Kel 1 - Dian
Kel 1 - Dian
Kelompok 1:
2021
DAFTAR ISI
Berdasarkan kondisi sungai yang ada di Kota Jambi, maka yang dapat dilakukan adalah
dengan menggunakan teknologi pengolahan air yang sesuai dengan memerhatikan karakteristik
air baku dari sungai tersebut. Selain itu, dengan menambahkan jangkauan area cakupan pelayanan,
dapat memberikan jaminan akses terhadap air bersih yang sudah terolah kepada seluruh
masyarakat.
1. Apa saja hal yang perlu dilakukan sebelum mengolah air bersih?
3. Bagaimana cara menentukan potensi serta kekurangan dari karakteristik air baku?
4. Berapa besar debit yang diperlukan agar instalasi pengolahan yang dirancang dapat
memenuhi kebutuhan air di Kota Jambi?
5. Bagaimana cara menentukan teknologi yang tepat untuk mengolah air bersih sehingga
sesuai dengan standar yang berlaku?
1.3 Maksud dan Tujuan
Maksud dari tugas ini adalah memberikan pengalaman terhadap mahasiswa untuk
merancang secara secara detail unit pengolahan air minum dan untuk memenuhi nilai dari mata
kuliah Perancangan Instalasi Pengolahan Air Bersih.
1) Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan/atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
2) Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan/atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
3) Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar,
peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan/atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
4) Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
Perancangan instalasi pengolahan air bersih di wilayah studi Kota Jambi, yang mana air
yang akan diolah diperuntukan untuk keperluan air minum masyarakat Kota Jambi. Kriteria mutu
air dari setiap kelas tercantum dalam Peraturan Pemerintah no. 22 tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan sebelumnya di atur dalam
Peraturan Pemerintah no. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air.
Residu
mg/L 1000 1000 1000 2000
Terlarut
Bagi pengolahan air
minum secara
Residu konvensional,
mg/L 50 50 400 400
Tersuspensi residu
tersuspensi < 5000
mg/L
KIMIA ANORGANIK
Apabila secara
alamiah diluar
rentang tersebut,
pH 6-9 6-9 6-9 5-9 maka ditentukan
berdasarkan
kondisi
alamiah
BOD mg/L 2 3 6 12
Angka batas
DO mg/L 6 4 3 0
minimum
Total Fosfat
mg/L 0,2 0,2 1 5
sebagai P
Bagi perikanan,
NH3-N mg/L 0,5 (-) (-) (-)
kandungan amonia
bebas untuk ikan
yang
peka < 0,02 mg/L
sebagai NH3
Arsen mg/L 0,05 1 1 1
Kobalt mg/L 0,2 0,2 0,2 0,2
Barium mg/L 1 (-) (-) (-)
Boron mg/L 1 1 1 1
Selenium mg/L 0,01 0,05 0,05 0,05
Kadmium mg/L 0,01 0,01 0,01 0,01
Khrom (VI) mg/L 0,05 0,05 0,05 0,01
Bagi pengolahan air
minum secara
Tembaga mg/L 0,02 0,02 0,02 0,2
konvensional, Cu <
1 mg/L
Bagi pengolaha air
minum secara
Besi mg/L 0,3 (-) (-) (-) koncension al, Fe <
5
mg/L
Bagi pengolahan air
minum secara
Timbal mg/L 0,03 0,03 0,03 1
konvension al, Pb <
0,1 mg/L
Mangan mg/L 1 (-) (-) (-)
Air Raksa mg/L 0,001 0,002 0,002 0,005
Bagi pengolahan air
Seng mg/L 0,05 0,05 0,05 2 minum secara
konvension al, Zn <
5
mg/L
Khlorida mg/L 1 (-) (-) (-)
Sianida mg/L 0,02 0,02 0,02 (-)
Fluorida mg/L 0,5 1,5 1,5 (-)
Bagi pengolahan
air minum secara
Nitrit sebagai
mg/L 0,06 0,06 0,06 (-) konvensional, NO2
N
N
< 1 mg/L
Sulfat mg/L 400 (-) (-) (-)
Bagi ABAM tidak
Khlorin bebas mg/L 0,03 0,03 0,03 (-)
dipersyaratkan
Belerang
mg/L 0,002 0,002 0,002 (-)
sebagai H2S
MIKROBIOLOGI
Bagi pengolahan air
minum secara
konvensional, fecal
jumlah/ coliform < 2000
Fecal coliform 100 1000 2000 2000
100ml jumlah/100 ml dan
total coliform <
10000
jumlah/100ml
jumlah/
Total coliform 1000 5000 10000 10000
100ml
RADIOAKTIVITAS
Gross - A bg/L 0,1 0,1 0,1 0,1
Gross - B bg/L 1 1 1 1
KIMIA ORGANIK
Minyak dan
ug/L 1000 1000 1000 (-)
Lemak
Detergen
ug/L 200 200 200 (-)
sebagai MBAS
Senyawa Fenol ug/L 1 1 1 (-)
Sebagai Fenol ug/L
BHC ug/L 210 210 210 (-)
Aldrin/Dieldri
ug/L 17 (-) (-) (-)
n
Chlordane ug/L 3 (-) (-) (-)
DDT ug/L 2 2 2 2
Heptachlor dan
Heptachlor ug/L 18 (-) (-) (-)
epoxide
Lindane ug/L 56 (-) (-) (-)
Methoxyctor ug/L 35 (-) (-) (-)
Endrin ug/L 1 4 4 (-)
Toxaphan ug/L 5 (-) (-) (-)
(PP RI no 82 tahun 2001)
Berdasarakan kedua peraturan diatas yaitu Peraturan Pemerintah no 22 tahun 2021 dan
Peraturan Pemerintah no. 82 tahun 2001, mengimplikasikan bahwa air baku yang akan dijadikan
air minum atau yang akan dikonsumsi masyarakat tidak boleh menimbulkan gangguan kesehatan.
Air baku yang akan dijadikan air minum harus dibebaskan dari berbagai parameter kontaminan,
baik secara fisik, biologi dan kimia, yang dapat mengganggu kesehatan.
Seiring berjalannya waktu, semakin banyak jumlah penduduk yang dilayani di wilayah
daerah pelayanan air baku, sehingga semakin banyak pula kebutuhan air yang dibutuhkan dengan
mempertimbangkan proyeksi penduduk di masa depan. Kebutuhan air baku penduduk ini biasa
disebut kebutuhan air domestik. Kebutuhan air domestik untuk kota dibagi dalam beberapa
kategori, yaitu sebagai berikut:
2. Pengolahan kimia, yaitu tingkat pengolahan dengan menggunakan zat-zat kimia untuk
membantu proses pengolahan selanjutnya
Unit air baku, merupakan sarana pengambilan dan penyediaan air baku. Air baku wajib
memenuhi baku mutu yang ditetapkan untuk penyediaan air minum sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
Berikut adalah jumlah masing-masing parameter dalam klasifikasi parameter wajib air minum
berdasarkan Permenkes 492 tahun 2010.
Tabel 2.4 Batas Jumlah setiap parameter wajib dalam air minum
Selain kebutuhan domestik, tentu saja suatu kota terdapat fasilitas lain sebagai penggerak
kegiatan di kota tersebut. Masing-masing fasilitas tersebut tentunya juga memerlukan air bersih,
namun kebutuhannya tentu tidak sebanyak kebutuhan air bersih domestik. Berikut adalah
klasifikasi fasilitas non domestik berasarkan pembagian beberapa kategori,
● Umum, meliputi : tempat ibadah, rumah sakit, sekolah, terminal, kantor dan lain sebagainya
● Komersil, meliputi : hotel, pasar, pertokoan, rumah makan dan sebagainya
● Industri, meliputi : peternakan, industri dan sebagainya
Berdasarkan Kriteria Perencanaan Direktorat Jendral Cipta Karya, berikut adalah standar
penggunaan air bersih non domestik berdasarkan fasilitas yang ada sesuai kategori kota
Tabel 2.9 Standar Penggunaan Air Minum Berbagai Fasilitas Untuk Kota Kategori I-IV
Tabel 2.10 Standar Penggunaan Air Minum Berbagai Fasilitas Untuk Kota Kategori V
Selain ditinjau berdasarkan kategori kota dan jenis fasilitas non domestik yang ada di Kota
tersebut, kebutuhan air non domestik juga dapat didekati dengan jumlah penduduk di suatu Kota.
Berdasarkan Pedoman Konstruksi dan Bangunan Departemen PU, berikut adlaah kebutuhan air
non domestik berdasarkan jumlah penduduk dalam suatu kota,
Tabel 2.11 Standar Kebutuhan Air Non Domestik Kota Berdasarkan Jumlah Penduduk
1. Koagulasi
o Mengurangi rasa dan bau yang terdapat pada air akibat partikel koloid
Partikel koloid memiliki ukuran berkisar 10-6 – 10-3 mm. Karena ukurannya sangat
kecil, maka partikel ini sulit diendapkan secara gravitasi. Partikel koloid dengan diameter
10-3 memiliki kecepatan mengendap sebesar 1mm/jam, sedangkan partikel koloid dengan
diameter 10-5 memiliki kecepatan mengendap sebesar 1mm/tahun, sehingga tidak mungkin
melakukan penyisihan partikel dengan pengendapan secara gravitasi.
Prinsip kerja dari koagulasi adalah dengan ditambahkannya koagulan pada air,
maka muatan dari zat koagulan dan partikel koloid akan saling menetralkan, sehingga
muatan partikel koloid menjadi netral. Proses ini dilakukan dengan pengadukan cepat agar
koagulan dan air dapat tercampur dengan merata, sehingga partikel koloid yang sudah
dinetralkan, dapat bergabung dengan partikel lain sehingga membentuk flok yang dapat
diendapkan.
1. Jenis Koagulan :
Koagulan yang dapat digunakan pada proses koagulasi dapat dilihat pada table dibawah ini
(Mackenzie, 2010.)
Dari jenis koagulan yang ada, koagulan alum, ferric dan PAC merupaka koagulan
yang paling sering digunakan. Koagulan alum merupakan koagulan yang paling umum
digunakan, dan penggunaan koagulan alum perlu memeperhatikan pH air. Karena perlu
pengaturan pH yang rumit, maka banyak IPA yang beralih penggunaan koagulan menjadi
PAC. Selain tidak perlu pelarutan, koagulan ini juga mempunyai rentang pH yang luas.
Koagulan ferric digunakan apabila pH air yang digunakan diatas 9.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan bak koagulan, yaitu:
2. Direkomendasikan ada 2 bak, yaitu bak pengaduk manual dan satu lagi bak pembubuh
3. Bak koagulasi harus terlindungi dari pangaruh luar dan tahan terhadap bahan koagulan
2. Parameter Desain
1. Jenis koagulan
2. Alkalinitas
Alkalinitas yang baik akan menghasilkan partikel flok yang baik pada saat prose
koagulasi. Air dengan alkalinitas yang kurang akan menghasilkan asam sebagai
byproduct koagulasi dan partikel presipitat akan larut dalam air sehingga perlu
penetralan pH dengan basa seperti lime, NaOH, maupun soda ash.
3. Jenis Pengadukan
𝑃
𝐺=√
𝜇𝑉
Dimana: G = Gradien kecepatan (s-1)
4. Derajat Keasaman
5. Tingkat Kekeruhan
Kekeruhan yang rendah akan lebih sulit dilakukan proses koagulasi, sehingga perlu
kekeruhan tambahan dengan menambahkan clay kedalam air sehingga proses koagulasi
dapat berjalan dengan baik. Air dengan kekeruhan yang tinggi akan lebih mudak
dilakukan proses koagulasi. Apabila kekeruhan air sangat tinggi, direkomendasikan
agar ada unit pra-sedimentasi sebelum unit koagulasi agar beban pengolahan unit
koagulasi tidak terlalu besar.
6. Suhu
Suhu air akan mempengaruhi besarnya viskositas air. Suhu yang tinggi akan
menurunkan viskositas air, sehingga waktu detensi menjadi berkurang, sebaliknya,
apabila suhu air menurun, maka viskositas air bertambah sehingga waktu detensi
meningkat.
3. Kriteria Desain
Td = 20 – 60 s
1. Pengadukan Mekanis
Pedal (paddle) 2 – 15
Turbin 10 – 150
2. Pengadukan Hidrolis
𝑃 = 𝛾𝑄ℎ
h = Tinggi loncatan
Pada pengadukan hidrolis, disarankan nilai G sebesar 800 s-1 dan besarnya waktu
detensi 2 s (Fair, Geyer, and Okun).
3. Pengadukan Pneumatis
ℎ + 𝐶2
𝑃 = 𝐶1 𝐺𝑎 𝑙𝑜𝑔 𝑙𝑜𝑔 ( )
𝐶2
4. Flokulasi
Flokulasi memiliki nilai G yang lebih kecil dan waktu detensi yang lebih
besar dari proses koagulasi. Hal ini dilakukan agar flok yang sudah terbentuk tidak
menjadi pecah akibat aliran air. Pengadukan lambat pada proses flokulasi dilakukan
dengan 2 cara, yaitu
1. Pengadukan mekanis
Pengadukan ini menggunakan peralatan mekanis yang terdiri dari motor, poros,
dan batang pengaduk untuk mengaduk air.
2. Pengadukan hidrolis
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan bak flokulasi,
yaitu:
a. Gradien kecepatan unit flokulasi harus menurun secara gradual agar flok yang
terbentuk tidak pecah
b. Pada bagian dasar bak, terdapat sludge hopper dan pipa pembuang lumpur
untuk menyingkirkan lumpur yang terdapat pada unit flokulasi
⮚ Parameter Desain
● Jenis Pengadukan
● Suhu
Suhu air yang tinggi akan mengurangi viskositas air, sehingga waktu
detensi bak berkurang. Sedangkan apabila suhu air rendah, maka viskositas air
meningkat, sehingga waktu detensi bak bertambah.
● Kecepatan aliran
Kecepatan aliran pada unit flokulasi harus menurun secara perlahan agar
proses flokulasi yang terjadi dapat berjalan dengan baik dan flok yang terbentuk
tidak pecah akibat kecepatan air yang terlalu tinggi.
⮚ Kriteria Desain
(Mackenzie, 2010)
5. Sedimentasi
o Sedimentasi tipe I
o Sedimentasi tipe II
o Sedimentasi tipe II
o Sedimentasi tipe IV
Hal ini disebabkan karena bak ini memiliki stabilitas hidraulis yang
baik dan toleransi terhadap shock loading yang cukup besar. Bak ini juga
dapat dioperasikan apabila debit yang masuk 2 kali lebih besar dari debit
desain sehingga efektif.
⮚ Parameter Desain
o Ukuran partikel
o Jenis partikel
o Viskositas cairan
⮚ Kriteria Desain
(SNI 6774:2008)
𝑣𝑅 𝜌𝑣𝑅
𝑅𝑒 = =
𝜈 𝜇
o Besarnya bilangan Froude adalah
𝑣
𝐹𝑟 =
√𝑔𝑅
o Waktu detensi unit sedimentasi sebesar
𝑉
𝑡𝑠 =
𝑄
o Kecepatan aliran pada tube settler ataupun plate settler adalah
𝑄
𝑣𝑠 =
𝐴𝑠𝑖𝑛𝛼
o Besarnya beban pelimpah adalah
𝑄
𝑊𝐿𝑅 =
𝑁𝐿
Dimana:
6. Filtrasi
a. Filtrasi Granular
Filtrasi ini merupakan filtrasi yang paling sering digunakan pada instalasi
pengolahan air. Filtrasi ini menggunakan media berbutir untuk menyaring air
dari partikel tersuspensi. Menurut Fair dan Geyer (1954), media berbutir yang
paling baik digunakan untuk media filter memiliki diameter 0.037 – 5.56 mm.
Jenis dan karateristik media filter yang biasa digunakan dapat dilihat pada
tabel berikut.
Ukuran efektif 0.45 – 0.55a 0.8 – 1.0 0.2 – 0.4 0.2 – 0.4 0.3 – 0.6
(mm)
0.8 – 1.2b
Uniformity ≤1.65a 1.3 – 2.4 1.3 – 1.7 1.3 – 1.7 1.3 – 1.8
Coefficient
≤1.85b
Spesific gravity 1.5 – 1.75 1.3 – 1.7 3.6 – 4.2 4.2 – 5.0 2.55 – 2.65
a
Apabila digunakan sebagai media tunggal
b
Apabila digunakan sebagai lapisan atas pada filter multimedia
(Castro et al., 2005; Cleasdy dan Logsdon, 1999; GLUMRB, 2003; MWH, 2005)
b. Filtrasi Membran
Air laut mengandung mineral yang tidak dapat dipisahkan oleh filtrasi
granular, sehingga perlu filtrasi membran untuk menyisihkan mineral yang
terdapat pada air laut sehingga air bersih diperoleh. Secara umum, filtrasi
yang biasa digunakan pada instalasi pengolahan adalah filtrasi granular.
Filtrasi granular terdiri atas 2 jenis, yaitu:
⮚ Parameter Desain
Hal yang harus diperhatikan dalam saringan pasir cepat adalah gradasi
ukuran media filtrasi. Gradasi yang tidak baik akan mengahilkan porositas
yang terlalu besar, sehingga partikel tersuspensi tidak dapat tersaring dengan
baik.
Selain itu media penyangga filter juga harus dirancang. Media yang biasa
digunakan sebagai media penyangga adalah kerikil. Perlu juga diperhitungkan
gradasi kerikil agar filter yang dirancang sesuai dengan yang diharapkan.
Spesifikasi kerikil bergradasi sebagai media penyangga dapat dilihat pada
tabel dibawah ini
3–6 50 – 75
5 – 12 50 – 75
12 – 20 75 – 125
20 – 40 75 – 125
40 – 65 125 – 200
(GLUMRB, 2012)
⮚ Kriteria Desain
● Lebar sel ≤ 6 m
● Kedalaman sel = 4 – 8 m
Media yang digunakan adalah media tunggal berupa pasir. Kriteria desain
untuk media pasir adalah:
● UC = 1.3 – 1.8
● Diameter orifice = 6 – 19 mm
Saringan ini disebut saringan pasir lambat karena filtration rate nya
sebesar 0.1 – 0.2 m/jam. Pengolahan air dengan saringan pasir lambat
memiliki keunggulan, yaitu saringan ini mampu mengolah air secara fisik,
kimia, dan biologi tanpa menggunakan bahan kimia.
⮚ Parameter Desain
Saringan pasir ini memiliki ukuran butiran pasir dan kerikil yang sangat
halus, sehingga banyak material tersuspensi yang dapat tertahan pada media
filter sekalipun yang paling halus. Namun filter ini memiliki kandungan silikon
yang sangat tinggi dalam media filternya.
⮚ Kriteria Desain
⮚ UC = 2 – 3
● Media Kerikil
⮚ Ukuran efektif = 3 – 65 mm
7. Disinfeksi
Disinfeksi biasanya dilakukan pada proses akhir pengolahan air, ketika air
yang sudah diolah memiliki kekeruhan serta materi organik yang sangat rendah.
Hal ini dilakukan untuk mencegahnya terbentuk THM (trihalo metan) yang
merupakan produk sampingan dari proses disinfeksi yang bersifat karsinogen dan
dapat membahayakan kesehatan.
1. Cara fisik
▪ Mekanis
2. Cara Kimia
▪ Penambahan Oksidator
▪ Penambahan asam/basa
Kondisi air yang terlalu asam ataupun terlalu basa akan membunuh
mikroorganisme. Cara ini dapat dilakukan dengan menambah asam kuat
maupun basa kuat kedalam air sehingga mikroorganisme mati. Perlu pH
air dinetralkan setelah disinfeksi dilakukan dengan asam ataupun basa.
Hal yang perlu diperhatikan dalam proses disinfeksi adalah:
b) Bak kaporit
c) Bak harus dilindungi dari pengaruh luar dan tahan terhadap kaporit.
in
1. Jenis Disinfektan
2. Jenis Mikroorganisme
𝑑𝐶
= −𝑘1𝑑 𝐶
𝑑𝑡
Sedangkan pada hipoklorit dan ozon mengikuti reaksi orde dua, yaitu:
𝑑𝐶
= −𝑘2𝑑 𝐶 2
𝑑𝑡
Dimana:
𝐶𝑛𝑡 = 𝐾
Dimana
K = Konstanta
t = Waktu (s)
n = koefisien pelarutan
4. pH
Pada kesetimbangan OCl- dan HOCl dalam proses disinfeksi, HOCl
akan lebih dominan pada pH air rendah, sehingga lebih efektif sebagai
disinfektan. Pada pH air yang tinggi OCl- akan lebih dominan sehingga
dibutuhkan lebih banyak klor untuk disinfeksi.
5. Suhu
Partikel fisik dan kimia yang berada dalam air akan mengganggu
proses disinfeksi karena klor akan digunakan untuk mengoksidasi partikel
fisik dan kimia yang ada dalam air terlebih dahulu, sehingga proses
disinfeksi sebaiknya dilakukan setelah proses filtrasi dimana partikel fisik
dan kimia dalam air sudah sangat sedikit sehingga efekticitas disinfeksi
meningkat.
BAB III
DASAR-DASAR PERENCANAAN
3.1 Luas dan Bataa Wilayah
Kota Semarang terletak di Jawa Tengah sebagai Ibu Kota Jawa Tengah. Kota Semarang
terletak antara garis 6°50’ - 7°10’ Lintang Selatan dan garis 109°35’ - 110°50’. Kota ini berbatasan
dengan Kabupaten Kendal disebelah Barat, Kabupaten Demak disebelah Timur, Kabupaten
Semarang disebelah Selatan, dan Laut Jawa disebelah Utara dengan panjang garis pantai 13.6 km.
Ketinggian Kota semarang terletak antara 0.75 smapai ketinggian 348 m diatas garis pantai.
Kota semarang memiliki luas wilayah sebesar 373.67 km2 yang terdiri dari 16 kecamatan
dan 177 kelurahan. Kecamatan yang paling luas wilayahnya adalah Kecamatan Mijen dengan luas
wilayah sebesar 57.55 km2, diikuti oleh Kecamatan Gunungpati dengan luas wilayah sebesar 54.11
km2, sedangkan kecamatan terkecil wilayahnya adalah Kecamatan Semarang Selatan dengan luas
wilayah 5.93 km2.
Dari hasil perhitungan, proyeksi penduduk didapat dengan menggunakan metode regresi linear
dengan menggunakan persamaan berikut.
Hasil perhitungan dari metode regresi linear dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 3.3 Proyeksi Penduduk Metode Regresi Linear
Jumlah
Tahun Penduduk x x^2 y y^2 xy Pn (Pn-Pr)^2 (Pn-P)^2
(Jiwa)
STD 1685.506905
r^2 0.981297373
r 0.990604549
a 563059.8571
b 6656.142857
2021 8 616309
2022 9 622965
2023 10 629621
2024 11 636277
2025 12 642934
2026 13 649590
2027 14 656246
2028 15 662902
2029 16 669558
2030 17 676214
2031 18 682870
2032 19 689527
2033 20 696183
2034 21 702839
2035 22 709495
2036 23 716151
2037 24 722807
2038 25 729463
2039 26 736120
2040 27 742776
2041 28 749432
Tabel 3.6 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlalu Menurut Jenis Pengeluaran Kota
Jambi Skala Miliar Rupiah 2015-2019
Berdasarkan Tabel 3.1 diatas untuk melihat pola konsumsi penduduk Kota Jambi, dapat dilihat
pada pengeluaran konsumsi rumah tangga. Pengeluaran konsumsi rumah tangga terus mengalami
peningkatan disetiap tahunnya, dengan deviasi peningkatan mulai dari 0.045% hingga
0.051%. Pengeluaran konsumsi rumah tangga mencakup berbagai pengeluaran konsumsi akhir rumah
tangga atas barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan individu ataupun kelompok secara langsung.
Pengeluaran rumah tangga di sini mencakup makanan dan minuman selain restoran; pakaian, alas kaki
dan jasa perawatannya; perumahan dan perlengkapan rumah tangga; kesehatan dan pendidikan;
transportasi dan komunikasi; restoran dan hotel serta lainnya.
Tabel 3.8 Persentase Pengeluaran per kapita Sebulan menurut Kelompok Komoditas Makanan dan
Daerah Tempat Tinggal
Berdasarkan Tabel 3.3 diatas, daerah perkotaan lebih dari sepertiganya didominasi makanan dan
minuman jadi yaitu sebesar 34,31 persen. Posisi kedua ditempati oleh rokok dan tembakau sebesar 12,24
persen dan selanjutnya padi-padian sebesar 9,27 persen. Dapat dilihat bahwa pola konsumsi rumah
tangga/penduduk Kota Jambi lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran lainnya (pemerintah, LNPRT,
dll), dengan mayoritas pengeluaran untuk non makanan meskipun pengeluaran untuk sector pangan
didominasi oleh makanan dan minuman.
1. Sumur dangkal
Sumur dangkal dikelola atau digunakan oleh individu atau komunal. Dalam
penggunaan sumur dangkal harus diperhatikan betul sumber pencemar air didalam sumur
tersebut seperti jarak dari tangki septik, buangan graywater dan sumber pencemar lainnya.
Dalam penggunaannya biasanya dilakukan secara manual untuk pemindahan air dari sumur
kerumah warga.
1. Sumur dalam
Penggunaan sumur dalam biasanya secara individu. Dalam pengoperasiannya
sumur dalam biasanya menggunakan pompa listrik untuk memindahkan air dari sumur.
Kualitas air sumur dalam biasanya lebih dominan bersih dibandingkan sumur dangkal.
1. Mata air
Untuk penggunaan mata air sebagai sumber air minum, masyarakat membuat sistem
penampungan air dari mata air dan kemudian digunakan.
Ada beberapa hal yang menyebabkan masyarakat di Kota Jambi menggunakan sumber air
non perpipaan atau menggunakan sumber air selain dari PDAM. Yang pertama kemungkinan
masyarakat tidak terlayani sama sekali oleh air perpipaan PDAM sehingga pilihan terakhirnya
adalah penggunaan sumber air lainnya. Yang kedua kemungkinan masyarakat sudah dalam
pelayanan air dari jaringan perpipaan tetapi masih menggunakan sumber lain dengan alasan hemat
atau kekurangan air dari PDAM. Kemungkinan lainnya adalah tingkat pelayanan dari PDAM yang
buruk sehingga masyarakat lebih memilih mendapatkan sumber air dari sumur. Selain itu
masyarakat yang tidak mau menggunakan air dari perpipaan karena memanggap air sumur lebih
bersih juga salah satu faktor penting dalam pemilihan sumber air di tengah masyarakat.
FISIK
Temperatur C 28
KIMIA
Fe mg/l 0,239
Mn mg/l <0,0034
pH mg/l 4
COD mg/l 81
BIOLOGI
Berdasarkan hasil analisa tersebut diperoleh beberapa parameter yang tidak memenuhi
baku mutu yang ditetapkan seperti pada PERMENKES RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010
tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, pada regulasi tersebut dijelaskan baku mutu kualitas air
minum yang wajib diikuti oleh semua pihak, Adapun baku mutu air minum berdasarkan
PERMENKES RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010 yakni :
1. Baku mutu badan air adalah standar untuk kadar air sesuai dengan peruntukannya dalam
upaya pengendalian pencemaran badan air.
2. Baku mutu limbah cair : untuk membatasi beban limbah dari sumber pencemar
1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
2. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan ,air untuk mengairi pertanaman, dan atau
peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
3. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar,
peternakan, air untuk imengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut; dan
4. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi, pertanaman dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
Pada PP 82 tahun 2001, dijelaskan lebih detil lagi terkait kalsifikasi mutu air berdasarkan kelasnya
seperti pada tabel berikut ini.
Tahap III (2025-2034) program pembangunan panjang sasaran dalam rangka peningkatan
pelayanan melalui pengembangan jaringan pipa air minum untuk wilayah pinggiran Kota Jambi
berbatasan dengan Kabupaten Muaro Jambi yaitu sepanjang jalan lingkar selatan dan jalan lingkar barat
yang sekarang sedang tumbuh dan berkembang pembangunanya. Untuk lingkar barat melalaui IPA Aur
Duri sedangkan untuk jalan lingkar selatan melalui IPA Tanjung Sari. sesuai kebutuhan air pada akhir
perencanaan sebesar 3.651 lt/det dan target pelayanan meningkat menjadi 95%.
● Kebutuhan Air Domestik Tahun 2021 = jumlah penduduk proyeksi tahun 2021 x 100
l/o/hari x 1,1 = 616.309 jiwa x 100 l/jiwa/hari x 1,1 = 23727896,5 liter/hari
Non Domestik
Kebutuhan air non domestik adalah jumlah kebutuhan air yang biasa digunakan pada
fasilitas umum ataupun fasilitas sosial lainnya, seperti taman, rumah sakit, kantor kepala daerah,
dan tempat lainnya. Berdasarkan problem set, nilai kebutuhan air non domestik sejumlah 30% dari
kebutuhan air domestik. Maka dari itu, rumus untuk menentukan kebutuhan air non domestik ialah
sebagai berikut:
Kebutuhan Air Non Domestik Tahun 2021 = Kebutuhan Air Domestik Tahun 2021 x 30%
= 7118368,95 liter/hari
up=95-352034-2021=9.6%
Kita bulatkan hasil perhitungan keatas karena jumlah orang tidak mungkin
pecahan.
Pterlayanni=0.35×P2021
Pterlayani=215708 jiwa
Untuk tahun 2022 sampai tahun 2041 dapat diperoleh dengan cara yang sama
Kota Jambi merupakan kota besar karena jumlah penduduknya diantara 500000
sampai 1000000 jiwa. Menurut Kriteria Perencanaan Dirjen Cipta Karya tahun
2010, kebutuhan air domestiknya sebesar 100 L/o/h. Kebutuhan air domestik yang
akan dihitung haruslah memperhatikan factor pemakaian maksimum. Maka,
besarnya kebutuhan air domestic adalah
Qdomestik=100×Pterlayanifm
Qnondomestik=0.3×Qdomestik
Qnondomestik=12101227.22 L/hari
Qgabungan=52438651.27 L/hari
Berdasarkan perkiraan secara empiris dari lapangan, kebutuhan air untuk hidran
kebakaran dan tata kota masing-masing berkisar 2-5%. Kita asumsikan kebutuhan
air untuk tata kota dan hidran kebakaran masing-masing 5% dari Q gabungan , maka
Qkota=Qgabungan×5%
Qkota=2621932.563 L/hari
Qhidran=Qgabungan×5%
Qhidran=2621932.563 L/hari
Maka total kebutuhan air tata kota dan hidran merupakan kebutuhan air lainnya
Qlainnya=5243865.127 L/hari
Besarnya total kebutuhan air merupakan total kebutuhan air lainnya dan Q gabungan ,
sehingga
Qtotal=40717070.39 L/hari
Qhilang=15%×Qtotal
Qhilang=6107560.559 L/hari
Qpemeliharaan=5%×Qtotal
Qpemeliharaan=305378.028 L/hari
Qfinal=Qtotal+Qhilang+Qpemeliharaan
Qfinal=47130008.98 L/hari
k. Kapasitas IPA
Instalasi pengolahan air harus mampu menangani pemakaian air pada saat jam
puncak, sehingga
QIPA=1.5×Qfinal
QIPA=70695013.47 L/hari
QIPA=818.229 L/s
Untuk hasil perhitungan tahun 2022 sampai tahun 2041 diperoleh dengan cara
yang sama sehingga diperoleh table 8.
Beberapa sumber air baku mengandung kontaminan atau partikel pengotor yang terlalu
banyak, sehingga perlu untuk dilakukan penyaringan pada awal proses pengolahan. Air gambut
secara umum memiliki karakteristik yang tidak aman digunakan sebagai sumber air minum, seperti
jumlah TSS dan kadar TDS yang tinggi.
Berikut adalah rumus untuk melakukan perhitungan pad apernecanaan desain bar screen,
o 𝑄𝑑 = 𝐴𝑐 𝑥 𝑉𝑎
𝑄𝑑
o 𝐴𝑐 = 𝑉𝑎
o 𝐴𝑐 = 𝑊 𝑥 𝑑
𝑑
o = 1,5
𝑊
𝑐 𝐴
o 𝐴𝑠 = 𝑠𝑖𝑛𝑠𝑖𝑛 𝜃
𝑆
o 𝐴𝑠 = 𝐴𝑠 𝑡𝑏𝑎𝑟
𝑉
o 𝑉𝑏 = 𝐴𝑐 𝑥 𝐴 𝑎
𝑛𝑒𝑡
Selain itu, headloss juga penting untuk diperhatikan, terlebih ketika bar screen menggunakan
pembersihan manual, sehingga air masih bisa mengalir ke pengolahan selanjutnya. Untuk
headloss, dapat dihitung dengan:
𝑉𝑏2 − 𝑉𝑎2 1
𝐻𝑙 = 𝑥
2𝑔 0,7
Dengan :
Prasedimentasi adalah suatu proses yang berfungsi untuk mengurangi kandungan solid atau
zat padat pada air baku, zat padat ini umumnya berukuran besar sehingga dapat mengendap dengan
sendirinya secara gravitasi, umunya proses pengendapan ini memerlukan waktu 2-3 jam untuk
jenis partikel sperti pasir, lumpur dan sebagainya (Razif, 1985).
● Prasedimentasi mekanik untuk menyisihkan pasir dan kerikil pada air baku.
Untuk material kasar memiliki berat jenis yang lebih besar daripada air sehingga mudah
sekali untuk mengendap secara gravitasi sedangkan untuk materi yang memiliki berat jenis yang
kecil dari pada air maka akan melayang dan terbawa oleh gaya dorong arus air.
Gambar 4.2 Bak Prasedimentasi
(SPAM Regional Gianjar Bali, 2019)
Bak prasedimentasi pada umumnya dibuat memanjang searah dengan arah aliran dimana
saat air masuk ke dalam bak maka kecepatan aliran akan berkurang, karena luas penampang bak
tegak lurus dengan aliran dan umunya lebih besar daripada saluran masuk maka pada materi yang
berat akan dengan mudah mengendap.
Dalam perancangan bak pra sedimentasi terdapat beberapa parameter yang harus diperhatikan
yakni :
o Waktu detensi : waktu detensi yang dibutuhkan untuk zat padat tersuspensi untuk
mengedap secara gravitasi pada bak pra sedimentasi.
o Kecepatan inlet : kecepatan aliran masuk ke bak pra sedimentasi dimana pada hal ini
aliran tidak boleh terbentuk aliran turbulen yang berlebih dan agar mempercepat
waktu pengendapan.
o Tinggi freeboard : freeboard merupakan ruang kosong di atas bak pra sedimentasi.
Keberadaannya sangat penting karena dalam bak pra sedimentasi memerlukan
perhitungan waktu tinggal air dan agar keterisian air tidka memenuhi bahkan melebihi
ruang yang tersedia.
o Surface loading : hubungan antara volume air yang masuk bak pra sedimentasi selama
sehari dimana air tersebut mengandung padatan atau solid yang akan diendapkan.
5.1.3 Kriteria Desain
5.1.4 Perhitungan
Dengan kondisi aliran NRE < 2000 dan NFr > 10-5, maka
Vh = (10 – 18) Vo
𝑡 𝑉𝑜
=
𝑡𝑑 𝑄/𝐴
Keterangan:
−1/𝑛
𝑦 𝑛𝑉𝑜
= 1 − (1 + )
𝑦𝑜 𝑄
𝐴
Keterangan:
Keterangan:
● Vh : Kecepatan horizontal
● t : Waktu pengendapan
Untuk mengontrol atau mengatur kondisi aliran dapat menggunakan persamaan berikut:
𝑅
𝑁𝑅𝑒 = 𝑉ℎ𝑥 ≤ 2000
𝑣
𝑉ℎ2
𝑁𝐹𝑟 = ≥ 10−5
𝑔𝑅
Setelah menentukan nilai NRe maka perlu dilakukan pengecekan nilai NRe partikel yang mama
menggunakan hukum Stoke sebagai berikut:
1 (𝑆𝑠 − 1)
𝑉𝑠 = ( )𝑔𝑑²
18 𝛿
Pengaturan atau pegontrolan terhadap kecepatan penggerusan (scouring) diperlukan yakni dengan
menggunakan persamaan berikut :
8𝛽 𝜌𝑠−𝜌𝑤
𝑉𝑠 = √ . . 𝑔𝑑
𝜏 𝜌𝑤
Keterangan:
● Vs : Kecepatan scouring
● g : Gravitasi
● d : Diameter partikel
o Pintu Air
Sebelum menentukan luas pintu air (Acr) perlu ditentukan kehilangan tekanan (hf) dan untuk
menentukan kehilangan tekanan dapat menggunakan persamaan berikut :
𝑄
ℎ𝑓 = ( )²
2,746. 𝑏. ℎ
Dengan :
setelah mengetahui kehilangan tekanan maka dapat ditentukan luas pintu air dengan persamaan
berikut :
𝑄 = 𝐶. 𝐴. √2𝑔ℎ→ C = 0,6
𝑄
𝐴𝑐𝑟 =
𝐶√2𝑔ℎ1
𝑉 = 𝐶. √2𝑔ℎ1
o Pemerataan Aliran
Untuk pemerataan aliran air yang memasuki unit pengendapan dapat menggunakan dinding
berlubang (perporated wall), luas permukaan lubang sendiri dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan berikut :
1 2
𝐴𝑙𝑢𝑏𝑎𝑛𝑔 = 𝜋 (𝑑𝑖ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 𝑝𝑒𝑟 𝑙𝑢𝑏𝑎𝑛𝑔)
4
Perhitungan kehilangan tekanan pada lubang dapat menggunakan persamaan berikut :
𝑉² 𝑉2
ℎ𝑓 = 𝑘1
2𝑔 2𝑔
o Zona Outlet
Saat air keluar dari bak prasedimentasi melalui weir maka selanjutnya dialirkan ke unit
pengolahan selanjutnya, untuk tinggi air di atas pelimpah dapat dihitung dengan persamaan
berikut :
𝑄 = 2,49. 𝑏. ℎ3/2
4.4.3 Netralisasi pH
Salah satu ciri utama dari air gambut adalah air gambut tingkat keasamannya tinggi.
Kadar aman pH untuk dikonsumsi atau sesuai baku mutu adalah berkisar 6,5 – 8. Apabila air
berada diluar rentang tersebut, maka dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Adapun
salah satu cara untuk menyesuaikan nilai pH dari air gambut adalah yang paling sederhana
menggunakan cara netralisasi menggunakan kapur (CaO) ataupun batu gamping (CaCO3). Oleh
karena itu, ditinjau dari sumber air baku yang akan digunakan, yaitu air gambut dan pada studi
kasus kali ini, air gambut memiliki derajat keasaman yaitu pH = 4, maka penggunaan/penambahan
unit netralisasi penting untuk dilakukan.
Hal ini dikarenakan selain mengurangi kadar keasaman itu sendiri, proses netralisasi
juga dapa memengaruhi pengolahan air pada proses berikutnya. Sebagai contoh, pada proses
koagulasi, pada proses tersebut, koagulasi akan berjalan optimal ketika pH berada di sekitar 5,5 –
8. Secara umum, berikut adalah mekanisme netralisasi untuk menyesuaikan kadar pH:
Sedimentasi merupakan unit yang berfungsi memisahkan padatan dan cairan dengan
menggunakan pengendapan secara gravitasi untuk memisahkan partikel tersuspensi yang terdapat
didalam cairan tersebut (Reynolds, 1982). Unit sedimentasi menyisihkan materi yang telah
melewati proses kimia, sedangkan unit pengendapan untuk air baku yang belum mengalami proses
kimia disebut unit pra sedimentasi.
Untuk mendapatkan efisiensi pengolahan yang optimal maka bentuk bak sedimentasi harus
dibuat sedemikian rupa sehingga karakteristik aliran di dalam bak tersebut memiliki aliran yang
laminar dan tidak mengalami aliran mati (Shortcircuiting). Bak sedimentasi pada umumnya
terbuat dari beton bertulang dengan bentuk bulat maupun persegi panjang.
Koagulasi adalah proses destabilisasi partikel koloid ke bentuk potensial yang netral
dengan cara penambahan beberapa senyawa kimia yang disebut koagulan. Hal ini disebabkan
karena koloid merupakan partikel yang sulit diendapkan karena ukurannya yang beragam. Fungsi
koagulasi menurut Metcald dan Eddy (1991) adalah sebagai berikut:
● Mengurangi kekeruhan akibat partikel koloid anorganik maupun organik di dalam
air
● Mengurangi warna yang diakibatkan oleh partikel koloid
● Mengurangi bakteri-bakteri patogen dalam partikel koloid, algae dan organisme
plankton lain
● Mengurangi rasa bau akibat partikel koloid dalam air
Koloid merupakan partikel-partikel kecil yang memiliki ukuran tertentu dengan
gaya tarik menarik antara partikel yang lebih kecil dari pada gaya tolak menolak akibat
muatan listrik yang ada didalamnya. Pada kondisi stabil, penggumpalan partikel tidak
terjadi dan Gerakan Brown menyebabkan partikel tetap berada sebagai suspense.
Tabel 4.4 Pengendapan partikel dalam air
Waktu Pengendapan
Diameter
Tipe Partikel pada Kedalaman 1
Partikel (mm)
Meter
10 Kerikil 1 detik
1 Pasir 10 detik
10-1 Pasir Halus 2 menit
10-2 Lempung 2 jam
10-3 Bakteri 8 hari
10-4 Koloid 2 tahun
10-5 Koloid 20 tahun
10-6 Koloid 200 tahun
Prinsip kerja koagulasi yaitu terjadinya proses charge particle dengan proses kimia
yang akan menetralkan melalui penambahan zat koagulan sesuai dengan dosis yang
diperlukan dan pengadukan cepat dalam bak. Hal ini akan menyebabkan partikel-partikel
koloid yang ada akan memiliki zat potensial yang netral sehingga diharapkan dapat terjadi
proses tarik menarik antar partikel. Proses tarik menarik ini dapat menyababkan ukuran
partikel menjadi lebih besar sehingga mudah untuk dipisahkan dengan cara sedimentasi,
filtrasi atau proses pemisahan lainnya. Dalam prosesnya, zat koagulan dapat
diklasifikasikan menjadi 3 golongan yaitu, alumunium sulfat (Al2(SO4)3), feri khlorida
(FeCl3), dan kalsium oxide (CaO).
b. Persyaratan Umum dan Khusus
Ada tujuh faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu proses koagulasi sebagai berikut:
1. Jenis bahan kimia yang digunakan, pemilihan jenis koagulan didasarkan pada
pertimbangan segi ekonomis dan daya efektivitas koagulan dalam pembentukan flok.
Jenis koagulan yang biasanya digunakan adalah koagulan garam logam dan koagulan
polimer
2. Pemberian dosis koagulan harus sesuai dengan dosis yang dibutuhkan, sehingga proses
pembentukan inti flok akan berjalan dengan baik (Sugiarto, 2007),
3. Alkalinitas dalam air ditentukan oleh kadar asam atau basa yang terjadi dalam air.
Alkalinitas dalam air dapat membentuk flok dengan menghasilkan ion hidroksida pada
reaksi hidrolisa koagulan
4. Jenis pengadukan dalam pengolahan air dapat dikelompokkan berdasarkan kecepatan
pengadukan dan metoda pengadukan. Berdasarkan kecepatannya, pengadukan
dibedakan menjadi pengadukan cepat dan pengadukan lambat. Kecepatan pengadukan
dinyatakan dengan gradien kecepatan, yang merupakan fungsi dari tenaga yang
disuplai (P):
𝑊 𝑃
𝐺=√ =√
𝜇 𝜇. 𝑉
Dimana :
W = tenaga yang disuplai per satuan volume air (N-m/detik.m3)
P = suplai tenaga ke air (N.m/detik)
V = volume air yang diaduk, m3
𝜇 = viskositas absolut air, N.detik/m2
Besarnya gradien kecepatan akan mempengaruhi waktu pengadukan yang diperlukan.
Makin besar nilai G, maka waktunya makin pendek. Untuk menyatakan kedua
parameter itu, maka digunakan bilangan Camp, yaitu hasil perkalian gradien kecepatan
dengan waktu pengadukan atau G.td.
5. Suhu air berpengaruh terhadap efisiensi proses koagulasi. Apabila suhu air rendah,
maka besarnya daerah pH yang optimum pada proses koagulasi akan berubah sehingga
pembubuhan dosis koagulan juga akan berubah
6. Derajat Keasaman (pH), proses koagulasi akan berjalan dengan baik apabila berada
pada daerah pH yang optimum. Setiap jenis koagulan mempunyai pH optimum yang
berbeda
7. Tingkat kekeruhan, pada tingkat kekeruhan yang rendah proses destabilisasi akan sulit
terjadi. Sebaliknya pada tingkat kekeruhan air yang tinggi proses destabilisasi akan
berlangsung cepat
d. Kriteria Desain
Penentuan dosis koagulan bervariasi sesuai dengan jenis koagulan yang dipakai, kekeruhan
air baku, pH, alkalinitas dan juga temperatur operasi. Disamping itu dipengaruhi pula oleh faktor-
faktor lainnya misalnya kandungan zat besi dan mangan yang tinggi, mikroorganisme.
● Untuk aluminium sulfat padatan, dapat dipakai langsung dalam bentuk padatan
(bubuk) tetapi sering kali dilarutkan terlebih dahulu sebelum dibubuhkan kedalam
air baku. Konsentrasi larutan alum biasanya sekitar 5 -10 % untuk instalasi kecil
dan untuk instalasi yang besar biasanya 20 -30 %. Sedangkan untuk poly aluminium
chloride harus dipakai dalam bentuk aslinya (cair) tanpa pengenceran karena jika
diencerkan akan terhidrolisa. Perhitungan dosis koagulan dapat dilakukan dengan
memakai rumus sebagai berikut :
𝑃𝐴𝐶
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
Dimana :
Konsentrasi = Dosis yang dibutuhkan (ppm)
PAC = Persentase zat klorin
Volume = Volume air yang masuk
● Zat alkali dipakai untuk pengolahan air minum dengan tujuan untuk pengaturan pH
dan alkalinitas air baku agar proses koagulasi dapat berjalan dengan baik dan
efektif. Dosis zat zat alkali yang dibubuhkan harus ditentukan berdasarkan laju
pembubuhan harus ditentukan berdasarkan alkalinitas air baku dan laju
pembubuhan koagulan. Perlu atau tidaknya penambahan zat alkali tersebut serta
dosisnya (rata-rata, minimum dan maksimum) harus ditentukan berdasarkan
alkalinitas air baku, laju pembubuhan koagulan serta alkalinitas air olahan yang
diharapkan dengan menggunakan jar tes. Untuk menghitung dosis zat alkali yang
diperlukan dapat memakai rumus sebagai berikut :
𝑊 = [(𝐴2 + 𝐾 𝑋 𝑅) − 𝐴1]𝑋 𝐹
Dimana :
W= Dosis pembubuhan zat alkali ( mg/lt = ppm )
A1= Alkalinitas air baku (mg/lt = ppm )
A2= Alkalinitas yang diinginkan (mg/lt = ppm )
K= Pengurangan alkalinitas akibat penambahan 1 ppm koagulan
R= Dosis koagulan (ppm).
F= Penambahan zat alkali untuk menaikan alkalinitas 1 mg/l
● Ferrous Sulfate (FeSO4)
Ferrous Sulfate membutuhkan alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida agar
menghasilkan reaksi yang cepat. Senyawa Ca(OH)2 dan NaOH biasanya
ditambahkan untuk meningkatkan pH sampai titik tertentu dimana ion Fe2+
diendapkan sebagai Fe(OH)3. Pengadukan cepat (rapid mixing) merupakan bagian
integral dari proses koagulasi. Pengadukan cepat yang efektif sangat penting ketika
menggunakan koagulan logam seperti alum dan ferric chloride, karena proses
hidrolisnya terjadi dalam hitungan detik dan selanjutnya terjadi adsorpsi partikel
koloid. Tujuan pengadukan cepat adalah untuk mempercepat dan menyeragamkan
penyebaran zat kimia melalui air yang diolah karena pengadukan akan
menghasilkan turbulensi air sehingga dapat mendispersikan bahan kimia yang akan
dilarutkan dalam air. Secara umum, pengadukan cepat adalah pengadukan yang
dilakukan pada gradien kecepatan besar (300 sampai 1000 detik) selama 5 hingga
60 detik atau nilai GTd (bilangan Champ) berkisar 300 hingga 1/100. secara
spesifik, nilai G dan td bergantung pada maksud atau sasaran pengadukan cepat.
Untuk proses koagulasi-flokulasi:
• Waktu detensi = 20 - 60 detik
• G = 1000 -700 detik
Untuk penurunan kesadahan (pelarutan kapur dan soda):
• Waktu detensi = 20 - 60 detik
• G = 1000 - 700 detik
Untuk presipitasi kimia (penurunan Fosfat, logam berat, dan lain-lain):
• Waktu detensi 0.5- 6 menit
• G 1000 - 700 detik
Pengadukan cepat dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
1. Pengadukan mekanis
Pengadukan mekanis adalah metoda pengadukan menggunakan peralatan
mekanis yang terdiri atas motor, poros pengaduk (shaft), dan alat pengaduk
(impeller). Peralatan tersebut digerakkan dengan motor bertenaga listrik.
Berdasarkan bentuknya, ada tiga macam impeller, yaitu pedal (paddle), turbine,
dan baling-baling (propeller). Gambar dari ketiga bentuk tersebut dapat dilihat
di bawah ini:
Gambar 4.4 Bentuk-bentuk propeller
(Qasim, 1985)
Tabel 4.5 Kriteria Desain Impeller
Unit Kriteria
Pengaduk cepat Hidrolis:
● Tipe - terjunan
- saluran bersekat
- dalam pinstalasi pengolahan
air bersekat
Mekanis:
- Bilah (Blade), pedal (padle)
Kinstalasi pengolahan
airs
- Flotasi
● Waktu pengadukan (detik)
1–5
(SNI 6774:2008)
c. Performance
Dalam pengolah melalui proses koagulasi ini terdapat beberapa keebihan dan kekurangan
antara lain
1. Kelebihan:
● Air hasil pengolahan relatif lebih jernih
● Kadar kekeruhan (turbidity), BOD, COD, dan lainnya dialiran effluent jauh
berkurang (efisiensi pengolahan sekitar 80-90%)
● Bila dilewatkan melalui alat filtrasi, hasilnya jauh lebih jernih dan dapat
dimanfaatkan untuk kegiatan lain
2. Kekurangan:
● Terbentuk lumpur (sludge) dan dianggap sebagai lumpur B3
● Ada biaya tambahan untuk pengelolaan lumpur;
Dalam pengolah melalui proses koagulasi ini terdapat beberapa keebihan dan
kekurangan antara lain
3. Kelebihan:
o Air hasil pengolahan relatif lebih jernih
o Kadar kekeruhan (turbidity), BOD, COD, dan lainnya dialiran effluent jauh
berkurang (efisiensi pengolahan sekitar 80-90%)
o Bila dilewatkan melalui alat filtrasi, hasilnya jauh lebih jernih dan dapat
dimanfaatkan untuk kegiatan lain
4. Kekurangan:
o Terbentuk lumpur (sludge) dan dianggap sebagai lumpur B3
o Ada biaya tambahan untuk pengelolaan lumpur;
4.2.3 Flokulasi
a. Fungsi dan Prinsip Kerja
b. Pengadukan hidrolis
Merupakan metoda pengadukan yang memanfaatkan aliran air sebagai tenaga
pengadukan. Tenaga pengadukan ini dihasilkan dari energi hidrolik yang dihasilkan
dari suatu aliran hidrolik. Energi hidrolik dapat berupa energi gesek, energi potensial
(jatuhan) atau adanya lompatan hidrolik dalam suatu aliran. Contoh pengadukan
hidrolis untuk pengadukan lambat adalah kanal bersekat (baffle channel), perforated
wall,loncatan hidrolik, gravel bed dan sebagainya.
Agar dapat terbentuk flok-flok yang baik, terdapat beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi oleh suatu bak flokulasi antara lain :
● Bentuk unit flokulasi dibuat nilai gradien kecepatan menurun dari 80/detik sampai
20/detik
● Dasar setiap bak dibuat sludge hopper yang dilengkapi dengan pipa pembuang
lumpur
● Ukuran bak flokulasi diperhitungkan terhadap debit pengolahan dan dengan waktu
detensi 15-40 menit.
● Bila menggunakan sistem sludge blanket dimana unit flokulasi dan sedimentasi
menjadi satu maka penurunan nilai gradien kecepatan dibuat berkurang secara
gradual dari 70/detik sampai 20/detik dengan alairan dari down flow menjadi up
flow.
● Untuk mendapatkan hasil flokulasi yang baik, maka kondisi pengaliran harus dapat
diatur sehingga flok-flok yang telah terbentuk tidak pecah kembali. Kondisi
pengaliran disesuaikan dengan waktu kontak selama 15-40 menit dan gradien
kecepatan sebesar 80-20/detik.
c. Parameter Desain
● Gradien Kecepatan
● Waktu Tinggal
Waktu detensi yaitu waktu yang diperlukan oleh suatu tahap pengolahan
agar tujuan pengolahan dapat tercapai secara optimal yang merupakan
perbandingan antara volume bangunan dan debit yang mengalir.
● Tahap Flokulasi
● Pengendalian Energi
Dalam proses pembentukan flok di unit flokulasi, perlu dijaga agar aliran
air yang masuk ke unit flokulasi tersebut tidak memecah flok yang telah terbentuk,
sehingga perlu dilakukan perlakuan terhadap masuknya air ke unit flokulasi, selain
itu untuk memicu terbentuknya flok di unit flokulasi, dilakukan proses fisis untuk
membuat gaya tarik menarik antar partikel koloid menjadi besar sehingga akan
memicu terbentuknya flok. Proses fisis untuk membuat gaya tarik menarik antar
partikel koloid menjadi besar ini dilakukan dengan proses mixing yang
kecepatannya diatur agar flok dapat stabil.
● Kecepatan Aliran
Agar flok yang telah terbentuk dapat stabil dan tidak pecah, maka kecepatan
aliran yang masuk ke unit flokulasi harus dapat mempertimbangkan proses
flokulasi yang terdapat di dalam unit flokulasi tersebut. Hal ini dilakukan agar tidak
menciptakan turbulensi berlebih di unit flokulasi yang dapat memecah flok-flok
yang telah terbentuk.
d. Kriteria Desain
Berikut merupakan kriteria desain Unit Flokulasi yang disajikan pada Tabel 4.8 berikut:
Tabel 4.7 Kriteria Desain Unit Flokulasi
Secara spesifik, nilai G dan waktu detensi untuk proses flokulasi adalah sebagai berikut:
G = 10 – 50 detik-1
G = 10 – 75 detik-1
G = 10 – 50 detik-1
G = 20 – 75 detik-1
e. Performance
Tabel 4.8 Hasil tes uji yang dilakukan oleh peneliti
Dari data tersebut, mengacu pada Kepeutusan Menteri Kesehatan No. 907 Tahun
2002, dosis optimum koagulan Alum dari hasil pengujian ini sudah dapat dilihat yaitu pada
beker glass no. 4 dengan penggunaan dosis koagulan Alum 40 ppm, kekeruhan air yang
dihasilkan adalah 4.99 NTU dengan pH hasil olahan 6.9. Dari data tersebut, diperoleh
bahwa pada dosis Alum 60 ppm, dicapai efisiensi pengolahan sebesar 89.105%.
4.2.4 Filtrasi
4.2.4.1 Saringan Pasir Cepat
a. Fungsi dan Prinsip Kerja
● Fungsi
Saringan pasir cepat berfungsi untuk menyaring air yang sudah diendapkan
pada proses sedimentasi sehingga menghasilkan debit air yang lebih banyak
daripada saringan pasir lambat. Saringan ini kurang efektif karena tidak dapat
mengatasi bau dan rasa yang ada pada air setelah penyaringan.
● Prinsip Kerja
Filter ini dirancang dengan kecepatan filtrasi dibuat tetap selama pengopera-
sian yaitu dengan memanfaatkan sistem kontrol terhadap kehilangan tekanan
pada aliran masuk (up-stream control) atau pada aliran keluar (down-stream
control). Pengontrol kecepatan dapat berupa pengontrol kecepatan aliran masuk
atau tinggi muka air baku atau tinggi muka air setelah disaring.
● Muka air terendah dalam tangki backwash sebaiknya sekitar 35 ft (10,5 m) di atas
bibir saluran air cucian. Kapasitas tangki backwash harus cukup besar untuk
menampung air yang diperlukan dalam pencucian 2 (dua) filter sekaligus.
● Perkiraan kehilangan tekanan (headloss) pada media filter pada saat besih (initial
headloss) adalah seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut :
c. Paramter Desain
Media filter seperti pasir dan batu yang dipecahkan tidak sembarang digunakan pada unit
filtrasi. Ukuran pasir dan batu yang terpecahkan memiliki standar tersendiri agar efektifitas unit
filtrasi tetap terjaga. Selain ukuran, berat jenis serta porositas pun juga menjadi standar untuk
media filtrasi. Karakteristik media filtrasi yang umum digunakan dapat dilihat pada tabel dibawah:
Tabel 4.10 Karakteristik Media Filter
Berat jenis Ukuran
Porositass
Material Bentuk Spheritas s
Efektif
Relatif % mm
2,65 40
Spherical 0,95 0,4-1,0
Pasir ottawa
Kerikil silika 40
Rounded 2,65 1,0 - 50
3,1-4,3
Garnet 0,2-0,4
1,5-1,75 55
Antrasit Angular 0,72 0,4-1,4
(droste, 1997)
Selain media filter, pada unit filtrasi terdapat media penyangga dan bak filter yang
perlu dirancang. Media penyangga merupakan media dalam bak filter yang berfungsi untuk
menyangga media penyaring yang diletakkan pada bagian bawah media penyaring
tersebut. Bahan yang digunakan untuk media penyangga ialah kerikil dengan ukuran 1/18
inchi pada bagian atas sampai dengan 2 inchi pada bagian bawah pada umumnya.
d. Kriteria Desain
e. Performance
Laju filtrasi untuk saringan pasir cepat umumnya adalah 1,5 x 10-3 m/det atau 125 m/hari,
sehingga aliran yang terjadi selama melalui media filter adalah laminer dengan bilangan Reynolds
kira-kira bernilai 1.Namun kadangkala untuk filter multimedia atau high-rate filtration dapat
ditingkatkan mencapai 300 m/hari, dan masih berada dalam limit teratas karakteristik aliran
laminer dengan bilangan Reynold-nya kira-kira 10.Laju aliran ini sangat cepat sehingga
penyumbatan fiter akan berlangsung dengan cepat/hanya dalam beberapa menit saja, dan kotoran
akan masuk jauh ke dalam lapisan pasir sehingga harus dilakukan pencucian. Headloss yang
tersedia untuk filtrasi umumnya didesain 8 – 10 ft (2 –3 m) untuk gravity filter, tetapi untuk
automatic backwash filter biasanya hanya 1 ft (0,3 m), sedangkan pressure filter biasanya
menyediakan terminal headloss di atas 30 ft (9,3 m).
Fungsi saringan pasir lambat yaitu memisahkan air baku dari kandungan kontaminan
seperti partikel tersuspensi, koloid, bakteri, yang dilewatkan secara lambat. Keunggulan
pengolahan dengan saringan pasir lambat yaitu efektif untuk mengolah air secara fisik, kimia, serta
biologis tanpa menggunakan bahan kimia. Prinsip Saringan Pasir Lambat yaitu kombinasi antara
fisik (penyaringan dan sedimentasi) dan biologi. Proses penyaringan pada saringan pasir lambat
dilakukan melalui lapisan schmutzdecke yang terdiri dari lumpur alluvial, limbah organik, bakteri,
alga, dan senyawa-senyawa biologi aktif di permukaan media filter pasir lambat dan tidak
menggunakan bahan kimia.
Perencanaan instalasi saringan pasir lambat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Bagian Inlet
Struktur inlet dibuat sedemikian rupa sehingga air masuk ke dalam saringan tidak
merusak atau mengaduk permukaan media pasir bagian atas. Struktur inlet ini biasanya
berbentuk segi empat dan dapat berfungsi juga untuk mengeringkan air yang berada di
atas media penyaring (pasir).
Tinggi lapisan air yang berada di atas media penyaring (supernatant) dibuat
sedemikian rupa agar dapat menghasilkan tekanan (head) sehingga dapat mendorong
air mengalir melalui unggun pasir. Di samping itu juga berfungsi agar dapat
memberikan waktu tinggal air yang akan diolah di dalam unggun pasir sesuai dengan
kriteria disain.
Bagian outlet ini selain untuk pengeluran air hasil olahan, berfungsi juga sebagai weir
untuk kontrol tinggi muka air di atas lapisan pasir.
4. Media Pasir
Media penyaring dapat dibuat dari segala jenis bahan inert(tidak larut dalam air
atau tidak bereaksi dengan bahan kimia yang ada dalam air). Media penyaring yang
umum dipakai yakni pasir silika karena mudah diperoleh, harganya cukup murah dan
tidak mudah pecah. Diameter pasir yang digunakan harus cukup halus yakni dengan
ukuran 0,2-0,4 mm
Sistem saluran bawah berfungsi untuk mengalirkan air olahan serta sebagai
penyangga media penyaring. Saluran ini tediri dari saluran utama dan saluran cabang,
terbuat dari pipa berlubang yang di atasnya ditutup dengan lapisan kerikil. Lapisan
kerikil ini berfungsi untuk menyangga lapisan pasir agar pasir tidak menutup lubang
saluran bawah.
6. Ruang Pengeluaran
Ruang pengeluran terbagi menjadi dua bagian yang dipisahkan dengan sekat atau
dinding pembatas. Di atas dinding pembatas ini dapat dilengkapi dengan weir agar
limpasan air olahannya sedikit lebih tinggi dari lapisan pasir. Weir ini berfungsi untuk
mencegah timbulnya tekanan di bawah atmosfir dalam lapisan pasir serta untuk
menjamin saringan pasir beroperasi tanpa fluktuasi level pada reservoir. Dengan
adanya air bebas yang jatuh melalui weir, maka konsentrasi oksigen dalam air olahan
akan bertambah besar.
c. Parameter Desain
Parameter desain dapat ditinjau dari persyaratan kualitas air bersih yang akan
dihasilkannya, bisa dilihat dari persayaratan fisik, kimia, maupun biologisnya. Secara persyaratan
fisik, air yang telah melewati pengolahan saringan pasir lambat tidak boleh memiliki partikel
tersuspensi dalam air karena seharusnya sudah tersaring pada saringan filter lambat, namun bisa
saja tetap memiliki material tersuspensi namun tidak boleh lebih banyak dari sebelumnya. Ketika
paramtere fisik air telah terpenuhi setelah di saring pada saringan pasir lambat, maka air tidak akan
lagi memiliki kekeruhan yang tinggi (maksimum 25 NTU), air pun tidak akan lagi berbau dan
tidak ber rasa. Untuk persyaratan kimiawi, air tidak boleh lagi mengandung bahan-bahan kimia
dalam jumlahyang melampaui batas, dan untuk persyaratan bakteriologis, lebih diperhatikan
terhadap bakteri dan virus yang ada di dalam air yang seharusnya jumlahnya tidak ada lagi setelah
dilakukan pengolahn air.
Parameter yang paling penting pada saringan pasir lambat yaitu media penyaringnya yang
dalam hal ini contohnya adalah pasir dan kerikil yang sangat kecil. Media pasir ini digunakan
sebagai saringan untuk memisahkan komponan padatan yang terkandung di dalam air, dengan
adanya media ini, air akan dilewatkan pada media tersebut, media tersebut berpori sehingga dapat
terpisahkan padatan yang ada di dalam air baik material yang tersuspensi maupun koloid. Dengan
adanya media untuk penyaringan ini, akan semakin banyak material tersuspensi yang tersaring,
sekalipun yang paling halus. Media yang digunakan pada saringan pasir ambat sangat kecil namun
memiliki kandungan kuarsa yang tinggi.
Saringan pasir lambat memiliki prinsip pengaliran secara gravitasi, sangat lambat, dan
simultan ke seluruh permukaan dari medianya. Saringan pasir lambat ini baik untuk mengolah air
baku, karena air baku memiliki kekeruhan yang rendah hingga sedang. Ukuran media pasir sangat
kecil akan membentuk ukuran pori-pori anatara butiran media yang sangat kecil juga. Ukuran
partikel sangat kecil namun belum dapat menahan koloid dan bakteri, namun dengan aliran yang
berkelok-kelok melalui pori-pori saringan dan juga lapisan kulit saringan, maka dapat gradient
kecepatan memberikan kesempatan pada partikel halus untuk saling berkontak satu sama lain
untuk memebentuk gugusan yang lebih besar yang dapat menahan partikel sampai pada titik
kedalaman tertentu dan akhirnya menghasilkan filtrate yang memenuhi persyaratan kualitas air
minum. Setelah beberapa lama dipakai, pada saringan terdapat tumpukan bahan pencemar yang
tidak lolos, hal tersebut perlu dilakukan backwash untuk membersihkan filter dan nantinya dapat
digunakan kembali.
d. Kriteria Desain
● Dapat mengolah hingga ke partikel yang paling halus karena alirannya berkelok,
sehingga partikel halus satu aka menabrak partikel halus lainnya dan membentuk
partikel lebih besar dan tertahan pada saringan
● Membutuhkan waktu yang relative lebih lama, berbeda dengan filter cepat karena
kecepatan menyaringny alebih kecil dibanding saringan filter cepat dan berkorelasi
dengan luas lahan, karena pengolahannya lambat maka membutuhkan lahan yang
luas
● Tidak memerlukan bahan kimia dalam proses pengolahan
● Dapat menghilangkan ammonia, polutan organic, zat besi, mangan, kekeruhan
karena prosesnya berjalan secara fisik dan biokimia
● Pengolahan yang sangat sederhana
● Tidak bis amengolah kekeruhan yag tinggi
● Tidak dapat menyaring air gambut, karena tidak menggunakan bahan kimia
● Pencucian filter dilakukan manual dengan mengeruk pasir bagian atas lalu dicuci
dengan air bersih lalu dikemablikan lagi ke dalam bak penyaringan
4.2.5 Desinfeksi
Desinfeksi merupakan suatu tahapan di dalam suatu pengolahan air bersih yang bertujuan
untuk membunuh semua mikroba yang membahayakan sebelum air tersebut didistribusikan
kepada pelanggan. Zat-zat yang dipergunakan untuk disinfeksi dinamakan disinfektan. Selain
membunuh mikroba berbahaya, desinfeksi difungsikan juga untuk membunuh virus, bakteri dan
atau protozoa yang terdapat di dalam air.
Ada beberapa cara desinfeksi yang digunakan dalam pengolahan air minum.
4.2.6 Absorbsi
Absorbsi merupakan proses penyerapan bahan-bahan tertentu, dengan penyerapan tersebut
air menjadi jernih karena zat-zat didalamnya diikat oleh absorben. Absorbsi umumnya
menggunakan bahan absorben dari karbon aktif. Pemakaiannya, dengan cara membubuhkan
karbon aktif bubuk ke dalam air olahan atau dengan cara menyalurkan air melalui saringan yang
medianya terbuat dari karbon aktif kasar. Sistem ini efektif untuk mengurangi warna serta
menghilangkan bau dan rasa. Proses kerja penyerapan (absorpsi) yaitu penyerapan ion-ion bebas
di dalam air yang dilakukan oleh absorben. Sebagai contoh, penyerapan ion oleh karbon aktif.
Absorben yang umum digunakan adalah karbon aktif karena cocok untuk pengolahan air
olahan yang mengandung fenol dan bahan yang memiliki berat molekul tinggi. Karbon aktif yang
digunakan dapat berbentuk granula atau serbuk dengan waktu kontak 30 menit dalam tangki
pengolahan yang dilengkapi dengan pengaduk. Setiap gram karbon aktif dapat mengabsorbsi 0,4
-0,9 fenol. Karbon aktif biasanya terbuat dari onthracile, bituminous, petroleum coke, dan arang
tempurung kelapa atau arang kayu.
Aplikasi absorbsi yaitu dengan mencampurkan absorben dengan serbuk karbon aktif
dengan cara menjadikan karbon aktif sebagai media filtrasi. Apabila absorben dicampurkan
dengan serbuk karbon aktif, selanjutnya larutan disaring. Namun apabila karbon aktif digunakan
sebagai media penyaring, dipilih karbon aktif yang berbentuk granula dan secara berkala harus
dicuci atau diganti dengan yang baru. Disamping dapat mengabsorbsi fenol, karbon aktif juga
dapat mengabsorpsi racun dan mikroorganisme.
