Anda di halaman 1dari 2

Nama : farhan telaumbanua

Nim : 1903101010374
MK : Hukum waris

1. Jelaskan kedudukan anak luar kawin dan hak warisnya? Buatlah contohnya, Serta cantumkan
Referensinya!

Pengertian Anak Luar Kawin


Adapun anak luar kawin merupakan istilah yang merujuk pada “ Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan”
yang menyatakan bahwa:
“Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan
keluarga ibunya.”
 Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 46/PUU-VIII/2010 menyatakan bahwa Pasal 43 ayat (1)
UU Perkawinan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara
Bersyarat sepanjang ayat tersebut dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat
dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum
Mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi di atas, telah terjadi perubahan makna dalam pasal 43 ayat (1)
UU Perkawinan. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut menegaskan bahwa anak luar kawin tidak hanya
punya hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya, tapi juga punya hubungan perdata dengan ayah
dan/atau keluarga ayahnya selama dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi
dan atau alat bukti lain menurut hukum bahwa laki-laki tersebut adalah ayah dari anak luar kawin tsb.

Mengenai apakah anak luar kawin mendapat waris dari ayah, perlu kita lihat dulu apakah anak luar
kawin ini diakui atau tidak oleh ayahnya. Pasal 863 KUHPerdata menyatakan: “Bila pewaris meninggal
dengan meninggalkan keturunan yang sah dan atau suami istri, maka anak luar kawin yang diakui mewarisi
1/3 bagian, dari mereka yang sedianya harus mendapat seandainya mereka adalah anak sah”.
Artinya apabila sang ayah tidak mengakui anak luar kawin tersebut, maka sang anak tidak akan
mendapat waris. Namun, apabila anak luar kawin tersebut diakui oleh sang ayah, maka sang anak akan
mendapat bagian 1/3 dari bagian yang seharusnya jika ia anak sah.

Mengenai apakah anak luar kawin mendapat waris dari ibu, Pasal 43 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan (UU Perkawinan) menyatakan bahwa anak yang dilahirkan di luar perkawinan (yang sah)
hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Oleh karena itu, anak luar kawin
berhak mendapatkan waris tanpa perlu pengakuan dari ibunya.

Contohnya :
seorang bernama Agus, pria, menikah dengan Fitri yang dikaruniai satu orang anak. Kemudian suatu hari,
ada seorang laki-laki bernama Wawan datang menemui Agus, dan mengaku sebagai anaknya. Akhirnya
belakangan diakuilah bahwa Wawan adalah anaknya Agus yang dilahirkan mantan pacarnya dahulu Tina,
sebelum Agus mempersunting Fitri

Beberapa tahun setelah pertemuan mereka, Agus meninggal, dan meninggalkan seorang istri dan seorang
anak kandung serta Wawan sebagai anak yang diakuinya lahir di luar nikah. Dalam kasus ini, merujuk Pasal
272 KUH Perdata anak luar kawin adalah: “Anak luar kawin yang dapat diakui adalah anak yang dilahirkan
oleh seorang ibu, tetapi tidak dibenihkan oleh seorang pria yang berada dalam ikatan perkawinan yang sah
dengan ibu anak tersebut, dan tidak termasuk dalam kelompok anak zina atau anak sumbang”.

Anak luar nikah dapat mewaris sepanjang anak tersebut memiliki hubungan hukum dengan pewaris.
Hubungan hukum yang dimaksud dalam hal ini adalah pengakuan dari si pewaris, sehingga dengan demikian
anak luar nikah tersebut akan disebut dengan anak luar nikah diakui. Sebab anak luar nikah yang mendapat
warisan hanya anak luar nikah yang diakui oleh ayahnya.
Maka dalam kasus ini, Wawan memiliki hak waris karena telah diakui Agus, ayahnya. Dalam pembagian
warisan, anak luar nikah yang diakui mewaris sama dengan semua golongan ahli waris. Maka Wawan dalam
pewarisan berada pada golongan pertama, karena anak luar kawin diakui dari Agus. Sehingga berdasarkan
Pasal 863 KUHPerdata ia mewarisi 1/3 bagian.

Dasar Hukum:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
Undang–Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam;
Peraturan Menteri Agama Nomor 20 Tahun 2019 tentang Pencatatan Pernikahan.
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010

Anda mungkin juga menyukai