Anda di halaman 1dari 24
PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM PENGEMBALIAN ASET KEJAHATAN KORUPSI UNIVERSITAS GADJAH MADA Pidato PengukuhéaJabatan Guru Besar pada Fa‘cultas Hukum Universitas Gadjah Mada Oleh: Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, 5.1... M-Hum. PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM PENGEMBALIAN ASET KEJAHATAN KORUPSI UNIVERSITAS GADJAH MADA Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Hukum : Universitas Gadjah Mada Diucapkan di depan Rapat Terbuka Majelis Guru Besar Universitas Gadjah Mada pada tanggal 30 Januari 2012 di Yogyakarta Oleh: Prof. Dr. Edward Omar Sharif His , S.-H., M.Hum. Pembuktian Terbalik dalam Pengembalian Asct Kejahatan Korupsi Eddy O.S. Hiariej Assalamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh Yang Terkormat, Pimpinan dan Anggota Majelis Wali Amanat Pimpinan dan Anggota Majelis Guru Besar, Pimpinan dan Anggota Senat Akademik Rektor, Wakil Rektor Senior dan Wakil Rektor U Para Dekan dan Ketua Lembaga di Lingkungan UGM Para Dosen, Karyawan dan Mahasiswa UGM Khususnya Fakultas Hukum, Para Hadirin dan Undangan yang saya muliakan Puji syukur saya panjatkan ke -hadirat Allah Subhanahu Wa- ta’ala, atas rahmat dan -karunia-Nya sehingga pada pagi ini kita diberikan kesehatan dan kesempatan hadir di ruang Balai Senat UGM untuk mengikuti Rapat Terbuka Majelis Guru Besar UGM. Saya sampaikan ucapan terima kasih kepada Majelis Guru Besar yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menyampaikan pidato pengukuhan sebagai Guru Besar Hukum Pidana di FH UGM. Kejahatan Korupsi Sejak bergulimya reformasi, isu pemberantasan korupsi selalu menjadi tema sentral dalam penegakan hukum di Indonesia. Korupsi dalam sudut pandang hukum pidana merupakan — kejahatan intemasional yang memiliki sifat dan karakter sebagai extra ordinary crime. Paling tidak ada empat sifat dan karakteristik kejahatan korupsi sebagai extra ordinary crime. Periama, korupsi merupakan kejahatan terorganisasi yang dilakukan secara sistematis. Secara singkat Francis anni mendefinisikan Kejahatan terorganisasi—seperti Mafia di Italia, Yakuza di Jepang. Triad di Cina dan Cartel di Colombia—sebagai kejahatan yang dilakukan oleh organisasi non-forrhal dengan struktur yang udak rasional unk menggandakan keuntur an pekerjaan yang seefisien mungkin'. Kedue. korupsi biasanva dilakukan dengan modus operandi yang sulit sehingga tidak mudah untuk membuktikannya*, Ketiga. korupsi selalu berkaitan dengan kekuasaan. Dalam konteks sifat dan karakteristik korupsi yang ketiga ini, kita mengenal semacam postulat yang dikemukakan oleh Lord Acton bahwa kekuasaan cenderung korup dan kekuasaan yang absolut, korupsinya absolut pula. Keempait, korupsi adalah kejahatan yang berkaitan dengan nasib orang banyak karena keuangan negara yang dapat dirugikan sangat bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Menurut catatan Bank Dunia per Juni 2007 diperkirakan jumlah aset negara di Indonesia yang telah dikorup sebesar USS 15-35 miliar. Sementara merujuk pendapat Danny Leipziger, Wakil Presiden Bank Dunia bidang Pengentasan Kemiskinan dan Manajemen Ekonomi, setiap $100 juta uang hasil korupsi yang bisa dikembalikan dapat membangun 240 kilometer jalan, mengimunisasi 4 juta bayi dan memberikan air bersih bagi 250 ribu rumah’ Selain sifat dan karakter korupsi sebagai kejahatan luar biasa. ada enam dampak korupsi’ yang melatarbelakangi internasionalisasi kejahatan® korupsi. Pertama, korupsi dianggap merusak demokra Sebagai misal isu money politic selalu mengemuka dalam pemilihan JE. Sahetapy, 1997, Kefahatan Goto. Hukum, 2? November 1997. him. 1 Saldi Isra dan Eddy 0.5 Hiariej., 2009. Perspeknif’ Nudumt Pemberantasan Roveug. Makalah Diskusi Panel Fakultas Korupsi di Indonesia, dalam Wijayanto dan Ridwan Zachrie (Editor), Korwpsi Mengorupsi Indonesia: Sebab. Akibar dan Praspek Pemberantasan, Penecbit PT Gramedia Pustaka Umum Jakarta, hlm. § hup:/www. balipost.ce. id balipostcesak: 2008/1 30624 hrm Lihat dalam Buekground Paper Declaration of 8 faternational Conferen Against Corruption di Lima, Peru pada tanggal 7 sampat dengan || September 1997 Intemasionalisasi kejahatan adalah proses penctapan tindakan-tindakan te sebagai kejahatan internasional. Tindakan-tindakan tertentu yang kemudian dinyatakan sebagai kejahatan internasional dapat melalui doktrin, kebiasaan atau praktek hukum = imtemasional, Selanjutnya libat dalam M. Cherif 2003, Introduction To frternardonal Criminal Lav. Transnational Publisher, Inc Ardsley. New York, him. 109 nt pejabat publik di Indonesia, mulai dari pemilihan kepala desa sampai pada pemilihan presiden, tidak ketinggalan pemilihan Ketua Partai Politik. Kedsa, korupsi dia 1p merusak aturan hukum. Sudah menjadi rahasia umum bahwa setiap kata, kalimat, bahkan koma dan tink dalam pembahasan rancangan undang-undang di DPR mempunyai nilai rupiah. Tidak sedikit uang yang digelontorkan oleh pemilik modal dalam pembahasan suatu rancangan undang-undang di DPR dalam rangka menggolkan suatu rancangan undang-undang. Motivasinya sederhana, agar undang-undang yang dihasilkan berpihak kepada pemilik modal®. Dampak korupsi yang lain terhadap aturan hukum adalah masalah penegakan hukum yang sarat dengan isu mafia peradilan. Ketiga, korupsi dapat menggangu pembangunan berkelanjutan. Hal ini karena uang yang dikorup seharusnya dapat digunakan untuk beberapa generasi ke depan yang berhak menikmati