Anda di halaman 1dari 17

Tugas : Kepemimpinan Dan Manajemen Dalam Keperawatan

“ GAYA KEPEMIMPINAN”

Oleh :
KELOMPOK 1

Tommy Wowor (201901013)


Tri Yani Sonoto (201901014)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM MAGISTER

PEMINATAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SINT CAROLUS

JAKARTA

2020
MACAM-MACAM GAYA KEPEMIMPINAN

A. Pengertian Gaya Kepemimpinan


Gaya atau tipe kepemimpinan adalah ciri yang dimiliki oleh seseorang dalam
menjalankan tugas dan peran sebagai seorang pemimpin dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Ada beberapa hal yang ditekankan pada tipe kepemimpinan
salah satunya yaitu menenkankan pada perilaku pemimpin terhadap anggota yang
dihubungkan dengan kematangan dan kesiapan bawahan (Simamora,2012). Ada
empat jenis kematangan bawahan menurut Hersey dan Blancard dikutip dalam
Simamora (2012) yaitu : orang yang tidak mampu dan mau/tidak yakin, orang
yang tidak mampu tetapi mau, orang yang mampu tetapi tidak mau, orang yang
mampu dan mau/yakin.
Ada beberapa pendekatan yang mempengaruhi terbentuknya tipe
kepemimpinan diantaranya yaitu :
1. Pendekatan dari sisi kecerdasan emosional : dalam hal ini pemimpin
dilihat dari segi kecerdasan emosionalnya. Agar dapat menghadapi situasi
yang berbeda secara efektif, pemimpin harus melengkapi gaya
kepemimpinannya (Simamora, 2012).
2. Pendekatan dari sisi nyali : seorang pemimpin harus memiliki nyali atas
apa yang diyakini dalam memutuskan dan bertindak terhadap sesuatu.
Setiap pemimpin tidak boleh terjebak dalam keraguan dan harus bersikap
terbuka untuk kebaikan bersama (Simamora, 2012).
3. Pendekatan dari sisi kematangan karakter. Ada lima tingkatan model
kepemimpinan yaitu pada tingkat I: membangun produktivitas kerja yang
tingggi melalui pengetahuan, keterampilan, bakat dan motivasi kerja yang
tinggi. Pada tingkat II: mampu bekerja sama dengan orang lain dalam
sebuah kelompok kerja. Tingkat III : mampu memimpin sebuah tim,
mendefiniskan sasaran dengan jelas. Tingkat IV : mampu membangun visi
kedepan, baik dan jelas, pemimpin yang efektif. Tingkat V : dengan sikap
rendah hati dan profesionalisme yang tinggi untuk membangun
keberhasilan yang luar biasa (Collins dikutip dalam Simamora,2012).
4. Pendekatan kepemimpinan dari sisi kompetensi: dalam hal ini pemimpin
harus memiliki empat hal yaitu kemampuan atau kapabilitas personal,
berfokus pada hasil, memimpin perubahan organisasi, dan keterampilan
antara manusia dan interpersonal (Simamora, 2012).
5. Pendekatan kepemimpinan berdasarkan prinsip : perlu dipahami
bagaimana pemimpin memahami sebuah prinsip. Pemimpin yang efektif
adalah pemimpin yang mampu menjadi pengikut yang efektif (Simamora,
2012).
B. Macam-Macam Gaya Kepemimpinan
Tipe kepemimpinan dapat diidentifikasi berdasarkan prilaku pemimpin itu
sendiri (Gillies, 1970 dikutip dalam Nursalam, 2011). Pengalaman bertahun-
tahun dalam kehidupan dapat mempengaruhi prilaku seseorang sehingga gaya
kepemimpinan seseorang dapat dipengaruhi oleh kepribadiannya sendiri. Tipe
kepemimpinan berbeda-beda dan sangat bervariasi, berikut ini beberapa tipe
kepribadian menurut para ahli:
1. Gaya Kepemimpinan dapat dibagi menurut tiga teori berikut :
(Mugianti, 2016)
1) Teori Bakat
Teori bakat dikenal dengan "Great Mon Theory. Teori bakat muncul
karena adanya keyakinan bahwa kemampuan memimpin hanya dimiliki oleh
orang yang dilahirkan dengan hakat tersebut. Teori ini tidak sepenuhnya benar
sebab setiap orang bisa menjadi pemimpin, dan mengembangkan pengetahuan
dan ketrampilan kepemimpinannya.
2) Teori Perilaku (McEachen & Keogh, 2018)
1) Otoriter
Gaya manajemen otoriter adalah gaya di mana Manajer Perawat membuat
semua keputusan dan menciptakan semua kebijakan dengan sedikit, jika
ada, masukan atau umpan balik dari staf. Manajer Perawat mendiktekan
siapa yang akan mengerjakan tugas dan bagaimana pekerjaan akan
dilakukan. Staf diberi penguatan negatif jika aturan tidak dipatuhi, dan
sangat sedikit penguatan positif jika aturan ditaati. Manajer perawat yang
tidak aman, dan kurang memercayai staf untuk melakukan tugas-tugas
mereka, sering kali mengadopsi gaya manajemen otoriter Karen wat rasa
aman dan kontrol terhadap staf.
Gaya manajemen otoriter berhasil baik dalam situasi yang kacau ketika
banyak tugas harus dilakukan dengna cepat, seperti ketika seorang pasien
terkena serangan jantung, karena satu orang memberikan banyak arahan.
Gaya manajemen otoriter berhasil baik pada para karyawan yang sedang
dilatih atau yang belum mencapai kecakapan yang memungkinkan mereka
untuk bekeria di bawah pengawasan umum. Namun demikian, gaya
manajemen otoriter memiliki kelemahan serius tidak seorang pun suka
diawasi sampai ke hal-hal mendetail (mikromanaiemen). Mikro manajemen
terjadi ketika manajer tidak mengakui kemampuan karyawan untuk
melakukan sebuah tugas tanpa supervisi. Sekali seseorang
dilatih untuk melakukan suatu tugas, dia diharapkan tidak diberi tahu lagi
cara untuk melakukan tugas tersebut, atau dalam beberapa kasus, kapan
untuk mengerjakannya. Misalnya, seorang perawat berharap ditugasi
Manajer Perawat untuk merawat pasien. Namun, perawat sering kali
marah ketika diberi tahu kapan membaca order dokter dan bagaimana
caranya menyiapkan medikasi.
2) Demokratis
Gaya manajemen demokratis mendorong partisipasi staf dalam
perencanaan dan pengambilan keputusan, namun tidak memberikan
mereka tanggung jawab untuk membuat keputusan akhir dan menetapkan
rencana. Untuk mengadopsi gaya manajemen demokratis, Manajer
Perawat harus mempunyai keterampilan komunikasi yang baik dan
percaya bahwa staf selalu berusaha keras untuk melakukan pekerjaan
mereka dengan baik. Manajer Perawat memberikan supervisi umum dan
mendorong staf untuk mengambil tanggung jawab terhadap pekerjaan
mereka sendiri dengan memberikan umpan balik positif.
Gaya manajemen demokratis bekerja baik pada staf terlatih. Gaya
manajemen ini kurang berhasil pada karyawan yang belum cakap yang
memungkinkan mereka bekerja di bawah supervisi umum.
3) Laissez-faire
Gaya manajemen laissez-faire adalah gaya manajemen di mana Manajer
Perawat memberikan sedikit petunjuk kepada staf dan tidak menekankan
pentingnya mengikuti kebijakan serta prosedur. Manajer Perawat jarang
membuat keputusan, dan menerima status quo, alih-alih berinovasi untuk
meningkatkan perawatan pasien Manajer Perawat yang mengadopsi gaya
manajemen ini biasanya menghindari kontak personal dengan staf, dan
berkomunikasi dengan mereka menggunakan memo atau e-mail. Staf
jarang diberi umpan balik positif oleh Manajer Perawat.
Gaya manajemen laissez-faire sering diadopsi oleh Manajer
Perawat baru atau Manajer Perawat yang hampir pensiun. Manajer
Perawat baru sering tidak ingin membuat perubahan, takut perubahan itu
merusak kerja departemen yang sudah lancar. Atau, Manajer Perawat baru
mungkin tidak dipersiapkan dengan baik untuk melakukan pengelolaan.
Para perawat yang memperlihatkan kecakapan luar biasa dalam merawat
pasien sering dipromosikan ke posisi manajemen, namun menjadi perawat
yang baik tidak harus diterjemahkan sebagai manajer yang baik. Manaier
Perawat baru memerlukan pelatihan dan mentor untuk membuat transisi.
Manajer Perawat yang hampir pensiun terkadang merasa bahwa tidak ada
kebutuhan atau alasan untuk mengubah departemen karena departemen
akan diubah lagi saat dia pensiun.
Gaya manajemen laissez-faire berfungsi dengan baik untuk jangka pendek
jika staf berpengalaman dalam menangani operasi harian departemen.
Akan tetapi, Manajer Perawat harus menjadi lebih aktif jika departemen
berkembang menjadi suatu organisasi yang lebih kompleks.
3) Teori Situasional
Pemimpin berubah dari satu gaya ke gaya lainnya sesuai dengan
perubahan situasi yang terjadi. Jadi seseorang pemimpin yang efektif pada
situasi tertentu belum tentu mampu bersikap dan bertindak efektif pada
situasi lain.

2. Kepemimpinan menurut Tannenbau dan Warrant H. Schmitdt dalam


Huber (2015)
Tennenbau mengemukakan bahwa seorang pemimpin kemungkinan akan
memilih salah satu dari berbagai macam gaya kepemimpinan yang ada.
Adapun beberapa gaya kepemimpinan yang dimaksud yaitu kepemimpinan
otoriter, demokratis, dan laissez –faire.
1) Otoriter
Gaya kepemimpinan otoriter menggunakan perilaku direktif dimana setiap
individu maupun kelompok harus melaksanakan suatu kegiatan secara teratur
dan terencana yang apabila tidak dilaksanakan maka akan mendapatkan
sanksi. Keputusan kebijakan dari kepemimpinan otoriter ini dibuat sendiri
oleh pemimpin yang cenderung mendikte tugas dan teknik untuk anggotanya.
Pemimpin memberitahu para anggota apa yang harus dilakukan dan
bagaimana cara melakukannya. Gaya ini lebih menekankan kepedulian yang
tinggi terhadap tugas. Pemimpin yang otoriter biasanya ditandai dengan
memberikan perintah sehingga Gaya pemimpin yang seperti ini dapat
membuat permusuhan dan ketergantungan antara anggota.
2) Demokratif
Gaya Kemimpinan Demokratif lebih menekankan pada hubungan dan
orientasi individu atau kelompok yang dipimpin. Dalam mengambil suatu
Kebijakan maka akan dilakukan diskusi kelompok dan keputusan bersama.
Pemimpin mendorong dan membantu kelompok dalam melakukan diskusi
kemudian kelompok akan mengambil keputusan yang tepat untuk dilakukan.
Gaya kepemimpinan Demokratif difokuskan pada Hubungan manusia dan
kerja sama tim. Pemimpin selalu melibatkan anggota dalam pengambilan
keputusan. Dalam keperawatan, disiplin dan kerja sama antar tim adalah
elemen utama. Gaya demokratis juga terbilang lebih lambat dalam
menghasilkan suatu keputusan yang diambil dan diperkirakan membutuhkan
waktu lebih lama jika dibandingkan dengan gaya otoriter. Suatu kelompok
yang dipimpin oleh pemimpin yang demokratif membutuhkan waktu
pembinaan terlebih dahulu. Adapun tantangan dari gaya demokratis yaitu
dalam hal menemukan orangorang dengan latar belakang, profesi, pribadi
serta kebutuhan psikologis yang berbeda-beda namun akan bersama-sama
fokus terhadap permasalahan dan menentukan bersama tindakan atau langkah
apa yang akan diambil selanjutnya.
3) Laissez-Faire.
Gaya kepemimpinan ini memberikan kebebasan penuh pada kelompok atau
individu dalam mengambil keputusan dan pemimpin hanya memiliki peran
sedikit. Seorang pemimpin yang menggunakan gaya ini mungkin akan tampak
apatis karena gaya ini pemimpin tidak ingin ada gangguan dalam mengambil
keputusan sehingga pemimpin menyerahkan sepenuhnya pada kelompok dan
tidak memiliki kompeten untuk membimbing kelompok. Anggota mungkin
membutuhkan struktur yang lebih besar dari yang telah diberikan oleh
pemimpinya. Meskipun Gaya ini terlihat kurangnya potensi dari pemimpin,
namun gaya ini memiliki kelebihan apabila digunakan pada
kelompokkelompok yang independen atau dapat bekerja bersama-sama secara
profesional.

3. Kepemimpinan menurut Likert dalam Nursalam (2011)


Ada empat system tipe kepemimpinan yaitu:
1) Sistem Otoriter-Exploitatif
Pada tipe ini pemimpin sangat otoriter, kepercayaan yang rendah terhadap
bawahan, menggunakan ancaman dan hukum untuk memotivasi bawahan.
Komunikasi yang dijalankan adalah komunikasi satu arah (top-down).
2) Sistem Benevolent-Otoritatif (Authoritative) Pemimpin menggunakan
ancaman atau hukuman untuk memotivasi bawahan tetapi tidak selalu
demikian, memberikan kepercayaan kepada bawahan sampai pada tingkat
tertentu, memperbolehkan komunikasi keatas. Pemimpin mendelegasikan
wewenang serta memperhatikan ide bawahan walaupun dalam
pengambilan keputusan masih melakukan pengawasan yang tepat.
3) Sistem Konsultatif
Komunikasi berjalan dua arah serta pemimpin menerima keputusan
spesifik yang dibuat oleh bawahan. Pemimppin memiliki kepercayaan
yang cukup besar kepada bawahan. Pemimpin menggunakan intensif
untuk memotivasi dan terkadang menggunakan ancaman atau hukuman
terhadap bawahan
4) Sistem Partisipatif
Pemimpin selalu menggunakan insentif ekonomi untuk memotivasi
bawahan, memanfaatkan ide bawahan, memiliki kepercayaan sepenuhnya
kepada bawahan. Komunikasi yang terjalin adalah komunikasi dua arah
dan menjadikan bawahan sebagai kelompok kerja.

4. Tipe Kepemimpinan menurut Teori X dan Teori Y


Perilaku seseorang dapat dikelompokkan menjadi dua kutub dalam
sebuah organisasi yaitu sebagai teori X dan Y seperti yang dikemukakan oleh
Douglas McGregor dalam bukunya The Human Side Enterprise (1960)
dikutip dalam Nursalam, (2011). Teori X menyatakan bahwa bawahan tidak
menyukai pekerjaan, kurang ambisi, tidak mempunyai tanggung jawab,
cenderung menolak perubahan, lebih suka dipimpin daripada memimpin.
Sedangkan teori Y menyatakan bahwa bawahan itu senang bekerja, bisa
menerima tanggung jawab, mampu mandiri, mampu mengawasi diri, mampu
berimajinasi, dan kreatif (Douglas, 1960 dikutip dalam Nursalam, 2011).
Tipe kepemimpinan berdasarkan teori ini menurut Azwar (1966) dikutip
dalam Nursalam (2011) dibedakan menjadi empat yaitu:
1) Tipe Kepemimpinan Diktator
Sebagai bentuk dari teori X, tipe kepemimpinan ini menimbulkan
ketakutan serta menggunakan ancaman dan hukuman.
2) Tipe Kepemimpinan Otokratis
Tipe ini merupakan pelaksanaan dari teori X. tipe ini pada dasarnya sama
dengan tipe diktator tetapi bobotnya lebih ringan. Semua keputusan berada
ditangan pemimpin, pemimpin tidak pernah membenarkan pendapat dari
bawahan.
3) Tipe Kepemimpinan Demokratis
Tipe kepemimpinan ini sesuai dengan teori Y, dimana terdapat peran serta
bawahan dalam pengambilan keputusan dengan cara musyawarah.
4) Tipe Kepemimpinan Santai
Tipe kepemimpnan ini sesuai dengan teori Y, segala keputusan diserahkan
kepada bawahan sehingga peran dari pemimpin hampir tidak terlihat.

5. Tipe Kepemimpinan menurut Robert House Robert House dalam


Nursalam (2002) dikutip dalam Nursalam (2011) menerangkan terdapat
empat tipe kepemimpinan yaitu:
1) Direktif
Pada tipe ipe ini pemimpin berorientasi pada hasil yang dicapai oleh
bawahannya. Pemimpin menyatakan kepada bawahan mengenai
bagaimana
melaksanakan suatu tugas.
2) Suportif
Pemimpin bersikap ramah kepada bawahan dan berusaha mendekatkan
diri
kepada bawahan.
3) Partisipatif
Untuk mendapat saran dalam rangka pengambilan keputusan, pemimpin
berkonsultasi dengan bawahan.
4) Berorientasi Tujuan
Pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan
bawahan
untuk mencapai tujuan dengan optimal (Sujak, 1990 dikutip dalam
Nursalam,
2011).

6. Tipe Kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard Hersey dan


Blanchard (1997) dikutip dalam Nursalam (2011) ada beberapa tipe
kepemimpinan beserta ciri-cirinya, antara lain:
1) Instruksi: rendah hubungan tetapi tinggi tugas, peran bawahan sangat
minimal dan pengambilan keputusan berada pada pimpinan, pemimpin
banyak memberikan pengarahan atau spesifik serta pengawasan yang ketat.
2) Konsultasi: tinggi hubungan dan tinggi tugas, komunikasi terjalin dua arah,
peran pemimpin dalam pemecahan masalah cukup besar, bawahan diberi
kesempatan untuk member masukan dan menanpung keluhan.
3) Partisipasi: dalam pengambilan keputusan pemimpin dan bawahan
bersamasama memberi gagasan, tinggi hubungan tapi rendah tugas
4) Delegasi: kominikasi berjalan dua arah, antara pemimpin dan bawahan
terjadi pendelegasian dalam pengambilan keputusan untuk pemecahan
masalah, rendah hubungan dan rendah tugas.

7. Tipe Kepemimpinan menurut Lippits dan K.White Ada tiga tipe


kepemimpinan yang diungkap oleh Lippits dan K.White dalam
Nursalam (2011) yang mulai dikembangkan di Universitas Iowa, yaitu:
1) Otoriter, cirri-ciri dari tipe kepemimpinan ini adalah:
a) Wewenang mutlak berada pada pemimpin
b) Keputusan selalu dibuat oleh pemimpin
c) Kebijaksanaan selalu dibuat oleh pemimpin
d) Komunikasi berlangsung satu arah dari pimpinan kebawahan
e) Dilakukan pengawasan secara ketat terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan
para bawahan
f) Prakarsa harus selalu dibuat oleh pemimpin
g) Bawahan tidak memiliki kesempatan dalam pemberian saran
h) Tugas bawahan diberikan secara instruktif
i) Lebih banyak kritik daripada pujian
j) Prestasi sempurna dari bawahan dituntut secara ketat oleh pimpinan tanpa
syarat
k) Kesetiaan bawahan dituntut tanpa syarat
l) Cenderung adanya paksaan, hukuman dan ancaman
m) Kasar dalam bersikat
n) Tanggung jawab organisasi hanya dipikul oleh pemimpin
2) Demokratis
Tipe kepemimpinan ini merupakan kemampuan untuk mempengaruhi orang
lain agar bekerjasama untuk mencapai tujuan. Pemimpin dan bawahan
menentukan bersama berbagai kegiatan yang akan dilakukan. Ciri-ciri tipe ini
antara lain:
a) Wewenang pimpinan tidak mutlak
b) Pimpinan bersedia melihpahkan sebagian wewenang kepada bawahan
c) Pimpinan dan bawahan bersama-sama membuat keputusan
d) Komunikasi berjalan timbal balik
e) Pengawasan dilakukan secara wajar
f) Prakarsa dapat datang dari bawahan
g) Bawahan memiliki banyak kesempatan untuk menyampaikan saran dan
pertimbangan
h) Tugas kepada bawahan lebih bersifat permintaan daripada instruktif
i) Tercipta keseimbangan antara pujian dan kritik
j) Pemimpin meminta bawhan untuk setia secara wajar
k) Dalam bersikap dan bertindak, pemimpin memperhatikan perasaan
bawahan
3) Liberal atau Laissez Faire
Tipe ini adalah termasuk kemampuan dalam mempengaruhi orang lain agar
bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan dengan memberikan lebih
banyak berbagai pelaksanaan kegiatan kepada bawahan. Cirri-ciri dari tipe
kepemimpinan ini adalah:
a) Wewenang sepenuhnya dilimpahkan kepada bawahan oleh pemimpin.
b) Bawahan lebih banyak mengambil keputusan
c) Bawahan lebih banyak membuat kebijaksanaan
d) Pemimpin hanya akan berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahan
e) Hampir tidak ada pengawasan terhadap tingkah laku bawahan
f) Dalam kegiatan kelompok, peran pemimpin sangat sedikit
g) Kepentingan pribadi lebih penting dari kepentingan kelompok
h) Tanggung jawab dalam keberhasilan organisasi ditanggung perorangan

8. Tipe Kepemimpinan Berdasarkan Kekuasaan dan Wewenang


Menurut Gilies (1996) dikutip dalam Nursalam (2011) tipe kepemimpinan
berdasarkan kekuasaan dan wewenang dibagi menjadi empat yaitu: 1) Otoriter
Kepemimpinan yang berorientasi pada pekerjaan dan tugas. Menggunakan
kekuasaan posisi dan kekuatan dalam memimpin. Dalam pengambilan
keputusan, pemimpin menentukan semua tujuan yang akan dicapai. Informasi
diberikan hanya pada kepentingan tugas, sedangkan imbalan dan hukuman
dilakukan sebagai motivasi.
2) Demokratis
Tipe ini merupakan tipe kepemimpinan yang menghargai kemampuan dan
sifat semua bawahan. Untuk mendorong ide dari bawahan pemimpin
menggunakan kekuasaan posisi dan pribadinya, memotivasi kelompok untuk
mencapai tujuan sendiri. Informasi bersifat terbuka dan diberikan seluas-
luasnya.
3) Partisiatif
Tipe ini merupakan gabungan antara otoriter dan demokratis, pemimpin
menyampaikan hasil analisa masalah dan kemudian mengusulkan tindakan
kepada bawahannya. Pemimpin meminta saran dan kritik dari bawahan serta
mempertimbangkan respon bawahan terhadap usulannya. Keputusan akhir
tergantung pada kelompok.
4) Bebas tindak Bawahan menentukan sendiri kegiatan tanpa pengarahan,
merupakan pimpinan ofisial, supervise dan koordinasi. Pekerjaan dievaaluasi
oleh bawahan dengan caranya sendiri. Sedangkan pemimpin hanya sebagai
sumber informasi dan pengendalian secara minimal.

9. Tipe Trnasaksional dan Transformasional Burns (1978), Dunham and


Klafehn (1990) dikutip dalam Huber (2014) tiga ahli ini memperluas
konsep gaya kepemimpinan kemudian menyertakan dua jenis pemimpin
Transaksional dan Transformasional.
1) Pemimpin Transaksional
Pemimpin transaksional melakukan survei terhadap kebutuhan dari anggota
mereka dalam menetapkan tujuan. Seorang pemimpin transaksional lebih
berfokus terhadap pemeliharaan dan pengelolaan suatu pekerjaan yang sedang
berlangsung dan rutin. Pemimpin transaksional mendekati anggotanya dengan
cara pertukaran yang bertujuan untuk dapat bertukar beberapa hal, seperti
seorang politikus yang menjanjikan pekerjaan bagi orang lain (Bass & Avolio
dikutip dalam Huber, 2014). Burns (1978) dikutip dalam Huber (2014)
mengatakan bahwa kepemimpinan transaksional terjadi ketika seorang
pemimpin mengambil inisiatif untuk menghubungi orang lain dalam hal
pertukaran. Oleh karena itu kepemimpinan transaksional sama seperti tawar-
menawar atau kontrak untuk saling menguntungkan antar satu dengan yang
lainnya dan merupakan komponen penting dari kepemimpinan yang efektif.
2) Pemimpin Transformasional
Pemimpin ini didefinisikan sebagai pemimpin yang memotivasi anggotanya
untuk melakukan segala sesuatu berdasarkan potensi yang mereka miliki.
Pemimpin transformasional memotivasi anggotanya dari waktu ke waktu
dengan mempengaruhi mereka agar dapat melakukan perubahan dengan terus
mengarahkan mereka. Pemimpin transformasional menggunakan karisma,
pertimbangan individual dan intelektual dalam menghasilkan usaha yang lebih
besar, efektivitas serta kepuasan dari anggota. Kepemimpinan
transformasional terjadi ketika individu terlibat dengan orang lain sehingga
pemimpin dan anggota saling menaikkan ke tingkat yang lebih tinggi dari
motivasi dan pengambilan keputusan etis (Bass & Avolio dikutip dalam
Huber, 2014).
Kepemimpinan ini menekankan perbedaan antara pemimpin dan
anggota
dimana kepemimpinan transformasional akan berfokus pada tujuan bersama
serta tumbuh dan berkembang bersama. Kepemimpinan transformasional
menambah kepemimpinan transaksional untuk menjadi pemimpin yang
memiliki komitmen, memiliki visi, dan memberdayakan orang lain dengan
cara meningkatkan motivasi untuk mencapai usaha yang lebih besar dari
harapan kinerja yang ada. Kepemimpinan transformasional biasanya juga
digunakan untuk mengubah budaya organisasi dengan terus menerus tumbuh
berkembang dan melakukan perubahan (Bass & Avolio dikutip dalam Huber,
2014).
Secara keseluruhan, satu gaya tidak selalu lebih baik daripada yang
lain. Masingmasing Gaya memiliki kelebihan dan kekurangan. Ada faktor-
faktor situasional dan kontekstual yang harus dipertimbangkan dalam memilih
suatu gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan juga sebaiknya harus
bervariasi dan disesuaikan dengan situasi. Sikap Fleksibilitas dalam hal ini
sangatlah penting (Huber, 2014).
Sebagai contoh, jika seorang perawat lebih memilih untuk memimpin
dengan gaya demokratis namun tiba-tiba situasi tertentu terjadi, maka perawat
harus cepat beralih dari demokrasi ke gaya otoriter. Beberapa pemimpin yang
demokrasi tidak dapat menjalankan gaya kepemimpinan yang bervariasi
karena mereka merasa cukup untuk menangani krisis yang terjadi dalam
kelompok. Sedangkan di sisi lain, pemimpin otoriter mungkin tidak dapat
menjalankan kepemimpinannya dengan efektif terhadap suatu kelompok yang
profesional sehingga pemimpin otoriter harus cukup fleksibel untuk beralih ke
gaya demokratis atau laissez-faire, tergantung situasi yang terjadi. Kesadaran
diri adalah kunci yang diperlukan dalammenentukan gaya kepemimpinan
(Huber, 2014).

C. Jurnal Terkait

1. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Partisipatif, Lingkungan Kerja, Kompensasi


Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada Bagian
Keperawatan RSUD TUGUREJO SEMARANG) (Insan, P.D, 2016).
Permasalahan yang terjadi pada RSUD Tugurejo Semarang adalah kinerja karyawan
bagian keperawatan yang kurang maksimal. Kinerja karyawan yang kurang
maksimal ini diduga disebabkan karena beberapa factor yaitu gaya kepemimpinan
partisipatif, lingkungan kerja, kompensasi dan budaya organisasi. Karyawan RSUD
Tugurejo Semarang menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang saat ini dilakukan
pada RSUD Tugurejo Semarang adalah gaya kepemimpinan yang demokratis dimana
permasalahan diselesaikan dengan musyawarah. Penelitian ini bertujuan
menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan partisipatif, lingkungan kerja,
kompensasi dan budaya organisasi terhadap kinerja karyawan pada Bagian
Keperawatan RSUD Tugurejo Semarang.
2. Importance of Leadership Style towards Quality of Care Measures in
Healthcare Settings: A Systematic Review (2017)
Pada jurnal ini menjelaskan tentang pentingnya suatu Gaya kepemimpinan
terhadap kualitas tindakan keperawatan kesehatan. Tujuan dari penelitian
ini yaitu untuk menilai apakah ada hubungan antara gaya kepemimpinan
yang berbeda dan ukuran kualitas perawatan terhadap kesehatan. Dengan
hasil review yang dilakukan ditemukan bahwa gaya kepemimpinan
berkolerasi kuat dengan kualitas perawatandan tindakan yang terkait.
Kepemimpinan dianggap sebagai elemen inti untuk penyediaan perawatan
yang terkoordinasi dan terintegrasi dengan baik, baik itu dari pasien
maupun professional perawatan kesehatan.

3. Leadership style and organisational commitment among


nursing staff in Saudi Arabia (2017)
Pada jurnal ini menjelaskan tentang bagamana gaya kepemimpinan dan
komitmen dari perawat disaudi Arabia. Tujuan dari adanya jurnal ini
untuk menguji bagaimana gaya kepemimpinan manajer perawat, dan
komitmen terhadap organisasi yang berhubungan dengan perawat disaudi
Arabia. Hal yang melatarbelakangi karena kepemimpinan yang efektif itu
memeliki pengaruh terhadap perawat. Metode pada penelitian ini
menggunakan kuesioner dengan sampel 219 perawat dan manajer perawat
dari dua RS. Hasilnya Kepemimpinan transformasional merupakan gaya
kepemimpinan yang paling dominan. Pada jurnal ini menyimpulkan
bahwa penting memperkenalkan model dari gaya kepemimpinan untuk
mempersiapkan setiap staff perawat untuk posisi manajer dan pemimpin
perawat. Ada kemungkinan bahwa pemimpin transformasional dapat
mempengaruhi dan mendorong perubahan positif dalam perawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Insan, P. D., & Yuniawan, A. (2016). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Partisipatif,


Lingkungan Kerja, Kompensasi dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja
Karyawan. Diponegoro Journal of Management, 5(1), 1–13.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/djom/article/view/13438/12994
Huber, D.L. (2014). Leaderhip & Nursing Care Management, Fifth Editio, ed:5. The
University of lowa: lowa City.
Insan, P. D., & Yuniawan, A. (2016). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Partisipatif,
Lingkungan Kerja, Kompensasi dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja
Karyawan. Diponegoro Journal of Management, 5(1), 1–13.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/djom/article/view/13438/12994
Kesehatan Republik Indonesia. Nursalam, (2011). Manajemen keperawatan: aplikasi
dalam praktik keperawatan profesional, ed. 3. Salemba Medika: Jakarta.
McEachen, I., & Keogh, J. (2018). Manajemen Keperawatan DeMYSTiFieD.
Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Mugianti, S. (2016). Manajemen dan Kepemimpinan Dalam Praktek Keperawatan.
Kementrian

Simamora, R.h. (2012). Manajemen keperawatan. EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai