Anda di halaman 1dari 47

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

CAMPAK, DEMAM KEJANG DAN DIFTERI

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. Zulharmaswita Sp.kep Anak

KELOMPOK 5:

Dara Yosa (203210208)

Gita Permata Syaira (203210215)

Niken Permawira (203210222)

Rendy Fajar Hidayat (203210229)

Tesa Hijriani (203210236)

Kelas: 2A

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

PRODI DIII KEPERAWATAN SOLOK

TP 2019/2020
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia- Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini tepat pada
waktunya yang  berjudul “Keperawatan Anak”

Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang penyakit
Campak, Demam Kejang Dan Difteri . Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, kesempurnaan hanyalah milik Allah semata. Oleh karena itu kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Akhir kata kami sampaikan
terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam  penyusunan makalah ini dari
awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai semua usaha kita. Aamiin.

Solok, 24 januari 2022

Penyusun

Kelompok 5
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................

DAFTAR ISI....................................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................

A. LATARBELAKANG............................................................................................................
B. TUJUAN................................................................................................................................
C. RUMUSAN MASALAH......................................................................................................

BAB II KONSEP TEORI................................................................................................................

A. Campak
B. Demam Kejang......................................................................................................................
C. Difteri.....................................................................................................................................

BAB IV PENUTUPAN....................................................................................................................

A. Kesimpulan............................................................................................................................
B. Saran......................................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Campak adalah suatu penyakit akut dengan daya penularan tinggi, yang ditandai dengan
demam, korisa, konj'ungtivitis, batuk disertai enanthem spesifik (Koplik's spot) diikuti ruam
makulopapular menyeluruh. Komplikasi campsk cukup serius seperti diare, pneumonia, otitis
media, eksaserbasi dan kematian". Kematian akibat campak sering terjadi pada anak dengan
malnutrisi terutama di negara berkembang. Terapi untuk campak dan komplikasinya menyedot
banyak sumber daya medis di sebagian besar Afrika, Asia dan Amerika Latin. Kejamg demam
merupakan tipe kejang yang paling sering dijumpai pada masa kanak-kanak. Kejang demam
biasanya menyerang anak di bawah 5 tahun dengan insiden puncak yang terjadi pada anak usia
antara 14 dan 18 bulan. Kejang demam jarang terjadi pada anak di bawah 6 bulan dan di atas 5
tahun. Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki dan terjadi peningkatan resiko pada
anak yang memiliki riwayat kejang demam pada keluarga. Kejang demam berkaitan dengan
demam, biasanya terkait penyakit virus. Kejang tersebut biasanya jinak tetapi dapat sangat
menakutkan baik bagi anak maupun keluarga.

Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (contagious disease). Penyakit ini
disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae, yaitu kuman yang menginfeksi
saluran pernafasan, terutama bagian tonsil, nasofaring (bagian antara hidung dan faringa atau
tenggorokan) dan laring. Penularan difteri dapat melalui kontak hubungan dekat, melalui udara
yang tercemar oleh karier atau penderita yang akan sembuh, juga melalui batuk dan bersin
penderita.

Penderita difteri umumnya anak-anak, usia di bawah 15 tahun. Dilaporkan 10 % kasus difteri
dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian. Selama permulaan pertama dari abad
ke-20, difteri merupakan penyebab umum dari kematian bayi dan anak - anak muda. Penyakit ini
juga dijumpai pada daerah padat penduduk dengan tingkat sanitasi rendah. Oleh karena itu,
menjaga kebersihan sangatlah penting, karena berperan dalam menunjang kesehatan kita.
Lingkungan buruk merupakan sumber dan penularan penyakit.
Sejak diperkenalkan vaksin DPT (Dyphtheria, Pertusis dan Tetanus), penyakit difteri mulai
jarang dijumpai. Vaksin imunisasi difteri diberikan pada anak-anak untuk meningkatkan sistem
kekebalan tubuh agar tidak terserang penyakit tersebut. Anak-anak yang tidak mendapatkan
vaksin difteri akan lebih rentan terhadap penyakit yang menyerang saluran pernapasan ini

B. Rumusan masalah
A. Jelaskan Pengertian Campak?
B. Sebutkan Etiologi Campak?
C. Jelaskan Patogenesis Campak?
D. Sebutkan Manifestasi Campak?
E. Sebutkan Diagnosis Campak?
F. Jelaskan Eradikasi Campak?
G. Jelaskan Pengertian Demam Kejang?
H. Sebutkan Etiologi Demam Kejang?
I. Sebutkan Manifestasi Klinis Demam kejang?
J. Jelaskan Patofisiologi Demam Kejang?
K. Jelaskan Penatalaksanaan Demam Kejang?
L. Sebutkan Komplikasi Demam Kejang?
M. Jelaskan WOC Demam Kejang?
N. Bagaimana Asuhan Keperawatan Demam Kejang?
O. Apa pengertian difteri?
P. Bagaimana etiologi difteri?
Q. Apa manifestasi klinis dari difteri?
R. Bagaimana patofisiologi difteri?
S. Bagaimana penatalaksanaan untuk penyakit difteri?
T. Apa asuhan keperawatan difteri?

C. Tujuan
A. Untuk Mengetahui Pengertian Campak
B. Untuk Mengetahui Etiologi Campak
C. Untuk Mengetahui Patogenesis Campak
D. Untuk Mengetahui Manifestasi Campak
E. Untuk Mengetahui Diagnosis Campak
F. Untuk Mengetahui Eradikasi Campak
G. Untuk Mengetahui Pengertian Demam Kejang
H. Untuk Mengetahui Etiologi Demam Kejang
I. Untuk Mengetahui Patofisiologi Demam Kejang
J. Untuk Mengetahui Manifestasi Klinis Demam Kejang
K. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Demam Kejang
L. Untuk Mengetahui Komplikasi Demam Kejang
M. Untuk Mengetahui Woc Demam Kejang
N. Untuk Mengetahui Pengertian Difteri
O. Untuk Mengetahui Etiologi Diteri
P. Untuk Mengetahui Manifestasi Klinis Dari Difteri
Q. Untuk Mengetahui Patofisiologi Difteri
R. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan
S. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Penyakit Difteri
T. Untuk Mengetahui Apa Asuhan Keperawatan Difteri
BAB II

PEMBAHASAN

A. CAMPAK

Campak adalah mfehsi akut yang disebabkan oleh virus rubeoia (campak) dan merupakan
penyakit yang sangat menular yang biasanya menyerang anak- ariak. Penyakit ini ditandai
dengan batuk, korisa, demann dan ruam makulopapular yang timbui beberapa hari sesudah gejala
awal'