pembangunan tersebut. Dampak yang Aeempat dari korupsi adalah merusak pasar. Dalam pengadaan barang dan jasa. isu suap-menyuap sangat kental sehingga persaingan yang tidak sehat terjadi di antara perusahaan yal aling memperebutkan tender. Kelima, korupsi dapat merusak kualitas hidup, sebab jika tidak dikorup, anggaran negara dapat digunakan untuk membiayai pendidikan dan pelayanan kesehatan masyarakat secara memadai. Dampak yang Aeenam atau yang terakhir, korupsi dianggap melanggar hak-hak asasi manusia. Hal ini berkaitan dengan hak-hak atas kehidupan yang layak bagi masyarakat namun terabaikan karena negara tidak memiliki cukup anggaran untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat akibat korupsi. Para Gurw Besar dan Hadirin vang Sava Hormatt... Pengembalian Aset Kejahatan Tindakan represif terhadap kejahatan korupsi tidak hanya dengan menghukum pelaku kejahatan saja, akan tetapi juga dengan upaya mengembalikan aset kejahatan yang dikorup. Secara sederhana pengembalian aset kejahatan didefinisikan sebagai serangkaian ° Eddv OS. Hiarie). Korupsi Partai Politik. KOMP4S, 3 Agustus 2011. him. 6 4 tindakan yang meliputi beberapa tahapan yang dimulai dari pelacakan. pembekuan, penyitaan. perampasan, pengelolaan, sampai pada pemanfaatan dan pemeliharaan aset. Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan Kemitraan pada tahun 2008 melakukan kajian perihal Pengembalian Aset Kejahatan, Berdasarkan hasil kajian_tersebut ada beberapa prasyarat dalam pengembalian aset kejahatan Pertama, kemauan politik negara. Pencurian aset seringkali bertalian dengan suatu rezim otoriter yang korup, sehingga untuk mengembalikan aset-aset yang telah dicuri, salah satu prasyarat yang dibutuhkan adalah kemauan politik negara. baik itu kemauan politik pemerintah, parlemen maupun lembaga yudikatif. Kemauan politik parlemen berkaitan dengan seperangkat aturan hukum yang harus disiapkan dalam rangka pengembalian aset, sedangkan kemauan politik pemerintah dan lembaga yudikatif dibutuhkan untuk mengambil langkah hukum dalam penegakan aturan tersebut tanpa suatu tekanan psikologis ataupun tekanan politik®, Pengalaman beberapa negara yang berhasil mengembalikan aset-aset yang telah dicuri oleh rezim yang korup dan otoriter menunjukkan kemauan politik negara yang sangat menentukan seperti di Filipina dalam pengembalian aset mantan presiden Ferdinand Mareos; di Nigeria dalam pengembalian aset mantan presiden Sani Abacha; di Peru dalam pengembalian aset mantan Kepala Intelijen’ Vladimiro Montesinos; dan di Zambia dalam pengembalian aset mantan presiden Frederick Jacob Titus Chiluba. Kedua, sistem hukum. Terkait pengembalian aset, yang sangat dipentingkan adalah harmonisasi perundang-undangan dan sistem Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum UGM bekerjasama dengan Kemitraan melakukan kajian terhadap Pengembalian Aset Kejahatan. Hasil kajian tersebut dibukukan dengan judul “Pengembattan Aser Kejahatan” tahun 2008. Para peneliti juga adalah penulis buku tersebut: Agustinus Pohan, Amien Sunaryadi, Denny Indrayana, Eddy O.S Hiariej, Saldi Isra, Sigit Riyanto, Teten Masduki, Yenti Garnasih dan Zainal Arifin Moehtar. Agustinus Pohan, Amien Sunaryadi, Denny Indrayana, Eddy 0.8 Hiariej, Saldi Isra, Sigit Riyanto, Teten Masduki, Yenti Garnasih dan Zainal Arifin Mochtar. 2008, Pengembalian Aset Kefahatan, Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum UGM bekerjasama dengan Kemitraan. him. 16 wn peradilan, Harmonisasi bertujuan agar tidak terjadi tumpang tindih antar berbagai undang-undang, karena dalam konteks Indonesia, kejahatan yang berpotensi mencuri aset negara mempunyai rezim hukum tersendiri sehingga proses penegakan hukum_ terhada kejahatan-kejabatan tersebut berbeda antara satu dengan yang lain’, Sebagai misal, pengembalian aset kejahatan korupsi perlu dilakukan harmonisasi mengingat proses penegakan hukum terhadap keruptor tidak hanya menjadi kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi semata tetapi juga menjadi kewenangan Kepolisian dan Kejaksaan, Oleh karena itu proses pengembalian aset kejahatan korupsi harus dilakukan secara efisien, efektif dan koordinatif di antara institusi penegak hukum yang memiliki kewenangan untuk itu dengan pembagian tugas yang proporsional dan profesional Ketiga, kerjasama kelembagaan. Berkaitan dengan pengem- balian aset kejahatan, kerjasama kelembagaan yang dimaksud adalah kerjasama antar lembaga-lembaga yudisiil dan lembaga-lembaga ekstra yudisiil, Hal ini Karena pengembalian aset tidak selamanya berkaitan dengan kejahatan, dapat saja aset tersebut berada dalam rezim hukum keperdataan sehingga tidak menutup kemungkinan adanya gugatan pihak ketiga terhadap aset tersebut. Sclain itu, tidak selamanya pula aset yang akan dikembalikan berwujud uang, deposito, gira atau sejenisnya, akan tetapi aset terscbut juga dapat berwujud benda termasuk di antaranya adalah tanah. Jika aset yang akan dikembalikan berwujud tanah, maka perlu adanya kerjasama dengan Badan Pertanahan Nasional. Jika aset yang dicuri kemudian ‘dicuci” scolah-olah aset yang legal, maka kerjasama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sangat dibutuhkan!?, Keempat, kerjasama internasional. Dalam rangka pengembalian aset kejahatan, kerjasama internasional mutlak diperlukan Karena aset yang dicuri biasanya disimpan di luar wilayah teritorial Indonesia. Di samping itu pengembalian aset merupakan tujuan dan salah satu prinsip dalam United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) yang telah diratifikasi Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 dengan tujuan utama kerjasama internasional biel, bhhn. 18. diel bl. 25 6 dalam pemberantasan korupsi''. Berkaitan dengan kerjasama intemasional, paling tidak ada dua prinsip yang harus dipenuhi yaitu prinsip kepercayaan dan prinsip resiprokal. Prinsip kKepercayaan didasarkan pada adagium omimia praestmuniur rite esse acta yang, berarti adanya kepercayaan penuh bahwa di luar wilayah teritorial suatu negara semua telah ditetapkan secara benar atas dasar suatu kerjasama'*. Sedangkan prinsip resiprokal atau prinsip timbal balik adalah jika suatu negara mengharapkan perlakukan yang baik dari negara lain maka negara tersebut juga harus memberi perlakuan yang baik terhadap negara lain. Selanjumya pengembalian asct kejahatan secara garis besar dapat ditempuh dengan dua cara. Pertama, melalui sarana bukum keperdataan “atau civil based forfeiture atau non-conviction based Jorfeiture (NCB). Kedua, melalui sarana hukum pidana atau criminal based forfeiture (CB). Pengembalian aset kejahatan melalui sarana hukum keperdataan sejak lama telah diterapkan di Amerika dan Ingeris'’, Sedangkan di Indonesia pengembalian aset kejahatan hanya melalui sarana hukum pidana: Artinya, pengembalian aset kejahatan baru dapat dilaksanakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama. Di Indonesia sampat dengan saat ini, semua undang- undang yang ada belum mengatur secara khusus mengenai lingkup pengertian istilah “Asset Recovery” sebagaimana tercantum dalam Bab V UNCAC., Pengaturan yang ada baru sebatas perampasan aset tindak pidana dengan dua model. Pertama, perampasan dalam pengertian penyitaan terhadap harta kekayaan yang digunakan untuk melakukan tindak pidana (instrumentum sceleris). Kedua, perampasan dalam pengertian penyitaan terhadap objek yang berhubungan dengan tindak pidana (objectun sceleris). Sedangkan penyitaan terhadap hasil tindak pidana (fructum sceleris) belum diatur secara rinci dan memadai " thid, Wim, 26. * Jan Remmelink, 2003, Hakwn Pidaua: Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan Padananuva dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana indonesia, Penerdit PT Gramedia Pustaka © Romli Atmasasmita, Dilema Pembuktian Terbalik, KOMPAS, 4 Februari 2011, him. 6. termasuk proses pembuktian terbalik dalam perampasan aset tindak pidana. Baik imstrumentum sceleris, objectum seeleris, maupun jrucnum sceteris di Indonesia, Amerika dan Inggris hanya ditujukan untuk kepentingan negara semata-mata dan belum ditujukan untuk kepentingan korban tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam Hukum Pidana di Belgia dan Belanda. Penyitaan dan perampasan terhadap fructwn sceleris di Belgia dan Belanda ditujukan untuk kompensasi kepada korban tindak pidana Para Guru Besar dan Hadirin yang terhormat..- Hal-Hal Fundamental dan Parameter Pembuktian Salah satu masalah pokok dalam pengembalian aset kejahatan, baik melalui sarana hukum perdata maupun sarana hukum pidana adalah masalah pembuktian. Secara sederhana, kata “bukti” diartikan sebagai sesuatu yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa atau segala sesuatu yang memperlihatkan kebenaran fakta tertentu atau ketidakbenaran fakta lain oleh para pihak dalam perkara pengadilan. guna memberi bahan kepada hakim bagi penilaiannya’* Sedangkan membuktikan berarti memperlihatkan bukti dan pembuktian diantikan sebagai proses, perbuatan atau cara membuktikan'®. Membuktikan mempunyai beberapa pengertian. Pertama, membuktikan dalam arti logis yaitu memberikan kepastian yang bersifat mutlak yang berarti tidak memungkinkan adanya bukti lawan. Kedwa, pembuktian dalam arti konvensional ialah memberikan kepastian yang bersifat nisbi yakni kepastian yang didasarkan atas perasaan semata-mata atau conviction intime dan kepastian yang didasarkan atas pertimbangan akal yang biasa disebut conviction raisonee. Ketiga, membuktikan dalam arti yuridis ialah memberi dasar-dasar yang cukup kepada Romli Atmasasmita, Perampasan Aset Melalui Pembuktian Terbalik: Studi Perbandingan Hukum Pidana, Makalah pada Focus Group Discussion yang diselenggarakan oleh Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, Hotel Borobudur, Jakarta, 10 Maret 2011, him. 6. Andi Hamzah, 1986, Kamus Hukunr, Ghalia Indonesia, him. 83 Departmen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990. Kamus Beswr Bahasa du isin, Balai Pusta n_ 133 . : 8 hakim untuk memberi kepastian tentang kebenaran peristiwa hukum yang diajukan"? Pembuktian merupakan hal yang sangat krusial dalam menyelesaikan suatu permasalahan hukum. Pembuktian merupakan jantung dalam persidangan suatu perkara di pengadilan karena berdasarkan pembuktianlah hakim akan mengambil putusan mengenai benar-salahnya atau menang-kalahnya seseorang dalam berperkara. Pembuktian tidaklah mungkin terlepas dari hukum pembuktian itu sendiri sebagai ketentuan-ketentuan pembuktian yang meliputi alat bukti, barang bukti, cara mengumpulkan dan memperoleh bukti sampai pada penyampaian bukti di pengadilan serta kekuatan pembuktian dan beban pembuktian. Ada empat hal terkait konsep pembuktian yang sangat fundamental’", Pertama, suatu bukti haruslah relevan. Artinya, bukti terscbut berkaitan dengan fakta-fakta yang menunjuk pada suatu kebenaran dari suatu peristiwa hukum yang sedang disengketakan di pengadilan. Kedua, suatu bukti haruslah dapat diterima (admissible). Bukti yang dapat diterima dengan sendirinya relevan'*. Namun tidak sebaliknya, suatu bukti yang relcvan, belum tentu dapat diterima. Tegasnya, primifacie dari bukti yang diterima adalah bukti yang relevan””. Ketiga, apa yang disebut sebagai exclusionary rules atau exclusionary discretion. Phyllis B. Gerstenfeld mendefinisikan exclusionary rules sebagai prinsip hukum yang mensyaratkan tidak diakuinya bukti yang diperoleh secara melawan hukum”! Keempat, adalah evaluasi terhadap bukti. Artinya, hakim harus menilai setiap alat bukti yang diajukan ke pengadilan, kesesuaian antara bukti yang satu dengan bukti yang lain dan kemudian akan menjadikan bukti- Sudikno Mertokusumo dalam H. Anshoruddin, 2004, Hutu Pembuktian Menurut Hikwn Acara Islam dan Hukum Positif, Pustaka Pelajar, Youyakarta. him. 27-28. lan Dennis, 2007. The Law him 3-4 Arthur Best, 1994, Evidence: Examples And Expl Company, Boston — New York — Torante — Londoa. Tan Dennis, Loe. Cit * Phyllis B, Gerstenfeld, 2008, Crime e& Punishmene In The United States, Salen Press. Inc.. Pasadens California, him. 348 idence, third edition. Sweet and Maxwell, London. ‘ions, Little, Brown And 1. 1 9 bukti tersebut sebagai dasar pertimbangan hal putusan. Menurut William R, Bell, ada lima faktor yang berkaitan dengan pembuktia Pertama, bukti harus_ relevan atau berhubungan. Kedrva, bukti harus dapat dipercaya (refiab/e). Dengan kata lain, bukti tersebut dapat diandalkan sehingga untuk memperkuat suatu bukti harus didukung oleh bukti-bukti lainnya atau corroborating evidence”. Ketiga, bukti tidak boleh didasarkan pada persangkaan yang tidak semestinya atau wafair prejudice. Artinya, bukti tersebut bersifat objektif dalam memberikan informasi mengenai suatu fakta. Keempat, dasar pembuktian yakni bahwa pembuktian haruslah berdasarkan alat-alat bukti yang sah. Aefima, berkaitan dengan cara mencari dan mengumpulkan bukti harus dengan cara-cara yang sesuai dengan hukum™ Selain empat konsep fundamental dan faktor-faktor yang berkaitan dengan pembuktian, juga terdapat parameter dalam pembuktian. Paling tidak ada enam hal-yang menjadi parameter dalam pembuktian. Pertama, apa yang disebut sebagai bewijstheorie, adalah teori pembuktian yang dipakai sebagai dasar pembuktian oleh hakim di pengadilan. Dalam konteks perkara perdata di Indonesia, teori pembuktian yang dipakai adalah positief wettelijk bewijstheorie yang mana hakim terikat secara positif kepada alat bukti menurut undang- undang. Artinya, jika dalam pertimbangan, hakim telah menganggap suatu perbuatan terbukti sesuai dengan alat-alat bukti yang disebut dalam undang-undang tanpa diperlukan keyakinan, hakim dapat nenjatuhkan putusan. Sedangkan dalam konteks perkara pidana di Indonesia, teori pembuktian yang dipakai adalah negatief wertelijk bewijstheorie. Dalam teori pembuktian ini. dasar pembuktian itu menurut pada keyakinan hal yang timbul dari alat-alat bukti dalam undang-undang secara negatif. Pembuktian yang demikian bukanlah pembuktian yang mudah karena di satu sisi secara objektif hakim im dalam mengambil Wilham R. Bell, 2002, Practical Criminal investigations in Correctional fittes. CRC Press, Boca Raton — New York, him. 115 Richard A. Leo, 2008. Police imerrogation And American Justice, 2008. Harvard University Press, England, hlm. 195 William R, Bell. Loc. Cit 10 harus berpegang kepada alat bukti yang sah, namun di sisi lain keyakinan hakim yz sangat subjektif sifatmva harus menentukan benar-salahnya terdakwa. Kedua, bewijsmiddelen yaitu alat-alat bukti yang digunakan untuk membuktikan telah terjadi suatu peristiwa hukum. Apa saja yang merupakan alat bukti yang sah di pengadilan, semuanya diatur dalam hukum acara masing-masing. Dalam penyelesaian perkara perdata, alat bukti yang sah digunakan adalah bukti tulisan: bukti dengan saksi-saksi; persangkaan-persangkaan; pengakuan; sumpah dan ahli. Berbeda dengan penyelesaian perkara pidana yang menggunakan lima alat bukti yang sah, masing-masing alat bukti keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. -Berdasarkan due process of law sebagai prinsip-prinsip dalam hukum acara yang berlaku secara universal, mengakui adanya empat alat bukti yaitu saksi, ahli, dokumen dan real! evidence atau phystcal evidence yang dalam konteks hukum acara di Indonesia dikenal dengan istilah ‘barang bukti’. Ketiga, bewijsvoering yang diartikan sebagai penguraian cara bagaimana alat-alat bukti diperoleh, dikumpulkan dan disampaikan di depan sidang pengadilan. Dalam dte process model, negara begitu menjunjung tinggi hak asasi manu: sehingga semata-mata menitikberatkan pada hal-hal yang bersifat formalistis, Konsekuensi selanjutnya, seringkali mengesampingkan kebenaran dan fakta yang ada. Keempat, bewijsiast atau burden of proof adalah pembagian beban pembuktian yang diwajibkan oleh undang-undang untuk membuktikan suatu peristiwa hukum. Dalam perkara perdata, yang diembani kewajiban untuk membuktikan adalah pihak yang mendalihkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau untuk mengukuhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain yang menunjuk pada suatu peristiwa. Hal ini berdasarkan asas. actori incumbit probatio yang berarti siapa yang menggugat dialah yang wajib membuktikan. Demikian pula dalam perkara pidana berlaku asas aetori incumbit onus probandi yang berarti siapa yang menuntut dialah yang wajib membuktikan sehingga jaksa penuntut umumlah yang diwajibkan membuktikan kesalahan terdakwa. Kelanjutan dari asas actori inctmbit onus probandi adalah asas aciore 11 non probante, reus absolvitur yang berarti jika tidak dapat dibuktikan, terdakwa harus dibebaskan. Kelima, bewijskracht yang dapat diartikan sebagai kekuatan pembuktian dari masing-masing alat bukti, Penilaian tersebut merupakan otoritas hakim yang menilai dan menentukan kesesu antara alat bukti yang satu dengan alat bukti yang lain. Dalam hukum acara pidana, kekuatan semua alat bukti pada hakekatnya adalah sama dan tidak mengenal adanya hirarkitas. Dalam hukum acara perdata, meskipun tidak mengenal hirarkitas alat bukti, namun alat bukti tertulis mempunyai kedudukan yang sangat kuat. Terlebih akta authemik adalah probatio plena yang berarti mempunyai kekuatan pembuktian penuh dan sempurna yang kedudukannya sangat kuat kecuali dapat dibuktikan sebaliknya. Keeram, bewijs minimum atau bukti minimum yang diperlukan dalam pembuktian untuk mengikat kebebasan hakim. Berkaitan dengan bewij/s minimmum, juga dikenal istilah probative evidence. Artinya, bukti probatif cenderung membuktikan proporsi suatu isu dalam sebuah kasus. Tegasnya. memberikan kesempatan kepada sriers of fact atau hakim yang an memeriksa fakta untuk menyimpulkan sebuah fakta penting agar dapat diterima di pengadilan, nilai probatif suatu bukti harus memiliki bobot yang melebihi nilai prejudisialnya. Para Guru Basar dan Hadirin yang Saya Hormati... Pembuktian Terbalik Persoalan beban pembuktian dalam perkembangannya, tidak hanya menjadi domain jaksa penuntut umum semata tetapi juga terdakwa atau penasihat hukumnya saling membuktikan di depan persidangan. Jaksa penuntut umum akan membuktikan kesalahan terdakwa, sebaliknya terdakwa atau penasihat hukum akan mengajukan bukti bahwa dia tidak melakukan tindak pidana yang didakwakan. Suatu kondisi yang mana jaksa penuntut umum dan terdakwa sama-sama membuktikan di sidang pengadilan dinamakan asas pembalikan beban pembuktian “berimbang” seperti dikenal di Amerika Scrikat dan juga di Indonesia”, Bukti yang diajukan oleb terdakwa yang menunjukkan bahwa dia tidak bersalah melakukan suatu. kejahatan dikenal dengan istilah exculpatory evidence™® Artinya, bukti yang diajukan cenderung meniadakan atau mengurangi kesalahan terdakwa™, Beban pembuktian bila dilihat berdasarkan tolak ukur jaksa penuntut umum dan terdakwa dapat dibagi menjadi 2 (dua). Pertama, sistem beban pembuktian konvensional yang mewajibkan jaksa penuntut umum untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Kedzra, teori pembalikan beban pembuktian yang dalam aspek ini dapat dibagi menjadi teori pembalikan beban pembuktian yang bersifat absolut dan teori pembalikan pembuktian yang bersifat terbatas dan berimbang™. Bila dikaitkan dengan pembuktian dalam perkara tindak pidana korupsi, sejak berlakunya Undang-Undang nomor 3 talun 1971 telah digunakan pembalikan pembuktian yang bersifat terbatas dan berimbang, Dalam undang-undang @ guo. pembuktian yang dilakukan aleh terdakwa adalah suatu hak. Jika.terdakwa melepaskan hak tersebut atau sebaliknya terdakwa menggunakan hak tersebut namun tidak dapat membuktikan bahwa dia tidak bersalah, maka kondisi ini dianggap sebagai hal yang memberatkan terdakwa. Sebaliknya, jika terdakwa dapat mengajukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa dia tidak bersalah, maka hal itu dianggap sebagai hal yang meringankan baginya. Dalam konteks teori, ketika terdakwa menawarkan_ bukti- bukti baru dalam persidangan untuk menghindari hukuman berat atau menerima beban pembuktian pembelaannya, dikenal dengan istilah affirmative def Berkaitan pembalikan beban pembuktian atau reversal of burden of poof atau omkering van hewijslasi adalah kewajiban terdakwa = Lilik Mul Penerbit P. Mark Constanzo, 2006, 49 Pelajar, Yogyakarta, film, 500. Joshua Dressler {Edt}, 2002, Enevetopes volume 2: Delinguent o Criminal Subs Group Thomson Learning. New York. hm. 1 * Lilik Mulyadi, Op, Cit, him, 104 "Mark Constanze, Op Cir. bln. 493. di, 2007, Pembalih Alumni Bandung, an Bebo Pembuktian Tindak Pidane Korupst, him. 103, rst Psy detent Sistem Hukum, Pustaka a OF Crime a Lust reeves =f Second Edition, nile Justice: Institutions, Gale 13 untuk membuktikan bahwa dia tidak bersalah melakukan kejahatan_ Saat ini dalam konteks perundang-undangan di Indonesia, dalam hal pembuktian terbalik absolut, terdakwa diembani kewajiban untuk membuktikan bahwa harta yang dimiliki bukan berasal dari kejahatan dianut dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Peneucian Uang. Pasal 77 undang-undang a guo menyebutkan, “Uniuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengaditan, terdakwa wajih membukeikan balowa harta kekayaan bukan merupakan hrasil tindak pidana™. Sayangnya, berdasarkan Pasal 77 jwicto Pasal 78 undang-undang tersebut tidak diarur prosedur beracaranya atau setidak-tidaknya mengatur konsekuensi dari pembuktian terbalik tersebut. Semestinya undang-undang tersebut tegas mengatur konse- kuensi dari pembuktian terbalik yang dilakukan oleh terdakwa. Ada dua kemungkinan, terdakwa tidak dapat membuktikan bahwa harta kekayaan yang dimilikinya bukan berasal dari hasil kejahatan ataukah terdakwa dapat membuktikan bahwa harta kekayaan yang dimilikinya bukan berasal dari hasil Kejahatan. Jika terdakwa tidak dapat membuktikan, maka hakim dapat menjatuhkan pidana dan memerintahkan perampasan terhadap harta tersebut, Sebaliknya, jika terdakwa dapat membuktikan, maka jaksa penuntut umum wajib mengajukan bukti yang ada padanya balwa harta kekayaan terdakwa berasal dari hasil kejahatan. Artinya, jaksa penuntuf umum yang mendakwa tetap harus membekali diri dengan sejumlah alat bukti untuk membuktikan dakwaannya. Apabila terdakwa dapat membuk- tikan bahwa dia tidak bersalah, sedangkan jaksa penuntut umum pun. dapat membuktikan bahwa terdakwa bersalah, maka penilaian terhadap bukti-bukti yang ada dalam persidangan dikembalikan kepada hakim. Pembuktian terbalik juga diatur dalam Pasal 31 angka 8 UNCAC yang menyatakan, “Negara-Negara Pihak dapat mempertimbangkan kemungkinan untuk mensyaratkan bahwa seorang pelaku memper- lihatkan asal-usul yang sah dari hasil-hasil kejahatan yang disangka atau kekayaan lain yang dikenai tanggung jawab terhadap perampasan, sepanjang persvaratan tersebut sesuai dengan prinsip- prinsip dasar hukun nasionat mereka dan dengan sifat proses pengadilan dan proses lainnye’’. Konstruksi pasal yang demikian . i4 mencerminkan sikap peserta konvensi yang tidak sepenuhnya menyetujui ketentuan tersebut dimasukkan sebagai bagian dari konvensi dengan pertimbangan bahwa ketentuan pembuktian terbalik melanggar asas praduga tak bersalah dan prinsip “rhe privilege agerinst selfincrimination™ mer Akan tetapi untuk mengakomodasi peserta yang endaki ketentuan terscbut dimasukkan ke dalam konvensi maka disusunlah rumusan kalimat yang tidak bersifat “wajib untuk dilaksanakan (non-mandatory obligationsy® Para Guen Besar dan Hadirin yang terhormut... Pembuktian terbalik dalam pengembalian aset kejahatan korupsi, seperti yang telah diutarakan di atas bahwa hal tersebut dapat digunakan melalui sarana hukum perdata maupun melalui sarana hukum pidana. Pengembalian aset kejahatan korupsi tanpa melalui penuntutan pidana secara implisit tercantum dalam Pasal 51 ayat (1) UNCAC perihal bantuan hukum timbal balik di antara setiap negara peserta konvensi berkenaan dengan kekayaan yang diperoleh, melalui atau terlibat dalam kejahatan yang ditetapkan dalam UNCAC. Model pengembalian aset dalam UNCAC dikenal dengan istilah noa- conviction hased forfeiture atau in rent forfeiture yang memisahkan secara tegas antara aspek “pemilik aset” di satu sisi, dan aspek “aset tindak pidana” di sisi lain. Pengembalian aset yang berasal dari tindak pidana melalui jalur keperdataan dengan menggunakan pembuktian terbalik tidak serta merta melanggar asas praduga tak bersalah atau priviliged against self-incrimination, meskipun tdak perlu dibuktikan kesalahan terdakwa. Praktik non-conviction based forfeiture juga diterapkan di Amerika Serikat, Inggris, dan beberapa negara Eropa lainnya. Model pengembalian asct kejahatan korupsi melalui non-conviction based forfeiture dengan pembuktian terbalik tidak melanggar Hak Asasi Manusia Karena didasarkan pada teori balanced probabitity principle. Teori tersebut memisahkan antara aset tindak pidana dan pemiliknya. Hal itu didasarkan premis bahwa perlindungan hak terdakwa untuk dianggap tidak bersalah (praduga tak bersalah) dan prinsip non-self Romli Atamasasmita, Percompoesan deet .... Op. Cit, him. 14. Jncrimination harus diimbangi kewajiban terdakwa membuktikan asal- dimilikinya. Teori ini masih memberikan jaminan perlindungan hak asasi tersangka untuk diangeap tidak bersalah, aliknya tidak memberikan jaminan perlindungan hak kepemilikan terdakwa atas aset yang diduga berasal dari tindak pidana, kecuali yang bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya*! Pembuktian terbalik dalam ra pengembalian asct kejahatan korupsi melalui sarana hukum pidana dapat saja dilakukan dengan mengingat sifat dan karakter kejahatan korupsi sebagai kejahatan luar biasa oleh karena dibutuhkan cara-cara yang luar biasa pula dalam menanggulanginya, Pembuktian terbalik dalam rangka pengembalian aset kejahatan Korupsi hanya dikhususkan bagi tindakan-tindakan yang dikualifikasi sebagai illicit enrichment atau perbuatan-perbuatan memperkaya diri sendiri secara tidak sah. Pembuktian terbalik dalam pengembalian aset kejahatan korupsi melalui sarana hukum pidana dilakukan bersamaan dengan pokok perkara korupsi yang sedang diproses. Artinya, pengembalian aset dapat dilakukan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap. usul aset yar sel Kesimpulan: Pembuktian terbalik dalam pengembalian aset kejqhatan korupsi sampai dengan saat ini belum diatur secara jelas dan rinci Pengembalian asct kejahatan korupsi yang saat ini berlaku di Indonesia hanya melalui sarana hukum pidana dengan membuktikan terlebih dulu kesalahan tersangka/terdakwa = melalui putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali jika tersangka atau terdakwa meninggal dunia, maka dapat dilakukan gugatan perdata, Sistem pembuktian terbalik secara keperdataan yang telah dipraktikkan di beberapa negara seperti Amerika, Inggris dan beberapa negara ropa lainnya dapat dijadikan rujukan pemberlakuan pembuktian terbalik dalam pengembalian aset kejahatan korupsi. Pengaturan pembuktian terbalik untuk mengembalikan aset kejahatan korupsi berikut prosedur acaranya harus dimuat dalam undang-undang sebagai suatu pengecualian prosedur pembuktian yang berlaku pada Romli Aun Lov Cit. 1 Pend mita, £ 16 umumnya dengan mengingat sifat dan karakter korupsi sebagai kejahatan luar biasa yang bersifat internasional, Para Guru Besar dan Hadirin yang saya Hormati.. Keberhasilan yang saya peroleh di bidang akademik sejak SD. SMP, SMA, sarjana, master dan tingkat doktoral sampai pada derajat Guru Besar, tidaklah mungkin terwujud tanpa dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan yang sangat bahagia ini, dari lubuk hati yang paling dalam, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: Pertama, Kedua orang tua saya, Ayah, Alm. J.R. Hiariej dan Ibu Alm. Anawia Maelan Hiariej yang baru saja pulang ke Rahmatullah 7 bulan yang lalu dan tidak sempat menghadiri salah satu peristiwa yang bersejarah dalam hidup saya. Alm. Ayah hanya sempat menghan- tarkan saya sampai pada jenjang pendidikan SMA, sedangkan Alm: Ibu—Syukur Alhamdulillah—masih sempat membaca Surat Keputusan pengangkatan saya sebagai Guru Besar Hukum Pidana yang telah terbit sejak tahun 2010. Kedua, Kedua Mertua, Bapak Addy Margihadi dan [bu Sri Supargianti Soeratiman, Kakak-kakak saya beserta suami dan istri beserta semua keponakan. Demikian juga kakak-adik ipar saya beserta suami dan istri beserta semua keponakan. Istri saya tercinta, Mega dan kedua anak kami tersayang Hayfa dan Fayyadh, terima kasih banyak atas segala pengertian dan pengorbanannya. Ketiga, kepada bapak dan ibu guru di SD Latihan 2 Ambon, SMP N. 3 Ambon dan SMA N.1 Ambon Pada kesempatan yang berbahagia ini izinkan saya mengucapkan terima kasih yang tulus kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Muhammad Nuh, Menteri Pendidikan Nasional, Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D., Rektor Universitas Gadjah Mada dan Para Pimpinan Fakultas Hukum UGM., Prof. Dr. Marsudi Triatmodjo, Dr. Sigit Riyanto, Dr. Sutanto dan Dra. Dani Krisnawati, S.H., M-Hum. Prof. Dr. S.M. Widyastuti, Prof. Dr. Marwan Asri, dan Prof. Dr. Bambang Hadisutrisno yang selalu menyemangati saya untuk cepat berpidato di atas mimbar ini. Prof. dr. Marsetyawan, Dr. Supra Wimbarti dan segenap Anggota Senat Akademik UGM. nm we 4. Alm. Prof. Dr. Sugeng Istanto, Prof. Dr. Harkristuti Harkrisnowo, Bapak Isharyanto, S.H., M.H. dan Dr. Mareus Priyo Gunarto sebagai pembimbing disertasi. tesis dan skripsi. serta rekan-rekan sejawat di jurusan pidana, Alm. Ibu Lamja Moeljatno, S.H., Alm Bapak Aruan Sakidjo, S.EL, M.H., Prof. Dr. Bambang Poernomo, Bapak Soewondo, $.H., Ibu Sri Suyatie, S-H., M.Hum., Bapak Sigid Riyanto, $.H., M.Si., Mba Niken Subekti, S.H., M.Si., Mas Supriyadi, S.H., M.Hum. dan Hery Firmansyah, S.H., M.Hum serta seluruh civitas akademika FH UGM, Prof. Dr. Maria S.W. Sumardjono dan Prof. Dr. Nindya Pramono yang pertama kali mengajak saya dan sudi menerima saya sebagai dosen di FH UGM, 6. Prof. Dr. Ismijatie Jenie, S.H., tidak bosan-bosannya mengurusi saya mulai pada saat saya diwawancarai Beliau scbagai calon dosen di FH UGM sampai persoalan penilaian angka kredit saya untuk memenuhi jabatan Guru Besar, 7. Prof. Dr. Sofian Effendi, Rektor UGM 2002-2007 yang memberi kesempatan kepada saya untuk menempuh pendidikan master dan dilanjutkan dengan pendidikan doktor di tengah kesibukan saya saat itu sebagai Asisten Wakil Rektor kemahasiswaan UGM. 8. Prof. Dr. M, Hawin dan Prof. Dr. Sudjito, S.H. yang telah membaca, mengoreksi dan memberikan masukan atas pidato pengukuhan ini. . 9. Prof. Dr. Romli Atamasasmita yang banyak berdiskusi dan memberikan bahan terkait pidato pengukuhan ini serta Saudara Hendry Julian Noor, Febrianto Ramadhan Gilik dan Wahyu Keneana Wiguna yang menyemangati dan mengedit penulisan pidato ini 10. Teman-teman aktivis antikorupsi, Prof. Saldi Isra, Prof, Denny Indrayana dan saudara Zainal Arifin Machtar Se Terakhir, tetapi juga tidak kalah penting, ucapan terima kasih kepada Para Guru Besar yang menghantarkan saya berpidato di atas mimbar ini dan semua hadirin yang telah meluangkan waktu untuk hadir di sini. Kurang dan lebihnya saya mohon maatf Wosscdamu ‘alatkun warahmatudllahi wabarakeacuh, 18 REFERENSI Anshoruddin, H., 2004, Mukum Pembuktian Menurut Hukum Acara islam dan Hukwm Positif, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Atmasasmita, Romli, Dilema Pembuktian Terbalik, KOMPAS, 4 Februari 2011 mita, Romli, Perampasan Aset Metlalut Pembuktian Terbalik: Sauli Perbandingan Hukum Pidena, Makalah pada Foeus Group Discussion yang disclenggarakan oleh Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, Hotel Borobudur, Jakarta, 10 Maret 2011. Backround Paper Declaration of 8 international Canference Against Corruption di Lima, Peru. Bassiouni, M. Cherif, 2003, datreduetion To International Criminal Law, Transnational Publisher, Inc. Ardsley. New York, Bell, William R. 2002. Practical Criminal Investigations in Correc- tional Facitities, CRC Press, Boca Raton — New York Best, Arthur 1994, ance: Examples And Explanations, Little, Brown And Company, Boston — New York — Toronto — London. Constanzo, Mark 2006, Aplikasi Psikelogis dalam Sistent Hukun, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Dennis, Ian 2007, The Law Evidence, third edition, Sweet and Maxwell, London. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka Dressler, Joshua (Edt), 2002, Encyclopedia Of Crime & Justice, Second Edition, volume 2: Delinquent & Criminal Subcuttures- Juvenile Justice: Institntions, Gale Group Thomson Learning, New York. Gerstenfeld, Phyllis B. 2008, Crime & Punishment In The United States, Salem Press, Ine., Pasadena California. Hamzah, Andi 1986, Kewus Huktm, Ghalia Indonesia. Hiariej, Eddy O,S,, Korupsi Partai Politik, KOMPAS, 3 Agustus 2011. Isra, Saldi dan Hiariej, Eddy O.S., Perspesiif Yuki Pemberantasan Korupsi di Indonesia, dalam Wijayanto dan Ridwan Zachrie (Editor), 2009, Korupsi Mengerupsi Indonesia: Sebab, Akibat 19 dan Prospek Pemberamasan, Penerbit PT Gramedia Pustaka Umum Jakarta. Leo, Richard A. 2008, Police Interrogation And American Justice, 2008, Harvard University Press. England. Mulvadi, Lilik. 2007, Pembalikan Beban Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, Penerbit P.T, Alumni Bandung. Pohan, Agustinus: Sunaryadi, Amien: Indrayana, Denny; Hiariej, Eddy O.8.: Isra, Saldi; Riyanto, $i Masduki, Teten: Gamasih, Yenti dan Mochtar, Zainal Atifin, 2008, Pengembalian Aset Kejahatan, Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum UGM bekerjasama dengan Kemitraan. Remmelink, Jan 2003, Hukwm Pidena: Komentar Atas Pasal-Pasal Terpenting Dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda Dan Padanannya Datam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Sahetapy. JE., 1997, Kefahatan Gotong Royong, Makalah Diskusi Panel Fakultas Hukum, 22 November 1997. 20 DAFTAR RIWAYAT HIDUP, Nama Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H.. M.Hum. (Eddy O.S. Hiariej) Tempat/Tanggal Lahir: Ambon, 10 April 1973 Alamat Rumah : Pogung Raya 21 C Yogyakarta Alamat Kantor —: Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada JL. Sosio Justisia No.] Bulaksumur Yo: Telp_/Fax. (0274) 312-781 Alamat E-Mail —_: eddyosh@vahoo.com Istri : Tri Megasuri Januati, S.H.. M.Kn. Anak Hayfa Lavelle Xaviera Hiariej Fayyadh Shaquille Xavier Hiariej Pendidikan: Doktor IImu Hukum, Fakultas Hukum UGM, 2009 Magister Humaniora, Fakultas Hukum UGM, 2004 Study Session Human Rights Short Course in Strasbourg, Perancis, 2-27 Juli 2001 29 Study Session Human Rights Teaching in Strasbourg, Perancis, 4— 26 Juli 2001 Sarjana Hukum, Fakultas Hukum UGM, 1998 = Pekerjaan: 1999-Sekarang : Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum UGM 2008-Sekarang : Ketua Program Studi Magister Hukum Litigasi FH UGM 21 Sckarang : Ketua Bagian Hukum Pidana Fak. Hukum UGM Anggota Senat Akademik UGM : Konsultan Hukum Kantor Pimpinan UGM : Asisten Wakil Rektor Kemahasiswaan UGM Penelitian: lL. Implikasi Reposisi TNI — Polri dalam Bidang Hukum, tahun 2000 2. Eksekutif Dan Legislatif Di Daerah: Penelitian tentang Potensi Konflik antara DPRD dan Birokrasi di Daerah, tahun 2001-2002 3. Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan, tahun 2002 4. Regulasi Dunia Maya: Pengaturan Perdagangan, Pembinaan dan Pelembagaan Serta Penanggulangan Kejahatan di Bidang Teknologi Informasi, tahun 2003-2004. 5. Penanggulangan /egal Logging di Kalimantan Barat, tahun 2003 6. Rekonstruksi Hukum untuk Menanggulangi Kejahatan di Bidang Perbankan, tahun 2003, 7. Pengaturan Mata Uang, Kerjasama Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dengan Bank Indonesia, 2005 $. Pembangunan Hukum Nasional, Kerjasama Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional RI, 2006 9. Penerapan Asas Ley Specialis derogat Legi Geierali dalam Perkara Pidana, Mei-Nevember 2009 10. Postdoktoral Upaya Hukum terhadap Putusan Bebas dalam Perkara Pidana, Mei-November 2009 Il. Perizinan Eksplorasi dan Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi. Kerjasama Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dengan PT Pertamina, Agustus 2009 Publikasi: 1, Fungsi Polri dalam Sistem Peradilan Sipil Pasca Pemisahan TNI — Polri, Mimbar Hukum, Fakultas Hukum UGM, No. 37/H/2001, Fdisi Februari 2001 2. Implikasi Reposisi INI — Polri di Bidang Hukum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001, . 6. 22 Curah Gagas dari Bulaksumur, Meluruskan Jalan Reformasi, Universitas Gadjah Mada. 2003 Criminal Justice System In Indonesia, Between Theory And Reality, Asia Law Review Vol.2, No. 2 December 2005, Korean Legislation Research Institute. Bunga Rampai Hukum Pidana Khusus, Pena, Jakarta, 2006 Mengenali dan Memberantas Korupsi, Kerjasama Uni Eropa, Kemitraan dan Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006 Telaah Kritis Putusan Mahkamah Konstitusi dan Dampaknya terhadap Pemberantasan Korupsi, Mimbar Hukwmn, Fakultas Hukum UGM Volume 18. Nomor 3, Oktober 2006 Pemikiran Remmelink Mengenai Asas Legalitas, JENTERA Jurnal Hukum, April—Juni 2007, Edisi 16 Tahun [V. Pengaturan Asas Non Retroaktif (Asas Legalitas) dalam Konstitusi: Suatu Kajian Perbandingan, Jumal Konstitusi, Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas Padang, Vol. I, No.1, November 2008. | Aparat Yang Tidak Berpihak pada Pemberantasan Hlegal Logging, Indonesia Corruption Watch, November 2008, » Menyelamatkan Uang Rakyat; Kajian Akademik Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2006, Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum UGM, Indonesia Court Monitoring dan Kemitraan, Desember 2008. - . Pengembalian Aset Kejahatan, 2008, Kerjasama Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum UGM dengan Kemitraan. Pengantar Hukw Pidana Internasional, Penerbit Erlangga, April 2009 Asas Legalitas dan Penemuan Hukum dalam Hukum Pidana, Penerbit Erlangga, April 2009 Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jurnal Hukum, Pantarei, Volume 1, Nomor 4, Juni 2009. . Rubuhnya Pengadilan Kami: Rekaman atas Pelaksanaan KKN Tematik “Pemberdavaan Masyarakat Pengguna Pengadilan” di DIF dan Jawa Tengah, Pusat Kajian Antikovupsi Fakultas Hukum UGM bekerjasama dengan Open Institute Society, Juli 2009. . Pengadilan atas Beberapa Kejahatan Serius terhadap HAM, Penerbit Erlangga, 2010.

Anda mungkin juga menyukai