Dimana :
R = Koefisien rejeksi (%)
Cp = Konsentrasi zat terlarut dalam permeat
Cf = Konsentrasi zat terlarut dalam umpan.
o Ukuran Pori
Ukuran pori pada tiap membran bergantung pada zat yang ingin disisihkan dari suatu
air olahan.
o Konsentrasi Pencemar
Kapasitas penyisihan dan teknologi yang digunakan sangat bergantung ke kualitas
air yang akan diolah, dengan begitu konsentrasi dari bahan pencemar (TDS, organik,
dll.) harus diperhatikan.
d. Kriteria Desain
● Ukuran pori = 0,1 – 10 μm
● Tekanan operasi = < 2 bar
● Temperatur operasi = 21 – 35 ˚C
● Batasan Konsentrasi = TDS < 100 ppm
e. Performance
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh N. Aryanti dan H. Susanto (2004),
dilakukan pengujian pada air gambut sintetis dan air gambut yang berasal dari daerah
Riau. Bahwa fenomena yang terjadi pada air gambut asli memiliki karakteristik yang sama
dengan fenomena yang terjadi pada air gambut sintetis pada unit pengolahan lanjutan
denga membran mikrofilter. Kondisi operasi terbaik untuk pengolahan dengan membran
mikrofilter berada pada tekanan 1 bar dan flokulan 30 mg/L, dimana fluk mencapai 47.5
L/jam.m2 dan rejeksi sebesar 83.5%.
4.3.2 Membran Ultrafiltrasi
a. Fungsi dan Prinsip Kerja
Ultrafiltrasi adalah varian dari filtrasi membran dimana tekanan hidrostatik
memaksa cairan menembus membran semipermeabel. Padatan tersuspensi dan pelarut
dengan berat molekul tinggi tertahan, sedangkan air dan pelarut dengan berat molekul
rendah melewati membran (Mulder, 1996). Membran ultrafiltrasi berupa membran dengan
ukuran pori-pori yang berkisar dari 1 hingga 100 nm, bersifat permeabel kasar, tipis, dan
selektif yang mampu menahan makromolekul seperti koloid, mikroorganisme, dan
pirogen.
Prinsip kerja dari ultrafiltrasi ialah memisahkan secara selektif cairan plasma dan
larutan yang memiliki berat molekul rendah dari komponen intravascular dan plasma
menggunakan membran semipermiabel. Kekuatan yang menggerakan ultrafiltrasi adalah
perbedaan tekanan hidrostatik yang ada pada membran. Filtrasi UF dapat digunakan
sebagai salah satu langkah tersier potensial dalam proses untuk memisahkan padatan
tersuspensi, kontaminan mikrobiologis dan warna
b. Persyaratan Umum
Kategori air yang dapat diolah adalah :
● Air permukaan yang keruh, misalnya air sungai, air danau, air genangan hujan, air
gambut, dll.
● Air tanah misalnya air sumur, mata air, air yang mengandung zat besi, mangan,
zatkapur, magnesium dll.
Persyaratan air baku adalah sebagai berikut :
● Air baku adalah air tawar atau air payau (TDS maksimum = 1000 mg/l).
● Air baku bukan air limbah.
● Air baku tidak tercemar oleh limbah industri atau limbah B3.
c. Parameter Desain
an Fluks
Permeabilitas suatu membran merupakan ukuran kecepatan dari suatu zat
menembus membran. Secara kuantitas, permeabilitas membran sering dinyatakan
sebagai fluks atau koefisien permeabilitas. Definisi dari fluks adalah jumlah volume
permeat yang melewati satuan luas membran dalam waktu tertentu dengan adanya
gaya dorong dalam hal ini berupa tekanan. Secara sistematis fluks dirumuskan sebagai
(Mulder, 1996) :
𝑉
𝐽=
𝐴×𝑡
Dimana :
J = Fluks (l/m2.jam)
V = Volume permeat (ml)
A = Luas permukaan membran (m2)
t = Waktu ( jam)
Laju fluks akan menurun sejalan dengan waktu akibat adanya scaling
dan fouling. Secara berkala dilakukan pencucian dengan air, ataupun dengan zat
kimia seperti misalnya dengan NaOH, Natrium asetat, atau asam sitrat untuk
mengatasi fouling yang terjadi.
Tekanan operasi pada tiap jenis membran berbeda-beda bergantung pada tingkatan
fluks yang ditentukan dari tiap jenis membran. Tekanan operasi menurpakan tekanan
eksternal yang ditambahkan pada aliran air untuk mendukung proses pemisahan
permeat dan konsentrat.
s
Permselektivitas membran merupakan ukuran kemampuan suatu membran untuk
menahan suatu spesi atau melewatkan suatu spesi tertentu. Parameter yang digunakan
untuk menggambarkan permselektivitas membran adalah koefisien rejeksi (R).
Koefisien rejeksi adalah fraksi konsentrasi zat terlarut yang tidak menembus
membran, dan dirumuskan sebagai :
𝐶𝑝
𝑅 =1− × 100%
𝐶𝑓
Dimana :
R = Koefisien rejeksi (%)
Cp = Konsentrasi zat terlarut dalam permeat
Cf = Konsentrasi zat terlarut dalam umpan.
Ukuran pori pada tiap membran bergantung pada zat yang ingin disisihkan dari suatu
air olahan.
ncemaran
Kapasitas penyisihan dan teknologi yang digunakan sangat bergantung ke kualitas
air yang akan diolah, dengan begitu konsentrasi dari bahan pencemar (TDS, organik,
dll.) harus diperhatikan.
d. Kriteria Desain
o Ukuran pori = 0,1 – 0,001 μm
o Tekanan operasi = 3 – 7 bar
o Temperatur operasi = - ˚C
o Batasan Konsentrasi = Total organik < 50%
o Fluks = 50 – 200 GFD
e. Performa
Berdasarkan penelitian oleh Syafri Daud, dkk (2016) yaitu mengenai penelitian air
gambut dengan membran ultrafiltrasi sistem aliran cross flow untuk menyisihkan zat
warna. Bahwa fluks tertinggi membran ultrafiltrasi tanpa pre-treatment umpan mencapai
12.8 ml/menit.cm2 pada tekanan 1.5 bar, fluks tertinggi dengan pre-treatment umpan
sebesar 13.64 ml/menit.cm2 pada tekanan yang sama yaitu 1.5 bar. Rejeksi warna tertinggi
dengan pre-treatment umpan pada tekanan 0.5 bar dengan nilai 96.98% dan rejeksi warna
tertinggi tanpa pre-treatment umpan pada tekanan yang sama yaitu 0.5 bar sebesar 51.82%.
4.3.3 Membran Nanofiltrasi
a. Fungsi dan Prinsip Kerja
Nanofiltrasi adalah proses filtrasi membran yang relatif baru yang seringkali
digunakan dengan air dengan jumlah total padatan terlarut yang sedikit seperti air
permukaan dan air tanah, dengan tujuan untuk softening (penyisihan kation polivalen) dan
penyisihan produk samping desinfektan seperti zat organik alam dan sintetik (Mulder,
1996). Menggunakan membran dengan ukuran pori diatas membran ultrafiltrasi namun
dibawah ukuran pori membran reverse osmosis.
b. Persyaratan Umum
Kategori air yang dapat diolah adalah :
o Air permukaan yang keruh, misalnya air sungai, air danau, air genangan hujan, air
gambut, dll.
o Air tanah misalnya air sumur, mata air, air yang mengandung zat besi, mangan,
zatkapur, magnesium dll.
Persyaratan air baku adalah sebagai berikut :
o Air baku adalah air tawar atau air payau (TDS maksimum = 1000 mg/l).
o Air baku bukan air limbah.
o Air baku tidak tercemar oleh limbah industri atau limbah B3.
c. Penjelasan Parameter Desain
an Fluks
Permeabilitas suatu membran merupakan ukuran kecepatan dari suatu zat
menembus membran. Secara kuantitas, permeabilitas membran sering dinyatakan
sebagai fluks atau koefisien permeabilitas. Definisi dari fluks adalah jumlah volume
permeat yang melewati satuan luas membran dalam waktu tertentu dengan adanya
gaya dorong dalam hal ini berupa tekanan. Secara sistematis fluks dirumuskan sebagai
(Mulder, 1996) :
𝑉
𝐽=
𝐴×𝑡
Dimana :
J = Fluks (l/m2.jam)
V = Volume permeat (ml)
A = Luas permukaan membran (m2)
t = Waktu ( jam)
Laju fluks akan menurun sejalan dengan waktu akibat adanya scaling dan
fouling. Secara berkala dilakukan pencucian dengan air, ataupun dengan zat
kimia seperti misalnya dengan NaOH, Natrium asetat, atau asam sitrat untuk
mengatasi fouling yang terjadi.
Tekanan operasi pada tiap jenis membran berbeda-beda bergantung pada tingkatan
fluks yang ditentukan dari tiap jenis membran. Tekanan operasi menurpakan tekanan
eksternal yang ditambahkan pada aliran air untuk mendukung proses pemisahan
permeat dan konsentrat.
s
Permselektivitas membran merupakan ukuran kemampuan suatu membran untuk
menahan suatu spesi atau melewatkan suatu spesi tertentu. Parameter yang digunakan
untuk menggambarkan permselektivitas membran adalah koefisien rejeksi (R).
Koefisien rejeksi adalah fraksi konsentrasi zat terlarut yang tidak menembus
membran, dan dirumuskan sebagai :
𝐶𝑝
𝑅 =1− × 100%
𝐶𝑓
Dimana :
R = Koefisien rejeksi (%)
Cp = Konsentrasi zat terlarut dalam permeat
Cf = Konsentrasi zat terlarut dalam umpan.
Ukuran pori pada tiap membran bergantung pada zat yang ingin disisihkan dari suatu
air olahan.
ncemar
Kapasitas penyisihan dan teknologi yang digunakan sangat bergantung ke kualitas
air yang akan diolah, dengan begitu konsentrasi dari bahan pencemar (TDS, organik,
dll.) harus diperhatikan.
d. Kriteria Desain
o Ukuran pori = < 2 nm
o Tekanan operasi = 10 – 25 bar
o Temperatur operasi = - ˚C
o Batasan Konsentrasi = Total organik < 15%
4.3.4 Membran Reserve Osmosis
a. Fungsi dan Prinsip Kerja
Reverse osmosis atau osmosis terbalik adalah sebuah metode filtrasi yang mampu
menyisihkan banyak jenis molekul dan ion besar dari larutan dengan memberikan tekanan
pada larutan yang berada pada salah satu sisi membran selektif (Mulder, 1996) atau
penyaringan dengan membran pori yang berukuran 0.0001 mikron. Tekanan eksternal
diaplikasikan pada larutan untuk melawan tekanan osmotiknya sehingga terjadi
perpindahan air dari larutan hipertonik ke larutan hipotonik.
b. Persyaratan Umum
Kategori air yang dapat diolah adalah :
o Air permukaan yang keruh, misalnya air sungai, air danau, air genangan hujan, air
gambut, dll.
o Air tanah misalnya air sumur, mata air, air yang mengandung zat besi, mangan,
zatkapur, magnesium dll.
Persyaratan air baku adalah sebagai berikut :
o Air baku adalah air tawar atau air payau (TDS maksimum = 1000 mg/l).
o Air baku bukan air limbah.
o Air baku tidak tercemar oleh limbah industri atau limbah B3.
c. Penjelasan Parameter Desain
an Fluks
Permeabilitas suatu membran merupakan ukuran kecepatan dari suatu zat
menembus membran. Secara kuantitas, permeabilitas membran sering dinyatakan
sebagai fluks atau koefisien permeabilitas. Definisi dari fluks adalah jumlah volume
permeat yang melewati satuan luas membran dalam waktu tertentu dengan adanya
gaya dorong dalam hal ini berupa tekanan. Secara sistematis fluks dirumuskan sebagai
(Mulder, 1996) :
𝑉
𝐽=
𝐴×𝑡
Dimana :
J = Fluks (l/m2.jam)
V = Volume permeat (ml)
A = Luas permukaan membran (m2)
t = Waktu ( jam)
Laju fluks akan menurun sejalan dengan waktu akibat adanya scaling
dan fouling. Secara berkala dilakukan pencucian dengan air, ataupun dengan zat
kimia seperti misalnya dengan NaOH, Natrium asetat, atau asam sitrat untuk
mengatasi fouling yang terjadi.
Tekanan operasi pada tiap jenis membran berbeda-beda bergantung pada tingkatan
fluks yang ditentukan dari tiap jenis membran. Tekanan operasi menurpakan tekanan
eksternal yang ditambahkan pada aliran air untuk mendukung proses pemisahan
permeat dan konsentrat.
s
Permselektivitas membran merupakan ukuran kemampuan suatu membran untuk
menahan suatu spesi atau melewatkan suatu spesi tertentu. Parameter yang digunakan
untuk menggambarkan permselektivitas membran adalah koefisien rejeksi (R).
Koefisien rejeksi adalah fraksi konsentrasi zat terlarut yang tidak menembus
membran, dan dirumuskan sebagai :
𝐶𝑝
𝑅 =1− × 100%
𝐶𝑓
Dimana :
R = Koefisien rejeksi (%)
Cp = Konsentrasi zat terlarut dalam permeat
Cf = Konsentrasi zat terlarut dalam umpan.
Ukuran pori pada tiap membran bergantung pada zat yang ingin disisihkan dari suatu
air olahan.
ncemar
Kapasitas penyisihan dan teknologi yang digunakan sangat bergantung ke kualitas air
yang akan diolah, dengan begitu konsentrasi dari bahan pencemar (TDS, organik, dll.)
harus diperhatikan.
d. Kriteria Desain
o Ukuran pori = ≤ 0,001 μm
o Tekanan operasi = bergantung tekanan osmotik
o Temperatur operasi = ±40˚C
o Batasan Konsentrasi = TDS < 12.000 mg/l
BAB V
PENENTUAN ALTERNATIF DAN KONFIGURASI UNIT PENGOLAHAN
5.1 Prediksi Pemilihan Unit
Terdapat berbagai macam alternatif teknologi pengolahan air minum. Mulai dari teknologi
yang umum digunakan sejak tahun 1960 hingga teknologi-teknologi yang terus mengalami
perkembangan dari waktu ke waktu. Dalam perencanaan suatu instalasi pengolahan air bersih,
tidak semua teknologi akan digunakan, hal ini berhubungan langsung dengan karakteristik air.
Berdasarkan analisis karakteristik air baku yang akan diolah dengan mengacu pada standar
baku mutu air baku PERMENKES No. 492 Tahun 2010, ada beberapa parameter yang perlu
diturunkan dari air baku tersebut yaitu kekeruhan, warna, besi, kesadahan, mangan, total coli dan
fecal coli. Dalam pemilihan teknologi yang dibutuhkan untuk unit-unit pengolahan air minum,
dapat menggunakan tabel dari JICA acuan standar sebagai berikut:
Pengolahan
Parameter Pra Pengolahan Pengolahan
Khusus
Parameter Hasil Analisa Konsentrasi S PC PS A LS CS RSF SSF P SC AC SCT SWT
Coliform, 0-20 E
MPN Per 20-100 O O O O E
100 ml 1100000 100-5000 E E E O E
Rata-rata
bulanan >5000 E O E E E O
0-10 O
Turbidity,
11 10-200 O E
NTU
>200 O O E
Warna, 20-70 E O O
102
mg/l Pt-Co >70 O E O
Rasa & Bau Tidak Berasa Terasa O O O O E
CaCO3, mg/l 507 >200 E E E E
<0.3 O O E
Fe& Mn, Fe 0.239
0.3-1.0 O E E O
mg/l Mn<0.0034
>1.0 E E E E O O
0-250 E E E E O O
Chloride,
200-500 O
mg/l
>500 E
Senyawa 0-0.005 O O O O
Phenol,
mg/l >0.005 E E O E O
Bahan Kimia E E E O
Lain O O O O
(Hasil Perhitungan Kelompok, 2021)
Keterangan
S : Screening
PC : Prechlorination
PS : Plain Settling
A : Aeration
LS : Lime Softening
SC : Special Chlorination
CS : Coagulation & Sedimentation
RSF : Rapid Sand Filter
SSF : Slow Sand Filter
SCT : Special Chemical Treatment
AC : Activated Carbon
P : Post Chlorination
SWT : Salt Water Treatment
O : Optional
E : Esential
Berdasarkan tabel diatas dengan karakteristik air baku pada daerah pelayanan, dapat ditentukan
model pemilihan alternatif unit pengolahan untuk mempermudah pengecurutan teknologi/unit,
berdasarkan tabel JICA tersebut unit yang dibutuhkan yaitu unit screening, pre-chlorination, plain
settling, lime softening, coagulation & sedimentation, rapid sand filter, post chlorination, special
chemical treatment dan special chlorination.
Lime Softening
Range Chosen
References C out
% Removal % Removal
Sedimentasi Clarifier
Range Chosen
References C out
% Removal % Removal
Range Chosen
References C out
% Removal % Removal
N/A N/A N/A 0
Desinfeksi Ozon
Range References Chosen C out
% Removal % Removal
95-100% 100% 0
N/A N/A 0,011
N/A N/A 0,000864
N/A N/A 102
Babbit, Harold
N/A N/A 101,4
N/A N/A 0,0017925
N/A N/A 0,000068
N/A N/A 0,506
N/A N/A 1,8225
(Hasil Perhitungan Kelompok, 2021)
Tabel 5.11 Perhitungan Efisiensi dan Baku Mutu sesuai dengan Permenkes 492 Tahun 2010
30 100,00%
100 99,90%
(-) 99,99%
30 0,00%
10 80,00%
(-) 99,25%
(-) 98,00%
5 98,00%
(-) 97,75%
(Hasil Perhitungan Kelompok, 2021)
Adapun Skema yang di bentuk untuk dapat menggambarkan proses pengolahan pada alternatif 1
adalah sebagai berikut :
1. Lime Softening
Setelah melewati prasedimentasi, air perlu melalui proses pelunakan air terlebih dahulu
agar kesadahan pada air berkurang. Kami memilih eifisiensi penyisihan turbiditas sebesar
60%, kesadahan sebesar 100%, dan COD sebesar 50%.
Tabel 5.15 Perhitungan Alternatif Lime Softening
Lime Softening
Kualitas Air Range Chosen
Parameter Satuan
Baku References % C out
% Removal
Removal
Coliform MPN/100mL 1100000 n/a 0 407
0
1. Flokulasi
Flokulasi yang kami pilih menggunakan flokulasi baffle channel. Kami memilih efisiensi
penyisihan coliform sebesar log 2 (99%).
(Kelompok 1, 2021)
Adapun flow concentration untuk unit pengolahan alternative 2 dapat dilihat pada gambar berikut:
(Kelompok 1, 2021)
1. Konsentrasi dari TSS, BOD, COD merupakan data dari modul dimana nilai TSS nya adalah 12 mg/l, BOD
25,3 mg/l, dan COD 81 mg/l.
2. Debit Air yang digunakan merupakan debit air Kapasitas IPA pada tahun 2041.
3. Massa dari parameter
Untuk mendapatkan nilai massa dari parameter maka akan digunakan persamaan seperti berikut ini :
Massa (kg/hari) = Konsentrasi (mg/l) x Debit Air (m3/hari)
Berikut contoh perhitungannya :
Massa TSS (kg/hari) = 12 (mg/l) x 194444,98 (m3/hari) = 2333,34 kg/hari
1. % Removal Persen
Persentase removal ini didapatkan dari literatur yang menyatakan seberapa besar suatu unit dapat
menyisihkan konsentrasi suatu parameter yang perlu dihilangkan di dalam air baku.
1. Massa Removal (Mrem)
Massa Removal merupakan jumlah massa yang tersisihkan oleh unit pengolahan. Persamaan yang
digunakan adalah sebagai berikut :
Mrem = % Removal x Mout
Berikut contoh perhitungannya di unit prasedimentasi :
Mrem TSS = 70% x 233333,98 kg/hari = 163333,78 kg/hari
1. Volume
Volume yang dimaksud adalah volume lumpur yang terbentuk selama proses pengolahan air baku.
Untuk menghitung volume tersebut maka digunakan persamaan seperti berikut :
Volume (m3/hari) = 𝑴𝒓𝒆𝒎𝒐𝒗𝒂𝒍 / (𝝆𝒍𝒖𝒏𝒑𝒖𝒓 𝒙 𝟐%)
Dimana Mremoval berasal dari perhitungan sebelumnya, 𝜌𝑙𝑢𝑛𝑝𝑢𝑟 = 1400 kg/m3 (Leeuwen,2015), dan 2%
merupakan nilai lumpur yang terbentuk dari Massa yang tersisihkan.
Berikut contoh perhitungannya di unit prasedimentasi :
Volume TSS (m3/hari) = 163333,78 kg/hari / (1400 𝒙 2%) = 5833,35 m3/hari
1. Qout
Qout merupakan debit keluar dalam satuan m3/hari. Berikut ini adalah persamaan yang digunakan untuk
menghitungan Qout.
Qout (m3/hari) = Qin unit (m3/hari) – Volume (m3/hari)
Berikut ini adalah contoh perhitungan pada unit prasedimentasi :
Qout TSS (m3/hari) = 194444,98 (m3/hari) – 5833,35 (m3/hari) = 188611,63 m3/hari
1. Mout
Mout merupakan masa keluar dalam satuan kg/hari. Berikut ini adalah persamaan yang digunakan untuk
menghitung Mout.
Mout (kg/hari) = (100% - %removal) x Massa in unit (kg/hari)
Berikut contoh perhitungannya di unit prasedimentasi :
Mout TSS (kg/hari) = (100% - 70%) x 233333,98 (kg/hari) = 70000,19 kg/hari
1. Pada bagian Gravity thickener untuk Qin dan Min nya merupakan dari lumpur yang terbentuk pada
parameter TSS (akumulasi volume). Lumpur ini terbentuk dari unit-unit pengolahan. (grit chamber,
prasedimentasi, koagulasi, flokulasi, sedimentasi, rapid sand filter, dan desinfeksi). Setelah pengolahan
lumpur di gravity thickener, selanjutnya lumpur akan diolah di unit Sludge Drying Bed (SDB) sebelum
akhirnya digunakan kembali atau dibuang. Untuk perhitungan Mrem, Volume, Qout, dan Mout akan sama
seperti unit pengolahan air baku. Setelah didapatkan hasil analisis perhitungan maka dapat dibuat
diagram dari mass balance seperti berikut ini.
Tabel 5.23 Mass Balance Bar Screen, Praklorinasi, Prasedimentasi, dan Lime Softening
Berikut skema atau diagram alir dari unit pengolahan yang ada di alternatif 4:
(Kelompok 1, 2021)
Pada pra-pengolahan terdapat tiga unit yang digunakan yaitu unit bar screen, unit pra klorinasi
dan unit prasedimentasi. Pada unit bar screen, dalam prosesnya dilakukan secara coarse atau atau proses
penyaringan kasar. Materi yang disisihkan pada unit ini adalah solid waste sehingga tidak ada dari
parameter coliform, TSS, turbiditas, Fe, Mn, BOD, COD, kesadahan, dan parameter lainnya.
Pada unit pra klorinasi digunakan bahan klorin (Cl) sebagai zat pembubuhannya, materi yang
disisihkan yaitu coliform. Berdasarkan WHO pada “Guidelines for drinking-water quality”, penyisihan
coliform pada pra klorinasi dapat mencapai 80%, sehingga coliform yang masuk berjumlah 1.100.000
MPN/100 mL menjadi 220.000 MPN/100 mL. Hasil perhitungan penyisihan pada unit pengolahan
prasedimentasi adalah sebagai berikut:
Bak Praklorinasi
Kualitas Range Chosen
Parameter Satuan
Air Baku % %
Removal References Removal C out
WHO, Guidlines for
Coliform MPN/100mL 1100000 drinking-water
0,8 quality 0,8 220000
Turbiditas NTU 11 N/A N/A N/A 11
TSS mg/L 12 N/A N/A N/A 12
Warna TCU 102 N/A N/A N/A 102
Kesadahan mg/L CaCO3 507 N/A N/A N/A 507
Fe mg/L 0,239 N/A N/A N/A 0,239
Mn mg/L 0,0034 N/A N/A N/A 0,0034
BOD mg/L 25,3 N/A N/A N/A 25,3
COD mg/l 81 N/A N/A N/A 81
(Hasil Perhitungan Kelompok, 2021)
Pada unit prasedimentasi dalam prosesnya menyisihkan materi seperti TSS dan coliform.
Berdasarkan AWWA Standard, materi TSS yang dapat disisihkan pada unit ini memiliki range %
removal pada 50-70%. Kemudian berdasarkan buku karangan Fair & Geyer, coliform yang dapat
disisihkan berada di range Log 1.4 - 1.7. Pada alternatif pengolahan ini persentase penyisihan
yang dipilih adalah nilai maksimum dari jangkauan yang ditemukan yaitu Log 1.7 untuk coliform
dan 70% untuk TSS, sehingga nilai TSS yang sebelumnya bernilai 12 mg/L menjadi 3.6 mg/L dan
nilai efluen coliform yang berasal dari bar screen sebesar 220.000 MPN/100 mL menjadi 8140
MPN/100ml. Hasil perhitungan penyisihan pada unit pengolahan prasedimentasi adalah sebagai
berikut:
Pusat Penelitian
Turbiditas NTU 11 6-70% 0,7 0,165
Limnologi – LIPI
Pada unit pengolahan Sedimentasi, bentuk unit pengolahan berupa rectangular. Materi
yang disisihkan pada pengolahan ini adalah coliform, turbiditas, dan TSS. Berdasarkan WHO,
jangkauan persentase penyisihan untuk coliform adalah Log 1.4 - Log 2, untuk turbiditas pada 15-
35%, dan untuk TSS pada 40-75%. Maka persen penyisihan yang dipilih pada pengolahan
sedimentasi untuk coliform sebesar Log 2, untuk turbiditas 35%, dan 75% untuk TSS. Konsentrasi
efluen dari pengolahan sebelumnya yaitu flokulasi untuk coliform sebesar 4 MPN/100mL, 0.165
mg/L untuk turbiditas, dan 0.18 mg/L untuk TSS. Konsentrasi efluen dari pengolahan sedimentasi
untuk coliform sebesar 1 MPN/100mL, 0.10725 mg/L untuk turbiditas, dan 0.045 mg/L untuk
TSS. Hasil perhitungan penyisihan pada unit pengolahan sedimentasi adalah sebagai berikut:
Tabel 5.32 Penyisihan Parameter Pencemar Pada Unit Rapid Sand Filter
Tabel 5.34 Perbandingan Konsentrasi Yang Keluar Dari Unit Pengolahan dan Efisiensi
Penyisihan
(Kelompok 1, 2021)
Berikut neraca massa atau Mass Balance dari dari alternatif pengolahan 4:
Gambar 5.12 Mass Balance Pengolahan Air Bersih Alternatif 4
(Kelompok 1, 2021)
5.6 Pembobotan
Dalam menentukan alternatif teknologi unit pengolahan terbaik, dilakukan pembobotan
dengan metode SAW (Simple Additive Weighting). Hal yang perlu ditentukan sebelum melakukan
pembobotan adalah menentukan parameter-parameter apa saja yang menjadi pertimbangan,
kategori cost/benefit dari parameter yang ada, persentase/nilai dari setiap parameter, poin untuk
setiap alternatif. Parameter yang digunakan dalam pemilihan alternatif teknologi terpilih sebagai
berikut:
Salah satu yang menjadi pertimbangan pada pemilihan alternatif adalah efisiensi unit
pengolahan. Efisiensi unit berkaitan dengan kemampuan unit dalam menyisihkan suatu partikel
pengotor yang terdapat dalam air sehingga efluen yang didapatkan sesuai dengan standar baku
yang diterapkan. Semakin besar pengotor yang dapat disisihkan, maka semakin besar efisiensi
suatu pengolahan dan dapat menghasilkan keuntungan. Maka dari itu efisiensi unit pengolahan
masuk ke dalam kategori benefit.
Dalam parameter efisiensi, hal yang kami soroti dalam parameter ini adalah unit
pengolahan koagulasi dan disinfeksi, karena kedua unit ini merupakan unit yang paling
berkontribusi untuk menyisihkan pengotor dalam air.
Pada unit koagulasi, koagulan yang digunakan adalah koagulan alum dan PAC. Dari segi
efisiensi, koagulan PAC memiliki efisiensi penyisihan BOD, COD, dan TSS yang hampir sama.
Namun PAC memiliki rentang pH yang lebih luas, yaitu 4 – 10 sehingga koagulasi dapat
berlangsung dengan efektif meskipun pH air rendah dan tidak perlu memerlukan koreksi pH
terlebih dahulu. Selain itu, dosis PAC lebih mudah ditentukan daripada alum.
Unit koagulasi tidak terpisah dari proses pengadukan yang merupakan pencampuran antara
air dengan koagulan. Pada alternative yang kami buat, kami memberikan dua jenis pengadukan
yang digunakan, yaitu dengan pengadukan mekanis dan pengadukan hidrolis. Pengadukan
mekanis memiliki beberapa keuntungan, yaitu lebih control kecepatan pengadukan yang lebih
mudah, efisiensi pengadukan tinggi dan headloss yang lebih rendah, sehingga proses koagulasi
dapat berjalan lebih baik dibandingkan dengan koagulasi hidrolis. Salah satu kekurangan
pengadukan ini adalah dibutuhkan energi tambahan sehingga biaya yang diperlukan menjadi lebih
mahal.
Namun hal ini dapat diatasi apabila pengadukan mekanis dilakukan dengan menggunakan
system in-line blender, dimana proses pengadukan terjadi didalam sebuah segmen pipa dengan
head yang rendah. Unit koagulasi berada pada sebuah reaktor yang kecil pada segmen pipa dimana
terdapat motor pengaduk dan pipa pembubuh koagulan. Dengan pengadukan in-line blender, maka
daya yang dibutuhkan pada pengadukan ini lebih rendah daripada yang konvensional.
Pada pengadukan secara hidrolis, pengadukan ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu
tidak perlu mengeluarkan biaya untuk memberi energi pada proses pengadukan karena
pengadukan menggunakan energi hidrolis yang berasal dari hydraulic jump karena adanya terjunan
maupun ambang. Salah satu kelemahan pada proses pengadukan ini adalah sulit menentukan
dimensi dan headloss yang ditimbulkan cukup besar apabila dibandingkan dengan pengadukan
mekanis.
Pada unit desinfeksi, desinfektan yang digunakan untuk membunuh bakteri adalah ozon,
natrium hipoklorit dan sinar UV. Ozon merupakan oksidator yang sangat kuat dan memiliki daya
bunuh lebih tinggi daripada natrium hipoklorit tetapi lebih rendah dari sinar UV, sehingga
desinfektan ini cukup efisien. Penggunaan ozon juga tidak menurunkan pH air sehingga tidak perlu
dikuatirkan air tidak memenuhi standar baku mutu akibat penurunan pH serta disinfeksi ini tidak
menghasilkan THM yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Namun, desinfeksi ozon tidak
menyisakan sisa ozon pada penyaluran air minum, teknologi yang tinggi, proses kontol yang baik,
system distribusi yang baik, serta sistem pemeliharaan yang sangat baik sehingga akan
meningkatkan biaya pengadaan dan pemeliharaan.
b. Kebutuhan Lahan
Kebutuhan lahan menjadi faktor penting dalam pembobotan untuk menentukan alternatif
terbaik berdasarkan kondisi eksisting dan kemampuan setiap unit pengolahan yang terpilih.
Kebutuhan lahan mempengaruhi biaya investment atau biaya pembangunan IPAM, selain itu juga
mempengaruhi biaya operational & maintenance, sehingga akan lebih baik jika lahan yang
dibutuhkan tidak terlalu luas melebihi kemampuan dari biaya investasi, operasional, pemeliharaan
dan biaya lainnya. Maka dari itu kebutuhan lahan masuk kedalam kategori cost. Lahan yang
dibutuhkan untuk unit pengolahan seperti bar screen, bak praklorinasi, bak prasedimentasi, bak
lime softening, unit flokulasi, bak sedimentasi, dan unit filtrasi kurang lebihnya memiliki luas yang
sama untuk setiap alternatif. Perbedaan yang terlihat yaitu pada unit koagulasi dan desinfeksi.
Pada alternatif 1 digunakan unit koagulasi yang dilakukan secara mekanik dengan
dibubuhkan senyawa tawas atau alum atau Al2(SO4)3. Dimana pada unit koagulasi yang dibantu
dengan propeller dapat disesuaikan ukuran bak yang akan digunakan dengan debit yang masuk.
Pada unit desinfeksi menggunakan ozon diperlukan tambahan ozon generator atau ruang-ruang
peluahan listrik.
Pada alternatif 2 digunakan unit koagulasi yang dilakukan secara hidrolis dengan
dibubuhkan senyawa PAC (Poly-Aluminium Chloride). Dimana pada unit koagulasi ini dibantu
dengan hydraulic jump dalam proses mixing yang dilakukan, sehingga dibutuhkan lahan yang
cukup luas untuk membentuk jump dibandingkan dengan unit koagulasi mekanis. Namun dengan
penambahan PAC, tentunya dengan dosis yang tepat pula, kegiatan mixing dapat dilakukan dengan
efektif. Pembubuhan senyawa NaOCl untuk desinfeksi tidak memerlukan lahan yang luas.
Pada alternatif 3 digunakan unit koagulasi yang dilakukan secara hidrolis dengan
dibubuhkan-nya senyawa tawas atau alum atau Al2(SO4)3. Hampir sama dengan alternatif 2,
penggunaan hydraulic jump membutuhkan lahan yang cukup luas untuk membentuk jump
dibandingkan dengan unit koagulasi mekanis. Desinfeksi yang digunakan adalah Sinar UV,
dimana tabung lampu dicelupkan atau diletakan sepanjang bak desinfeksi.
Pada alternatif 4 digunakan unit koagulasi yang dilakukan secara mekanik dengan
pembubuhan PAC. Hampir sama dengan alternatif 1, proses mixing dibantu dengan propeller
dapat disesuaikan ukuran bak yang akan digunakan dengan debit yang masuk dan dapat lebih
efektif dengan penggunaan PAC. Desinfeksi yang digunakan adalah ozon, dimana dibutuhkan
ruang ruang peluahan listrik sebagai ruang tambahan, dan menjadi sebab perluasan lahan.
Kemudahan operasional dan pemeliharaan merupakan salah satu parameter benefit yang
tidak kalah penting dibandingkan parameter lainnya. Hal ini disebabkan kemudahan operasional
membantu dalam tahapan pengoperasian untuk penggunaannya. Sedangkan pemeliharaan
merupakan aspek perbaikan bila terjadi kerusakan. Unit pengolahan yang digunakan tidak selalu
berjalan mulus, akan ada pada waktunya unit tersebut mengalami kerusakan akibat kualitas yang
menurun ataupun lain sebagainya. Semakin mudah akses operasional dan pemeliharaan semakin
baik unit tersebut.
Dalam bagian operasional dan pemeliharaan, kami hanya meninjau dari segi unit yang
berbeda seperti pengolahan inti untuk penyisihan lumpur dan biologis. Sedangkan unit desinfeksi
untuk pembunuhan mikroorganisme yang masih terdapat di air. Pada unit pengolahan inti pada
masing-masing alternatif menggunakan koagulasi mekanis tawas, koagulasi hidrolis PAC,
koagulasi hidrolis tawas, koagulasi mekanik PAC. Untuk unit desinfeksi pada masing-masing
alternatif menggunakan Ozon, Natrium Hipokrolit, dan Sinar UV.
Pada alternatif 1 pengolahan inti menggunakan pengolahan dengan unit koagulasi mekanik
tawas. Unit ini memiliki rotasi yang bergerak secara mekanik dan menggunakan listrik untuk
bagian pengoperasiannya. Selain itu, koagulasi ini menggunakan tawas yaitu dengan senyawa
alum atau Al2(SO4)3. Cairan ini paling umum digunakan untuk mendestabilisasi ion-ion yang ada
di dalam air agar terbentuk flok. Adapun kekurangan dari penggunaan alat secara mekanik yaitu
membutuhkan energi yang cukup besar sehingga biaya yang dikeluarkan cukup mahal.
Selain itu perbaikan untuk mekanis lebih besar dibandingkan pengadukan secara hidrolis tanpa
bantuan mesin. Selain itu zat koagulan alum perlu diperhatikan agar tidak menghambat proses
pengolahan dan perlu adanya penggantian secara rutin. Pada unit desinfeksi alternatif 1
menggunakan Ozon untuk menghilangkan mikroorganisme. Ozon ini dipompa ke dalam air
dengan tekanan yang cukup. Ozon ini sistemnya seperti NaOCl yaitu perlu adanya pemeriksaan
dan penggantian secara berkala. Ozon memakan biaya yang cukup. Namun, bila dilakukan
pergantian dengan sering memakan biaya yang cukup besar.
Pada alternatif 2 pengolahan inti menggunakan pengolahan dengan unit koagulasi hidrolis
PAC. Unit ini memiliki keuntungan yaitu hanya mengandalkan lompatan hidrolis dari air yang
masuk ke dalam bak koagulasi. Hal ini dapat mengirit biaya pemakaian dan perbaikan karena tidak
menggunakan mesin. Namun, terdapat kekurangan dalam segi debit air. Jika debit air yang masuk
fluktuatif maka dapat mengakibatkan koagulasi terhambat dan tidak dapat menjalankan proses
pengolahan air. Oleh karena itu perlu adanya pemantauan di badan air untuk memberikan debit
yang cukup untuk loncatan hidrolis.
Untuk PAC merupakan cairan kimia yang digunakan sebagai koagulan untuk air. Zat ini
merupakan zat kimia yang sedikit sulit diperoleh karena campuran yang kompleks. Sehingga
sedikit mahal pada cost yang akan dikeluarkan. Pada unit desinfeksi alternatif 2 menggunakan
NaClO untuk menghilangkan mikroorganisme yang masih terdapat di dalam air. NaClO memiliki
sistem yang cukup mudah yaitu dengan membubuhkan cairan ke dalam air. Namun, dalam
operasional perlu ada penggantian cairan bila habis sehingga perlu adanya pemantauan dan
pergantian secara berkala. NaClO sering digunakan pada air kolam dan mudah didapatkan. Bila
zat koagulan ini dilakukan pergantian dengan sering maka dapat memakan biaya yang cukup besar.
Pada alternatif 3 pengolahan inti menggunakan pengolahan dengan unit koagulasi hidrolis
tawas. Unit ini sama seperti alternatif dua yaitu tidak memakan cost yang begitu banyak dalam
perbaikan ataupun pemeliharaan. Hal ini disebabkan karena koagulasi hidrolis tawas
menggunakan sifat hidrolis air untuk pengadukan. Turbulen dari air tersebut akan mengaduk zat
koagulan menjadi satu. Zat koagulan ini merupakan tawas yaitu dengan senyawa alum atau
Al2(SO4)3. Cairan ini paling umum digunakan untuk mendestabilisasi ion-ion yang ada di dalam
air agar terbentuk flok. Pada unit desinfeksi alternatif 3 menggunakan menggunakan sinar UV
yang memiliki komponen yang cukup sulit karena menggunakan radiasi dan sinar dari lampu.
Selain itu, penggantian lampu ini membutuhkan kehati-hatian agar tidak pecah atau rusak saat
dipasang. Pergantian sinar UV memakan biaya yang cukup besar baik itu pergantian maupun
energi.
Pada alternatif 4 pengolahan inti menggunakan pengolahan dengan unit koagulasi mekanis
PAC. Unit ini sama seperti alternatif satu yaitu memakan cost yang begitu banyak dalam perbaikan
ataupun pemeliharaan. Hal ini disebabkan karena koagulasi mekanis menggunakan alat bantuan
untuk pengadukan. Selain itu, pengadukan secara mekanis menggunakan energi listrik yang
lumayan besar sehingga memakan biaya yang cukup besar. Untuk PAC merupakan cairan kimia
yang digunakan sebagai koagulan untuk air. Zat ini merupakan zat kimia yang sedikit sulit
diperoleh karena campuran yang kompleks. Sehingga sedikit mahal pada cost yang akan
dikeluarkan. Pada unit desinfeksi alternatif 4 menggunakan Ozon untuk menghilangkan
mikroorganisme. Ozon ini dipompa ke dalam air dengan tekanan yang cukup. Ozon ini sistemnya
seperti NaOCl yaitu perlu adanya pemeriksaan dan penggantian secara berkala. Ozon memakan
biaya yang cukup. Namun, bila dilakukan pergantian dengan sering memakan biaya yang cukup
besar.
d. Dampak Lingkungan
Instalasi Pengolahan Air Bersih adalah instalasi pengolahan yang ditujukan untuk
mengubah air baku menjadi air bersih yang dapat digunakan dan dikonsumsi oleh masyarakat
dengan aman. Pembangunan instalasi tersebut sangat penting sehingga perlu diperhatikan unit
pengolahan yang akan digunakan. Dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh instalasi
pengolahan limbah cair umumnya berupa timbulnya bau yang berasal dari unit pengolahan dan
kebisingan yang diakibatkan oleh alat-alat yang digunakan pada pengolahan.
Untuk alternatif yang pertama pada unit koagulasi digunakan tawas dan untuk unit
desinfeksi digunakan ozon. Penggunaan tawas dengan takaran yang pas dengan jumlah air baku
yang diolah tidak akan selalu menimbulkan bau di sekeliling unit pengolahan. Sebaliknya jika
digunakan tawas secara berlebihan maka akan tercium aroma bau tawas di sekeliling unit
pengolahan yang dapat mengganggu pekerja atau orang yang ada dilokasi. Ozon memiliki bau
yang tajam yang menusuk hidung, dalam keadaan tertentu bau yang ditimbulkan oleh penggunaan
ozon dapat mengganggu lingkungan sekitar.
Alternatif pengolahan kedua, pada unit koagulasi digunakan adalah PAC dan pada unit
desinfeksi digunakan natrium hipoklorit. PAC memiliki bau yang menyengat seperti bahan yang
digunakan pada penghilang bau badan. PAC Penggunaan dosis yang tepat dapat mengurangi bau
yang ditimbulkan oleh PAC. Sedangkan Natrium Hipoklorit digunakan sebagai pembunuh
mikroorganisme yang ada didalam air sebelum di distribusikan. Natrium hipoklorit tidak memiliki
bau yang sangat menyengat sehingga biasa digunakan di kolam renang dan sebagai penghilang
bau badan.
Alternatif pengolahan ketiga, pada unit koagulasi digunakan adalah tawas dan pada unit
desinfeksi digunakan sinar UV. Tawas memiliki bau menyengat yang dapat mengganggu
lingkungan sekitar pengolahan. Sedangkan sinar UV tidak memiliki bau yang dapat mengganggu
para pekerja atau orang yang berada di lingkungan sekitar unit pengolahan.
Alternatif pengolahan keempat, pada unit koagulasi digunakan adalah PAC dan pada unit
desinfeksi digunakan Ozon. Jika dihirup langsung bau PAC akan menusuk hidung karena bau yang
menyengat. Sedangkan Ozon bau nya tidak bertahan lama jika dibandingkan dengan bau yang
ditimbulkan akibat PAC.
Untuk dampak lingkungan sekitar seperti kebisingan akibat suara mesin yang digunakan,
semua unit kurang lebih menggunakan mesin yang sama sehingga kebisingan yang ditimbulkan
akibat pengadukan di unit koagulasi dan pompa dari koagulan yang tidak terlalu mengganggu.
Untuk alternatif yang menggunakan sinar UV dan Ozon memiliki tingkat kebisingan rendah.
e. Keberlanjutan
Parameter keberlanjutan dijadikan sebagai salah satu parameter dalam pembobotan karena
pertimbangannya diperlukan untuk menentukan umur atau masa pakai alat yang bergantung pada
kondisi aktual lingkungan. Parameter keberlanjutan mungkin tidak akan terlalu berpengaruh pada
saat awal pembangunan, tetapi dalam jangka menengah atau panjang akan berpengaruh pada
operasional dan pemeliharaan unit pengolahan. Maka dari itu keberlanjutan dapat dikategorikan
sebagai benefit. Unit pengolahan yang dijadikan pertimbangan dalam parameter keberlanjutan
adalah unit koagulasi dan desinfeksi.
Alternatif kedua menggunakan pengolahan koagulasi hidrolis PAC dan desinfeksi dengan
Natrium hipoklorit. Penggunaan koagulasi hidrolis PAC memiliki korosivitas rendah sehingga unit
pengolahan dapat bertahan lebih lama. Durasi pengolahan yang lebih cepat juga sangat
menguntungkan dalam segi usia produktif unit pengolahan. Desinfeksi dengan menggunakan
natrium hipoklorit menghasilkan sisa klor yang dapat berbahaya bagi badan air.
f. Kehandalan
Kehandalan adalah suatu aspek yang penting dalam pemilihan sumber air baku dan unit-
unit pengolahan air bersih agar bisa bekerja dengan sebaik dan seefisien mungkin.Dalam
keandalan untuk memilih alternatif sumber air baku, diperlukan pertimbangkan sesuai Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 18/PRT/M/2007 Tentang Penyelenggaraan Pengembangan
Sistem Penyediaan Air Minum seperti sebagai berikut :
o Air sungai, secara kualitasnya memerlukan pengolahan untuk menghasilkan air minum
atau air bersih yang sesuai baku mutu, sehingga sumber air sungai perlu pertimbangan
kehandalan dalam kebutuhan unit-unit IPA dan lokasi bangunan penyadap (intake)
terletak dekat dengan daerah pelayanan;
o Danau atau rawa, pengisiannya (inflow) umumnya berasal dari satu atau beberapa sungai.
Alternatif sumber danau dapat diperbandingkan dengan air permukaan sungai apabila
volume air danau jauh lebih besar dari aliran sungai-sungai yang bermuara kedalamnya,
sehingga waktu tinggal yang lama (long detention time) dari aliran sungai ke danau
menghasilkan suatu proses penjernihan alami (self purification);
o Mata air, sering dijumpai mengandung CO2 agresif yang tinggi yang walaupun tidak
banyak berpengaruh pada kesehatan tetapi cukup berpengaruh pada bahan pipa (bersifat
korosif);
o Air tanah dalam, dapat diajukan sebagai alternatif sumber air dalam hal air permukaan
(sungai) telah terkontaminasi berat, mengingat kualitas air tanah secara bakteriologis lebih
aman daripada air permukaan; dan
Selain itu, kehandalan dalam aspek teknis teknologis meliputi aspek kemudahan dan
kehandalan konstruksi, kualitas bahan yang baik, kemudahan operasi dan pemeliharaan,
kemudahan suku cadang, jaminan kinerja alat/bahan sesuai spesifikasi teknis. Untuk menentukan
kehandalan teknis yaitu diperlukan peritmbangan sebagai berikut :
Menganalisis parameter-parameter yang ada (sumber air baku, kualitas air baku, jalur pipa,
proses pengolahan yang diusulkan, pendistribusian air) dapat memenuhi standar kualitas air
minum maupun pelayanan yang diharapkan pelanggan;
Pengkajian kelayakan teknis bisa dibuat dari beberapa alternatif yang dikembangkan, yang
disajikan secara jelas dan akan dipilih alternatif yang terbaik oleh tim teknik;
Alternatif pilihan adalah alternatif yang terbaik ditinjau dari beberapa aspek yang mempengaruhi
lokasi daerah perencanaan yang meliputi potensi, demografi, sosio ekonomi, kebutuhan air,
operasional dan pelayanan, sistem dan kebutuhan lainnya; Perkiraan nilai proyek/investasi
berdasarkan alternatif yang dipilih, dengan tingkat akurasinya 90-95%.
Kehandalan ini adalah untuk menganalisis untuk mengoptimalkan kehandalan kualitas air
baku dan biaya O&M. Pada unit koagulasi mekanik yaitu proses destabilisasi partikel koloid
tersuspensi dengan bantuan bahan kimia yang disebut sebagai polimer koagulan. Proses
pencampuran bahan kimia koagulan seperti tawas dan PAC dilakukan dengan kondisi
menggunakan pengadukan cepat mekanik. Kondisi turbulen akan mempermudah proses
pencampuran polimer dan air baku akan diolah. Kehandalan pada unit koagulasi ini adalah
kemampuan propeller di unit koagulasi dalam proses pengadukan, karena jika koagulan tidak
teraduk dengan baik maka akan berpengaruh pada proses selanjutnya yaitu flokulasi untuk
meningkatkan ikatan antar partikel sehingga membentuk partikel dengan ukuran dan massa yang
lebih besar dan lebih mudah untuk diendapkan secara gravitasi.
Kemudian, pada unit sedimentasi yang berbentuk persegi panjang (rectangular), circular,
dan plate settler yaitu jenis bak sedimentasi tipe 2 yang merupakan pengendapan partikel flokulan
pada padatan tersuspensi yang akan mengendap dan memadat sehingga memiliki konsentrasi
padatan yang lebih besar. Kehandalan unit sedimentasi ini adalah kemampuan dalam
mengendapkan flokulan pada padatan tersuspensi agar beban padatan yang terbawa ke pengolahan
unit selanjutnya yaitu filtrasi tidak besar.
Pada unit desinfeksi ada beberapa jenis desinfeksi yang tepilih pada alternatif kelompok 1
yaitu desinfeksi ozon, natrium hipoklorit, dan sinar UV. Secara umum metode desinfeksi
digunakan untuk menyisihkan mikroorganisme pathogen pada air baku. Namun, menurut Qasim
(1999), proses ini sulit untuk dapat diterapkan dalam mendesinfeksi air karena energi yang
dibutuhkan akan sangat besar sehingga menyebabkan tingginya biaya operasional. Desinfeksi
merupakan salah satu proses pengolahan yang berfungsi untuk mengurangi mikroorganisme
athogen yang berpotensi terkandung di dalam air baku. Mikroorganisme athogen dapat menjadi
sumber penyebab penyakit bagi manusia. Metode desinfeksi klorinasi merupakan salah satu bahan
kimia untuk mengurangi mikroorganisme athogen baik pada air baku agar menjadi air bersih
maupun air minum.
f. Kebutuhan Energi
Dalam keberjalanan suatu sistem pengolahan diperlukan energi untuk menunjang sistem
tersebut agar tetap berjalan. Dalam hal ini kebutuhan energi berhubungan erat dengan besar biaya
yang dikeluarkan selama sistem tersebut berjalan, semakin besar energi yang perlukan maka
semakin besar pula biaya yang harus dikeluarkan. Adapun kebutuhan energi sendiri mencakup
daya listrik yang dikeluarkan, dan kualitas pekerja yang diperlukan sehingga dalam pemilihan
teknologi untuk suatu sistem pengolahan harus sangat mempertimbangkan kebutuhan energi dan
teknologi yang dipilih pun diusahakan menggunakan energi seminimal mungkin.
o Alternatif Pertama
Pada alternatif pertama digunakan unit koagulasi mekanik tawas sebagai salah satu
pengolahannya. Dalam operasionalnya unit ini memanfaatkan listrik yang cukup besar untuk
pengoperasian alat mekanik sehingga dalam memenuhi kebutuhan listrik tersebut siperlukan biaya
yang cukup besar. Adapun pada desinfeksi pun digunakan desinfeksi ozon untuk menghilangkan
mikroorganisme pathogen. Dalam operasionalnya diperlukan pemeriksaan secara berkala. Dengan
demikian maka kebutuhan energi untuk alternatif pertama besar sehingga mempengaruhi besar
biaya yang diperlukan yakni besar juga.
o Alternatif Kedua
Pada alternatif kedua digunakan koagulasi hidrolis dengan PAC. Dengan menggunakan
unit ini maka untuk operasionalnya mengandalkan lompatan hidrolis sehingga keperluan energi
yang dibutuhkan tidak besar (irit). Adapun dalam proses desinfeksi digunakan desinfeksi dengan
NaClO untuk menghilangkan mikroorganisme pathogen dan dalam operasionalnya diperlukan
pergantian cairan sehingga diperlukan pemantauan dan pergantian secara berkala. Dengan
demikian maka kebutuhan energi untuk alternatif pertama besar sehingga mempengaruhi besar
biaya yang diperlukan yakni besar juga, namun kebutuhan energi ini masih lebih kecil
dibandingkan dengan alternatif 1
o Alternatif Ketiga
Pada alternatif ketiga digunakan koagulasi hidrolis dengan Tawas. Sama halnya dengan
alternatif 2 yang mengandalkan lompatan hidrolis (aliran turbulen) untuk mencampurkan koagulan
sehingga keperluan energi yang dibutuhkan tidak besar (irit). Adapun dalam proses desinfeksi
digunakan desinfeksi dengan penyinaran sinar UV untuk menghilangkan mikroorganisme
pathogen dan dalam operasionalnya diperlukan kehatihatian yang lebih agar lampu UV tidak
mengalami kerusakan saat pemasangan, selain itu juga penyinaran dengan UV memakai energi
yang cukup besar untuk operasionalnya. Dengan demikian maka kebutuhan energi untuk alternatif
pertama besar sehingga mempengaruhi besar biaya yang diperlukan yakni besar juga, namun
kebutuhan energi ini masih lebih kecil dibandingkan dengan alternatif pertama.
o Alternatif 4
Pada alternatif pertama digunakan unit koagulasi mekanik dengan PAC sebagai salah satu
pengolahannya. Dalam operasionalnya unit ini memanfaatkan listrik yang cukup besar untuk
pengoperasian alat mekanik sehingga dalam memenuhi kebutuhan listrik tersebut diperlukan biaya
yang cukup besar. Adapun pada desinfeksi pun digunakan desinfeksi ozon untuk menghilangkan
mikroorganisme pathogen. Dalam operasionalnya diperlukan pemeriksaan secara berkala. Dengan
demikian maka kebutuhan energi untuk alternatif pertama besar sehingga mempengaruhi besar
biaya yang diperlukan yakni besar juga
o Efisiensi Pengolahan
Kemampuan suatu alat untuk memenuhi tercapainya tujuan tersebut menjadi parameter
yang krusial dimana semakin dekatnya tujuan tersebut tercapai dan memberikan hasil yang
semakin baik, maka alat/unit pengolahan tersebut akan dinilai semakin bagus dan sesuai tujuan.
Dengan demikian disebabkan parameter ini sangat berhubungan erat terhadap tujuan utama
pengolahan air bersih, maka parameter efisiensi diberikan skor/bobot yang paling tinggi atau
sebesar 35% dalam penentuan alternatif terpilih pengolahan air limbah ini.
Pada tugas asistensi pengolahan air bersih di Kota Jambi, kelompok kami memutuskan
untuk berfokus pada parameter kesadahan, BOD, dan COD sehingga penentuan alternatif
terpilihnya berdasarkan kemampuan/efisiensi pengolahan dari unit pengolahan intinya yang
digunakan, yaitu koagulasi dengan mekanisme PAC (Poly Aluminium Chloride), dan tawas baik
secara mekanis ataupun hidrolis. Selain pada mekanisme koagulasinya, kami juga memberikan
fokus kepada metode desinfeksi untuk menyisihkan kontaminan patogen ataupun total coliform
dengan memberikan pilihan mekanisme desinfeksi yaitu, desinfeksi menggunakan ozon, NaOCl
dan desinfeksi menggunakan sinar Ultraviolet.
o Kemudahan Operasional dan Pemeliharaan
Operasional dan Pemeliharaan. Dari setiap alternatif, masing-masing memiliki tata cara
pengoperasian yang berbeda dan juga dalam hal tata cara pemeliharaan di setiap unit
pengolahannya. Untuk pengoperasian, maka dibutuhkan tenaga ahli yang sudah mumpuni atau
mengenal baik unit pengolahan yang akan digunakan. Ini juga bergantung pada efisiensi
pengolahan suatu unit tersebut, biasanya unit dengan efisiensi paling rendah akan memerlukan
tindakan pemeliharaan yang lebih sering, sehingga akan berpengaruh pada frekuensi alat
diistirahatkan dari sistem pengolahan. Selain itu, frekuensi perawatan yang lebih sering juga dapat
memengaruhi pada segi cost atau biaya yang dikeluarkan.
Dengan demikian, berdasarkan dua aspek penting pada parameter kemudahan Operasional
dan Pemeliharaan, maka kami menempatkan parameter ini menjadi prioritas kedua atau sebesar
20% dalam pembobotan penentuan alternatif terpilih.
o Keberlanjutan
Ketika semakin bertambahnya usia unit pengolahan biasanya akan diiringi oleh
penurunan efisiensi pengolahannya, sehingga diperlukan upaya pemeliharaan dan
perawatan yang lebih ekstra apabila dibandingkan dengan awal operasional, atau bahkan
penggantian unit pengolahan lama dengan unit pengolahan yang baru. Pertimbangan
tersebut yang kami ambil untuk menentukan skor/bobot dari parameter keberlanjutan
adalah 15%, atau menempati prioritas ketiga dari semua parameter pembobotan.
o Kehandalan
Selain efisiensi yang berfokus pada kemampuan suatu unit pengolahan untuk menyisihkan
kontaminan-kontaminan berbahaya dalam air limbah, terdapat parameter lain yang berkaitan
dengan kemampuan unit pengolahan dalam menahan atau menampung debit air limbah ketika
terjadi shock loading.
Shock loading merupakan kejadian dalam suatu waktu tertentu ketika beban
pengolahan baik itu debit ataupun beban organik yang masuk ke instalasi pengolahan
mengalami kenaikan secara tiba-tiba dibandingkan dengan rata-rata waktu yang
direncanakan. Beban kejut ini tentu akan memengaruhi kepada efisiensi pengolahan dan
juga nantinya akan berpengaruh kepada tata cara operasional dan pemeliharaan. Dari setiap
alternatif pengolahan memiliki titik kehandalannya masing-masing yang tentunya akan
sangat berpengaruh pada penentuan alternatif pengolahan air limbah domestik
o Dampak Lingkungan
Pengolahan air bersih bertujuan untuk memberikan ketersediaan air minum untuk
masyarakat yang terbebas dari kontaminan berbahaya dalam air baku, proses ini tentu akan
berlangsung secara terusmenerus. Melalui pengolahan air bersih ini, terdapat kegiatan-kegiatan
yang bisa memberikan pengaruh ke lingkungan sekitar, seperti bau dan juga kebisingan akibat
mesin pengolahan.
Bau yang ditimbulkan pada pengolahan air bersih mungkin saja disebabkan oleh Hal inilah
yang perlu diminimalisir dikarenakan sebisa mungkin kegiatan pengolahan air bersih tidak terlalu
mengganggu lingkungan, baik alam ataupun sosial. Dengan meminimalisir pengaruh-pengaruh
tersebut, maka diharapkan msayarakat mau menerima dan mendukung kegiatan pengolahan air
baku menjadi air bersih di IPA. Oleh sebab itu, parameter dampak lingkungan kami masukkan
sebagai pertimbangan dalam penentuan alternatif pengolahan air bersih kali ini.
o Kebutuhan Energi
o Kebutuhan Lahan
Secara umum, kebutuhan lahan mungkin tidak berpengaruh pada efisiensi pengolahan air
limbah itu sendiri. Namun, luas lahan yang digunakan untuk pengolahan air bersih dapat
berpengaruh pada operasional dan pemeliharaan, investasi, keadaan eksisting area IPA dan juga
kemungkinan untuk upgrade ataupun uprating penambahan unit pengolahan. Semakin besar atau
luas lahan yang ditempati oleh suatu sistem pengolahan air bersih, maka akan semakin
meningkatkan kerumitan dalam hal perawatan, pengoperasian dan lain-lain.
Pengoperasian yang dapat memakan waktu dikarenakan luasnya lahan yang terpakai, dapat
mengakibatkan tidak efektifnya pengolahan air limbah. Begitupun dengan aspekaspek yang
lainnya. Oleh sebab itu, parameter kebutuhan lahan kami masukkan dalam pembobotan penentuan
alternatif teknologi pengolahan air limbah domestik.
Poin yang digunakan untuk alternatif mulai dengan skala 1-4, karena menyesuaikan dengan
jumlah alternatif yang ada. Dalam kategori cost poin yang dimaksud mirip seperti ranking, yang
apabila dituliskan sebagai berikut:
o 1= sangat baik
o 2= baik
o 3= cukup baik
o 4= kurang baik
Sedangkan untuk poin benefit digunakan sistem poin terbesar mulai dari poin 4 hingga
poin terkecil yaitu 1, dengan kata lain untuk sistem poin benefit kebalikan/lawan dari poin cost,
yang apabila dituliskan sebagai berikut:
o 4 = sangat baik
o 3 = baik
o 2 = cukup baik
o 1= kurang baik
Untuk mendapatkan nilai alternatif digunakan rumus sederhana, dalam kategori benefit rumus
yang digunakan sebagai berikut
𝑝𝑜𝑖𝑛 𝑎𝑙𝑡𝑒𝑟𝑛𝑎𝑡𝑖𝑓
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐴𝑙𝑡𝑒𝑟𝑛𝑎𝑡𝑖𝑓 =
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐴𝑙𝑡𝑒𝑟𝑛𝑎𝑡𝑖𝑓 =
𝑝𝑜𝑖𝑛 𝑎𝑙𝑡𝑒𝑟𝑛𝑎𝑡𝑖𝑓
Sehingga nilai alternatif untuk setiap parameter dapat ditentukan dan dilihat pada tabel dibawah
ini.
Tabel 5.36 Menentukan Bobot dari setiap parameter dan nilai untuk setiap alternatif
Nilai Alternatif
Parameter Bobot 1 2 3 4
A 0,35 0,75 0,5 0,75 0,75
B 0,05 0,5 1 0,5 0,5
C 0,20 0,25 1 0,25 0,5
D 0,10 1 0,5 1 0,75
E 0,15 0,75 0,75 0,75 1
F 0,10 0,5 1 0,75 0,75
G 0,05 0,25 1 0,5 0,25
Parameter 1 2 3 4
A 0,2625 0,175 0,2625 0,2625
B 0,0250 0,05 0,0250 0,025
C 0,05 0,2 0,05 0,1
D 0,1 0,05 0,1 0,075
E 0,1125 0,1125 0,1125 0,15
F 0,05 0,1 0,075 0,075
G 0,0125 0,05 0,025 0,0125
Jumlah 0,613 0,738 0,650 0,700
Berdasarkan tabel diatas, nilai penjumlahan bobot paling besar berada di alternatif 2
dengan bobot 0.738 berbeda tipis dengan bobot alternatif lainnya. Maka dari itu, alternatif yang
terpilih yaitu Alternatif 2 dengan menggunakan koagulasi hidrolis dengan PAC dan pembubuhan
NaOCl pada unit desinfeksi.
5.7 Pipe and Instrumen Drawing
BAB VI
PENENTUAN DIMENSI UNIT PENGOLAHAN
Berdasarkan perhitungan kapasitas pipa nilai debit maksimum yang masuk atau Q influen
ke unit pengolahan bar screen sebesar 2,25052061 m3/s.
Data Perencanaan
Debit Max 2,25 m3/s
Debit Min 1,20 m3/s
Suhu Air 28 celcius
Konstanta untuk besi persegi (ß) 2,42
Lebar saluran intake (L) 3 m
koefisien manning (n) 0,013
Gravitasi 9,81 m2/s
Suhu sumber air baku yaitu Sungai Batanghari memiliki suhu rata-rata 28oC, kemudian
lebar saluran intake sebesar 3 meter. Nilai koefisien manning yang bernilai 0,013 dikarenakan tipe
saluran dan jenis saluran beton, nilai tersebut didapatkan berdasarkan tabel dibawah.
Sumber: Buku Open Channel Hydraulics oleh Ven Te Chow
Struktur Inlet
Perhitungan Dimensi
Luas Basah (Ah) 3,75 m2
Kecepatan aliran (V) 0,60 m/s
d/w 1,50
Lebar Saluran (W) 1,58 M
Kedalaman air pada saluran (d) 2,372 M
Kemiringan Bar 60,00 Derajat
Berdasarkan data pada tabel diatas nilai untuk kecepatan aliran, d/w, kemiringan bar, jarak
antar batang (s), serta ketebalan batang (tbar) dapat ditentukan berdasarkan tabel kriteria desain
bar screen yang dapat dilihat dibawah ini.
Nilai luas basah (Ah) didapatkan dengan rumus berikut ini:
𝐷𝑒𝑏𝑖𝑡 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ (𝐴ℎ) =
𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛
2,25052061 𝑚3/𝑠
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ (𝐴ℎ) =
0,6 𝑚/𝑠
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ (𝐴ℎ) = 3,75 𝑚2
Kemudian untuk mendapatkan nilai lebar saluran dapat digunakan rumus dibawah ini:
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ
𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑠𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛 (𝑊) = √
𝑑/𝑤
3,75 𝑚2
𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑠𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛 (𝑊) = √
1,5
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑛𝑎𝑚𝑝𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛 (𝐴𝑠) =
𝑠𝑖𝑛 𝑠𝑖𝑛 𝜃
3,75 𝑚2
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑛𝑎𝑚𝑝𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛 (𝐴𝑠) =
0,866
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑛𝑎𝑚𝑝𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛 (𝐴𝑠) = 4,33 𝑚2
Kemudian untuk mendapatkan nilai luas bersih rack (Anet) dapat digunakan rumus berikut:
Struktur Outlet
Data Perencanaan
Parameter Besaran Satuan
kecepatan sadap 0,3 m/s
panjang saluran 2 M
tinggi muka air rata-rata 1 M
Nilai kecepatan sadap, panjang saluran outlet, serta tinggi muka air rata rata pada outlet
ditentukan dengan nilai 0,3 m/s, 2 m, dan 1 m.
n*0.01+(n-1)=1.58
0,01n+0,025n-0,025=1,58 45,89
0,035n=1.605 46 buah
𝑛 𝑥 0,01 + (𝑛 − 1) 𝑥 𝑠 = 𝑊
𝑛 𝑥 0,01 + (𝑛 − 1) 𝑥 0,025 = 1,58
0,01𝑛 + 0,025𝑛 − 0,025 = 1,58
00,35𝑛 = 1,605
𝑛 = 46 𝑏𝑢𝑎ℎ
Tabel Headloss bersih
Headloss Bersih
w/b 0,242
nilai headloss 0,006 m
Konstanta untuk besi persegi, kecepatan (v), serta lebar batang ditentukan berdasaran
kriteria desain bar screen seperti pada tabel sebelumnya. Untuk mendapatkan nilai lebar batang
mutlak (w) dapat menggunakan rumus dibawah ini:
𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 (𝑤 𝑚𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘) = 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔 (𝑤) 𝑥 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔 (𝑛)
𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 (𝑤 𝑚𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘) = 0,008 𝑚 𝑥 46 𝑏𝑢𝑎ℎ
𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 (𝑤 𝑚𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘) = 0,368 𝑚
Untuk menentukan b mutlak atau s mutlak atau jarak antar batang mutlak dapat digunakan
rumus dibawah ini:
𝑤 4/3 𝑣2
𝐻𝑒𝑎𝑑𝑙𝑜𝑠𝑠 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡𝑎 𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑠𝑖 𝑥 ( ) 𝑥 𝑥 𝑠𝑖𝑛 𝜃
𝑏 2 𝑥 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑔𝑟𝑎𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠𝑖
0,62
𝐻𝑒𝑎𝑑𝑙𝑜𝑠𝑠 = 2,42 𝑥 (0,313)4/3 𝑥 𝑥 𝑠𝑖𝑛 60°
2 𝑥 9,81
𝐻𝑒𝑎𝑑𝑙𝑜𝑠𝑠 = 0,008 𝑚
Tabel Perhitungan Headloss Clogging 45%
Konsep dalam menentukan data pada perhitungan headloss clogging hampir sama dengan
perhitungan headloss bersih, yang membedakan yaitu pada b clogging atau s clogging atau jarak
antar batang saat terjadi clogging dengan rumus:
𝑏 𝑐𝑙𝑜𝑔𝑔𝑖𝑛𝑔 = 𝑏 𝑚𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 𝑥 45 %
𝑏 𝑐𝑙𝑜𝑔𝑔𝑖𝑛𝑔 = 1,175 𝑚 𝑥 45 %
𝑏 𝑐𝑙𝑜𝑔𝑔𝑖𝑛𝑔 = 0,529 𝑚
Dengan cara yang sama dengan headloss bersih, didapatkan nilai headloss clogging yaitu
sebesar 0,024 m.
