Anda di halaman 1dari 18

FARMAKOTERAPI TERAPAN

“KASUS HIPERLIPIDEMIA CAMPURAN”

OLEH :
KELOMPOK 7
1. ALIFIAH YUSMARINI (O1B122003)
2. GRASIANA EKA E.Y.G (O1B122021)
3. HELMA YANDA SERAH (O1B122024)
4. JUNETY LEBANG (O1B122028)
5. MIFTAHUL FADLI (O1B122031)
6. NINDAH IKA MAULIANA (O1B122036)
7. TAUDLIHUL ADILA (O1B122069)
8. WA ODE ASRIANI (O1B122073)
9. WANDA HAMIDAH (O1B122078)
10. WIDYA RAMADANI AKBAR (O1B122079)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022

A. DEFINISI

Hiperlipidemia adalah kondisi peningkatan kadar lipid yang abnormal


dalam darah, dapat berupa peningkatan trigliserida, kolesterol, ester kolesterol
dan fosfolipid dan atau Low Density Lipoprotein (LDL) yang melebihi batas
normal. Hiperlipidemia adalah penyebab utama aterosklerosis yaitu proses
penebalan lapisan dinding pembuluh darah yang akibatnya akan menghambat
aliran darah dan mengurangi elastisitas pembuluh darah serta merangsang
pembekuan darah. Kondisi aterosklerosis ini terkait dengan penyakit jantung
coroner.

Hiperlipidemia sering dikenal juga sebagai hiperlipoproteinemia, karena


sebelum mengalami sirkulasi dalam darah, lemak harus berikatan dengan
protein membentuk lipoprotein. Sehingga semakin banyak lemak yang
dikonsumsi akan menyebabkan semakin banyaknya lipoprotein yang
terbentuk. Kolesterol dalam darah akan mengalami sirkulasi dalam bentuk
kolesterol LDL dan HDL. Kolesterol LDL sering disebut kolesterol jahat
karena dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah dan mengakibatkan
serangan jantung. Sedangkan HDL dikenal sebagai kolesterol baik karena
berfungsi menyapu kolesterol bebas di pembuluh darah dan mampu
mempertahankan kadar trigliserida darah dalam kisaran normal (Suyatna,
2017).
B. ETIOLOGI
Kadar lipoprotein, terutama kolesterol LDL, meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia. Dalam keadaan normal, pria memiliki kadar yang lebih
tinggi, tetapi setelah menopause kadarnya pada wanita mulai meningkat.
Faktor lain yang menyebabkan tingginya kadar lemak tertentu (misalnya
VLDL dan LDL) adalah:
1. Riwayat keluarga dengan hiperlipidemia
2. Obesitas
3. Diet kaya lemak
4. Kurang melakukan olahraga
5. Penggunaan alcohol
6. Merokok sigaret
7. Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik
8. Kelenjar tiroid yang kurang aktif
Sebagian besar kasus peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol
total bersifat sementara dan tidak berat, dan terutama merupakan akibat
dari makan lemak. Pembuangan lemak dari darah pada setiap orang
memiliki kecepatan yang berbeda. Seseorang bisa makan sejumlah besar
lemak hewani dan tidak pernah memiliki kadar kolesterol total lebih dari
200 mg/dL, sedangkan yang lainnya menjalani diet rendah lemak yang
ketat dan tidak pernah memiliki kadar kolesterol total dibawah 260 mg/dL.
Perbedaan ini tampaknya bersifat genetik dan secara luas berhubungan
dengan perbedaan kecepatan masuk dan keluarnya lipoprotein dari aliran
darah.

Tabel 2.1. Penyebab Tingginya Kadar Lemak


C. PATOFISIOLOGI
Kolesterol, trigliserida, dan fosfolipid diangkut dalam aliran darah
sebagai kompleks lipid dan protein yang dikenal sebagai lipoprotein.
Klasifikasi nilai kolesterol total, LDL dan HDL pada orang dewasa dapat
dilihat pada Tabel 2.6. Peningkatan trigliserida, kolesterol LDL, dan kolesterol
total serta penurunan HDL dalam darah berhubungan dengan perkembangan
penyakit jantung koroner (PJK) (Dipiro et al, 2006:88).
Kerusakan primer pada hiperkolesterol familial berupa ketidakmampuan
pengikatan LDL terhadap reseptor LDL (LDL-R) atau kerusakan pencernaan
kompleks LDL-R ke dalam sel setelah pengikatan normal. Hal ini mengarah
pada kurangnya degradasi LDL oleh sel dan tidak teraturnya biosintesis
kolesterol, dengan jumlah kolesterol total dan LDL tidak seimbang dengan
berkurangnya reseptor LDL (Dipiro et al., 2006:88).

Tabel 2.2. Klasifikasi Nilai Kolesterol Total, LDL, HDL dan Trigliserida
(Dipiro et al, 2005:435)
D. DIAGNOSIS
Hiperlipidemia merupakan kondisi dimana kadar lemak dalam darah tinggi.
Pada penderita hiperlipidemia, tidak ada gejala spesifik yang dapat langsung
diamati untuk penegakan diagnosis. Oleh karena itu, diagnosis dilakukan dengan
empat cara, berikut:
1. Mengukur profil lipoprotein dalam plasma darah.
Pengukuran profil lipoprotein ini dapat dilakukan sewaktu maupun setelah
puasa. Pada profil lipoprotein puasa, diukur kadar kolesterol total, LDL, HDL,
dan trigliserida. Sedangkan pada profil lipoprotein sewaktu, diukur kadar
kolesterol total, HDL, dan trigliserida. Berikut adalah klasifikasi kadar kolesterol
total, LDL, HDL, dan trigliserida.

Tabel 2.3. Klasifikasi kadar kolesterol total, LDL, HDL, dan trigliserida

Klasifikasi Kadar (mg/dL)


Kolesterol Total LDL HDL Trigliserida
Nilai Kategori Nilai Kategori Nilai Kategori Nilai Kategori
< 200 Yang < 100 Optimal < 40 Rendah < 150 Normal
diinginkan
200- Hampir 100- Di atas ≥ 6 Tinggi 150- Hampir
239 tinggi 129 optimal 199 tinggi
≥ 2 Tinggi 130- Hampir 200- Tinggi
159 tinggi 499

160- Tinggi ≥5 Sangat


189 tinggi

≥1 Sangat
tinggi

Pengukuran kadar kolesterol total, trigliserida, dan HDL dalam plasma


darah setelah puasa selama 12 jam atau lebih merupakan hal yang penting. Karena
pada kondisi tidak puasa, kadar trigliserida dapat meningkat.
2. Mengevaluasi riwayat medis penderita
Setelah melakukan pengukuran profil lipoprotein dalam darah dan
mengindikasikan hiperlipidemia, maka perlu dilakukan evaluasi riwayat medis
penderita yang mencakup usia, jenis kelamin, pemeriksaan fisik dan riwayat
keluarga terhdapat gangguan lipid dan penyakit kardiovaskuler. Pria dengan usia
tahun≥45 dan tahun,wanitaatauwanita≥yang55telah mengalami menopause dini
tanpa penggunaan terapi penggantian esterogen, merupakan faktor resiko utama
dari hiperlipidemia. Pada pemeriksaan fisik, ada beberapa hal yang harus
dicermati, yaitu:
1. Faktor risiko kardiovaskular atau penyakit kardiovaskular tertentu pada
pasien.
2. Penyebab sekunder hiperlipidemia, termasuk penggunaan obat-obatan secara
bersamaan
3. Munculnya xanthoma di tubuh pasien. Karena xanthoma muncul akibat kadar
trigliserida yang sangat tinggi dalam darah

