Anda di halaman 1dari 13

Penerapan Prinsip Syariah Pada Pembiayaan Ijarah Muntahiya

Bittamlik Dengan Janji (Wa’d) Hibah Pada Perbankan Syariah

Oleh :
Nun Harrieti
Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung,
nun¬_harrieti@yahoo.com

Abstract
The problem under study in this article is how is the mechanism of financing ijarahmuntahiya
bittamlik with promise (Wa'd) grant in relation to sharia principles? and how is the legal
protection for the customer in financing the ijarah muntahiya bittamlik with the promise
(Wa'd) grant if the grant agreement is decided unilaterally in relation to the provisions of the
Law on Sharia”a banking.
The method used is descriptive analysis with normative juridical approach.
The implementation of sharia principles in ijarah financing with the promise (Wa'd) of grant in
relation to sharia principles is carried out by using two separate contracts between the ijarah
and grant contracts, and the calculation of the rental price is determined without taking into
account the residual value of the goods. Legal protection for customers in ijara muntahiya

201
Volume 10 No. 2 Edisi Desember 2017 Hal 201 - 213

bittamlik financing with pledge (Wa'd) grant if the grant agreement is decided unilaterally
in relation to the provisions of the Law on Sharia Banking conducted through customer
complaints and dispute settlement forum either through Alternative Dispute Institution or
litigation lane.
Keyword : financing ijarah, muntahiya bittamlik, grant, Law on Sharia Banking

Abstrak
Permasalahan yang diteliti dalam artikel ini adalah bagaimanakah mekanisme pembiayaan
ijarahmuntahiya bittamlik dengan janji (Wa’d) hibah dalam kaitannya dengan prinsip
syariah? serta bagaimanakah perlindungan hukum bagi nasabah dalam pembiayaan ijarah
muntahiya bittamlik dengan janji (Wa’d) hibah apabila janji hibah diputuskan sepihak dalam
kaitannya dengan ketentuan Undang-Undang Hukum Perbankan Syariah?
Metode yang digunakan adalah deskriptif analisis dengan pendekatan yuridis normative.
Penerapan prinsip syariah pada pembiayaan ijarah dengan janji (Wa’d) hibah dalam
kaitannya dengan prinsip syariah dilaksanakan dengan menggunakan dua akad yang
terpisah antara akad pembiayaan ijarah dan akad hibah, serta perhitungan harga sewa
ditentukan tanpa memperhitungkan nilai residu barang. Perlindungan hukum bagi nasabah
dalam pembiayaan ijarah muntahiya bittamlik dengan janji (Wa’d) hibah apabila janji hibah
diputuskan sepihak dalam kaitannya dengan ketentuan Undang-Undang Hukum Perbankan
Syariah dilakukan melalui pengaduan nasabah dan forum penyelesaian sengketa baik melalui
Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa maupun jalur litigasi.
Kata Kunci: Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik, Hibah, Hukum pada Perbankan Syariah

A. Pendahuluan keuangan tertentu seperti pengiriman uang dan


Perbankan memiliki fungsi utama sebagai lain sebagainya.2
lembaga intermediasi yang menghimpun Landasan pemikiran mengapa sistem
dana dari masyarakat dan menyalurkannya syariah dijadikan sebagai sumber hukum pada
kembali kepada masyarakat dalam bentuk sistem ekonomi dan perbankan adalah karena
kredit. Perbankan di Indonesia, selain memiliki syariah bersifat komprehensif dan universal,
fungsi sebagai lembaga intermediasi juga serta kedudukan syariah sebagai wahyu Allah
memiliki fungsi yang diarahkan sebagai agen SWT yang sengaja diturunkan kepada hamba-
pembangunan (agent of development) yaitu hambaNya untuk diamalkan.3 Syariah Islam
sebagai lembaga yang bertujuan guna mendukung sebagai suatu syariah yang dibawa oleh rasul
pelaksanaan pembangunan nasional dalam terakhir, mempunyai keunikan tersendiri.
rangka meningkatkan pemerataan pembangunan Syariah ini bukan saja bersifat menyeluruh atau
dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan komprehensif, tetapi juga bersifat universal.
stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf Komprehensif berarti syariah Islam merangkum
hidup rakyat banyak.1 Selain itu perbankan juga seluruh aspek kehidupan, baik ritual (ibadah)
memiliki fungsi dalam pemberian jasa-jasa maupun sosial (muamalah), universal bermakna

1 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Adhitya Bakti, Bandung, 2003, hlm. 86.
2 Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern Buku Kesatu, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm.2
3 Burhanuddin Susanto, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2008, hlm. 51

202
Penerapan Prinsip Syariah Pada Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik... - Nun Harrieti

syariah Islam dapat diterapkan dalam setiap ketika bank syariah melakukan penyewaan
waktu dan tempat sampai hari akhir nanti.4 barang bergerak atau tidak bergerak dan pada
Pelaksanaan kegiatan perbankan dengan akhir sewa barang tersebut dijual kepada nasabah
menggunakan prinsip syariah merupakan yang bersangkutan (sewa beli).
tantangan tersendiri bagi Bangsa Indonesia, Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 27/DSN-
mengingat kurangnya sumber daya manusia MUI/III/2002 Tentang al-Ijarah al-Muntahiyah
yang menguasai prinsip syariah terutama dalam bi al-Tamlik (selanjutnya ditulis Fatwa DSN No.
mengaplikasikannya melalui kegiatan bisnis. 27/2002) mengatur bahwa pihak yang melakukan
Implementasi prinsip syariah dalam kegiatan al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik harus
usaha perbankan syariah harus dilaksanakan secara melaksanakan akad ijarah terlebih dahulu. Akad
kaffah dan istiqamah, sehingga dapat terciptanya pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli
keadilan, kebersamaan, dan pemerataan dalam atau pemberian hanya dapat dilakukan setelah
kegiatan ekonomi.5 Para ulama yang berkompeten masa ijarah selesai. Berdasarkan fatwa DSN No.
terhadap hukum syariah memiliki fungsi dan peran 27/2002 tersebut, peralihan kepemilikan pada
yang besar dalam mengembangkan perbankan masa akhir sewa dapat pula dilakukan dengan
syariah, sebagai komitmen dibentuklah Dewan pemberian, dan berdasarkan Penjelasan Fatwa
Syariah Nasional (DSN) yang merupakan hasil DSN No. 27/2002, kata pemberian tersebut
rekomendasi Lokakarya Reksa dana Syariah pada diperjelas dengan menggunakan kata hibah.
bulan Juli 1999,6 yang bertugas dan memiliki Perbankan Syariah sebagai badan usaha,
kewenangan untuk memastikan kesesuaian dalam menjalankan kegiatan usahanya juga
antara produk, jasa, dan kegiatan usaha bank mengharapkan keuntungan. Sedangkan hibah
dengan prinsip syariah. merupakan suatu bentuk derma yang pelakunya
Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh tidak mengharapkan sesuatu keuntungan darinya.
Perbankan Syariah berdasarkan Undang-Undang Janji (wa’d) Hibah timbul dalam pembiayaan
Perbankan Syariah adalah melakukan pembiayaan Ijarah, apabila pada awal Akad Ijarah diperjanjikan
ijarah. Berdasarkan Undang-Undang Perbankan bahwa pihak bank sebagai pemberi sewa (muajjir)
Syariah tersebut, kegiatan pembiayaan ijarah akan mengalihkan kepemilikan barang yang
meliputi kegiatan menyalurkan Pembiayaan menjadi objek sewa menyewa kepada nasabah
penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak sebagai penyewa (musta’jir) dengan cara hibah
kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau pada akhir masa sewa. Janji untuk mengalihkan
sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik hak kepemilikan ini berdasarkan Fatwa DSN
atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan No. 27/2002 adalah wa’d yang hukumnya tidak
prinsip syariah. Berdasarkan ketentuan tersebut, mengikat. Apabila janji itu ingin dilaksanakan,
Akad ijarah dilakukan ketika bank syariah hanya maka harus ada akad pemindahan kepemilikan
menyewakan barang bergerak atau tidak bergerak yang dilakukan setelah masa ijarah selesai. Oleh
dan Akad ijarah muntahiyya bittamlik dilakukan karenanya pada akad al-Ijarah al-muntahiyah bi

4 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta, 2001, hlm. 4
5 Made Warka, “Kedudukan Bank Syariah dalam Sistem Perbankan di Indonesia”, Iqtishadia, Vol. 3, No. 2, 2016, hlm. 242
6 Habib Nazir, Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan Syariah, Kaki Langit, Bandung, 2004, hlm. 138

203
Volume 10 No. 2 Edisi Desember 2017 Hal 201 - 213

al-tamlik ini terdiri dari dua akad yang terpisah menarik untuk diteliti bagaimanakah penerapan
dan independent, walaupun memang dibarengi prinsip syariah pada pembiayaan ijarah dengan
dengan perjanjian pemindahan kepemilikan janji (Wa’d) hibah ini? serta bagaimanakah
diakhir akad.Perpindahan kepemilikan di akhir perlindungan hukum bagi nasabah dalam
akad sangat bertalian erat dengan risiko ekonomis pembiayaan ijarah dengan janji (Wa’d) hibah
yang terikat pada pemilikan suatu benda. Risiko apabila janji hibah diputuskan sepihak dalam
ekonomis maksudnya adalah risiko yang kaitannya dengan ketentuan Undang-Undang
berkenaan dengan kemungkinan bertambah atau Hukum Perbankan Syariah?
berkurangnya nilai suatu benda yang dimiliki.7
Risiko ekonomis ini dipengaruhi oleh dua hal,
B. Metode Penelitian
yaitu akibat pemilikan suatu benda di bidang
perpajakan, kemungkinan timbulnya repercuise Penelitian ini menggunakan metode
dalam struktur pembiayaan.8 penelitian deskriptif analitis, yaitu dengan
menggambarkan dan menguraikan keadaan
Janji (Wa’d) hibah dalam pembiayaan
ataupun fakta yang ada mengenai pelaksanaan
ijarah ini, dilakukan pada akhir masa Ijarah, yang
produk pembiayaan ijarah dalam praktek
mana selama masa ijarah nasabah membayar
perbankan syariah, kemudian dianalisis dengan
sejumlah uang kepada bank atas sewa objek ijarah
bertitik tolak pada ketentuan-ketentuan yang
yang telah dilakukannya. Sehingga, hibah yang
terkandung dalam Undang-Undang Perbankan
terjadi pada pembiayaan ini tidak terjadi begitu
Syariah, teori-teori dan pendapat para ahli yang
saja, namun nasabah terlebih dahulu menyewa
bertujuan mencari dan mendapatkan jawaban
objek yang akan dihibahkan tersebut melalui akad
dari pokok masalah yang akan dibahas lebih
ijarah. Uang yang dibayarkan selama akad ijarah
lanjut. Metode pendekatan yang dipergunakan
dibayar sebagai pembayaran uang sewa atas objek
dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis-
Ijarah, namun khusus untuk pembiayaan ijarah
normatif, yaitu penelitian mengenai pembiayaan
dengan janji (Wa’d) hibah ini bank mengenakan
ijarah dengan janji (Wa’d) hibah ini dilakukan
perhitungan jumlah pembayaran uang sewa
dengan menekankan pada ilmu hukum khususnya
dengan menggunakan perhitungan khusus yang
mengenai hukum perbankan syariah dan
telah ditentukan untuk pembiayaan ijarah dengan
menitikberatkan pada pengkajian data sekunder
janji (Wa’d) hibah. Penggunaan perhitungan
yaitu berupa bahan-bahan hukum primer berupa
khusus dalam pembiayaan ijarah dengan janji
Undang-Undang Perbankan, Undang-Undang
(Wa’d) hibah ini terkait erat dengan perlindungan
Perbankan Syariah, dan sebagainya, bahan hukum
nasabah terutama dalam hal belum mengikatnya
sekunder berupa buku-buku dan artikel mengenai
janji (Wa’d) hibah yang dilakukan pada awal
hukum perbankan syariah, dan bahan hukum
pelaksanaan pembiayaan ijarah. Pembiayaan
tersier berupa kamus bahasa, dan lain sebagainya.
Ijarah dengan janji (Wa’d) hibah ini merupakan
produk yang saat ini sedang dikembangkan dalam
dunia perbankan syariah di Indonesia. Sehingga

7 Salim. H.S., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika, Mataram, 2003, hlm. 141
8 Ibid, hlm. 142

204
Penerapan Prinsip Syariah Pada Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik... - Nun Harrieti

C. Pembahasan dua Fatwa DSN yang menyangkut pengaturan


1.
Penerapan Prinsip Syariah pada Pembiayaan Ijarah yaitu Fatwa Dewan Syariah
Pembiayaan Ijarah Muntahia Bittamlik Nasional No. 09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang
dengan Janji (Wa’d) hibah Pembiayaan Ijarah dan Fatwa Dewan Syariah
Nasional No. 27/DSN-MUI/III/2002 Tentang al-
Sebagai bagian dari industri pelayanan jasa Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik.
keuangan, pada dasarnya bank syariah memiliki Pengertian Ijarah menurut istilah syara’
fungsi utama yang tidak berbeda dari bank- adalah salah satu bentuk kegiatan muamalah dalam
bank konvensional yang telah ada sebelumnya, memenuhi kebutuhan hidup manusia seperti sewa
yaitu sebagai media intermediasi.9 Dikatakan menyewa, dan mengontrak atau menjual jasa.11
intermediary karena bank memiliki fungsi Pembiayaan ijarah ini memiliki keistimewaan
sebagai perantara antara pihak yang mengalami dibandingkan dengan jenis pembiayaan syariah
surplus atau kelebihan dana dengan pihak yang lainnya. Keistimewaan tersebut adalah bahwa
kekurangan atau membutuhkan dana. Pembiayaan untuk memulai kegiatan usahanya, pengusaha
adalah penyediaan dana atau tagihan/piutang tidak perlu memiliki barang modal terlebih
yang dapat dipersamakan dengan itu yang salah dahulu, melainkan dapat melakukan penyewaan
satunya berupa transaksi sewa dalam akad kepada lembaga keuangan syariah, sehingga
ijarah atau sewa dengan opsi perpindahan hak pengusaha tidak dibebankan dengan kewajiban
milik dengan akad ijarah muntahiya bittamlik.10 menyerahkan jaminan, maka dapat dikatakan
Hal tersebut sebagaimana bentuk kegiatan pembiayaan ijarah lebih menarik dibandingkan
usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Syariah jenis pembiayaan mudharabah dan musyarakah.12
yang diatur dalam Pasal 19 Huruf (f) Undang-
Terdapat dua jenis akad dalam pembiayaan
Undang Perbankan Syariah yaitu menyalurkan
Ijarah yaitu :13Pembiayaan Ijarah diatur secara
Pembiayaan penyewaan barang bergerak dan
khusus dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional
tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad
No. 09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan
Ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah
Ijarah. Berdasarkan Fatwa DSN tersebut, yang
muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak
dimaksud dengan akad Ijarah adalah akad
bertentangan dengan Prinsip Syariah.
pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu
Pasal 1 Huruf i SKDBI No 32 Tahun 1999 barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui
memberikan definisi mengenai Dewan Syariah pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan
Nasional (DSN) yaitu dewan yang dibentuk pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
oleh Majelis Ulama Indonesia yang bertugas
Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik
dan memiliki kewenangan untuk memastikan
diatur secara khusus dalam Fatwa DSN No.
kesesuaian antara produk, jasa, dan kegiatan
27/2002. Berdasarkan fatwa tersebut, sewa beli
usaha bank dengan prinsip syariah. Terdapat

9 M. Luthfi Hamidi, Jejak-Jejak Ekonomi Syariah, Senayan Abadi Publishing, Jakarta, 2003, hlm. 155
10 Pasal 1 Angka 4 Akad Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik Bank Jabar Syariah
11 Habib Nazir, Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan Syariah, Kaki Langit, Bandung, 2004, hlm. 246
12 Harun Santoso dan Anik, “Analisis Pembiayaan Ijarah Pada Perbankan Syariah”, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, Vol. 1, No. 2, 2015, hlm. 107
13 ibid

205
Volume 10 No. 2 Edisi Desember 2017 Hal 201 - 213

adalah perjanjian sewa menyewa yang disertai Kewajiban Nasabah sebagai Musta’jir
dengan opsi pemindahan hak milik atas benda berdasarkan Fatwa DSN No. 09/2000 adalah
yang disewa kepada penyewa, setelah selesai meliputi:Membayar sewa dan bertanggung jawab
masa sewa. Akad yang sesuai dengan sewa beli untuk menjaga keutuhan asset yang disewa serta
tersebut berdasarkan Fatwa DSN No. 27/2002 menggunakannya sesuai kontrak, Menanggung
adalah akad al-ijarah al muntahiyah bi al-tamlik. biaya pemeliharaan asset yang sifatnya ringan
Pihak yang menjadi Muajjir dalam (tidak materiil), Jika asset yang disewa rusak,
pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik di bukan karena pelanggaran dari penggunaan
Perbankan Syariah adalah Bank Syariah sebagai yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian
penyedia jasa. adapun yang menjadi hak dan pihak penyewa dalam menjaganya, ia tidak
kewajibannya adalah sebagai berikut. Hak-hak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut. Jika
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang salah salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya
satunya meliputi Bank Syariah adalah meliputi:14 atau jika terjadi perselisihan diantara para
Mendapatkan pembayaran sewa dari Muajjir; pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui
Menerima kembali asset yang disewakan pada Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai
akhir masa sewa secara utuh bila nasabah memilih kesepakatan melalui musyawarah.
untuk mengembalikan asset kepada bank; Ketentuan Objek ijarah berdasarkan
memperoleh pembayaran asset pada akhir masa Fatwa DSN No. 09/2000, adalah meliputi:
sewa apabila nasabah memilih untuk membeli Objek Ijarah adalah manfaat dari penggunaan
asset;Menerima biaya perbaikan asset apabila barang dan/atau jasa, Manfaat barang harus bisa
rusak disebabkan karena pelanggaran ataupun dinilai dan dapat dilaksanakan dalam bentuk
kelalaian yang dilakukan oleh Musta’jir kontrak, Pemenuhan manfaat harus yang bersifat
Kewajiban Lembaga Keuangan Syariah dibolehkan, Kesanggupan memenuhi manfaat
(LKS) yang salah satunya meliputi Bank Syariah harus nyata dans esuai dengan syariah, Manfaat
berdasarkan Fatwa DSN No. 09/2000 adalah harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa
meliputi Menyediakan aset yang disewakan, untuk menghilangkan jahalah (ketidaktahuan)
Menanggung biaya pemeliharaan asset, yang akan mengakibatkan sengketa)
Menjaminkan bila terdapat cacat pada asset yang Ketentuan Umum Fatwa DSN No. 27/2002
disewakan. Pihak yang menjadi Musta’jir dalam menentukan bahwa Akad al-Ijarah al-Muntahiyah
pembiayaan Ijarah di Perbankan Syariah adalah bi al-Tamlik boleh dilakukan dengan ketentuan
nasabah sebagai penerima jasa. adapun yang sebagai berikut: Semua rukun dan syarat yang
menjadi hak dan kewajibannya adalah sebagai berlaku dalam akad Ijarah (Fatwa DSN No.
berikut : Hak-Hak Musta’jir adalah meliputi:15 09/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula dalam
Memperoleh manfaat dari asset yang disewakan akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik,
oleh Muajjir; Dibebaskan dari biaya perawatan Perjanjian untuk melakukan akad al-Ijarah al-
asset, Mendapatkn jaminan dari Muajjir bahwa Muntahiyah bi al-Tamlik harus disepakati ketika
asset dapat dipergunakan dengan layak. akad Ijarah ditandatangani, Hak dan kewajiban
14 Habib Nazir, Op.Cit, Hlm. 247
15 ibid

206
Penerapan Prinsip Syariah Pada Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik... - Nun Harrieti

setiap pihak harus dijelaskan di dalam akad. yaitu ketika penyewa membeli asset dalam
Selain itu ditentukan pula bahwa pihak yang periode sewa sebelum kontrak sewa berakhir
melakukan al-Ijarah al-Muntahiah bi al-Tamlik dengan harga ekuivalen; dan Bertahap selama
harus melaksanakan akad Ijarah terlebih dahulu. periode sewa, yaitu ketika alih kepemilikan
Akad pemindahan kepemilikan, baik dengan dilakukan bertahap dengan pembayaran cicilan
jual beli atau pemberian, hanya dapat dilakukan selama periode sewa.
setelah masa ijarah selesai. Janji pemindahan Setelah akad al-Ijarah telah selesai, maka
kepemilikan yang disepakati di awal akad ijarah keduanya akan melakukan akad pemindahan
adalah wa’d yang hukumnya tidak mengikat. kepemilikan, baik dengan jual beli ataupun
Apabila janji itu ingin dilaksanakan, maka hibah. Akad perpindahan kepemilikan ini bisa
harus ada akad pemindahan kepemilikan yang diperjanjikan di awal akad al-ijarah, namun
dilakukan setelah masa ijarah selesai. Jika salah demikian, janji (wa’d) ini bersifat tidak mengikat
satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau kedua pihak. Pihak nasabah bisa meneruskan
jika terjadi perselisihan di antara kedua belah akad dengan melakukan akad jual beli, atau
pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui mengakhirinya dengan mengembalikan barang
Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai sewaan. Antara akad sewa dan jual beli tidak bisa
kesepakatan melalui musyawarah dikumpulkan dalam satu akad dan satu obyek,
Penjelasan Fatwa DSN No. 27/2002 artinya kesepakan sewa dan jual beli dilakukan
menjelaskan bahwa sebelum melakukan akad al- sekaligus dalam satu akad, karena hal ini
Ijarah al-muntahiyah bi al-tamlik, pihak bank dan bertentangan dengan Hadis Nabi yang melarang
nasabah harus melakukan akad al-ijarah murni dua bentuk akad sekaligus dalam satu obyek/
terlebih dahulu dan terpisah. Akad pemindahan transaksi.
kepemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian Hibah adalah pemberian (dari seseorang)
(hibah) hanya dapat dilakukan setelah akad al- dengan pengalihan hak milik atas hartanya yang
ijarah selesai. Ijarah Muntahiya bittamlik adalah jelas, yang ada semasa hidupnya, kepada orang
transaksi sewa dengan perjanjian untuk menjual lain.18 Jika di dalamnya disyaratkan adanya
atau menghibahkan objek sewa di akhir periode penggantian yang jelas, maka ia dinamakan jual
sehingga transaksi ini diakhiri dengan alih beli.19 Berdasarkan definisi tersebut maka hibah
kepemilikan objek sewa.16 Berbagai bentuk alih merupakan pemberian sepihak secara cuma-cuma
kepemilikan ijarah muntahiya bittamlik antara tanpa mengharapakan imbalan. Kitab Undang-
lain:17 Hibah di akhir periode yaitu ketika pada Undang Hukum Perdata pun memberikan definisi
akhir periode sewa asset dihibahkan kepada hibah sebagaimana diatur dalam Pasal 1666.
penyewa; Harga yang berlaku pada akhir periode, Menurut pasal tersebut, hibah adalah suatu
yaitu ketika pada akhir periode sewa asset dibeli perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu
oleh penyewa dengan harga yang berlaku pada hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak
saat itu; Harga ekuivalen dalam periode sewa,
16 Ibid, hlm. 103
17 Ibid
18 Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsman, Loc.cit.
19 Ibid

207
Volume 10 No. 2 Edisi Desember 2017 Hal 201 - 213

dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu yang diberi, dapat memanfaatkannya, maka
benda guna keperluan si penerima hibah yang dinamakan hibah. Persamaan dari semua bentuk
menerima penyerahan itu. Sedangkan hibah dalam derma tersebut adalah ketiganya termasuk kategori
pembiayaan ijarah ini dilakukan oleh lembaga pemberian (derma) murni, yang pelakunya tidak
perbankan yang dalam menjalankan kegiatannya mengharapkan sesuatu darinya.24
dilarang membuat produk yang merugikan Persyaratan akad hibah berdasarkan PMA
bank. Hibah merupakan pemberian sepihak dari RI No. 02/2008 adalah meliputi: Harta yang
pihak pemberi hibah ke pihak lainnya tanpa diberikan sebagai hibah disyaratkan harus sudah
mendapatkan kontrapretasi langsung dari pihak ada pada saat akad hibah (Pasal 711); Harta yang
penerima hibah tersebut. Keluarnya harta dengan diberikan sebagai hibah disyaratkan harus berasal
derma (pemberian) dapat berupa hibah, hadiah, dari harta penghibah (Pasal 712 Ayat (1)); Harta
dan sedekah.20 Jika tujuannya adalah untuk yang bukan milik penghibah jika dihibahkan
mendapatkan pahala di akhirat, maka dinamakan dapat dianggap sah apabila pemilik harta
sedekah, jika dimaksudkan untuk kasih sayang tersebut mengizinkannya meskipun izin tersebut
dan mempererat hubungan dinamakan hadiah, dan diberikan setelah harta tersebut diserahkan (Pasal
jika dimaksudkan agar orang yang diberi dapat 712 Ayat (2)); Suatu harta dihibahkan harus pasti
memanfaatkannya, maka dinamakan hibah.21 dan diketahui (Pasal 713); Seorang penghibah
Buku III Peraturan Mahkamah Agung diharuskan sehat akalnya dan telah dewasa (Pasal
Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2008 714); Hibah menjadi batal bila hibah tersebut
Tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah terjadi karena ada paksaan (Pasal 715).
(selanjutnya ditulis PMA RI No. 02/2008) Sesuai dengan Ketentuan Tentang al-Ijarah
mengatur mengenai Zakat dan Hibah. Pasal 675 al-Muntahiyah bi al-tamlik sebagaimana diatur
Angka 4 memberikan definisi mengenai hibah dalam Fatwa DSN No. 27/DSN-MUI/2002,
yaitu penyerahan kepemilikan suatu barang pihak yang melakukan al-Ijarah al-Muntahiyah
kepada orang lain tanpa imbalan apa pun. Hibah bi al-Tamlik harus melaksanakan akad Ijarah
adalah pemberian (dari seseorang) dengan terebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan,
pengalihan hak milik atas hartanya yang jelas, baik dengan jual beli atau pemberian, hanya
yang ada semasa hidupnya, kepada orang lain. jika dapat dilakukan setelah masa Ijarah selesai.
di dalamnya disyaratkan adanya pengganti yang Oleh karenanya walaupun pada akad al-Ijarah
jelas, maka ia dinamakan jual beli.22 Keluarnya Muntahiyah bittamlik diperjanjikan terjadinya
harta dengan derma (pemberian) dapat berupa perpindahan kepemilikan, namun pada awal
hibah, hadiah, dan sedekah.23 Jika tujuannya pelaksanaannya bank dan Nasabah Penerima
adalah untuk mendapatlan pahala akhirat, maka Fasilitas melaksanakan mekanisme Ijarah terlebih
dinamakan sedekah. Jika dimaksudkan untuk dahulu sebagaimana dapat digambarkan melalui
kasih sayang dan mempererat hubungan, maka bagan di bawah ini:
dinamakan hadiah. Jika dimaksudkan agar orang
20 M. Amin Azis, Mengembangkan Bank Islam di Indonesia, Bankit, Jakarta, 1992, hlm. 21.
21 Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, Panduan Wakaf, Hibah dan Wasiat, Pustaka Imam Asy-Syafi’I, Jakarta, 2008, hlm. 105
22 Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, op.cit., hlm. 105
23 Ibid
24 Ibid

208
Penerapan Prinsip Syariah Pada Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik... - Nun Harrieti

Bagan 1. Mekanisme Pelaksanaan Ijarah Muntahiya Bittamlik

Sumber: Disarikan dari beberapa buku

Keterangan: antara pembiayaan ijarah dan pembiayaan Ijarah


1. Ijarah dengan janji (wa’d) jual atau hibah Muntahiya Bittamlik baik dengan janji (wa’d)
2. Perpindahan kepemilikan dengan janji (wa’d) jual atau pun dengan janji (wa’d) beli.
jual Kedua jenis janji (wa’d) ini hanya diperjanjikan
3. Perpindahan kepemilikan dengan janji (wa’d) pada awal akad pembiayaan Ijarah Muntahiya
hibah Bittamlik, karena sesuai dengan ketentuan
Mekanisme pembiayaan Ijarah yang terjadi antara Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik dalam
bank dan nasabah penerima fasilitas dimulai dengan Penjelasan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN)
diajukannya permohonan pembiayaan Ijarah oleh No. 27 Tahun 2002 bahwa antara akad sewa dan
calon nasabah kepada pihak bank. Permohonan jual beli tidak dapat dikumpulkan dalam satu akad
ini merupakan suatu bentuk pernyataan keinginan dan satu objek karena hal ini bertentangan dengan
dari pihak calon nasabah untuk mendapatkan Hadis Nabi yang melarang dua bentuk akad
fasilitas pembiayaan Ijarah. Pihak bank akan sekaligus dalam satu obyek/transakasi. Sehingga
melakukan berbagai analisis dalam menentukan janji (wa’d) baru dilaksanakan pada akhir masa
keputusan diterima atau tidaknya permohonan Ijarah dengan akad yang berbeda. Olehkarenanya
tersebut. Apabila hasil penilaian berdasarkan terdapat dua akad dalam pembiayaan Ijarah
analisis tersebut menunjukkan nasabah yang Muntahiyah BIttamlik ini, yaitu akad Ijarah dan
bersangkutan dianggap memiliki kemampuan akad peralihan kepemilikan aset melalui akad jual
untuk membayar sewa, maka bank akan beli, atau akad hibah.
menerima permohonan tersebut. Bank dalam
Penentuan harga sewa pada pembiayaan Ijarah
tahapan ini juga memberikan suatu penilaian
sangat bergantung pada nilai aset. Contohnya pada
kepada calon Nasabah Penerima Fasilitas untuk
pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik dengan
menentukan pembiayaan Ijarah apa yang cocok
janji (wa’d) jual, pihak bank akan menghitung
untuk nasabah yang bersangkutan, pembiayaan
harga sewa sesuai dengan jangka waktu dan periode
Ijarah ataukah pembiayaan Ijarah Muntahiya
yang telah disepakati dengan menggunakan
Bittamlik. Hal tersebut disesuaikan dengan tingkat
perhitungan yang telah ditetapkan, sehingga
kebutuhan nasabah dan kemampuan membayar.
pada akhir masa Ijarah selesai modal bank yang
Kemampuan membayar sangat diperhatikan oleh
dikeluarkan untuk pembelian aset telah tertutupi
pihak bank karena terdapat perbedaan harga sewa

209
Volume 10 No. 2 Edisi Desember 2017 Hal 201 - 213

ditambah bank telah menerima keuntungan dari sesuai dengan karakteristiknya, hibah merupakan
harga sewa sesuai dengan ekspektasi bank pada pemberian secara sepihak, cuma-cuma, dan tanpa
awal pembiayaan Ijarah tersebut. Selain itu, bank kontraprestasi apapun.
pun mendapatkan keuntungan dari nilai jual aset
pada akhir masa Ijarah yang dihitung berdasarkan
2. Perlindungan Terhadap Nasabah
nilai residu aset. Keuntungan tersebut merupakan dalam Pembiayaan Ijarah dengan
keuntungan yang juga menjadi bagian ekspektasi Janji (Wa’d) hibah Apabila Janji Hibah
bank pada awal pembiayaan Ijarah muntahiya Diputuskan Sepihak dalam Kaitannya
dengan Ketentuan Undang-Undang
bittamlik ini.
Perbankan Syariah
Setelah masa Ijarah selesai dan nasabah telah
Perlindungan yang dilakukan oleh bank syariah
memenuhi segala kewajibannya terutama dalam
bukan hanya dilakukan terhadap kepentingan
memenuhi harga sewa, maka bank menghibahkan
nasabah investor atau kepentingan bank saja,
aset kepada Nasabah Penerima Fasiltas.
namun meliputi pula kepentingan nasabah
Perhitungan khusus harga sewa pada pembiayaan
penerima fasilitas. Walaupun Pasal 36 Undang-
Ijarah Muntahiya Bittamlik dengan janji (wa’d)
Undang Perbankan Syariah hanya mengamanatkan
hibah ini, telah menyebabkan harga sewa pada
kewajiban bank syariah untuk menempuh cara-
pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik menjadi
cara yang tidak merugikan bank syariah dan atau
lebih besar dibandingakan dengan pembiayaan
unit usaha syariah dan kepentingan nasabah yang
Ijarah muntahiya Bittamlik dengan Janji (Wa’d)
mempercayakan dananya dalam menyalurkan
jual. Karena pada Pembiayaan Ijarah Muntahiya
pembiayaan dan kegiatan usha lainnya, namun
Bittamlik dengan Janji (Wa’d) jual, harga sewa
bukan berarti kepentingan nasabah penerima
tidak ditambah dengan nilai residu asset, nilai
fasilitas dapat diabaikan begitu saja. Kepercayaan
residu asset akan dibayarkan secara langsung
masyarakat terhadap lembaga perbankan timbul
setelah masa Ijarah selesai. Jumlah harga sewa
dalam suatu kondisi yang bersifat kompehensif.
pada pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik
Tidak hanya meliputi perlindungan terhadap
dengan Janji (Wa’d) Hibah akan sama totalnya
simpanan nasabah, tetapi juga meliputi
dengan Harga sewa dtambah pembayaran
perlindungan terhadap penyaluran pembiayaan
nilai residu aset pada akhir masa Ijarah pada
yang memberikan keseimbangan dan keadilan
Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik dengan
dalam hak dan kewajibannya antara bank dan
Janji (W’ad) jual. Perbedaannya hanya terletak
nasabah penerima fasilitas. Untuk memberikan
pada waktu pembayaran nilai residu aset saja.
edukasi dan perlindungan kepada nasabah
Pada Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik
(masyarakat) perlu adanya analisa prinsip-prinsip
dengan Janji (Wa’d) hibah nilai residu aset
kesyariahan pada praktek perbankan syariah.25
dibayar secara bertahap digabung dengan harga
sewa. Sedangkan pada Pembiayaan Ijarah Ketentuan dasar yang melandasi dilaksanakannya
Muntahiya Bittamlik dengan janji (Wa’d) Jual, dua akad dalam pembiayaan Ijarah Muntahiya
pembayaran nilai residu asset dilakukan pada Bittamlik adalah sebagaimana disebutkan dalam
akhir masa Ijarah melalui akad jual beli. Padahal Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 27/2002

25 Maltul Fitri, “Prinsip Kesyariahan Dalam Pembiayaan Syariah”, Economica, Vol. VI, Edisi 1, Mei, 2015, hlm. 1

210
Penerapan Prinsip Syariah Pada Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik... - Nun Harrieti

yang menyebutkan bahwa antara akad sewa dan penerima fasilitas mendapatkan kepastian hukum
jual beli tidak bissa dikumpulkan dalam satu akad atas ketentuan tersebut. Bank syariah sebagai
dan satu obyek, artinya kesepakatan sewa dan jual pihak yang memberikan pembiayaan kepada
beli dilarang dilakukan dalam satu akad, karena nasabah penerima fasilitas sudah semestinya
hal ini bertentangan dengan Hadis Nabi yang mampu mengakomodir akan kebutuhan tersebut.
melarang dua bentuk akad sekaligus dalam satu Perlindungan nasabah tidak hanya dilakukan pada
obyek /transaksi. Begitu pula halnya dengan akad awal pelaksanaan pembiayaan Ijarah Muntahiya
sewa dengan akad hibah tidak dapat dikumpulkan Bittamlik dengan janji (Wa’d) hibah saja, karena
dalam satu obyek atau satu transaksi. Selain itu walaupun berbagai ketentuan sudah secara
ketentuan mengenai Janji (Wa’d) yang diberikan jelas diakomodir di dalam akad pembiayaan
oleh pihak bank syariah berdasarkan Fatwa Ijarah Muntahiya Bittamlik dengan Janji (Wa’d)
Dewan Syariah Nasional No. 27/2002 bersifat Hibah, hal tersebut hanya akan meminimalisir
tidak mengikat harus diinformasikan kepada tingkat terjadinya perselisihan, sehingga bukan
calon nasabah penerima fasilitas. berarti perselisihan tidak akan terjadi sama
Informasi yang diberikan secara sepotong- sekali. Berbagai ketentuan untuk menyelesaikan
sepotong dan tidak jelas kepada nasabah perselisihan yang telah diakomodir di dalam
penerima fasilitas akan menyebabkan timbulnya akad pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik
persengketaan dikemudian hari. Terutama dapat dijadikan sarana untuk menyelesaikan
mengenai ketentuan janji (Wa’d) yang diberikan perselisihan ini.
oleh pihak bank pada awal masa Ijarah Muntahiya Forum penyelesaian sengketa merupakan salah
Bittamlik yang bersifat tidak mengikat berdasarkan satu cara untuk memberikan perlindungan bagi
fatwa Dewan Syariah Nasional No.27/2002. masing-masing pihak yang merasa haknya telah
Tidak ada satu pun ketentuan di dalam Akad dilanggar. Musyawarah merupakan cara yang
pembiayaan Ijarah Muntahiya BIttamlik dengan paling baik dan mudah dalam menyelesaiakan
janji (Wa’d) hibah yang mengatur mengenai sengketa. Selain biayanya yang murah, para pihak
ketentuan ini. Pasal 3 Angka (4) Akad Pembiayaan pun dapat mengkomunikasikan permasalahan
Ijarah Muntahiya Bittamlik hanya menyebutkan yang dialaminya secara kekeluargaan. Ketentuan-
bahwa Setelah berakhirnya masa sewa, maka ketentuan dalam akad pembiayaan Ijarah
dengan ini bank syariah berjanji (wa’d) untuk Muntahiya Bittamlik yang dibuat secara terperinci
menjual atau menghibahkan Aset Ijarah mengenai hak dan kewajiban para pihak akan
kepada nasabah penerima fasilitas. Sedangkan dapat dijadikan landasan yuridis yang kuat
mengenai mekanisme pelaksanaannya, termasuk bagi masing-masing pihak untuk memperkuat
kondisi-kondisi yang menyebabakan bank dapat pembelaannya. Ketentuan yang jelas mengenai
memebatalkan haknya tidak diatur. Janji (Wa’d) pelaksanaan janji (Wa’d) Hibah yang diberikan
yang diberikan oleh pihak bank syariah pada awal oleh bank dalam akad pembiayaan Ijarah akan
pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik kepada memberikan landasan yang jelas bagi nasabah
nasabah penerima fasilitasnya, walaupun bersifat untuk menuntut haknya.
tidak mengikat namun sudah selayaknya nasabah

211
Volume 10 No. 2 Edisi Desember 2017 Hal 201 - 213

D. Kesimpulan Daftar Pustaka


1. Mekanisme pembiayaan ijarah dengan Buku
janji (Wa’d) hibah dalam kaitannya dengan Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan
prinsip syariah dilaksanakan dengan di Indonesia, Citra Adhitya Bakti,
Bandung, 2003.
menggunakan dua akad yang terpisah antara
Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern Buku
akad pembiayaan ijarah dan akad hibah, serta
Kesatu, Citra Aditya Bakti, Bandung,
perhitungan harga sewa ditentukan tanpa 2003.
memperhitungkan nilai residu barang.
Burhanuddin Susanto, Hukum Perbankan Syariah
2. Perlindungan hukum bagi nasabah dalam di Indonesia, UII Press, Yogyakarta,
2008.
pembiayaan ijarah dengan janji (Wa’d)
hibah apabila janji hibah diputuskan sepihak Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari
Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta,
dalam kaitannya dengan ketentuan Undang-
2001.
Undang Perbankan Syariah dilakukan
Habib Nazir, Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan
dengan mengajukan pengaduan nasabah, Syariah, Kaki Langit, Bandung, 2004.
dan bila tidak berhasil dapat mengajukan
Salim. H.S., Perkembangan Hukum Kontrak
gugatan secara litigasi atau melalui Lembaga Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika,
Alternatif Penyelesaian Sengketa. Mataram, 2003.
M. Luthfi Hamidi, Jejak-Jejak Ekonomi Syariah,
Senayan Abadi Publishing, Jakarta,
Saran 2003.
1. Sebaiknya customer service perbankan Habib Nazir, Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan
Syariah, Kaki langit, Bandung, 2004.
syariah dibekali pengetahuan mengenai
pembiayaan ijarah dengan janji (wa’d) hibah, M. Amin Azis, Mengembangkan Bank Islam di
Indonesia, Bankit, Jakarta, 1992.
baik melalui pelatihan atau bentuk lainnya,
sehingga informasi yang disampaikan Syaikh Muhammad bin Shalih al-
‘Utsaimin, Panduan Wakaf, Hibah
kepada nasabah dapat disampaikan dengan dan Wasiat, Pustaka Imam Asy-Syafi’I,
benar dan jelas. Jakarta, 2008.
2. Sebaiknya perbankan syariah dalam Akad
Pembiayaan Ijarah dengan Janji (Wa’d) Hibah Peraturan Perundang-undangan
membuat klausul mengenai pelaksanaan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang
janji (Wa’d) hibah yang diberikannya pada Perbankan Syariah
awal masa ijarah secara terperinci termasuk Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia
mengenai hal-hal yang menyebabkan Nomor 02 Tahun 2008 Tentang
Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah
perbankan syariah dapat memutuskan janji
(wa’d)nya dan sebaiknya perbankan syariah Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 27/DSN-
MUI/III/2002 Tentang al-Ijarah al-
memberikan informasi mengenai spesifikasi
Muntahiyah bi al-Tamlik
perhitungan yang diberikan oleh bank dalam
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 09/DSN-
menentukan harga sewa kepada nasabahnya. MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Ijarah

212
Penerapan Prinsip Syariah Pada Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik... - Nun Harrieti

Jurnal
Harun Santoso dan Anik, “Analisis Pembiayaan
Ijarah Pada Perbankan Syariah”, Jurnal
Ilmiah Ekonomi Islam, Vol. 1, No. 2,
2015.
Made Warka, “Kedudukan Bank Syariah dalam
Sistem Perbankan di Indonesia”,
Iqtishadia, Vol. 3, No. 2, 2016.
Maltul Fitri, “Prinsip Kesyariahan Dalam
Pembiayaan Syariah”, Economica, Vol.
VI, Edisi 1, Mei, 2015.

213

Anda mungkin juga menyukai