Perkembangan globalisasi kebudayaan terjadi pada awal abad ke-20 dengan berkembangnya
teknologi komunikasi. Kontak melalui media menggantikan kontak fisik sebagai sarana utama
komunikasi antarbangsa. Perubahan tersebut menjadikan kontak fisik sebagai sarana utama
komunikasi antarbangsa lebih mudah dilakukan sehingga perkembangan globalisasi kebudayaan
semakin cepat.
Jhon Neisbitt (1998) menyatakan bahwa kondisi seperti ini sebagai “gaya hidup global”, yang
ditandai dengan berbaurnya budaya anatarbangsa, seperti terbangunnya tata cara hidup yang
hampir sama kegemaran yang sama, dan kecenderungan yang sama, baik dalam hal makanan,
pakaian, hiburan, maupun aspek kehidupan manusia lainnya. Kenyataan seperti ini akan
berimplikasi pada hilangnya kepribadian asli dan terpoles oleh budaya yang cenderung lebih
berkuasa.
Suatu tantangan yang sangat berpengaruh dalam dunia pendidikan adalah pola hidup modern
pada era global yang cenderung bersifat mendunia dan individual.
Permasalahan yang muncul pada era global, yaitu pada satu sisi lembaga-lembaga pendidikan
sekolah lebih mengutamakan ilmu pengetahuan dan teknologi dan pada sisi lain lebih
mengutamakan ilmu iman dan taqwa sehingga terjadi dikotomi dimana satu sisi masyarakat
peserta didik lebih menguasai ilmu pengetahuan umum, tetapi lemah dalam segi ilmu agama.
Sebaliknya, ilmu agama sangat dikuasai, tetapi ilmu umum sangat lemah.
Beberapa hal yang harus diperbaiki dalam akhlak untuk menanggulangi masalah moral, antara
lain: