Anda di halaman 1dari 9

Machine Translated by Google

Nasionalisme: Orientasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran


Perkembangan

Dian Arief Pradana1, Mahfud2, Candra Hermawan3, Herdiana Dyah Susanti4


1,2,3Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas 17 Agustus 1945, Banyuwangi, Indonesia 4Fakultas Teknik, Universitas
17 Agustus 1945, Banyuwangi, Indonesia
dianariefpradana.dap@gmail.com

Abstrak Kata kunci


nasionalisme; pendidikan karakter;
Nilai-nilai nasionalisme dapat dipelajari dari materi pendidikan yang
berorientasi pada pengembangan karakter. pengembangan pembelajaran
Pendidikan karakter merupakan bagian dari zona revolusioner di kalangan
siswa, oleh karena itu pendidikan karakter merupakan bagian yang sangat
penting untuk segera dikembangkan dalam benak kepala siswa karena
siswa adalah generasi penerus yang akan memimpin bangsa dan negara.
Pembelajaran karakter yang berorientasi pada nilai-nilai nasionalisme
dapat mengatasi berbagai permasalahan sosial. Membangun karakter
bagi generasi sekarang merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional.
Depdiknas (2011) memaparkan soal pembentukan karakter melalui
lembaga pendidikan yang dalam proses pelaksanaannya merancang
peserta didik agar memiliki kepedulian dan tanggung jawab. Analisis ini
menyangkut bahwa pendidikan karakter merupakan bagian dari
pembentukan jati diri, konsep diri, harga diri, psikologi, kepribadian, watak,
perilaku individualistis, watak dan watak. Metode penulisan ini menggunakan
metode deskriptif. Diskusi: 1). Zona Nasionalisme dan Pembelajaran. 2).
Pendidikan Karakter dan Pengembangan Pembelajaran. Kesimpulan:
Pembelajaran karakter di perguruan tinggi merupakan salah satu
pengembangan pembelajaran yang seharusnya memberikan ruang yang
efektif dalam menginternalisasi nilai-nilai Nasionalisme dalam membentuk
karakter dan peradaban bangsa Indonesia kepada mahasiswa.

I. Pendahuluan

Sejak satu dekade terakhir, pendidikan karakter menjadi isu penting. Masalah ini
disebabkan oleh munculnya komponen-komponen fenomena perilaku bangsa,
khususnya generasi muda yang cenderung mengutamakan sifat-sifat hedonistik yang
tidak sesuai dengan prinsip-prinsip agama dari prinsip-prinsip sosial, aturan hukum dan
norma yang berlaku dalam masyarakat Indonesia (Sudrajat, 2011). Dalam konteks
kebangsaan, perilaku ini menunjukkan lunturnya nilai-nilai semangat kebangsaan di
kalangan generasi muda yang semakin nyata. Perbuatan tidak memperhatikan lambang
negara, tidak menghafal Pancasila, tidak menyukai bahkan tidak mengetahui lagu
kebangsaan, tidak mengakui pahlawan nasional, tidak bangga dan tidak mengenal
budaya bangsa, akan lebih buruk lagi.
Fenomena ini jangan dibiarkan berlarut-larut. Solusi yang relatif cepat dan tepat harus segera
dicari. Pendidikan merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting karena pendidikan mempunyai
tugas untuk mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) bagi pembangunan bangsa dan negara.
Sumber daya manusia sebagai tenaga kerja atau karyawan berperan penting dalam meningkatkan
produktivitas dan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan (Ningsih, 2018). Pada tahun 2010, akhirnya

_______________________________________________________________

DOI: https:// doi.org/ 10.33258/ birci.v3i4.1501 4026


Machine Translated by Google
Budapest International Research and Critics Institute-Journal (BIRCI-Journal)
Volume 3, No 4, November 2020, Halaman: 4026-4034
e-ISSN: 2615-3076 (Online), p-ISSN: 2615-1715 (Cetak)
www.bircu-journal.com/ index.php/ birci
email: birci.journal@gmail.com

solusi formal dilakukan oleh pemerintah dengan mengeluarkan kebijakan pendidikan budaya dan karakter
bangsa (Suharjono, 2012). Dalam grand design pendidikan budaya dan karakter bangsa disebutkan bahwa
tempat yang strategis untuk menyelenggarakan pendidikan karakter adalah lembaga pendidikan atau
sekolah.
Aktualisasi penerapan nilai karakter dalam pembelajaran di lingkungan belajar, peran guru sangat
vital dan strategis. Disebut vital karena, dalam proses pendidikan di sekolah, guru menjadi figur sentral,
nara sumber dan panutan dalam upaya mengenal, memahami, dan membiasakan penerapan nilai-nilai
karakter. Disebut strategis karena tugas dan tanggung jawabnya membuat intensitas interaksi guru dengan
siswa sangat tinggi. Guru harian dapat bertemu dan menjadi fokus utama siswa di kelas (Rohendi, 2016).

Selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan interaksional dalam proses pembelajaran guru harus
mengetahui dan memahami prosedur pengembangan pendidikan karakter yang tersusun rapi dalam RPP
semester. Sehingga dalam penerapan dan penanaman nilai karakter akan mudah dibaca dengan aspek
kognitif psikomotor dan afektif yang memiliki indikator penilaian. Kemudian harus memahami latar belakang,
tujuan, dan isi kebijakan pendidikan karakter. Menurut Astuti dkk (2019)

Pendidikan merupakan kewajiban setiap manusia yang harus diupayakan untuk mengemban tanggung
jawab dan berusaha menghasilkan kemajuan ilmu pengetahuan dan pengalaman bagi kehidupan setiap
individu. Selain itu, guru juga harus mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan
karakter ke dalam pembelajaran dan keterampilan dalam menyampaikan nilai-nilai pendidikan karakter
dalam praktik pembelajaran di kelas. Pengintegrasian nilai-nilai karakter tersebut dapat dilakukan pada
semua mata pelajaran dalam suatu lingkungan pendidikan (Wening, 2012a).
Salah satu model pembelajaran untuk mengembangkan nasionalisme adalah dengan menggunakan
model pendidikan karakter. Model pembelajaran ini berbasis portofolio dan melalui model ini siswa diajak
untuk memahami prinsip-prinsip ilmiah secara konvensional tetapi juga dapat mengembangkan
kemampuannya untuk bekerja sama melalui kegiatan pembelajaran praktik empiris. Oleh karena itu,
proses pembelajaran menjadi lebih menantang, aktif dan bermakna (Riyanto, 2017). Belajar dikaitkan
dengan perkembangan mental siswa yang tidak lepas dari aktivitasnya. Oleh karena itu, perkembangan
mental siswa tergantung pada sejauh mana siswa memanipulasi alat dan alat belajar lainnya (Suparno,
2009). Perkembangan mental bukanlah rencana dari bagian informasi yang terpisah.

Konstruksi kerangka berpikir yang dibangun guru dalam pembelajaran karakter merupakan bagian
dari proses pengenalan lingkungan masyarakat yang dialami peserta didik sehingga proses
pembelajarannya dipadukan dengan sosial budaya masyarakat setempat atau lingkungan budaya
masyarakat setempat. masyarakat yang telah dijadikan landasan nilai-nilai budaya, sehingga siswa dapat
mengeksplor dirinya sesuai dengan budaya yang dialaminya (Nishimura, 1995). Pembelajaran ditujukan
untuk merekonstruksi siswa yang mencari informasi dan menemukan pengetahuan yang mampu
memecahkan masalah, bekerja sama, dan bertoleransi terhadap keragaman. Apabila keinginan tersebut
berhasil dengan cara yang memuaskan maka akan meningkatkan rasa percaya diri siswa serta rasa
tanggung jawab yang tinggi dan manusia yang beradab yang dapat mengidentifikasikan dirinya dengan
kepribadian yang stabil, mandiri dan memiliki kestabilan emosi dengan pengetahuan intelektual. Mereka
juga mampu mengendalikan diri secara konsisten, yang disebut juga dengan Emotional Quotient
(Damanhuri et al., 2016).
Nilai-nilai nasionalisme dapat dipelajari dari materi pendidikan yang berorientasi pada pengembangan
karakter. Pendidikan karakter merupakan bagian dari zona revolusi dikalangan peserta didik, oleh karena
itu pendidikan karakter merupakan bagian yang sangat penting untuk segera dikembangkan dalam benak
kepala peserta didik karena peserta didik merupakan generasi penerus yang akan memimpin bangsa dan
negara. Jika cita-cita bangsa menjadi orientasi khusus ke depan,

4027
Machine Translated by Google

maka fungsi pendidikan karakter harus membaca arah kepentingan bangsa, proses membangun
pengetahuan pemuda atau keterampilan siswa di masa sekarang adalah penciptaan karakter
bangsa yang berorientasi pada zona nasionalisme. Ketika pembelajaran dan pengembangan
pendidikan diorientasikan pada nilai-nilai nasionalisme maka secara tidak langsung akan
mengaktifkan self-esteem karakter khusus yang dimiliki oleh setiap masyarakat Indonesia (Siswoyo, 2013).

II. Metode penelitian

Metode menggunakan deskriptif. Metode deskriptif menurut Sugiono (2009) adalah penelitian
deskriptif yaitu penelitian yang berfungsi untuk menceritakan secara tajam dan menganalisis narasi
yang berkembang dalam konteks ilmiah yang berorientasi pada data atau sampel yang telah
diklasifikasikan apa adanya tanpa menganalisis dan membuat kesimpulan umum dengan maksud
lain bahwa penelitian analisis deskriptif mengambil masalah atau memusatkan perhatian pada
masalah sebagaimana adanya ketika penelitian dilakukan, hasil penelitian yang kemudian diolah
dan dianalisis diberikan titik balik untuk menarik kesimpulan.

AKU AKU AKU. Diskusi

3.1 Zona Nasionalisme dan Pendidikan


Nasionalisme Indonesia Berkembang dalam tiga bidang yang luas. Pertama tumbuhnya
sentimen nasionalis di kalangan elite, kedua gerakan Islam yang dipimpin oleh gerakan modernis,
ketiga bangkitnya kelompok sayap kiri di Indonesia (Nusarastriya, 2015). Eriksen menggunakan
definisi Ernest Gellner tentang konsep nasionalisme. Ernest Gellner menggambarkan nasionalisme
sebagai berikut "Nasionalisme adalah prinsip politik yang mengklaim bahwa keragaman budaya
adalah hubungan utama antara orang-orang dalam masyarakat". Berbagai prinsip otoritas yang
mungkin ada di kalangan masyarakat sipil, legitimasi ini mengarah pada fakta bahwa anggota
kelompok saat ini memiliki budaya yang sama. Integrasi proses yang paling kuat adalah kebutuhan
akan kesetaraan budaya yang merupakan syarat dan cukup bagi afiliasi yang sah dalam masalah
nasionalisme (Eriksen, 2014).
Lebih lanjut, Eriksen menjelaskan definisi pendapat Gellner; "Nasionalisme, singkatnya,
adalah zona revolusi politik di mana kepentingan perubahan tidak melintasi batas-batas kepentingan
sosial". Eriksen percaya bahwa negara harus terdiri dari batas-batas politik dan bukan batas-batas
etnis antara penguasa dan negara-negara lain. Istilah nasionalisme berkaitan dengan suku dan
negara (Harris, 2016). Menurut Kamus Merriam Webster, nasionalisme didefinisikan sebagai
"kesetiaan dan pengabdian kepada suatu bangsa, terutama rasa kesadaran nasional," dan
"meninggikan suatu bangsa di atas kepentingan pribadi dan menempatkan penekanan besar pada
identitas budaya dan kepentingannya sebagai sarana perjuangan. menentang konvensi bersama
atau kelompok supranasional (Merriam-Webster, 2013).Nasionalisme dalam nilai banyak disorot
yang dapat berdampak positif pada negara dan kebangsaan, oleh karena itu nasionalisme
diperlukan dalam nilai melihat studi nasionalisme muncul pada pertengahan abad ke-19, terutama
di Indonesia (Kusumawardani, 2004).
Berbicara tentang nilai-nilai nasionalisme Indonesia memiliki berbagai nilai-nilai yang
diwariskan terkait dengan karakter dari segi nilai dan nilai-nilai tersebut harus dipertahankan di era
saat ini muncul selama proses pembelajaran. Karena "paradigma pengembangan pendidikan"
adalah "proses pembuatan makna" yang membantu kita mendefinisikan analisis, menggunakan
struktur pembelajaran saat ini untuk menginformasikan tindakan di masa depan dan
mempertimbangkan implikasi nyata dari pemikiran. Ini adalah hubungan yang saling berhubungan
dan transformatif antara berpikir dan bertindak (Dewey, 1916). Semoga ini bisa dijadikan inspirasi
untuk berpikir tentang sikap nasionalisme di masa sekarang.

4028
Machine Translated by Google

Tanpa pengembangan pembelajaran yang inovatif, atau hanya dengan pengalaman


(konvensional) dapat menyebabkan kita “memperkuat stereotip dan menawarkan solusi sederhana
untuk masalah yang kompleks dan digeneralisasi secara tidak akurat berdasarkan deskripsi
terbatas” (Ash & Clayton, 2009). Melibatkan pengembangan pembelajaran dalam studi intelektual,
membantu kita mengartikulasikan sumber informasi, menghadapi bias, dan memeriksa hubungan
sebab akibat, evaluasi kritis dan transfer pengetahuan (Ash & Clayton, 2009). ). Indikator nilai
nasionalisme menjadi objek pengembangan pembelajaran untuk tujuan pembentukan makna dan
pembentukan karakter. Teori sosiologis bangsa Indonesia memberikan kepada kita sebuah narasi
sejarah bahwa bangsa kita memiliki semangat nasionalisme yang berbeda dengan bangsa lain,
semangat nasionalisme kita terbentuk karena eksploitasi oleh bangsa kolonial atau kolonial sehingga
nasionalisme kita terbentuk di atas dasar persatuan dan kesatuan dan senasib sepenanggungan.
Karakter nasionalisme kita adalah melawan penindasan dalam bentuk apapun, jelas bahwa orientasi
nasionalisme kita adalah orientasi nilai-nilai kemanusiaan.
Nilai yang dimaksud adalah nilai yang menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa Indonesia
dan merupakan bagian dari tesis pemikiran nasionalisme Indonesia serta landasan dasar berdirinya
Pancasila. (Silaban, 2012), Argumentasi tersebut menyatakan bahwa nasionalisme adalah bagian
dari konsep sosial dan konsep integrasi yang menghasilkan efek persatuan dan kesatuan, oleh
karena itu pemuda, khususnya pelajar, harus memahami konsep nasionalisme yang lengkap tanpa
infiltrasi daripada asing. konsep yang dikembangkan dalam teks naratif. Secara akademis, pendidikan
karakter harus lebih jeli melihat bahwa kepentingan nasionalisme kita tidak hanya sebatas ego
sektoral dan primordialisme tetapi lebih pada kemanusiaan (Miftahuddin, 2018), dalam konteks ini
siswa harus mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan yang pada gilirannya menjadi semangat
nasionalisme di antara para peserta. mahasiswa di nusantara yang dijadikan sebagai argumentasi
perjuangan menghadapi tantangan zaman. Perjuangan kontemporer tentunya banyak menemui
konflik, karena kelahirannya selalu bersandingan dengan kepentingan negatif dari tindakan demokrasi
(aktor demokrasi) (Democracy, 2014), oleh karena itu pengembangan pembelajaran diperlukan
dalam rangka menumbuhkan semangat karakter dalam segala kepentingan, tentunya dalam hal ini
konteks nilai nasionalisme yang menjadi nilai yang dibutuhkan. Oleh karena itu pendidikan harus
menjamin terbentuknya kader-kader nasional yang berwatak nasionalis.

3.2 Pendidikan Karakter dan Pengembangan Pembelajaran


Pembangunan karakter merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional dalam peraturan
pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003 yang menjelaskan bahwa pendidikan adalah upaya sadar
dalam menciptakan suasana belajar dan proses pembelajaran secara struktural agar peserta didik
secara aktif mengembangkan dan mengeksplorasi diri sehingga memiliki karakter dasar yang
bertumpu pada kekuatan religi pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan
keterampilan sosial baginya, tentunya hal ini juga menitikberatkan pada kepentingan masyarakat
berbangsa dan bernegara. Tujuan integrasi pendidikan nasional adalah pendidikan berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 yang berlandaskan kehidupan budaya dan agama serta peka terhadap tuntutan perubahan
Inilah respon pemerintah dalam mengatasinya. Pemerintah telah menerbitkan kembali
Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 yang menegaskan bahwa tujuan penguatan karakter
adalah membentuk peserta didik menjadi siswa yang baik, bermoral dan berkarakter. Keputusan
Presiden nomor 87 Tahun 2017 telah dikeluarkan oleh Presiden Republik Indonesia tentang
Penguatan Pendidikan Karakter dengan harapan dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh
generasi saat ini. Kondisi yang memprihatinkan ini memerlukan solusi baik di tingkat internal maupun
eksternal mengenai pembentukan karakter, sehingga diperlukan dukungan khusus bagi masyarakat
dan pendidik dalam melatih karakter peserta didik (Hadisi, 2015).

4029
Machine Translated by Google

Depdiknas (2011) memaparkan soal pembentukan karakter melalui lembaga pendidikan yang
dalam proses pelaksanaannya, siswa merancang kepedulian dan tanggung jawab, atau yang biasa
disebut dengan harga diri. Harga diri merupakan bagian terpenting dari pembentukan karakter
individu.Coopersmith (1967) berpendapat bahwa harga diri adalah bagian dari nilai-nilai yang
memberikan keputusan evaluasi diri dan kebiasaan dalam rangka memutuskan segala macam
masalah sosial, terutama dalam proses menerima penolakan dan indikasi dan proses sosial. Carilah
kepercayaan pada kemampuan dan maknanya dan kesuksesannya sendiri. Oleh karena itu, harus
memberikan bingkai khusus bagi individu yang kemudian menjadi penilaian pribadi terkait perasaan
berharga atau makna yang ada dalam ekspresi sikap individu sehari-hari dan secara otomatis ketika
kita menganalisis secara mendalam harga diri membentuk rasa tanggung jawab sosial yang tinggi.
ke arahnya .. (Bortolan 2018). Harga diri memberikan ruang khusus dimana individu memiliki
kecenderungan untuk mengevaluasi dirinya terkait dengan kebutuhannya dalam perilaku kehidupan
sehari-hari, harga diri dapat membentuk individu untuk menilai dirinya sebagai individu yang memiliki
kemampuan dan kompetensi karakter yang berarti, hal tersebut merupakan bagian yang terbentuk
atas dirinya. menjadi dasar penilaian individu terhadap cita-citanya (Royzah, 2016). Pengembangan
pembelajaran berbasis nilai nasionalisme akan memberikan stimulus respon terhadap pembentukan
karakter yang memiliki harga diri yang tinggi, oleh karena itu pembelajaran di lingkungan pembelajaran
bila dikedepankan dengan menggunakan orientasi nilai nasionalisme akan membentuk karakter
pemuda atau siswa yang memiliki nilai-nilai nasionalisme. semangat kebangsaan dan sadar akan
kepentingan kemanusiaan (Bortolan, 2018).
Pengembangan pendidikan karakter dalam konteks ini berdasarkan nilai-nilai nasionalisme
merupakan bagian dari pemenuhan Pendidikan Nasional yang dirancang khusus untuk menggembleng
karakter individu berdasarkan nilai-nilai agama, budaya dan kepribadian sehingga inovasi daripada
pengembangan pembelajaran menggunakan nilai-nilai nasionalis secara otomatis akan menghadirkan
indikator. indikator nasionalisme yang dikemas dalam desain pembelajaran semester.
Ketika hal ini diterapkan maka secara otomatis akan memunculkan karakter yang memiliki harga diri
yang tinggi dan ketika individu tersebut memiliki selera es krim yang tinggi, ia akan dapat mengevaluasi
dirinya sendiri dan menyaring kebutuhan perilaku sosialnya sendiri karena harga diri memberikan
solusi prediktif. atau keputusan. Individu dalam menghadapi permasalahan yang ada pada dirinya
kemudian mampu menyaring globalisasi efek dan modernisasi efek yang berkembang di era sekarang,
kebutuhan akan harga diri karakter merupakan bagian terpenting dalam membentuk peserta didik,
karena hal ini pendidikan akan meneguhkan dan memperkuat sistem kepercayaan. Individu dari
segala pertimbangan yang matang, informasi ini memberikan konsep baru cara pandang individu
dalam mengatasi dirinya sendiri dan memotivasi dirinya (Thomas et al., 2018)

Harga diri tidak dapat terbentuk dengan sendirinya tanpa adanya kombinasi dengan adanya s.
Tumbuhnya sosiokulturalisme siswa atau pemuda dan komponen lembaga pendidikan yang
mendukung penuh program karakter, sehingga pembentukan karakter yang berlandaskan nilai-nilai
nasionalisme harus diinputkan ke dalamnya. dua komponen masyarakat dan komponen lembaga
pendidikan. Puncak dari tujuan penanaman karakter dalam proses pengembangan pembelajaran
adalah terpenuhinya kemampuan berpikir, kemampuan menilai, memilih dan memutuskan masalah
sosial yang dihadapi individu, harga diri dapat memberikan jawaban pada dua skema pertama yaitu
keyakinan individu untuk melaksanakan mentalnya, yang biasa disebut dengan Self-efficacy, yang
kedua adalah kemampuan individu untuk memahami realitas dan fakta yang terjadi dalam kebutuhan
hidupnya atau biasa disebut dengan Kemandirian (Fitra, 2015).
Sistem kepercayaan individu akan memberikan aksentuasi khusus untuk memecahkan
masalah sosial dan secara otomatis akan mengkonfirmasi dan memperkuat pertimbangan yang
cermat (Kelley, 1979). Informasi dan lingkungan atau sosiokulturalisme dalam konteks masyarakat
memberikan pandangan konseptual tentang bagaimana berpikir dan memahami realitas realitas masyarakat dalam

4030
Machine Translated by Google

kehidupan sehari-hari dan memberikan interaksi sosial yang positif dalam proses internalisasi diri dimana
dalam masyarakat biasanya siswa mengenal cara bertoleransi terhadap budaya, cara memahami
keberadaan hukum. Hukum masyarakat dan cara berpikir yang dipengaruhi oleh budaya lokal (Thomas
et al., 2018). Oleh karena itu, kebutuhan yang berkaitan dengan karakter dalam tubuh individu akan
memberikan ruang yang berbeda dalam proses identitas karena dipengaruhi oleh beberapa komponen
yang telah disebutkan di atas. Informasi dan lingkungan memberikan perspektif baru tentang konsep
individu dalam mengkonstruksi motivasi diri dan kemampuan interaksi sosial yang positif dalam proses
internalisasi diri. Proses internalisasi diri dalam pembentukan pertimbangan diri sebagai Diri sosial
dipengaruhi oleh tiga aspek yang saling terkait. Pertama, konsep diri adalah gambaran tentang apa yang
orang persepsikan tentang dirinya. Kedua, harga diri merupakan komponen afektif dari Diri, yang ketiga
adalah Self-presentation, yang merupakan manifestasi dari perilaku Diri.

(Abu-abu, 1997). Diri sosial yang akan dipaparkan dalam artikel ini adalah penjelasan mendalam tentang
harga diri.
Proses mental yang terbentuk karena sistem daripada harga diri itu sendiri sebenarnya telah
memberikan alternatif khusus terkait pembentukan karakter. Proses mental yang diharapkan dalam
proses pengembangan pembelajaran pendidikan memberikan celah dalam pembentukan karakter yang
memiliki jiwa kebangsaan yang utuh, proses tersebut sebenarnya dapat dilalui dalam masyarakat yang
memiliki sosial budaya yang positif atau biasa dikenal dengan Kearifan Lokal. Agar peserta didik atau
remaja benar-benar memiliki konsep diri yang telah diciptakan oleh lingkungan, pendidikan karakter
sebenarnya hanya menyampaikan untuk mengingatkan dan merekonstruksi nilai-nilai yang perlu
dikembangkan untuk menjawab tantangan zaman. Nasionalisme hanyalah suatu sistem gagasan nilai
yang relevansinya harus dipertahankan pada masa kini dan merupakan karakter identitas nasional yang
harus dimiliki setiap individu Indonesia, tentunya jiwa nasionalisme yang tinggi dengan sendirinya
merupakan karakter bangsa yang tinggi yang memiliki jiwa kemandirian. penghargaan terhadap orientasi
kemanusiaan sehingga harapannya mahasiswa mampu mendeteksi bahwa kepentingan nasionalisme
adalah bagian dari kepentingan kemanusiaan, hal ini perlu diperjelas. Bahkan ditekankan dalam konsep
pengembangan pengajaran pendidikan (Kawamichi et al., 2018).
Branden (1994) mengatakan bahwa jika seseorang menghadapi kekurangan dalam efikasi diri, itu
sangat berisiko, karena orang ini ingin melekat pada apa yang dia pahami dan mengalami kesulitan
dalam menyesuaikan diri dengan tuntutan atau situasi baru. Harga diri, adalah keyakinan akan nilai-nilai
diri; perilaku positif yang mengarah pada rasa memiliki dan perasaan bahagia; merasa aman dalam
menghasilkan keinginan, pikiran, dan kebutuhan yang baik; merasa bahwa kebahagiaan adalah hak dasar baginya.
Orang yang memiliki harga diri ingin merasa hidupnya bermakna, memiliki keyakinan bahwa hidup dan
keberadaannya dapat membantu orang lain, merasa dirinya baik, berguna, layak dihormati, dan layak
memperjuangkan hak pribadinya untuk mencapai kesuksesan. dan pemenuhan.
Sumber utama pembentukan harga diri memiliki karakter internal, artinya tergantung pada tindakan
orang itu sendiri, bukan pada apa yang hidup orang lain, pada kenyataannya membuat harga diri tidak
terlepas dari aspek eksternal, yaitu warga negara. Bagi Egan (1976 dalam Kelley, 1979), orang
memandang diri mereka sendiri melalui umpan balik dari orang lain serta dari pengamatan konsekuensi
tindakan mereka. Sejalan dengan proses pendewasaan tersebut, keluarga, sahabat, dan warga pada
umumnya juga menanamkan nilai dan norma yang berlaku agar masyarakat mau dinilai berdasarkan
norma tersebut. Orang belajar mengevaluasi diri dengan hasil semua interaksi dan pengalaman yang
terjalin di dalamnya. Penerimaan wilayah komunitas individu secara pribadi mempengaruhi harga diri.

Proses mempersepsikan pengalaman terjadi bersamaan dengan proses menafsirkan dan menilai
lingkungan. Tanpa disadari, pengalaman pribadi yang telah dirasakan oleh individu di masa lalu akan
mempengaruhi mereka untuk menilai, memandang, dan menentukan eksistensinya. Pengalaman yang
dianggap positif atau menyenangkan

4031
Machine Translated by Google

Pengalaman akan membuat individu cenderung melihat dirinya sebagai orang yang kompeten dalam
menghadapi tantangan hidup, yang pada gilirannya akan membentuk efikasi diri pada individu
(Hornsey et al., 2018). Self respect terbentuk ketika individu diperlakukan dengan hormat oleh orang
lain di lingkungannya, memiliki pengalaman berinteraksi yang tinggi dan memuaskan, sehingga
individu merasa yakin bahwa dirinya berguna dan berarti bagi orang lain.
Tujuan pengajaran yang baik seharusnya tidak hanya menonjolkan pencapaian pengetahuan
teoritis dan instan, tetapi juga berbagi hasil belajar yang bermakna dan transformasi positif dalam
perilaku siswa. Sebagai salah satu komponen kunci dalam proses belajar mengajar di sekolah,
seorang guru tentunya memegang posisi sentral dan kontribusi dalam proses pembelajaran. Mengenai
pengembangan pembelajaran ini adalah aplikasi pedagogis yang mengedepankan seperangkat nilai
kepribadian/karakter. Untuk itu dibutuhkan berbagai upaya untuk tujuan pembelajaran tersebut.
Peningkatan makna pembelajaran karakter bagi siswa difokuskan pada upaya yang dapat dicoba oleh
semua guru dalam membuat desain pembelajaran, dalam mengarahkan pembelajaran juga harus
meninjau beberapa tantangan yang dialami di masyarakat. Sehingga dapat menjadi apresiasi
emosional atau disebut juga generator yang mempengaruhi cara individu berpikir dan menjalani emosi
(Poole et al., 2018).
Pendidikan pembelajaran karakter dapat membantu siswa mengatasi masalah sosial. Metode
belajar mengajar yang mendorong perkembangan individu yang beretika dan bertanggung jawab
dengan mengajarkan nilai-nilai kebaikan yang harus ditunjukkan dan diterapkan dalam masyarakat,
mengajarkan nilai-nilai kepedulian terhadap sesama, kejujuran, tanggung jawab, dan sifat-sifat penting
lainnya yang menjadikan warga negara yang memiliki identitas. Karakter seperti itu dalam konteks
harga diri dapat didorong dari lingkungan yang positif sehingga berdampak signifikan bagi siswa.
Pendidikan karakter akan bermanfaat bagi keharmonisan sosial ketika mereka terlibat dan berinteraksi
dengan orang lain dalam masyarakat. (Branden, 1994). Artinya individu akan berusaha untuk
menemukan simbol-simbol yang dapat memberikan pengalaman positif dan penerimaan lingkungan
yang baik. Indikator pencapaian pembentukan harga diri merupakan bagian dari nilai-nilai dalam
pembentukan karakter karena untuk itu pembentukan karakter membutuhkan peningkatan harga diri
siswa dalam proses pembelajaran. Sehingga menjadi sinergi tujuan bersama dalam pembelajaran
sejarah yang mengemban misi pembentukan karakter siswa.
Solusinya adalah pembelajaran harus berorientasi pada nilai harga diri dalam pembentukan semangat
nasionalisme (Wening, 2012b). Pengembangan pembelajaran yang berorientasi pada karakter (self
esteem), secara otomatis akan menginternalisasi nilai-nilai nasionalisme.

IV. Kesimpulan

Pembelajaran karakter di perguruan tinggi merupakan salah satu pengembangan pembelajaran


yang seharusnya menjadi pilar utama dalam orientasi dan penanaman nilai-nilai Nasionalisme dalam
membentuk karakter dan peradaban bangsa Indonesia kepada mahasiswa. Ada banyak pendapat
bahwa pendidikan bila berorientasi pada bingkai karakter akan memudahkan implementasi nilai-nilai
nasionalisme. Zona pengembangan pendidikan dan pembelajaran karakter sangat strategis untuk
meningkatkan semangat nasionalisme peserta didik. Pembelajaran ini membantu siswa untuk lebih
memahami nilai-nilai yang terkandung dalam nasionalisme serta menumbuhkan sikap karakter yang
memiliki semangat kebangsaan.

4032
Machine Translated by Google

Referensi

Astuti, RW, Waluyo, HJ, dan Rohmadi, M. (2019). Nilai Pendidikan Karakter dalam Film
Animasi Nussa dan Rarra. Penelitian dan Kritik Internasional Budapest
Institut-Jurnal (BIRCI-Journal). Hal.215-219.
Bortolan, A. (2018) 'Harga Diri Dan Etika: Pandangan Fenomenologis', Hypatia, 33(1),
hal. 56–72. Doi: 10.1111/Hypa.12388.
Damanhuri, D.Et Al. (2016) 'Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Upaya Pembangunan
Karakter Bangsa', Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Untirta.
Demokrasi (2014) 'Democracy In Brief', Igarss 2014, (1), Pp. 1-5. Doi: 10.1007/S13398-
014-0173-7.2.
Dewey, J. (1916) 'Pengalaman Dan Berpikir', Dalam Demokrasi Dan Pendidikan. Doi:
10.2307/2178611.
Eriksen, TH (2014) 'Setelah Bangsa? Refleksi Kritis Pada Nasionalisme Dan Postnasionalisme',
Jurnal Pembangunan Multilingual Dan Multikultural. Doi: 10.1080/01434632.2014.973289.

Fitra, R. (2015) 'Hubungan Harga Diri Mahasiswa Dengan Kemampuan Aktualisasi Diri Dalam
Proses Belajar Metode Seven Jump Di Pogram Studi Ilmu Keperawatan Uin Syarif
Hidayatullah Jakarta', Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan.
Gray, A. (1997). Hak dan Pembangunan Adat: Penentuan Nasib Sendiri Di An
Komunitas Amazon, Oxford: Berghahn Books. Grubb.
aHadisi, L. (2015) 'Pendidikan Karakter Pada Anak Usia Dini', Al-Ta'dib.
Harris, E. (2016) 'Mengapa Nasionalisme Tidak Jalankan Jalurnya?', Nations And Nationalism.
Doi: 10.1111/Nana.12185.
Hornsey, MJ dkk. (2018) 'Sebuah Titik Mikroskopis Pada Titik Mikroskopis: Penyangga Harga
Diri Efek Negatif Paparan Terhadap Besarnya Alam Semesta', Journal Of Experimental
Social Psychology, 76(Februari), Pp. 198–207. Doi: 10.1016/J.Jesp.2018.02.009.

Kawamichi, H.Et Al. (2018) 'Neural Correlates Underlying Change in State Self-Esteem',
Scientific Reports, 8(1), Pp. 1–14. Doi: 10.1038/S41598-018-20074-0.
Kelley, HH (1979). Teori Atribusi Dalam Psikologi Sosial, Lincoln: University Of.
Nebraska Pers.
Kusumawardani, A. Dan F. (2004) 'Nasionalisme', Buletin Psikologi, Tahun Xii, No. 2,
Desember 2004 61.
Merriam-Webster (2013) Merriam-Webster Dictionary, Merriam-Webster Dictionary.
Miftahuddin, M.- (2018) 'Nasionalisme Indonesia: Nasionalisme Pancasila', Mozaik: Jurnal
Ilmu-Ilmu Sosial Dan Humaniora. Doi: 10.21831/Moz.V4i1.4386.
Ningsih, S. (2018). Hubungan Motivasi Dengan Produktivitas Pekerja Pada Dinas Pencatatan
Sipil dan Kependudukan Kabupaten Asahan, Indonesia. Budapest International Research
and Critics Institute-Journal (BIRCI-Journal). Hal. 148-160.
Nishimura, S. (1995) 'Perkembangan Pendidikan Moral Pancasila Di Indonesia',
Studi Asia Tenggara.
Nusarastriya, Y. (2015) 'Sejarah Nasionalisme Dunia Dan Indonesia', Pax Humana.
Poole, KL dkk. (2018) 'Lintasan Harga Diri Pada Korban Berat Lahir Sangat Rendah Melalui
Masa Dewasa', Jurnal Psikologi Perkembangan Terapan.
Elsevier, 56(Februari), Hal. 35–41. Doi: 10.1016/J.Appdev.2018.02.003.
Riyanto, A. (2017) 'Pancasila Dasar Negara Indonesia', Jurnal Hukum & Pembangunan.
Doi: 10.21143/Jhp.Vol 37.No 3.151.

4033
Machine Translated by Google

Rohendi, E. (2016) 'Pendidikan Karakter Di Sekolah', Eduhumaniora | Jurnal Pendidikan Dasar


Kampus Cibiru. Doi: 10.17509/Eh.V3i1.2795.
Royzah (2016) Artikel Pendidikan Karakter.Pdf, Pdf Pendidikan.
Silaban, W. (2012) 'Pemikiran Soekarno Tentang Nasionalisme', Jurnal Dinamika Politik, 1–6.
1(3), hal. Tersedia di:
Https://Jurnal.Usu.Ac.Id/Index.Php/Dpol/Article/Download/1034/581.
Siswoyo, D. (2013) 'Pandangan Bung Karno Tentang Pancasila Dan Pendidikan', Jurnal Cakrawala
Pendidikan. Doi: 10.21831/Cp.V5i1.1264.
Sudrajat, A. (2011) 'Mengapa Pendidikan Karakter?', Pendidikan Karakter. doi:
10.21831/Jpk.V1i1.1316.
Suharjono, M. (2012) 'Filosofi Nilai Dalam Pendidikan Karakter', Jurnal Pelopor
Pendidikan.
Thomas, EC, dkk. (2018) 'Beck Self-Esteem Scale-Short Form: Pengembangan Dan Evaluasi
Psikometri Sebuah Skala Untuk Penilaian Konsep Diri Pada Skizofrenia', Penelitian Psikiatri.
Elsevier Ireland Ltd, 263(Oktober 2017), Hal.
173–180. Doi: Https://Doi.Org/10.1016/J.Psychres.2018.02.053.
Wening, S. (2012a) 'Pembentukan Karakter Bangsa Melalui Pendidikan Nilai', Jurnal Pendidikan
Karakter. Doi: 10.21831/Jpk.V0i1.1452.
Wening, S. (2012b) 'Pembentukan Karekter Bangsa Melalui Pendidikan Nilai', Jurnal Pendidikan
Karakter, Ii(1), Pp. 55–66. Doi: 10.21831/Jpk.V0i1.1452.

4034

Anda mungkin juga menyukai