Lebar bukaan total adalah penjumlahan dari semua jarak antar batang yang ada, salah satu
cara lain untuk menghitung lebar bukaan total adalah sebagai berikut:
𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑏𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 (𝐿𝑡) = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 (𝑆)𝑥 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟 𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔 (𝑏)
𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑏𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 (𝐿𝑡) = (𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔 (𝑛) + 1) 𝑥 0,03 𝑚
𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑏𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 (𝐿𝑡) = (46 𝑏𝑢𝑎ℎ + 1)𝑥 0,03 𝑚
𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑏𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 (𝐿𝑡) = 1,175 𝑚
Nilai kedalaman batang didapatkan dari kriteria desain, sedangkan untuk menentukan
kecepatan di screen dapat melalui perhitungan dibawah ini:
𝑑𝑒𝑏𝑖𝑡 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚
𝐾𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑑𝑖 𝑠𝑐𝑟𝑒𝑒𝑛 =
𝑘𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑎𝑛 𝑎𝑖𝑟 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑠𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛 (𝑑) 𝑥 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑏𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 (𝐿𝑡)
2,25052061 𝑚3/𝑠
𝐾𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑑𝑖 𝑠𝑐𝑟𝑒𝑒𝑛 =
2,372 𝑚 𝑥 1,175 𝑚
𝐾𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑑𝑖 𝑠𝑐𝑟𝑒𝑒𝑛 = 0,807 𝑚/𝑠
Untuk menentukan headloss melalui screen dapat menggunakan rumus dibawah ini:
(𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑑𝑖 𝑠𝑐𝑟𝑒𝑒𝑛)2
𝐻𝑒𝑎𝑑𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑚𝑒𝑙𝑎𝑙𝑢𝑖 𝑠𝑐𝑟𝑒𝑒𝑛 =
2 𝑥 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑔𝑟𝑎𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠𝑖
(0,807 𝑚/𝑠)2
𝐻𝑒𝑎𝑑𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑚𝑒𝑙𝑎𝑙𝑢𝑖 𝑠𝑐𝑟𝑒𝑒𝑛 =
2 𝑥 9,81 𝑚2/𝑠
𝐻𝑒𝑎𝑑𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑚𝑒𝑙𝑎𝑙𝑢𝑖 𝑠𝑐𝑟𝑒𝑒𝑛 = 0,03323290067 𝑚
Kemudian untuk menentukan headloss bar dapat menggunakan rumus dibawah ini:
𝐻𝑒𝑎𝑑𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑏𝑎𝑟
𝑤 4/3
= 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡𝑎 𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑠𝑖 𝑥 ( ) 𝑥 ℎ𝑒𝑎𝑑𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑚𝑒𝑙𝑎𝑙𝑢𝑖 𝑠𝑐𝑟𝑒𝑒𝑛 𝑥 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 ℎ𝑒𝑎𝑑𝑙𝑜𝑠𝑠
𝑏
𝐻𝑒𝑎𝑑𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑏𝑎𝑟 = 2,42 𝑥 (0,313)4/3 𝑥 0,0332 𝑚 𝑥 0,008 𝑚
𝐻𝑒𝑎𝑑𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑏𝑎𝑟 = 0,00014 𝑚
𝐻𝑒𝑎𝑑𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑏𝑎𝑟 = 0,143972546 𝑚𝑚
Untuk menentukan ketinggian air setelah bar dapat menggunakan rumus dibawah ini:
𝑘𝑒𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖𝑎𝑛 𝑎𝑖𝑟 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑎𝑟 (𝑦2) = 𝑘𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑎𝑛 𝑎𝑖𝑟 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑠𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛 (𝑑) − ℎ𝑒𝑎𝑑𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑏𝑎𝑟
𝑘𝑒𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖𝑎𝑛 𝑎𝑖𝑟 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑎𝑟 (𝑦2) = 2,372 𝑚 − 0,0001439 𝑚
𝑘𝑒𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖𝑎𝑛 𝑎𝑖𝑟 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑎𝑟 (𝑦2) = 2,3718 𝑚
Sedangkan untuk mengitung kecepatan setelah melewati screen (v2) dapat mengggunakan
rumus dibawah ini:
Perhitungan Dimensi
Parameter Besaran satuan
Luas saluran 8 m2
Rasio b:h 2:1
lebar saluran
A = bx h
A = 2H x H
kedalaman saluran (h) 1,94 m
lebar saluran (b) 3,87 m
Jari-jari hidrolis (R) 0,97 m
kemiringan saluran 0,000015876 m/m
kedalaman saluran 0,000019052 m
headloss saluran pembawa 0,000031753 m
Untuk menentukan nilai luas saluran dapat digunakan rumus dibawah ini:
𝑑𝑒𝑏𝑖𝑡 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑠𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛 =
𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑑𝑎𝑝
2,25052061 𝑚3/𝑠
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑠𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛 =
0,3 𝑚/𝑠
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑠𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛 = 8 𝑚2
Kemudian untuk menentukan kedalaman saluran dapat menggunakan rasio b:h sebesar 2:1
dengan rumus berikut:
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑠𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛
𝑘𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛 (ℎ) = √
2
8 𝑚2
𝑘𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛 (ℎ) = √
2
Kemudian untuk menghitung jari jari hidrolis dapat digunakan rumus dibawah ini:
𝑘𝑒𝑚𝑖𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛
𝑘𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛 =
(0,2 𝑥 𝑘𝑒𝑚𝑖𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛)
0,000015876 𝑚/𝑚
𝑘𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛 =
(0,2 𝑥 0,000015876 𝑚/𝑚)
Dimensi tangki yang tersedia dapat dilihat pada tabel dibawah ini
Cone Motor
Diameter, Side Water Volume, Dimension, m Separation Column Power, Number of
m Depth, m m³ h r1 r2 Zone Area, m² Diameter, m kW Weirs
6 3,7 109 2,5 3,8 1,2 25 0,6 0,5 8
9 4,3 288 3,1 5,3 1,5 60 1 1,5 8
12 4,8 580 3,6 6,5 2 100 1,3 2 8
15 5,3 970 4,1 7,5 2,7 16 1,7 3,5 88
18 5,5 1500 4,3 8,5 3,3 230 2 5,5 10
21 5,6 2140 4,4 9,5 4,2 300 2,3 7,5 10
24 5,8 2850 4,6 10 5 390 2,6 10 10
27 5,9 3730 4,7 10,5 6 480 3 15 10
30 6 4760 4,8 11,5 6,8 590 3,2 15 11
Debit air yang masuk sebesar 2,251 m3/s. Kita rencanakan tangki lime softening dengan
kriteria rancangan sebagai berikut
Jumlah tangki = 6 buah
Diameter tangki = 24 m
SWD = 5.8 m
Volume tangki = 2850 m3
Dimensi kerucut
H = 4.6 m
R1 = 10 m
R2 = 5 m
Separation zone area = 390 m2
Diameter kolom = 2.6 m
Daya pengaduk = 10 KW
Banyak pelimpah = 10 buah
6.4 Flokulasi
Proses koagulasi-flokulasi merupakan proses kimia fisik dalam pengolahan limbah cair
atau air minum untuk menghilangkan partikel-partikel yang ada di dalamnya. Flokulasi sendiri
diartikan sebagai proses pembentukan flok dengan pengadukan lambat untuk meningkatkan
afinitas antar partikel sehingga dapat saling terikat (aglomerasi). Setelah melewati proses koagulan
maka partikel-partikel yang telah distabilkan akan saling bertumbukan serta terjadi proses Tarik
menarik antar partikel sehingga akhirnya akan membentuk flok yang ukurannya akan semakin
membesar serta dengan mudah akan mengendap.
Dalam menentukan dimensi bak flokulasi terdapat beberapa kriteria desain yang perlu
dipenuhi yakni :
Berdasarkan tabel .. maka untuk merancang bak flokulasi diperlukan beberapa data yakni
:
Dari data tersebut maka untuk menentukan dimensi unit flokulasi dapat dengan tahapan
berikut:
● Saluran Inlet
o Tinggi Saluran Outlet (H inlet)
1
𝑃 𝑏𝑎𝑘 𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 = 𝐿𝑓𝑙𝑜𝑘𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 + ( 𝑙 𝑑𝑖𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔)
2
Maka diperoleh,
1 1
𝑃 𝑏𝑎𝑘 𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 = 𝐿𝑓𝑙𝑜𝑘𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 + ( 𝑙 𝑑𝑖𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔) = 2,5 𝑚 + ( 𝑥 0,2) = 2,6 𝑚
2 2
o Luas Saluran inlet (A inlet)
𝑄𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡
𝑣𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 =
𝐴𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡
Maka diperoleh,
𝑄𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 1,126 𝑚3 /𝑠
𝑣𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 = = = 1,126 𝑚/𝑠
𝐴𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 1𝑚
ℎ 𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 𝑥 𝐿𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 1 𝑚 𝑥 1𝑚
𝑅 𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 = = = 0,33 𝑚
(2𝑥ℎ 𝑎𝑖𝑟 𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡) + 𝐿𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 (2𝑥 1𝑚) + 1𝑚
o Kemiringan Saluran outlet (Sinlet)
2
𝑣 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 𝑥 𝑛2
𝑆 𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 = ( 2 )
𝑅𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 3
Maka diperoleh,
2
2 𝑚 2
𝑣 𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 𝑥 𝑛 2 1,126 𝑥 0,013 𝑚
𝑆 𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 = ( 𝑠
2 ) =( 2 ) = 0,002
𝑚
𝑅𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 3 0,333
Dalam menentukan tinggi freeboard bak flokulasi direncanakan tinggi freeboard di tiap
tahapannya sebesar 20% dari tinggi air tiap tahap sehingga tinggi freeboard dapat dihitung
dengan persamaan berikut :
𝐴1
𝐿𝑏𝑎𝑘 =
𝐵1
Maka diperoleh,
𝐴1 2𝑚2
𝐿𝑏𝑎𝑘 = = = 2𝑚
𝐵1 1𝑚
o Ketinggian dan Headloss per tahap unit flokulasi
Dengan menggunakan cara yang sama seperti tahapan diatas maka diperoleh headloss
dan ketinggian air untuk unit flokulasi sebagai berikut :
Tabel … Ketinggian air dan Headloss Unit Flokulasi
● Saluran Outlet
o Luas Saluran Outlet (Aoulet)
Dengan menggunakan persamaan berikut :
𝑄
𝐴𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 =
𝑣 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡
Maka diperoleh,
𝑚3
𝑄 1,126
𝐴𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 = = 𝑠 2
𝑣 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 𝑚 = 2,251 𝑚
0,5 𝑠
𝐴 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡
ℎ 𝑎𝑖𝑟 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 =
𝐿 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡
Maka diperoleh,
𝐴 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 2,251 𝑚2
ℎ 𝑎𝑖𝑟 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 = = = 2,251 𝑚
𝐿 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 1𝑚
2
𝑣 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 𝑥 𝑛2
𝑆 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 = ( 2 )
𝑅𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 3
Maka diperoleh,
2
2𝑚 2
𝑣 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 𝑥 𝑛 20,5 𝑥 0,013 𝑚
𝑆 𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 = ( 𝑠
2 ) =( 2 ) = 0,00017
𝑚
𝑅𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 3 0,4093
W
Plate settler C
B
WP D
V
H
VS
A E
Perhitungan,
1. Dimensi Bak Sedimentasi
Direncanakan akan dibangun 2 buah bak sedimentasi, sehingga debit tiap bak adalah :
𝑄
𝑞𝑏𝑎𝑘 = 𝑛 → n = Jumlah bak,
𝑏𝑎𝑘
Maka :
1.5 𝑚3 /𝑑𝑡𝑘
𝑞𝑏𝑎𝑘 = = 0,750 𝑚3 /𝑑𝑡𝑘
2
• Kecepatan mengendap partikel desain (𝑣𝑠 )
Hubungan antara Efisiensi pengendapan dengan kinerja (Good Performance),
dimana efisiensi pengendapan 95% dan n 1/3 maka dapat dilihat pada grafik dibawah
ini.
• Zona pengendapan
• Luas zona pengendapan (A)
𝑄 𝑤
𝑣𝑠 = ( )𝑥( )
𝐴𝑧𝑝 ℎ 𝑐𝑜𝑠 𝛼 + 𝑤 𝑐𝑜𝑠 2 𝛼
0,000417 𝑚/𝑑𝑡𝑘
𝑚3
0,75 0,08 𝑚
=( 𝑑𝑡𝑘 ) 𝑥 ( ) 𝐴𝑧𝑝
𝐴𝑧𝑝 1,0 𝑚 𝑐𝑜𝑠 6 00 + 0,08 𝑐𝑚 𝑐𝑜𝑠 2 6 00
= 266.9 𝑚2
• Dimensi zona pengendapan
➢ Lebar zona pengendapan (𝐿𝑧𝑝 )
𝑃𝑧𝑝 : 𝐿𝑧𝑝 = 5: 1
𝐴𝑧𝑝 = 𝑃𝑧𝑝 𝑥 𝐿𝑧𝑝 → 𝐴 = 5 𝑥 𝐿𝑧𝑝 2
Maka ;
𝐴𝑧𝑝 0.5
𝐿𝑧𝑝 =[ ]
5
0.5
266.9 𝑚2
𝐿𝑧𝑝 =[ ] = 7.30 𝑚
5
➢ Panjang zona pengendapan (𝑃𝑧𝑝 )
𝑃𝑧𝑝 = 5 𝑥 𝐿𝑧𝑝
𝑃𝑧𝑝 = 5 𝑥 7.3 𝑚 = 36.53 𝑚
• Tinggi jatuhnya partikel (𝐿𝐶𝐷 = ℎ)
𝑤
ℎ=
𝑐𝑜𝑠 𝛼
8 𝑐𝑚
ℎ= = 16 𝑐𝑚 = 0,16𝑚
𝑐𝑜𝑠 600
• Waktu detensi (td)
ℎ
𝑡𝑑 =
𝑣𝑠
0,16 𝑚
𝑡𝑑 = = 9.6 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
(0,000417 𝑚/𝑑𝑡𝑘 𝑥 60 𝑑𝑡𝑘/𝑚𝑛𝑡)
• Jumlah plate settler (𝑛𝑝𝑙𝑎𝑡 )
(𝑃𝑧𝑝 𝑥 𝑠𝑖𝑛 𝛼)
𝑛𝑝𝑙𝑎𝑡 = [ ] + 1
𝑤
(36.5 𝑚 𝑥 𝑠𝑖𝑛 600 )
𝑛𝑝𝑙𝑎𝑡 =[ ] + 1 ≈ 397 𝑏𝑢𝑎ℎ
0,08 𝑚
• Koreksi Terhadap Panjang(𝐾)
𝑡𝑝𝑙𝑎𝑡
𝐾 = 𝑛𝑝𝑙𝑎𝑡 𝑥
𝑠𝑖𝑛 𝛼
0,005
𝐾 = 397 𝑥
𝑠𝑖𝑛 6 0
𝐾 = 2.29 𝑚
• Panjang Zona Pengendap sebenarnya (𝑃𝑧𝑝 )
𝑃𝑧𝑝 = 36.53 𝑚 + 2.29𝑚
𝑃𝑧𝑝 = 38.82 𝑚
• Debit masing-masing plat settler (𝑄𝑝𝑙𝑎𝑡 )
𝑞𝑏𝑎𝑘
𝑄𝑝𝑙𝑎𝑡𝑒 =
(𝑛𝑝𝑙𝑎𝑡𝑒 − 1)
0,75 𝑚3 /𝑑𝑡𝑘
𝑄𝑝𝑙𝑎𝑡𝑒 = = 0,67403 𝑚3 /𝑑𝑡𝑘
(397 − 1)
• Kecepatan aliran dalam plat (𝑣𝑎 )
Panjang plat (𝑃𝑝𝑙𝑎𝑡 = 𝐿𝑧𝑝 ) = 2,7 m
𝑄𝑝𝑙𝑎𝑡𝑒
𝑣𝑎 = → 𝐴 = 𝑃𝑝𝑙𝑎𝑡 𝑥 𝑤
𝐴 𝑠𝑖𝑛 𝛼
𝐴 = 7.3 𝑚 𝑥 0,08 𝑚 = 0,58 𝑚2
0,67403 𝑚3 /𝑑𝑡𝑘
𝑣𝑎 = = 1.331 𝑚/𝑑𝑡𝑘
0,584 𝑚2 𝑠𝑖𝑛 600
• Kontrol aliran
• Jari-jari hidrolis (R)
𝑤𝑝𝑙𝑎𝑡 𝑥 𝑤
𝑅=
2𝑥 (𝑤𝑝𝑙𝑎𝑡 + 𝑤)
1,0 𝑚 𝑥 0,08 𝑚
𝑅= = 0,037 𝑚
2𝑥(1,0𝑚 + 0,08𝑚)
• Bilangan Reynold (𝑁𝑅𝑒 )
Viskositas kinematis pada 25 0C (υ) : 0,9055 x 10-6 m2/dtk
Percepatan gravitasi (g) : 9,81 m/dtk2
𝑣𝑎 × 𝑅
𝑁𝑟𝑒 =
𝜐 𝑅𝑒
1.33 𝑚/𝑑𝑡𝑘 𝑥 0,037 𝑚
𝑁𝑟𝑒 = = 544463.6
0,9055 𝑥 10−6 𝑚2 /𝑑𝑡𝑘
𝑁𝑅𝑒 > 2000 (Tidak Memenuhi Syarat)
• Bilangan Froude (𝑁𝐹𝑟 )
𝑣𝑎 2
𝑁𝐹𝑟 =
𝑔×𝑅
(1.33 𝑚/𝑑𝑡𝑘)2
𝑁𝐹𝑟 =
9,81 𝑚/𝑑𝑡𝑘 2 𝑥 0,037 𝑚
𝑁𝐹𝑟 = 5.21 > 10-5 (Memenuhi Syarat)
Saluran Inlet
Saluran inlet pada sedimentasi juga berfungsi sebagai outlet pada unit flokulasi, maka
saluran ini telah dibahas pada saluran outlet pada perhitungan unit flokulasi.
4. Zona Inlet
Direncanakan,
• Lebar zona inlet = lebar zona pengendapan (𝐿𝑍𝐼 = 𝐿𝑍𝑃 ) = 7.3064 m
• Tinggi zona inlet = tinggi zona pengendapan (ℎ𝑍𝐼 = ℎ𝑍𝑃 ) = 1,04m
Perhitungan,
• Panjang zona inlet (𝑃𝑍𝐼 )
𝑃𝑍𝑃 = (1⁄2 𝑥 ℎ𝑍𝑃 ) + (ℎ𝑍𝑃 𝑥 𝑐𝑜𝑠 6 0)
5. Zona outlet
Perhitungan sistem outlet pada bak sedimentasi terdiri dari perhitungan gutter, pelimpah.
Pelimpah
Direncanakan,
• Pelimpah pada gutter merupakan weir bergerigi (V-notch)
• Sudut V-notch = 900
• Panjang pelimpah = Panjang zona pengendap = 38.82 m
• Cd = 0,6
• Beban maks pelimpah(hpelimpah) = (3,85-15) m3/m.jam (7 m3/m.jam)
• Lebar V-Notch =10 cm = 0,1 m
Perhitungan,
• Panjang pelimpah (Ppelimpah)
𝑄
𝑃𝑝𝑒 𝑙𝑖𝑚 𝑝𝑎ℎ = ( )
ℎ𝑝𝑒 𝑙𝑖𝑚 𝑝𝑎ℎ
0,75 𝑚3 /𝑑𝑡𝑘
𝑃𝑝𝑒 𝑙𝑖𝑚 𝑝𝑎ℎ = ( ) 𝑥3600𝑑𝑡𝑘/𝑗𝑎𝑚
7𝑚3 /𝑚. 𝑗𝑎𝑚
𝑃𝑝𝑒 𝑙𝑖𝑚 𝑝𝑎ℎ = 385.8 𝑚
- Gutter
Direncanakan,
• Bentuk gutter = Persegi panjang
• Lebar gutter (𝐿𝑔𝑢𝑡𝑡𝑒𝑟 ) = 0,3 m
• Panjang gutter (𝑃𝑔𝑢𝑡𝑡𝑒𝑟 = 𝑃𝑧𝑝 ) = 38.82 m
• 1 gutter = 2 pelimpah
Perhitungan,
• Jumlah gutter (𝑛𝑔𝑢𝑡𝑡𝑒𝑟 )
𝑛𝑝𝑒 𝑙𝑖𝑚 𝑝𝑎ℎ 10
𝑛𝑔𝑢𝑡𝑡𝑒𝑟 = ( ) = ( ) = 5 𝑏𝑢𝑎ℎ
2 2
• Debit tiap gutter (𝑞𝑔𝑢𝑡𝑡𝑒𝑟 )
𝑄𝑏𝑎𝑘
𝑞𝑔𝑢𝑡𝑡𝑒𝑟 =
𝑛𝑔𝑢𝑡𝑡𝑒𝑟/𝑏𝑎𝑘
0,75 𝑚3 /𝑑𝑡𝑘
𝑞𝑔𝑢𝑡𝑡𝑒𝑟 = = 0,3624 𝑚3 /𝑑𝑡𝑘
2
• Ketinggian air pada gutter (ℎ𝑎𝑖𝑟 )
2/3
𝑞𝑔𝑢𝑡𝑡𝑒𝑟
ℎ𝑎𝑖𝑟 =( )
1,38 𝑥 𝐿𝑔𝑢𝑡𝑡𝑒𝑟
2/3
0,3624 𝑚3 /𝑑𝑡𝑘
ℎ𝑎𝑖𝑟 =( ) = 0,36 𝑚
1,38 𝑥 0,3 𝑚
6. Zona lumpur
Direncankan,
• Bentuk limas segitiga terpancung
• Debit bak sedimentasi (𝑄𝑏𝑎𝑘 ) = 0,75 m3/dtk
• Periode pengurasan (td) = 1 hari
• Jumlah kompartemen lumpur (n) = 4 buah
• Panjang ruang lumpur (𝑃𝑅𝐿 = 𝑃𝑍𝑃 ) = 38.824 m
• Lebar ruang lumpur (𝐿𝑅𝐿 = 𝐿𝑧𝑝 ) = 7.306 m
Perhitungan,
• Debit tiap kompartemen (𝑞𝑘𝑜𝑚𝑝𝑎𝑟𝑡𝑒𝑚𝑒𝑛 )
𝑄
𝑞𝑘𝑜𝑚𝑝𝑎𝑟𝑡𝑒𝑚𝑒𝑛 =
𝑛𝑘𝑜𝑚𝑝𝑎𝑟𝑡𝑒𝑚𝑒𝑛
0,75 𝑚3 /𝑑𝑡𝑘
𝑞𝑘𝑜𝑚𝑝𝑎𝑟𝑡𝑒𝑚𝑒𝑛 = = 0,187 𝑚3 /𝑑𝑡𝑘
4
• Volume lumpur untuk 1 hari tiap komparten (𝑉𝑙𝑢𝑚𝑝𝑢𝑟 )
𝑉𝑙𝑢𝑚𝑝𝑢𝑟 = 𝑞𝑘𝑜𝑚𝑝𝑎𝑟𝑡𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑥 𝑡𝑑 𝑥 𝑆𝑠
𝑉𝑙𝑢𝑚𝑝𝑢𝑟 = 0,187 𝑚3 /𝑑𝑡𝑘 𝑥 (1 ℎ𝑟 𝑥 86400 𝑑𝑡𝑘⁄1 ℎ𝑟) 𝑥 5000 𝑐𝑚3 /𝑚3
𝑉𝑙𝑢𝑚𝑝𝑢𝑟 = 81.02 𝑚3
7. Sistem Pengurasan
Direncanakan,
• Lama pengurasan (𝑡𝑑𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑟𝑎𝑠𝑎𝑛 ) = 1 hari
• Cd = 0,6
• Diameter pipa (𝜑𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑟𝑎𝑠𝑎𝑛 ) = 250 mm (0,25 m) =10” (inch)
• Volume lumpur (𝑉𝑙𝑢𝑚𝑝𝑢𝑟 ) = 81.0187 m3
• Jarak antara plat settler dengan ruang lumpur adalah 1 meter (𝑙𝑃𝑆−𝑅𝐿 )
Perhitungan,
• Tinggi total air dalam bak (ℎ𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑖𝑟 )
Hasil Rancangan :
• Kondisi performa bak (n) = 1/3 (Good Performance)
• Plat Settler
• Jarak antar plat settler (W) = 8 cm = 0,08 meter
• Tebal plat settler (tplat) = 0,5 cm = 0,005 meter
• Lebar plat settler (wplat) = 100 cm = 1 meter
• Jumlah bak = 2 bak
• Kecepatan mengendap (vo) = 0,002 m/dtk
• Dimensi bak sedimentasi
• Debit pengolahan tiap bak (qbak) = 0,75 m3/dtk
• Kecepatan (vs)
• Luas permukaan bak sedimentasi (As) = 1800.4 m2
• Dimensi zona pengendapan
• Tinggi plat settler dalam bak (H) = 86 cm
• Tinggi zona pengendapan (hZP) = 1,0392 meter
• Panjang diagonal antar plat settler (LAB) = 105 cm
• Panjang horizontal antar plat settler (wap) = 9,30 cm
• Luas zona pengendapan (Azp) = 266.9m2
• Lebar zona pengendapan (Lzp) = 7.3 meter
• Panjang zona pengendapan (Pzp) = 36.53 meter
• Panjang zona pengendapan sebenarnya (Pzp real) = 38.82 meter
• Jumlah plat settler (nplat) = 397 buah
• Kontrol aliran
• Bilngan Reynold (NRe) = 54463
• Bilangan Froude (NFr) = 5.21
• Zona Inlet
• Lebar zona inlet (Lzi) = 7.3064 meter
• Panjang zona inlet (Pzi) = 1,039 meter
• Tinggi zona inlet (hzi) = 1,039 meter
• Zona outlet (Pelimpah)
• Lebar V-Notch (wV-Notch) = 0,1 meter
• Panjang pelimpah (Ppelimpah) = 385.8 meter
• Jumlah pelimpah (npelimpah) = 10 buah
• Jumlah V-Notch tiap saluran (nV-Notch) = 388 buah
• Tinggi V-Notch (hV_Notch) = 0,0276 meter
• Gutter
• Lebar gutter (n) = 2 pelimpah
• Panjang gutter (Pgutter) = 38.8 meter
• Lebar gutter (Lgutter) = 0,3meter
• Tinggi gutter (hgutter) = 0,434 meter
• Luas basah gutter (Agutter) = 0,1087 m2
• Slope gutter (Sgutter) = 2.4 m/m
• Headloss gutter (hlgutter) = 92.83 meter
• Zona Lumpur
• Jumlah kompartemen lumpur (n) = 4 bak
• Panjang ruang lumpur (Pzp) = 38.8 meter
• Lebar ruang lumpur (Lzp) = 7.306 meter
• Debit tiap kompartemen (qkompartemen) = 0,187 m3/dtk
• Tinggi ruang lumpur tiap kompartemen (hkompartemen) = 45.74 meter
• Sistem penguras
• Tinggi total air dalam bak (htotal air) = 47.7805 meter
• Luas penampang pipa penguras (Apenguras) = 0,049 m2
• Debit pengurasan (Qpenguras) = 0,90 m3/dtk
• Lama bukaan pipa pembuangan tiap pengurasan (t) = 89 menit
Data yang digunakan pada perencanaan dapat dilihat pada tabel dibawah ini
Berdasarkan data diatas, kita akan merencanakan bak filtrasi dengan debit 2250.521 l/s.
