real farms by farmers in
selected areas; (2) the characteristics of farm income in selected areas; (3) efforts to increase
production, productivity and quality of coffee commodity; and (4) recommendations to increase
production, productivity and quality of coffee commodity. The supporting analysis tools were
used: (1) analysis of costs , revenues and earnings; (2) descriptive analysis; and (3) force fields
analysis. Coffee crop farming activities by applying Sidomulyo Village coffee farmers planting
multiple cropping system, implemented by planting plants in garden coffee sidelines near the
coffee plants of economic value as well as shade plants such as plants apukat coffee, coconut,
banana, yam, sengon and mahogany. Coffee processing logs into the system in the form of
coffee ose, divided into two ways , namely wet processing systems and processing systems to
dry. Average revenue per hectare coffee farm in 2010 for coffee if the system dry with around
Rp 15.750.000 per Ha. Revenue in the system if the wet spring (HS) is Rp 20.325.000 per ha
and if the form OSE generated revenues of approximately Rp 30.075.000 per Ha. There is a
difference in income between the system if the system is semi-dry if wet, which if wet systems
provide income (profit) is relatively higher than dry system. Difference in difference with semi-
wet (HS) is Rp 4.575.000 per ha and if wet (OSE) Rp 14.325.000 per Ha. In addition, there are
differences in income between coffee system if wet HS and OSE, which is 9.750.000 per ha or
67,6 percent. Efforts to increase production , productivity and quality should still consider the
four (4) important factors , namely : (1) input factors are controlled ; (2) the input factor that is
not controlled ; (3) the desired output factors ; and (4) factors that are not desired outputs

Keywords : Strategy, Production, Productivity and Quality of Coffee

PENDAHULUAN oleh pemerintah dan umumnya ditempuh


Guna menempuh upaya peningkatan melalui pendekatan subsidi dan bantuan.
produktivitas, produksi dan daya saing Hasilnya menunjukkan bahwa tanpa
produk perkebunan, kegiatan-kegiatan persiapan yang matang mengenai
pokoknya adalah: (a) fasilitasi peningkatan kemampuan dan kapasitas kelompok petani,
mutu produk komoditi perkebunan yang pendekatan tersebut ternyata kurang efektif
berpotensi ekspor; (b) pengembangan usaha dan berdampak pada menguatnya
perkebunan dengan pendekatan ketergantungan masyarakat terhadap
kewilayahan terpadu melalui konsep bantuan pemerintah. Berdasarkan
pengembangan agribisnis. Kedua pengalaman tersebut, maka strategi
pendekatan tersebut akan dapat pendekatan yang ditempuh seyogyanya
meningkatkan kelayakan dalam didasarkan pada pencaharian solusi melalui,
pengembangan/skala ekonomi, sehingga partisipatif, fleksibilitas, keberlanjutan, dan
akan lebih meningkatkan efisiensi dan nilai desentralisasi.
tambah, serta mendukung pembangunan Tujuan penelitian adalah untuk (1)
pedesaan dan perekonomian daerah. mengetahui kondisi riil usahatani yang
Beberapa program peningkatan dilakukan oleh petani di wilayah terpilih;
produksi, produktivitas dan mutu bahan (2) mengetahui karakteristik pendapatan
baku produksi perkebunan, khususnya kopi usahatani di wilayah terpilih; (3)
di lahan selama ini telah banyak dilakukan mengetahui apa upaya peningkatan
12 JSEP Vol. 6 No. 3 November 2012
produksi, produktivitas dan mutu komoditas dari petani lain, artinya bahwa jarang terjadi
kopi di wilayah terpilih; dan (4) mengetahui bahwa di suatu daerah semua petani
apa rekomendasi peningkatan produksi, mempunyai teknik kerja yang benar-benar
produktivitas dan mutu komoditas kopi di sama dan menggunakan bahan-bahan yang
wilayah terpilih. sama pula. Misal dalam penggunaan pupuk,
bisa berbeda dalam dosis dan cara
METODOLOGI PENELITIAN pemberian. Perbedaan yang terdapat
Lokasi penelitian Kecamatan Silo dikalangan para petani, mengenai teknik
Kabupaten Jember. Kecamatan terpilih yang dipraktekkan dan bahan yang
dengan pertimbangan bahwa wilayah dipergunakan, dapat merupakan sumber
tersebut merupakan wilayah potensial untuk teknologi baru yang berharga bagi tiap
komoditas perkebunan. Jenis data yang petani di lokasi penelitian belum
dibutuhkan dapat dibedakan atas data melaksanakan metode-metode terbaik; (b)
primer dan data sekunder. Penarikan sampel mendatangkan dari daerah lain, dimana
dilakukan secara sengaja (purposive) teknik/metode atau bahan-bahan yang telah
melalui beberapa tahap. Tahap pertama dikembangkan di daerah-daerah yang
menetapkan lokasi sampling, kemudian memiliki ciri-ciri yang sama. Misal
dimasing-masing lokasi terpilih diambil mendatangkan benih/bibit lain atau berbeda
sampel secara squential sampling. Tahap benih/bibit dengan lokal; (c) percobaan
kedua dilakukan pengambilan data yang yang terarah, artinya teknologi harus selalu
mendukung analisis produktivitas, efisiensi dikembangkan secara nyata di masyarakat
hingga analisis ekonomi. Adapun alat petani.
analisis pendukung yang digunakan adalah
(1) Analisis Biaya, Penerimaan dan Potensi dan Profil Usahatani Tanaman
Pendapatan; (2) Analisis diskriptif; dan (3) Kopi
Force Fields Analisys. Salah satu wilayah di Kabupaten
Jember yang memiliki potensi besar untuk
HASIL DAN PEMBAHASAN mengembangkan usaha perkebunan kopi
Peningkatan produksi perkebunan rakyat adalah wilayah Kecamatan Silo.
kopi di lahan petani adalah akibat dari Salah satu desa yang berada di kecamatan
pemakaian teknik-teknik atau metode- Silo adalah desa Sidomulyo. Desa
metode baru di dalam usahatani. Sidomulyo memiliki potensi yang cukup
“Teknologi” pertanian berarti “cara-cara besar dalam hal pengembangan kopi rakyat
berusahatani”. Didalamnya termasuk cara- karena berdasarkan data dari Badan Pusat
cara bagaimana para petani menyebarkan Statistik (BPS), desa Sidomulyo memiliki
benih dan bibit, memelihara tanaman dan luas lahan sebesar 180 Ha pada tahun 2009.
memungut hasil. Termasuk pula Kegiatan usahatani tanaman kopi dan
didalamnya benih dan bibit, pupuk, obat- tahunan yang dilakukan oleh petani kopi
obatan, sarana dan peralatan serta sumber- Desa Sidomulyo menerapkan sistem tanam
sumber tenaga yang digunakan. Selain itu, multiple cropping. Multiple cropping
kombinasi dalam berusahatani juga merupakan sistem pola tanam dimana
merupakan teknologi dimana para petani dalam satu lahan tumbuh dua atau lebih
dapat menggunakan tenaga dan tanahnya tanaman budidaya yang mempunyai umur
sebaik mungkin. Secara teoritis bahwa dan pertumbuhan yang sama, dalam satu
pembangunan pertanian dapat berjalan baris tanaman terdapat dua atau lebih jenis
terus-menerus maka perlu adanya tanaman. Multiple cropping oleh petani
perubahan. Apabila perubahan itu terhenti, kopi Desa Sidomulyo diterapkan dikebun
maka pembangunan pertanian akan terhenti kopinya dengan menanami tanaman sela di
pula. dekat tanaman kopi yang bernilai ekonomi
Sistem yang dibangun dalam serta sebagai tanaman penaung kopi seperti
kelembagaan usahatani kopi adalah tanaman apukat, kelapa, pisang, gadung,
bagaimana proses adopsi teknologi terjadi pete, sengon dan mahoni.
di tingkat petani. Sumber-sumber teknologi
baru bagi petani adalah : (a) teknik kerja