a. Etiologi
Virus campak berasal dari genus Morbilivirus dan famili Paramyxoviridae', Virus
campak liar hanya patogen untuk primata“. Kera dapat pula terinfeksi campak lewat darah atau
sekret nasofaring dari manusia'. Hopkins, Koplan dan Hinman menyatakan bahws campak tidak
mempunyai reservoir pada hewan dan tidak menyebabkan karier pada manusia".
Virion campak berbentuk spheris, pleomorphic, dan mempunyai sampu! (envelope)
dengan diameter 100-250 nm™. Virion terdiri dari nukleocapsid yaitu helix dari protein RNA
dan sampul yang mempunyai tonjolan pendeK pada permukaannya. Tonjoian pendek ini disebut
pepfomer, dan terdiri dari hemaglutinin (H) pepiomer yang berbentuk buiat dan fusion (F)
peplomer yang berbentuk seperti bel (dumbbell-shape). Bera.t molekui dari single stranded RNA
adalah 4,5 X 106.
Virus campak terdiri dari 6 protein struktural, 3 tergabung dalam RNA yaitu
nukleoprotein (N), polymerase protein (P), dan large protein (L); 3 protein lainnya berhubungan
dengan sampul virus. Membran sampul terdiri dari M protein {glycosylated protein) yang
berhubungan dengan bagian dalam lipid bilayer dan 2 glikoprotein H dan Fr?. Giikoprotein H
menyebabkan adsorbsi virus pada resptor host. CD46 yang merupakan complement regulatory
protein dan tersebar !uas pada jaringan primata bertindak sebagai resptor glikoprotein H.
Glikoprotein F menyebabkan fusj virus pada sel host, penetrasi virus dan hemolisis'. Dalam
kultur set virus campak mengakibatkan cytopathic elect yang terdiri dari stellate cell dan
mult/nucleated gisnt cell.
Virus campak ini sangat sensitif pada panas dan dingin, cepat inaktivasi pada suhu 37°C
dan 20"C. Selain itu virus juga menjadi :iiaktif dengan sinar ultraviolet, ether, trypsin dan p-
propiolactone'. Virus tetap infektif pada bentuk droplet di udara selama beberapa jam terutarna
pada keadaan dengan tingkat kelembaban yang rendah'.

b. Patogenesis

Virus campak menginfeksi dengan invasi pads. epitel traktus respiratorius mulai dari
hidung sampai traktus respirat&rius bag'an bawah. Multiplikasi lokal pada mukosa respiratorius
segera disusul dengan viremia pertama dimana virus menyebar dalam leukosit paoa sistern
retikukoendotelial. Setelah terjadi nekrosis pada sel retikuloendotelial sejumtah virus terlepas
kembali dan terjadilah viremia kedua. Sel yang paling banyak terinfeksi adalah monosit. Jaringan
yang terinfeksi termasuk timus, lien. kelenjar iimfe, hepar, kulit, konjungtiva dan paru. Setelah
terjadi viremia kedua seluruh mukosa respiratorius ter'ibat dalam peijalanan penyakit sehingga
menyebabkan timbulnya gejala batuk dan korisa. Campak dapat secara langsung menyebabkan
croup, bronchiolitis dan pneumonia, selain itu adanya kerusakan respiratorius seperti edema dan
hilangnya silia menyebabkan timbulnya komplikasi otitis media dan pneumonia Setelah
beberapa hari sesudah seluruh mukosa respiratorius terlibat, maka timbullah bercak koplik dan
kemudian timbui ruam pada kulit. Kedua manifestasi ini pada pemeriksaan mikroskopik
menunjukkan multinucleated giant cells, edema inter dan intraseluler, parakeratosis dan
dyskeratosis.

Timbulnya ruam pada campak bersamaan dengan timbulnya antibodi serum dan penyakit
menjadi tidak infeksius. Oleh sebab itu dikatakan bahwa timbulnya ruam akibat reaksi
hipersensitivitas host pada virus campak. Hal ini berarti bahwa timbulnya ruam ini lebih ke arah
imunitas seluler. Pernyataaan ini didukung data bahwa pasien dengan defisiensi imunitas seluler
yang terkena campak tidak didapatkan adanya makulopapuler, sedangkan pasien dengan ruam
agamaglobulinemia bila terkena campak masih didapatkan ruam makulopapuler.

c. Manifestasi Klinis

Setelah masa tunas selama 10-11 hari penyakit dsawali dengan demam dan malaise. Dalam
waktu 24 jam terjadi korisa, konjungtivltis dan batuk. Keluhan tersebut semakin menghebat
hingga mencapai puncaknya pada hari ke empat dengan muncuinya erupsi kulit. Kira-kira dua
hari sebelum timbul ruam tampak bercak koplik pada selaput mukosa pipi yang berhadapan
dengan molar. Dalam tiga hari lesi semakin bertarnbah dan mengenai seluruh mukosa. Demam
menurun dan bercak koplik menghiiang pada akhir hari kedua setelah tirnbul ruam. Ruam berupa
eupsi makulopapular yang kemerahan menjalar dari kepala (muka, dahi, garis batas rambut,
telinga dan leher bagian stas) menuju ke ekstrimitas dalam 3 sampai 4 hari. Dalam 3 sampai 4
hari berikutnya ruam rnemudar sesuai urutan terjadinya.

Komplikasi yang terjadi pada penderita campak dapat disebabkan olel perluasan infeksi
virus, infeksi sekunder oleh bskteri atau keduanya Kompiikasi yang dapat terjadi antara lain
otitis media, mastoiditis, pneumonia obstruktif 'aringitis dan iaryngctrakeobaronkitis. Selain itu
dap&t pula terjad komplikasi pada sistem syaraf pusat seperti en&efalomyelitis akut dar
subacute sclerosing panencephaliiis (SSPE). Penderita campak dicurigai ade komplikasi terutama
jika panas beriangsung lebih lama. Manifestasi klinis campak yang lain adatah campak at'pikal
dan modified measles. Campak atipikai adalah campak yang terjadi pada seseorang yang
mendapat vaksinasi virus campak mati. Sesudah masa prodromal panas dar nyeri selama 1 atau 2
hari, muncul ruam yang dimulai dari extremitas dar dapat berupa urtikaria, makulopapular,
hernoragik, vesikular ataupur kombinasi dari beberapa bentuk. Didapatkan juga panas yang
tinggi, edema extremitas, hepatitis dan kadang-kadang efusi pleura. Pada pemeriksaar serologi
campak didapatkan liter antibodi HI yang tinggi. Penyakit in canderung lebih parah daripada
campak biasa. Patogenesis campak atipika ini adalah vaksin dari virus campak yang mati
tidakdapat menginduks antibodi terhadap protein F yang bertanggung jawab menyebarnya virus
dar ssl yang satu ke se! yang lain. Vaksin virus campak mati ini digunakan pada tahun 1963
sampai 1967, maka konsekuensinya adalah bahwa penyakit in kini hanya dapat dijumpai pada
orang dewasa. Modified measles adalah campak yang ringan karena penderita masih punya
kekebalan terhadap virus, Hal ini dapat terjadi pada bayi yang masih mempunyai antibodi
campak dari ibunya atau seseorang yang mendapatkan gamma globulin setelah kontal< pada
penderita campak. Gejala klinis dapat bervariasi dan beberapa gejala klinis tertentu seperti
percde prodromal, konjungtivitis, bercak Koplik dar ruam mungkin tidak didapatkan'.

Campak yang terjadi pada penderita dengan defisiensi imunitas selulei seperti AIDS,
penderita dengan terapi keganasan, ataupun segala bentuk imunodefisiensi kongenital, cenderung
lebih parah. Setelah pasien-pasien ini kontak dengan penderita campak, gejala klinis yang
tampak adalah pneumonia giant cell tanpa didahului oleh timbulnya ruam. Pada kondisi seperti
ini diagnosa carnpak klinis sulit ditegakkanı. Karena penderita dengan jmmunocompromised
kemL-ngkinan jug& mempunyai respon antibodi yang buruk, maka isolasi virus merupakan satu-
satunya alat diagnosa. Di negara berkembang, dilaporkan banyak campak berat yang
kemungkinan berhubungan dengan respon imunitas seluler yang buruk pada anak dengan
malnutrisi. Campak juga tampak lebih parah apabila terjadi pada orang dewasa'. Laporan CDC
pcda tahun 1991 batwa insiden komplikasi terhadap campak lebih banyak terjadi pada pendeita
dengan ussa iebih dari 20 tahun daripada anak-anak.

d. Diagnosis

Diagnosa klinis pada campak klasik dengsn gejala batuk, korisa, bercak Koplik dan ruam
makulopapular yang dimulai dsri wajah, mudah dilakukan. Sering pula didapatkan ieukopenia
yang kemungkinan berhubungan dengan infeksi virus dan leukosit yang mati.

