Anda di halaman 1dari 28

FARMAKOTERAPI

“Ischaemic Heard Disease”

Dosen Pengampu:

Neni Probosiwi., M.Farm., Apt

Disusun Oleh Kelompok 5:

1. Tiara Permata Sari (19650250)


2. Windi Cantika Putri (19650252)
3. Corry Aprilia Putri (19650253)
4. Alfi Nur Fitria (19650254)
5. Bella Rindiyanti (19650255)

Kelas : Farmasi 5A

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KADIRI
TAHUN AJARAN 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama
nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang
“Ischaemic Heard Disease”. Shalawat serta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita
Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al-Qur’an dan sunnah untuk
keselamatan umat di dunia.

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Bioteknologi Farmasi di program studi
Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan pada Universitas Kadiri. Selanjutnya penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing mata kuliah Farmakoterapi Neni
Probosiwi.,Apt.,M.Farm dan kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta
arahan selama penulisan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini,
maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Kediri. 29 September 2021

( Kelompok 5 )

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..............................................................................................................................3
A. Definisi Ischemic Heart Disease (IHD)............................................................................3
B. Epidemiologi Ischemic Heart Disease (IHD)...................................................................3
C. Faktor Resiko Ischemic Heart Disease (IHD)...................................................................4
D. Etiologi Ischemic Heart Disease (IHD)............................................................................9
E. Patofisiologi, komplikasi, dan prognosis Ischemic Heart Disease (IHD).......................10
F. Tanda dan gejala Ischemic Heart Disease (IHD)............................................................11
G. Diagnosis dan Data Lab Ischemic Heart Disease (IHD).................................................12
H. Penatalaksanaan Terapi Ischemic Heart Disease (IHD).................................................13
1. Tujuan Terapi..................................................................................................................13
I. Studi Kasus Ischemic Heart Disease (IHD)....................................................................17
BAB III..........................................................................................................................................18
PENUTUP.....................................................................................................................................18
A. Kesimpulan..................................................................................................................18
B. Saran............................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................19
LAMPIRAN..................................................................................................................................20

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Penyakit jantung iskemik (Ischaemic Heart Disease) adalah suatu kondisi


kesehatan yang serius, penyakit jantung tersebut mempengaruhi jutaan orang di
seluruh dunia.Banyak penelitian menunjukkan bahwa penyakit jantung iskemik
mempengaruhi orang-orang dari setiap jenis kelamin dan ras, dan sering terjadi
sebelum seseorang berumur 20 tahun serta disebabkan oleh sejumlah faktor
resiko.

Penyakit jantung koroner (PJK) yang meliputi faktor risiko yang tidak
dapat di modifikasi seperti: hipertensi, merokok, diabetes mellitus,
displidemia(metabolisme lemak yang abnormal), obesitas umum dan obesitas
sentral, kurang aktivitas fisik, pola makan, konsumsi minuuman beralkohol, dan
stress (Indrawati, 2014), Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan suatu
kelainan yang terjadi pada organ jantung dengan akibat terjadinya gangguan
fungsional, anatomis serta sistem hemodinamis (Depkes RI, 2007). Pada
penelitian Rosjidi (2014) terdapat kesimpulan bahwa perempuan lebih rentan
terserang penyakit kardiovaskular dibandingkan dengan laki-laki. Karena beban
faktor resiko penyakit kardiovaskular perempuan lebih besar dibanding dengan
lakilaki karena tingginya Low Density Lipoprotein (LDL), tingginya Trigliserida,
dan kurangnya aktivitas fisik, ada tiga faktor resiko dominan penyakit 1 2
kardiovaskular pada perempuan adalah umur, hipertensi dan kolesterol tinggi.
Adanya hormon esterogen endogen pada perempuan yang bersifat protektif
membuat risiko terserang penyakit jantung bisa lebih rendah. Tetapi produksi
hormon esterogen juga akan terus berkurang seiring semakin menuanya umur
(Maharani, 2015).

1
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Definisi dari IHD ?


2. Bagaimana Epidemiologi dari IDH ?
3. Bagaimana Factor resiko dari IHD ?
4. Bagaimana Etiologi dari IHD ?
5. Bagaimana Patofisiologi / Patogenesis, Komplikasi dan Prognosis dari
IHD?
6. Apa saja tanda dan gejala dari IHD ?
7. Bagaimana Diagnosis dan Data Lab dari IHD ?
8. Bagaimana Penatalaksanaa Terapi dari HLD ?
9. Bagaimana Studi Kasus dari HLD?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui Definisi dari IHD.


2. Mengetahui Epidemiologi dari IHD.
3. Mengetahui Factor resiko dari IHD.
4. Mengetahui Etiologi dari IHD.
5. Mengetahui Patofisiologi / Patogenesis, Komplikasi dan Prognosis dari
IHD
6. Mengetahui tanda dan gejala dari IHD.
7. Mengetahui Diagnosis dan Data Lab dari IHD.
8. Mengetahui Penatalaksanaa Terapi dari HLD.
9. Mengetahui Studi kasus dari HLD.

2
BAB II

PEMBAHASAN

D. Definisi Ischemic Heart Disease (IHD)

Ischemic heart disease (IHD)/Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah suatu


kelainan yang disebabkan oleh penyempitan atau penghambatan pembuluh arteri
yang mengalirkan darah ke otot jantung. Karena sumbatan ini, terjadi
ketidakseimbangan antara masukan dan kebutuhan oksigen otot jantung yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada daerah yang terkena sehingga fungsinya terganggu.
Penyakit Jatung Koroner (PJK) adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh
penyempitan atau penghambatan pembuluh arteri yang mengalirkan darah ke otot
jantung. Jantung diberi oksigen dalam darah melalui arteri-arteri koroner utama yang
bercabang menjadi sebuah jaringan pembuluh lebih kecil yang efisien (Iman,
2001:13).
Penyakit jantung koroner adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh
penyempitan atau penghambat pembuluh arteri yang mengalirkan darah ke otot
jantung (Soeharto,2001).
Penyakit jantung koroner disebabkan adanya penyempitan dan penyumbatan
pembuluh arteri koroner. Penyempitan dan penyumbatan arteri koroner terjadi akibat
penumpukan dari zat-zat lemak (kolesterol,trigliserida) yang semakin lama semakin
banyak dan menumpuk di bawah lapisan terdalam (endhoteliom) dari dinding
pembuluh nadi. Faktor utama penyebab PJK adalah merokok terlalu berlebihan
selama bertahun – tahun, kadar lemak darah (kolesterol) yang tinggi, tekanan darah
tinggi, dan penyakit kencing manis (Akmal,dkk. 2010).

E. Epidemiologi Ischemic Heart Disease (IHD)

Insiden PJK cenderung lebih tinggi pada laki-laki. Menurut BHF statistik 2010
(BHF 2010) , setiap tahun 44.000 wanita di Inggris memiliki MI. Serapan dari

3
rehabilitasi jantung kalangan perempuan lebih sedikit. Ketika perempuan mengikuti
program rehabilitasi jantung, hasil yang sama baiknya, atau lebih baik dari laki-laki.
Kebutuhan mereka mungkin lebih besar karena mereka menderita kerugian yang
lebih besar dalam kaitannya untuk kembali bekerja, aktivitas dan seksualitas dan
tingkat pengalaman kecemasan tinggi dan depresi. Informasi lebih lanjut spesifik
gender, program individual dan fleksibel dan lingkungan yang sesuai yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan spesifik ini.
Insiden PJK jauh lebih tinggi di beberapa etnis masyarakat ( mis. Asia Selatan ).
Telah dikeemukakan bahwa orang-orang dari etnis minoritas cenderung bergabung
dengan program rehabilitasi jantung . Ketika merencanakan strategi untuk rehabilitasi
bagi etnis kelompok, heterogenitas dan budaya serta bahasa kebutuhan harus diakui
kelompok. Ketika perubahan perilaku diperlukan sangat penting bahwa pesan
dipahami dengan jelas. Pengetahuan tentang pengaruh budaya pada fisik aktivitas dan
diet praktek akan bermanfaat bagipasien. Demikian pula, kesadaran materi
pendidikan kesehatan dalam bahasa yang tepat dapat meningkatkan kualitas
layanan .Ini akan membantu untuk melibatkan para profesional kesehatan dari latar
belakang budaya yang sama untuk mengembangkan dan mengevaluasi kemajuan.

F. Faktor Resiko Ischemic Heart Disease (IHD)

 Faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan


a. Jenis Kelamin
Dari sisi jenis kelamin, pria lebih sering terkena serangan jantung
dibanding perempuan. Tetapi setelah menopause, frekuensinya sama antara pria
dan wanita. Tomaszewski (2008) dari University of Leicester, meneliti sebanyak
933 laki-laki dengan usia rata-rata 19 tahun yang berpartisipasi dalam studi
Young Men Cardiovascular Association. Tomaszewski menyelediki adanya
interaksi antara kadar hormon hormon seksual estradiol, estron, testosteron, dan
androstenedion, dengan 3 faktor risiko mayor penyakit jantung (kolesterol,
tekanan darah dan berat badan). Dalam studi ini diteliti hubungan antara estrogen
dalam darah (estradiol dan estron) maupun androgen (testosteron dan
androstenedion) dengan faktor risiko mayor kardiovaskular (kadar lipid, tekanan

4
darah, dan indeks massa tubuh) pada 933 laki-laki muda sehat dengan median
usia 19 tahun (Tomaszewski, 2008)
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa 2 jenis hormon seksual (yaitu
estradiol dan estron, yang secara bersama disebut estrogen) berhubungan dengan
meningkatnya kadar kolesterol-LDL dan menurunnya kadar koleterol-HDL pada
laki-laki (Tomaszewski, 2008).
Studi ini memperlihatkan bahwa salah satu hormon seksual yaitu estradiol
mempunyai korelasi positif dengan kolesterol total dan mempunyai korelasi
negatif dengan kolesterol HDL. Kadar hormon seks lain yaitu estron,
menunjukkan korelasi positif kuat dengan kolesterol total maupun kolesterol HDL
(Tomaszewski, 2008).
Hal ini menunjukkan bahwa hormon seksual mungkin merupakan faktor
risiko yang penting untuk timbulnya penyakit jantung pada laki-laki, dan hal ini
sudah terjadi sebelum adanya gejala penyakit arteri koroner atau stroke (Sumiati,
2010;Karson, 2012 ).
Tim peneliti ini menyatakan bahwa kadar hormon seksual dalam sirkulasi
darah berhubungan dengan faktor risiko penyakit kardiovaskular pada laki-laki,
jauh sebelum timbulnya manifestasi penyakit kardiovaskular seperti stroke dan
infark miokard. Jadi, laki-laki yang mempunyai kadar estron dan estradiol
tertinggi, mempunyai risiko kardiovaskuler tertinggi juga, karena kadar kolesterol
LDLnya tinggi sedangkan kadar kolesterol HDLnya yang bersifat protektif justru
berkadar rendah (Tomaszewski, 2008).
b. Umur
Kerentanan terhadap penyakit jantung koroner meningkat seiring
bertambahnya usia. Namun dengan demikian jarang timbul penyakit serius
sebelum usia 40 tahun, sedangkan dari usia 40 hingga 60 tahun, insiden MI
meningkat lima kali lipat. Hal ini terjadi akibat adanya pengendapan
aterosklrerosis pada arteri koroner (Brown, 2006).
Faktor hormonal yang menyebabkan hal tersebut. “Seperti yang sudah
disebutkan, perempuan baru akan mengidap PJK di usia 55 tahun ke atas,
sementara pria di usia 45 tahun ke atas. Ada jarak 10 tahun antara usia pria dan

5
perempuan, yang artinya, perempuan memiliki 10 tahun waktu lebih lama
terlindungi dari PJK dibandingkan pria (Tomaszewski, 2008 : Wahyuningsih,
2011).
Alasannya, karena perempuan mengalami menstruasi dengan siklus yang
cenderung teratur setiap bulannya. Dengan menstruasi wanita mengeluarkan zat
feritin (semacam protein) yang diduga merupakan faktor risiko penyakit jantung
koroner. Feritin ini, secara teratur dikeluarkan bersama menstruasi yang dialami
perempuan. Sementara, feritin di dalam tubuh pria tak bisa mengalami 15 proses
pengeluaran, sehingga tetap mendekam di dalam tubuh. (Sumiati, 2010;Karson,
2012 ). Hormon estrogen mampu melindungi kaum hawa dari penyakit
degeneratif, salah satunya PJK.
Hormon estrogen inilah yang dapat memberikan efek proteksi terhadap
mekanisme aliran darah dari dan ke dalam jantung. Hormon estrogen ini mampu
meningkatkan high density lipoprotein (HDL) atau kolesterol baik, serta
menurunkan low density lipoprotein (LDL) atau kolesterol jahat yang dapat
menimbulkan proses pengapuran di pembuluh darah yang kemudian akan
menyumbat aliran darah saat memasuki pembuluh-pembuluh darah menuju
jantung (Sumiati, 2010;Karson, 2012 ).
Dengan meningkatnya HDL di dalam darah oleh hormon estrogen,
sumbatan di pembuluh darah yang disebabkan oleh LDL ini dapat dihancurkan.
Selain itu, estrogen pun dapat memperlebar pembuluh darah agar aliran darahnya
menjadi lancar. Dengan demikian, perempuan yang sudah mengalami menopause,
otomatis produksi hormon estrogen akan jauh berkurang. Saat inilah perempuan
mulai dapat dikatakan rentan terkena PJK. (Sumiati, 2010;Karson, 2012 )
c. Keturunan

Riwayat jantung koroner pada keluarga meningkatkan kemungkinan timbulnya


aterosklerosis prematur (Brown, 2006). Riwayat keluarga penderita jantung koroner
umumnya mewarisi faktor-faktor resiko lainnya, seperti abnormalitas kadar
kolesterol, peningkatan tekanan darah, kegemukan dan DM. Jika anggota keluarga
memiliki faktor resiko tersebut, harus dilakukan pengendalian secara agresif.
Dengan menjaga tekanan darah, kadar kolesterol, dan gula darah agar berada pada

6
nilai ideal, serta menghentikan kebiasaan merokok, olahraga secara teratur dan
mengatur pola makan (Yahya, 2010)

 Faktor resiko yang dapat dikendalikan


Faktor risiko yang dapat diubah dengan cara berperilaku sehat sehari-hari,
antara lain merokok, hipertensi, kolesterol tinggi, kelebihan berat badan, DM,
dan aktivitas fisik yang kurang.
a) Merokok
Merokok merupakan faktor resiko mayor untuk terjadinya penyakit
jantung koroner, termasuk serangan jantung dan stroke. Merokok
dapat menimbulkan aterosklerosis, meningkat trombogenesis dan
vasokonstriksi, meningkatkan tekanan darah dan meningkatkan
kebutuhan oksigen (Rosjidi & Laily, 2014).
b) Alkohol

Menjadi faktor terjadinya PJK karena dapat meningkatkan kadar


HDL dalam sirkulasi, namun tidak semua literature mendukung konsep
ini. (Andarmoyo, S & Ririn N, 2012)

c) Aktifitas Fisik

Olahraga secara teratur akan menurunkan tekanan darah sistolik,


menurunkan kadar katekolamin di sirkulasi, menurunkan kadar
kolesterol dan lemak darah, meningkatkan kadar HDLlipoprotein,
memperbaiki sirkulasi koroner dan meningkatkan percaya diri.
Olahraga yang teratur berkaitan dengan penurunan insiden PJK sebesar
20-40%. (Andarmoyo, S & Ririn N, 2012)

d) Displidemia (Kolesterol dalam Darah)

Displidemia diyakini sebagai faktor resiko mayor yang dapat


dimodifikasi untuk perkembangan dan perubahan secara progresif atas
terjadinya PJK. Kolesterol ditranspor dalam dalam darah dalam bentuk
lipoprotein, 75% merupakan lipoprotein densitas rendah (low dencity

7
lipoprotein / LDL) DAN 20% merupakan lipoprotein densitas tinggi
(ligh density lipoprotein / HDL). Pada laki-laki usia pertengahan (45 –
65 tahun) dengan tingkat serum kolesterol yang tinggi ()klesterol: >240
mg/dl, dan LDL kolesterol: >160 mg/dl) resiko terjadinya PJK akan
meningkatkan. (Andarmoyo, S & Ririn N, 2012)

e) Obesitas

Terdapat keterkaitan antara obesitas dengan resiko peningkatan PJK.


Penurunan berat badan diharapkan dapat menurunkan tekanan darah,
memperbaiki sensitivitas insulin, pembakaran glukosa dan menurunkan
displidemia. (Andarmoyo, S & Ririn N, 2012)

f) Diet yang tidak sehat atau Berlebihan

Misalnya seperti melakukan diet tanpa olahraga, diet dengan


mengkonsumsi lemak saja, diet dengan tinggi protein dsb. Diet yang
dilakukan tanpa pengawasan dokter bisa berakibat muncul berbagai
macam penyakit termasuk kegagalan jantung. Kurangnya pengetahuan
tentang cara diet yang benar membuat banyak orang melakukan diet
yang salah dan bisa berakibat buruk bagi tubuh dan kesehatan. “Diet
yang rendah karbo dan tinggi lemak dapat berakibat meningkatkan
kolesterol sehingga berisiko terkena serangan jantung,” ujar dokter
Yudistira. Sebenarnya diet itu bukanlah tidak makan atau mengurangi
jatah makan tetapi dengan mengatur asupan nutrisi dan pola makan
berdasakan jenis dan waktunya.

g) Hipertensi

Resiko PJK secara langsung berhubungan dengan tekanan darah .


peningkatan tekanan darah sistemik meningkat resisten terhadap
pemompaan darah dari ventrikel kiri, sebagai akibatnya terjadi
hipertropi ventrikel untuk meningkatkan kekuatan kontraksi.
Kebutuhan oksigen oleh miokardium akan meningkatkan akibat
hipertrofi ventrikel, hal ini mengakibatkan peningkatan beban kerja
8
jantung yang pada akhirnya menyebabkan angina dan infark
miokardium. (Andarmoyo, S & Ririn N, 2012)

h) Diabetes melitus

Penyakit DM yang tidak terkontrol menyebabkan 80% angka kematian


akibat PJK dan stroke (Kusmana, 2006). Tingginya gula darah sangat
erat hubungannya dengan obesitas, hipertensi dan dislipid. Gula darah
yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah
yang berlangsung secara progresif. (Rosjidi & Laily, 2014)

G. Etiologi Ischemic Heart Disease (IHD)

Etiologi penyakit jantung koroner adalah adanya penyempitan, penyumbatan, atau


kelainan pembuluh arteri koroner. Penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah
tersebut dapat menghentikan aliran darah ke otot jantung yang sering ditandai dengan
nyeri. Dalam kondisi yang parah, kemampuan jantung memompa darah dapat hilang.
Hal ini dapat merusak sistem pengontrol irama jantung dan berakhir dan berakhir
dengan kematian (Hermawatirisa, 2014).
Penyakit arterosklerosis mungkin disebabkan akibat kelainan metabolisme, lipid,
koagulasi darah dan keadaan biofisika serta biokimia dinding arteri (Brunner &
Suddarth, 2002). Etiologi PJK menurut Brunner & Sudarth (2001) adalah multifaktor,
yaitu sebagai berikut :
1. Kolesterol LDL yang bertumpuk dan menyumbat aliran darah.
2. Kebiasaan merokok atau kurang olahraga.
3. Kelainan metabolisme lipid.
4. Koagulasi darah dan keadaan biofisika dan biokimia dinding arteri.
5. Ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dengan suplainya
yang terjadi karena :
a) Penyempitan arteri coroner.
b) Penurunan aliran darah.
c) Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium.

9
Riwayat kesehatan membedakan antara penyebab lain untuk sakit dada (seperti
dispepsia, nyeri muskuloskeletal, emboli paru ). Sebagai bagian dari penilaian dari
tiga presentasi utama IHD, faktor risiko ditangani. Ini adalah penyebab utama dari
aterosklerosis(proses penyakit yang mendasari IHD): umur, jenis kelamin laki-laki,
hyperlipidaemia (tinggi kolesterol dan lemak tinggi dalam darah),merokok ,
hipertensi (tekanan darah tinggi), diabetes , dan sejarah keluarga.

H. Patofisiologi, komplikasi, dan prognosis Ischemic Heart Disease (IHD)

a. Patofisiologi
Perkembangan PJK dimulai dari penyumbatan pembuluh jantung oleh
plak pada pembuluh darah. Penyumbatan pembuluh darah pada awalnya
disebabkan peningkatan kadar kolesterol LDL (low-density lipoprotein) darah
berlebihan dan menumpuk pada dinding arteri sehingga aliran darah
terganggu dan juga dapat merusak pembuluh darah (Al fajar, 2015).
Penyumbatan pada pembuluh darah juga dapat disebabkan oleh
penumpukan lemak disertai klot trombosit yang diakibatkan kerusakan dalam
pembuluh darah. Kerusakan pada awalnya berupa plak fibrosa pembuluh
darah, namun selanjutnya dapat menyebabkan ulserasi dan pendaeahan di
bagian dalam pembuluh darah yang menyebabkan klot darah. Pada akhirnya,
dampak akut sekaligus fatal dari PJK berupa serangan jantung (Naga, 2012).
Pada umumnya PJK juga merupakan ketidakseimbangan antara penyedian
dan kebutuhan oksigen miokardium. Penyedian oksigen miokardium bisa
menurun atau kebutuhan oksigen miokardium bisa meningkat melebihi batas
cadangan perfusi koroner peningkatan kebutuhan oksigen miokardium harus
dipenuhi dengan peningkatan aliran darah. gangguan suplai darah arteri
koroner dianggap berbahaya bila terjadi penyumbatan sebesar 70% atau lebih
pada pangkal atau cabang utama arteri koroner. Penyempitan kurang lebih
50% kemungkinan belum menamppak gangguan yang berarti. Keadaan ini
tergantung kepada beratnya aterioskleorosis dan luasnya gangguan jantung
(Saparina, 2010).

10
b. Komplikasi

 Angina.
Angina atau nyeri dada disebabkan oleh menyempitnya arteri, sehingga
jantung tidak mendapatkan cukup darah.

 Serangan jantung.
Komplikasi ini terjadi bila arteri tersumbat sepenuhnya, akibat penumpukan
lemak atau gumpalan darah. Kondisi ini akan merusak otot jantung.
 Gagal jantung.
Gagal jantung terjadi bila jantung tidak cukup kuat memompa darah. Kondisi
ini disebabkan oleh kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan jantung.
 Gangguan irama jantung (aritmia).
Kurangnya suplai darah ke jantung atau kerusakan pada jantung akan
memengaruhi impuls listrik jantung, sehingga memicu aritmia. (Kemenkes RI,
2014).
c. Prognosis
Bagi penderita penyakit jantung ischaemic sangat bervariasi dalam fungsi
perkembangan dan perluasan penyakit tesebut. Ketika sebuah infrak akut
terjadi, prognosis bergantung pada kemungkinan jantung memperbaiki arteri
yang rusak, sejumlah pasien yang mendapatkan perawatan yang tepat akan
menghilangkan gejala untuk selamanya, sementara yang lain mungkin
melihat harapan hidup mereka berkurang. Untuk memperbaiki prognosis,
penting sekali agar pasien tetap memegang kendali yang ketat terhadap
faktor-faktor resiko. Setelah menerima perawatan awal yang tepat, pasien
yang harus bertanggung jawab atas penyakit mereka dan berupaya sebisa-
bisanya untuk memperbaiki kebiasaan hidup yang burukyang dapat
memperparah keadaan.
I. Tanda dan gejala Ischemic Heart Disease (IHD)

Menurut Kemenkes RI Tanda dan gejala khas PJK adalah keluhan rasa tidak
nyaman di dada atau nyeri dada (angina) yang berlangsung selama lebih dari 20 menit

11
saat istirahat atau saat aktivitas yang disertai gejala keringat dingin atau gejala lainnya
seperti lemah, rasa mual, dan pusing.
Tanda dan gejala yang terdapat pada penyakit gagal jantung koroner atau IHD :
 Nyeri dada
 Tertekan di daerah dada
 Rasa berat di dada
 Rasa mual atau nyeri ulu hati
 Keringat Dingin
 Rasa terbakar

J. Diagnosis dan Data Lab Ischemic Heart Disease (IHD)

Langkah pertama dalam pengelolaan PJK ialah penetapan diagnosis pasti.


Diagnosis yang tepat amat penting, jika diagnosis PJK telah dibuat terkandung
pengertian bahwa penderitanya mempunyai kemungkinan akan dapat mengalami
infark jantung atau kematian mendadak. Dokter harus memilih pemeriksaan yang
perlu dilakukan terhadap penderita untuk mencapai ketepatan diagnostik yang
maksimal dengan resiko dan biaya yang seminimal mungkin.

Berikut ini cara-cara diagnostik:

1. Anamnesis
Anamnesis berguna mengetahui riwayat masa lampau seperti riwayat merokok,
usia, infark miokard sebelumnya dan beratnya angina untuk kepentingan
diagnosis pengobatan (Anonim, 2009).
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat digunakan sebagai acuan pada PJK adalah denyut
jantung, tekanan darah, suhu tubuh dan kecepatan respirasi (Majid, 2007).
3. Laboratorium
Pada pasien angina stabil sebaiknya dilakukan pemeriksaan profil lipid seperti
LDL, HDL, kolesterol total, dan trigliserida untuk menentukan faktor resiko dan
perencanaan terapi. Selain pemeriksaan diatas dilakukan pula memeriksaan darah
lengkap dan serum kreatinin. Pengukuran penanda enzim jantung seperti troponin

12
sebaiknya dilakukan bila evaluasi mengarah pada sindrom koroner akut (Anonim,
2009).
4. Foto sinar X dada
X-ray dada sebaiknya diperiksa pada pasien dengan dugaan gagal jantung,
penyakit katup jantung atau gangguan paru. Adanya kardiomegali, dan kongesti
paru dapat digunakan prognosis (Anonim, 2009).
5. Pemeriksaan jantung non-invasif
a. EKG merupakan pemeriksaan awal yang penting untuk mendiagnosis
PJK.
b. Teknik non-invasi penentuan klasifikasi koroner dan teknik imaging
(computed tomografi(CT) dan magnetic resonance arteriography. Sinar
elektron CT telah tervalidasi sebagai alat yang mampu mendeteksi kadar
kalsium koroner (Anonim, 2009).

K. Penatalaksanaan Terapi Ischemic Heart Disease (IHD)


1. Tujuan Terapi

Pengobatan iskemia pada intinya bertujuan untuk meningkatkan aliran


darah kembali menuju organ yang dituju. Pengobatan pada kasus ini bertujuan
untuk memperlancar aliran darah ke otot jantung. (AHA, 2015)
2. Terapi Non-farmakologi

Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan


tekanan darah, dan secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan
risiko permasalahan kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi
derajat 1, tanpa faktor risiko kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup sehat
merupakan tatalaksana tahap awal, yang harus dijalani setidaknya selama 4 – 6
bulan. Bila setelah jangka waktu tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan
darah yang diharapkan atau didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang lain,
maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi
Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines adalah :
 Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan
memperbanyak asupan sayuran dan buah-buahan dapat memberikan
13
manfaat yang lebih selain penurunan tekanan darah, seperti menghindari
diabetes dan dislipidemia.
 Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi garam dan
lemak merupakan makanan tradisional pada kebanyakan daerah. Tidak
jarang pula pasien tidak menyadari kandungan garam pada makanan cepat
saji, makanan kaleng, daging olahan dan sebagainya. Tidak jarang, diet
rendah garam ini juga bermanfaat untuk mengurangi dosis obat
antihipertensi pada pasien hipertensi derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk asupan
garam tidak melebihi 2 gr/ hari
 Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 – 60
menit/ hari, minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan tekanan
darah. Terhadap pasien yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga
secara khusus, sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk berjalan kaki,
mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam aktifitas rutin mereka di
tempat kerjanya.
 Mengurangi konsumsi alkohol. Walaupun konsumsi alkohol belum
menjadi pola hidup yang umum di negara kita, namun konsumsi alkohol
semakin hari semakin meningkat seiring dengan perkembangan pergaulan
dan gaya hidup, terutama di kota besar. Konsumsi alkohol lebih dari 2
gelas per hari pada pria atau 1 gelas per hari pada wanita, dapat
meningkatkan tekanan darah. Dengan demikian membatasi atau
menghentikan konsumsi alcohol sangat membantu dalam penurunan
tekanan darah.
 Berhenti merokok. Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti
berefek langsung dapat menurunkan tekanan darah, tetapi merokok
merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit kardiovaskular, dan
pasien sebaiknya dianjurkan untuk berhenti merokok. (PERKI, 2015)

3. Terapi Farmakologi

Salah satu penanganan yang bisa dilakukan adalah dengan obat-obatan, seperti:
a. Golongan Nitrat

14
Mekanisme kerja golongan nitrat vasodilatasi, menurunkan pengisian
diastolik, menurunkan tekanan intrakardiak dan meningkatkan perfusi
subendokardium. Nitrat kerja pendek penggunaan sublingual untuk
profilaksis, nitrat kerja panjang penggunaan oral atau transdermal untuk
menjaga periode bebas nitrat. Nitrat kerja jangka pendek diberikan pada
setiap pasien untuk digunakan bila terdapat nyeri dada. Dosis nitrat
diberikan 5 mg sublingual dapat diulang tiga kali sehari (Anonim, 2009).
b. Golongan Penyekat β (beta bloker)
Terdapat bukti-bukti bahwa pemberian beta bloker pada pasien angina
yang sebelumnya pernah mengalami infark miokard, atau gagal jantung
memiliki keuntungan dalam prognosis. Berdasarkan data tersebut beta
bloker merupakan obat lini pertama terapi angina pada pasien tanpa
kontraindikasi (Anonim, 2009).
Beta bloker dapat menimbulkan efek samping berupa gangguan
pencernaan, mimpi buruk, rasa capek, depresi, reaksi alergi blok AV, dan
bronkospasme. Beta bloker dapat memperburuk toleransi glukosa pada
pasien diabetes juga mengganggu respon metabolik dan autonomik
terhadap hipoglikemik (Anonim, 2000). Dosis betabloker sangat
bervariasi untuk propanolol 120-480/hari atau 3x sehari 10-40mg dan
untuk bisoprolol 1x sehari 10-40mg.

c. Golongan antagonis kalsium


Mekanisme kerja antagonis kalsium sebagai vasodilatasi koroner dan
sistemik dengan inhibisi masuknya kalsium melalui kanal tipe-L.
Verapamil dan diltiazem juga menurunkan kontraktilitas miokardium,
frekuensi jantung dan konduksi nodus AV. Antagonis kalsium
dyhidropyridin (missal: nifedippin, amlodipin, dan felodipin) lebih
selektif pada pembuluh darah (Anonim, 2009).
Pemberian nifedipin konvensional menaikkan risiko infark jantung atau
angina berulang 16%, Penjelasan mengapa penggunaan monoterapi
nifedipin dapat menaikkan mortalitas karena obat ini menyebabkan

15
takikardi refleks dan menaikkan kebutuhan oksigen miokard (Anonimª,
2006). Dosis untuk antagonis kalsium adalah nifedipin dosis 3x5-10mg,
diltiazem dosis 3x30-60mg dan verapamil dosis 3x 40-80mg.
d. Obat antiplatelet
Terapi antiplatelet diberikan untuk mencegah trombosis koroner oleh
karena keuntungannya lebih besar dibanding resikonya. Aspirin dosis
rendah (75-150mg) merupakan obat pilihan kebanyakan kasus.
Clopidogrel mungkin dapat dipertimbangkan sebagai alternative pada
pasien yang alergi aspirin, atau sebagai tambambahan pasca pemasangan
sent, atau setelah sindrom koroner akut. Pada pasien riwayat perdarahan
gastrointestinal aspirin dikombinasi dengan inhibisi pompa proton lebih
baik dibanding dengan clopidogrel. Untuk Clopidogrel dengan dosis 75
mg satu kali sehari (Anonim, 2009) Aspirin bekerja dengan cara menekan
pembentukan tromboksan A2 dengan cara menghambat siklooksigenase
dalam platelet (trombosit) melalui asetilasi yang ireversibel. Kejadian ini
menghambat agregasi trombosit melalui jalur tersebut. Sebagian dari
keuntungan dapat terjadi karena kemampuan anti inflamasinya dapat
mengurangi ruptur plak (Anonimª, 2006).
e. Penghambat Enzim Konversi Angiotensin (ACE-I)
ACE-I merupakan obat yang telah dikenal luas sebagai obat
antihipertensi,
gagal jantung, dan disfungsi ventrikel kiri. Sebagai tambahan, pada dua
penelitian besar randomized controlledramipril dan perindopril penurunan
morbiditas dan mortalitas kardiovaskular pada pasien penyakit jantung
koroner stabil tanpa disertai gagal jantung. ACE-I merupakan indikasi
pada pasien angina pectoris stabil disertai penyakit penyerta seperti
hipertensi, DM, gagal jantung, disfungsi ventrikel kiri asimtomatik, dan
pasca infark miokard. Pada pasien angina tanpa disertai penyakit penyerta
pemberian ACE-I perlu diperhitungkan keuntungan dan resikonya
(Anonim, 2009). Dosis untuk penggunaan obat golongan ACE-I untuk
captopril 6,25-12,5 mg tigakali sehari. Untuk ramipril dosis awal 2,5 mg

