Makalah Hiperlipidemia
Makalah Hiperlipidemia
OLEH :
KELOMPOK 7
1. ALIFIAH YUSMARINI (O1B122003)
2. GRASIANA EKA E.Y.G (O1B122021)
3. HELMA YANDA SERAH (O1B122024)
4. JUNETY LEBANG (O1B122028)
5. MIFTAHUL FADLI (O1B122031)
6. NINDAH IKA MAULIANA (O1B122036)
7. TAUDLIHUL ADILA (O1B122069)
8. WA ODE ASRIANI (O1B122073)
9. WANDA HAMIDAH (O1B122078)
10. WIDYA RAMADANI AKBAR (O1B122079)
A. DEFINISI
Tabel 2.2. Klasifikasi Nilai Kolesterol Total, LDL, HDL dan Trigliserida
(Dipiro et al, 2005:435)
D. DIAGNOSIS
Hiperlipidemia merupakan kondisi dimana kadar lemak dalam darah tinggi.
Pada penderita hiperlipidemia, tidak ada gejala spesifik yang dapat langsung
diamati untuk penegakan diagnosis. Oleh karena itu, diagnosis dilakukan dengan
empat cara, berikut:
1. Mengukur profil lipoprotein dalam plasma darah.
Pengukuran profil lipoprotein ini dapat dilakukan sewaktu maupun setelah
puasa. Pada profil lipoprotein puasa, diukur kadar kolesterol total, LDL, HDL,
dan trigliserida. Sedangkan pada profil lipoprotein sewaktu, diukur kadar
kolesterol total, HDL, dan trigliserida. Berikut adalah klasifikasi kadar kolesterol
total, LDL, HDL, dan trigliserida.
Tabel 2.3. Klasifikasi kadar kolesterol total, LDL, HDL, dan trigliserida
≥1 Sangat
tinggi
3. Pengukuran Apoprotein B
Apoprotein B merupakan protein yang terikat pada VLDL dan LDL. Jika
dibandingkan dengan pengukuran kadar lipoprotein dalam darah, pengukuran
Apoprotein B lebih akurat dalam menyatakan jumlah lipoprotein yang terdapat
dalam darah. Hal ini dikarenakan 1 molekul Apoprotein B terikat hanya pada 1
molekul lipoprotein. Sedangkan pada pengukuran lipoprotein, yang diukur adalah
massa kolesterol yang dibawa oleh lipoprotein, bukan jumlah molekul dari tiap
jenis lipoprotein. Jika jumlah Apoprotein B dalam plasma tinggi, maka dapat
disimpulkan bahwa jumlah VLDL dan LDL dalam darah juga tinggi.
4. Elektroforesis lipoprotein dalam gel agarose
Metode ini digunakan untuk mengetahui secara langsung jenis lipoprotein
yang kadarnya tinggi di dalam darah. Prinsip dari metode ini adalah skrining
lipoprotein dalam gel agarose dan setiap jenis lipoprotein akan terelusi
berdasarkan densitasnya. Pada gel agarose, pita yang muncul berturut-turut dari
atas adalah α lipoprotein-β (HDL),(LDL),pre dan (VLDL). Hasil skrining gel
agarose dari pasien akan dibandingkan dengan gel agarose standar. Gel agarose
standar merupakan gel agarose yang berisi ketiga jenis lipoprotein dengan kadar
normal. Jika pada hasil skrining gel agarose dari pasien, terdapat 1 atau lebih pita
yang lebih gelap daripada pita yang terdapat pada gel agarose standar, maka dapat
disimpulkan bahwa jenis lipoprotein yang diwakili oleh pita tersebut memiliki
kadar yang tinggi dalam darah pasien.
Penderita hiperlipidemia memiliki resiko tinggi untuk terserang penyakit
jantung koroner (PJK) jika tidak menerima perawat yang benar. Ada beberapa
faktor resiko utama yang dapat menyebabkan penderita hiperlipidemia terserang
penyakit jantung koroner, yaitu:
1. Usia, untuk laki-laki lebih dari 45 tahun dan wanita lebih dari 55 tahun atau
mengalami menopause dini tanpa terapi penggantian esterogen.
2. Riwayat keluarga pada penyakit kardiovaskuler dini, infark miocard atau
kematian mendadak dari keluarga ayah dengan usia kurang dari 55 tahun atau dari
keluarga ibu dengan usia kurang dari 65 tahun.
3. Kebiasaan merokok.
4. Hipertensi dengan tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg ataupun sedang
mengkonsumsi obat antihipertensi.