JSEP Vol. 6 No. 3 November 2012 13


Sistem pengolahan kopi gelondong sederhana disimpulkan bahwa: (1) dalam
ke dalam bentuk kopi ose, dibedakan proses pasca panen, olah basah
menjadi dua cara, yaitu sistem pengolahan membutuhkan asupan air yang cukup
basah dan sistem pengolahan kering. Sistem banyak, sedangkan olah kering tidak
pengolahan basah adalah cara pengolahan membutuhkan air; (2) olah kering hanya
biji kopi dari bentuk gelondong basah menggunakan alat huller sebagai pengering,
menjadi ose kering melalui tahapan olah basah membutuhkan alat washer dan
fermentasi (pemeraman) dahulu sebelum fulper, sedangkan huller digunakan sesuai
dilakukan penggerbusan/ pelepasan kulit ari permintaan eksportir (umumnya eksportir
dari biji kopi. Sistem pengolahan kering hanya menampung semi basah, karena
adalah cara pengolahan biji kopi dari petani belum mampu merubah warna dalam
bentuk gelondong basah menjadi ose kering proses pengeringan, warna yang dihasilkan
tanpa melalui tahapan fermentasi petani kuning dan yang dibutuhkan
(pemeraman) dahulu sebelum dilakukan eksportir adalah warna biru); (3) proses
pengrebusan/pelepasan kulit ari dari biji pengeringan dengan sistem olah kering
kopi. Oleh karena itu, sistem pengolahan sekitar 4-5 hari, sedangkan olah semi basah
basah memerlukan tahapan, alat dan tenaga hanya 1 hari, sehingga mempengaruhi biaya
yang lebih banyak dibanding dengan sistem tenaga kerja; dan (4) hasil yang diperoleh
pengolahan kering, namun jika dilihat dari untuk olah kering per satu kali proses
mutu atau kualitas kopi yang dihasilkan, sekitar 1 kw, sedangkan olah semi basah
maka biji kopi hasil sistem pengolahan hanya 0,75 Kw. Selanjutnya berdasarkan
basah memiliki kualitas yang lebih baik perhitungan diperoleh hasil untuk rata-rata
dibanding biji kopi hasil sistem pengolahan penerimaan, biaya dan pendapatan per
kering. hektar usahatani kopi robusta dengan sistem
olah kering dan olah basah (HS dan OSE)
Karakteristik Pendapatan Usahatani Kopi pada Tahun 2010 adalah pada Tabel 1.
Beberapa aspek perbedaan sistem
olah kering dan olah basah (seperti yang
dijelaskan sebelumnya), maka secara
Tabel 1. Rata-rata Penerimaan, Biaya dan Pendapatan Per Hektar Usahatani Kopi di
Desa Sidomulyo Kecamatan Silo Tahun 2010
Jenis Produksi Harga Penerimaan Biaya Total Biaya Penda-
(Kg) (Rp) (Rp) per Kg (Rp) patan (Rp)
Olah kering
1.500 13.000 19.500.000 2.500 3.750.000 15.750.000
(OSE)
Olah semi
1.500 16.250 24.375.000 2.700 4.050.000 20.325.000
basah (HS)
Olah basah
1.500 23.000 34.500.000 2.950 4.425.000 30.075.000
(OSE)
Sumber: data primer diolah, 2011
Produksi yang dihasilkan perhektar dibutuhkan untuk olah kering (OSE) adalah
sekitar 1.500 kg. Total penerimaan ini Rp 2.500 dan biaya sistem olah basah (HS)
berasal dari hasil produksi kopi (HS, OSE) lebih tinggi, yaitu sekitar Rp 2.700, jika
dikalikan dengan harga jual. Besarnya bentuk OSE yang membutuhkan huller,
harga jual kopi bentuk OSE dengan sistem menjadi Rp 2.950.
olah kering sebesar Rp 13.000 per kg, Rata-rata pendapatan per hektar
sedangkan harga jual kopi yang diolah usahatani kopi pada tahun 2010 untuk kopi
basah bentuk HS sebesar Rp 16.250 per kg, dengan sistem olah kering sekitar Rp
jika diasumsikan menghasilkan OSE adalah 15.750.000 per Ha. Pendapatan pada sistem
Rp 23.000 per kg. Total biaya yang semi olah basah (HS) adalah Rp 20.325.000
dibutuhkan per Ha berbeda untuk sistem per Ha dan jika bentuk OSE menghasilkan
olah kering dan olah basah (HS, OSE), jika pendapatan sekitar Rp 30.075.000 per Ha.
dihitung per kilogram biaya yang Terdapat selisih pendapatan antara sistem

14 JSEP Vol. 6 No. 3 November 2012


olah kering dengan sistem semi olah basah,
Strategi Peningkatan Produktivitas, dan
dimana sistem olah basah memberikan Mutu Komoditas Kopi
pendapatan (keuntungan) relatif lebih tinggi Berdasarkan hasil analisa FFA
dibandingkan sistem olah kering. Selisih mengenai penilaian faktor pendorong dan
perbedaan dengan semi basah (HS) adalah faktor penghambat seperti pada Tabel
Rp 4.575.000,00 per Ha dan olah basah evaluasi faktor pendorong dan Tabel
(OSE) Rp 14.325.000 per Ha. Selain itu, evaluasi faktor penghambat, maka dapat
terdapat perbedaan pendapatan pada sistemdiketahui nilai dari Total Nilai Bobot
olah basah antara kopi HS dan OSE, yaitu (TNB) masing-masing faktor. Berdasarkan
9.750.000 per Ha atau 67,6 persen. nilai TNB tersebut maka dapat ditentukan
Faktor Kunci Keberhasilan (FKK) pada
pengembangan komoditas kopi di
Kabupaten Jember yaitu dengan melihat
nilai TNB yang terbesar. FKK disini terbagi
menjadi dua, yaitu FKK pendorong dan
FKK penghambat.
Tabel 1. Evaluasi Faktor Pendorong pengembangan komoditas Kopi di Kabupaten
Jember
No Faktor Pendorong BF ND NRK NBD NBK TNB FKK
D1 Kesesuain biofisik 0,12 5 2,23 0,58 0,26 0,83
D2 Petani berpengalaman dalam
0,19 3 2,69 0,58 0,52 1,09 *1
teknik budidaya
D3 Adanya program perkreditan 0,12 4 3,31 0,46 0,38 0,84
D4 Sarana komunikasi dan alat
0,15 3 2,85 0,46 0,44 0,9
transportasi
D5 Ketersediaan saprotan 0,15 4 3,08 0,62 0,47 0,47
D6 Budaya gotong royong 0,15 2 3,38 0,31 0,52 0,83
D7 Terbentuknya lembaga petani 0,12 5 3,23 0,58 0,37 0,95

Tabel 2. Evaluasi Faktor Penghambat Pengembangan komoditas Kopi di Kabupaten


Jember
No Faktor Penghambat BF ND NRK NBD NBK TNB FKK
H1 Penguasaan dan kepemilikan
0,14 3 2,23 0,41 0,34 0,75
lahan terbatas
H2 Modal petani terbatas 0,14 4 2,69 0,55 0,47 1,02
H3 Lemahnya penanganan pasca
0,17 4 3,31 0,69 0,58 1,27 *1
panen
H4 lemahnya kemampuan kinerja
0,14 5 2,85 0,69 0,46 1,15
lembaga petani
H5 Belum berkembang-nya
0,17 3 3,08 0,52 0,4 0,92
industri olahan
H6 Tenaga penyuluh terbatas 0,1 3 3,38 0,31 0,33 0,64
H7 Belum optimalnya sinergi
0,14 2 3,23 0,28 0,45 0,72
antar stakeholder
*): merupakan prioritas FKK
Keterangan:
BF : Bobot Faktor
ND : Nilai Dukungan
NRK : Nilai Rata-rata Keterkaitan
NBD : Nilai Bobot Dukungan
NBK : Nilai Bobot Keterkaitan
TNB : Total Nilai Bobot
FKK : Faktor Kunci Keberhasilan

JSEP Vol. 6 No. 3 November 2012 15


Berdasarkan FKK pendorong dan guna memperbaiki kualitas, sehingga
FKK penghambat yang telah dipilih, maka memperkuat kepercayaan pasar terhadap
dapat disusun strategi untuk pengembangan produk. Beberapa aspek yang perlu
pengembangan komoditas kopi di diperhatikan dalam pembenahan sistem
Kabupaten Jember, yaitu merumuskan secara menyeluruh dilustrasikan pada
program pemberdayaan petani yang Gambar 1.
diarahkan pada penanganan pasca panen