16
dua kali sehari dosis lanjutan 5 mg duakali sehari, lisinopril dosis 2,5-10
mg satu kali sehari (Lacy et al, 2008).
f. Antagonis Reseptor Bloker
Mekanisme dengan mencegah efek angiotensin II, senyawa-senyawa ini
merelaksasikan otot polos sehingga mendorong vasodilatasi,
meningkatkan
eksresi garam dan air di ginjal, menurunkan volume plasma, dan
mengurangi hipertrofi sel. Antagonis reseptor angiotensin II secara teoritis
juga mengatasi beberapa kelemahan ACEI (Oates and Brown, 2007).
Antagonis reseptor bloker diberikan bila pasien intoleran dengan ACE-I
(Anonim, 2009). Dosis untuk valsartan 40 mg dua kali sehari dosis
lanjutan 80-160mg, maximum dosis 320 mg (Lacy et al,2008).
g. Anti kolesterol
Statin menurunkan resiko komplikasiatherosklerosis sebesar 30% pada
pasien angina stabil. Beberapa penelitian juga menunjukkan manfaat
statin pada berbagai kadar kolesterol sebelum terapi, bahkan pada pasien
dengan kadar kolesterol normal. Terapi statin harus slalu dipertimbangkan
pada pasien jantung koroner stabil dan angina stabil. Target dosis terapi
statin untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler
sebaiknya berdasarkan penelitian klinis yang telah dilakukan dosis statin
yang direkomendasi adalah simvastatin 40 mg/hr, pravastatin 40 mg/hr,
dan atorvastin 10 mg/hr. Bila dengan dosis diatas kadar kolesterol total
dan LDL tidak mencapai target, maka dosis dapat ditingkatkan sesuai
toleransi pasien sampai mencapai target (Anonim, 2009).
Statin juga dapat memperbaiki fungsi endotel, menstabilkan plak,
mengurangi pembentukan trombus, bersifat anti inflamasi, dan
mengurangi
oksidasi lipid. Statin sebaiknya diteruskan untuk mendapatkan
keuntungan
terhadap kelangsungan hidup jangka panjang (Anonimª, 2006).
Kontraindikasi pasien dengan penyakit hati yang aktif, pada kehamilan

17
dan menyusui. Efek samping miosis yang reversibel merupakan efek
samping yang jarang tapi bermakana. Statin juga menyebabkan sakit
kepala, perubahan nilai fungsi ginjal dan efek saluran cerna (Anonim,
2000).
Selain dengan pemberian obat, beberapa prosedur medis juga akan dilakukan
untuk memperlancar aliran darah. Di antaranya adalah:
 Pemasangan ring (stent), untuk menyangga pembuluh darah yang menyempit
agar tetap terbuka.
 Operasi bypass jantung, untuk membuat jalur lain atau pembuluh darah baru
untuk memenuhi pasokan oksigen dari otot jantung. (Gottlieb, RA. 2011).

4. Algoritma

2012 ACCF/AHA/ACP/AATS/PCNA/SCAI/STS Guideline for the Diagnosis and

18
Management of Patients With Stable Ischemic Heart Disease: Executive
Summary.

L. Studi Kasus Ischemic Heart Disease (IHD)

1. Kasus

Studi kasus ini adalah pasien Ny.”M” dengan penyakit jantung koroner yang
dirawat di ruang ICU rumah sakit Bhayangkara Makassar. Setelah melaksanakan
proses keperawatan pada Ny”M” penulis mendapatkan pengalaman nyata dalam
pengkajian dengan menggunakan Teknik pengumpulan data berupa wawancara,
observasi, pemeriksaan fisik, dan studi dokumentasi agar dapat merumuskan
diagnosa keperawatan.Setelah melaksanakan proses keperawatan pada Ny”M”
penulis mendapatkan pengalaman nyata dalam menentukan diagnosa
keperawatan. Diagnosa Keperawatan, antar lain :

Diagnosa keperawatan yang dapat timbul pada klien dengan Jantung koroner
ada 4 diagnosa yaitu

a. Nyeri berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen


dengan kebutuhan miocardium akibat sekunder dari penurunan suplai darah
ke miocardium, peningkatan produksi asam laktat.
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas,
irama,dan konduksi elektrik
c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan penurunan perfusi perifer akibat
sekunder dari ketidakseimbangan suplai oksigen miocard dengan kebutuhan
d. Ansietas berhubungan dengan rasa takut, akan kematian, ancaman, dan
perubahan kesehatan.

Sedangkan pada kasus nyata, diagnosa yang ditemukan sebanyak 3 diagnosa


yakni :

a. Gangguan difusi gas berhubungan dengan perembesan cairan kongesti paru


dan edema paru.

19
b. Nyeri berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen dengan
kebutuhan miocardiun, dan peningkatan asam laktat
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen
dengan kebutuhan tubuh
2. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses asuhan keperawatan. Evaluasi


bertujuan untuk menilai apakah tujuan yang telah diterapkan pada pelaksanaan
asuhan keperawatan tercapai atau tidak. Berdasarkan evaluasi yang penulis
lakukan pada tinjauan kasus ini, tidak didapatkan masalah yang teratasi, dimana
masalah tersebut antara lain :

a. Gangguan difusi gas berhubungan dengan perembesan cairan kongesti paru,


edema paru
b. Nyeri berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen dengan
kebutuhan miocardiun, dan peningkatan asam laktat
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen
dengan kebutuhan tubuh

Ketiga diagnosa belum dapat teratasi sesuai dengan tujuan yang diharapkan
karena penyakit Jantung koroner adalah penyakit yang memerlukan waktu yang
relatif lama untuk penyembuhannya, sedangkan waktu yang diberikan kepada
penulis untuk melaksanakan perawatan sangat singkat. Meskipun demikian
keempat diagnosa tersebut pada dasarnya mengalami kemajuankemanjuan yang
cukup berarti.

3. Kesimpulan

Berdasarkan pengalaman penulis setelah melaksanaan proses keperawatan


pada Ny”M” dengan penyakit jantung koroner,dapat mengemukakan kesimpulan
sebagai berikut :

a. Setelah melaksanakan proses keperawatan pada Ny”M” penulis


mendapatkan pengalaman nyata dalam pengkajian dengan menggunakan

20
teknik pengumpulan data berupa wawancara, observasi, pemeriksaan fisik,
dan studi dokumentasi agar dapat merumuskan diagnosa keperawatan.
b. Setelah melaksanakan proses keperawatan pada Ny”M” penulis
mendapatkan pengalaman nyata dalam menentukan diagnosa keperawatan.
c. Setelah melaksanakan proses keperawatan pada Ny “M” penulis
mendapatkan pengalaman nyata dalam melakukan intervensi keperawatan.
d. Setelah melaksanakan proses keperawatan pada Ny “M” penulis
mendapatkan pengalaman nyata dalam melakukan implementasi yang sesuai
dengan intervensi yang telah di buat
e. Setelah melaksanakan proses keperawatn pada Ny“M “ penulis
mendapatkan pengalaman nyata dalam mengevaluasi tindakan keperawatan
yang telah di lakukan.
f. Setelah melakukan proses keperawatan pada Ny “M” terdapat kesenjangan
dari segi pengkajian data di mana pada teori tidak di dapatkan data sesak
sedang pada kasus yang menjadi keluhan utama adalah sesuai. Pada
intervensi tidak ada kesenjangan yang di dapat.

21
BAB III

PENUTUP
M. Kesimpulan

Ischemic heart disease (IHD)/Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah suatu


kelainan yang disebabkan oleh penyempitan atau penghambatan pembuluh arteri yang
mengalirkan darah ke otot jantung.Karena sumbatan ini, terjadi ketidakseimbangan antara
masukan dan kebutuhan oksigen otot jantung yang dapat mengakibatkan kerusakan pada
daerah yang terkena sehingga fungsinya terganggu.
Patogenesis terjadi penebalan dinding pembuluh darah akibat aterosklerosis
merupakan penyebab utama dari penyakit jantung iskemik AS. Lesi awal dari suatu
aterosklerosis adalah bercak lemak yang terbentuk oleh infiltrasi makrofag sarat lemak
(sel busa) ke dalam intima.

N. Saran

Untuk mencegah penyakit jantung koroner selain dengan diet rendah


lemak jenuh, mengurangi merokok, dan olah raga konsumsi omega-3 juga
baik dalam mencegah dan mengurangi insidensi mortalitas penyakit jantung
koroner. Dalam mengkomsumsi omega-3 juga perlu menyajikan co-faktor
seperti vit B6, B3, C, E, A dan mineral zinc dan magnesium.
Dan disarankan untuk mengkonsumsi omega-3 1 gr perminggu yang sama
dengan memakan dua porsi ikan 2x/ minggu akan dapat membantu
mencegah pembentukan sumbatan arteri.

22
DAFTAR PUSTAKA
Isselbacher, Kurt J. 2000. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Volume
3. Edisi 13. Jakarta : EGC. Hal.1347-1353.

American Heart Association (2015). Silent Ischemia and Ischemic Heart Disease.

Dipiro, Joseph T. et. Al, 2006, Pharmacotheraphy Handbook, Sixth edition. Mc


Graw Hill Companies

Gottlieb, RA. (2011). Cell Death Pathways in Acute Ischemia/Reperfusion Injury.


Journal of Cardiovascular Pharmacology and Therapeutics, 16(3-4), pp. 233-238.
Diakses menggunakan https://www.alodokter.com/iskemia

Iman, Soeharto, 2004, Serangan Jantung dan Stroke Hubungannya dengan Lemak
dan Kolesterol, Gramedia Pustaka, Jakarta

Kementerian Kesehatan RI (2014). Pusdatin. Situasi Kesehatan Jantung.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI).2015. Pedoman


Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskular.Edisi Pertama.

Price A.S,Wilson L.M(2005).Patofisiologi.Edisi 6.Jakarta:EGC.

Sukandar,dkk., 2008, ISO Farmakoterapi, PT. ISFI, Jakarta.

Wilkinson, J., & Ahern, n. R. (2013).Buku SakuDiagnosis keperawatan edisi 9


Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC.

Yulinah, Iskandar, Prof.Dr,Apt, dkk, 2009, Iso Farmakoterapi, PT ISFI


Penerbitan; Jakarta.

23
LAMPIRAN

24

Anda mungkin juga menyukai