Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH KONSELING DAN PSIKOTERAPI

TERAPI GESTALT

Dosen pengampu: NUR FADHILAH, M. PSi.

Kelompok 3

1. Sallwa Fadlilah Abda’u 201141066


2. Dilla Ade Rahmadhani 201141067
3. Dimas Prajoko 201141090
4. Fisnu Anggara Fitrianta 201141115

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM

FAKULTAS USHULUDIN DAN DAKWAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA

2022
KATA PENGANTAR

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Puji beserta syukur penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah dan menyusun
tugas mata kuliah Konseling dan Psikoterapi. Tidak lupa shalawat beserta salam kita
haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas berisikan materi tentang TERAPI GESTALT.

Penyusun sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan saya berharap lebih jauh lagi agar makalah ini
bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi saya sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Untuk itu
saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Sukoharjo, 17 September 2022

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................1


DAFTAR ISI.......................................................................................................................2
BAB I : PENDAHULUAN.................................................................................................3
A. Latar Belakang.......................................................................................................3
B. Tujuan Penulisan...................................................................................................3
BAB II : PEMBAHASAN...............................................................................................4

A. Konsep-konsep Utama...........................................................................................4
B. Proses Terapeutik..................................................................................................9
C. Prosedur Penerapan Terapi Gestalt.......................................................................14
BAB III: KESIMPULAN ...................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................

2
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Terapi Gestalt yang dikembangkan oleh Frederick Perls adalah bentuk terapi
eksistensial yang berpijak pada premis bahwa individu-individu harus menemukan
jalan hidupnya sendiri dan menerima tanggung jawab pribadi jika mereka berharap
mencapai kematangan. Karena bekerja terutama di atas prinsip kesadaran, terapi
Gestalt berfokus pada apa dan bagaimana tingkah laku dan pengalaman di sini-dan-
sekarang dengan memadukan (mengintegrasikan) bagian-bagian kepribadian yang
terpecah dan tak diketahui.

Asumsi dasar terapi Gestalt adalah bahwa individu-individu mampu


menangani sendiri masalah-masalah hidupnya secara efektif. Tugas utama terapis
adalah membantu klien agar mengalami sepenuhnya keberadaannya di sini dan
sekarang dengan menyadarkannya atas tindakannya mencegah diri sendiri merasakan
dan mengalami saat sekarang. Oleh karena itu, terapi Gestalt pada dasarnya non-
interpretatif dan sedapat mungkin klien menyelenggarakan terapi sendiri. Mereka
membuat penafsiran-penafsirannya sendiri, menciptakan pernyataan-pernyataannya
sendiri, dan menemukan makna-maknanya sendiri. Akhirnya, klien didorong untuk
langsung mengalami perjuangan di sini-dan sekarang terhadap urusan yang tak
selesai di masa lampau. Dengan mengalami konflik-konflik, meskipun hanya
membicarakannya, klien lambat laun bisa memperluas kesadarannya.

B. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui konsep-konsep utama terapi gestalt
b. Untuk mengetahui proses terapeutik terapi gestalt
c. Untuk mengetahui prosedur penerapan terapi gestalt

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep-konsep Utama
Pandangan tentang Sifat Manusia
Pandangan Gestalt tentang manusia berakar pada filsafat eksistensial
dan fenomenologi. Pandangan ini menekankan konsep-konsep seperti
perluasan kesadaran, penerimaan tanggung jawab pribadi, kesatuan pribadi,
dan mengalami cara-cara yang menghambat kesadaran. Dalam terapinya,
pendekatan Gestalt berfokus pada pemulihan kesadaran serta pada pemaduan
polaritas-polaritas dan dikotomi-dikotomi dalam diri. Terapi diarahkan bukan
pada analisis, melainkan pada integrasi yang berjalan selangkah demi
selangkah dalam terapi sampai klien menjadi cukup kuat untuk menunjang
pertumbuhan pribadinya sendiri.
Pandangan Gestalt adalah bahwa individu memiliki kesanggupan
memikul tanggung jawab pribadi dan hidup sepenuhnya sebagai pribadi yang
terpadu. Disebabkan oleh masalah-masalah tertentu dalam perkembangannya,
individu membentuk berbagai cara menghindari masalah dan karenanya,
menemui jalan buntu dalam pertumbuhan pribadinya. Terapi menyajikan
intervensi dan tantangan yang diperlukan, yang bisa membantu individu
memperoleh pengetahuan dan kesadaran sambil melangkah menuju
pemanduan dan pertumbuhan. Dengan mengakui dan mengalami
penghambat-penghambat pertumbuhannya, maka kesadaran individu atas
penghambat-penghambat itu akan meningkat sehingga dia kemudian bisa
mengumpulkan kekuatan guna mencapai keberadaan yang lebih otentik dan
vital.
  Saat Sekarang
Bagi Perls tidak ada yang “ada” kecuali “sekarang”. Karena masa
lampau telah pergi dan masa depan belum datang, maka saat sekaranglah yang
penting. Salah satu sumbangan utama dari terapi Gestalt adalah penekanannya

4
pada di sini dan sekarang serta pada belajar menghargai dan mengalami
sepenuhnya saat sekarang. Berfokus pada masa lampau dianggap sebagai
suatu cara untuk menghindari tindakan mengalami saat sekarang sepenuhnya.
Perls (1969) menerangkan kecemasan sebagai “senjang antara saat
sekarang dan saat kemudian”. Menurut Perls, jika individu - individu
menyimpang dari saat sekarang dan menjadi terlalu terpaku pada masa depan,
maka mereka mengalami kecemasan. Dalam memikirkan masa depan, mereka
boleh jadi mengalami "tahap yang menakutkan", yakni mereka dirasuki oleh
"pengharapan-pengharapan katastrofik atas berbagai hal buruk yang akan
terjadi atau oleh pengharapan - pengharapan anastrofil mengenai berbagai hal
yang menakjubkan yang akan timbul" (Perls, 1969). Mereka berusaha
menutup kesenjangan antara saat sekarang dan hari kemudian dengan resolusi
- resolusi, rencana-rencana, dan visi-visi alih - alih hidup pada saat sekarang.
Guna membantu klien untuk membuat kontak dengan saat sekarang. terapis
lebih suka mengajukan pertanyaan-pertanyaan "apa" dan "bagaimana"
daripada "mengapa ". Dalam rangka meningkatkan kesadaran atas "saat
sekarang", terapis melakukan dialog dalam kala kini (present tense) dengan
melontarkan pertanyaan-pertanyaan seperti: Apa yang terjadi sekarang ini?
Apa yang sedang berlangsung sekarang? Apa yang sedang Anda alami
sekarang saat Anda duduk di sana dan mencoba berbicara? Bagaimana
kesadaran Anda saat ini? Bagaimana Anda mengalami ketakutan Anda sendiri
saat ini? Bagaimana Anda mencoba menarik diri saat ini? Perls (1969)
menandaskan bahwa tanpa intensifikasi perasaan-perasaan, individu akan
berspekulasi tentang mengapa ia merasa seperti ini.
Menurut Perls, pertanyaan-pertanyaan "mengapa" hanya akan
mengarah pada rasionalisasi-rasionalisasi dan “penipuan - penipuan diri” serta
menjauhkan individu dari kesegeraan mengalami. Pertanyaan - pertanyaan
"mengapa" juga mengarah kepada pemikiran yang tak berkesudahan tentang
masa lampau yang hanya akan membangkitkan penolakan terhadap saat
sekarang. Sebagian besar orang hanya bisa tinggal dalam saat sekarang

