Pengakuan Anak Di Luar

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 4

PENGAKUAN ANAK DI LUAR 

KAWIN
Pembahasan akan didasari pada Kitab Undang-Undang Hukum perdata dan UU Perkawinan Nomor 1 Tahun

1974.

Berdasarkan ketentuan hukum Indonesia, Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 disebutkan

bahwa

“Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga
ibunya”.

Dengan demikian, si anak tidak mempunyai hubungan hukum terhadap ayahnya, baik yang berkenaan dengan

biaya kehidupan dan pendidikannya maupun warisan.

Apabila seorang Bapak ingin mengakui anak di luar kawin tersebut dan untuk mendapatkan hubungan perdata

yang baru maka dapat ditempuh dengan jalan Pengakuan Anak. Pengakuan anak adalah pengakuan bapak

terhadap seorang anak yang lahir di luar perkawinan sah menurut hukum. Syarat yang penting untuk

pengakuan anak adalah adanya ijin dari si Ibu. Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 284 KUH Perdata yang

menyatakan bahwa suatu pengakuan terhadap anak luar kawin, selama hidup ibunya, tidak akan diterima jika

si ibu tidak menyetujui.

Dasar hukum dari pengakuan anak terdapat dalam KUHPerdata:

1. Pasal 280 KUHPdt, menyatakan bahwa dengan pengakuan yang dilakukan terhadap anak luar kawin,
timbullah hubungan perdata antara si anak dan bapaknya.
2. Pasal 273 KUHPdt, menyatakan bahwa anak yang dilahirkan di luar kawin, (selain karena perzinahan
atau dosa darah)dianggap sebagai anak sah, dengan syarat bapak dan ibunya itu kemudian menikah dan
sebelum perkawinan diselenggarakan, anak tersebut diakui oleh bapak ibunya. Dengan demikian seorang
bapak dimungkinkan untuk melakukan pengakuan anak pada saat atau setelah perkawinan dilangsungkan.

Walaupun Pengakuan Anak dimungkinkan dalam KUHPerdata tetapi KUHPerdata juga menetapkan syarat atau

kondisi-kondisi untuk dapat melakukan Pengakuan Anak, yaitu antara lain adanya Surat pernyataaan dari

yang bersangkutan bahwa tidak terikat perkawinan dan anak yang diakui adalah anak

mereka. Jadi apabila salah satu pihak atau kedua-duanya terikat perkawinan dengan orang lain maka

Pengakuan Anak tidap dapat dilakukan.

Pengakuan Anak juga dilarang sesuai yang di atur dalam Pasal 282 KUHPerdata, yaitu antara lain:

1. Oleh anak yang belum dewasa, atau belum mencapai usia 19 tahun; ( Catatan: Khusus bagi perempuan
yang melakukan pengakuan, diperbolehkan meski ia belum mencapai usia 19 tahun )
2. Dilakukan dengan paksaan, bujuk rayu, tipu dan khilaf;

3. Ibu dari anak tersebut tidak menyetujui;


4. Terhadap anak yang dilahirkan akibat hubungan antara pihak yang masih terikat perkawinan
(zinah) maupun anak sumbang kecuali mendapat dispensasi dari Presiden. ( Anak sumbang
adalah anak yang lahir dari hubungan antara dua orang yang dilarang menikah satu sama
lain).

Anak Zina adalah Anak-anak yang dilahirkan dari hubungan luar nikah, antara laki-laki dan perempuan

dimana salah satunya atau kedua-duanya terikat perkawinan dengan orang lain.

Anak Sumbang adalah Anak-anak yang dilahirkan dari hubungan antara laki-laki dan seorang perempuan

yang antara keduanya berdasarkan ketentuan undang-undang ada larangan untuk saling menikahi. Undang-

Undang melarang perkawinan mereka mempunyai kedekatan hubungan darah atau semenda. Mereka-mereka

yang ada adalah keluarga sedarah atau semenda sampai derajat tertentu, tidak boleh saling menikahi.

Kesimpulan:

1. Seorang bapak dapat melakukan Pengakuan Anak terhadap anak yang di lahir di luar kawin dengan ijin dari
ibu si anak.
2. Pengakuan Anak tidak dapat dilakukan apabila anak tersebut adalah anak yang dilahirkan dari hubungan
luar nikah, antara laki-laki dan perempuan dimana salah satunya atau kedua-duanya terikat perkawinan
dengan orang lain.

3. Pada dasarnya anak luar kawin tetap mendapatkan perlindungan dan hak-hak yang sama dengan yang
diberikan kepada anak sah. Tetapi yang membedakan adalah pada anak yang dilahirkan diluar kawin, dia
hanya mendapatkan perlindungan dan hak-haknya sebagai anak yang didapat dari ibu dan keluarganya
ibunya saja.

——————————————-
Pertanyaan:
Tentang Affidavit
Apakah arti Affidavit dan apakah di sistem hukum di Indonesia ada? Biasanya dalam perkara-perkara
seperti apa? Terima kasih. Widhi Lestari
ESTA



Jawaban:
SHANTI RACHMADSYAH, S.H.

Affidavit, menurut “Black's Law Dictionary 7th Edition” adalah:


 
“A voluntary declaration of facts written down and sworn to by the minister
oaths.”
 
Menurut “Webster's New World College Dictionary 4th Edition”,affidavit adalah:
 
“A written statement made on oath before the notary public or other person
authorized to administer oaths.”
 
Sedangkan menurut buku “Terminologi Hukum Inggris-Indonesia” karangan IPM
Ranuhandoko BA, affidavit adalah:
 
“Pernyataan tertulis di atas sumpah oleh pembuatnya, di hadapan penguasa
yang berwewenang”
 
 
Affidavit dalam hukum Indonesia adalah bentuk fasilitas keimigrasian yang diberikan
pemerintah Indonesia kepada seorang anak pemegang paspor asing yang
berkewarganegaraan ganda terbatas sesuai denganUU No. 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan (“UU Kewarganegaraan”), PP No. 2 Tahun
2007, Permenhukham No. M.01-HL.03.01 Tahun 2006. Seperti diketahui, anak
hasil perkawinan campuran antara seorang warga Indonesia dengan warga negara
Asing akan memiliki kewarganegaraan ganda. Apabila anak tersebut memegang paspor
asing, maka paspor asing si anak akan diberikanaffidavit, yang menerangkan bahwa
anak ini adalah subjek dari pasal 41 UU Kewarganegaraan.
 
Affidavit berbentuk selembar pernyataan tertulis yang sah yang ditempelkan (attach)
pada paspor asing si anak. Affidavit digunakan pada saat si anak berkunjung dan
tinggal di Indonesia untuk waktu tertentu dalam statusnya sebagai warga negara
Indonesia terbatas.Affidavit hanya berlaku untuk sekali kunjungan (sekali masuk dan
sekali keluar) wilayah Republik Indonesia.
 
Contoh penggunaan affidavit untuk paspor anak hasil perkawinan campuran bisa
Anda temui dalam artikel ini dan artikel ini.
 
Contoh lain penggunaan affidavit adalah pada perkara perdata, yang diajukan sebagai
alat bukti surat. Hal tersebut dapat Anda temui diartikel ini dan artikel ini.
 

Demikian penjelasan kami. Semoga bermanfaat.


 

Dasar hukum:
1. Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan
2. Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh,
Kehilangan, Pembatalan, dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik
Indonesia
3. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. M.01-HL.03.01 Tahun
2006 tentang Tata Cara Pendaftaran untuk Memperoleh Kewarganegaraan Republik
Indonesia Berdasarkan Pasal 41 dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik
Indonesia Berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia
 
 
Simak dan dapatkan tanya-jawab seputar hukum keluarga lainnya dalam buku “Tanya
Jawab Hukum Perkawinan & Perceraian”dan “Tanya Jawab Hukum Waris &
Anak” (hukumonline danKataelha) yang telah beredar di toko-toko buku.
 

Anda mungkin juga menyukai