Diagnosa laboratoris berguna jika klinisi jarang melihat kasus campak atau adanya
kemungkinan campak atipikal atau pneumonia dan ensefalitis yang tidak jelas pada penderita
dengan immunocornpromised. Campak dapat didiagnosa secara laboratoris dengan isolasi virus,
identifikasi virus antigen pada jaringan yang terinfeksi atau dengan respon serologis terhadap
virus campak. Pemeriksaan antigen dapat dilakukan dengan pemeriksaan smunofluoresen dari
sel yang berasal eksudat nasal ataupun dari sedimen urine. Selain itu dapat pula dilakukan
pemeriksaan dengan RT-PCR. Isolasi virus secara teknis sutit dilakukan dan fasilitas untuk
isolas' virus ini tidak selalu tersedsa. Pada kultur virus, virus campak ini memperlihatkar, efek
sitopatik yang terdili dari sel-sel yang berbentuk bintang, multinucleated syncytial giant cell
yang berisi inklusi intranuklea' Pemeriksaan laboratoris yang sering digunakan adalah respons
serologis. terhadap virus campak Pemeriksaan respon ini digunakar. cara ne^.rslisaF.i, fiksas'
komplemen, ELISA (enzyme-linked immunoosorbent assay) dan HI (Hemaglutination-
inhibition).

Tes netrafisasi membutuhkan propsgasi virus in vitro yang secara teknis sulit dilakukan,
sehingga meskipun cukup sensitif tes ini jarang dilakdkan. Tes HI kurang sensitif dibandingkan
dengan netralisasi tetapi cukup bagus apabila dibandingkan antara dua kaii pengetesan. Diagnosa
campak apabila terdapat peningkatan titer antibodi 4 kali atau lebih. ELISA lebih sensitif dan
lebih mudah dilakukan, serta dapat pula mendeteksi Ig M spesifik terhadap virus campak pada
fase akut". ACIP (Advisry Committee Immunization Practice) on merekomendasikan bahwa
kriteria laboratoris untuk campak adalah serologi tes yang posilif untuk Ig M campak atau
peningkatan titer antibodi yang signifikan atau didapatkan isolasi virus campak. Akhir-akhir ini
dikembangkan pula pemeriksaan serologis dengan menggunctkan saliva'415.

e. Terapi

Terapi campak adalah terapi suportif seperi pemberian cairan dan antipiretik. Antibiotika
diberikan apabila didapatkan infeksi sekunder dengan bakteri2i34. Pemberian antibiotika
profilaksis untuk mencegah infeksi sekunder tidak memberikan nilai dan tidak
direkomendasikan. Meta analisis yang dilakukan oleh Frank Shann menyatakan behwa
pemberian antibiotika profilaksis tidak menurunkan angka mortaiitas akibat campak' 16,17 WHO
dan UNICEF merekomendasikan pemberian vitamin A pada setiap penderita campak terutama
apabila pada negara tersebut defisiensi vitamin A masih menjad' masalah. Dosis yang
direkomendasik?,n adalah 100.000 IU untuk anak berusia 6 bulan sampai 1 tahun dan 200.000
IU untuk anak berusia 1 tahun atau iebih. Dosis diulangi keesokan harinya dan 4 minggu
kemudian jika didapatkan gejala klinis defisiensi vitamin A. Pemberian vitamin A ini dapat
mengurangi mortaiitas dan morbiditas yang disebabkan oleh campak.

B. KEJANG DEMAM
Kejangadalah suatu kejadian paroksimal yang disebabkan oleh lepas muatan hipersinkron
abnormal dari suatukumpulan neuron SPP. Kejangdemam ( kejangtonik-tonikdemam ) adalah
bangkitan kejang yang terjadipada kenaikan suhu tubuh ( suhu mencapai>38 oc). kejang demam
dapat terjai karena proses intrakranial maupun ekstrak ranial. Kejangdemam terjadi pada 2-4%
populasi anak berumur 6 bulan s/d 5 tahun. Paling sering pada anak usia 17-23 bulan.(nic-
noc,2015)
Merupakan tipe kejang yang paling sering di jumpai pada kanak-kanak( American
Academy of pediatrics, 2008; Johnston, 2007). Kejang demam lebih seringterjadi pada anak laki-
laki dan terjadi peningkatan risiko padaanak yang memiliki riwayat kejang demam dan keluarga.
Kejang demam berkaitan dengan demam, biasanya terkait penyakit virus. Kejang tersebut
biasanya jinak, tetapi dapat sangat menakutkan baik bagian akmaupun keluarga
(susan,carman.2012).

Klasifikasi internasional terhadapkejang : ( smeltzer,susanna, 2002)

1. Kejangparsial ( kejang yang dimulaisetempat)


a. Kejangparsialsederhana( gejala-gejaladasar, umumnyatanpagangguankesadaran).
b. Kejang parsial kompleks (dengan gejala komplek, umumnya dengan gangguan
kesadaran).
c. Kejangparsialsekundermenyeluruh
2. Kejangumum / generalisata ( simetrik bilateral, tanpaawitan local)
a. Kejangmioklonik ( epilepsy bilateral yang luas)
b. Kejangatonik
c. Kejangklonik
d. Kejangtonik

Kejang di klasifikasikanmenjadidua, yaitu :

1. Kejangdemamsederhana (simple febrile seizure)


a. Kejangberlangsungsingkat
b. Umumnyaseranganberhentisendiridalamwaktu<10 menit
c. Tidakberulangdalamwaktu 24 jam
2. Kejangdemamkompleks ( complex febrile seizure)
a. Kejangberlangsung lama, lebihdari 15 menit
b. Kejangfokalatauparsialsatusisi, ataukejangumumdidahuluikejangparsial
c. Kejangberulangdalamwaktu 24 jam

Kejangdemammenurut proses terjadinya :

1. Intracranial :
a. Trauma (perdarahan) :perdarahan subarachnoid, subdural atauventrikuler.
b. Infeksi :bakteri, virus, parasite misalnya meningitis.
c. Kongenital :disgenesis, kelainanserebri.
2. Ekstrakanial :
a. Gangguan metabolik : hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesia, gangguan
elektrolit ( Na dan K) misalnya pada pasien dengan riwayat diarese belumnya
b. Toksik :intoksikasi, anestesi local, sindromaputusobat.
c. Kongenital :gangguan metabolism asam basa atau ketergantungan dan kekurang
anpridoksin.
a. Etiologi
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari suatu populasi
neuron yang sangat mudah terpicu sehingga mengganggu fungsi normal
otakdanjugadapatterjadikarenakeseimbanganasambasaatauelektrolit yang
terganggu.Kejangitusendiridapatjugamenjadimanifestasidarisuatupenyakitmendasar yang
membahayakan. (Sylvia A.price)

Kejangdemamdisebabkanolehhipertermia yang munculsecaracepat yang berkaitandenganinfeksi


virus ataubakteri.Umumnyaberlangsungsingkat, dan mungkin terdapat predisposisi familial.Dan
beberapa kejadian kejang dapat berlanju tmelewati masaanakan dan mungkin dapat mengalami
kejang non demam pada kehidupan selanjutnya.

