Anda di halaman 1dari 15

REZIM INTERNASIONAL LINGKUNGAN HIDUP DAN EPISTEMIC COMMUNITY DALAM

PROGRAM REDUCING EMISSION FROM DEFORESTATION AND FOREST


DEGRADATION+ DI JAMBI

Haryadi
Moh Arief Rakhman

haryadifh@yahoo.co.id
arief.rakhman1@gmail.com

Fisipol Universitas Jambi

Abstract

Climate change is considered a global threat by the international community. Scientists


represent by UN IPCC agree that climate change very significant cause is from the high rate
of deforestation and forest degradation that occurs in forested countries. The notion of
avoiding deforestation as a climate change mitigation strategy. causing REDD Programme
emerged as a new mechanism for carbon sequestration and avoided emissions of developing
countries. REDD + is based on the idea that countries in the developing countries would be
paid to increase carbon stocks by way of new measures on forest governance according to
some references in the level of international policy. As one of the potential forest owners and
also has ratified the Kyoto protocol before, Indonesia once again participate in this program,
one of the provinces that serve as a pilot project is Jambi. Jambi province is considered to have
the potential for enormous opportunities for reducing emissions that can contribute to the
success rate of carbon emission reduction nationwide. The involvement of multiple agencies or
epistemic community experts in support of this program so that the program applied, showed
recognition of the strategic position of this province as a forest owner who could contribute to
the achievement of national emissions reduction figures also globally. This study used a
qualitative method with case studies, and collecting data from informants selected purposively.
The concepts used in this study is the International Regime and epistemic communities. The
findings of this study was showed the influence of the International Regime environment with
its epistemic community provides a very important role for the implementation and
sustainability of REDD + Program in the province.

Keywords : Deforestation and Forest Degradation, International Regime, The REDD +


Program, Jambi Province.

Pengantar mitigasi perubahan iklim yang terjadi secara


Awal mula kemunculan Rezim global. Adanya bukti ilmiah memperlihatkan
internasional di bidang lingkungan hidup, bahwa masalah–masalah lingkungan hidup
sebagai penangan terhadap permasalahan seperti masalah perubahan iklim, degradasi
JISIP-UNJA, Vol.1, No.1, Juli – Desember 2017

hutan, bencana alam, punahnya flora dan ICRAF, AMAN, dan UNORCID. Kerjsama
fauna berkaitan dengan kegiatan manusia. yang terjalin cukup dirasakan manfaatnya
REDD+ merupakan salah satu oleh pemerintah Indonesia, salah satunya
mekanisme yang dimunculkan untuk untuk mengetahui jumlah angka emisi karbon
menangani permasalahan degradasi dan yang terjadi di Indonesia dan mengalihkan
deforestasi hutan di negara berkembang. Para fungsi hutan produksi dan menyejahterakan
tokoh dari komunitas epistemik meyakini kehidupan masyarakat yang bertempat tinggal
bahwasanya, deforestasi dan degrasi sebagai di sekitar kawasan hutan lindung. Masyarakat
pemicu utama penyebab meningkatnya emisi yang tinggal berdekatan dengan kawasan
karbon dunia. Namun demikian, mekanisme hutan terutama hutan lindung, diyakini
ini juga dianggap sebagai upaya “win-win sebagai salah satu penyebab sering terjadinya
solution”, semua pihak yang terlibat dapat kebakaran hutan dikarenakan adanya
menyatukan agenda penyelamatan lingkung- pembukaan lahan secara ilegal.
an. Menciptakan kolaborasi pelestarian Keikutsertaan Indonesia pada program
keanekaragaman hayati, pengurangan yang dibentuk dari rezim internasional dan
kemiskinan, dan perbaikan tata kelola yang kesepakatan komunitas epistemik, dianggap
menjadi nilai tambah bagi negara berkembang upaya untuk menangani tantangan yang
(Brown, Seymour, dan Peskett 2008; Miles terjadi pada kawasan hutan dan menyejahtera-
Kapos, 2008). IPCC (Intergovernmental kan kehidupan masyarakat lokal yang ber-
Panel on Climate Change) atau ilmuwan antar tempat tinggal dekat area hutan. Beberapa
negara yang yang berada di bawah naungan tahun ini, tepatnya tahun 2013 mulai
UNFCCC, bernaggapan program REDD+ bermunculan berbagai opini dan pendapat dari
dapat menciptakan keseimbangan karbon pengamat dan peneliti dalam negeri
yang disebut Carbon Neutral. Indonesia, lembaga swadaya masyarakat dan
Hal inilah yang memungkinkan media terhadap program REDD+ yang sedang
pemerintah Indonesia ikut serta pada berjalan terhadap mekanisme dan keberlanju-
mekanisme REDD+, selain dikarenakan tan tata kelola program REDD+.
permasalahan kawasan hutan Indonesia dari Melalui permasalahan yang muncul,
tahun ke tahun berkurang. Berdasarkan pada penulis berupaya menggambarkan keterliba-
data di lapangan, diantaranya Propinsi tan komunitas epistemik sebagai bagian
Kalimantan sebanyak 14.212 km2 hilang pada Rezim Internasional lingkungan hidup dalam
kurun waktu 2000 – 2010. Propinsi Jambi Program REDD+ di Indonesia melalui
sekitar 60% atau 3.139.822 Ha dikuasai oleh pengimplementasian REDD+ sebagai tata
industry dan beralih fungsi menjadi hutan kelola kehutanan di Indonesia dan sejauhmana
produksi, IUPHHK, HPH, perkebunan kelapa kemampuan komunitas epistemic me-
sawit dan tambang. Penyebab inilah yang mengaruhi pengambilan keputusan di propinsi
menjadikan Indonesia bertanggung jawab dan untuk memunculkan kebjakan tata kelola
berkontribusi untuk menangani permasalahan hutan yang sejalan dengan program REDD+
hutan. Dalam penanganannya pemerintah secara global, pengambilan kasus di Propinsi
Indonesia bekerja sama dengan berbagai Jambi, sebagai salah satu propinsi yang
pihak yaitu NGO, masyarakat dan negara- memiliki potensi lahan hutan yang terluas dan
negara maju. seringkali mengalami kebakaran dikarenakan
Dalam perjalanannya, mulai banyak aktivitas ilegal dari masyarakat di sekitar
OI dan NGO yang bekerjasama dengan hutan lindung.
pemerintah Indonesia antara lain CIFOR,
Haryadi, Moh Arief Rakhman: Rezim Internasional Lingkungan Hidup dan Epistemic Community dalam Program
Reducing Emission From Deforestation And Forest Degradation+ di Jambi

Di akhir tulisan, penulis akan terhadap sumber daya global, seperti lautan
mengemukakan beberapa pendapat sebagai dan atmosfer, kerusakan lingkungan di satu
salah satu tindakan lebih lanjut untuk negara akan memberikan dampak terhadap
membantu pengembangan program REDD+ wilayah di sekitarnya, proses yang
yang dilaksanakan pada Propinsi Jambi, menyebabkan eksploitasi yang berlebihan
dengan harapan dapat menjadi bahan terhadap alam, selalu berhubungan dengan
pertimbangan untuk menangani permasalahan proses-proses politik dan sosial ekonomi
hutan di Indonesia. politik global seperti pada kasus pelepasan
emisi Karbon, dalam kasus itu penipisan
Metode Penelitian lapisan ozon dengan sendirinya menjadi satu
Studi ini menggunakan pendekatan permasalahan global yang pengaruhnya tidak
penelitian kualitatif-deskriptif. Informan studi mengenal tapal batas negara manapun.
ini adalah orang-orang yang terlibat dengan Kemudian eksploitasi yang dilakukan oleh
topik penelitian ini, yaitu terdiri dari para negara negara terhadap objek yang sama, dan
pemangku kepentingan (stakeholders) terkait beberapa kasus juga mempunyai sifat
kehutanan dan REDD+ yang ada di Provinsi transnasional, seperti pada kasus asap antara
Jambi. Analisis data menggunakan teknis Indonesia-malaysia yang selalu terjadi setiap
analisis data kualitatif, yaitu reduksi data, tahun.
penyajian data dan penarikan kesimpulan. Dalam konteks hubungan internasional
dikenal konsep international politics of the
Lingkungan Hidup Sebuah Isu Global environment, suatu proses dimana persetujuan
Dengan berkurangnnya isu-isu antar negara mengenai isu lingkungan hidup
keamanan dan militer yang sangat di negosiasikan, apakah dengan cara
mengemukakan pada saat perang dingin menciptakan rezim atau dengan cara
berlangsung. Pendekatan para aktor menciptakan Institusi Internasional yang
Internasional pasca perang dingin dalam isu diperlukan (Hurrel & Kingburry, dalam
lingkungan hidup, didominasi oleh pola Perwita &Yani; 2005). Dengan prosesnya
kerjasama yang berkembang seiring dengan meliputi: eksistensi proses perjanjian atau
kemunculan dominasi negara-negara barat dan negosiasi mengenai lingkungan hidup yang
munculnya kesadaran lingkungan di negara- dilakukan oleh negara atau institusi, adanya
negara dunia ketiga (Perwita &Yani, 2005:44- peraturan atau rezim yang dibuat untuk
45). Hal ini kemudian sedikit demi sedikit bekerjasama dalam bidang lingkungan hidup,
menghapuskan anggapan bahwa isu dan adanya konflik dari kekuatan politik yang
lingkungan sebagai isu politik internal yang penyelesaiannnya tergantung dari keberhasi-
harus dijauhkan dari campur tangan asing di lan interaksi para aktor dalam lingkungan
luar negara yang bersangkutan. Isu lingkung- hidup.
an hidup menjadi isu global disebabkan Proses implementasi rezim lingkungan
beberapa alasan, beberapa persoalan hidup internasional itu sendiri, merupakan
lingkungan hidup berada dalam lingkup suatu proses dimana kegiatan seperti
global (Baylis & Smith: 452-453). Menurut mengumpulkan, menukar,atau membahas
Baylis dan Smith, keperdulian terhadap informasi yang berkaitan dengan alasan dasar
lingkungan hidup menjadi isu global karena, yang mendasari kenapa rezim itu ada
permasalahan lingkungan hidup ini dilakukan oleh negara negara anggota atau
mempunyai effek global yang dihasilkan, isu aktor-aktor lainnya yang menyetujui alasan
lingkungan hidup menyangkut eksploitasi awal pembentukan rezim tersebut.
JISIP-UNJA, Vol.1, No.1, Juli – Desember 2017

Saat ini jaringan luas kesepakatan, hindari ancaman nyata dampak buruk dari
konvensi, instrument, dan prinsip-prinsip kerusakan Hutan terhadap manusia.
hukum internasional lainnya, telah hadir Dalam pandangan Peter Haas (2004),
untuk mengatur eksploitasi lingkungan. fenomena-fenomena perubahan pandangan
Institusi pengatur internasional dan tawar- soal isu isu besar yang bersumber kepada
menawar terhadap regulasi lingkungan telah pendinginan menjadi pemanasan global, yang
menjadi tema dari sebagian penelitian kemudian mengemuka secara global, adalah
mutakhir (misalnya seperti kumpulan fakta yang semakin menegaskan peran
penelitian oleh hurrell dan kingsbury,1992; komunitas epistemik (epistemic community)
Haas et al., 1993, Young ,1994). Institusi- dalam hal produksi pengetahuan dan
intitusi baru terus-menerus didirikan dan pemanfaatan ruang kekuasaan untuk
prinsip-prinsip baru pun bermunculan, mempengaruhi proses-proses politik.
misalnya prinsip kehati-hatian, hak-hak antar Menurut Haas, wacana perubahan
generasi, kejahatan lingkungan, mulai iklim global, sejak dulu hingga sekarang tidak
menjiwai meja perundingan. bisa dilepaskan dari pertalian seperti ini.
Menurut Birnie, pemanfaatan sumber- Artinya, kalau kita menggunakan cara
sumber dan konsep-konsep hukum pandang ini, apa yang dinamakan fakta dan
Internasional yang sudah ada dan serangkaian kebenaran pengetahuan seringkali memang
luas organisasi terkait, munculah rezim menjadi bagian dari proses-proses politik
pengatur yang di ruang lingkup lingkungan, yang sarat dengan kepentingan. oleh
dipandang sebagai Hukum lingkungan karenanya, sering kali justru diadopsi oleh
Internasional, walaupun demikian Birnie para elit untuk melakukan kontrol sosial
beranggapan jika negara masih belum siap (social order). Atas dasar itu maka diperlukan
untuk meninggalkan prinsip kedaulatan demi proses-proses sosial yang lain dalam rangka
kepentingan, kita menyebutnya sebagai memproduksi kebenaran dan pengetahuan
keadilan lingkungan dan ekologis (Birnie, baru yang lebih bermanfaat Haas
1998). menyebutnya sebagai usable knowledge.
Hal ini kemudian menghasilkan
Keterlibatan Komunitas Epistemik dalam bentuk respon kolaborasi yang melibatkan
Rezim REDD+ sebagai Langkah tidak hanya negara dan organisasi-organisasi
Penanggulan Bencana Global Internasional yang focus terhadap hal ini,
Didorong oleh kriteria epistemic akan tetapi juga para pemangku kepentingan
mengenai kerusakan alam yang membahaya- yang lain seperti sektor swasta, lembaga
kan planet dan manusia didalamnya,yang donor, akademisi, organisasi-organisasi non
berlaku secara global tanpa mengenal batas pemerintah, dan masyarakat sipil perubahan
negara dalam hal ini, peran para ahli dan iklim menjadi isu yang mengemuka dan
ilmuwan menjadi penting dan mulai direspon oleh banyak kalangan. Skenario
diperhatikan pendapatnya tentang apa yang perubahan iklim yang digambarkan melalui
sedang terjadi dengan alam dan respon seperti berbagai narasi besar, baik itu dokumen UN
apa yang harus dilakukan. Posisi para kaum IPCCC, laporan Stern (2006) tentang dampak
intelektual dalam bidang ini menjadi sebagai ekonomi perubahan iklim, film documenter
kunci inovasi untuk turut memajukan isu An Inconvenient Truth Al Gore (2006), fiksi
Internasional dan memberikan rujukkan The Day After Tomorrow Roland Emmerich
bahwa apa yang harus dilakukan adalah demi (2004), ataupun Avatar James Cameron
kepentingan bersama dalam meng- (2009), yang dengan distribusi global mampu
Haryadi, Moh Arief Rakhman: Rezim Internasional Lingkungan Hidup dan Epistemic Community dalam Program
Reducing Emission From Deforestation And Forest Degradation+ di Jambi

menjangkau lebih luas dari sekedar publikasi dikodifikasikan dalam COP 16 (Cancun,
tentang pembahasan-pembahasan di meja 2010) ketika disepakati bahwa setiap negara
perundingan Internasional. berkembang yang ingin melakukan REDD+
Pemerintah Inggris mengeluarkan boleh melaksanakan yang mana saja dari
laporan menggemparkan mengenai dampak kelima kegiatan berikut:2 Mengurangi emisi
perubahan iklim terhadap kinerja per- dari deforestasi, Mengurangi emisi dari
ekonomian global (stren report), Bank Dunia degradasi hutan, Konservasi simpanan karbon
melakukan inisiasi-inisiasi penurunan emisi hutan, Pengelolaan hutan yang berkelanjutan,
gas rumah kaca dengan skema REDD Peningkatan simpanan karbon hutan.
(Reducing Emition from Deforestation and Dalam COP 16 dan COP 17 (Durban,
Degradation), PBB mengeluarkan protokol 2011) ada tambahan kemajuan besar dalam
UNFCCC sebagai bentuk komitmen bersama beberapa aspek metodologis kunci REDD+
negara-negara di dunia untuk mengatasi termasuk keputusan mengenai tingkat
perubahan iklim, dan lain sebagainya. Maka referensi dan kerangka pengaman serta
tidak berlebihan rasanya kalau yang semula mengenai negara-negara tropis yang
perubahan iklim hanya bergulat di tataran mengembangkan strategi nasional REDD+. Di
akademis, perlahan tapi pasti mulai memasuki Cancun, mengakui bahwa negara-negara
wilayah-wilayah praksis, kalau pada awalnya REDD+ berada dalam berbagai tahap
dianggap konstruksi dan penjelasan ilmu perkembangan yang berbeda, juga disepakati
pengetahuan terhadap fenomena alam, kini bahwa REDD+ harus dilaksanakan secara
berubah menjadi arena negosiasi kepentingan bertahap. Meskipun tidak ada keputusan yang
politik-ekonomi Utara-Selatan (hal ini dibuat mengenai REDD+ dalam COP 18
kemudian memunculkan istilah “geopolitik” (Doha, 2012), ada kemajuan yang dicapai
perubahan iklim). melalui kegiatan intervensi sebelum COP 19
(Warsawa, 2013). Kemajuan-kemajuan ini
Perkembangan REDD+ Sebagai memberikan cetak biru untuk pedoman di
Mekanisme Global masa depan yang diperlukan untuk
Pada perkembangannya dalam COP memastikan bahwa program-program REDD+
15 yang diadakan di Copenhagen, 2009, nasional akhirnya dapat menjadi kerangka
istilah REDD Plus (atau REDD+) pertama kerja internasional yang koheren dan kredibel.
kali muncul,1 dan solusi berbeda semakin Selain itu, REDD+ terus dikembangkan
menghangat. Pergeseran halus namun melalui berbagai inisiatif pendanaan bilateral
penting ini mengakui berkembangnya dan multilateral. REDD+ telah muncul
kesadaran dan tekanan dari negara-negara sebagai proposal internasional yang penting
berkembang, bahwa hilangnya hutan tidak yang dikembangkan dengan negosiasi-
bisa ditangani secara memadai kecuali kalau negosiasi UNFCCC.
dimasukkan ke dalam serangkaian kegiatan Tujuan di balik REDD+ sebenarnya
yang lebih luas daripada sekedar deforestasi. sederhana: negara-negara tropis yang bersedia
Perubahan ini baru secara resmi dan mampu mengurangi emisi dari deforestasi
dan degradasi hutan harus mendapatkan
1
Istilah REDD+, dibandingkan REDD, kompensasi karena telah melaksanakannya
pertama kali muncul dalam UNFCCC dalam pidato
Ketua Kelompok Kerja Ad Hoc UNFCCC mengenai (Scholz and Schmidt, 2008). Meskipun tujuan
Kerja sama Jangka Panjang berjudul “Pemenuhan
Rencana Aksi Bali dan Komponen Hasil yang
Disepakati” FCCC/ AWGLCA/2009/4 sebagai
singkatan untuk ayat 1 b iii) dari Bali Action Plan.
JISIP-UNJA, Vol.1, No.1, Juli – Desember 2017

dari REDD+ sederhana, akan tetapi ini dilakukan agar Indonesia memiliki suara dan
pelaksanaannya sama sekali tidak. Seiring posisi yang lebih baik.
dengan beralihnya REDD+ secara perlahan Selain, sebagai negara yang memiliki
dari teori ke praktek, para pembuat kebijakan, hutan tropis terbesar kedua di dunia, sudah
praktisi dan para pemangku kepentingan barang tentu menjadi fokus perhatian berbagai
lokal, nasional, dan internasional lainnya akan kalangan internasional dalam hal isu
perlu mengatasi banyak tantangan dan penanggulangan perubahan iklim ini. Melalui
rintangan yang sulit untuk mencapai zero net model-model pengelolaan hutan lestari dan
emisi dari deforestasi dan degradasi hutan pencegahan-pencegahan degradasi serta
(ZNEDD). Meskipun tidak ada keputusan deforestasi, Indonesia dipandang memiliki
yang disusun mengenai REDD+ dalam COP peluang yang besar untuk ikut berkontribusi
18 (Doha, 2012), ada kemajuan yang dicapai dalam mengurangi dampak buruk perubahan
melalui kegiatan intervensi sebelum COP 19, iklim. Kendati pun demikian, tingginya laju
sebab bagaimanapun sudah tidak bisa di degradasi dan deforestasi yang selama ini
pungkiri bahwa jasa ekosistem yang diberikan terjadi, baik karena pembalakan liar maupun
oleh hutan sangat besar, jika jasa lingkungan konversi lahan hutan untuk perkebunan,
yang di sediakan oleh hutan bisa dinilai pertambangan dan pemukiman justru
dengan tepat salah satu hasilnya adalah memberikan ancaman yang sangat serius bagi
konsep pembayaran untuk hal ini payments peningkatan emisi karbon di udara.
for environmental service/ benefits (PES). Meskipun perhitungan berbeda-beda,
yang kini mulai banyak berlaku di banyak tingkat deforestasi di Indonesia diperkirakan
negara. PES bekerja dengan menciptakan sekitar 1,8 juta ha per tahun, atau sekitar 2%
pasar atau harga atas kebaikan atau jasa dari luas seluruh tutupan hutan (Bank Dunia
ekosistem yang di tetapkan dengan baik, atau 2007). Antara tahun 1990 dan 2005, Indonesia
tata guna lahan yang mendukung jasa kehilangan sekitar 28 juta ha hutan atau 24%
tersebut, dan penyedia dan pembeli yang dari luas seluruh tutupan hutan (FAO 2006).
dapat diidentifikasi dengan jelas dan dapat Menurut data Kementerian Kehutanan,
mengikat kontrak sukarela (Wunder : 2005) pembalakan liar telah mencapai 75%
konsumsi kayu tahunan di Indonesia (2002),
Keterlibatan Indonesia dalam REDD+ dan walaupun angka ini telah anjlok di tahun-
Penerapannya di Provinsi Jambi tahun terakhir. Emisi karbon dioksida tahunan
Setelah adanya UNFCCC ke-13 Indonesia diperkirakan sedikitnya lebih dari 3
mengenai pembahasan isu mekanisme REDD, milyar ton, yang 85% diantaranya berasal dari
Indonesia menggunakannya sebagai instrumen kehutanan dan perubahan penggunaan lahan
untuk membangun politik luar negeri Indonesia (PEACE 2007). Penggerak deforestasi di
dengan pembentukan image dalam Indonesia pada umumnya mencakup
mengembangkan citra Indonesia di mata perluasan lahan pertanian dan bioenergi,
masyarakat internasional hal ini memastikan pembalakan, dan pembangunan infrastruktur.
posisi Indonesia sebagai negara yang penting Menurut Buckland (2005), perkebunan kelapa
terkait dengan isu ini. Keseriusan untuk sawit merupakan penyebab utama frekmentasi
berkontribusi aktif dalam memperluas nilai- hutan dan hilangnya habitat hutan (CIFOR:
nilai positif kerjasama internasional pada 2010).
hakekatnya merupakan refleksi atas pilihan Perubahan iklim dan pemanasan
yang dibuat oleh Indonesia untuk menyikapi global membuat Indonesia mempunyai
dinamika isu lingkungan di tingkat global. Hal potensi besar sebagai “korban” yang terkena
Haryadi, Moh Arief Rakhman: Rezim Internasional Lingkungan Hidup dan Epistemic Community dalam Program
Reducing Emission From Deforestation And Forest Degradation+ di Jambi

banyak dampak negatif, sebagai penyumbang biasa (business un-usual), jika target tersebut
emisi gas GRK yang mencemari dunia, atau ingin dicapai.
sebagai penyerap dan penyimpan karbon, Dalam memenuhi prasyarat itu,
sering disebut “paru-paru” dunia, bila instrumen pendanaan membutuhkan Kerangka
tutupan hutan dan lahan gambut nya tetap Pengaman (safeguards), agar REDD+ dapat
terjaga dan terhindar dari ancaman kebakaran, berjalan. Kerangka Pengaman REDD+
deforestasi, dan degradasi hutan. Meski belum diajukan, karena munculnya berbagai
ada kepastian mengenai besaran emisi GRK kekhawatiran global berkenaan dengan
Indonesia versi perhitungan pihak Indonesia dampak negatif kegiatan REDD+ di tingkat
Sendiri, perkiraan saat ini menunjukkan pelaksanaan. Dampak-dampak negatif
bahwa sektor kehutanan dan alih guna lahan tersebut antara lain: konversi hutan alam
menyumbang emisi dengan jumlah lebih besar menjadi hutan tanaman industri, perkebunan
dibanding emisi dari sektor energi dan sektor kelapa sawit atau bentuk pemanfaatan lainnya
lain. Indonesia berada di persimpangan jalan yang mempunyai keanekaragaman hayati
yang krusial. Di satu sisi, pemerintah yang rendah dan mengarah pada kerusakan
menargetkan pencapaian pertumbuhan ekosistem dan kehilangan keanekaragaman
ekonomi sebesar 7% per tahun, di sisi lain ada hay ati, hilangnya kawasan tradisional yang
target untuk menurunkan emisi Gas Rumah mengarah pada penggusuran masyarakat adat,
Kaca (GRK) sebesar 26% dengan upaya hilangnya hak-hak masyarakat terhadap lahan,
sendiri dan 41% dengan bantuan komunitas wilayah dan sumberdaya, serta memunculkan
internasional pada tahun 2020. Hal ini terjadinya korupsi, nepotisme dan kolusi baru
merupakan tantangan besar yang memerlukan dalam penerapan REDD+.
pengalihan dari paradigma dan cara “ seperti
biasa, business-as- usual” kepada cara “ tidak

Gambar 1
Struktur pengorganisasian dan Timeline kerja
Sumber : BP REDD+

Sebagai sebuah pendekatan sub- tidak lepas dari tata kelola yang baik, yang
nasional, terjaminnya keberhasilan REDD+ dimaksud tata kelola yang baik yaitu mengacu
JISIP-UNJA, Vol.1, No.1, Juli – Desember 2017

pada keseluruhan legalitas, legitimasi dan dalam pengelolaan hutan di Provinsi jambi
partisipasi dalam pembuatan kebijakan. diklasifikasikan sebagai berikut:
Kepercayaan dan penerimaan oleh para 1. Degarasi hutan yang menyebabkan lahan
stakeholder yang terlibat dalam pembuatan kritis hamper 1 juta Ha di dalam dan di
kebijakan. Kepercayaan dan penerimaan oleh luar kawasan yang mendesak untuk
pihak yang memiliki kepentingan mengurangi direhabilitasi, disebabkan oleh Ilegal
resiko konflik dan bahkan kegagalan dalam logging, perambahan dan kebakaran
implementasi REDD+ (Cifor, 2010). Dengan hutan/ lahan, Lahan kritis dan sangat
kata lain, REDD+ membutuhkan Governance kritis di dalam kawasan hutan seluas
yang memiliki sifat inklusif, koheren dan 435.932,70 Ha dan di luar kawasan hutan
partisipatif disbanding pola lama yang selama seluas 794.658,80 Ha.
ini sudah dipakai, terutama di provinsi Jambi. 2. Konflik/ Okupasi Penggunaan Kawasan
Langkah-langkah yang telah disusun Hutan di 8 kabupaten (13 Kasus)
BP REDD+, membawa paradigma baru yang Permasalahan: Desa Senyerang, PPJ, PT.
coba dimasukan dalam program-program REKI, PT. Wanakasit Nusantara, PT.
REDD+ yang akan diterapkan di daerah, Agronusa Alam Sejahtera, PT. Lestari
Beyond Carbon, More than Only Forest Alam Jaya, SAD, PT. Tebo Multiagro,
Trees. Sebuah slogan menunjukan bahwa PT. Malako Agro, PT. Mugitriman, PT.
program-program REDD+ nantinya akan Jebus Maju, Kasus Sungai Tebal dan PT.
memberikan kepedulian lebih, yang tidak Eramitra Agro Alam Lestari. Beberapa
hanya pada deforestasi dan degradasi Hutan masalah sedang dalam proses
namun juga elemen-elemen yang terkait penyelesaian baik secara hukum maupun
dengan Hutan secara langsung. Masyarakat bukan: Persatuan Petani Jambi di 5
Adat & Masyarakat Lokal, Keanekaragaman Kabupaten PT. REKI, PT. Lestari Alam
Hayati, dan Jasa Lingkungan yang disediakan Jaya, PT. Agronusa Alam Sejahtera.
oleh alam menjadi prioritas utama di samping 3. Rendahnya peran serta masyarakat dalam
penurunan emisi itu sendiri (BP REDD+: pengelolaan hutan Realisasi Hutan
2014). Tanam Rakyat hanya 7 % dan dan
Provinsi Jambi salah satu diantara 12 kemitraan masih rendah.
provinsi percontohan dari program REDD+, 4. Memburuknya kinerja perusahaan
alasan yang cukup kuat menjadikan provinsi kehutanan di Provinsi Jambi yang
Jambi sebagai percontohan yaitu beroperasi di beberapa kabupaten pemilik
ditemukannya permasalahan kehutanan yang Hutan,indikasi hal ini adalah Produksi
dianggap berkontribusi terhadap deforestasi kayu bulat, kayu bulat kecil dan BBS
dan degradasi hutan. Konflik berbasis lahan di semakin turun, Dari 104 unit Industri
Jambi di mana konflik lahan antara Primer Hasil Hutan hanya 40 Unit yang
masyarakat dan sejumlah perusahaan di beroperasi.
Provinsi Jambi semakin meluas. Jumlah 5. Kurangnya SDM (Tenaga Polhut, Juru
konflik lahan sejak tahun 2009 lalu yang Ukur dan penyuluh Kehutanan) serta
diperkirakan terjadi di 52 desa dengan 34 Sarpras, Kurangnya Polhut (± 278
perusahaan membengkak, saat ini personil UPT Kemenhut/ Dishut dan
diperkirakan konflik terjadi di 137 desa. Kabupaten/ Kota), Juru ukur (12
Melalui data resmi Dinas Kehutanan personil) , Penyuluh Kehutanan (18
Provinsi Jambi (Dishut, 2014), permasalahan personil), Kurang penyegaran dan
umumnya mendekati purna tugas,
Haryadi, Moh Arief Rakhman: Rezim Internasional Lingkungan Hidup dan Epistemic Community dalam Program
Reducing Emission From Deforestation And Forest Degradation+ di Jambi

Anggaran dan peralatan yang kurang satu provinsi yang mengikuti proyek
memadai. wilayah percontohan atau juga disebut dengan
Provinsi Jambi merupakan salah satu demonstration activities (DA).
provinsi dari 16 provinsi di indonesia yang Menurut Stephem Krasner rezim
memiliki luasan hutan yang cukup besar. merupakan prinsip, norma, aturan, dan
Dengan luas hutan yang dimiliki 934000 prosedur pengambilan keputusan, baik secara
Hektar hutan primer yang dalam keadaan implisit maupun eksplisit, yang diharapkan
kritis, angka tersebut meningkat 2 kali lipat untuk mengatur perilaku-perilaku aktor atas
jika menambahkan 883.000 hektar hutan isu-isu tertentu. Dengan adanya
sekunder yang juga terdegradasi. Kepemilikan rezim, decision-making dalam kebijakan
luas hutan yang amat besar secara domestik maupun internasional akan memiliki
keseluruhan oleh provinsi Jambi yaitu batas-batas (Krasner,1982). Selanjutnya,
2.107.746 hektare memiliki potensi yang menurut Krasner,Rezim internasional
sangat besar terhadap lingkungan, bagi terkadang muncul sebagai reaksi terhadap
lingkungan kawasan hutan dengan luas adanya kebutuhan untuk melakukan
wilayah sebesar itu sangat berpotensi koordinasi perilaku berbagai negara tentang
mengurangi emisi gas rumah kaca. suatu isu tertentu. Di tengah-tengah absennya
Berdasarkan perhitungan dan analisis suatu rezim yang dominan, perjanjian-
Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) perjanjian bilateral yang ada dapat
2010 terhadap pertumbuhan emisi dan menggantikan pola pengaturan di seluruh
mitigasi bahwa Dalam skenario bisnis seperti dunia. Kehadiran suatu rezim berisikan
biasa/business As Usual, Provinsi Jambi akan perjanjian multilateral dapat menggantikan
menjadi kontibutor emisi gas rumah kaca perjanjian bilateral, berisikan standar yang
yang signifikan di Indonesia sampai tahun dapat diterapkan secara efisien dalam
2030. Selanjutnya diterangkan Emisi bersih berbagai bentuk sejauh ini REDD+,
GRK tahunan Jambi pada tahun 2005 menjalankan fungsi penting yang dibutuhkan
diperkirakan mencapai 57 MtCo2e, setara dalam hubungan antarnegara dan merupakan
dengan sekitar 3 persen dari total emisi aktor independen dalam politik internasional.
Indonesia. Respon dari pemerintah Provinsi
Selain itu Provinsi Jambi telah Jambi untuk mengawali program ini adalah
memiliki beberapa kerjasama terkait dengan dengan, membentuk Komisi Daerah REDD+
penanggulang deforestasi dan degradasi (KOMDA REDD+) Jambi. Jika di tingkat
Hutannya, keterlibatan Rezim Lingkungan nasional yang pembentukannnya di dasarkan
Hidup Internasional di Provinsi ini sendiri pada Keputusan Gubernur Nomor 356/Kep.
sudah berlangsung lama, baik itu secara Gub/Ekbang&SDA/2011 tanggal 3 Agustus
langsung membawa nama organisasi ataupun 2011 yang kemudian mengalami Revisi pada
dengan perpanjang tangan sebagai pendonor tahun 2014 Keputusan Gubernur Jambi
dengan fasilitator lapangan yang langsung Nomor 441/Kep.Gub/ Setda. APSDA-
terlibat di lapangan. Salah satu instrumen 3.1/2014 tanggal 12 Agustus 2014.
kebijakan yang disepakati dan dinilai efektif Kelembagaan REDD+ Provinsi seperti
untuk meningkatkan upaya mitigasi KOMDA REDD+ akan berfungsi menjadi
perubahan iklim adalah skema pasar karbon. instrumen pendanaan dan mekanisme
Pendapat inilah yang mendasari skema pemantauan REDD+. Walaupun masih
REDD+ di Indonesia dan kemudian mengalami masa trial and error karena
memasukan Provinsi Jambi ke dalam salah permasalahan untuk mensinkronkan tindakan
JISIP-UNJA, Vol.1, No.1, Juli – Desember 2017

antara Rencana Aksi Nasional berdasarkan based atau pendekatan kognitif menilai bahwa
pada langkah internasional dan keadaan di ilmu pengetahuan berpengaruh signifikan
tingkat provinsi masih mengalami hambatan terhadap gagasan, ideologi, serta preferensi
di beberapa wilayah, namun proses tersebut para actor dalam merumuskan kebijakan
tetap dijalankan. Salah satu yang sangat domestik, maupun internasional (Cowhey,
penting adalah instrumen pendanaan REDD+, 1990).
yang harus memenuhi standar akuntabilitas Penekanan pendekatan kognitif
dan transparansi, dan harus dipastikan tidak terhadap pentingnya ilmu pengetahuan dan
akan mendatangkan dampak negatif dari sisi komunitas epistemik yang terdiri dari para
sosial dan lingkungan. ilmuwan, tidak hanya ikut serta berperan
Adanya keterlibatan komunitas dalam memunculkan suatu rezim ternasional
epistemik Internasional di Provinsi Jambi, namun juga dapat serta mengawal secara lebih
pada sektor kehutannya semakin terakomodir dekat bagaimana implementasi dari apa yang
dengan skema REDD+ yang lebih membuka sudah mereka bentuk. Komunitas epistemik
pintu kolaborasi antara pemerintah Daerah ini juga memilki pengaruh dalam pembuatan
dan NGO dan OI yang ada di Provinsi Jambi. keputusan dalam suatu rezim. Menurut
Kerjasama yang terjadi, ditegaskan pula pada Habermas (Goode, 2005), melalui pandangan
Strategi Rencana Aksi Provinsi REDD+ Jambi tersebut, kelompok ilmuwan hadir dalam
yang disusun melibatkan para pemangku lingkaran politik melalui kontribusi dalam hal
kepentingan pada sector pembangunan di hasil pengamatan, penelitian, pengumpulan
daerah dan berbagai unsur masyarakat lokal fakta, dan data sebagai titik tolak kebenaran
untuk memperkaya substansi SRAP REDD+, serta juga sebagai pertimbangan sosial praktis
meningkatkan kepemilikan, dukungan dan dalam merumuskan kebijakan.
keterlibatan dalam pelaksanaan rencana aksi.
Hal ini sejalan dengan pendekatan knowledge

Gambar 2
Landasan Pikir SRAP REDD+ Jambi
JISIP-UNJA, Vol.1, No.1, Juli – Desember 2017

Mengacu pada gambar di atas, benar terhadap target penurunan emisi


terlihat visi-misi SRAPP REDD+ Provinsi nasional sebesar 26-41% pada tahun 2020
Jambi, dimulai tujuan jangka pendek (2012 – yang nantinya akan menjadi pemenuhan kuota
2015) : perbaikan kondisi tata kelola hutan, untuk penurunan emisi Internasional.
kelembagaa serta iklim investasi secara
strategis di Provinsi dan Kabupaten/ Kota, Tujuan jangka panjangnya
agar dapat mendukung pencapaian komitmen (2012-2030) yang dilakukan secara pararel
provinsi dan Indonesia dalam pengurangan dengan tujuan menengahnya adalah
tingkat emisi gas rumah kaca sebesar 7,9 mengubah hutan dan lahan gambut yang
Mega ton CO2e, khusunya dari sektor alih berada di provinsi jambi menjadi kawasan
guna lahan, kehutanan dan lahan gambut. penyimpan karbon (net Carbon Sink) pada
Tujuan jangka menengahnya (2012-2020) tahun 2030 sebagai hasil pelaksanaan
terlaksanannya pertumbuhan ekonomi rendah kebijakan pertummbuhan ekonomi rendah
emisi karbon dengan tata kelola sumberdaya emisi karbon yang benar dan berkeadilan
lahan, hutan dan lahan gambut yang baik untuk keberlanjutan fungsi dan jasa ekosistem
sesuai dengan kebijakan dan tata cara yang hutan, kelestarian keaneka ragaman hayati
dibangun, dan mekanisme keuangan yang guna mendukung kelangsungan pembangunan
telah di tetapkan dan dikembangkan agar ekonomi daerah dan kesejahteraan jangka
dapat memberikan kontribusi yang nyata dan panjang di Provinsi Jambi.

Gambar 3
Peta Fungsi Kawasan Provinsi Jambi

Beberapa lembaga pendonor dana 1. DANIDA (Donor Ministry of


internasional di Provinsi Jambi, yang telah Foreign Affairs Denmark), secara
didata oleh UNORCID antara lain: tidak langsung terlibat dalam beberapa
proyek reforestasi yang sedang
JISIP-UNJA, Vol.1, No.1, Juli – Desember 2017

berjalan di Jambi, salah satu 6. HIVOS (Organisasi Internasional


penyandang danan untuk proyek berasal dari Belanda), bertujuan untuk
Harapan Rain Forest, yang menangani masalah-masalah global
membentang di sepanjang perbatasan yang terus-menerus. Mereka me-
Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan. nentang diskriminasi, ketidakadilan,
2. KFW (Bank Pendukung bagi penyalahgunaan kekuasaan dan
perekonomian Jerman dan Bank penggunaan berkelanjutan sumber
Pembangunan bagi negara-negara daya. Di Provinsi jambi dipusatkan
berkembang), bertujuan mendanai pada bdang advokasi masyrakat lokal,
investasi dan konsultasi berkaitan melalui perpanjangan tangan beberapa
proyek guna pengembangan LSM lokal.
infrastruktur perekonomian dan sosial 7. Solidaridad Network (Organisasi
negara-negara mitra kerjsama, serta non-pemerintah berasal dari Belanda),
proyek perlindunganlingkungan hidup organisasi non-pemerintah, yang
dan sumber daya alam. khusus menghubungkan pengguna
3. FZS (Frankfurt Zoological Society), akhir produk pertanian dan petani
sebagai Program Reintroduksi Orang kecil (small horders) dalam bidang
Utan Sumatera (PROS) di Provinsi pelatihan di berbagai negara. Selain
Jambi, dengan berfokus pada wilayah itu, sebagai lembaga konsultasi
hutan Jambi terutama Harapan Rain manajemen berkelanjutan yang
Forest. Selain itu mendanai dan bertujuan memperluas peluang
mengelola pusat pelepas liaran orang kerjasama dengan seluruh pemangku
utan, melakukan kegiatan pendidikan kepentingan di Indonesia dalam
untuk masyarakat tentang alam membangun sektor agribisnis yang
(Nature Education). berkelanjutan, melalui pratek usaha
4. The Samdhana Institute (Komunitas yang mengurai dampak negatif dari
Pemberdayaan Masyarakat perkebunan sawit, limbah pengolahan.
Internasional), telah berada di Jambi Perubahan sosial masyarakat sekitar
selama 3 tahun sebagai bagian dari akibat adanya kebut sawit dan
proyek REDD internasional. Tahun meminimalkan konflik antar pelaku di
2015 Samdhana merealisasikan sepanjang rantai supply.
komitmen untuk mendukung program
kesiapsiagaan masyarakat terhadap Beberapa pihak lainnya, seperti
skema REDD internasional terkait Roundtable Suistainable Palm Oil (RSPO),
penyelamatan sumber daya hutan organisasi nirlaba, yang kegiatan mereka di
Sumatera selama satu tahun ke depan. Provinsi Jambi adalah mendukung kegiatan
5. MISEREOR (Organisasi Wali Gereja persiapan petani agar dapat disertifikasi
Jerman), memfokuskan untuk sehingga petani juga dapat memanfaatkan
memerangi kemiskinan di Afrika, Asia pasar minyak sawit seluas mungkin seperti
dan Amerika Latin, khusunya di perusahaan besar yang telah bersertifikat
Provinsi Jambi, mereka menangani RSPO (Roundtable Suistainable Palm Oil).
Suku Anak Dalam, karena adanya Kemudian ada USAID yang telah berkerja
REDD+ dapat memiliki potensi lebih sama dengan Dinas Kehutanan Provinsi Jambi
baik atau terancam. dan UNDP Indonesia serta didukung oleh
Program SIAP II salah satu fase penerapan
Haryadi, Moh Arief Rakhman: Rezim Internasional Lingkungan Hidup dan Epistemic Community dalam Program
Reducing Emission From Deforestation And Forest Degradation+ di Jambi

REDD+, CSR Petrochina bentuk tanggung karenanya, Provinsi Jambi harus berinteraksi
jawab sosial dari salah satu perusahaan langsung dengan REDD+ sebagai sebuah
Transnasional yang ada di Jambi, bentuk rezim internasional, yang memiliki
Vredeseilanden Country Office kecenderungan untuk menempatkan regulasi
(VECO) organisasi internasional asal Belanda internasional dalam kerangka negara (state-
yang bergerak di bidang pengembangan rantai centric), rezim internasional dibentuk untuk
pertanian terpadu dan berkelanjutan, memfasilitasi hubungan kerjasama dalam
advokasi, serta penyadaran konsumen akan membahas isu-isu tertentu dengan seperang-
gaya hidup sehat.di jambi keterlibatan dalah kat aturan-aturan yang disepakati bersama-
hal advokasi dan sharing knowledge dengan sama.
petani lokal sudah cukup sinergis. Ford Dalam pendekatan sub-nasional,
Foundation lebih tepatnya yang terlibat maka keberhasilan REDD+ tidak lepas dari
langsung di Provinsi Jambi adalah Climate tata kelola yang baik, mengacu pada
Land Use Alliance (CLUA) Aliansi Iklim dan keseluruhan legalisasi, legitimasi dan
Penggunaan Tanah sebuah aliansi dari empat partisipasi dalam penyusunan kebijakan.
lembaga filantropis berbasis di AS, Kepercayaan dan penerimaan oleh pihak yang
didalamnya ada Ford Foundation, Moore memiliki kepentingan menguras risiko konflik
Foundation, Climate Works Foundation dan dan bahkan, kegagalan dalam meng-
Packard Foundation. Tahun 2010 CLUA implementasikan REDD+, artinya bahwa
memberikan dana sejumlah USD1,3 juta pada Governance membutuhkan sifat inklusif,
Ford Foundation, sebagian besar ditujukan koheren dan partisipatif, dibandingkan dengan
“untuk mendukung Dewan Nasional pola lama yang selama ini telah dipakai,
Perubahan Iklim (DNPI) dan BP REDD+ terutama di Provinsi Jambi.
merancang dan menerapkan unsur-unsur dari
Surat Pernyataan Kehendak (LoI) antara Penutup
Indonesia dan Norwegia”. Di Provinsi Jambi, Provinsi Jambi sebagai salah satu
perolehan dananya diarahkan pada strategi provinsi yang mendukung penerapan program
mendukung persetujuan atas Dasar Informasi REDD+ guna menanggulangi laju deforestasi
Awal Tanpa Paksaan (padiatapa) yang dan degradasi hutan yang semakin meluas di
dilakukan di fase-fase awal penerapan wilayahnya. Program REDD+ dianggap dapat
REDD+. menjadi salah satu solusi untuk mengurangi
Dari sekian banyak NGO dan OI peningkatan gas rumah kaca dan emisi
yang terlibat, maka total sumber dana yang karbonnasional yang berakibat pada
berputar di sektor mitigasi perubahan iklim perubahan iklim dan pemanasan secara
lewat pengurangan emisi oleh deforestasi dan global. Selain itu program REDD+ dianggap
degradasi hutan di Jambi tercatat tidak mampu menyatukan agenda penyelamatan
kurang dari USD. 360,350,000 (UNORCID, lingkungan dan pengentasan kemiskinan
2014) hal ini berputar dalam berbagai bentuk dengan kepentingan kapitalisme modal dalam
program dan proyek yang pada dasarnya satu instrumen pemersatu.
masuk kriteria dalam skema REDD+ nasional. Proses masuknya REDD+ di Provinsi
Kegiatan di lapangan dan dilakukan dengan Jambi telah berjalan 3 tahun. Selama fase
perpanjangan stakeholeder lokal maupun persiapan tersebut, pemerintah dan para
NGO asing, potensi bagi pemerintah Provinsi stakeholder lokal merespon positif terhadap
Jambi, untuk ikut serta mensukseskan program tersebut. Dalam masa persiapann ya
program nasional yang berlangsung. Oleh telah berhasil membawa diskursus REDD+
JISIP-UNJA, Vol.1, No.1, Juli – Desember 2017

lebih dari hanya sekedar mitigasi bencana Brown, Seymour, and L. Pesket. 2008. “How
perubahan iklimsaja, namun mampu do We Achieve REDD Co-Benefits and
mengetengahkan sosial dan politik kehutanan Avoid Doing Harm?” Dalam Moving
Ahead with REDD: Issues, Option,
dalam arena-arena perdebatan dari
and Implication,disunting oleh A.
berbagaipihak. Angelsen, 107-118. Bogor: Center for
Dalam penelusuran lebih lanjut, International Forestry Research
belum dapat menjawab permasalahan (Cifor).
mendasar, yaitu ekonomi yang sering disebut Center for International Foresty Research.
sebagai “beyond just carbon”. Persiapan REDD Apakah itu? Pedoman Cifor
program REDD+ di Jambi, terlihat lebih tentang Hutan, perubahan iklom dan
REDD+. Diakses 18 juli 2014.
disibukan dengan permasalahan teknis,
http://cifor.org.
seperti standarisasi, sertifikasi karbon, dan Cowhey, Peter F. 1990. States and Politics in
pranata regulasi kehutanan dari instiusi baru. American Foreign Economy Policy.
Hal tersebut selalu mucul dalam bentuk “In International Trade Policies:
kepastian hukum dan tenurial, rencana tata Gains from Exchane between
guna lahan, hubungan antar instansi Economics and Political Science,
pemerintah dan konflik sosial terkait dengan edited by John S. Odell and Thomas
D. Willett. Ann Arbor, MI: University
kawasan hutan serta konsesi-konsesi di
of Michigan Press
atasnya. Duncan dkk, Raymond. 2003. World Politics
Begitu pula dalam pelaksanaan in 21st Century. New York: Longman.
program REDD+ di lapangan belum dapat Goode, Luke. 2005. “Jürgen Habermas
dianggap optimal, hal itu diperlihatkan Democracy and the Public Sphere”.
melalui indeks tata kelola hutan tidak Archway, London: Pluto Press.
Haas, Peter M. 1992.“Introduction: Epistemic
menunjukan perubahan nilai yang signifikan
Communities and International Policy
pada tahun 2013-2014. Oleh karena itu Coordination,” International
berdampak pada bertambahnya permasalahan Organizational, Vol. 46, No. 1,
yang belum terpecahkan, awal 2015 lembaga Knowledge, Power, and International
pusat yang menangani program REDD+ Policy Coordination. (Winter, 1992),
mengalami peleburan, menyebabkan pp. 1-35
kebingungan bagi pelaksana program di Krasner, S. D. 1983. Structural Causes and
Regime Consequences: Regime as
lapangan.
Intervening Variable. In International
Regimes (pp. 1 - 21). United State of
America: Cornell University Press.
Daftar Pustaka Masripatin, Nur., Rufi’ie, Ginoga, K., Siregar,
C. Anwar., dkk. 2010. Strategi REDD
Bayliss and Smith. 1997. The Globalization of - INDONESIA, Fase Readiness 2009-
World Politics: An Introduction to 2012 dan Progress Implementasinya.
International Relation. New York: Jakarta: Litbang Kehutanan.
Oxford University Press. Perbatakusuma, Erwin. A., Ridwansyah, M.
Birnie, P. 1992. ”Undang-undang Widodo,Wahyu., Kurniawan, D., dkk.
Lingkungan Internasional; 2013. Strategi dan Rencana Aksi
Kesesuaiannya dengan Kebutuhan (SRAP) REDD+ Jambi 2012 – 2032
Masa Kini dan Mendatang” Dalam Dokumen Utama. Jambi: Komda
Gleeson & Low. “Justice, Society and REDD+ Provinsi Jambi.
Nature: An Exploration of Political
Ecology”. London: Routledge.
Haryadi, Moh Arief Rakhman: Rezim Internasional Lingkungan Hidup dan Epistemic Community dalam Program
Reducing Emission From Deforestation And Forest Degradation+ di Jambi

Perwita, Banyu &Yani. 2005. Pengantar Ilmu Kenya: United Nations Environment
Hubungan Internasional. Bandung: Programme.
Rosdakarya Tim Penyusun UNORCID. 2014. Presentasi
Redd-Monitor. 2012.”interview with kuntoro Pengenalan REDD+ di Jambi untuk
Mangkusubroto, Head of Indonesia Para Pemangku Kebijakan Lokal.
REDD+ Task Force : we are starting Jambi: Perwakilan UNORCID Jambi.
a new Programme , a new Paradigm, Transparency International Indonesia. 2014.
a New Concept , a New Way off seeing “Kesiapan Daerah Dalam Pencegahan
things’’. 20 September. Diakses pada Korupsi pada Program Penurunan
14 Juli 2013. (http://www.redd- Emisi.”. diakses 22 Januari 2015.
monitor.org/2012/09/20/interview- (https://www.ti.or.id/media/documents
with-kuntoro-mangkusubroto). /2015/01/15/f/i/file.pdf)
Situmorang, Abdul W., Nababan, Abdon., UNDP Indonesia. 2014. “Jambi Luncurkan
Kartodiharjo, H., dkk. 2013. Indeks Indeks Tata Kelola Hutan Tingkat
Tata Kelola Hutan, Lahan, dan Provinsi Pertama di Indonesia”.
REDD+ 2012 di Indonesia. Indonesia: Diakses 30 Desember 2014.
UN-REDD Programme. (http://www.wwf.or.id/?37082/Provins
Tim Penyusun BAPPEDA Provinsi Jambi. i-Jambi-Luncurkan-Indeks-Tata-
2010. Analisa Emisi Provinsi Jambi. Kelola-Hutan-Tingkat-Provinsi-
Jambi: BAPPEDA Provinsi Jambi. Pertama-di-Indonesia)
Tim Penyusun BAPPENAS. 2011. Jalan UNDP Indonesia. 2014. "Indeks Tata Kelola
Panjang Penataan Kembali Kebijakan Hutan 9 Kabupaten Jambi Masih Perlu
Kehutanan Di Indonesia Catatan Perbaikan:. Diakses 30 Desember
Proses Penyusunan Rancangan 2014.(http://www.beritasatu.com/kesra
Strategi Nasional REDD+ Indonesia. /235204-indeks-tata-kelola-hutan-9-
Jakarta: BAPPENAS kabupaten-provinsi-jambi-masih-
Tim Penyusun BP REDD+. 2014. Laporan perlu-perbaikan.html).
pertemuan Indonesia 11 : Pertemuan Wunder. 2005. Payments for Environmental
para pihak untuk konsultasi dan Services: some nuts and bolts. Bogor:
konsolidasi Rencana Implementasi Centre for International Forestry
REDD+ di 11 Provinsi. Jakarta: BP Research (CIFOR).
REDD+. WWF International. 2013. WWF Guide to
Tim Penyusun CIFOR. 2010. REDD Apakah Building REDD+ Strategies: A toolkit
Itu? Pedoman CIFOR tentang Hutan, for REDD+ pratitioners around the
Perubahan Iklim dan REDD. Bogor: globe. Diakses 10 Juni 2014.
Center for International Foresty (http://www.wwf.de/fileadmin/fm-
Research. wwf/Publikationen-
Tim Penyusun UNEP. 2014. Building PDF/WWF_Guide_to_Building_RED
Natural Capital: How REDD+ can D_Strategies-
Support a Green Economy, Report of A_toolkit_for_REDD_practitioners_ar
the International Resource Panel, ound_the_Globe.pdf)

Anda mungkin juga menyukai