Asuhan Keperawatan Sistem Genitourinaria Fix
Asuhan Keperawatan Sistem Genitourinaria Fix
OLEH
JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan anugerah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan tugas
kelompok berupa makalah dengan judul Asuhan Keperawatan Sistem
Genitourinaria “Urolithiasis” Keperawatan Peminatan Keperawatan Medikal
Bedah di STIK Sint Carolus Jakarta.
Penyusunan makalah ini dapat terselesaikan dengan baik atas bantuan dan
motivasi dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini saya hendak menyampaikan
terima kasih kepada Dosen Pengajar mata kuliah KMB lanjut II, dan atas
pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan makalah ini.
Saya berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Saya
menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini sehingga
saya terbuka dalam menanggapi masukan dan saran untuk perbaikan makalah ini.
Kelompok 3
DAFTAR ISI
2.8 Penatalaksanaan
a. Farmakologi
Untuk pasien hiperkalsiuri, diuretic tiazid seperti hidroklorotiazid
memicu resorpsi kalsium dari tubulus renal, sehingga mencegah muatan
kalsium belebih di urin. Potasium nitrat sering ditambahka pada diuretic
tiazid untuk menggantikan potassium. Untuk urin dengan level sitrat
rendah, potassium atau sodium sitrat dapat diberikan.
Batu kalsium oksalat diobati dengan vitamin B6 (Pirodoksin),
magnesium oxide atau kolestiramin. Untuk pasien dengan hiperurisemia
dan batu kalsium oksalat, allopurinol (zyloprin) diresepkan hanya jika
diet pengurangan purin gagal dan batu tetap ada.
Batu asam urat diobati dengan obat untuk menurunkan konsentrasi
asam urat seperti allopurinol. Selain itu, sodium bicarbonate atau sitrat
dapat diindikasikan untuk meningkatkan pH urin karna batu asam urat
terbentuk pada urin yang asam. Terapi ini juga efektif pada batu
xanthine, yang dihambat dalam urin alkali. Batu sistin diobati dengan
tiopronin (Thiola) dan d-penisilinamin yang membuat sistin lebih mudah
larut untuk diekskresikan. Antibiotik jangka panjang digunakan untuk
mengontrol infeksi yang menjurus pada pembentukan batu struvit (Black
& Hawks, 2014).
b. Non farmakologi
a) Meningkatkan cairan
Meningkatkan asupan cairan untuk memfasilitasi lewatnya batu kecil
dan mencegah pembentukan batu yang baru. Cairan diberikan 3 – 4
liter/hari, kecuali kontraindikasi, untuk memastikan volume urin yang
keluar 2,5 – 3 liter/hari. Volumen urin yang meningkat akan
mengurangi konsentrasi senyawa dan mengurangi stasis urin.
Peningkatan cairan juga dapat mengurangi nyeri, mencegah
pembesaran ukuran batu, dan mencegah infeksi.
b) Mengurangi nyeri
Nyeri dirasa paling parah saat 24 jam pertama. Selain mengontrol
nyeri melalui pemberian cairan, pasien biasanya membutuhkan opioid
dan agen antispasmodic. Opioid seperti morfin sulfat diberikan secara
intravena atau intramuscular untuk mengontrol nyeri yang sedang atau
parah. Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) juga efektif.
Agen antispasmodic, seperti oxybutynin klorida (Ditropan), sangatlah
efektif untuk meredakan dan mengontrol nyeri kolik yang
berhubungan dengan spasme ureter. Untuk mual dan muntah yang
berhubungan dengan kolik, ditangani dengan antiemetik.
c) Mencegah pembentukan ulang batu
Perubahan pola diet dan obat-obatan kadang dibutuhkan untuk
mencegah pembentukan kalkulus di kemudian hari pada pasien yang
kembali dengan batu berulang. Peningkatan konsumsi cairan masih
merupakan cara pencegahan yang utama. Hasil dari analisis batu
penting sebelum ditetapkan rekomendasi.
d) Menerapkan perubahan pola diet
Pasien dengan batu kalsium membatasi kalsium berlebihan (800
mg/hari). Pasien dengan batu oksalat menghindari makanan dengan
oksalat tinggi seperti teh, tomat, kopi instan, minuman cola, bir,
kacang-kacangan hijau, asparagus, bayam, kubis, seledri, cokelat,
buah sitrus, apel, anggur, kranberi, kacang dan selai kacang. Dosis Vit
C yang tinggi juga meningkatkan ekskresi oksalat di urin dan
harusnya dibatasi. Jika faktor batu asam urat, pasien harus diet rendah
purin dengan pembatasan makanan seperti keju, minuman anggur,
ikan berduri dan daging organ (Black & Hawks, 2014).
a. Prosedur Endourologi
Sistoskopi dapat dilakukan, bergantng dari posisi batu. Batu ukuran
kecil dapat diangkat secara transurethral dengan sistoskop, ureteroskop
atau ureterorenoskop. Selain itu, 1 atau 2 kateter ureteral atau sten
mungkin harus dimasukkan melewati batu tersebut. Berawal dari
prosedur tersebut, beberapa intervensi yang berbeda dapat dilakukan.
Kateter tersebut dapat dibiarkan selama 24 jam atau lebih untuk
mengosongkan urin yang terhalang batu dan untuk melebarkan ureter
sehingga dapat memicu pergerakan spontan dari batu. Kateter tersebut
juga dapat berfungsi sebagai penuntun mekanik agar batu dapat turun dan
diangkat. Irigasi kimia mungkin dapat juga digunakan untuk melarutkan
batu asam urat, struvit dan sistin. Kemudian usaha untuk memanipulasi
atau mengeluarkan batu dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai
macam kateter khusus dengan simpul (loops), dan keranjang yang dapat
mengembang (expanding baskets) untuk menangkap batu tersebut.
Batu berukuran besar dapat dihancurkan dengan alat yang disebut
litotrite (penghancur batu) untuk memfasilitasi penangkapan batu.
Cystolitholapaxy dilakukan ketika batu kandung kemih cukup lunak
untuk dihancurkan. Pada litotripsi sistoskopi, lithotrite ultrasonic
digunakan untuk menghancurkan batu, diikuti dengan pembilasan
kandung kemih secara ekstensif. Beberapa komplikasi yang mungkin
terjadi berhubungan dengan prosedur ini adalah perdarahan, retensi urin,
infeksi, perforasi kandung kemih dan kemungkinan terdapat fragmen
batu yang tertinggal.
Ureteroskop fleskibel dimasukkan melalui sistoskopi, digunakan
untuk mengumpulkan batu didalam ureter. Prosedur ini disebut
ureteroskopi, digunakan untuk mengambil batu ukuran 4 – 5 mm, atau
dikombinasikan dengan litotripsi ultrasonic untuk mengangkat fragmen
yang tersisa. Sedasi minimum atau anastesi harus dilakukan pada
prosedur ini dan biasanya komplikasi pascaoperasi yang terjadi hanya
minimal. Ureteronoskop flesibel dapat digunakan untuk mendapatkan
akses menuju saluran urin bagian atas termasuk ureter distal dan system
pengumpulan intrarenal, sehingga batu atau lesi pada kutub bagian
bawah atau pada kaliks lateral dapat dicapai. Nefroskop dapat
dimasukkan untuk mengangkat batu ginjal yang terletak bebas. Batu
diangkat menggunakan forceps alligator atau keranjang batu. Kemudian
dlanjutkan dengan irigasi (Black & Hawks, 2014).
b. Litotripsi
1) Litotripsi Laser
Perawatan terbaru untuk batu adalah litotripsi laser. Laser digunakan
bersamaan dengan ureteroscope untuk mengangkat batu. Irigasi air
secara konstan pada ureter dibutuhkan untuk mengurangi panas.
Komplikasi yang diakibatkan pada prosedur ini sama dengan prosedur
endourologi lainnya.
2) Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
ESWL adalah pengunaan gelombang suara yang diberikan secara
eksternal untuk menghancurkan batu dalam ginjal atu ureter.
Gelombang kejut berkekuatan tinggi diarahkan oleh fluoroskopi,
ditransmisikan pada batu sehingga gelombang kejut itu memecahkan
batu menjadi sebuah fragmen kecil yang dapat dikeluarkan atau
diambil dengan endoskopi. Prosedur ini berlangsung selama 30
sampai 50 menit dengan pemberian 500 sampai 1.500 gelombang
kejut. Komplikasi dari ESWL adalah ekimosis dari area yang terkena,
fragmen yang tertahan, urosepsis, hematoma perinefritis dan
perdarahan.
3) Litotripsi Perkutan
Litotripsi perkutan melibatkan penyisipan sebuah pemandu secara
perkutan (melalui kulit) dengan fluoroskopi pada area yang dekat
dengan batu. Gelombang ultrasonic kemudian diarahkan pada batu
untuk memecahkannya menjadi fragmen-fragmen (Black & Hawks,
2014).
c. Prosedur Operasi Terbuka
Jika ukuran batu terlalu besar atau jika prosedur endourologi dan
litotripsi gagal untuk menyingkirkan batu, prosedur operasi terbuka harus
dilakukan. Prosedur operasi saat ini jarang lagi dilakukan karna tingginya
angka keberhasilan dari teknik modern dan tidak infasif.
Ureterolitotomi adalah operasi pengangkatan batu dari ureter melalui
insisi pada panggul untuk batu yang letaknya tinggi, atau insisi pada
abdomen untuk batu yang letaknya rendah. Drainase penrose dan kateter
ureteral umumnya dipasang setelah operasi untuk penyembuhan dan
drainase urin.
Sistotomi adalah pengangkatan batu pada kandung kemih melalui
insisi suprapubik dan dilakukan hanya pada saat batu tidak dapat
dihancurkan dan dihilangkan secara transurethral. Nefroctomi sebagian
atau total terkadang dilakukan pada kondisi kerusakan ginjal ekstensif,
adanya infeksi pada ginjal atau kelainan parenkim ginjal yang dapat
menyebabkan pembentukan batu (Black & Hawks, 2014).
2.10 Komplikasi
a. Komplikasi Akut:
1) Retensi urin akut: Batu uretra dalam ukuran yang besar dapat
menyebabkan penyumbatan ke uretra sehingga menyebabkan
restensi urin. Pasien akan menunjukkan gejala akut dari retensi urin
seperti nyeri dan distensi kandung kemih. Terkadang batu bisa
dirasakan lewat palpasi pada bagian anterior uretra dan glans.
2) Infeksi saluran kemih : Infeksi saluran kemih menjadi berbahaya
dengan adanya obstruksi. Resiko yang dapat mengancam jiwa akan
terjadi bila ditemukan septicamia.
b. Komplikasi Kronis:
1) Hidronefrosis: komplikasi yang paling umum dari obstruksi kalkulus
yang tidak diobati untuk beberapa waktu. Setiap kalkulus yang
menyebabkan hidronefrosis proksimal harus ditangani dan
dikeluarkan sebelum fungsi ginjal memburuk
2) Pyonephrosis: hasil dari infeksi hidronefrosis. Ginjal menjadi
kantung multilokular yang mengandung nanah atau urin purulen.
Komplikasi ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan
kerusakan ginjal berat dan septicamia.
3) Gagal ginjal (Uraemia): Bila ada batu ginjal bilateral, terutama
staghorn untuk waktu yang lama akan menyebabkan terjadinya
gangguan fungsi ginjal secara bertahap tanpa gejala dan akhirnya
menyebabkan gagal ginjal kronis. Pada saat pemeriksaan semua
bentuk uremia dan obstruksi bilateral ditemukan. Batu ureter
bilateral dapat menyebabkan terjadinya uremia.
4) Anuria: didefinisikan sebagai ketiadaan produksi urine atau jumlah
produksi urine <100 ml dalam 24 jam.
5) Perkembangan kanker pada sistem pelvis: Kadang batu yang
bertahan lama di pelvis ginjal dapat berhubungan dengan
perkembangan tumor pelvis ginjal (CCRH, 2016)
Gambar 2
3.3 Pengkajian dengan Menggunakan Teori Kenyamanan Kolcaba
Data Pasien
Nama Pasien : Tn.M
Umur : 52 tahun
Diagnosa Medis : Kalkulus Ureter
Keluhan Utama :
Nyeri hebat pada panggul kanan yang menjalar ke kuadran kanan bawah
Pemeriksaan Fisik :
1. Keadaan umum : Tampak Lemah
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Tekanan darah : 154/96 mmHg
4. Pernapasan : 24 x/menit
5. Nadi : 79 x/menit
6. Suhu badan : 36.7 oC
7. Detak jantung dan pernapasannya dalam batas normal
8. Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda edema atau mual,
ketidaknyamanan perut atau gangguan pencernaan. Perutnya teraba
lunak, namun meningkat di kuadran kanan bawah.
Pemeriksaan Diagnostik :
- Urinalisis menunjukkan peningkatan jenis gravitasi (1.030), hematuria
signifikan dan ada sedikit protein.
- Foto abdomen terlihat kalkulus ureter kanan
- CT Scan diperoleh hasil terdapat batu dengan ukuran 7 mm pada ureter
proksimal kanan dengan hidronefrosis sedang dan perinefric stranding
(edema yang tampak dari CT Scan). Beberapa kalkulus non-obstruksi
sebesar 1 - 2 mm juga ditemukan pada parenkim ginjal kiri
Terapi Medis :
- Obat antinyeri Ketoroloc, Morphine dan Naproxen
- Obat antiemetic
Jenis
Relief Ease Transcendence
Kenyamanan
Fisik - Nyeri hebat pada - Pemberian terapi - Skala analog verbal
panggul kanan yang farmakologi dan (VAS) menurun
menjalar ke kuadran nonfarmakologi pada menjadi 8/10 setelah
kanan bawah pasien. Terapi pemberian obat.
memiliki intensitas farmakologi yang
10/10 pada skala dilanjutkan adalah obat Tambahan peran
analog verbal (VAS) anti nyeri (Ketoroloc, perawat dalam
Morphine dan pengkajian
Naproxen) dan obat transcendence :
antiemetik - Kaji skla nyeri
- Kaji faktor yang
Tambahan peran perawat mengurangi nyeri
dalam pengkajian ease : - Kaji dukungan dan
- Kaji teknik distraksi motivasi dalam
dan relaksasi yang mengatasi nyeri
dibutuhkan pasien
- Kaji posisi yang
nyaman untuk pasien
Psikospritual - Pasien pernah - Pasien diberikan - Penggunaan obat
mengalami rasa Toradol dan Morfin tidak membantu
sakit yang sama di dalam menurunkan
pinggang kiri, dua nyeri, maka pasien
tahun sebelumnya. kembali lagi pada
Saat ini masuk besok harinya.
kembali dengan
keluhan nyri hebat Tambahan peran
pada panggul kanan perawat dalam
pengkajian
transcendence
- Kaji informasi yang
dibutuhkan pasien
mengenai penyakit
dan pencegahan
agar tidak terjadi
kembali
Lingkungan - (tidak ada data - -
dalam kasus)
Sosiokultural - (tidak ada data - -
dalam kasus)
Analisa Data
DO :
- Skala nyeri 8
- TTV :
TD : 154/96 mmHg
R : 24 x/menit
N : 79 x/menit
SB : 36.7 oC
DS : - Obstruksi saluran Resiko Infeksi
kemih
DO :
- Urinalisis menunjukkan peningkatan jenis gravitasi (1.030),
hematuria signifikan dan ada sedikit protein.
- Foto abdomen terlihat kalkulus ureter kanan
- CT Scan diperoleh hasil terdapat batu dengan ukuran 7 mm pada
ureter proksimal kanan dengan hidronefrosis sedang dan perinefric
stranding (edema yang tampak dari CT Scan).
DS: Kurang informasi Defisit pengetahuan
- Pasien mengatakan pernah mengalami rasa sakit yang sama di tentang terjadinya
pinggang kiri, dua tahun sebelumnya yang didiagnosis sebagai batu kembali batu ureter
ginjal.
DO:
- Pasien didiagnosis dengan kalkulus ureter
- Pasien didiagnosis ulang dengan jenis penyakit yang sama di bagian
organ ginjal yang berbeda (dua tahun lalu kiri, sekarang kanan)
5.1. Kesimpulan
Urolithiasis atau batu saluran kemih, normalnya tidak terbentuk dalam
saluran perkemihan. Namun, karena berbagai faktor pola hidup individu
misalnya; aktivitas banyak duduk, sering menahan kecing, banyak konsumsi
makanan-minuman mengandung purin, kalsium, kolesterol, kunsumsi obat-
obatan, dan tidak minum air mineral yang seimbang, sehingga memicu
pembentukan kristal-kristal pada saluran perkemihan. Urolithiasis memang
lebih sering ditemukan pada usia diatas 50 tahun, dan prevalensinya
cenderung meningkat tahun ke tahun. Pada penatalaksanaanya, bila sifat
batunya belum obstruksi total saluran kemih lebih sering dianjurkan terapi
obat dan minum air mineral jumlah yang banyak selagi tidak ada
kontraindikasi. Sedangkan bila batunya obstruksi total atau sifatnya sangat
mengganggung fungsi organ perkemihan, maka dilakukan tindakan invasif/
operasi.
Dari kasus yang dibahas dapat dilihat bahwa nyeri pada pasien dengan
urolithiasis ketika terjadi dirasakan oleh pasien sangat nyeri dengan intensitas
yang tinggi. Terjadinya pembentukan urin juga karena adanya faktor-faktor
yang menyertai. Mekanisme sesungguhnya dari pembentukan batu belum
diketahui hingga saat ini, namun para peneliti menekankan pada peran dari
supersaturasi dalam pembentukan batu. Pada kasus yang dilakukan
penanganan terlebih dahulu adalah nyeri yang dirasakan pasien untuk
menciptakan kenyamanan pada pasien dengan menggunakan teori
kenyamanan Kolcaba.
5.2 Saran
1. Bagi pasien agar mengutamakan perilaku minum air yang seimbang.
2. Melakukan olagraga teratur atau aktivitas ringan untuk mencegah statisnya
produksi ekskresi ginjal di saluran perkemihan.
DAFTAR PUSTAKA
Prabowo, E., & Andi, E.P. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem
Perkemihan. Nuha Medika: Yogyakarta