Beberapafaktorrisikoberulangkejangyaitu:

a. Riwayatkejangdalamkeluarga
b. Usiakurangdari 18 bulan
c. Tingginyasuhubadansebelumkajangmakintinggisuhusebelumkejangdemam,
semakinkecilkemungkinankejangdemamakanberulang
d. Lamanyademamsebelumkejangsemakinbesarsemakinpendekjarakantaramulainyademam
dengankejang, makasemakinbesarrisikokejamdemamberulang.(nic-noc,2015)

C. PATOFISIOLOGI

Kejang demam merupakan renjatan yang terjadi karena demam tanpa adanya
infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak berusia 3-5
tahun dengan kecendrungan lebih tinggi pada laki-laki. Cirri utama kejangadalah adanya
hentakan kuat dan cenderung kaku.
Kejang demam dibagi menjadi dua:
a. Kejang demam sederhana kejang hanya sekali dan kurang dari 15 menit.
b. Kejang demam kompleks kejang lebih dari sekali dalam 24 jam dengan durasi
lebih dari 15 menit per kejang (oktaviayu.2018).

D. WOC

Infeksi bakteri
Rangsangan
virus dan
mekanik dan bio
parasit
kimia gangguan
keseimbangan
Reaksi inflamasi cairan dan elektrolit

Proses demam Perubahan Kelainan neurologis


konsentrasi ion perinatal/prenatal
hipertermia diruang ekstraseluler

Resiko kejang
Ketidakseimbangan Perubahan difusi Na+
berulang
potensial membrane dan K+
ATP ASE
Resiko Perubahan beda
keterlambatan Pelepasan muatan listrik potensial membrane sel
perkembanga semakin meluas keseluruh neuron
sel maupun membarane sel
Resiko cidera
sekitarnya dengan bantuan
neurotransmiter
kejang
Resiko cidera

Kurang dari 15 Lebih dari 15


Kesadaran menit (KDS) menit
menurun

Reflek menelan Kontraksi otot Perubahan suplay


menurun meningkat darah keotok

Resiko aspirasi Metabolism


meningkat

E. MANIFESTASI KLINIS

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oc akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal
(jumlah energy yang dibutuhkanuntukmempertahankanfungsitubuh) 10-15%
dankebutuhanoksegenakanmeningkat 20%,
jadipadakenaikansuhutubuhtertentudapatterjadiperubahankeseimbangandari membrane
selsarafdandalamwaktusingkatterjadidifusi ion kalliumMaupun ion natriummelalui membrane
tadi, denganakibatterjadilepasnyamuatanlistrik.

Tanda-tandakejang :

a. Timbulkekauandisertaigerakankejutdankuat, bias berlangsungbeberapadetik-menit.


Serangankejangbiasanyaterjadidalam 24 jam pertamasewaktudemam.
b. Kadangdisertaimuntahataukeluarcairan.
c. Bola mataberbalikkeatas, gigitertutuprapat.
d. Napasberhentisejenak, kemudianberlanjut.
e. Pingsan( padakasusberat).
f. Tidakjarangdisertaibuang air besardankecil.
g. Usaikejang, anaklemas, mengantuklalutertidur.
Setelahbeberapadetikataumenitanakakanterbangundansadarkembali.

Waspadaikejangdemam

Kejangdemam (febriss convulsion/stuip/step)

Yaitu kejang yang timbul pada waktu demam yang tidak disebabkan oleh proses di dalam
kepala (otak: seperti meningitis/radang selaput otak, ensefalitis/radangotak) tetapi di luar
kepalamisalnyakarenaadanyainfeksi di saluranpernapasan, telingaatauinfeksi di
saluranpernapasan.

Gejalaumum :

1. Kejangumumbiasanyadiawalikejangtonikkemudianklonikberlangsung 10 s.d 15
menit, bias jugalebih
2. Takikardi : padabayifrekuensiseringdiatas 150-200 per menit
3. Pulsasiarterimelemahdantekanannadimengecil yang
terjadisebagaiakibatmenurunnyacurahjantung.
4. Gejalabendungan system vena :
a. Hepatomegali
b. Peningkatantekanan vena jugularis

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. pemeriksaanlaboratoriumberupapemeriksaandarahtepilengkap, elektrolit,
danglukosadarahdapatdilakukanwalaupunkadangtidakmenunjukkankelainanberarti.
2. Indikasilumbalpungsipadakejangdemamadalahuntukmenegakkanataumenyingkirkankem
ungkinanmeningitsis. Idnikasilumbalpungsipadapasiendengankejangdemammeliputi :
a. Risikoketidakefektifanperfusijaringanotakb.dgangguanaliranadalahkeotakakibatke
rusakansel neuron otak, hipoksiadan edema serebralditandaidengan TIK
meningkat, sakitkepala, kejang.
b. Risikocederab.dketidakefektifanorientasi (kesadaranumum), kejang.
c. Resikoaspirasib.dpenurunantingkatkesdaran, penuruan reflex menelan.
d. Resikoketerlambatanperkembanganb.dgangguanpertumbuhan.
F. PENGOBATAN

Dalamhalpengobatanpentigsekalimembedakankejangdemamdengankejangkompeks.Untu
k yang tahapansederhana, obatipenyakitpenyebabedmamnya.Bilakhawatirkejangakanberulang,
sediakanobatuntukmenghentikankejang.

Kejangdemamsederhana: antipiretik( penuruananpanas), anti konvulsan (anti kejang) dan


anti infeksi. Obatantipiretiksebaiknyadiberikansetiap 4 sampai 6 jam.

Padaserangankomplekssebaiknyaanakdiobservasi di ruanggawatdaruratselamabeberapa
jam agar dapatdievaluasi. Seterusnya, terapi antipiretik tidak mencegah kejang kekambuhan.
Parasetamol dan NSAID tidak mempunyai manfaat untuk mengurangi kejadian demam kejang.
Meskipun mereka tidak mengurangi demam dan memperbaiki kondisi umum pasien
(siqueira,2010).
Pnyebabnyaharusdicari.Kondisiinikanpulihsetelahpenyebabdemamdiketahuidandiobati.

Metodepemberian anti kejangpencegahan:

a. Secaraintermiten (berkala): pemberian diazepam per


rektalpadasaattimbulnyapenyakitdemamakut.
b. Secarakronikatausecarakontinu. (Airlangga,university,press.2015)
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajiankeperawatan

Kejangdemambiasanyaberkaitandenganpeningkatancepatsuhuintitubuhhingga
39oc ataulebih.Kejangdemamsederhanadidefinisikansebagaikejangumum yang
berlangsungselamakurangdari 15 menit (biasanyabeberapadetikhingga 10 menit), yang
terjadisekalidalamperiode 24 jam dandisertaidengandemam, tanpaadainfeksi system
sarafpusat. Periode pasca kerja (susan,carman.2012).
1. Kaji perubahan pada persepsi sensori
2. Pantau anak terhadap risiko cedar sekunder akibat perubahan persepsi
sensori
3. Beri tahu dokter atau tim jika terjadi perubahan sensori
4. Pantau tanda-tanda vital : peningkatan suhu dapat menandakan adanya
infeksi
5. Pantau area insisi terhadap tanda infeksi setempat
6. Beri antibiotic sesuai program untuk mencegah
B.Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermia
2. Risiko cedera b.d ketidakefektifan orientasi (kesadaran umum), kejang..
3. Resiko keterlambatan perkembangan b.d gangguan pertumbuhan.