Gambar 1. Medan Kekuatan pengembangan komoditas kopi di Kabupaten Jember

Pembenahan sistem penangan pasca bahwa tenaga produktif cenderung memilih


panen harus tetap mempertimbangkan 4 pekerjaan di luar sektor perkebunan, hal
(empat) faktor penting, yaitu: (1) faktor tersebut relatif sulit terkontrol karena
input yang terkontrol; (2) faktor input yang menjadi hak setiap manusia dalam
tak terkontrol; (3) faktor output yang menentukan masa depannya. Faktor output
dikehendaki; dan (4) faktor output yang yang dikehendaki berkaitan dengan
tidak dikehendaki. Hal tersebut penting, harapan petani kopi terhadap hasil
mengingat sistem penanganan pasca panen usahataninya, misal dengan adanya
akan mempengaruhi 4 (empat) faktor mekanisasi penanganan pasca panen akan
tersebut. Faktor input yang terkontrol menjamin rendahnya kehilangan hasil
adalah pelaku dan stakeholders masih panen. Sistem pengolahan semi basah
memiliki kemampuan mengelola dan merupakan salah satu aspek penting dalam
mengatur input-input strategis, misal meningkatkan kualitas sekaligus
varietas masih dapat diperbaiki melalui mengurangi kehilangan hasil panen.
kegiatan penelitian, sehingga ditemukan Selain itu, terdapat 2 (dua) hal yang
varietas yang unggul. Sedangkan harus diperhatikan oleh pelaku perkopian
sebaliknya terdapat input yang terkontrol termasuk stakeholders dalam membangun
atau sulit terkendalikan sebagai akibat sistem penanganan pasca panen, yaitu
perubahan lingkungan, misal kesempatan faktor input lingkungan. Anomali iklim
kerja non perkebunan. Fakta menunjukkan yang sulit terkontrol seringkali menjadi

16 JSEP Vol. 6 No. 3 November 2012


tantangan bagi petani dalam berusahatani, menjadi sangat penting adalah kejelasan
termasuk yang dialami petani kopi pada dalam menentukan indikator/parameter
musim panen 2011. Oleh karena itu, dalam mendukung sistem penanganan pasca
pemerintah harus menghargai kearifan lokal panen komoditas kopi. Indikator kapasitas
masyarakat setempat, salah satu contohnya kerja, efisiensi kerja, tingkat upah, harga
adalah kepercayaan masyarakat terhadap jual, periode kerja dan umur ekonomis alsin
“Pranata Mangsa dalam Bidang akan menentukan keberhasilan sistem
Pertanian/Perkebunan”. Faktor lain yang penanganan pasca panen.

Input Lingkungan Output Dikehendaki


 Iklim/Curah hujan  Kehilangan hasil rendah
Input Terkontrol 
 Pola/Periode panen Kadar air sesuai standar
 Luas areal panen 
 Kondisi topografi Pendapatan petani meningkat
 Cara panen 
 Kependudukan Biaya pasca panen rendah
 Varietas 
 Sosial budaya Kelayakan usaha alat mesin
 Jenis alsin pasca
 Ekonomi wilayah pasca panen meningkat
panen  Kelembagaan petani yang
 Kelembagaan
 Tata niaga mandiri, kuat dan profesional

Sistem Penanganan
Pasca Panen

Output Tidak Dikehendaki


Input Tak Indikator Sistem  Keterlambatan panen
Terkontrol  Kapasitas kerja  Kehilangan hasil tinggi
 Kesempatan kerja 
non perkebunan
Efisiensi kerja  Kadar air akibat cuaca dan
 Tingkat upah kerja oplosan
 Jaringan jalan di 
wilayah perkebunan
Harga jual kopi  Kapasitas alsin terbatas
 Hari/periode kerja  Penggunaan alsin kurang
 Fasilitas kredit
 Umur ekonomi alsin layak
 Pengadaan pasca
panen  Kesempatan kerja kurang