5. Konsentrasi HDL yang rendah yaitu kurang dari 40 mg/dL.
Oleh karena itu, berdasarkan faktor resiko utama yang dimiliki dan
persentase resiko PJK dalam 10 tahun ke depan, penderita hiperlipidemia
diklasifikasikan menjadi 4 kategori yaitu resiko tinggi (high risk), resiko cukup
tinggi (moderately high risk), resiko sedang (moderate risk), dan resiko rendah
(low risk) (Tabel 2.9). Kategori ini digunakan untuk menentukan jenis terapi yang
dapat diberikan kepada penderita hiperlipidemia dan konsentrasi LDL (mg/dL)
yang harus dicapai melalui terapi tersebut.
Tabel 2.4. Kategori Penderita Hiperlipidemia
Tabel 2.6. Target LDL kolesterol dan titik potong untuk terapi dengan
perubahan gaya hidup dan terapi obat pada kategori faktor resiko
yang berbeda
3. Terapi Farmakologi
Terapi obat diindikasikan setelah dilakukan perubahan gaya
hidup terapetik yang adekuat. Walaupun telah banyak obat penurun
lipid yang efikasius, tidak satupun yang efektif untuk semua gangguan
lipoprotein dan setiap obat memiliki efek samping. Berdasarkan mekanisme
kerjanya, obat penurun lipid secara umum dapat dibedakan menjadi obat
yang dapat menurunkan sintesis VLDL dan LDL, obat yang dapat
meningkatkan klirens VLDL, obat yang meningkatkan katabolisme LDL,
obat yang dapat menurunkan absorpsi kolesterol, obat yang dapat
meningkatkan HDL dan kombinasinya (Talbert, 2008).
Tabel 2.7. Efek terapi obat pada lipid dan lipoprotein
F. Kasus
Kasus Hiperlipidemia
Bapak BW umur 56 tahun mengalami sakit dada 3 bulan lalu dan telah
masuk RS dengan diagnosis angina tak stabil (unstable angina). Penyakit
penyerta hipertensi yang diterapi dengan enalapril 10 mg/hari. Hasil lab untuk
profil lipid pada saat masuk:
kolesterol total: 235 mg/dL,
HDL-C: 35 mg/dL,
LDL-C: 165 mg/dL
TG: 300 mg/dL
Bapak BW juga menjalani kateterisasi kardiak yang menunjukan 90% lesi
anterior kiri bagian atas arteri. Obat simvastatin 40 mg setiap malam, ezetimibe 10
mg setiap hari, asam asetil salisilat 325 mg setiap hari, klopidrogel 75 mg/hari,
metoprolol 100 mg 2x/hari dan enalapril 10 mg/hari.
Saat ini bapak BW BB 99.5 kg, TB 183 cm (IBW: 63.5 – 84 kg) dan
lingkar pinggang 106, 7 cm. Dia telah kehilangan 4.5 kg BB. Dia mampu
berenang 1.6 km 3 (tiga) kali/minggu tanpa gejala iskemik jantung.
Ayahnya meninggal di umur 58 tahun karena infark miocard/MI.
Dia tidak merokok.
Hasil pemeriksaan fisik TD148/90 mmHg, HR 60 kali/menit, daerah mata
terlihat seperti cincin putih (arcus senilis), denyut nadi tidak teratur tanpa memar
pada vascular.
Hasil pemeriksaan lab:
Kadar TSH normal, fungsi hati dan ginjal normal, urinalisis normal, glukosa darah
puasa 120 mg/dL,
Total cholesterol, 143 mg/dL
TG, 210 mg/dL
HDL-C, 33 mg/dL
LDL-C, 68 mg/Dl
Pertanyaan:
1. Apa faktor risiko CHD/PJK, apakah berhubungan dengan profil lipid..??
2. Apa yang menjadi faktor risiko penyakit pasien?
3. Bagaimana tatalaksana terapi pasien jika setelah modifikasi terapi TD tetap?
(termasuk terapi tambahan)
4. Apa terapi non farmakologi?
5. Apa yang harus di monitoring?
Jawab :
Hyperlipidemia merupakan disregulasi metabolik tubuh yang terkait erat
dengan diabetes melitus. Selain berhubungan dengan diabetes melitus,
pengingkatan kadar trigliserida, kolesterol dan LDL dalam serum adalah faktor
risiko utama pada pengembangan penyakit kardiovaskular seperti
artrosklerosis, hipertensi, penyakit jantung coroner
Kadar kolesterol darah yang tinggi dapat mengendap pada dinding
pembuluh darah bagian dalam, dan selanjutnya akan menghambat aliran darah dan
oksigen sehingga mengganggu metabolisme sel otot jantung. Mengkonsumsi
makanan tinggi kolesterol dan lemak jenuh menyebabkan peningkatan
kolesterol intrasel, dan akan disimpan sebagai ester kolesterol yang
menyebabkan penurunan transkripsi gen reseptor High Density-Lipoprotein
(HDL) dan menurunkan sintesis LDL. Hal ini menyebabkan kadar LDL-kolesterol
di dalam sirkulasi akan semakin meningkat. Peningkatan kadar lipid plasma
terutama kolesterol total, trigliserida, dan LDL bersamaan dengan penurunan
HDL diketahui menyebabkan hiperlipidemia yang merupakan alasan untuk
inisiasi dan progres kebuntuan aterosklerosis.
Data pasien :
Nama : BW
Usia : 56tahun
BB : 99.5 kg
TB : 183 cm
DATA SUBYEKTIF :
Riwayat penyakit dulu :
1. Hipertensi
2. Angina tak stabil (unstable angina)
Riwayat penyakit saat ini:
1. Hipertensi
2. Daerah mata terlihat seperti cincin putih (arcussenilis)
3. Denyut nadi tidak teratur
Riwayat pengobatan:
1. Simvastatin 40 mg setiap malam
2. Ezetimibe 10 mg setiap hari
3. Asamasetilsalisilat 325 mg setiap hari
4. Klopidogrel 75 mg/hari
5. Metoprolol 100 mg 2x/hari
6. Enalapril 10 mg/hari
Riwayat Keluarga : Ayahnya meninggal diumur 58 tahun karena infark
miokard
DATA OBYEKTIF
Total kolesterol : 143 mg/dL (Nomal<200 mg/dL)
Trigliserida : 210 mg/dL (Normal <150 mg/dL) (tinggi)
HDL-C : 33 mg/dL (Nornal>60 mg/dL) (rendah)
LDL-C : 68 mg/dL (Normal <100 mg/dL)
Glukosa darah puasa : 120 mg/dL (Normal <100 mg/dL) (tinggi)
Tekanan darah : 148/90 mmHg Stage I (Normal 120/80 mmHg)
(tinggi)
Heart Rate (HR) : 60 kali/menit (Normal 60-100 kali/menit)
JAWABAN PERTANYAAN :
1. Apa faktor risiko CHD/PJK, apakah berhubungan dengan profil lipid?
BW telah mencapai tujuan pengobatan LDL-C opsional (<70 mg / dL)
untuk pasien dengan riwayat penyakit jantung koroner LDL-C harus
dikonfirmasi dengan profil lipid kedua (karena variabilitas biologis dan
analitis). kadar TG-nya tetap tinggi (200–499mg/dL) dan HDL-C-nya
rendah (<40mg/dL). Profil lipid yang diperoleh selama masuk rumah sakit
dapat diinterpretasikan secara normal karena digambar dalam 24 jam
kejadian koroner akutnya. Profil yang diambil setelah 24 jam biasanya
lebih rendah daripada level sebelum kejadian dan tetap demikian selama
beberapa minggu.
Berdasarkan kejadian CHD terbarunya, BW memiliki kemungkinan lebih
dari 20% kejadian PJK saat ini dalam 10 tahun mendatang. Dia ada di sana
untuk dianggap sebagai pasien PJK berisiko sangat tinggi. Selain itu, BW
memiliki beberapa factor risiko penyakit jantung koroner yang menambah
risikonya: riwayat keluarga, pria berusia minimal 45 tahun, tekanan darah
tinggi, dan HDL-C rendah. Glukosa darah puasanya didefinisikan sebagai
glukosa puasa yang terganggu (yaitu, nilai puasa 100 hingga 125 mg / dL).
Beberapa dokter akan menganggap dia menderita diabetes, mengingat
seberapa dekat dia dengan definisi diabetes (gula darah puasa> 125mg / dL)
Dipiro, J.T., Wells, B.G., Schwinghammer, Terry L., and Hamilton, Cindy W.
(2006). Pharmacotherapy Handbook Sixth Edition. USA: McGraw-Hill
Medical.
Dipiro J.T, Burns M.A.C, Schwinghammer T.L, Wells B.G, Malone P.M, dan
Kolesar J.M, 2016, Fourth Edition : Pharmacotherapy Principles and
Practice, Mc Graw Hill Education : New York.