3. Pengukuran Apoprotein B
Apoprotein B merupakan protein yang terikat pada VLDL dan LDL. Jika
dibandingkan dengan pengukuran kadar lipoprotein dalam darah, pengukuran
Apoprotein B lebih akurat dalam menyatakan jumlah lipoprotein yang terdapat
dalam darah. Hal ini dikarenakan 1 molekul Apoprotein B terikat hanya pada 1
molekul lipoprotein. Sedangkan pada pengukuran lipoprotein, yang diukur adalah
massa kolesterol yang dibawa oleh lipoprotein, bukan jumlah molekul dari tiap
jenis lipoprotein. Jika jumlah Apoprotein B dalam plasma tinggi, maka dapat
disimpulkan bahwa jumlah VLDL dan LDL dalam darah juga tinggi.
4. Elektroforesis lipoprotein dalam gel agarose
Metode ini digunakan untuk mengetahui secara langsung jenis lipoprotein
yang kadarnya tinggi di dalam darah. Prinsip dari metode ini adalah skrining
lipoprotein dalam gel agarose dan setiap jenis lipoprotein akan terelusi
berdasarkan densitasnya. Pada gel agarose, pita yang muncul berturut-turut dari
atas adalah α lipoprotein-β (HDL),(LDL),pre dan (VLDL). Hasil skrining gel
agarose dari pasien akan dibandingkan dengan gel agarose standar. Gel agarose
standar merupakan gel agarose yang berisi ketiga jenis lipoprotein dengan kadar
normal. Jika pada hasil skrining gel agarose dari pasien, terdapat 1 atau lebih pita
yang lebih gelap daripada pita yang terdapat pada gel agarose standar, maka dapat
disimpulkan bahwa jenis lipoprotein yang diwakili oleh pita tersebut memiliki
kadar yang tinggi dalam darah pasien.
Penderita hiperlipidemia memiliki resiko tinggi untuk terserang penyakit
jantung koroner (PJK) jika tidak menerima perawat yang benar. Ada beberapa
faktor resiko utama yang dapat menyebabkan penderita hiperlipidemia terserang
penyakit jantung koroner, yaitu:
1. Usia, untuk laki-laki lebih dari 45 tahun dan wanita lebih dari 55 tahun atau
mengalami menopause dini tanpa terapi penggantian esterogen.
2. Riwayat keluarga pada penyakit kardiovaskuler dini, infark miocard atau
kematian mendadak dari keluarga ayah dengan usia kurang dari 55 tahun atau dari
keluarga ibu dengan usia kurang dari 65 tahun.
3. Kebiasaan merokok.
4. Hipertensi dengan tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg ataupun sedang
mengkonsumsi obat antihipertensi.
5. Konsentrasi HDL yang rendah yaitu kurang dari 40 mg/dL.
Oleh karena itu, berdasarkan faktor resiko utama yang dimiliki dan
persentase resiko PJK dalam 10 tahun ke depan, penderita hiperlipidemia
diklasifikasikan menjadi 4 kategori yaitu resiko tinggi (high risk), resiko cukup
tinggi (moderately high risk), resiko sedang (moderate risk), dan resiko rendah
(low risk) (Tabel 2.9). Kategori ini digunakan untuk menentukan jenis terapi yang
dapat diberikan kepada penderita hiperlipidemia dan konsentrasi LDL (mg/dL)
yang harus dicapai melalui terapi tersebut.
Tabel 2.4. Kategori Penderita Hiperlipidemia

Untuk menentukan kategori dari seorang penderita hiperlipidemia, perlu


dilakukan beberapa langkah berikut :
1. Mengukur kadar kolesterol total, LDL, HDL, dan tekanan darah dari penderita.
Data pengukuran ini akan digunakan untuk menentukan persentase resiko PJK
dalam 10 tahun kedepan.
2. Memeriksa jumlah faktor resiko utama yang dimiliki penderita.

3. Menghitung persentase resiko PJK dalam 10 tahun kedepan.

4. Menentukan kategori yang sesuai. Stelah mengetahui kategori dari pasien,


maka dapat ditentukan jenis terapi yang harus diberikan dan konsentrasi LDL
(mg/dL) yang harus dicapai.
E. TERAPI

1. Tata Laksana Terapi Hiperlipidemia


Tatalaksana terapi pada pasien hiperlipidemia harus disesuaikan dengan
kondisi spesifik pasien. Faktor resiko tertentu (tabel 5 dan tabel 6) pada pasien
akan mempengaruhi terapi dan target terapi pada pasien tersebut.
Penurunan LDL merupakan target dalam terapi pasien hiperlipidemia,
namun tujuan utama melakukan perubahan gaya hidup terapetik dan
terapi obat adalah untuk menurunkan resiko terjadinya atau serangan ulang
dari infark miokard. Angina, gagal jantung, stroke iskemik,dan bentuk lain
dari penyakit arteri perifer, misalnya stenosis karotid dan aneurisma aortik
abdominal.

Tabel 2.5. Faktor resiko utama (khusus LDL kolesterol) yang


mempengaruhi target LDL

2. Terapi Non Farmakologi


Tatalaksana terapi non farmakologi pada pasien hiperlipidemia
perubahan gaya hidup terapetik. Perubahan gaya hidup harus dilakukan
oleh seluruh pasien prior to considering drug therapy. Komponen perubahan
gaya hidup termasuk di dalamnya adalah :
1. Penurunan intake lemak jenuh dan kolesterol
2. Pilihan diet untuk menurunkan LDL, misalnya peningkatan konsumsi
stanol / sterol tumbuhan dan asupan serat
3. Penurunan berat badan
4. Meningkatkan aktivitas fisik : secara umum, aktivitas fisik ntensitas
sedang selama 30 menit perhari setiap hari dalam seminggu harus
digiatkan

Tabel 2.6. Target LDL kolesterol dan titik potong untuk terapi dengan
perubahan gaya hidup dan terapi obat pada kategori faktor resiko
yang berbeda

3. Terapi Farmakologi
Terapi obat diindikasikan setelah dilakukan perubahan gaya
hidup terapetik yang adekuat. Walaupun telah banyak obat penurun
lipid yang efikasius, tidak satupun yang efektif untuk semua gangguan
lipoprotein dan setiap obat memiliki efek samping. Berdasarkan mekanisme
kerjanya, obat penurun lipid secara umum dapat dibedakan menjadi obat
yang dapat menurunkan sintesis VLDL dan LDL, obat yang dapat
meningkatkan klirens VLDL, obat yang meningkatkan katabolisme LDL,
obat yang dapat menurunkan absorpsi kolesterol, obat yang dapat
meningkatkan HDL dan kombinasinya (Talbert, 2008).
Tabel 2.7. Efek terapi obat pada lipid dan lipoprotein
F. Kasus
Kasus Hiperlipidemia
Bapak BW umur 56 tahun mengalami sakit dada 3 bulan lalu dan telah
masuk RS dengan diagnosis angina tak stabil (unstable angina). Penyakit
penyerta hipertensi yang diterapi dengan enalapril 10 mg/hari. Hasil lab untuk
profil lipid pada saat masuk:
kolesterol total: 235 mg/dL,
HDL-C: 35 mg/dL,
LDL-C: 165 mg/dL
TG: 300 mg/dL
Bapak BW juga menjalani kateterisasi kardiak yang menunjukan 90% lesi
anterior kiri bagian atas arteri. Obat simvastatin 40 mg setiap malam, ezetimibe 10
mg setiap hari, asam asetil salisilat 325 mg setiap hari, klopidrogel 75 mg/hari,
metoprolol 100 mg 2x/hari dan enalapril 10 mg/hari.
Saat ini bapak BW BB 99.5 kg, TB 183 cm (IBW: 63.5 – 84 kg) dan
lingkar pinggang 106, 7 cm. Dia telah kehilangan 4.5 kg BB. Dia mampu
berenang 1.6 km 3 (tiga) kali/minggu tanpa gejala iskemik jantung.
Ayahnya meninggal di umur 58 tahun karena infark miocard/MI.
Dia tidak merokok.
Hasil pemeriksaan fisik TD148/90 mmHg, HR 60 kali/menit, daerah mata
terlihat seperti cincin putih (arcus senilis), denyut nadi tidak teratur tanpa memar
pada vascular.
Hasil pemeriksaan lab:
Kadar TSH normal, fungsi hati dan ginjal normal, urinalisis normal, glukosa darah
puasa 120 mg/dL,
Total cholesterol, 143 mg/dL
TG, 210 mg/dL
HDL-C, 33 mg/dL
LDL-C, 68 mg/Dl
Pertanyaan:
1. Apa faktor risiko CHD/PJK, apakah berhubungan dengan profil lipid..??
2. Apa yang menjadi faktor risiko penyakit pasien?
3. Bagaimana tatalaksana terapi pasien jika setelah modifikasi terapi TD tetap?
(termasuk terapi tambahan)
4. Apa terapi non farmakologi?
5. Apa yang harus di monitoring?