Manajemen Kontrol
Gambar 2. Skema Sistem Penanganan Pasca Panen Komoditas Kopi

KESIMPULAN DAN SARAN 3. Pengusahaan komoditas kopi


Kesimpulan menerapkan 2 (dua) sistem, yaitu olah
1. Aktivitas usahatani kopi terkait kering dan olah semi basah (semi wet).
sumber-sumber teknologi baru adalah Terdapat selisih pendapatan antara
(a) teknik kerja diperoleh dari petani sistem olah kering dengan sistem semi
lain; (b) mendatangkan dari daerah olah basah, dimana sistem olah basah
lain; dan (c) percobaan yang terarah memberikan pendapatan (keuntungan)
2. Kegiatan usahatani tanaman kopi dan relatif lebih tinggi dibandingkan sistem
tahunan menerapkan sistem tanam olah kering.
multiple cropping. Multiple cropping 4. Pengusahaan kopi rakyat memberikan
merupakan sistem pola tanam dimana kuntungan bagi petani, baik melalui
dalam satu lahan tumbuh dua atau sistem olah kering maupun basah
lebih tanaman budidaya yang 5. Upaya untuk meningkatkan mutu
mempunyai umur dan pertumbuhan produk kopi dilakukan melalui
yang sama, dalam satu baris tanaman pembenahan dan penyempurnaan
terdapat dua atau lebih jenis tanaman sistem penanganan pasca panen yang
tetap mempertimbangkan output

JSEP Vol. 6 No. 3 November 2012 17


terkontrol dan tidak terkontrol, serta DAFTAR PUSTAKA
output yang dikendaki dan tidak AAK. 2002. Budidaya Tanaman Kopi.
dikehendak. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Saran Badan Pusat Statistik. 2010. Kecamatan


1. Dibutuhkan upaya penyelamatan/ Silo dalam Angka. Jember: Badan
memperpanjang daya simpan produk Pusat Statistik
dan penurunan kehilangan/susut hasil,
dengan kegiatan: (a) Hernanto, F. 1996. Ilmu Usahatani.
menumbuhkembangkan kelembagaan Penebar Swadaya. Jakarta.
pasca panen berbasis kelembagaan
kelompoktani; (b) melakukan gerakan Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani.
pelayanan penanganan pasca panen; Universitas Indonesia. Jakarta.
(c) meningkatkan kemampuan dan
ketrampilan petani /kelompok tani Sabil, A. 2005. Mendobrak Belenggu
dibidang teknis dan manajemen Petani Tebu. Institute Of Civil
penanganan pasca panen; (d) Society. Jember.
pengadaan dan penyaluran alat mesin
pasca panen tepat guna melalui Nazir, M. 2005. Metode Penelitian. Bogor :
pendanaan pemerintah maupun swasta; Ghalia Indonesia.
(e) alat mesin pasca panen harus
bercirikan selektif dan spesifik lokasi Soetrisno, N. 2008. Krisis Global dan
serta mudah dalam pengoperasian, Kebutuhan Reorientasi Strategi
perawatan, kapasitasnya memadai, Pembangunan Pertanian. Makalah
harga dan biayanya relatif rendah; dan disampaikan dalam Seminar
(f) alat mesin pasca panen dapat dibuat Nasional dan Display Product
di dalam negeri dan memenuhi dalam rangka Dies Natalis Fakultas
persyaratan mutu minimum (SNI) serta Pertanian Universitas Negeri
didukung adanya perbengkelan, Jember ke-44, 23 Desember 2008.
jaminan purna jual dan suku cadang. Jember.
2. Peningkatan kualitas/mutu hasil,
dengan kegiatan: (a) revitalisasi Wibowo, R. 2001. Mewujudkan Visi
processing penggilingan dan Berdaya Saing melalui
Packaging House serta pergudangan Pengembangan Wilayah yang
berbasis jaminan mutu produk; dan Selaras dengan Alam. Jember: :
(b) bimbingan teknis dan manajemen Fakultas Pertanian Universitas
penerapan SOP dan GHP penanganan Jember.
pasca panen.
3. Fasilitasi pemanfaatan modal baik Wibowo, R. 2001. Mewujudkan Visi
melalui skim kridit perbankan Agribisnis Berdaya Saing Melalui
(KUMP/KKP/KUR) dan BLM atau Pembangunan Wilayah yang
Dana Bantuan Sosial; dan (4) didorong Selaras dengan Alam. Orasi Ilmiah
untuk menciptakan kerjasama Guru Besar Ilmu Ekonomi
kemitraan usaha antara kelompok tani Pertanian. Jember: Fakultas
dengan eksportir. Pertanian Universitas Jember.

Yustika, A. E. 2008. Pembangunan


Pedesaan, Pertanian, dan
Ketahanan Pangan. Paper
disampaikan pada acara seminar
dalam rangka Dies Natalis Fakultas
Pertanian Universitas Negeri
Jember, 23 Desember 2008.
Jember.

18 JSEP Vol. 6 No. 3 November 2012

Anda mungkin juga menyukai