5
sekejap saja. Mereka agaknya lebih suka mencari cara menghentikan aliran
saat sekarang. Mereka sering berbicara tentang perasaan-perasaan hampir
seakan-akan perasaan-perasaan itu terpisah dari mengalami pada saat
sekarang alih-alih mengalami perasaan-perasaan di sini dan sekarang. Sasaran
Perls adalah membantu orang-orang membuat hubungan dengan pengalaman-
pengalaman mereka secara jelas dan segera ketimbang semata-mata berbicara
tentang pengalaman-pengalaman itu. Jadi, jika klien mulai berbicara tentang
kesedihan, kesakitan, atau kebingungan, terapis membuat usaha-usaha agar
klien mengalami kesedihan, kesakitan, dan kebingungan itu sekarang. Para
klien menipu dirinya sendiri melalui keyakinan bahwa karena mereka
menghadapi dan membicarakan masalah-masalah, mereka menyelesaikan
masalah-masalah itu serta tumbuh sebagai pribadi. Untuk mengurangi bahaya
penipuan diri itu, terapis berusaha mengintensifkan dan memperkuat
perasaan-perasaan tertentu. Jadi, dalam setting kelompok, misalnya, terapis
bisa meminta klien yang melaporkan bahwa dirinya begitu sadar atas
kesukaannya menyenangkan dan memenuhi pengharapan orang lain, agar
bertindak menyenangkan sesama anggota kelompoknya pada saat itu juga
(pada saat pertemuan kelompok berlangsung).
Apakah masa lampau diabaikan oleh terapi Gestalt? Tidaklah tepat
mengatakan bahwa para terapis Gestalt tidak menaruh perhatian pada masa
lampau individu. Masa lampau itu penting apabila dengan cara tertentu
berkaitan dengan tema-tema yang signifikan yang terdapat pada fungsi
individu saat sekarang. Apabila masa lampau memiliki kaitan yang signifikan
dengan sikap - sikap atau tingkah laku individu sekarang, maka masa lampau
itu ditangani dengan membawanya ke saat sekarang sebanyak mungkin. Jadi,
apabila klien berbicara tentang masa lampaunya, maka terapis meminta klien
agar membawa masa lampaunya itu ke saat sekarang dengan menjalaninya
kembali seakan-akan masa lampau itu hadir pada saat sekarang. Terapis
mengarahkan klien agar "berada di masa lampau" (dalam khayalan) dan
menghidupkan kembali perasaan-perasaan masa lampaunya. Alih-alih

6
berbicara tentang pengalaman traumatik masa kanak kanak dengan ayahnya,
misalnya, klien diarahkan untuk menjadi anak yang terluka dan dalam
fantasinya dia berbicara secara langsung dengan ayahnya sehingga klien
diharapkan dapat menghidupkan dan mengalami kembali luka hatinya itu.
Perls yakin bahwa orang - orang cenderung bergantung pada masa lampau
untuk membenarkan ketidaksediaannya memikul tanggung jawab atas dirinya
sendiri dan atas pertumbuhannya. Mereka melakukan permainan menyalahkan
guna mengesampingkan tanggung jawab. Perls melihat sebagian besar orang
mendapat kesulitan untuk tinggal pada saat sekarang. Mereka terperangkap
dalam pusaran dengan membuat resolusi-resolusi dan merasionalisasi keadaan
setengah mati yang mereka jalan. Mereka lebih suka melakukan sesuatu yang
lain daripada menjadi sadar betapa mereka telah mencegah diri sendiri
menjalani hidup sepenuhnya.
Urusan yang Tak Selesai
Dalam terapi Gestalt terdapat konsep tentang urusan yang tak selesai,
yakni mencakup perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan seperti dendam,
kemarahan, kebencian, sakit hati, kecemasan, kedudukan, rasa berdosa, rasa
diabaikan, dan sebagainya. Meskipun tidak bisa diungkapkan, perasaan-
perasaan itu diasosiasikan dengan ingatan-ingatan dan fantasi-fantasi tertentu.
Karena tidak terungkapkan di dalam kesadaran, perasaan-perasaan itu tetap
tinggal pada latar belakang dan dibawa kepada kehidupan sekarang dengan
cara-cara yang menghambat hubungan yang efektif dengan dirinya sendiri dan
dengan orang lain. Urusan yang tak selesai itu akan bertahan sampai ia
menghadapi dan menangani perasaan-perasaan yang tak terungkapkan itu.
Ketika berbicara tentang pengaruh-pengaruh tak selesai, Polster dan Polster
(1973) mengatakan, "Arah-arah yang tak selesai mencari penyelesaian dan
apabila arah-arah tersebut memperoleh cukup kekuatan, maka individu
disulitkan oleh pikiran yang tak berkesudahan, tingkah laku kompulsif,
kehati-hatian, energi yang menekan, dan banyak perilaku mengalahkan diri".

7
Satu contoh tentang bagaimana urusan yang tidak selesai mengganggu
individu dan mengejawantahkan dirinya dalam tingkah laku sekarang, bisa
dilihat pada seorang pria yang tidak pernah merasa sepenuhnya dicintai dan
diterima oleh ibunya. Si pria menaruh dendam pada ibunya Sekalipun dia
terus mencari persetujuan sang ibu, dia selalu merasa diri tidak memadai.
Dalam usahanya menyimpangkan arah kebutuhan akan persetujuan ibunya, si
pria mencari wanita yang bisa mengukuhkannya sebagai pria. Dalam
mengembangkan berbagai permainan guna memperoleh wanita yang bisa
memberikan persetujuan itu, si pria tetap merasa tidak puas, Urusan yang tak
selesai telah menghambat hubungan intimnya yang otentik dengan wanita.
Dengan demikian, tingkah laku si pria didominasi oleh pencarian cinta yang
kompulsif yang tidak pernah diterimanya dari ibunya. Dia perlu mengalami
penyingkapan urusan yang tak selesai agar bisa mengalami kepuasan yang
nyata yakni si pria perlu berpaling pada persoalan lama dan mengungkapkan
perasaan-perasaan yang tak diketahuinya. Bagaimana urusan yang tak selesai
menghambat kreativitas dan spontanitas individu, diuraikan oleh Polster dan
Polster sebagai berikut. Bilamana urusan yang tak selesai membentuk pusat
keberadaan seseorang, maka semangat pemikiran orang itu menjadi
terhambat. Idealnya, orang yang tak terhambat memiliki kebebasan untuk
terlibat secara spontan dengan apa saja yang diminatinya sampai minatnya itu
terpuaskan dan sesuatu yang lain mengundang perhatiannya. Itu adalah suatu
proses yang alamiah.
Menurut Polster dan Polster, terdapat dua kutub penghalang yang
menghambat proses. Yang satu adalah obsesi atau kompulsi yang mengarah
pada suatu kebutuhan yang kaku untuk menyelesaikan urusan yang tak
selesai. Perasaan - perasaan yang tak diketahui menghasilkan sisa emosi yang
tak perlu, yang mengacaukan kesadaran yang terpusat pada saat sekarang.
Menurut Perls (1969), rasa sesal atau dendam paling sering menjadi sumber
dan menjadi bentuk urusan tak selesai yang paling buruk. Dalam pandangan
Perls, rasa sesal menjadikan individu terpaku, yakni dia tidak bisa mendekati

8
atau terlibat dalam komunikasi yang otentik sampai dia mengungkapkan rasa
sesalnya itu. Jadi, menurut Perls, pengungkapan rasa sesal itu merupakan
suatu keharusan. Rasa sesal yang tidak terungkapkan acap kali berubah
menjadi perasaan berdosa. Saran Perls adalah, "Bilamana Anda merasa
berdosa, temukan dan ungkapkan rasa sesal Anda, dan usahakan agar tuntutan
tuntutan Anda menjadi jelas". (Perls, 1969)

B. Proses Terapeutik
Tujuan-tujuan Terapi
Terapi Gestalt memiliki beberapa sasaran penting yang berbeda.
Sasaran dasarnya adalah menantang klien agar berpindah dari "didukung oleh
lingkungan" kepada "didukung oleh diri sendiri". Menurut Perls (1969),
sasaran terapi adalah menjadikan pasien tidak bergantung pada orang lain,
menjadikan pasien menemukan sejak awal bahwa dia bisa melakukan banyak
hal, lebih banyak daripada yang dikiranya".
Dengan semangat eksistensial-humanistik, Perls percaya orang rata-
rata hanya menggunakan sebagian kecil dari potensinya. Pandangan tersebut
mirip dengan konsep Maslow tentang "psikopatologi orang rata - rata": hidup
kita dipola dan distereotipkan; kita memainkan peran-peran yang sama
berulang-ulang dan menemukan sedikit sekali jalan untuk sungguh-sungguh
menemukan kembali keberadaan kita. Perls menyatakan bahwa jika kita
menemukan betapa kita mencegah diri sendiri merealisasikan potensi kita
sebagai manusia secara penuh, maka kita memiliki cara-cara untuk membuat
hidup lebih kaya. Potensi itu berlandaskan sikap hidup setiap saat. Dengan
demikian, tujuan utama terapi adalah membantu klien agar menjalani hidup
lebih penuh. Tujuan terapi selanjutnya adalah membantu klien agar
menemukan pusat dirinya. Perls mengatakan," Jika Anda berpusat pada diri
Anda sendiri, maka Anda tidak harus disesuaikan lagi, maka apapun yang
lewat dan diasimilasi oleh Anda, Anda bisa memahaminya dan Anda
berhubungan dengan apa pun yang terjadi". (Perls, 1969) bahwa Sasaran

9
utama terapi Gestalt adalah pencapaian kesadaran. Kesadaran dengan dan
pada dirinya sendiri; dipandang kuratif. Tanpa kesadaran, klien tidak memiliki
alat untuk mengubah kepribadiannya. Dengan kesadaran, klien memiliki
kesanggupan untuk menghadapi dan menerima bagian-bagian keberadaan
yang diingkarinya serta untuk berhubungan dengan pengalaman-pengalaman
subjektif dan dengan kenyataan. Klien bisa menjadi suatu kesatuan dan
menyeluruh. Apabila klien menjadi sadar, maka urusannya yang tidak selesai
akan selalu muncul sehingga bisa ditangani dalam terapi.
Fungsi dan Peran Terapis
Terapi Gestalt difokuskan pada perasaan - perasaan klien, kesadaran
atas saat sekarang, pesan-pesan tubuh, dan penghambat-penghambat
kesadaran. Ajaran Perls adalah "kosongkan pikiran Anda dan capailah
kesadaran". Menurut Perls, terapi Gestalt berhubungan dengan hal yang jelas.
Dan orang yang neurotik tidak mampu melihat hal yang jelas: "Dia tidak
melihat bisul di hidungnya sendiri", demikian menurut Perls (1969). Jadi,
tugas terapis adalah menantang klien. Dengan cara ini, klien belajar
menggunakan kesadarannya secara penuh. Mengenai kebersahajaan terapi
Gestalt, Polster dan Polster (1973) sependapat dengan Perls. Mereka
menyatakan bahwa penafsiran-penafsiran dan diagnosis-diagnosis yang cerdik
tidak diperlukan. Yang penting adalah menciptakan iklim di mana klien
membangkitkan proses-proses perkembangannya sendiri serta menjadi lebih
terfokus pada pengubahan kesadarannya dari waktu ke waktu. Hidup adalah
sejelas hidung di wajah Anda apabila Anda bersedia tinggal bersamanya pada
saat sekarang, bergerak dari saat pengalaman aktual yang satu ke saat
pengalaman aktual berikutnya, menemukan sesuatu yang baru di dalamnya,
sesuatu yang bergerak ke muka, mengembangkan tema dari gerakan itu yang
memuncak pada penjelasan-penjelasan yang pada mulanya tak bisa dijangkau.
(Polster dan Polster, 1973)
Meskipun berurusan dengan hal yang jelas, kebersahajaan terapi
Gestalt jangan diartikan bahwa tugas terapis Gestalt adalah tugas yang mudah.

10
Polster dan Polster menganjurkan kepada para terapis untuk menggunakan
pengalamannya sendiri sebagai bahan yang esensial dalam proses terapi.
Menurut mereka, terapis bukanlah semata-mata responder, pemberi umpan
baik, atau katalisator yang tidak mengubah diri sendiri. Data dari pertemuan
terapeutik berlandaskan pengalaman-pengalaman timbal balik di antara klien
dan terapis. Jika terapis ingin berfungsi secara efektif, maka dia harus selaras
baik dengan kliennya maupun dengan dirinya sendiri.
Pertama-tama Perls menyatakan bahwa sasaran terapis adalah
kematangan klien dan pembongkaran "hambatan-hambatan yang mengurangi
kemampuan klien berdiri di atas kaki sendiri”. Tugas terapis adalah membantu
klien dalam melaksanakan peralihan dari dukungan eksternal kepada
dukungan internal dengan menentukan letak jalan buntu. Jalan buntu adalah
titik tempat individu menghindari mengalami perasaan - perasaan yang
mengancam karena dia merasa tidak nyaman. Jalan buntu adalah penolakan
terhadap langkah menghadapi diri sendiri dan terhadap perubahan. Orang-
orang sering mengungkapkan penolakan dengan mengatakan "Saya merasa
dihambat, sepertinya saya ini roda yang tidak berputar, tidak bisa bergerak ke
mana-mana" , "Saya tidak tahu harus pergi ke mana dari sini", "Saya tidak
bisa berbuat apa - apa", "Saya merasa terpaku" . Menurut Perls, orang-orang
"merasa terpaku" karena mereka menyimpang pengharapan-pengharapan
katastrofik. Mereka membayangkan bahwa sesuatu yang mengerikan akan
timbul. Fantasi - fantasi katastrofik menghambat mereka menjalani hidup
secara penuh dan akibat ketakutan-ketakutan yang tidak masuk akal, mereka
menolak mengambil risiko yang diperlukan untuk menjadi lebih matang.
Secara khas, pengharapan-pengharapan katastrofik mengambil bentuk
pernyataan- pernyataan seperti: "Jika saya memiliki cara tertentu, atau
memiliki perasaan-perasaan tertentu, maka saya tidak ingin dicintai, diterima,
atau disetujui. Saya akan menjadi tolol. Saya akan binasa. Saya merasa seperti
orang dungu, Saya akan terabaikan. "Pada jalan buntu, klien berusaha

11
mengelak dari lingkungannya dengan memainkan peran-peran palsu sebagai
orang yang lemah, tak berdaya, bodoh, dan tolol.
Tugas terapis adalah membantu klien untuk menembus jalan buntu
sehingga pertumbuhan bisa terjadi. Itu adalah suatu tugas yang sulit, sebab
klien pada titik jalan buntu percaya bahwa dirinya tidak memiliki kesempatan
mempertahankan kelangsungan hidup dan bahwa dia tidak ingin menemukan
cara-cara untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Terapis membantu
kliennya agar menyadari dan menambus jalan buntu dengan menghadirkan
situasi-situasi yang mendorong kliennya itu untuk mengalami keterpakuannya
secara penuh. Dengan mengalami keterpakuannya, klien mampu berhubungan
dengan frustrasi-frustrasinya. Perls yakin bahwa frustrasi-frustrasi itu perlu
bagi pertumbuhan, sebab tanpa frustrasi, orang tidak merasa perlu menggali
sumber-sumber dirinya dan menyadari bahwa dia bisa memanipulasi dirinya
sendiri sebaik manipulasi yang dilakukannya terhadap orang lain. Jika tidak
hati-hati, maka terapis pun akan tersedot ke dalam manipulasi-manipulasi
klien. Perls (1969) mengemukakan bahwa cara untuk menghindari manipulasi
yang mungkin dilakukan klien adalah membiarkan klien menemukan sendiri
potensi - potensinya yang hilang. Terapis Gestalt sering mengajukan
pertanyaan- pertanyaan seperti: Apa yang dikatakan oleh mata Anda? Jika
saat ini tangan Anda bisa bicara, apa yang akan dikatakannya? Klien boleh
jadi secara verbal menyatakan kemarahan dan sekaligus tersenyum. Atau bisa
jadi klien mengatakan, sambil tertawa, bahwa dirinya sedang sakit. Terapis
bisa meminta klien untuk mengakui bahwa tertawanya itu menutupi
kesakitannya, atau meminta klien untuk menyadari bahwa tertawa digunakan
sebagai topeng untuk menyembunyikan perasaan-perasaan marah dan sakit.
Perhatian terhadap pesan-pesan yang di sampaikan oleh klien secara
nonverbal akan sangat membantu, dan terapis perlu berfokus pada isyarat-
isyarat nonverbal.
Pengalaman klien dalam terapi

12
Perls (1969) mengungkapkan sikap skeptisnya tentang orang - orang
yang mendatangi terapi dan menunjukkan bahwa tidak begitu banyak orang
yang sungguh - sungguh bersedia bekerja keras guna mencapai perubahan.
Sebagaimana dikatakannya, "Siapa pun yang mendatangi terapis memiliki
sesuatu yang disembunyikannya. Saya bisa mengatakan bahwa sekitar
sembilan puluh persen mendatangi terapis bukan untuk menjadi sembuh,
melainkan untuk menjadi lebih menandai dalam neurosisnya. Jika mereka gila
kekuasaan, mereka ingin memperoleh kekuasaan lebih besar. Jika mereka
intelek, mereka ingin memiliki siasat lebih banyak. Jika mereka pengejek,
mereka ingin memilliki ketangkasan yang lebih tajam dalam mengejek, dan
sebagainya" (Perls, 1969). Salah satu tanggung jawab yang paling pertama
harus ditunaikan oleh klien adalah menetapkan apa yang diinginkan mereka
dari terapi. Jika klien menyatakan bahwa mereka bingung dan tidak tahu, atau
jika klien mengharapkan terapislah yang akan menetapkan tujuan-tujuan,
maka inilah tempat terapis untuk mulai bekerja. Terapis bersama klien bisa
mengeksplorasi penghindaran klien dari tanggung jawab ini. Orientasi umum
dari terapi Gestalt adalah pemikulan tanggung jawab yang lebih besar oleh
klien bagi mereka sendiri, bagi pikiran-pikiran, perasaan-perasaan, dan
tingkah laku mereka. Para klien dalam terapi Gestalt adalah partisipan-
partisipan aktif yang membuat penafsiran-penafsiran dan makna-maknanya
sendiri. Merekalah yang mencapai peningkatan kesadaran dan yang
menentukan apa yang akan dan tidak akan dilakukan dalam proses belajarnya.
Hubungan Antara Terapis dan Klien
Sebagai terapi eksistensial, praktek terapi Gestalt yang efektif
melibatkan hubungan pribadi ke pribadi antara terapis dan klien. Pengalaman-
pengalaman, kesadaran dan persepsi-persepsi terapis menjadi latar belakang,
sementara kesadaran dan reaksi-reaksi klien membentuk bagian muka proses
terapi. Yang penting adalah terapis secara aktif berbagi persepsi-persepsi dan
pengalaman-pengalaman saat sekarang ketika dia menghadapi klien di sini
dan sekarang. Terapis harus menghadapi klien dengan reaksi-reaksi yang jujur

13
dan langsung serta menantang manipulasi-manipulasi klien tanpa menolak
klien sebagai pribadi. Terapis bersama klien perlu mengeksplorasi ketakutan-
ketakutan, pengharapan-pengharapan katastrofik, penghambatan-
penghambatan, dan penolakan-penolakan klien. Perls (1969), Polster dan
Polster (1973), dan Kempler (1973) kesemuanya menekankan pentingnya
kepribadian terapis, tidak hanya teknik-teknik yang mereka miliki, sebagai
bahan vital dalam proses terapi. Perls (1969) menentang orang-orang yang
menggunakan teknik-teknik sebagai muslihat yang menghambat pertumbuhan
klien dan yang menjadi merk "terapi palsu". Kempler (1973) menyebut
hubungan yang aktual antara klien dan terapis sebagai inti dari proses
terapeutik. Ia menentang" penggunaan taktik-taktik yang bisa
menyembunyikan identitas nyata dari terapis di hadapan kliennya".

C. Penerapan: Teknik-teknik dan Prosedur Terapeutik


Teknik-teknik Terapi Gestalt
Telah disebutkan bahwa terapi Gestalt adalah lebih dari sekedar
sekumpulan teknik atau "permainan-permainan". Apabila interaksi pribadi
antara terapis dan klien merupakan inti dari proses terapeutik, teknik-teknik
bisa berguna sebagai alat untuk membantu klien guna memperoleh kesadaran
yang lebih penuh, mengalami konflik-konflik internal, menyelesaikan
inkonsistensi-inkonsistensi dan dikotomi-dikotomi, dan menembus jalan
buntu yang menghambat penyelesaian urusan yang tak selesai. Teknik-teknik
dalam terapi Gestalt digunakan sesuai dengan gaya pribadi terapis. Levitsky
dan Perls (1970) menyajikan suatu uraian ringkas tentang sejumlah permainan
yang bisa digunakan dalam terapi Gestalt, yang mencakup:
1. Permainan-permainan dialog
2. Membuat lingkaran
3. Urusan yang tak selesai
4. “saya memikul tanggung jawab”

14
5. “saya memiliki suatu rahasia”
6. Bermain proyeksi
7. Pembalikan
8. Irama kontak dan penarikan
9. “ulangan”
10. “melebih-lebihkan”
11. “bolehkah saya memberimu sebuah kalimat”
12. Permainan-permainan konseling perkawinan
13. “bisakah Anda tetap dengan perasaan ini?”

Pemainan dialog
Sebagaimana disebutkan di depan, salah satu tujuan dari terapi Gestalt
adalah mengusahakan fungsi yang terpadu dan penerimaan atas aspek-aspek
kepribadian yang dicoba dibuang atau diingkari. Terapis Gestalt menaruh
perhatian yang besar pada pemisahan dalam fungsi kepribadian. Yang paling
utama adalah pemisahan antara "top dog" dan "underdog". Terapi sering
difokuskan pada pertentangan antara top dog dan underdog itu. Top dog itu
mencakup adil, otoriter, moralistik, menuntut, berlaku sebagai majikan, dan
manipulatif. Ia adalah "orang tua yang kritis" yang mengusik dengan kata-kata
"harus" dan "sewajibnya" serta memanipulasi dengan ancaman-ancaman
bencana. Sedangkan underdog memanipulasi dengan memainkan peran
sebagai korban, defensif, membela diri, tak berdaya, lemah, dan tak
berkekuasaan. Ia adalah sisi pasif, tanpa tanggung jawab, dan ingin
dimaklumi. Top dog dan underdog terlibat dalam pertarungan yang tak
berkesudahan untuk memperoleh kendali. Pertarungan itu bisa beresolusi dan
membantu menerangkan, mengapa janji-janji sering tidak terlaksana dan
mengapa kelambanan menjadi menetap. Top dog menuntut seseorang untuk
begini dan begitu, sementara underdog dengan sikap menentang memainkan
peran sebagai anak yang bandel.

15
Sebagai akibat dari pertarungan untuk memperoleh kendali itu,
individu menjadi terpecah ke dalam situasi sebagai pengendali sekaligus
pernah sepenuhnya berakhir, sebab kedua sisi berjuang demi keberadaann
sebagai yang dikendalikan. Konflik antara dua sisi kepribadian yang
berlawanan itu berakar dari penggabungan pada introyeksi yang melibatkan
mekanisme aspek-aspek dari orang lain atau biasanya orang tua, ke dalam
sistem ego individu. Perls menunjukkan bahwa pengambilan nilai - nilai dan
sifat - sifat orang lain itu perlu. Akan tetapi, ada bahayanya apabila seseorang
menerima seluruh nilai orang lain secara tidak kritis yakni menyebabkan
orang itu sulit untuk menjadi pribadi yang otonom, yaitu suatu hal yang
esensial bahwa orang menyadari introyeksinya, terutama introyeksi beracun
yang dapat meracuni sistem dan menghambar integrasi kepribadian.
Teknik kursi kosong adalah suatu cara untuk mengajak klien agar
mengeksternalisasi introyeksinya. Dalam teknik ini, dua kursi diletakkan di
tengah ruangan. Terapis meminta klien untuk duduk di kursi yang satu dan
memainkan peran sebagai top dog, kemudian pindah ke kursi lain dan menjadi
underdog. Dialog bisa dilangsungkan di antara kedua sisi klien. Pada
dasarnya, teknik kursi kosong adalah suatu teknik permainan peran yang
semua perannya dimainkan oleh klien. Melalui teknik ini introyeksi-introyeksi
bisa dimunculkan ke permukaan dan klien bisa mengalami konflik lebih
penuh. Konflik bisa diselesaikan melalui penerimaan dan integrasi kedua sisi
kepribadian oleh klien. Teknik ini membantu klien agar bisa berhubungan
dengan perasaan atau sisi dari dirinya sendiri yang diingkarinya; klien
mengintensifkan dan mengalami secara penuh perasaan - perasaan yang
bertentangan, daripada hanya membicarakannya.
Selanjutnya, dengan membantu klien untuk menyadari bahwa perasaan
adalah bagian diri yang sangat nyata, teknik ini mencegah klien memisahkan
perasaan. Teknik ini juga bisa membantu klien untuk mengenali introyeksi-
introyeksi parental yang tidak menyenangkan. Contohnya, klien mungkin
berkata, " Itu kedengarannya mirip dengan apa yang dikatakan oleh ayah saya

16
terhadap saya! " Introyeksi-introyeksi parental dapat menyebabkan permainan
perintah-perintah orang tuanya yang digunakan untuk "menyiksa diri" terus
berlangsung selama klien mempertahankan perintah-perintah orang tuanya
yang digunakan untuk menghukum dan mengendalikan dirinya sendiri.
Dialog antara dua kecenderungan yang berlawaman memiliki sasaran
meningkatkan taraf integrasi polaritas-polaritas dan konflik-konflik yang ada
pada diri seseorang ke taraf yang lebih tinggi. Dengan sasaran itu, terapis
tidak bermaksud memisahkan klien dari sifat-sifat tertentu, tetapi mendorong
klien agar belajar menerima dan hidup dengan polaritas-polaritas.
Perls yakin bahwa pendekatan-pendekatan terapi lain terlalu
menitikberatkan perubahan. Ia menandaskan bahwa perubahan tidak bisa
dipaksakan dan bahwa melalui penerimaan atas polaritas-polaritas, integrasi
bisa terjadi serta klien akan menghentikan permainan menyiksa dirinya.
Terdapat banyak contoh konflik umum yang bisa digunakan pada permainan
dialog. Teknik permainan dialog dapat digunakan baik dalam konseling
individual maupun dalam konseling kelompok. Diantaranya yang terbukti
oleh penulis bisa digunakan adalah :
1. Sisi orang tua lawan sisi anak
2. Sisi yang bertanggung jawab lawan sisi yang impulsif
3. Sisi yang puritan lawan sisi yang sexy
4. "anak baik" lawan "anak nakal"
5. Diri yang agresif lawan diri yang pasif
6. Sisi yang otonom lawan sisi yang marah .

Berikut ini uraian salah satu contoh konflik umum antara top dog dan
underdog yang membantu klien menjadi lebih sadar atas pemisahan
internalnya dan atas sisi yang mungkin menjadi dominan. Klien yang dalam
kasus ini adalah seorang wanita, memainkan peranan orang yang malang,
lemah, tak berdaya, dan bergantung. Klien mengeluh bahwa dirinya malang,
benci dan dendam terhadap suaminya, tetapi dia juga takut bahwa jika

17
suaminya itu meninggalkan dirinya, dia akan mengalami disintegrasi. Klien
menggunakan suami sebagai dalih bagi ketidakmampuannya. Dia terus
menerus menempatkan dirinya di bawah dan selalu berkata "saya tidak bisa,"
"saya tidak tahu bagaimana," "saya tidak sanggup". Jika klien menetapkan
dirinya cukup malang untuk menginginkan perubahan gaya
kebergantungannya, klien diminta untuk duduk di sebuah kursi di tengah
ruangan menjadi underdog dan membesar-besarkan sisi dirinya ini.
Kemudian, jika klien menjadi muak terhadap sisi underdog - nya itu, klien
diminta untuk menjadi sisi yang lain - yakni sisi top dog yang memandang
rendah. Kemudian, klien diminta agar berpura-pura bahwa dia berkuasa, kuat,
dan mandiri serta bertindak seakan-akan kuat dan mandiri. Teknik semacam
ini sering bisa menggerakkan para klien ke arah seterusnya, yang acap kali
menghasilkan penemuan kembali aspek-aspek yang sungguh-sungguh
mengalami peran-peran yang mereka mainkan untuk diri yang otonom.

Berkeliling adalah suatu latihan terapi Gestalt di mana klien diminta untuk
berkeliling ke anggota - anggota kelompoknya dan berbicara atau melakukan
sesuatu dengan setiap anggota itu. Maksud teknik ini adalah untuk
menghadapi, memberanikan dan menyingkapkan diri, bereksperimen dengan
tingkah laku yang baru, serta tumbuh dan berubah.

Latihan " Saya bertanggung jawab atas ... "

Dalam latihan ini, terapis meminta untuk membuat suatu pernyataan


yang bertanggung jawab untuk itu. Contoh-contohnya adalah "Saya merasa
jenuh dan saya bertanggung jawab atas kejenuhan saya", “Saya merasa
terasing dan kesepian dan saya bertanggung jawab atas keterasingan saya itu",
"Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan sekarang, dan saya bertanggung
jawab atas ketidaktahuan saya itu". Teknik ini merupakan perluasan kontinum
kesadaran dan dirancang untuk membantu orang-orang agar mengakui dan
menerima perasaan-perasaannya, alih-alih memproyeksikan perasaan-

18
perasaannya itu kepada orang lain. Meskipun tampaknya mekanis, teknik ini
terbukti bisa sangat berguna.

" Saya memiliki suatu rahasia "

Teknik ini dimaksudkan untuk mengeksplorasi perasaan-perasaan


berdosa dan malu. Terapis meminta kepada para klien untuk berkhayal
tentang suatu rahasia pribadi yang terjaga dengan baik, membayangkan
bagaimana perasaan mereka dan bagaimana orang lain bereaksi jika mereka
membagi rahasia itu. Dalam setting kelompok, penulis meminta kepada para
partisipan untuk membayangkan diri mereka berdiri di hadapan sekelompok
orang dan membukakan aspek-aspek yang telah menguras banyak energi
untuk menyembunyikannya terhadap orang lain. Kemudian penulis meminta
kepada para partisipan untuk membayangkan, apa yang akan dikatakan oleh
setiap anggota kelompok itu ketika para partisipan membukakan rahasianya
kepada mereka. Teknik ini juga bisa digunakan sebagai metode pembentukan
kepercayaan dalam rangka mengeksplorasi mengapa para klien tidak
membukakan rahasianya dan mengeksplorasi ketakutan-ketakutan
menyampaikan hal-hal yang mereka anggap memalukan atau menimbulkan
mau rasa berdosa.

Bermain proyeksi

Dinamika proyeksi terdiri atas seseorang melihat pada orang lain hal-hal yang
justru ia tidak mau melihatnya dan menerimanya pada dirinya sendiri. Orang
bisa menguras banyak energi untuk mengingkari perasaan-perasaannya sendiri
dan untuk mengalihkan motif-motif dirinya pada orang lain. Sering kali
terutama dalam setting kelompok, pernyataan-pernyataan seseorang tentang
orang lain sebenarnya adalah proyeksi dari atribut-atribut yang dimilikinya.
Dalam permainan "bermain proyeksi", terapis meminta kepada klien yang
mengatakan "Saya tidak bisa mempercayaimu" untuk memainkan peran
sebagai orang yang tidak bisa menaruh kepercayaan guna menyingkapkan

19
sejauh mana ketidakpercayaan itu menjadi konflik dalam dirinya. Dengan
perkataan lain, terapis meminta klien untuk "mencobakan" pernyataan
pernyataan tertentu yang ditujukan kepada orang lain dalam kelompok.

Teknik pembalikan

Gejala - gejala dan tingkah laku tertentu seringkali merepresentasikan


nembalikan impuls - impuls yang mendasari atau yang laten. Jadi, terapis bisa
meminta klien yang mengaku menderita inhibisi-inhibisi yang kuat dan malu
yang berlebihan agar memainkan peran sebagai seorang yang “teramat sopan”
di dalam salah satu kelompok. Terapis meminta kepada klien untuk
membalikkan gayanya yang khas dan untuk menjadi segenit-genitnya.
Pembalikan berlangsung dengan baik, dengan segera klien memainkan bagian
dirinya dengan senang, dan kemudian dia mampu mengakui dan menerima
"sisi genit"-nya maupun "sisi nyonya yang sopan" dengan baik. Teori yang
melandasi teknik pembalikan adalah teori bahwa klien terjun ke dalam sesuatu
yang ditakutinya karena dianggap bisa menimbulkan kecemasan, dan menjalin
hubungan dengan bagian-bagian diri yang telah ditekan atau diingkarinya.
Oleh karena itu, teknik ini bisa membantu para klien untuk mulai menerima
atribut-atribut pribadinya yang telah dicoba diingkarinya dan lambat laun
mampu mengintegrasikan sisi tersebut ke dalam kepribadiannya.

Permainan ulangan

Menurut Perls, banyak pemikiran kita yang merupakan pengulangan.


Dalam fantasi, kita mengulang-ulang peran yang kita anggap masyarakat
mengharapkan kita memainkannya. Ketika tiba saat menampilkannya, kita
memainkan peran kita itu dengan baik. Pengulangan internal seringkali akan
mengalami kecemasan, yakni kita takut tidak mampu banyak energi serta
sering menghambat spontanitas dan kesediaan kita untuk bereksperimen
dengan tingkah laku baru. Para anggota kelompok terapi melakukan
permainan berbagi pengulangan satu sama lain dalam upaya meningkatkan

20
kesadaran atas pengulangan-pengulangan yang dilakukan oleh mereka dalam
memenuhi tuntutan memainkan peran-peran sosial. Mereka menjadi lebih
sadar betapa mereka seberapa besar derajat keinginan mereka untuk disetujui,
diterima, dan selalu mencoba memenuhi pengharapan-pengharapan orang
lain, sadar atas disukai, serta sejauh mana mereka berusaha memperoleh
penerimaan.

Permainan melebih - lebihkan

Permainan ini berhubungan dengan konsep peningkatan kesadaran atas


tanda-tanda dan isyarat-isyarat halus yang dikirimkan oleh seseorang melalui
bahasa tubuh. Gerakan-gerakan, sikap-sikap badan, dan mimik muka bisa
mengomunikasikan makna - makna yang penting, begitu pula isyarat-isyarat
yang tidak lengkap. Klien diminta untuk melebih-lebihkan gerakan- gerakan
atau mimik muka secara berulang-ulang, yang biasanya mengintensifkan
perasaan yang berpaut pada tingkah laku dan membuat makna bagian dalam
menjadi lebih jelas. Tingkah laku yang bisa digunakan dalam permainan
melebih-lebihkan itu misalnya adalah tersenyum sambil mengungkapkan
kesakitan atau perasaan yang negatif, gemetar (menggoyangkan tangan dan
kaki), duduk lunglai dan menurunkan pundak, mengepalkan tinju,
mengerutkan dahi, menyeringa dan menyilangkan tangan. Jika klien
melaporkan bahwa kedua kakinya gemetar, misalnya, terapis bisa meminta
kepada klien untuk berdiri dan melebih-lebihkan getarannya. Kemudian
terapis bisa meminta klien untuk mengungkapkan arti getaran kakinya itu
dengan kata-kata. Sebagai variasi dari bahasa tubuh, tingkah laku verbal juga
bisa digunakan dalam permainan melebih-lebihkan. Terapis bisa meminta
klien agar mengulangi pernyataan yang telah dicoba dibelokkannya dan setiap
mengulang pernyataan itu diucapkan lebih keras. Teknik ini sering membawa
hasil bahwa klien mulai sungguh-sungguh mendengar dan didengar dirinya
sendiri.

21
Tetap dengan perasaan
Teknik ini bisa digunakan pada saat klien menunjuk perasaan atau
suasana hati yang tidak menyenangkan yang ia sangat ingin menghindarinya.
Kebanyakan klien ingin melarikan diri dari stimulus yang menakutkan dan
menghindari perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan. Terapis bisa
meminta klien untuk bertahan dengan ketakutan atau kesakitan apapun yang
dialaminya sekarang dan mendorong klien untuk menyelam lebih dalam ke
dalam perasaan dan tingkah laku yang ingin dihindarinya. Menghadapi,
mengonfrontasi, dan mengalami perasaan-perasaan tidak hanya membutuhkan
keberanian, tetapi juga membutuhkan kesediaan untuk bertahan dalam
kesakitan yang diperlukan guna membuka dan membuat jalan menuju taraf-
taraf pertumbuhan yang lebih baru.

Pendekatan Gestalt terhadap kerja mimpi


Dalam psikoanalisis, mimpi-mimpi ditafsirkan, pemahaman
intelektual ditekan, dan asosiasi bebas digunakan sebagai satu metode untuk
mengeksplorasi makna-makna yang tidak disadari dari mimpi-mimpi. Terapi
Gestalt tidak menafsirkan dan menganalisis mimpi, membawa kembali mimpi
pada kehidupan, menciptakan kembali mimpi, dan menghidupkan kembali
mimpi seakan-akan mimpi itu berlangsung sekarang. Mimpi tidak dibicarakan
sebagai suatu kejadian yang telah berlalu, tetapi sebagai sesuatu yang terjadi
sekarang, dan pemimpi menjadi bagian dari mimpi yang dialaminya. Yang
dianjurkan dalam penanganan mimpi-mimpi adalah membuat daftar dari
segenap rincian mimpi, mengingat orang-orang, kejadian, dan suasana hati
dalam mimpi, dan kemudian menjadi bagian dari mimpi dengan jalan
mentransformasikan diri, bertindak sepenuh mungkin, dan menciptakan
dialog, karena setiap bagian mimpi itu dianggap merupakan proyeksi dan diri,
maka klien membuat skenario untuk pertemuan-pertemuan diantar berbagai
karakter atau bagian, segenap bagian mimpi yang berbeda mengungkapkan
sisi-sisi yang kontradiktiori dan tidak konsisten. Jadi, dengan melibatkan diri

22
pada dialog antara sisi-sisi yang berlawanan itu, orang lambat laun menjadi
lebih sadar atas jangkauan perasaan-perasaannya sendiri. Konsep tentang
proyeksi adalah dominan dalam teori Perls tentang formasi mimpi. Menurut
Perls, setiap orang dan setiap objek yang ada dalam mimpi merepresentasikan
aspek yang diproyeksikan oleh pemimpi. Perls (1969) mengemukakan bahwa
"kita bertolak dari asumsi yang mustahil bahwa apapun yang kita yakini kita
lihat dalam diri lain atau dalam dunia adalah tidak lain suatu proyeksi". Perls
percaya bahwa pengakuan terhadap arti-arti dan pemahaman terhadap
proyeksi - proyeksi berjalan seiring. Oleh karena itu, Perls tidak menafsirkan
mimpi-mimpi, tidak memainkan permainan-permainan teka-teki intelektual
juga tidak menceritakan kepada klien makna mimpi-mimpinya, tetapi
mendorong klien untuk memikul tanggung jawab atas mimpinya, membawa
kembali mimpi ke dalam kehidupan saat sekarang, dan menghidupkan mimpi
seakan-akan mimpi itu berlangsung sekarang. Klien menjadi setiap aspek dari
mimpi dengan melakonkan kembali segenap rincian mimpinya. Klien tidak
memikirkan atau menganalisis mimpi, tetapi menuliskan skenario dan
memerankan dialog di antara berbagai bagian dari mimpi. Karena bisa
memerankan perjuangan di antara sisi-sisi yang bertentangan, maka klien
lambat laun bisa menghargai dan menerima perbedaan-perbedaan yang ada
dalam dirinya serta bisa memadukan kekuatan-kekuatan yang bertentangan.
Sementara Freud menyebut mimpi sebagai jalan istimewa menuju
ketaksadaran, Perls percaya bahwa mimpi itu adalah "jalan istimewa menuju
integrasi" (Perls, 1969). Menurut Perls (1969), mimpi adalah ungkapan yang
paling spontan dari keberadaan manusia. Mimpi merepresentasikan situasi
yang tidak tuntas. tetapi lebih dari sekadar suatu situasi yang tidak tuntas atau
hasrat yang tidak terpenuhi. Setiap mimpi mengandung pesan eksistensial
tentang diri seseorang dan perjuangan yang dialaminya sekarang. Segala hal
bisa ditemukan dalam mimpi-mimpi jika segenap bagian dari mimpi-mimpi
itu dipahami dan diasimilasi. Masing-masing bagian dari kerja menangani
mimpi mengarahkan kepada suatu asimilasi. Perls menandakan bahwa jika

23
mimpi-mimpi itu ditangani secara layak, maka pesan eksistensial yang
dikandungnya akan menjadi lebih jelas. Menurut Perls, mimpi-mimpi itu
bertindak sebagai jalan yang baik sekali guna mengetahui kehampaan
kepribadian dengan membukakan bagian-bagian yang hilang dan metode-
metode klien untuk menghindar. Orang-orang yang tidak bersedia mengingat
mimpi-mimpinya berarti menolak untuk menghadapi apa yang keliru dalam
hidupnya. Yang paling akhir adalah terapis Gestalt meminta klien untuk
berbicara terhadap mimpi-mimpinya sendiri. Pembahasan ringkas tentang
kerja menangani mimpi ini dimaksudkan. untuk memperkenalkan pembaca
kepada cara umum di mana mimpi-mimpi merupakan teknik yang berguna
dalam terapi Gestalt. Kepada pembaca yang berminat memperdalam
penanganan mimpi ini, penulis menganjurkan untuk membaca buku Downing
dan Marmorstein yang berjudul Dreams and Nightmares, yang merupakan
karya yang paling rinci dalam membahas pendekatan Gestalt terhadap mimpi-
mimpi.

Penerapan dalam Terapi Individual dan Kelompok


Terapi Gestalt bisa diterapkan dengan berbagai cara, baik dalam
setting individual maupun dalam setting kelompok. Dalam konseling, terapi
Gestalt bisa diterapkan dalam gaya Gestalt terbatas di mana interaksi klien
dengan terapis bertaraf minimal. Klien menerjemahkan pengalaman segeranya
ke dalam situasi permainan peran di mana klien mempersonifikasi segenap
aspek kesadarannya. Dalam bentuknya yang murni ini, reaksi-reaksi klien
terhadap terapis menjadi bagian dari proyeksi-proyeksi fantasi klien. Terapi
individual bisa juga dilaksanakan dalam bentuk yang kurang murni, yang
ditandai oleh dialog antara klien dan terapis. Terapis bisa menyarankan
percobaan-percobaan guna membantu klien dalam memperoleh fokus yang
lebih tajam kepada apa yang dilakukannya sekarang. Akan tetapi, terapis juga
membawa reaksi-reaksinya ke dalam dialog, dan lebih dari sekadar pengarah
terapi individual. Polster (1973) mengimbau terapis agar aktif, membuka diri,

24
dan melibatkan pendeka Kempler (1973), yang merupakan tokoh-tokoh utama
dalam terapi Cesta yang manusiawi. Kempler (1973) mendesakkan
"pengungkapan pribadi secara penuh dari terapis selama pertemuan terapi:
Tanggung jawab terapis adalah menghidupkan terapi, bukan hanya
berkhotbah dengan menafsirkan tingkah laku orang lain". Kempler
menyatakan bahwa terapis mengungkapkan segenap yang dipikirkan atau
dirasakannya “yang dianggapnya bisa mengurangi kemampuan berpartisipasi
jika dipertahankan”. Kempler menganjurkan agar terapis menunjukkan
tingkah lakunya yang luas selam pertemuan terapi. Terapis boleh
menganjurkan, berteriak, menangis, berbicara tentang diri sendiri,
mengeksplorasi kebingungannya sendiri, atau menegur klien. Menurut
Kempler, "tidak ada tingkah laku yang menjad milik yang ekslusif dari klien.
Jika proses hubungan klien-terapis bisa terus berlangsung, maka hal itu
banyak bergantung pada partisipasi penuh dan terapis maupun pada
tuntutannya kepada kliennya untuk menunjukkan komitmen yang penuh.
Kempler percaya bahwa terapi individual yang berhasil adalah hasil
partisipasi bersama dari dua manusia. Terapis harus berbuat lebih dari sekadar
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, membuat penafsiran-penafsiran, dan
memberikan saran-saran. Proses yang berlawanan yang ada dalam diri terapis
sendiri adalah bagian yang vital dan proses terapi. Dalam setting kelompok
pun praktek terapi Gestalt bisa mengambil bentuk murni atau sebagai
alternatif, mendorong para anggota untuk secara spontan terlibat dalam
interaksi satu sama lain. Perls menangani kelompok dengan cara yang murni.
Kontaknya difokuskan kepada klien tunggal pada suatu saat, dan ia
mengalihkan perhatian klien dari kelompok kepada reaksi-reaksi internal klien
itu sendiri. Pada dasarnya, melalui cara terapis dan klien bekerja bersama, dan
para anggota lain bertindak sebaga pengamat. Jika seorang klien telah selesai
bekerja, maka terapis biasanya meminta kepada para anggota untuk
memberikan umpan balik atau menghubungkan apa yang timbul dengan
pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Dalam terapi Gestalt kelompok

25
model ini, seorang anggota kelompok menjadi sukarelawan dan diminta untuk
bekerja sama dengan terapis. Si sukarelawan dipersilakan duduk dan berfokus
sebanyak mungkin pada kesadaran dari saat-saatnya disini-dan-sekarang.
Berbagai bentuk teknik Gestalt yang telah diuraikan di muka mendorong
intensifikasi pengalaman klien. Pertukaran langsung dan spontan antara para
anggota dan klien yang duduk sebagai sukarelawan tidak ada. Pada waktu-
waktu tertentu terapis bisa memanggil para anggota lain meskipun hal itu
dilakukan dengan sasaran melanjutkan kerja terapis dengan si anggota
sukarelawan. Sebagaimana terapi individual, terapi kelompok bisa
dipraktekkan dalam konteks Gestalt, tetapi kurang murni. Kebebasan yang
lebih besar bisa diberikan. Para anggota kelompok bisa memiliki kebebasan
yang lebih besar untuk berinteraksi secara spontan, dan terapis bisa
merangsang interaksi antar anggota. Variabel yang penting adalah
menetapkan apakah intervensi akan membantu ataukah mengacaukan.
Beberapa interaksi anggota menyimpang dari kualitas kerja terapi serta
memencarkan energi kelompok. Pendek kata, sebagaimana ditunjukkan oleh
Kempler (1973), terapi Gestalt lebih banyak diidentifikasi oleh siapa dia
daripada oleh apa yang dilakukannya. Oleh karena itu, terapis bekerja
menangani klien individual ataupun kelompok, memiliki keleluasaan untuk
menggunakan teknik-teknik psikoterapi dengan jangkauan yang lebih luas
daripada yang secara orisinil dikembangkan oleh Perls di bengkel kerjanya.
Pola kerja "hot seat" Perls sesuai dengan gaya dan kebutuhan-kebutuhannya.
Menurut Kempler (1973), pola itu menempatkan Perls pada posisi top dog.
Kempler menyatakan bahwa Perls adalah pribadinya sendiri dan
mengembangkan suatu gaya yang unik yang tidak bisa ditiru secara mekanis
dengan hasil yang efektif. Fritz mengikuti dirinya sendiri adalah esensi dari
dirinya dan diharapkan pula bahwa hal itu akan menjadi inti dari Gerakan
Gestalt (Kempler). Jadi, praktek terapi Gestalt bisa memikul dimensi-dimensi
yang luwes, sehingga diharapkan terapis akan mengembangkan gaya

26
kepemimpinan yang konsisten dengan kepribadiannya sendiri dan tidak jatuh
ke dalam perangkap dari sekadar meniru Fritz Perls.

Teknik-teknik terapi Gestalt adalah :

1. Waktu.
2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan penerapan yang pantas
dan yang ditangani
3. Setting yang dihadapi.

Shepherd ( 1970 ) menghubungkan din dengan faktor-faktor tersebut


dan menggarisbawahi soal-soal direfleksikannya yang pada umumnya , terapi
Gestalt paling efektif menangani individu-individu yang disosialisasi secara
berlebihan, terhambat, dan mengerut yang sering dijabarkan sebagai neurotik,
fobik, perfeksionistik, tidak efektif, depresif, dan sebagainya yang fungsi
psikologisnya terbatas atau tidak konsisten, terutama ditandai oleh restriksi-
restriksi internalnya, dan yang kesenangan hidupnya minimal. Sebagian besar
upaya terapi Gestalt karenanya diarahkan kepada orang-orang dengan ciri-ciri
tersebut (Shepherd, 1970). Menurut Shepherd (1970), teknik-teknik terapi
Gestalt, terutama teknik-teknik konfrontif dan melakonkan kembali, tidak
cocok untuk digunakan dalam penanganan klien yang psikotik. Ia
menunjukkan bahwa para klien yang mengalami gangguan kepribadian yang
lebih berat membutuhkan dukungan yang kuat sebelum mereka bisa
menanggung pengalaman menghidupkan kembali kemarahan, kesakitan, dan
keputusasaan yang meluap-luap yang menandai proses-proses psikotik.
Daripada melibatkan klien ke dalam permainan peran yang melepaskan
perasaan-perasaan yang intens, akan sangat membantu jika menggunakan
teknik-teknik guna menunjang pemulihan kebebasan klien untuk
menggunakan mata, tangan telinga, tubuh, secara umum untuk meningkatkan
kesanggupan-kesanggupan sensoris, perseptual, dan motorik menuju

27
kemampuan-kemampuan mendukung diri sendiri dan mengatasi
lingkungannya (Shepherd, 1970).

Penerapan di Sekolah : Proses Belajar - Mengajar


Metodologi Gestalt memiliki penerapan langsung bagi kerja
menangani anak-anak dan para remaja di sekolah. Buku Janet Lederman yang
mengharukan, yang berjudul Anger and the Rocking Chair, berisi uraian
dramatis tentang adaptasinya atas metode-metode Gestalt bagi kerjanya
menangani anak-anak yang memiliki masalah-masalah emosional dan tingkah
laku di ruangan-ruangan kelas pendidikan khusus. Lederman dengan jelas
menjabarkan perasaan-perasaan ketidakberdayaan dan apati yang sering
dialami, baik oleh anak-anak maupun oleh para orang tua. Lederman
menerapkan konsep-konsep terapi Gestalt dalam mengonfrontasikan anak-
anak dengan cara-cara mereka menghindari penggunaan kekuatan pribadinya
dan menuntut ia berdasarkan kepribadiannya sendiri dan hubungannya yang
sungguh-sungguh dengan anak-anak, agar anak-anak itu menerima tanggung
jawab atas apa yang dilakukan oleh mereka. la menghadapi anak-anak yang
diliputi kebencian dan kemarahan, perasaan tidak berdaya dan memandang
diri sendiri sebagai manusia yang gagal. la menerima dan mengakui kenyataan
dari perasaan-perasaan tersebut dan ia tidak berpretensi untuk
mengesampingkan kemarahan dan perlawanan anak-anak itu. Para guru secara
khas takut pada emosi-emosi eksplosif para siswanya serta umumnya
mengabaikan kenyataan emosi-emosi semacam itu. Alih-alih, para guru
cenderung mendorang para siswa untuk menekan agresivitas dan perasaan-
perasaan marah serta tingkah laku lainnya. Mereka menuntut agar para siswa
berpikir secara beradab, merasa secara beradab, dan bertindak secara beradab.
Oleh karena itu, mereka mengabaikan keberadaan dan dunia para siswanya.
Begitu sering para guru percaya bahwa sebelum perasaan-perasaan "negatif "
ditekan, maka kekacauan akan selalu terjadi di ruangan kelas.

28
Sebaliknya, Lederman tidak hanya mengakui emosi-emosi yang kuat,
tetapi juga mendorong pengungkapan perasaan-perasaan dan sekaligus
konsekuensi-konsekuensi dari tingkah laku mereka sendiri. Kekacauan tidak
menuntut agar para siswa memikul tanggung jawab atas konsekuensi-
konsekuensi dari tingkah laku mereka sendiri. Kekacauan tidak timbul di
ruangan kelas yang ditangani oleh Lederman. Kadang-kadang keras dan
menuntut, tetapi di lain waktu ia lembut. Akan tetapi, ia selalu bekerja dengan
tujuan para siswa memperoleh pemahaman tentang diri sendiri. Singkatnya,
Lederman mengetahui benar bahwa para siswa tidak akan mempelajari
pelajaran sebelum mereka menangani secara efektif kekacauan emosi yang
menghambat konsentrasi pada tugas-tugas belajar. Brown (1971) telah
mengembangkan pendekatan humanistik terhadap proses belajar-mengajar
berlandaskan teknik-teknik kesadaran Gestalt yang para bisa diterapkan, baik
pada para siswa sekolah dasar maupun pada para siswa sekolah menengah.
Bengkel-bengkel kerja yang ditangani oleh staf Ford-Esalen diarahkan pada
pelayanan pendidikan guru untuk membantu para guru belajar bagaimana
mengintegrasikan minat-minat utama para siswa dengan pelajaran. Tujuannya
bukanlah menyingkirkan kurikulum konvensional, melainkan menunjukkan
kemungkinan-kemungkinan menerapkan kurikulum konvensional ke dalam
kehidupan para siswa. Penekanan diberikan tidak hanya pada perasaan-
perasaan para siswa, tetapi juga pada pengintegrasian aspek-aspek kognitif
dan afektif dari belajar. Cara-cara belajar yang menjadi alternatif, yang
memasukkan perasaan perasaan, ambisi-ambisi, tujuan-tujuan, nilai-nilai,
sikap-sikap, dan ruang hidup siswa adalah fokus pendidikan yang konfluen.
Dalam bukunya yang berjudul Human Teaching for Human Learning,
Brown menguraikan berbagai teknik afektif Gestalt yang baik untuk
digunakan di dalam ruangan kelas, yang mencakup kelompok-kelompok
dalam dan luar yang dirancang untuk membantu individu-individu tinggal
pada saat sekarang. Kelompok-kelompok fantasi dan latihan-latihan fantasi,
latihan-latihan agresi, penyentuhan, teknik teater improvisasional, perjalanan-

29
perjalanan tubuh fantasi , peta-peta kehidupan pribadi, perjalanan bersama ,
pencerminan permainan-permainan proyeksi Gestalt , berkeliling bersama ,
fantasi hewan, teknik - teknik kepercayaan dan kontak Gestalt , teknik-teknik
guru-siswa Gestalt, permainan-permainan imajinasi, teknik-teknik kesadaran
peran gun Gestalt, teknik-teknik tanggung jawab Gestalt, dan banyak teknik
kesadaran Gestalt verbal dan nonverbal lainnya yang bisa diterapkan pada
sekolah dasar hingga sekolah menengah . Brown menguraikan cara - cara
yang spesifik dari pelaksanaan teknik-teknik tersebut pada semua tingkat
pendidikan. Ia melaporkan bahwa penggunaan teknik - teknik belajar afektif
yang diintegrasikan dengan bahan kognitif menghasilkan belajar yang lebih
baik mengenai bahan kognitif, peningkatan motivasi, penghargaan yang lebih
besar terhadap diri, orang lain dan alam, dan peningkatan tanggung jawab
siswa. Kesimpulannya, Brown telah memperlihatkan suatu cara penerapan
pendekatan Gestalt pada situasi belajar - rnengajar yang menghasilkan
perubahan-perubahan tingkah laku yang positif pada para siswa dan
menunjukkan bahwa penerapan pendekatan Gestalt itu tidak hanya membuat
para siswa menjadi lebih baik, tetapi juga membantu mereka dalam
memperluas hubungan antarmanusianya.

30
BAB III
KESIMPULAN

Terapi Gestalt adalah suatu terapi yang eksistensial yang menekankan kesadaran
disini dan sekarang. Konsep-konsep utamanya mencakup penerimaan tanggung
jawaab pribadi, hidup pada saat sekarang, pengalaman langsung, penghindaran diri,
urusan yang tidak sesuai dan penembusan jalan buntu.

Sasaran terapeutik utamanya adalah menantang klien untuk beralih dari dukungan
lingkungan kepada dukungan sendiri. Dalam pendekatan ini, terapis membantu klien
agar mengalami penuh segenap perasaannya dan supaya klien mampu membuat
penafsiran-penafsiran sendiri. Serta terapis lebih memusatkan perhatian pada
bagaimana klien bertindak.

Salah satu kelebihan terapi Gestalt adalah pengalaman-pengalaman masa lampau


klien yang relevan dibawa ke saat sekarang, sehingga hasilnya jauh lebih baik
disbanding dengan hanya membicarakan keterangan histiris klien secara abstrak.
Akan tetapi, terapi Gestalt cenderung anti-intelektual dalam arti kurang
memperhitungkan factor-faktor kognitif.

31
Daftar Pustaka

Abdurrahman. Teori Belajar Aliran Psikologi Gestalt Serta Implikasinya


Dalam Proses Belajar dan Pembelajaran. Universitas Islam Negeri
Sumatera Utara
Corey, Gerald. 2013. Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung:
PT Refika Aditama.
Hidayati, Titin Nur. 2011. Implementasi Teori Belajar Gestalt pada Proses
Pembelajaran. Jurnal Falasifa, Vol. 2 (1)
Nilawanti, Lala. 2021. Teori Gestalt. GramediaBlog

32

Anda mungkin juga menyukai