Jawab :
Hyperlipidemia merupakan disregulasi metabolik tubuh yang terkait erat
dengan diabetes melitus. Selain berhubungan dengan diabetes melitus,
pengingkatan kadar trigliserida, kolesterol dan LDL dalam serum adalah faktor
risiko utama pada pengembangan penyakit kardiovaskular seperti
artrosklerosis, hipertensi, penyakit jantung coroner
Kadar kolesterol darah yang tinggi dapat mengendap pada dinding
pembuluh darah bagian dalam, dan selanjutnya akan menghambat aliran darah dan
oksigen sehingga mengganggu metabolisme sel otot jantung. Mengkonsumsi
makanan tinggi kolesterol dan lemak jenuh menyebabkan peningkatan
kolesterol intrasel, dan akan disimpan sebagai ester kolesterol yang
menyebabkan penurunan transkripsi gen reseptor High Density-Lipoprotein
(HDL) dan menurunkan sintesis LDL. Hal ini menyebabkan kadar LDL-kolesterol
di dalam sirkulasi akan semakin meningkat. Peningkatan kadar lipid plasma
terutama kolesterol total, trigliserida, dan LDL bersamaan dengan penurunan
HDL diketahui menyebabkan hiperlipidemia yang merupakan alasan untuk
inisiasi dan progres kebuntuan aterosklerosis.
Data pasien :
Nama : BW
Usia : 56tahun
BB : 99.5 kg
TB : 183 cm
DATA SUBYEKTIF :
 Riwayat penyakit dulu :
1. Hipertensi
2. Angina tak stabil (unstable angina)
 Riwayat penyakit saat ini:
1. Hipertensi
2. Daerah mata terlihat seperti cincin putih (arcussenilis)
3. Denyut nadi tidak teratur
 Riwayat pengobatan:
1. Simvastatin 40 mg setiap malam
2. Ezetimibe 10 mg setiap hari
3. Asamasetilsalisilat 325 mg setiap hari
4. Klopidogrel 75 mg/hari
5. Metoprolol 100 mg 2x/hari
6. Enalapril 10 mg/hari
 Riwayat Keluarga : Ayahnya meninggal diumur 58 tahun karena infark
miokard
DATA OBYEKTIF
 Total kolesterol : 143 mg/dL (Nomal<200 mg/dL)
 Trigliserida : 210 mg/dL (Normal <150 mg/dL) (tinggi)
 HDL-C : 33 mg/dL (Nornal>60 mg/dL) (rendah)
 LDL-C : 68 mg/dL (Normal <100 mg/dL)
 Glukosa darah puasa : 120 mg/dL (Normal <100 mg/dL) (tinggi)
 Tekanan darah : 148/90 mmHg Stage I (Normal 120/80 mmHg)
(tinggi)
 Heart Rate (HR) : 60 kali/menit (Normal 60-100 kali/menit)
JAWABAN PERTANYAAN :
1. Apa faktor risiko CHD/PJK, apakah berhubungan dengan profil lipid?
BW telah mencapai tujuan pengobatan LDL-C opsional (<70 mg / dL)
untuk pasien dengan riwayat penyakit jantung koroner LDL-C harus
dikonfirmasi dengan profil lipid kedua (karena variabilitas biologis dan
analitis). kadar TG-nya tetap tinggi (200–499mg/dL) dan HDL-C-nya
rendah (<40mg/dL). Profil lipid yang diperoleh selama masuk rumah sakit
dapat diinterpretasikan secara normal karena digambar dalam 24 jam
kejadian koroner akutnya. Profil yang diambil setelah 24 jam biasanya
lebih rendah daripada level sebelum kejadian dan tetap demikian selama
beberapa minggu.
Berdasarkan kejadian CHD terbarunya, BW memiliki kemungkinan lebih
dari 20% kejadian PJK saat ini dalam 10 tahun mendatang. Dia ada di sana
untuk dianggap sebagai pasien PJK berisiko sangat tinggi. Selain itu, BW
memiliki beberapa factor risiko penyakit jantung koroner yang menambah
risikonya: riwayat keluarga, pria berusia minimal 45 tahun, tekanan darah
tinggi, dan HDL-C rendah. Glukosa darah puasanya didefinisikan sebagai
glukosa puasa yang terganggu (yaitu, nilai puasa 100 hingga 125 mg / dL).
Beberapa dokter akan menganggap dia menderita diabetes, mengingat
seberapa dekat dia dengan definisi diabetes (gula darah puasa> 125mg / dL)

2. Apa yang menjadi faktor risiko penyakit pasien?


Yang menjadi faktor resiko penyakit pasien adalah kadar trigliserida yang
tinggi dimana peningkatan kadar trigliserida ini sangat berkaitan dengan
peningkatan VLDL (very low density lipoprotein) yakni lipoprotein dengan
massa jenis yang sangat rendah, ukuran partikel yang kecil dan padat yang
bersifat aterogenik (mudah melekat pada dinding pembuluh darah) yang
memediasi resiko terjadinya PJK dengan sangat tinggi lebih daripada LDL-C.
Pasien juga diduga mengalami diabetes dyslipidemia karena gula darah puasa
yang tinggi dan obesitas abdominal yang dialami pasien sangat berkaitan erat
dengan resistensi insulin (hiperinsulinemia) sehingga pasien mengalami
sindrom metabolic. Selain itu, usia pasien juga menjadi salah satu faktor
resiko dimana diketahui bahwa pasien berjenis kelamin laki-laki berusia ≥ 45
tahun dan juga di ikuti dengan tekanan daeeah yang meningkat (hipertensi).
Selain itu pasien memiliki riwayat keluarga yang meninggal diusia 58 tahun
karena infark miokard juga menjadi salah satu faktor resiko dislipidemia.

3. Bagaimana tatalaksana terapi pasien jika setelah modifikasi terapi TD tetap?


(termasuk terapi tambahan)
 Terapi untuk hypertriglyceridemia : first line obat yang dapat menurunkan
level TG hingga 30% adalah obat golongan statin. Obat ini dapat
memperbaiki lever TG sehingga mencapai level normal. Penurunan LDL
yang diikuti dengan penurunan level TG menggunakan statin sebagai first
line karena dapat digunakan oleh pasien dengan resiko ASCVD sebanyak
7,5% atau lebih. Statin menghambat sintesis HMG-CoA ke mevalonate
yang dapat menghentikan biosintesis kolesterol dengan menghampat
HMG-CoA reductase. Obat statin yang dipilih adalah atorvastatin.
 Terapi untuk dislipidemia dan low HDL-C : niasin, fenofibriacid,
fenofibrat. Alasan Pemilihan Obat : Ketiganya mengubah mekanisme yang
bertanggung jawab atas dislipidemia aterogenik, meskipun efek agonis
PPARa memiliki efek yang lebih luas dan mendasar pada mekanisme ini.
Terapi fibrat tidak mungkin memperburuk gangguan glukosa puasa BW,
sedangkan niasin mungkin memperburuk keadaan. Niacin dapat
meningkat kan kadar HDL-C (5%-30%). Kadar HDL-C ditingkatkan
dengan mereduksi katabolisme dan secara selektif mengurangi
penghapusan hepatic oleh HDL-apoA-1 tetapi tidak membuang ester
kolesterol, sehingga meningkatkan kapasitas apoA-1 untuk melakukan
transportasi kolesterol ke sel isolasi hepatic.
 Terapi Hipertensi : ß bloker dan ACE i. Alasan Pemilihan Obat :
Penghambat ß dan penghambat ACE yang dia terima untuk mengurangi
risiko penyakit jantung koroner juga membantu menurunkan tekanan
darahnya. Selain itu pemberian ß bloker dapat memberikan manfaat
kesehatan yang lebih baik dengan resiko kecil yang disebabkan oleh efek
dari TG.

4. Apa terapi non farmakologi?


 Pasien harus melakukan diet untuk menurunkan berat badan untuk terapi
sindrom metabolic
 Mengkonsumsi suplemen dietary
 Meningkatkan aktivitas fisik seperti olahraga
 Mengosumsi makanan yang kaya akan serat
 Menggunakan margarin yang mengandung plant sterol
 Mengurangi konsumsi gula dan karbohidrat olahan

5. Apa yang harus di monitoring?


 Monitoring tekanan darah dan kadar gula darah
 Monitoring jika pasien mengalami nyeri otot atau merasa tidak nyaman
 Jika menggunakan niacin harus mengontrol fungsi hati
 Memonitoring kadar trigliserida, kolesterol total, HDL-C dan LDL-C
 Memperhatikan berat badan
 Konsisten melakukan diet
 Mengurangi konsumsi gula dan karbohidrat
 Memperhatikan efek samping yang di induksi obat
 Terjadinya kejadian cardio vascular
 Kepatuhan pasien
DAFTAR PUSTAKA

Dipiro, J.T., Wells, B.G., Schwinghammer, Terry L., and Hamilton, Cindy W.
(2006). Pharmacotherapy Handbook Sixth Edition. USA: McGraw-Hill
Medical.

Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells, &Posey. (2008). Pharmacotherapy A


Pathophysiologic Approach, 7th Edition. New York: The McGraw-Hill
Companies, Inc.

Dipiro J.T, Burns M.A.C, Schwinghammer T.L, Wells B.G, Malone P.M, dan
Kolesar J.M, 2016, Fourth Edition : Pharmacotherapy Principles and
Practice, Mc Graw Hill Education : New York.

Suyatna, F.D. (2017). Hipolipidemik. Dalam: S.G. Gunawan, R. Setiabudy,


Nafrialdi, Elysabeth (editor). Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. hal. 373-388.

Wells, B.G., J.T. Dipiro, T.L. Schwinghammer, C. V. DiPiro. 2009.


Pharmacotherapy Handbook. Seventh Edition. The McGraw-Hill
Companies, Inc. United States. p.98.

Anda mungkin juga menyukai