3. Intervensi / Perencanaan Keperawatan

DIAGNOSA INTERVENSI LUARAN


D.0130 Intervensi utama Luaran utama
Hipertermia Manajemen kejang Termoregulasi
Observasi - Perfusi perifer
- Monitor terjadinya kejang - Status cairan
berulang - Status kenyamanan
- Monitor karakteristik - Status neurologis
kejang (mis.aktivitas - Status nutrisi
motoric, dan progresi - Termoregulasi
kejang) neonatus
- Monitor status neurologis
- Monitor tanda-tanda vital
Terapeutik
- Baringksn pasien agar
tidak terjatuh
- Berikan alas empuk di
bawah kepala, jika
memungkinkan
- Pertahankan kepatenan
jalan napas
- Damping selama periode
kejang
- Catat durasi kejang
- Jauhkan benda-benda
berbahaya terutama benda
tajam
- Pasang akses IV, jika
perlu
- Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi
D.0136 - Anjurkan keluarga
Risiko cedera menghindari memasukkan
Luaran Utama
apapun ke dalam mulut
Tingkat cedera
pasien saat periode kejang
- kontrol kejang
- Anjurkan keluarga tidak
- koordinasi
menggunakan kekerasan
pergerakan
untuk menahan gerakan
- tingkat jatuh
pasien kolaborasi
- keseimbangan
- Kolaborasi pemberian
antikonvulsan, jika perlu

Intervensi utama
Pencegahan cidera
Observasi
- Identifikasi area
lingkungan yang berpotensi
menyebabkan cedera
- Identifikasi obat yang
berpotensi menyebabkan
cedera
Terapeutik
- Sediakan pencahayaan yang
memadai
- Pertahankan posisi tempat
tidur di posisi terendah
saat digunakan
- Diskusikan bersama anggota
keluarga yang dapat
mendampingi pasien
Edukasi
- Jelaskan pencegahan jatuh
ke pasien dan keluarga
- Anjurkan berganti posisi
secara perlahan dan duduk
selama beberapa menit
sebelum berdiri
D. 0107 Intervensi utama Luaran Utama
Risiko gangguan Perawatan perkembangan Status perkembangan
perkembangan Observasi - Dukungan keluarga
- identifikasi pencapaian - Kinerja pengasuhan
tugas perkembangan anak - kontrol risiko
- Identifikasi isyarat - organisasi
perilaku dan fisiologis perilaku bayi
yang ditunjukkan bayi - tingkat
(mis.lapar, tidak nyaman) pengetahuan
Terapeutik
- Minimalkan nyeri
- Minimalkan kebisingan
ruangan
- Pertahankan lingkungan
yang mendukung
perkembangan optimal
- Motivasi anak
berinteraksi dengan
anak lainnya
- Pertahankan kenyamanan
anak
Edukasi
- Anjurkan orang tua
menyentuh dan
menggendong bayinya
- Anjurkan orang tua
berinteraksi dengan
anaknya
- Ajarkan anak
keterampilan
berinteraksi
Kolaborasi
- Rujuk untuk
konseling, jika
perlu

1. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Diagnosa Intervensi Luaran Implementasi Eva


lua
si
Hiperter Manajemen kejang Termoregulasi Manajemen kejang
mia Observasi - Perfusi Observasi
- Monitor perifer - Monitor
terjadinya - Status terjadinya kejang
kejang berulang cairan berulang
- Monitor - Status - Monitor
karakteristik kenyama karakteristik
kejang nan kejang
(mis.aktivitas - Status (mis.aktivitas
motoric, dan neurolo motoric, dan
progresi kejang) gis progresi kejang)
- Monitor status - Status - Monitor status
neurologis nutrisi neurologis
- Monitor tanda- Termoregulasi - Monitor tanda-
tanda vital neonates tanda vital
Terapeutik Terapeutik
- Baringksn pasien - Baringksn pasien
agar tidak agar tidak
terjatuh terjatuh
- Berikan alas - Berikan alas
empuk di bawah empuk di bawah
kepala, jika kepala, jika
memungkinkan memungkinkan
- Pertahankan - Pertahankan
kepatenan jalan kepatenan jalan
napas napas
- Damping selama - Damping selama
periode kejang periode kejang
- Catat durasi - Catat durasi
kejang kejang
- Jauhkan benda- - Jauhkan benda-
benda berbahaya benda berbahaya
terutama benda terutama benda
tajam tajam
- Pasang akses IV, - Pasang akses IV,
jika perlu jika perlu
- Berikan oksigen, - Berikan oksigen,
jika perlu jika perlu
Edukasi Edukasi
- Anjurkan - Anjurkan keluarga
keluarga menghindari
menghindari memasukkan apapun
memasukkan ke dalam mulut
apapun ke dalam pasien saat
mulut pasien periode kejang
saat periode - Anjurkan keluarga
kejang tidak menggunakan
- Anjurkan kekerasan untuk
Risiko
keluarga tidak menahan gerakan
cedera
menggunakan Tingkat pasien kolaborasi
kekerasan untuk cedera - Kolaborasi
menahan gerakan - kontrol pemberian
pasien kejang antikonvulsan,
kolaborasi - koordin jika perlu
- Kolaborasi
asi
pemberian pergera
antikonvulsan, kan
jika perlu - tingkat
jatuh Pencegahan cidera
- keseimb Observasi
angan - Identifikasi area
Pencegahan cidera
Observasi lingkungan yang
- Identifikasi berpotensi
area lingkungan menyebabkan
yang berpotensi cedera
menyebabkan - Identifikasi obat
cedera yang berpotensi
- Identifikasi menyebabkan
obat yang cedera
berpotensi Terapeutik
menyebabkan - Sediakan
cedera pencahayaan yang
Terapeutik memadai
- Sediakan - Pertahankan
pencahayaan yang posisi tempat
memadai tidur di posisi
- Pertahankan terendah saat
posisi tempat digunakan
tidur di posisi - Diskusikan
terendah saat bersama anggota
digunakan keluarga yang
- Diskusikan dapat mendampingi
bersama anggota pasien
keluarga yang Edukasi
dapat - Jelaskan
mendampingi pencegahan jatuh
pasien ke pasien dan
Edukasi keluarga
- Jelaskan - Anjurkan berganti
pencegahan jatuh posisi secara
ke pasien dan perlahan dan
keluarga duduk selama
- Anjurkan beberapa menit
berganti posisi sebelum berdiri
secara perlahan
dan duduk selama
beberapa menit
sebelum berdiri
Risiko Perawatan perkembangan Status Perawatan perkembangan
gangguan Observasi perkembangan Observasi
perkemba - identifikasi - Dukunga - identifikasi
ngan pencapaian tugas n pencapaian tugas
perkembangan keluarg perkembangan anak
anak a - Identifikasi
- Identifikasi - Kinerja isyarat perilaku
isyarat perilaku pengasu dan fisiologis
dan fisiologis han yang ditunjukkan
yang ditunjukkan - kontrol bayi (mis.lapar,
bayi (mis.lapar, risiko tidak nyaman)
tidak nyaman) - organis Terapeutik
Terapeutik asi - Minimalkan
- Minimalkan perilak nyeri
nyeri u bayi - Minimalkan
- Minimalkan tingkat kebisingan
kebisingan pengetahuan ruangan
ruangan - Pertahankan
- Pertahankan lingkungan
lingkungan yang mendukung
yang perkembangan
mendukung optimal
perkembangan - Motivasi anak
optimal berinteraksi
- Motivasi anak dengan anak
berinteraksi lainnya
dengan anak - Pertahankan
lainnya kenyamanan
- Pertahankan anak
kenyamanan Edukasi
anak - Anjurkan
Edukasi orang tua
- Anjurkan menyentuh
orang tua dan
menyentuh menggendong
dan bayinya
menggendon - Anjurkan
g bayinya orang tua
- Anjurkan berinteraks
orang tua i dengan
berinterak anaknya
si dengan - Ajarkan
anaknya anak
- Ajarkan keterampila
anak n
keterampil berinteraks
an i
berinterak Kolaborasi
si - Rujuk
Kolaborasi untuk
- Rujuk konselin
untuk g, jika
konseli perlu
ngjika
perlu
. Pengertian

Difteri adalah infeksi mendadak yang disebabkan oleh kuman corynebacterium


diphtheriae,yang mudah menular, menyerang terutama traktus respiratorius bagian atas
dengan tanda-tanda kas terbentuknya pseudomembran dan dilepaskan eksotoksin
(Nugroho,2015: 74).

Difteri suatu penyakit infeksi akut yang sangat menular yang terjadi secara lokal pada
mukosa saluran pernapasan atau kulit, yang disebabkan oleh basil gram positif
corynebacterium diphtheria, ditandai oleh terbentuknya sudut yang berbentuk membran pada
tempat yang infeksi dan diikuti oleh gejala-gejala umum Ki yang ditimbulkan oleh eksotoksin
yang diproduksi oleh hasil ini (Sudoyo Aru,dkk 2009).

Orang-orang yang beresiko terkena penyakit ini:

1. Tidak mendapat imunisasi atau imunisasinya tidak lengkap.

2. Immunocompromised seperti sosial ekonomi yang rendah, pemakai obat


imunosupresif, penderita HIV, diabetes militus, pecandu alkohol dan narkotika.

3. Tinggal pada tempat-tempat padat, seperti rumah tahanan, tempat penampungan.

4. Sedang melakukan perjalanan ( travel) ke daerah-daerah yang sebelumnya merupakan


daerah endemik difteri(Nurarif Kusuma, 2015:199).

Cara penularan:

a. Droplet infection.

b. Benda atau makanan yang terkontaminasi (kontak langsung dengan penderita).

Masa inkubasi : 1-6 hari

Masa infeksius : 2-4 Minggu (jika tidak diobati), 1-2 hari (setelah pengobatan dimulai).

B. Etiologi
Disebabkan oleh corynebacterium diphtheria, bakteri gram positif yang bersifat polimorf,
tidak bergerak dan tidak membentuk spora, aerobik dan dapat memproduksi eksotoksin
(Sudoyo Aru,dkk 2009).

Klasifikasi penyakit difteri secara klinis adalah menurut lokasinya:

1. Difteri nasal anterior

2. Difteri nasal posterior

3. Difteri fausial atau faring

4. Difteri laryngeal

5. Difteri konjungtiva

6. Difteri kulit

7. Difteri vulva atau vagina

Menurut tingkat keparahannya: (Sudoyo Aru, 2009)

- Infeksi ringan, apabila pseudomembrane hanya terdapat pada mukosa hidung dengan
gejala hanya pilek dan nyeri waktu menelan.

- Infeksi sedang, melihat apabila psedumembrane telah menyerang sampai faring dan
laring sehingga keadaan pasien terlihat lesu dan agak sesak.

- Infeksi berat, apabila terjadi sumbatan nafas yang berat dan adanya gejala-gejala yang
ditimbulkan oleh eksotoksin seperti miokarditis, paralysis dan nefritis (Nurarif Kusuma,
2015:199).

C. Manifestasi Klinis

Difteri terjadi tergantung kepada:

1. Lokasi infeksi

2. Imunitas penderitanya

3. Ada atau tidaknya toksin difteri yang beredar dalam sirkulasi darah

Secara hati-hati periksa hidung dan tenggorokan anak terlihat berwarna keabuan pada selaput
nya yang sulit dilepaskan. kehati-hatian diperlukan untuk pemeriksaan tenggorokan karena
dapat mencetuskan obstruksi total saluran nafas. Pada anak dengan difteri faring terlihat jelas
bengkak pada leher (bull neck) (B5 pelayanan kesehatan anak di RS).
Secara klasik bermain pada anak usia 1 sampai 9 tahun, tetapi dapat terjadi pada dewasa yang
tidak diimunisasi. Terjadi tergantung pada lokasi infeksi, imunitas penderita, ada atau tidaknya
toksin difteri yang beredar dalam sirkulasi darah. Masa inkubasi umumnya 2 sampai 5 hari
(tange 1-10hari), pada difteri hutan adalah 7 hari sesudah infeksi primer pada kulit.

Keluhan-keluhan: (Sudoyo Aru,dkk 2009)

1. Demam yang tidak tinggi sekitar 38°C.

2. Kerongkongan sakit dan suara parau.

3. Perasaan tidak enak, mual, muntah dan lesu.

4. Sakit kepala.

5. Rinorea, blender kadang kadang bercampur darah (Nurarif Kusuma, 2015:199-200).

D. Patofisiologi

Faktor Pencetus Kuman C Difteriae Masuk melalui


-Imunisasi tidak lengkap mukosa dan
kulit
-Faktor lingkungan

-Daerah endemic bakteri


Berkembang biak
pada permukaan
Resiko Infeksi Memproduksi Toksin
mukosa saluran
napas bagian atas

Sel mati, respon inflasi lokal


Menghambat
pembentukan Seluruh
protein dalam sel Lokal Tubuh

Pseudomembran
[eksudat fibrin, sel
radang,eritrosit,nekro Jantung Ginjal
Syaraf
sis, sel-sel epitel]
Udem sof tissue Nekrosis toksik
Neutistotik dg
dandegenerasi Tampak
degenerasi
hialin pendarahan
lemah pada
Adrenal dan
selaputmielin
nekrosis
Obstruksi saluran napas

Miokarditis payah
Menyumbat jalan napas
jantung
Proteinuria
Ketidakefektifanpola napas Edema kongesti
infiltrasi mono Inkontensia
nuclear pd serat urine aliran
Kelebihan volume cairan otot dan sistem berlebih
penurunan curah jantung konduksi
Hambatan Komunikasi verbal
Ansietas gangguan menelan

Paralisis
dipalatum
eole, otot
mata,
ekskremita
s inferior
E. Penatalaksanaan

Tindakan umum
- Perawatan tirah baring selama dua minggu dalam ruang isolasi.

- Memperhatikan intake makanan dan cairan. Bentuk makanan disesuaikan dengan


toleransi untuk hal ini dapat diberikan makanan lunak, saring / cair, bila perlu sonde
lambung jika ada kesukaran menelan terutama pada paralisis palatum mole dan otot-
otot faring.

- Pastikan kemudahan defekasi, jika perlu berikan obat-obat pembantu defekasi (klisma,
laksansia, stool softener) untuk mencegah mengedan berlebihan.

- Bila anak gelisah beri sedative berupa diazepam atau luminal.

- Pemberian antitusif untuk mengurangi batuk difteri laring

- Aspirasi secret secara periodik terutama untuk difteri laring

- Bila ada tanda-tanda abstraksi jalan nafas segera berikan oksigen atau trakeostomi.

Tindakan spesifik

1. Serum Anti Difteri (SAD)

Dosis diberikan berdasarkan atas luasnya membran dan beratnya penyakit. Dosis
rp40.000 IU untuk difteri sedang, yakni luas membran menutupi sebagian atau seluruh
tongsis secara unilateral atau bilateral. Dosis 80.000 IU untuk difteri berat, yakni luas
membran menutupi hingga melewati tonsil meluas ke uvula, palatum molle dan dinding
faring. Dosis 120.000 IU untuk difteri yang sangat berat, yakni ada bull neck, kombinasi
difteri laring dan faring. Komplikasi berupa miokarditis, kolaps sirkulasi dan status lanjut.
SAD diberikan dalam dosis tunggal melalui IV dengan cara melarutkan nya dalam 200 cc
NaCl 0,9%. Pemberian selesai dalam waktu 2 jam sekitar (34 tetes/ menit)

2. Antibiotik

Penicillin procaine diberikan 100.000 IU atau KgBB selama 10 hari, maksimal 3 gram
perhari . Eritromisin (bila alergi PP) 50 mg/kg BB secara oral 3-4 kali/sehari selama 10
hari

3. Kartikosteroid

Diindikasikan pada difteri berat dan sangat berat (membran luas, komplikasi Bull neck).
Dapat diberikan prednison 2 mg/kg BB/ hari selama tiga minggu atau dexamethasone
0,5-1 mg/kgBB/hari secara IV (terutama untuk toksemial) (Nurarif Kusuma, 2015:201).
Penatalaksanaan medik

Kriteria diagnosa:

1. Dift. Hidung: secret serosanguinus, epitalaksis, luka lecet pada mukosa nasolabialis,
pseudomembran pada septum nasi.

2. Dift. Faring: panas tidak tinggi, nyeri menelan ringan, mual muntah, tidur ngorok,
pseudomembrane pada orofaring, bila berat dapat disertai Bullneckek dan pendarahan.

3. Dift. Laring. 2 merupakan perluasan dift. Faring, batuk menggonggong, suara parau,
stidor tidur inspirasi.

Pemeriksaan penunjang

a. Sediaan hapus langsung swab tenggorokan tiga hari berturut-turut.

b. Kultur swab tenggorokan tiga hari berturut-turut.

Terapi:

a. Istirahat di tempat tidur.

b. Isolasi.

c. Pemberian ADS, sebelumnya uji kulit dan mata.

d. Pemberian antibiotik: PP

e. Konser THT bila terdapat sumbatan jalan nafas.

f. Luminal.

g. Monitor kelainan jantung (EKG)

Penyakit.

- Miokarditis.

- Obstruksi jalan nafas

- Paralitik otot diafragma

Lama rawatan

Sampai swab tenggorokan negatif dua kali berturut-turut.


Penatalaksanaan keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi pseudomembran.

DO:

 Pseudomembran +

 Nafas bau, banyak secret

 Stridor inspirasi, retraksi suprasternal.

 Suara serak, batuk, dypnea.

 Sianosis.

DS :

 Mengeluh sesak

Tujuan:

Jalan nafas bersih (2-3 hari)

Kriteria:

 Obstruksi jalan nafas atau pseudomembran.

 Bunyi nafas normal.

 Pernafasan 16 - 20 x / menit

Renpra:

a. Gaji ketidakefektifan jalan nafas klien.

b. Pertahankan hidrasi yang adekuat (masukkan cairan 2-2,5 liter/hari) jika tidak ada
kontraindikasi.

c. Observasi pernafasan dan keadaan jalan nafas klien, auskultasi bunyi nafas.

d. Hindari pendarahan pada daerah pseudomembran.

e. Monitor karakteristik sputum.

f. Beri posisi semi fowler.


g. Berikan oksigen atau melakukan suction bila terpasang trakeostomi sesuai kolaborasi
medis.

h. Kolaborasi dengan dokter untuk tindakan (trakeostomi),terapi dan pemeriksaan, diet


(cair dan lunak).

2. Resiko penularan dokter b.d adanya koloni organism penyebab infeksi dalam tubuh.

DO :

 Difteri +

 Pseudomembran +

Tujuan

a. Tidak terjadi penularan infeksi (selama difteri + ).

Kriteria :

- Klien/keluarga menunjukkan perilaku pencegahan penularan.

Renpra :

- Identifikasi penjamu, faktor risiko dan paparan terhadap orang lain.

- Identifikasi cara penularan berdasarkan agen penginfeksi.

- Penempatan di kamar isolasi.

- Laksanakan tindakan kewaspadaan pencegahan infeksi universal.

- Jelaskan pada klien dan keluarga mengenai penularan dan tanggung jawab client di
rumah sakit atau di rumah.

2. Amankan lingkungan dan peralatan yang digunakan dengan dekontaminasi atau


sterilisasi.

3. Batasi jumlah pengunjung.

4. Kolaborasi dengan dokter untuk penanganan medis dan pemeriksaan.

Penyuluhan

c. Jaga kebersihan makanan, diri dan lingkungan.

d. Perhatikan kebersihan bahan makanan dan pengolahannya.


- Nutrisi yang adekuat.

C. Istirahat yang cukup.

- Hindari penularan dengan upaya-upaya yang telah dijelaskan (Nugroho,2015: 75-77).

ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS

A. Pengkajiaan Keperawatan

3. Kaji tanda dan gejala umum: apabila terdapat demam tidak terlalu tinggi, lesu, pucat,
nyeri kepala dan anoreksia sehingga pasien tampak sangat lemah.

4. Tanda dan gejala lokal: nyeri menelan, bengkak pada leher.

5. Gejala akibat eksotoksin misalnya mengenai otot jantung terjadi miokarditis dan bila
mengenai saraf terjadi kelumpuhan.

d. Kaji bila terdapat komplikasi.

Diagnostik: pada pemeriksaan darah terdapat penurunan kadar hemoglobin dan leukositosis
polimorfonukleus, penurunan jumlah eritrosit, dan kadar albumin, pada urin terdapat
albuminuria ringan.

B. Diagnosis keperawatan

a. Resiko terjadinya komplikasi jalan nafas.

b. Defisit nutrisi karena ketidakmampuan mencerna makanan

c. Gangguan rasa aman dan nyaman

d. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit difteri.

e. Gangguan hipertermi.
C. Intervensi Keperawatan

a. Bersihan jalan napas (SLKIPojka PPNI,2016: 493)

Setelah dilakukan intervensi selama 2 jam , maka kriteria hasil membaik

Defenisi:

kemampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan jalan
nafas tetap paten.