𝑑𝑖 = √0.2 × 0.3
𝑑𝑖 = 0.245 𝑚𝑚
4) Menentukan besarnya pi/di²
𝑝𝑖 5.12 1
= ×
𝑑2𝑖 0.245 2 100
𝑝𝑖
= 0.853
𝑑21
Untuk perhitungan pada ukuran pasir 0.4mm sampai 1 mm diperoleh dengan cara yang
sama sehingga diperoleh pada tabel berikut
Maka
𝑛
𝑝𝑖
∑ = 4.385
𝑑𝑖2
𝑖=1
5) Menentukan headloss
𝑛
ℎ 𝑘 (1 − 𝑓)2 6 2 𝑝𝑖
= 𝑣𝜈 ( ) ∑
𝐿 𝑔 𝑓3 𝜓 𝑑𝑖2
𝑖=1
ℎ 5 −6
(1 − 0.45)2 6 2
= × 0.002 × 1.0035 × 10 × ×( ) × 4.385 × 106
𝐿 9.81 0.453 0.82
ℎ
= 0.797
𝐿
Sehingga headloss pada keadaan bersih sebesar
ℎ = 0.797 × 0.7
ℎ = 0.558 𝑚
6.5.1 Perhitungan Kehilangan Tekanan pada Media Penyangga
Media penyangga yang digunakan adalah kerikil dan diketahui memiliki
karakteristik sebagai berikut
Ukuran kerikil
(mm) %Berat Tebal Lapisan (cm)
10 12.5 15
20 42.5 16
30 30.8 18
40 14.2 11
Jumlah 100 60
Data yang tersedia pada perencanaan dapat dilihat pada tabel dibawah ini
1) Menentukan Xi/di²
Misalnya untuk ukuran kerikil 10 mm, maka
𝑋𝑖 12.5 1
2
= ×
𝑑𝑖 102 100
𝑋𝑖
= 0.00125
𝑑2𝑖
Untuk ukuran kerikil 20 – 40 mm diperoleh dengan cara yang sama sehingga diperoleh
tabel berikut
Ukuran kerikil
(mm) %Berat Tebal Lapisan (cm) Xi/di²
10 12.5 15 0.00125
20 42.5 16 0.0010625
0.0003422
30 30.8 18 2
0.0000887
40 14.2 11 5
0.0027434
Jumlah 100 60 7
Maka
𝑛
𝑋𝑖
∑ = 0.00274
𝑑𝑖2
𝑖=1
2) Menentukan headloss
𝑛
ℎ 𝑘 (1 − 𝑓)2 6 2 𝑝𝑖
= 𝑣𝜈 ( ) ∑
𝐿 𝑔 𝑓3 𝜓 𝑑𝑖2
𝑖=1
ℎ 5 (1 − 0.45)2 6 2
= × 0.002 × 1.0035 × 10−6 × × ( ) × 0.00274 × 106
𝐿 9.81 0.453 0.82
ℎ
= 0.000499
𝐿
Sehingga headloss pada keadaan bersih sebesar
ℎ = 0.000499 × 0.6
ℎ = 0.000299 𝑚
Dan diperoleh headloss yang disebabkan oleh media pasir dan penyangga sebesar
ℎ𝐿 = 0.558 𝑚
ℎ𝐿 = 55.8 𝑐𝑚
Data yang digunakan pada perencanaan dapat dilihat pada tabel dibawah ini
𝑑𝑖 = √0.2 × 0.3
𝑑𝑖 = 0.245 𝑚𝑚
2) Menentukan di2
𝑑𝑖2 = 0.2452
𝑑𝑖2 = 0.06 𝑚𝑚2
3) Menentukan kecepatan pengendapan
𝑔 𝜌𝑠 − 𝜌𝑤
𝑉𝑠𝑜𝑖 = × × 𝑑𝑖2
18 𝜇
9.81 2650 − 998.21
𝑉𝑠𝑜𝑖 = × × 0.06 × 10−6
18 0.001
𝑉𝑠𝑜𝑖 = 0.054 𝑚/𝑠
4) Menentukan kecepatan pengendapan dengan sperifitas kurang dari 1
𝑉𝑠𝑖 = 𝑉𝑠𝑜𝑖 × 𝜓2
𝑉𝑠𝑖 = 0.054 × 0.822
𝑉𝑠𝑖 = 0.036 𝑚/𝑠
5) Menentukan porositas backwash
𝑣𝑏 0.2
𝑓𝑒𝑖 = ( )
𝑉𝑠𝑖
0.0125 0.2
𝑓𝑒𝑖 = ( )
0.036
𝑓𝑒𝑖 = 0.808
6) Menentukan pi/(1-fei)
𝑝𝑖
= 0.267
1 − 𝑓𝑒𝑖
Untuk diameter pasir 0.4 mm sampai 1 mm diperoleh dengan cara yang sama sehingga
diperoleh tabel berikut
Ukuran
pasir % Vsoi Vsi pi/(1-
(mm) Retained Cummulative pi di (mm) di² (m/s) (m/s) fei fei)
0.2 2.38 2.38
0.80
5.12 0.244949 0.06 0.054 0.036 8 0.267
0.3 5.12 7.5
0.70
14.7 0.34641 0.12 0.108 0.073 3 0.495
0.4 14.7 22.2
0.63
15.6 0.447214 0.2 0.180 0.121 5 0.427
0.5 15.6 37.8
0.58
24.8 0.547723 0.3 0.270 0.182 6 0.598
0.6 24.8 62.6
15.4 0.54
5 0.648074 0.42 0.378 0.254 7 0.341
0.7 15.45 78.05
0.51
9.95 0.748331 0.56 0.504 0.339 7 0.206
0.8 9.95 88
0.49
7.5 0.848528 0.72 0.648 0.436 1 0.147
0.9 7.5 95.5
0.47
4.5 0.948683 0.9 0.810 0.545 0 0.085
1 4.5 100
Sum 2.568
Maka
𝑛
𝑝𝑖
∑ = 2.568
1 − 𝑓𝑒𝑖
𝑖=1
Data yang digunakan pada perencanaan dapat dilihat pada tabel dibawah ini
4 (1 − 0.808)2 6 × 10−3
ℎ= × 0.0125 × 1.0035 × 10−6 × × ( ) × 0.103
9.81 0.8082 0.82 × 0.245
ℎ = 0.0328 𝑚
Untuk ukuran pasir dengan di 0.346 mm sampai 0.949 mm diperoleh dengan cara yang
sama sehingga diperoleh tabel berikut
Ukuran
pasir % Cummulati di
(mm) Retained ve Pi (mm) li (m) (1-fei)²/fei³ lei (m) hi (m)
0.2 2.38 2.38
0.032
5.12 0.245 0.0358 0.0700 0.1026 8
0.3 5.12 7.5
0.110
14.7 0.346 0.1029 0.2530 0.1908 1
0.4 14.7 22.2
0.117
15.6 0.447 0.1092 0.5203 0.1646 2
0.5 15.6 37.8
0.179
24.8 0.548 0.1736 0.8556 0.2304 9
0.6 24.8 62.6
15.4 0.107
5 0.648 0.1082 1.2484 0.1314 0
0.7 15.45 78.05
0.065
9.95 0.748 0.0697 1.6910 0.0793 6
0.8 9.95 88
0.047
7.5 0.849 0.0525 2.1779 0.0568 0
0.9 7.5 95.5
0.026
4.5 0.949 0.0315 2.7044 0.0327 9
1 4.5 100
0.686
Sum 5
Maka headloss total sebesar
𝛴ℎ = 0.6865 𝑚
Media yang digunakan adalah media filter berupa pasir dan media penyangga berupa
kerikil yang berdasarkan pada perhitungan sebelumnya didapatkan 67 cm. waktu backwash yang
digunakan yaitu 10 menit, dengan tinggi pasir diatas air (ha) sebesar 1 m. Data yang diasumsikan
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
𝑑𝑒𝑏𝑖𝑡
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑏𝑎𝑘 =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑎𝑘 𝑓𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
2,2496
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑏𝑎𝑘 =
8,6
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑏𝑎𝑘 = 0,262 𝑚3/𝑠
Untuk menentukan luas permukaan bak dapat digunakan rumus berikut:
1
𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑏𝑎𝑘 = 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑎𝑘 𝑥
2
1
𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑏𝑎𝑘 = 16,174 𝑥
2
𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑏𝑎𝑘 = 8,087 𝑚
Untuk menentukan luas bak sebenarnya dapat digunakan rumus berikut:
Pada perhitungan kontrol operasi unit filtrasi dalam menentukan jumlah bak dapat
digunakan rumus berikut:
𝑑𝑒𝑏𝑖𝑡
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑏𝑎𝑘 =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑎𝑘 𝑓𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 𝑜𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖
2,2496
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑏𝑎𝑘 =
8
2,2496
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑏𝑎𝑘 =
8
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑏𝑎𝑘 = 0,2812 𝑚3/𝑠
Untuk menentukan kecepatan filtrasi dapat digunakan rumus berikut:
𝜋 𝑥 𝑑2
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑜𝑟𝑖𝑓𝑖𝑐𝑒 =
4
22
𝑥 (0,0191)2
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑜𝑟𝑖𝑓𝑖𝑐𝑒 = 7
4
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑜𝑟𝑖𝑓𝑖𝑐𝑒 = 0,000285 𝑚2
Untuk menentukan luas total orifice underdrain dapat digunakan rumus berikut:
Untuk menentukan jumlah orifice pada underdrain dapat digunakan rumus berikut:
Untuk menentukan luas total pipa lateral dapat digunakan rumus berikut:
𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑖𝑝𝑎 𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙 =
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟 𝑝𝑖𝑝𝑎
17
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑖𝑝𝑎 𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙 =
0,191
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑖𝑝𝑎 𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙 = 179 𝑏𝑢𝑎ℎ
Untuk menentukan luas tiap unit pipa lateral dapat digunakan rumus berikut:
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑢𝑛𝑖𝑡 =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑖𝑝𝑎 𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙
0,785
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑢𝑛𝑖𝑡 =
179
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑢𝑛𝑖𝑡 = 0,00438 𝑚2
Untuk menentukan diameter dapat digunakan rumus berikut:
(𝑑𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟)2
𝐿𝑢𝑎𝑠 = 111 𝑥 𝜋 𝑥
4
22 (0,08128)2
𝐿𝑢𝑎𝑠 = 111 𝑥 𝑥
7 4
𝐿𝑢𝑎𝑠 = 0,57618 𝑚2
Untuk menentukan jumlah orifice tiap unit dapat digunakan rumus berikut:
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑟𝑖𝑓𝑖𝑐𝑒
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑟𝑖𝑓𝑖𝑐𝑒 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑢𝑛𝑖𝑡 =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑖𝑝𝑎 𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙
1.377
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑟𝑖𝑓𝑖𝑐𝑒 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑢𝑛𝑖𝑡 =
179
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑟𝑖𝑓𝑖𝑐𝑒 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑢𝑛𝑖𝑡 = 8 𝑏𝑢𝑎ℎ
Tabel data perhitungan dapat dilihat dibawah ini.
Untuk menentukan luas total pipa manifold dapat digunakan rumus berikut:
(𝑑𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟)2
𝐿𝑢𝑎𝑠 = 𝜋 𝑥
4
22 (1,2243)2
𝐿𝑢𝑎𝑠 = 𝑥
7 4
𝐿𝑢𝑎𝑠 = 1,1777 𝑚2
Untuk menentukan panjang pipa manifold dapat menggunakan rumus di bawah ini:
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑖𝑝𝑎 𝑚𝑎𝑛𝑖𝑓𝑜𝑙𝑑 = 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑏𝑎𝑘 𝑓𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 − 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑖𝑝𝑎 𝑚𝑎𝑛𝑖𝑓𝑜𝑙𝑑 = 9 − 1,1777
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑖𝑝𝑎 𝑚𝑎𝑛𝑖𝑓𝑜𝑙𝑑 = 7,7757 𝑚
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑖𝑝𝑎 𝑚𝑎𝑛𝑖𝑓𝑜𝑙𝑑 = 7,8 𝑚
Untuk jarak antar pipa manifold yang menggunakan rumus di bawah ini:
𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑖𝑝𝑎
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟 𝑜𝑟𝑖𝑓𝑖𝑐𝑒 =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑟𝑖𝑓𝑖𝑐𝑒 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑢𝑛𝑖𝑡
7,8
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟 𝑜𝑟𝑖𝑓𝑖𝑐𝑒 =
8
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟 𝑜𝑟𝑖𝑓𝑖𝑐𝑒 = 0,98 𝑚
Tabel data perhitungan dapat dilihat dibawah ini.
Luas 1,1772 m2
Diameter 1,2240 m
48,190 inch
48,2 inch
1,2243 m
Luas Sebenarnya 1,1777 m2
Panjang Pipa 7,7757 m
Jarak antar orifice 0,972 m
Berdasarkan data perhitungan diatas dilakukan pemeriksaan apakah data yang diperoleh
sesuai dengan kriteria desain yang ada, dan secara perhitungan untuk perbandingan luas orifice
dengan luas media, kemudian luas pipa lateral dengan luas orifice, serta luas manifold dengan
luas lateral susah sesuai dengan standar SNI 6774:2008.
Sehingga berdasarkan data asumsi diatas dapat ditentukan nilai debit, kecepatan, dan luas
pipa dari pipa orifice, pipa lateral, dan pipa manifold. data tersebut dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
6.7 Desinfeksi
Desinfeksi sering menggunakan klor sehingga desinfeksi dikenal juga dengan khlorinasi.
Keefektifan desinfektan dalam membunuh dan menonaktifkan mikroorganisme berdasarkan pada
tipe desinfektan yang digunakan, tipe mikroorganisme yang dihilangkan, waktu kontak air dengan
desinfektan, temperatur air, dan karakter kimia air (Qasim, Motley, & Zhu, 2000). Perhitungan
bak desinfeksi menggunakan waktu kontak dalam mengeliminasi bakteri untuk mengalirkan air
hingga sambungan rumah adalah sebagai berikut :
A. Kriteria Desain
Tabel Kriteria Desain Unit Desinfeksi
B. Data Perencanaan
Tabel Data Perencanaan Unit Desinfeksi
Data Perencanaan
Parameter satuan besaran
waktu kontak (td) menit 30
P:L m 15 : 1
lebar baffle m 2
jumlah saluran buah 3
viskositas suhu 30 m2/s 0,0000008
densitas air kg/m3 996,33
konsentrasi larutan % 5
tinggi bak pembubuh m 1
rasio pembubuh P : L m 15 : 1
jumlah bak (n) unit 1
Qin tahap 1 l/s 2250,521
m3/s 2,251
Ct x t mg/L menit 155,827
%klorin di NaOCl2 % 70%
kapasitas pembubuhan cc/menit 5000
berat jenis NaOCl2 mg/L 0,001
konsentrasi NaOCl2 dalam air 0,1
w 2
saluran inlet pipa NaOCl2 ke box influent
d 0,5
Cd 0,6
diameter pipa inlet mm 400
saluran outlet m 1,5
diameter pipa outlet mm 500
C. Perhitungan
Perhitungan Dasar :
● Volume Bak = Debit x Waktu Kontak = 2,251 x (30 x 60) = 4050,937 m3
● Panjang saluran baffle (L) = 15 x Lebar baffle = 15 x 2 = 30 m
● Panjang saluran baffle total = (L-2,5) + 2,5 + (L-2,5) + 2,5 + (L-1,25)
= (30-2,5) + 2,5 + (30 - 2,5) + 2,5 + (30 - 1,25)
= 88,75 m
● Kedalaman air di bak (h) = Volume / (lebar baffle x panjang saluran baffle (L))
= 4050,937 m3 / (2 m x 30 m) = 67,516 m
● Luas bak = Jumlah saluran x Panjang saluran baffle x Lebar baffle
= 3 x 30 x 2 = 180 m2
● Td = Volume / Debit = 4050,937 x (2,251 x 60) = 30 menit
● Vh = Debit/ (Lebar baffle x Kedalaman air di bak)
= (2,251 x 60) / (2 x 67,516) = 1 m/menit
= 0,847 m
menit td 30 memenuhi
m/menit vh 1,000
R 0,985
Nre 20529,266 turbulen, terjadi pengadukan
Kebutuhan NaOCl2
mg/L Ct 5,194
kg/hari kebutuhan NaOCl2 1442,847
l/hari debit NaOCl2 495,386
m3 volume NaOCl2 0,495
m3 volume pelarut air 9,412
m3 volume larutan 9,908
Dimensi bak pembubuh
m2 A 9,908
m L 0,813
m P 12,191
Struktur inlet
m hL 0,847
Struktur outlet
m hLweir 67,016
m Lweir 0,00098
6.8 Reservoir
Perhitungan Reservoir
Diberikan grafik pemakaian air sebagai berikut
1.3 Perhitungan
a. Menghitung Luas Permukaan Unit Gravity Thickener (A)
Luas permukaan unit gravity thickener dapar dihitung dengan cara sebagai berikut,
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑙𝑢𝑚𝑝𝑢𝑟 (𝑘𝑔/ℎ𝑎𝑟𝑖)
(𝐴) =
𝑆𝐿𝑅 (𝑘𝑔/𝑚2/ℎ𝑎𝑟𝑖)
17563,6 (𝑘𝑔/ℎ𝑎𝑟𝑖)
(𝐴) =
50 (𝑘𝑔/𝑚2/ℎ𝑎𝑟𝑖)
(𝐴) = 351,272 𝑚2
4 𝑥 351,272
(𝐷) = √
𝜋
(𝐷) = 21,1537 𝑚 ≈ 22 𝑚
𝜋𝐷2
(𝐴) =
4
𝜋 𝑥 222
(𝐴) =
4
(𝐴) = 379,94 𝑚 ≈ 380 𝑚
𝑚3
(𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒) = 𝐷𝑒𝑏𝑖𝑡 𝑙𝑢𝑚𝑝𝑢𝑟 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 ( ) 𝑥 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑑𝑒𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖 (ℎ𝑎𝑟𝑖)
ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑚3
(𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒) = 410,453 𝑥 1 ℎ𝑎𝑟𝑖
ℎ𝑎𝑟𝑖
(𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒) = 410,453 𝑚3
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 (𝑚3)
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 (ℎ) =
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 (𝑚2)
410,453 (𝑚3)
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 (ℎ) =
380 (𝑚2)
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 (ℎ) = 2 𝑚
𝑘𝑔 𝑘𝑔
17563,6 ( ) − 15807,2 ( )
ℎ𝑎𝑟𝑖 ℎ𝑎𝑟𝑖
𝐷𝑒𝑏𝑖𝑡 𝑗𝑒𝑟𝑛𝑖ℎ (𝑄𝑗𝑒𝑟𝑛 ) =
𝑘𝑔
1575(𝑚3)
𝑘𝑔
15807,2 ( )
𝐷𝑒𝑏𝑖𝑡 𝑝𝑒𝑘𝑎𝑡 (𝑄𝑗𝑒𝑟𝑛 ) = ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑘𝑔
1575 (𝑚3)
Tabel pasir 23 – 30 cm
Tebal kerikil 20 – 30 cm
Tebal bed 20 – 30 cm
b. Detail Perhitungan
1. Volume SDB
𝑚3
𝑉𝑆𝐷𝐵 = 𝑄𝑙𝑢𝑚𝑝𝑢𝑟 × 𝑃𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛 (ℎ𝑎𝑟𝑖) = 42 × 5 ℎ𝑎𝑟𝑖 = 207,2037381 𝑚3
ℎ𝑎𝑟𝑖
Dimana:
Qlumpur = debit lumpur (m3/hari)