Ekspektasi: Meningkat

Kriteria hasil

1. Batuk efektif menurun

2. Produksi sputum menurun

3. Frekuensi nafas membaik

4. Pola nafas membaik

5. Gelisah menurun

b. Defisit Nutrisi (SLKI, Pojka PPNI, 2016: 155)

Status Nutrisi SLKI, Pojka PPNI, 2016: 121)

Setelah dilakukan intervensi selama 5 jam, maka status nutrisi membaik dengan kriteria hasil :

1. Porsi makan yang dihabiskan meningkat.

2. Sikap terhadap makanan/ minuman sesuai dengan tujuan kesehatan meningkat.

3. Berat badan membaik.

4. Nafsu makan membaik

Manajemen Nutrisi ( SIKI, Pokja PPNI, 2016 : 200)


Definisi : mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang seimbang

Tindakan

Observasi

1. Identifikasi status nutrisi

2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan

3. Identifikasi makanan yang disukai

4. Identifikasi kebutuhan nutrisi kalori dan jenis nutrisi

5. Monitor asupan makanan

6. Monitor berat badan

7. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik

- Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu

- Fasilitasi menentukan pedoman diet

- Sajikan makanan dalam bentuk menarik dan suhu yang sesuai

- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein

- Berikan suplemen makanan, jika perlu

- Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogastrik jika asupan oral dapat
ditpleransi

Edukasi

- Anjurkan posisi duduk, jika mampu


- Anjurkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan ( mis. Pereda nyeri, antiemetrik) jika
perlu

2. Kolaboorasi dengan ahlli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu

3. Gangguan Komunikasi verbal (SLKI, Pokja,2016: 158)

Setelah dilakukan intervensi selama 2 jam, maka gangguan komunikasi verbal miningkat dengan
kriteria hasil :

Luaran Keperawatan: Komunikasi Verba ( SLKI, Pokja,2016 : 49)

Definisi: Kemampuan menerima, memproses, mengirim, dan/atau menggunakan sistem simbol.

Ekspektasi: Meningkat

Kriteria Hasil:

1. Kemampuan berbicara meningkat

2. Kesesuaian ekspresi wajah/tubuh meningkat

3. Kontak mata meningkat

Gangguan Komunikasi Verbal ( SIKI, Pokja PPNI, 2016 ; 461)

Promosi Komunikasi: Defisit Bicara ( SIKI, pokja PPNI, 2016 : 373)

Definisi:

Menggunakan teknik komunikasi tambahan pada individu dengan gangguan bicara.


Tindakan

Observasi

1. Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume, dan diksi bicara

2. Monitor proses kognitif, anatomis, dan fisiologis yang berkaitan dengan bicara
(mis. memori, pendengaran, dan bahasa)

3. Monitor frustasi, marah, depresi, atau hal lain yang menggangu bicara

4. Identifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi

Terapeutik

1. Gunakan metode komunikasi alternatif (mis. menulis, mata berkedip, papan


komunikasi dengan gambar dan huruf, isyarat tangan, dan komputer)

2. Sesuaikan gaya komunikasi dengan kebutuhan

3. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan

4. Ulangi apa yang disampaikan pasien

5. Berikan dukungan psikologis

6. Gunakan juru bicara, jika perlu

Edukasi

- Anjurkan berbicara perlahan

- Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif, anatomis, dan fisiologis yang
berhubungan dengan kemampuan berbicara.

Kolaborasi

a. Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis


D. Implementasi

1. Manajemen jalan napas (SIKI , pokja PPNI ,2016: 187)

Definisi

Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan nafas

Tindakan

Observasi

- Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)

- Monitor bunyi nafas tambahan (gurgling, weezhing, ronki kering)

- Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)

Terapeutik

c. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan Heath tilt dan chin lift (jaw-thrust jika
curiga trauma servikal)

d. Posisikan semifowler atau fowler

e. Berikan minuman hangat

f. fisioterapi dada, jika perlu

g. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik

h. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal

i. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forced McGill

j. Berikan oksigen jika perlu

Edukasi

 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi

 Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi

5. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.

2. Manajemen Nutrisi ( SIKI, Pokja PPNI, 2016 : 200)


Tindakan

Observasi

A. Mengidentifikasi status nutrisi

B. Mengidentifikasi alergi dan intoleransi makanan

C. Mengidentifikasi makanan yang disukai

D. Mengidentifikasi kebutuhan nutrisi kalori dan jenis nutrisi

E. Memonitor asupan makanan

F. Memonitor berat badan

G. Memonitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik

A. Melakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu

B. Memfasilitasi menentukan pedoman diet

C. Menyajikan makanan dalam bentuk menarik dan suhu yang sesuai

D. Memberikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein

E. Memberikan suplemen makanan, jika perlu

F. Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogastrik jika asupan oral dapat
ditpleransi

Edukasi

1. Menganjurkan posisi duduk, jika mampu

2. Menganjurkan diet yang diprogramkan


Kolaborasi

- Pemberian medikasi sebelum makan ( mis. Pereda nyeri, antiemetrik) jika perlu

- Kolaborasi dengan ahlli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu

3. Gangguan Komunikasi Verbal ( SIKI, Pokja PPNI, 2016 ; 461)

Promosi Komunikasi: Defisit Bicara ( SIKI, pokja PPNI, 2016 : 373)

Tindakan

Observasi

a. Memonitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume, dan diksi bicara

b. Memonitor proses kognitif, anatomis, dan fisiologis yang berkaitan dengan bicara (mis.
memori, pendengaran, dan bahasa)

c. Memonitor frustasi, marah, depresi, atau hal lain yang menggangu bicara

d. Mengidentifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi

Terapeutik

a) Menggunakan metode komunikasi alternatif (mis. menulis, mata berkedip, papan


komunikasi dengan gambar dan huruf, isyarat tangan, dan komputer)

b) Menyesuaikan gaya komunikasi dengan kebutuhan

c) Memodifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan

d) Mengulangi apa yang disampaikan pasien

e) Memberikan dukungan psikologis

f) Menggunakan juru bicara, jika perlu


Edukasi

A. Mengnjurkan berbicara perlahan

B. Menganjarkan pasien dan keluarga proses kognitif, anatomis, dan fisiologis yang
berhubungan dengan kemampuan berbicara.

Kolaborasi

a. Merujuk ke ahli patologi bicara atau terapis

E. Evaluasi

• Anak tidak menunjukan tanda dan gejala adanya komplikasi / infeksi

• Fungsi pernafasan anak membaik

• Tingkat aktifitas anak sesuai dengan usianya


DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin Hadi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction
Nugroho, Taufan. 2015. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit Dalam.
Yogyakarta: Nuha Medika
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
DPP PPNI.
BAB III

PENUTUP

C. Kesimpulan

Kejang demam merupakan tipe kejang yang paling sering dijumpai pada masa kanak-kanak.
Kejang demam biasanya menyerang anak di bawah 5 tahun, dengan insidens puncak yang
terjadi pada anak usia 14 dan 18 bulan. Kejang demam jarang terjadi pada anak di bawah 6
bulan dan di atas 5 tahun. Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki dan terjadi
peningkatan risiko pada anak yang memiliki riwayat kejnag demam pada keluarga.
D. Saran

Semoga makalah yang dibuat kelompok dapat bermanfaat bagi pembaca dan menambah ilmu
bagi yang membacanya.
Daftar Pustaka

Kusuma, hardi,dkk.2015.Asuhan Keperawatan Diagnosa medis dan nanda nic-noc. jilid 2.


Jogjakarta: Mediaction

Susan.Carma. dkk. 2012. Buku ajar keperawatan pediatri. Edisi 2. Jakarta: EGC

Lusia. Mengenal demam dan perawatan pada anak. Surabaya. 2015: Airlangga university press

Cendhikalistya, otaviayu, gustrin. Ibuku dokterku. Jakarta. 2018: Gramedia

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai