Padang,
The Axana Hotel, 03 November 2015
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya, sehingga Prosiding
Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri ini akhirnya berhasil diterbitkan.
Prosiding ini merupakan kumpulan makalah yang disajikan dalam Seminar Nasional
Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri yang diselenggarakan pada tanggal 03
November 2015.
Tujuan seminar ini selain sebagai media diskusi juga untuk meningkatkan kontribusi
para akademisi dan profesional dalam pengembangan industri nasional melalui
penyelesaian masalah teknik mesin yang efektif, hemat energi dan ramah lingkungan
serta membangun suasana kondusif untuk meningkatkan jejaring antar perguruan
tinggi. Telah terhimpun sebanyak 26 makalah yang dipresentasikan secara oral.
Terima kasih kami sampaikan kepada semua penulis yang telah menyumbangkan
makalahnya dalam prosiding ini. Terima kasih pula kami sampaikan kepada seluruh
dosen dan mahasiswa jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Andalas
yang telah terlibat dalam perencanaan dan penyelengaraan seminar serta telah
bekerja keras dalam pembuatan prosiding ini baik dari segi naskah agar memenuhi
kaidah penulisan ilmiah dan ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan maupun
dari segi tampilan yang disajikan secara apik.
Kami mohon maaf bila terdapat kekeliruan dalam penerbitan prosiding ini. Kami
berharap dengan adanya seminar dan prosiding ini kiranya dapat berguna
memberikan manfaat.
Ketua Jurusan
Dr. Ir. Is Prima Nanda
i
SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ANDALAS
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Pertama-tama, marilah kita ucapkan puji syukur kepada Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kegiatan Seminar Nasional Inovasi
Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 dengan tema “INOVASI TEKNOLOGI
UNTUK KEJAYAAN BANGSA” dapat terlaksana dengan baik dan lancar. Kedua,
atas nama Keluarga Besar Fakultas Teknik Universitas Andalas, perkenankan saya
menyampaikan Selamat Datang di kampus Fakultas Teknik Universitas Andalas,
kepada bapak Ir. Bobby Gafar Umar (Ketua PII Pusat), Ir. Benny Wendry, MM
(Direktur Utama PT.Semen Padang), Prof. Dr. Ir. Johny Wahyudi M. Soedarsono,
DEA (Universitas Indonesia), Prof. Dr. Mohd. Hasbullah (Universitas Teknologi
Malaysia) sebagai Keynote Speakers, para pemakalah dan peserta dari luar
Universitas Andalas guna mengikuti seminar ini. Saya menyambut gembira seminar
ini yang telah mendapatkan perhatian yang besar dari kalangan akademisi dan
profesional dari institusi pendidikan, riset, industri, serta pemegang kebijakan dari
institusi yang terkait, sehingga terkumpul 26 makalah yang akan dipresentasikan
dalam seminar ini. Untuk itu, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada Bapak dan Ibu pemakalah. Saya yakin bahwa dari seminar
ini akan dihasilkan ide-ide, konsep-konsep, dan terobosan baru yang inovatif dalam
pengembangan teknologi yang nantinya akan diaplikasikan dalam dunia industri di
masa yang akan datang. Seminar ini tidak akan terselenggara dengan baik tanpa
dukungan dari berbagai pihak, khususnya para sponsor dan kontribusi dari
pemakalah dan peserta. Untuk itu, saya menyampaikan terima kasih yang sebesar-
besarnya. Secara khusus, saya menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada panitia penyelenggara atas jerih payah, kerja keras,
ketekunan dan kesabarannya dalam mempersiapkan dan menyelenggarakan seminar
ini sehingga dapat berjalan dengan baik, lancar dan sukses.
Akhirnya, melalui seminar ini,marilah kita senantiasa perkuat dan perluas jejaring
serta kerjasama antar semua stakeholder dunia teknologi industri, khususnya yang
ada di Indonesia, guna bekal pengetahuan dan teknologi bagi SDM Indonesia untuk
mampu bersaing menghadapi persaingan global.
ii
SPONSOR DAN ORGANISASI PENDUKUNG
iii
PANITIA PELAKSANA
PENANGGUNG JAWAB
Prof. Dr.-Ing. Hairul Abral
Dekan Fakultas Teknik Universitas Andalas
PANITIA PELAKSANA
DEWAN REDAKSI
1. Prof. Dr.-Ing. Mulyadi Bur (Universitas Andalas)
2. Prof. Dr.-Ing. Hairul Abral (Universitas Andalas)
3. Prof. Dr. Eng. Gunawarman (Universitas Andalas)
4. Dr. Eng. Syamsul Huda (Universitas Andalas)
5. Dr. Adjar Pratoto (Universitas Andalas)
6. Dr.-Ing. Uyung Gatot S. Dinata (Universitas Andalas)
7. Nofrijon Sofyan, Ph.D (Universitas Indonesia)
8. Dr. Eng. Feblil Huda (Universitas Riau)
9. Dr. Amrizal ST, MT (Universitas Lampung)
10. Dr. Eng. Dedi Suryadi (Universitas Bengkulu)
iv
TOPIK SEMINAR
Topik Seminar Nasional Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri ini secara umum
dibagi kedalam 4 (empat) bidang, yaitu:
a. Inovasi Rekayasa Mekanik
b. Inovasi Aplikasi Industri
c. Inovasi Rekayasa Material
d. Inovasi Rekayasa Energi
KEYNOTE SPEAKERS
v
SUSUNAN ACARA
Seminar Nasional SINTERIN III 2015 diselenggarakan pada hari Selasa tanggal 03
November 2015 mulai pukul 07.30 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB di Hotel Axana
Padang di Jalan Bundo Kandung No.14-16 Padang - Sumatera Barat
vi
Energi
vii
PARALLEL SESSION 1
(13.30 – 14.30)
Bidang : IND + RME
Moderator : Dr.-Ing. Agus Sutanto
Ruang :1
viii
Susunan Acara Parallel Session I (13.30 – 14.30 WIB)
ix
5 Habibul Jurusan IND-005 Alat Pengaman 14.10 - 14.20 Cici
Fuadi Teknik Mesin, Pintu Rumah Amelia,
Azni, Universitas Menggunakan Pin Ilham
Zulkifli Andalas Kode dan Sensor Wahyudi
Amin Getar Berbasis Putra
Mikrokontroler
ATMEGA8535
6 Topan Jurusan IND-006 Pengeditan Model 14.20 - 14.30 Cici
Prima Teknik Mesin, Surface Tangan Amelia,
Jona, Universitas Manusia Hasil 3D Ilham
Zulkifli Andalas Scanner Menjadi Wahyudi
Amin Model Solid Putra
dengan
Menggunakan
Perangkat Lunak
Autodesk 3D Max
Design dan
NETFABB
x
Susunan Acara Parallel Session I (13.30 – 14.30 WIB)
xi
PARALLEL SESSION 2
(14.30 – 15.45)
Bidang : IND + RME
Moderator : Hendery Dahlan Ph.D
Ruang :1
xii
Susunan Acara Parallel Session II (14.30 – 15.45 WIB)
xiii
Bung Hatta Menjadi Garam
7 Zaini, Jurusan REN-005 Monitoring 15.30-15.40 Muslihul
Randi Teknik Pemakaian Energi Hakim,
Novaldi Elektro Listrik Gedung Rinaldi
Universitas melalui WSN Alexander
Andalas
xiv
Susunan Acara Parallel Session II (14.30 – 15.45 WIB)
xv
dengan Variasi
Campuran dan
Rasio C/N
7 Wahyu Jurusan REN-003 Analisi Pengaruh 15.30 - 15.40 Muslihul
Hidayat, Teknik Tubukensi Hakim,
Aep Mesin, Terhadap Rinaldi
Suharto, UNISMA Homogenitas Alexander
Anwar Bekasi Campuran Udara
Ilmar dan Bahan Bakar
Ramadhan dalam Ruang
Silinder Motor
Bensin dengan
Simulasi CFD
(Computational
Fluid Dynamic)
xvi
DAFTAR ISI
Alat Pengaman Pintu Rumah Menggunakan Pin Kode dan Sensor Getar
Berbasis Mikrokontroler ATMEGA8535
Habibul Fuadi Azni, Zulkifli Amin.........................................................................5
xvi
Perancangan Pesawat Tanpa Awak (Unmanned Aerial Vehicle) untuk
Pencitraan Lokasi Siaga Bencana di Sumatera Barat
Dendi Adi Saputra M, Eka Satria, Gusman Arif Pandy ......................................9
Studi Performansi Air untuk Irigasi Pertanian di Desa Sumagek Nagari Sumani
Kabupaten Solok
Mulyanef, Kaidir, Duskiardi ...................................................................................10
xvii
Perilaku Korosi Titanium dalam Larutan Modifikasi Saliva Buatan untuk
Aplikasi Ortodontik
Sanny Ardhy, Gunawarman, Jon Affi ....................................................................18
Analisa Kandungan Gas CO2 Terhadap Variasi Temperatur dan Waktu pada
Proses Penyangraian
Roni Novison, Firman Ridwan................................................................................23
xviii
Kode Makalah: IND-001 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Agung Sutrisno
Abstract
Motivated by growing importance of sustainability issues nowadays, endeavour to improve criticality assessment
model to rank factors affecting the occurrence of non-value added operation in industrial practice is important.
While studies focusing on the performance improvement of Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) are
abundantly available in product design and manufacturing, the situation is in contrary in maintenance engineering
discipline. This study shows an improved modification of FMEA model to rank the criticality of maintenance waste
from maintenance operation. An illustrative example of the proposed model is demonstrated using case example
from industrial maintenance practice is given.
Keywords: Modified FMEA, Maintenance Waste, Waste Priority Index (WPI) and Risk Priority Number
(RPN).
1
Kode Makalah: IND-001 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
financial losses and others. Evaluation of the waste Erroneous 0.2 0.7 0.027 0.0037 3
occurrence should consider many aspects such as Maintenance
economics, environmental, safety, reputational and so activities
on. Considering that maintenance waste may have
many consequences in terms of negative technological, Referring to case example, duplicating maintenance
economical, safety reputational impact; the use of data becomes the most critical waste to be remedied
multi criteria decision tool such as the AHP can aid followed by additional waiting time for maintenance
decision makers in appraising severity of maintenance process and the least waste, erroneous maintenance
waste consequences using multiple criterion ( Singh activities.
and Kulkarni, 2013).
Determining an improved model for maintenance
Finally waste priority number (WPN) which represents waste reprioritization is important for supporting the
the criticality of waste occurrence is obtained by realization of sustainable manufacturing. In this study,
multiplying the score of waste probability components a new model for accessing the criticality of
with waste detectability occurrence and its maintenance waste occurrences. Pertaining to its
consequences. benefits on offer, this study offers many benefits to
both of practical and theoretical purposes. First, the
model proposes probability components of failure
3. Research Methodology analysis into two components different from previous
modified FMEA references, probability of waste
In an attempt to validate the proposed modified FMEA mode avoidance, which in our opinion, is inherent in
model, a case study type research is used The company failure assessment and overlooked by previous
where the case example applied is electricity modified FMEA components. Second, it presents on
generating company. To achieve the targeted research the utilization of multi criterion aspect in appraising
goals, company visit, interviews, departments meeting the severity of maintenance waste effects making it
and investigating archival documents from enable to adapt the real situation where decision
maintenance and operations unit of the company are makers usually using many criterion in declining
performed. For obtaining relevant data pertaining to their decision. And at last, it develops a framework of
how maintenance and operation are practiced in its modified FMEA model for accessing the risk of
everyday activities, interview with maintenance, maintenance waste occurrence in which to our
quality assurance and operations manager who has knowledge, is vacant in previous study.
more than 15 years of working experiences is Despite the contributions offered, some limitations
conducted. In attempt to demonstrate the proposed are observable in the proposed modified FMEA
model for accessing the risk of maintenance waste model. First, depending on its application context,
causes, the criteria used to access the severity of difference industrial settings may give different
maintenance waste consequences are expected cost maintenance waste modes and in consequences
incurred when a particular waste occurred, customer different waste priority number will be exist.
dissatisfaction, the impact of maintenance waste to the
environment and electricity generating lead time. The 5. Conclusions
electricity generating lead time is defined as the time In this paper, an improved model for evaluating the
span from the occurrence of the maintenance work criticality of maintenance waste mode is proposed.
order request until the success on generating electricity The model presents new components for criticality
due to the completion of maintenance work. The assessment of maintenance waste modes using
weight of the maintenance waste category was based modification of FMEA. Different from previous works,
on the pair wise comparison among aforementioned probability of waste avoid ability aspect is considered
criteria using the AHP method. The result of such thus enable to consider the companies’ avoidability
quantification is given in table 1. capability in dealing with specific maintenance waste
4. Result and Discussion occurrence. Meanwhile, the use of AHP (Analytical
Hierarchy Process) in accessing the hierarchy of
Table 1. A Modified FMEA Sheet of Case Example maintenance waste consequences enables manager to
consider many qualitative and quantitative criteria on
Waste Mode P D S WPN Rank impact of maintenance waste occurrence. Intended to
Additional 0.1 0.7 0.011 0.0077 2 fill in the gap on reference focusing the application of
Waiting time spent modified FMEA in dealing with maintenance waste, in
for executing this study opens many further opportunities for
Maintenance process investigations. For instance, in some situations,
Duplicating 0.3 0.5 0.080 0.0120 1 solving the root cause of maintenance waste usually
Maintenance Data
consider contradiction among competing solutions. In
2
Kode Makalah: IND-001 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Acknowledgements
Nomenclature
References
3
Kode Makalah: IND-002 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
1)
Jurusan Teknik Industri Universitas Bung Hatta.
Kampus III Proklamator, Jl. Gajah Mada No. 19 Olo Nanggalo Padang
2)
Alumni Teknik Industri Universitas Bung Hatta
E-mail: yesmizartimuchtiar@bunghatta.ac.id
Abstrak
Banyaknya usaha sejenis akan menimbulkan kompetisi diantara usaha tersebut. Demikian juga halnya dengan
usaha swalayan, sehingga menuntut setiap swalayan untuk lebih meningkatkan kualitas layanan yang diberikan.
Salah satunya Supermaket X yang melakukan perbaikan terhadap kualitas pelayanan yang telah mereka berikan.
Upaya perbaikan diawali dengan pengukuran kualitas layanan yang bertujuan untuk mengindentifikasi kepuasan
dan harapan yang diinginkan pelanggan. Kuesioner yang diberikan memiliki 18 variabel pertanyaan yang
dikelompokkan kedalam 5 dimensi kualitas yaitu Tangible (Bukti Fisik), Reliability (Keandalan), Assurance
(Jaminan), Responsiveness (Daya tanggap) dan Empaty. Selanjutnya, dilakukan pengukuran tingkat kepuasan dan
tingkat harapan dengan menggunakan metoda Service Quality, maka didapatkan nilai dari 18 variabel pertanyan
yang diajukan. Dari 18 variabel yang diukur kesenjangannya, semua variabel masih bernilai negatif, menandakan
harapan yang diinginkan konsumen belum dapat dipenuhi oleh pihak swalayan. Suara konsumen adalah faktor
yang terpenting dalam menjalankan usaha. Dengan hasil Serqual digunakanlah House Of Quality pada metoda
QFD untuk melihat prioritas perbaikan pelayanan yang harus ditingkatkan oleh pihak Swalayan. Hasil dari QFD
ini adalah: profesionalisme karyawan, sarana dan prasarana, adanya customer service, strategi pemasaran, adanya
jadwal dan promosi dan tampilan/display.
1
Kode Makalah: IND-002 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
2
Kode Makalah: IND-002 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Menunjukkan perubahan yang terjadi pada (hubungan positif) maupun yang saling melemahkan
suatu kebutuhan desain dapat langsung (hubungan negatif). Untuk memudahkan analisis
memberikan dampak negatif terhadap maka dimasukkan hubungan ini dibagian atas rumah
kebutuhan desain yang lainnya. kualitas seperti pada Gambar 2.
3
Kode Makalah: IND-002 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
6. Perhitungan Prioritas Technical Response Bobot technical response merupakan suatu ukuran
Besarnya technical response merupakan penilaian yang menunjukkan technical response yang perlu
yang dihitung berdasarkan tingkat keterhubungan mendapatkan perhatian atau diprioritaskan dalam
(relationship matrix) antar technical response hubungannya. Perhitungan terlihat pada Tabel 6.
terhadap keinginan pelanggan. .
Tabel 5. Hubungan Customer needs dengan Technical respone
Customer needs Technical respone Relationship
Kuat Sedang lemah
Tampilan/Display
Lokasi yang mudah dijangkau dan
strategis
Sarana dan prasarana
Tempat parkir yang nyaman Sarana dan prasarana
…………………………………………..
Profesionalisme karyawan
Kemudahan mendapatkan pelayanan
pembelanjaan Strategi pemasaran
4
Kode Makalah: IND-002 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Strategi pemasaran
Tampilan/Display
Referensi
Kesimpulan
Lou,C.,1995,Quality Function Deployment : How to
Dari hasil analisis dengan pendekatan QFD (Quality make QFD Work For You, Addison-Wesley
function Deployment) dapat ditentukan prioritas Publishing Company, California USA.
karakteristik pelayanan yang harus diperbaiki dan Muchtiar, Yesmizarti, 2015, Identifikasi Kualitas
dipenuhi oleh pihak Megaprima Swalayan adalah Pelayanan Swalayan X dengan Metoda
sebagai berikut : Service Quality, Jurnal Teknik
1. Profesionalisme karyawan Industri,Universitas Bung Hatta
2. Sarana dan prasarana Tjiptomo, F., Diana, A., 2000, Total Quality
3. Adanya customer service Management, Edisi Revisi,Penerbit Andi,
4. Strategi pemasaran Yogyakarta.
5. Adanya jadwal dan promosi
6. Tampilan/display
5
Kode Makalah: IND-003 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
1,2,3,4,5)
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Universitas Trisakti
Gedung Hery Hertanto, Kampus A Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa No. 1, Grogol, Jakarta 11440
E-mail: rianti.ariobimo@gmail.com
Abstrak
Sebuah prototipe tungku peleburan logam telah dibuat menindaklanjuti proses perancangan.
Selanjutnya dilakukan evaluasi kinerja dari prototipe tersebut untuk melihat kemampuan peleburannya.
Uji coba prototipe dilakukan dalam 3 tahap. Pada tahap pertama uji coba dilakukan tanpa
menggunakan burner, sedangkan pada tahap 2 dan 3 uji coba dilakukan dengan menggunakan burner.
Uji coba dilakukan dengan kondisi prototipe kosong. Selain itu juga dilakukan pengukuran temperatur
gas panas yang dihasilkan burner. Hasil pengukuran temperatur gas buang pada tahap kedua adalah
360OC. Mengacu pada besarnya temperature yang berhasil dicapai dan kondisi asap yang dihasilkan
maka dilakukan beberapa perbaikan. Hasil pengukuran temperatur setelah perbaikan menunjukan
terjadinya peningkatan pada temperatur dan perbaikan kondisi asap yang dihasilkan.
Kata Kunci: tungku peleburan; konstruksi tungku; bahan bakar solar; temperatur; asap.
perancangan VDI 2221 (Pahl dan Beitz, 1984) 3675/K/24/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006.
dengan kekhususan adanya alur untuk naiknya Selain itu sebelum dilakukan uji coba tahap 2
udara panas. dan 3, terlebih dahulu dilakukan pengukuran
temperatur nyala burner (solo run test atau free
burner).
kenaikan temperatur hingga 342OC. Tetapi gas panas menjadi lambat. Kepadatan fluida gas
ketika selanjutnya dilakukan uji coba kedua dalam tungku akan mengganggu kinerja burner.
dengan kondisi tertutup ternyata hasil Selain itu dalam proses pembakaran diperlukan
pengukuran temperatur turun hingga 300OC oksigen. Lubang cerobong asap yang terlalu
diiringi dengan bunyi dengungan. Ketika kecil juga akan menghambat masuknya oksigen
dilakukan analisa terhadap asap yang dihasilkan sehingga pembakaran yang terjadi tidak
terlihat bahwa pembakaran yang terjadi belum sempurna.
sempurna. Guna mengurangi dengungan dan
kecepatan gas panas, maka dilakukan Kesimpulan dan Saran
pembesaran lubang cerobong asap. Uji coba Evaluasi kinerja yang dilakukan terhadap
dalam kondisi tertutup yang dilakukan setelah prototipe tungku peleburan logam buatan
proses perbaikan menghasilkan pengukuran sendiri menunjukan bahwa penggunaan profil
temperatur maksimum 390OC dan ulir pada dinding tungku akan membantu gas
berkurangnya bunyi dengungan. Selain itu asap panas untuk naik dan memanasi kowi secara
yang keluar terlihat tidak lagi hitam pekat. merata. Selain itu untuk mencapai temperatur
yang diinginkan maka jarak burner tip dan
lubang cerobong asap harus diperhatikan.
Analisis Waktu Produksi pada Proses Penyambungan Komponen Rakitan Roda Bajak (HT-PD-008) dengan
Menggunakan Perkakas Bantu Pengelasan untuk Produksi Masal Komponen-komponen Hydrotiller
1)
Adam Malik, 2)Irval Diska
1,2)
Jurusan Teknik Mesin FT-Unand
Kampus Unand Limau Manih, Padang 25163
adammalik@ft.unand.ac.id
Abstrak
Kurang memadai kapasitas dan kualitas produksi Industri-industri Alsintan merupakan akar permasalahan utama
dalam pengembangan Industri Alsintan Sumbar dalam rangka memenuhi target program swasembada dan
ketahanan pangan Sumbar. Target yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah terpenuhinya produksi Alsintan
Traktor Roda Dua oleh Industri-industri Alsintan yang ada di Sumbar dengan meningkatkan kapasitas dan kualitas
produksinya dengan cara pemanfaatan & aplikasi teknologi manufaktur melalui perencanaan proses manufaktur
yang baik dan optimal. Salah satunya adalah mengupayakan Waktu Produksi sesingkat mungkin dalam
memproduksi masal komponen-komponen pada Industri Alsintan tersebut. Penelitian ini bertujuan menganalisis
Waktu Produksi pada proses penyambungan Komponen Rakitan Roda Bajak dengan menggunakan Perkakas
bantu Pengelasan yang telah dirancang dan dibuat. Penelitian ini nantinya bermanfaat untuk meningkatan
kapasitas dan kualitas produksi Industri-industri Alsintan Sumbar. Untuk mencapai tujuan (metodologi) dilakukan
Proses Produksi Penyambungan Komponen Rakitan Roda Bajak dengan menggunakan Perkakas bantu yang telah
dirancang dan dibuat, dihitung dan diuji Waktu Produksi selama proses berlangsung kemudian dibandingkan
dengan Waktu Produksi pada proses penyambungan Komponen Rakitan Roda Bajak dengan menggunakan
Perkakas bantu seadanya pada Industri Alsintan (CV Citra Dragon) yang ada di Sumbar. Hasil menunjukkan
penggunaan Perkakas bantu yang telah dirancang dan dibuat menghasilkan Waktu produksi lebih baik.
Kata kunci : Hydrotiller, Rakitan Roda Bajak, Perkakas Bantu, Proses Pengelasan dan Waktu Produksi
Pendahuluan
Skema Numerik
Kesimpulan
Nomenklatur
Referensi
1
Kode Makalah: IND-005 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
1,a)
Habibul Fuadi Azni dan 2,b)Zulkifli Amin
1,2)
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Andalas
Kampus Limau Manis, Padang 25163
Email: ahabibulfuadiazni@yahoo.co.id, bzulkifliamin@ft.unand.ac.id
Abstrak
Keamanan dan kenyaman rumah sangat dibutuhkan oleh setiap manusia. mereka ingin rumahnya aman
dari pencurian dan pembobolan, serta apabila terjadi bencana alam seperti gempa bumi. Mereka bisa keluar
dengan mudah dari dalam ruangan. Keamanan dan kenyamanan ini tidak selalu dapat diwujudkan karena
kurangnya tingkat keamanan dan mahalnya biaya pengamanan ekstra. Salah satu upaya yang dapat digunakan
untuk mengatasi masalah tersebut adalah menggunakan alat pengaman pintu rumah otomatis yang mampu
memberikan pengamanan yang lebih baik dan tidak takut lagi akan terkunci didalam suatu ruangan ketika gempa
terjadi.
Tulisan ini membahas tentang perancangan alat pengaman pintu rumah menggunakan pin kode dan sensor
getar berbasis mikrokontroler ATMega8535. Langkah-langkah dari pembuatan alat ini adalah merancang
rangkaian elektronika, pembuatan sistem mekanik, dan pemograman mikrokontroler AVR ATMega8535 dengan
software Code Vision AVR. Sistem mekanik alat dirancang agar pintu dapat bergerak secara horizontal. Pintu
berdimensi 145 x 95 x 3 mm. Sebagai pengontrol atau pusat kendali digunakan mikrokontroler ATMega8535.
Sistem kontrol alat pengaman pintu otomatis ini memiliki input berupa penginputan deret password, penekanan
tombol push button, dan pendeteksian getaran. Input ini selanjutnya akan membuat pintu bergerak terbuka dan
menutup kembali dengan sendirinya. mikrokontroler akan membunyikan buzzer apabila penginputan deret
password salah dan adanya pemaksaan dalam membuka pintu.
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan pada alat pengaman pintu otomatis , alat mampu mendeteksi
suatu besaran getaran yang dihasilkan oleh motor dc yang dilakukan dengan memvariasikan sensitifitas sensor
dalam menerima getaran dan memvariasikan besarnya getaran yang diberikan.
Kata Kunci: Keamanan, kenyamanan, Alat Pengaman Pintu Otomatis, Mikrokontroler ATMega8535, password, getaran,
buzzer
Kode Makalah: IND-006 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
1,a)
Topan Prima Jona dan 2,b)Zulkifli Amin
1,2
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Andalas
Kampus Limau Manis, Padang 25163
E-mail: heyutojona@gmail.com, b zulkifliamin@ft.unand.ac.id
a
Abstrak
Modifikasi atau pembuatan anggota tubuh tiruan diminati oleh orang yang sangat
membutuhkannya, seperti orang yang mengalami amputasi kaki atau tangan dan rusaknya gigi. Salah satu
solusi untuk masalah di atas adalah pembuatan artificial limbs seperti prosthetic hand. Solusi seperti
tangan artificial dan prosthetic sangat diminati pada saat ini. Adanya teknologi reverse engineering
dengan alat 3D Scanner dan tersedianya mesin additive manufaktur memungkinkan untuk membuat tangan
artificial. Kondisi inilah yang melatar belakangi tujuan penelitian ini yakni untuk melakukan pengeditan
model surface tangan manusia hasil 3d scanner menjadi model solid dengan menggunakan perangkat lunak
autodesk 3d max design dan netfabb.
Untuk mendapatkan hasil penelitian langkah yang dilakukan untuk menghasilkan tujuan tersebut
adalah menentukan objek pengujian, melakukan scan pada tangan manusia dengan alat 3D Handy Scanner
Exanscan dengan tiga metode dan kemudian dilakukan proses editing dan pengkonversian format data
output dari scanner kedalam bentuk yang mampu diakses oleh mesin rapid prototyping.
Pada penelitian ini, dihasilkan sebuah model tangan manusia dalam bentuk model solid dengan
format data .stl dengan ukuran 908 KB. Untuk mendapatkan hal ini, telah digunakan dua software yang
berbeda yaitu software Autodesk 3D Max Design dan software Netfabb Basic.
Dari penelitian ini didapat kesimpulan bahwa proses reverse engineering dapat diterapkan untuk
pembuatan prosthetic hand dengan memanfaatkan alat 3D Handy Scanner Exanscan sebagai langkah awal
untuk mendapatkan data untuk mempersiapkan model solid. Untuk dapat menghasilkan model solid dengan
format data .stl dan kemudian dapat digunakan pada mesin additive manufacture atau rapid prototyping
maka diperlukan teknik pengambilan data dengan alat 3D Handy Scanner Exanscan dan proses editing.
Dengan menggunakan software Netfabb dihasilkan output yang lebih baik daripada software Autodesk 3D
Max Design. Output dari Autodesk 3D Max Design memiliki sudut-sudut baru pada nurbs (permukaan tidak
beraturan) objek dan hasil editannya tidak dapat mengikuti pola dari nurbs tersebut , sedangkan hasil
output software netfabb ketika editing dapat mengikuti pola nurbs objek sehingga hasilnya jauh lebih baik.
Kata Kunci: Model, Solid, Surface, 3D scanner, additive manufacture, prototyping, software, editing, konversi,
artificial limbs, prosthetic
cacat pada permukaan objek output berbentuk menggunakan Software Autodesk 3Dmax design,
tidak beraturan dan berongga. hasil editan tidak dapat menutup cacat (lubang)
dengan mulus, karena pada saat memberikan
perlakuan menu ”cap” permukaan justru memiliki
sudut baru. Penjelasan tersebut dapat dilihat pada
Gambar 8 berikut.
Kesimpulan
Optimalisasi Proses Assembly Pesawat Tanpa Awak dengan Pendekatan Product Work Breakdown
Structure (PWBS)
Abstrak
Proses produksi Unmanned Aerial Vehichles (UAV) membutuhkan proses perancangan UAV yang meliputi Disain
pesawat seperti (fuselage, wing, horizontal stabilizer, vertical stabilizer, aileron, elevator, tail, dan wing). Proses
pembuatan memerlukan waktu yang lama sehingga diperlukan pembagian/perincian struktur pekerjaan
berorientasi produk yaitu pendekatan Product Oriented Work Breakdown Structure (PWBS).
Komponen-komponen UAV dikelompokan secara permanen berdasarkan karakteristik dan klasifikasinya dengan
memperhatikan atribut-atribut Disain dan manufaktur. Pada penelitian ini dilakukan optimalisasi proses perakitan
UAV berdasarkan pembagian dan pengelompokkan kerja yang berorientasi produk. Pendekatan metode critical
path method (CPM) digunakan untuk mengetahui waktu perakitan UAV yang optimal sehingga jadwal proses
produksi komponen dapat disusun dengan sistematis dan menghasilkan waktu yang lebih efektif dan efisien. Dari
hasil optimalisasi didapatkan waktu perakitan UAV adalah 139 menit yang dihitung berdasarkan urutan kegiatan
yang mengikuti jalur lintasan kritis proses perakitan.
Keywords: UAV, PWBS, optimalisasi, CPM, lintasan kritis
Tidak Analisa
Hasil
Ya
Gambar 1. Disain UAV
Penentuan konsep disain UAV juga Kesimpulan dan Saran
mempertimbangkan ketersediaan material UAV yang
mudah didapatkan dan proses manufaktur pesawat Gambar 2. Flowchart Penelitian
yang mudah dilakukan. Keterbatasan lokasi 3.1 Identifikasi dan Perumusan Masalah
penerbangan (lokasi bencana, sungai, pantai, dll),
tidak memungkinkan UAV take-off dengan Latar belakang penelitian merupakan acuan awal dari
menggunakan landing gear. Untuk itu, UAV tahapan identifikasi permasalahan yang terjadi yaitu
dirancang menggunakan konsep (hand launch), yaitu pada pesawat tanpa awak. Pengidentifikasian masalah
penerbangan dengan lemparan tangan. Spesifikasi ditujukan untuk mengetahui inti permasalahan yang
decantumkan pada tabel 1. berikut : terjadi sehingga dirumuskan menjadi beberapa poin
yang merupakan tujuan ataupun target dari penelitian
Tabel 1. Spesifikasi Rancangan UAV yang akan dilakukan.
Berat Maksimum 1,75 kg 3.2 Studi Literatur
Wing Span 1800 mm
Aspek Rasio 8 Studi literatur dimaksudkan untuk mendapatkan
Kecepatan Jelajah 12 m/s berbagai macam referensi dari bermacam-macam
Take off Hand launch sumber diantaranya buku, jurnal paper atau dari
browsing di internet guna mendukung penyelesaian
3. Metodologi penelitian ini. Dari literatur yang didapatkan maka
Penelitian ini diawali dengan identifikasi dan diperoleh sebuah rangkuman teori dasar, konsep serta
perumusan masalah, studi literatur dari beberapa metode yang tepat dimana dapat digunakan sebagai
penelitian pesawat tanpa awak yang telah dilakukan acuan dalam melaksanakan penelitian ini. Selain itu,
sebelumnya, perancangan, pembuatan dan pengujian tahap ini dilakukan guna menunjang pencapaian
dan analisa teknis pesawat tanpa awak (UAV) dan tujuan dan pemecahan masalah dengan pendekatan
penarikan kesimpulan. Secara garis besar, tahapan teori yang sesuai topik penelitian. Studi literatur
penelitian dapat digambarkan pada flowchart
Kode Makalah: IND-007 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
meliputi studi kepustakaan dan review penelitian accuracy (ketepatan) control dalam pemasangan.
sebelumnya. Oleh karena itu diperlukan critical path methode agar
waktu dalam perakitan dapat diketahui dengan pasti.
3.3 Membuat Jadwal (Schedule) Kegiatan Konsep waktu yang dipakai adalah :
menggunakan Microsoft Project
ES (earliest start time) = waktu tercepat
Tahapan ini diawali dari WBS UAV yang dibangun, dimulainya sebuah aktifitas, yaitu lintasan
dilanjutkan dengan mengidentifikasi aktivitas apa terpanjang yang menuju sebuah kejadian.
saja yang dibutuhkan. Setelah diketahui EF (earliest finish time) = waktu tercepat
aktivitas-aktivitas tersebut, maka dilakukan diselesaikannya sebuah aktifitas EF = ES +
pengelompokkan aktivitas. Penyusunan urutan waktu aktiftas.
aktivitas tersebut harus benar dan sistematis agar
jadwal proyek dapat dilaksanakan dengan baik. LF (latest finish time) = waktu paling lambat
Aktivitas-aktivitas proyek secara keseluruhan yang diselesaikannya sebuah aktifitas.
akan digunakan sebagai acuan pembuatan jadwal LF = waktu penyelesaian proyek – waktu dari
kerja dengan menggunakan program Microsoft lintasan terpanjang penyelesaian proyek.
Project 2007 . LS (latest start time) = waktu paling lambat
3.4 Perancangan Proses Disain Assembly dengan dimulainya sebuah aktifitas LS = LF – waktu
Pendekatan PWBS aktifitas.
Slack = waktu yang dimiliki oleh sebuah
Perancangan ini telah disesuaikan dengan penerapan aktifitas untuk bisa diundur tanpa
Disain terkini, dimana gambar dan interim produk menyebabkan keterlambataan proyek
diidentifikasikan. Seperti sebuah skema yang keseluruhan. Slack = LS – ES atau LF – EF
disesuaikan untuk estimasi dan tahapan Disain awal. (LS – ES = LF - EF).
Namun, proses produksi sebuah pesawat aktualnya Critical path = aktifitas yang mempuyai ES =
adalah terdiri dari tahapan pengadaan atau proses
LS.
fabrikasi komponen dan menggabungkan komponen
tersebut untuk disub-assemblies. Artinya, disini 4. Hasil dan Pembahasan
terdapat kombinasi dari beberapa level manufaktur 4.1 Work Breakdown Structure (WBS)
untuk menghasilkan komponen yang lebih besar yang
nantinya di rakit menjadi sebuah pesawat. Sehingga, WBS menunjukan aktivitas-aktivitas proyek secara
idealnya untuk membagi pekerjaan konstruksi keseluruhan yang digunakan sebagai acuan
pesawat adalah dengan cara fokus terhadap pembuatan jadwal kerja dengan metode CPM yang
komponen yang dibutuhkan dan interim produk UAV kemudian dikerjakan dengan menggunakan program
tersebut. Pengklasifikasian skema yang Microsoft Project 2007. WBS digunakan untuk
menggambarkan interim produk dikenal membagi pekerjaan yang ada di proyek hingga level
Product-Oriented Work Breakdown Structure aktivitas.
(PWBS), yang mengidentifikasi komponen konstruksi 4.2 Engineering, Procurement dan Construction
dasar dan proses manufaktur sebuah produk. (EPC)
3.5 Proses Perakitan Sistem WBS yang akan diterapkan pada merupakan
Setelah pembagian tipe dasar kerja berdasarkan kombinasi antara SWBS dan PWBS. Konsep
perbedaan proses manufaktur antara kerja yang satu Engineering, Procurement dan Construction (EPC)
dengan yang lain dengan pendekatan Product Work akan diadopsi sebagai salah satu acuan dalam
Breakdown Structure (PWBS), tipe-tipe kerja tersebut menyusun WBS proyek pembuatan UAV dapat
selanjutnya dibagi ke dalam kelompok fabrikasi dan di dilihat pada Gambar 3 dibawah ini.
assembly. Pada proses ini dilakukan perakitan
komponen-komponen UAV dimulai dari tahapan
pengadaan atau proses fabrikasi komponen dan
menggabungkan komponen- komponen tersebut
untuk di assembly sehingga menjadi sebuah produk.
Daftar kegiatan diatas berguna untuk membentuk Dari perhitungan maju dan mundur seperti pada
jaringan kerja yang diolah dengan menggunakan table 4.5 terdapat 11 kegiatan kritis yaitu
metode Critical Path Method (CPM). Dalam kegiatan kegiatan dengan table float= 0 dan ini berarti
proyek untuk assembly UAV akan diketahui kegiatan tersebut harus dilakukan dan tidak
penerapan Critical Path Method (CPM) dalam
boleh ditunda, dan apabila terjadi penundaan
merangkai komponen-komponen kegiatan dengan
total jumlah waktu terlama dan menunjukan kurun atau keterlambatan pada kegiatan kritis tersebut
waktu penyelesaian proyek yang tercepat. maka waktu penyelesaian proyek akan tertunda
Secara tampilan jalur lintasan kritis harus memenuhi
pula. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah:
syarat dimana setiap kegiatan mempunyai 0-A-B-C-L-N-O-V-W-X-1 yaitu persiapan
perhitungan maju dan mundur yang sama atau dalam komponen wing, pemasukan alumunium
pengertian sama dengan nol. Untuk dapat mengetahui kedalam wing, pemasangan wing, perakitan
secara lebih jelas perhitungan ini akan disajikan horizontal stabilizer dan vertical stabilizer,
bersama hasil dari perhitungan total float yang pemasangan elevator, pemasangan servo,
nantinya akan menentukan secara jelas jalur lintasan pemasangan kabel servo, pemasangan ardupilot
kritis tersebut. Dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai apm 2.6, dan pemasangan GPS. Proses-proses
berikut. tersebut menjadi kritis karena satu proses dengan
Setelah perhitungan dan tabulasi pada yang lainnya saling ketergantungan dan ada
tahap-tahap sebelumnya yaitu perhitungan maju keterkaitan. Pada penentuan jalur kritis apabila
dan perhitungan mundur maka terlihat bahwa ada prosesnya memiliki dua pendahulu maka
nilai hasil perhitungan dari total float yang proses yang bernilai besarlah yang dipilih, begitu
bernilai nol merupakan jalur lintasan kritis dalam juga sebaliknya untuk menentukan perhitungan
perakitan UAV. Dimana waktu yang dbutuhkan mundur apabila pada perhitungan mundur ada
dalam perakitan paling cepat adalah 139 menit dua atau lebih maka proses perakitan yang
yang terdiri dari urutan kegiatan yang mengikuti terkecil yang akan dipilh.
dari jalur lintasan kritis. Dengan demikian, untuk proses optimalisasi
Tabel 2. Identifikasi Float dan Jalur Lintasan Kritis UAV dapat diperhatikan komponen-komponen
kritis yang teridentifikasi selama proses assembly.
Semakin cepat aktivitas kegiatan kritis yang
dilakukan maka akan semakin cepat proses
assembly UAV yang dilakukan.
Kode Makalah: IND-007 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
5. Kesimpulan
a. Pendekatan dengan Product Oriented Work
Breakdown Structure (PWBS) pada pembuatan
Unmanned Aerial Vehicles (UAV), dalam
pembagian aktivitas pekerjaan menjadi sub
tugas yang lebih kecil menjadi lebih mudah
untuk dikerjakan dan diestimasi lama
waktunya dengan menggunakan microsoft
project.
b. Waktu yang dbutuhkan dalam perakitan paling
cepat adalah 139 menit yang terdiri dari urutan
kegiatan yang mengikuti dari jalur lintasan
kritis dengan menggunakan metode Critical
Path Methode.
Ucapan Terima kasih
Ucapan terima kasih diucapkan kepada Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)
Universitas Andalas atas dukungan yang diberikan
melalui Hibah Penelitian Dosen Pemula Tahun 2015.
Referensi
Carl L. Pritchard. Nuts and Bolts Series 1: How
to Build a Work Breakdown Structure. ISBN
1-890367-12-5.
Practice Standard for Work Breakdown
Structures, 2nd Edition http://www.pmi.org
Okayama, Y, L.D.Chirillo. (1982). Product Work
Breakdown Structure, MSRP. Maritime
Administration in cooperation with Tood
Fasicif Shipyard Corp,USA
Istimawan Dipohusodo. 1996. Manajemen
Proyek dan Konstruksi Jilid 1 dan jilid 2.
Kanisius Jakarta
Cahyono, B. (n.d.). Microsoft Project Methode ,
1-19
Simmons, L. F., 2002, Project Management –
Critical Path Method (CPM) and PERT
Simulated with Process Model. Proceedings
of the 2002 Winter Simulation Conference.
Siswanto. 2009. Operation Reseach Jilid II.
Jakarta: Penerbit Erlangga
Heizer, Jay dan Render Barry. 2004. Manajemen
Operasi. Jakarta : Salemba Empat.
Kode Makalah: IND-008 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Perancangan Pesawat Tanpa Awak (Unmanned Aerial Vehicle) untuk Pencitraan Lokasi Siaga
Bencana di Sumatera Barat
Abstrak
Dalam penelitian ini dilakukan sebuah perancangan Pesawat Tanpa Awak (Unmanned Aerial Vehicle/ UAV).
Penelitian ini diawali dengan merumuskan konsep rancangan yang sesuai dengan wilayah pencitraan lokasi siaga
bencana di Sumatera Barat. Hasil dari perumusan konsep rancangan akan dilanjutkan kedalam tahapan disain
berikutnya sehingga menghasilkan detail design yang akan menjadi acuan dalam proses rancang bangun.
Penelitian ini difokuskan pada perancangan UAV jenis wingspan yang dilengkapi teknologi pencitraan. Dimulai
dengan melakukan proses perancangan UAV meliputi disain model pesawat (fuselage, wing, nose, horizontal
stabilizer, vertical stabilizer, aeleron, elevator, ruder dan landing gear) dan menguji karakteristik aerodinamika.
Pada makalah ini disajikan tahapan perancangan UAV dengan pendekatan Computational Fluid Dynamics (CFD).
Dari hasil perancangan didapatkan bentuk airfoil dan disain UAV yang mampu memenuhi spesifikasi disain yaitu
mampu membawa beban sebesar 1.75 kg dengan kecepatan jelajah 12 m/s.
2. Metodologi Penelitian
Penelitian ini diawali dengan identifikasi dan
perumusan masalah, studi literatur dari beberapa
penelitian pesawat tanpa awak yang telah dilakukan
sebelumnya, perancangan, dan melakukan analisa
rancangan pesawat tanpa awak (UAV) menggunakan
Gambar 1. Data Bencana BNPD di Indonesia dari software analisis dan penarikan kesimpulan. Secara
tahun 2010-2015 [1] garis besar, tahapan penelitian dapat dijelaskan
sebagai berikut:
Kode Makalah: IND-008 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
2.2 Formulasi
Pada tahap perancangan pesawat tanpa awak
terdapat beberapa langkah yang dilakukan yaitu
perumusan konsep perancangan, penentuan
spesifikasi perancangan, penentuan karakteristik Gambar 3. Konsep tentative wingspan UAV yang
komponen, tata letak, analisa, penentuan komponen, akan dikembangkan
hasil disain (detail design) yang dijelaskan pada
Gambar 2. 2.5 Karakteristik komponen
Pada tahapan ini, ditentukan karakteristik komponen
yang sesuai dengan spesifikasi rancangan yang telah
ditetapkan. Hal ini bertujuan untuk menentukan
komponen-komponen utama dan pembantu dalam
perancangan pesawat tanpa awak.
3. Simulasi
Simulasi digunakan untuk menentukan kesesuaian
dari disain dengan spesifikasi yang diinginkan.
Software yang digunakan adalah Autodesk Inventor
2015 dan Autodesk CFD 2015. Simulasi yang
dilakukan adalah simulasi aerodinamis pesawat untuk
mengetahui distribusi tekanan serta distribusi Gambar 5. Diagram alir perancangan dan pengujian
kecepatan fluida melewati pesawat UAV sehingga aerodinamis sayap UAV
didapatkan besarnya gaya angkat dan gaya seret yang
4.3 Perhitungan koefisien gaya angkat ( )
bekerja pada pesawat.
Tahap awal adalah penghitungan koefisien gaya
4. Hasil dan Pembahasan angkat ( ) minimal yang harus ada pada airfoil
pesawat agar mampu terbang membawa beban sesuai
4.1 Perumusan konsep model UAV spesifikasi. Koefisien gaya angkat ini dihitung
Seperti yang diperlihatkan pada Tabel 4.1, pesawat dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
UAV yang dirancang memiliki spesifikasi berat total
adalah 1,75 kg dengan kecepatan terbang minimum = (4.1)
12 m/s (Low Speed Stall). Pesawat harus mampu
terbang lambat hingga 12 m/s agar stabil pada saat Dimana :
pengambilan foto udara maupun video monitoring. = = 12 ⁄
Penentuan konsep disain UAV juga = = 0,45
mempertimbangkan ketersediaan material UAV yang = = 1800
mudah didapatkan dan proses manufaktur pesawat = =7
yang mudah dilakukan. Keterbatasan lokasi = = 1, 204
penerbangan (lokasi bencana, sungai, pantai, dll),
tidak memungkinkan UAV take-off dengan Berdasarkan Persamaan 4.1 didapatkan harga
menggunakan landing gear. Untuk itu, UAV minimal yang harus dipenuhi agar pesawat
dirancang menggunakan konsep (hand launch), yaitu mampu terbang sesuai spesifikasi. didapat dengan
penerbangan dengan lemparan tangan. perhitungan sebagai berikut :
Tabel 1. Spesifikasi Rancangan UAV
. ,
Berat Maksimum 1,75 kg = = 0,45
, ( ⁄ ) ,
Wing Span 1800 mm
Aspek Rasio 8
4.4 Pemilihan bentuk airfoil
Kecepatan Jelajah 12 m/s
Take off Hand launch Pada tahap ini dilakukan pemilihan airfoil
berdasarkan nilai hasil perhitungan . Pesawat UAV
Pada perancangan UAV digunakan beberapa software harus mampu terbang pada kecepatan rendah, maka
disain seperti, Autodesk Inventor 2015 student version, dipilih jenis airfoil yang mamiliki gaya angkat tinggi
Autodesk Simulation CFD dan Autodesk Simulation pada kecepatan rendah. Jenis airfoil yang cocok
Mechanical. Khusus untuk perancangan airfoil, adalah low reynold number Airfoil. NACA airfoil
digunakan software open source yaitu Java Foil. merupakan bentuk airfoil sayap pesawat yang
dikembangkan oleh National Advisory Committee for
4.2 Disain aerodinamis sayap pesawat UAV Aeronautics dengan menggunakan titik kordinat
Disain sayap pesawat UAV harus mengikuti bentuk persamaan angka. Melalui data base NACA airfoil
Kode Makalah: IND-008 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
didapat jenis airfoil NACA 4 digit. Javafoil merupakan Angle of Attack (AoA) atau sudut serang merupakan
software open source yang digunakan untuk posisi sudut airfoil terhadap garis horizontal aliran
memodifikasi dan merancang persamaan data dari fluida. Perubahan AoA sangat mempengaruhi
NACA airfoil menjadi gambar airfoil NACA 4 digit besarnya airfoil seperti terlihat pada grafik
seperti pada Gambar 6. VS AoA di Gambar 8.
1,4 nilai akan naik secara kontinutanpa diikuti Gambar 12 merupakan hasil simulasi 3D dari sayap
kenaikan . Dari data tersebut diperoleh akan pesawat UAV pada kecepatan 12 m/s sehingga
berharga minimal sebesar 0,008 pada saat -3 < < didapatkan data gaya angkat dari sayap pesawat
0,6. Ini berarti harga koefisien yang ditetapkan di sebagai berikut :
awal yaitu sebesar 0,45 dapat dipenuhi oleh airfoil
yang didisain.Untuk mendapatkan kondisi maksimal
dipilih sebesar 0,656 dengan AoA 4° .
5. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapat
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
Referensi
[1] http://dibi.bnpb.go.id/ diakses pada tanggal 20
April 2015 pukul 18.00 WIB.
[2] http://parapenghunilangit.blogspot.com/ diakses
pada tanggal 20 April 2015 pukul 22.00 WIB.
[3] http://www.grc.nasa.gov/WWW/k-12/airplane/
rotations. html diakses pada tanggal 01 Mei
2015 pukul 13.00 WIB.
[4] https://azizfahmirriza5.wordpress.com
/2012/05/29/cfd/ diakses pada tanggal 17
Maret 2015 pukul 09.00 WIB.
[5] P. Panagiotou, P. Kaparos, K. Yakintho. 2014.
Winglet design and optimization for a MALE
UAV using CFD. Aerospace Science and
Technology, Vol: 39, hal. 190-205.
[6] P.R. McGill, K.R. Reisenbichler, S.A.
Etchemendy, T.C. Dawe, B.W. Hobson. 2011.
Aerial surveys and tagging of free-drifting
icebergs using an unmanned aerial vehicle
(UAV). Deep Sea Research Part II: Topical
Studies in Oceanography, Vol: 58, Issues 11–
12, hal. 1318-1326.
Kode Makalah: REN-001 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
1)
Mulyanef, 2)Kaidir dan 3)Duskiardi
1,2,3)
Jurusan Teknik Mesin
FTI - Universitas Bung Hatta
Jl. Gajah Mada No.19 Padang, 25123
E-mail: smulyanef@yahoo.com, mulyanef@bunghatta.ac.id
Abstrak
Kajian ini bertujuan dalam rangka pemanfaatan teknologi kincir air dalam pertumbuhan ekonomi pertanian.
Kenagarian Sumani dilewati oleh Sungai Batang Lembang yang bermuara ke Danau Singkarak. Kenegarian
Sumani merupakan kawasan persawahan tadah hujan. Mulai tahun 1978 telah dioperasikan 5 unit pompa
bantuan dari Pemerintah Swiss. Krisis ekonomi tahun 1998 mengakibatkan biaya operasional pompa tidak
sebanding dengan harga hasil panen, ini membuat mesin pompa tersebut otomatis tidak berfungsi. Pada
tahun 2008 masyarakat Sumani mendapat dana PNPM mandiri dan disepakati kembali ke kincir air untuk
irigasi persawahan. Hasil pengujian kincir air sumani menunjukkan dengan naiknya aliran air, maka
putaran kincir menjadi meningkat sehingga debit kincir akan menambah jumlah air sungai yang dapat
dinaikan ke areal persawahan masyarakat. Pada putaran kincir 1,71 rpm, diperoleh debit kincir 8,10 m3/jam.
Pada putaran kincir 1,55 rpm, diperoleh debit kincir 7,20 m3/jam.
1
Kode Makalah: REN-001 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
s
adalah densitas air kg
m
3
dengan
A adalah luas penampang aliran air m 2
3. Kincir Air
2
Kode Makalah: REN-001 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
1,90
0,90
Flowmeter
Ember Gambar 3. Grafik Hubungan antara kecepatan
Stop watch aliran dengan kapasitas kincir
4,00
3,50
3,00
Putaran kincir (Rpm)
2,50
2,00
1,50
1,00
0,50
0,00
0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00
3
Kode Makalah: REN-001 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
6. Kesimpulan
8,2
y = 5,7047x - 1,6443
Debit air kincir (m3/jam)
8 Referensi
R² = 0,9385
7,8 1. Diesel Frittz, 1998. Turbin, Pompa dan
7,6 Debit airKompresor,
kincir Erlangga, Penerbit Jakarta.
2.
(m3/jam) Munson Bruce R, Young D.F dan Okiishi T.H,
7,4 2003, Mekanika Fluida, Penerbit Erlangga
Linear (Debit air
Jakarta.
7,2 kincir (m3/jam))
3. Mulyanef, Kaidir dan Duskiardi, 2012, Design
Undershot Waterwheel To Increase
7
Agriculture Economic in Solok. Proceding
1,5 1,55 1,6 1,65 1,7 1,75
The 3rd International Conference on
Putaran Kincir (rpm) Construction Industry Padang – Indonesia,
April 10-11th 2012.
Gambar 5. Hubungan Antara Debit dengan Putaran 4. Nieke Permanik dan Ahsan Asjhari, 2008.
Kincir Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan Irigasi
Kincir Air di Provinsi Sumatera Barat. Jurnal
Dari Tabel 1 dan Gambar 5 terlihat bahwa debit kincir Komunitas Vol.4 No.3.
air sangat tergantung kepada kecepatan aliran air yang 5. Pudjanarsa Astu dan Nursuhud Djati, 2006.
menumbuk sudu kincir. Dengan naiknya aliran air, Mesin Konversi Energi, Penerbit Andi Ofset,
maka putaran kincir menjadi meningkat sehingga Jogyakarta.
debit kincir akan menambah jumlah air sungai yang 6. Pusat Penelitian Sosial Ekonomidan Peran
dapat dinaikan ke areal persawahan masyarakat. Pada Serta Masyarakat, 2008. Penelitian dan
putaran kincir 1,71 rpm, diperoleh debit kincir 8,10 Pengembangan Sosial Ekonomi Irigasi Kincir
m3/jam. Pada putaran kincir 1,55 rpm, diperoleh debit Air di Provinsi Sumatera Barat. Balai Sosek
kincir 7,20 m3/jam. Bidang Sumber Daya Air Puslitbang
Sebranmas, Balitbang PU.
4
Kode Makalah: REN-002 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
ABSTRAK
Pertumbuhan penduduk dengan jumlah yang semakin bertambah menjadikan kebutuhan akan bahan bakar
minyak terus meningkat, namun ketersediannya terbatas. Oleh karena itu perlu adanya penggalakkan
pemanfaatan energi alternatif biogas. Biogas dinilai ramah lingkungan dan proses pembuatan biogas
relatif singkat. Hal ini berbeda dengan minyak bumi yang pembentukannya sangat lama dan tidak dapat
diperbaharui. Peningkatan dan fungsional pemanfaatan biogas dari berbagai limbah perlu dilakukan agar
dapat memberikan solusi keterbatasan energi dan meningkatkan produktivitas masyarakat. Limbah yang
diolah dan diuji untuk fermentasi biogas pada penelitian ini adalah limbah kulit durian. Sedangkan limbah
biji tidak diuji karena mengandung zat racun yang dapat menghambat proses fermentasi. Pada penelitian
ini dilakukan pencampuran limbah kulit durian, feses sapi dan katalisator EM 4 dengan variasi campuran
bahan dan rasio C/N untuk melihat pengaruhnya terhadap kualitas dan kuantitas biogas yang dihasilkan.
Hasil pengujian didapatkan rasio C/N paling efektif dan potensial untuk penghasil biogas optimum. Variasi
penelitian terdiri dari digester kontrol, rasio C/N 28, C/N 30, C/N 33 dan EM 4. Pada penelitian ini diukur
kuantitas volume secara akumulasi maupun total, serta kuantitas dan kualitas komposisi gas pada
pengujian nyala. Produksi total biogas yang dihasilkan pada digester kontrol, C/N 28, C/N 30, C/N 33,
dan EM 4 secara berturut-turut adalah 7214.41 cm3, 2777.41 cm3, 2904.70 cm3, 3209.44 cm3, dan 8091.52
cm3. Sedangkan gas metana yang dihasilkan berturut-turut adalah 40%, 83%, 53%, 49%, dan 81%.
Digester EM 4, rasio C/N 28 dan C/N 30 menunjukkan indikasi nyala gas, rasio C/N 33 dapat menyala
dengan bantuan sumber api sedangkan biogas kontrol tidak dapat menyala.
Kata kunci : biogas, kulit durian, feses sapi, variasi campuran, rasio C/N
2011 sekitar 37.133 ton hingga mencapai 55.046 EM4 dalam proses pembentukan biogas adalah
ton panen durian di tahun 2013, mengalami mempercepat perombakan bahan organik, lignin,
peningkatan rata-rata 8.956 ton atau 22% setiap selulosa dan menekan pathogen dengan
tahunnya. mengaktifkan bakteri pelarut pada bahan. EM4
Durian memiliki persentasi berat bagian daging larutan coklat memiliki pH 3.5-4.0 yang terdiri
buah hanya 20-35%. Hal ini berarti kulit (60- dari mikroorganisme aerob dan anaerob , dan
[20]
75%) dan biji (5-15%) belum termanfaatkan pada perhitungan komposisi karbon dan nitrogen,
secara maksimal karena kulit dan biji umumnya EM4 memiliki rasio C/N 2.76.
menjadi limbah yang dibuang begitu saja [2]. Pada penelitian ini limbah biji tidak digunakan
karena biji durian mengandung zat toksik asam
Tabel 1. Karakteristik kulit durian [2][3]
lemak siklopropena [20]
yang mengganggu
No. Subtansi Basis Kering
pertumbuhan mikroorganisme dalam proses
1 Karbon 77.87%
pembentukan biogas.
2 Kadar Air 0.01%
Pada biji durian segar tidak mengandung nitrogen
3 Kadar Abu 18.18%
berarti karena kandungan gugus lemak
4 Zat Terbang 3.94%
siklopropena yang termasuk kedalam zat toksik.
5 Densitas 0.99 g/mL
Namun gugus ini dapat dilepaskan dengan
6 Nilai Kalor 6274.29 (kal/g) sulfatasi (pengaliran senyawa sulfat dalam
7 Selulosa 50-60% lemak), atau dengan pemanasan tinggi (direbus)
sehingga dapat menghasilkan 0.279 gram
Kulit durian mengandung 77.87% karbon dan
nitrogen [2][3].
mampu menghasilkan kalor sebanyak 6274.29
Pengolahan limbah kulit durian dan feses sapi
kal/g saat dimanfaatkan sebagai biobriket. Hal ini
dihitung dari variasi dan rasio pencampuran yaitu
berarti kulit durian berpotensi untuk
rasio C/N. Rasio C/N merupakan perbandingan
difermentasikan menjadi biogas. Kulit durian
kadar karbon (C) dan nitrogen (N) dalam suatu
mengandung yang dapat menghambat
bahan berguna untuk mengetahui besar kalori
perkembangan proses fermentasi sehingga hanya
yang akan dihasilkan bahan tersebut dalam suatu
optimal jika adanya pemicu fermentasi yang
proses. Potensi feses sapi dalam pembentukan
dalam penelitian ini menggunakan feses sapi.
biogas cukup tinggi yaitu memiliki rasio C/N
Salah satu variasi penelitian ditambahkan bakteri
16,6 – 25,0 [1].
katalis EM 4 (Effective Microorganism 4). EM 4
Variasi penelitian terdiri dari digester kontrol dan pemilihan tipe floating drum ini adalah
4 digester uji yakni C/N 28, C/N 30 dan C/N 33 memudahkan beberapa kali perhitungan volume
dan C/N 30 EM 4. Parameter pengujian meliputi gas yang terbentuk selama proses fermentasi.
laju produksi akumulasi biogas, volume total,
komposisi biogas, dan pengujian nyala gas. Hasil
pengujian diperoleh rasio C/N efektif untuk
menghasilkan biogas optimum, serta kuantitas
dan kualitas gas yang dihasilkan dari variasi
campuran bahan.
METODE PENELITIAN
Deskripsi Umum
Pada penelitian ini kulit durian dan feses sapi Gambar 1. Digester floating drum
dicampur dengan penentuan rasio C/N bahan Rangkaian digester yang digunakan dalam
tercampur. Variasi campuran terdiri dari kulit penelitian ini sebanyak 5 unit yakni 4 unit
durian, feses sapi dan bakteri katalis (EM4). rangkaian digester uji dan 1 unit rangkaian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian digester kontrol seperti pada Gambar 1.
ini adalah sebagai berikut: Rangkaian floating drum terdiri dari 4 bagian
1. Kulit durian dan feses sapi. utama yaitu :
2. Air tambahan, ditambahkan pada bahan dasar 1. Floating storage berukuran 8.26 liter untuk
penelitian untuk mencapai kadar air yang menampung gas hasil proses fermentasi.
diinginkan pada campuran bahan. 2. Drum PVC 25 liter sebagai digester
3. Bakteri EM 4, sebagai katalisator. fermentasi bahan tercampur.
4. Larutan H₂SO₄ dan K2Cr2O7, digunakan 3. Floating storage support berukuran 26 liter
untuk uji pendahuluan. diisi dengan air hingga ketinggan kurang 5 cm
5. Batu Kapur (CaCO3), sebagai penstabil pH dari puncak floating storage, pengkondisian
dalam proses pembentukan biogas agar tetap tekanan gas yang masuk ke dalam storage.
netral. 4. Balon penampung sebagai storage yang diisi
Hal-hal yang harus diperhatikan untuk gas dari floating storage saat produksi gas
melakukan uji pembentukan biogas ini adalah melebihi daya tampung floating drum.
pemasangan serta pengkondisian digester, Prosedur Penelitian
kekasaran dan pengadukan bahan, serta 1. Uji pendahuluan bahan utama biogas
penambahan air. Digester yang digunakan dalam dilakukan untuk mengetahui nilai rasio C/N
penelitian ini merupakan hasil modifikasi
rancangan tipe floating drum. Pertimbangan
dan kadar air bahan yang sedang digunakan, rasio C/N 30. Pembuatan biogas memerlukan
dapat dilihat pada Tabel 3. proses pengadukan agar proses dekomposisi
berlangsung optimal. Proses pengadukan
dilakukan setiap hari untuk menghindari
Tabel 2. Data hasil uji pendahuluan terbentuknya kerak (scum) dengan menguncang
digester.
Variabel Kulit Durian Feses Sapi
3. Tahap Pengujian
Nitrogen 0.22% 0.60% Hasil penelitian biogas ditentukan oleh variabel
Karbon 8.27% 8.28% dan parameter pengujian. Adapun variabel
Rasio C/N 36.82 13.80 penelitian adalah rasio C/N, kadar kering dan HK
Kadar Air 43.94% 50.61% (hidrokarbon). Parameter pengujian mengamati
laju volume harian dan komposisi biogas stagnan
2. Penyiapan bahan biogas terdiri dari kulit
dalam 40 hari seperti pada Gambar 2.
durian (x) sebagai subtrat dan feses sapi (y)
sebagai ko-subtrat dari biogas.
( )= ------(fungsi pembentukan gas)
+
C/N = … … … … . (1)
+ ( ) = ( ) + ----- (perubahan jari jari R)
Nilai indeks pada persamaan (1) menyatakan (0), = ----- (gas belum terbentuk t = 0)
rasio C/N bahan tercampur (indeks 1) dan massa
bahan yang digunakan (indeks 2)
Tabel 3. Perhitungan bahan isian digester
Bahan Isian (Kg) Air Total
Variasi
Limbah Feses (Liter) (Liter)
Kontrol 5 - 2.35 12.5
C/N 28 3.7 2.3 2.67 15.0
C/N 30 4.22 1.78 2.71 16.5
Gambar 2. Ilustrasi perubahan volume biogas
C/N 33 5 1 2.76 18.5
Sedangkan komposisi biogas yang ditentukan
EM 4 4.22 1.78 2.71 17.5
hanya CH4 (metana) dan CO2 dari jumlah HK
Pada Tabel 4 menunjukkan total bahan isian yang yang diuji. Kualitas metana dapat diamati melalui
difermentasikan dalam digester drum 25 liter. pengujian nyala.
Pada penentuan jumlah bahan dinyatakan dalam HASIL DAN PEMBAHASAN
kilogram, sedangkan setelah proses pengadukan 1. Laju Produksi Harian Biogas
ditentukan dalam volume terbentuk (liter). Pada Laju produksi harian biogas merupakan tingkat
variasi EM 4 ditambahkan katalis 0.036 liter pada kenaikan gas yang dihasilkan dari fermentasi
bahan dalam proses pembentukan biogas setiap Hasil pengukuran tersebut digunakan untuk
hari (24 jam). Banyaknya gas yang dihasilkan mengetahui pengaruh variasi dan rasio C/N
dari digester dapat dilihat dari kenaikan floating campuran bahan terhadap volume total produksi
drum yang digunakan sebagai storage sekaligus biogas yang dapat dilihat pada Gambar 4.
indikator perubahan volume. Laju produksi
harian biogas dapat dilihat pada Gambar 3.
ABSTRAK
Oleh :
Wahyu Hidayat1a*, Aep Surahto2b dan Anwar Ilmar Ramadhan3c
Alamat : Fatek jurusan mesin UNISMA Bekasi, Jl.Cut Meutia No.83 Bekasi Jabar1a*17113
Fatek jurusan mesin UNISMA Bekasi, Jl.Cut Meutia No.83 Bekasi Jabar2b17113
Fatek jurusan mesin UMJ Jl.Cempaka Putih Tengah No. 27 Jakarta3c10510
E mail : wahyu_hidayatbm4@yahoo.co.id1a*, surahtorahto@yahoo.com2b dan anwar.ilmar@ftumj.ac.id3c
Diketahui motor bensin dengan volume silinder Vs : 250 cc, menghasilkan daya sebesar W : 14.95 kW.
Adapun salah satu diantaranya yang dapat mempengaruhi prestasi kerja motor dari proses pembakaran oleh
campuran udara dan bahan bakar pada motor bensin empat langkah adalah kecepatan arus masuk berupa arus
pusaran/vortek ke dalam silinder motor, yang dikenal dengan arus turbulensi. Kecepatan arus turbulensi dapat
mempengaruhi intensitas homogenitas campuran udara dan bahan bakar di dalam silinder pada saat langkah
pengisapan. Hasil yang diharapkan adalah dapat mengetahui besarnya kecepatan arus turbulensi dan
mengetahui tingkat intensitas homogenitas yang optimal.
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan perhitungan awal dengan teoritis matematis dan
selanjutnya digunakan sebagai parameter masukan ke program aplikasi computer simulasi CFD
(Computational Fluid Dynamic). Pada penelitian ini, menggunakan paramater kecepatan motor (RPM), mulai
dari 1000 – 5000 RPM dengan interval 500 RPM. Dengan model simulasi CFD ini dapat untuk mengetahui
pola aliran arus masuk, tingkat kecepatan turbulensi dan terhadap intensitas homogenitas campuran udara dan
bahan bakar di dalam silinder motor bensin.
Hasil dari penelitian dengan aplikasi computer simulasi CFD dari beberapa tingkatan RPM motor, diperoleh
hasil paling optimal terjadi pada putaran motor 2000 RPM, T 40 oC dan AFR 14.9 : 1. Dengan intensitas
homogenitas maksimal mencapai 118.975 per langkah torak saat langkah pengisapan.
Kata kunci : Turbulensi, homogenitas campuran dan CFD
Langkah (stroke) adalah jarak gerak piston dari adalah dapat meningkatkan responsibilitas
Titik Mati Atas (TMA) sampai Titik Mati penyalaan cepat dan proses pembakaran
Bawah (TMB). sempurna. Pada akhirnya dapat menghasilkan
tenaga/daya output motor lebih besar yang irit
bahan bakar dan gas buang bersih. Adapun
observasi yang dilakukan, secara garis besar
secara teknik dan non teknik. Dari segi teknik
adalah spesifikasi motor adalah : dimensi ukuran
diameter silinder X langkah (bore X stroke),
cekungan ruang bakar, diameter saluran masuk
Gambar 1. Dasar motor bensin piston
dan sudut kemiringan katup masuk. Non
Agar motor dapat bekerja maksimal, syarat
mekanik adalah perbandingan campuran udara-
yang harus dipenuhi adalah dapat mengisap
bensin (air fuel ratio/AFR), densitas, tekanan
campuran udara dan bensin masuk ke dalam
dan temperatur udara. Dari beberapa paramater
silinder secara maksimal. Menaikkan tekanan
tersebut akan dilakukan percobaan dengan
kompresi gas campuran udara dan bensin agar
pengamatan secara kualitatif, dengan tiga
diperoleh tekanan kompresi tinggi. Batasan
variabel yang berpengaruh terhadap prestasi
perbandingan kompresi pada motor bensin
kerja motor/mesin untuk mendapatkan hasil
antara 8 : 1 sampai 11 : 1. Serta pengaruh arus
tenaga maksimal, irit bahan bakar dan ramah
turbulensi dalam silinder guna meningkatkan
lingkungan.
pemerataan campuran atau intensitas
homogenitas antara densitas udara dan densitas
2. Rumusan Masalah
bensin di dalam silinder.
Meninjau permasalahan diatas, perlu
1. Permasalahan
dilakukan penelitian tentang pengaruh arus
Objek yang digunakan dalam penelitian
turbulensi terhadap homogenitas campuran
ini adalah mesin sepeda motor kelas/kapasitas
udara dan bahan bakar. Dengan data dari
silinder 250 cc. Penelitian yang dilakukan
spesifikasi motor, ditinjau dari segi
adalah mengetahui aliran turbulensi dan
teknik/mekanik adalah : diameter silinder X
homogenitas campuran udara dan bahan bakar
langkah (bore X stroke), bentuk ruang bakar dan
dalam ruang silinder saat langkah isap. Hal ini
diameter saluran masuk, sudut kemiringan katup
akan meningkatkan pencampuran udara dan
masuk dan putaran motor (RPM). Dari segi non
bensin (air-fuel mixing/AFR) secara merata atau
mekanik adalah perbandingan campuran udara-
homogenitas yang cepat dan singkat. Hal ini
bensin (air fuel ratio/AFR), densitas, tekanan
akan berpengaruh terhadap kecepatan penyalaan
maupun temperatur udara.
cepat sehingga mudah terbakar dan proses
3. Tujuan Penelitian
pembakaran sempurna. Hasil yang diharapkan
Kode Makalah: REN-003 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Penelitian dilaksanakan bertujuan untuk Dalam uraian akan dibahas hubungan posisi
: piston dengan tekanan yang terjadi, dinyatakan
1. Seberapa besar pengaruh arus turbulensi dalam diagram tekanan terhadap volume atau
terhadap homogenitas campuran udara dan diagram P – V. Dapat ditunjukkan bahwa pada
bahan bakar dari pengaruh tingkatan RPM awal langkah isap tekanan di dalam silinder
motor. sama dengan tekanan udara luar (atmosfir).
2. Mengetahui tingkat homogenitas campuran Selama langkah isap tekanan di dalam silinder
udara dan bahan bakar dalam ruang silinder lebih rendah dari tekanan atmosfir. Pada akhir
dengan simulasi CFD. langkah isap tekanan naik kembali, karena sifat
kelembaman udara yang masuk ke dalam
TINJAUAN PUSTAKA silinder. Selama langkah kompresi tekanan dan
Dasar teori motor bensin dimulai dari temperature campuran bensin dan udara makin
langkah isap sebagai langkah pengisian silinder naik. Beberapa saat sebelum piston mencapai
yaitu, dengan proses campuran bahan bakar dan titik mati atas (TMA), campuran bahan bakar
udara oleh karburator (sistem konvensional) atau dan udara dinyalakan, mendadak tekanan dan
sistem EFI (Elektronic Fuel Injection) masuk ke temperature naik, selanjutnya terjadi
dalam silinder, yang dikompresikan dan pengembangan gas (ekspansi) dimana gas
kemudian dibakar. Sehingga proses pembakaran bertekanan tinggi mendorong piston dan
dapat menghasilkan tenaga ledakan di dalam tekanannya semakin turun.
silinder/ruang bakar dan torak akan menerima
tekanan tinggi dari pengembangan gas
pembakaran. Torak (piston) mendapat tekanan
tinggi akan bergerak turun dari TMA nenuju
TMB sebagai bentuk kerja menghasilkan tenaga
mekanis motor. Kemampuan mesin adalah
prestasi suatu motor sangat erat hubungannya Gambar 2. Siklus Otto motor empat langkah
1. Periode pertama 0-1 disebut langkah
dengan daya motor yang dihasilkan. Beberapa
hisap
hal yang mempengaruhi kemampuan motor, 2. Periode kedua 1-2 disebut langkah
kompresi atau tekanan naik
antara lain : volume silinder, perbandingan
3. Periode ketiga 2-3 disebut proses
kompresi, efisiensi volumetric, efisiensi pembakaran pada volume tetap dan
tekanan naik
pengisian dan efisiensi daya motor.
4. Periode keempat 3-4 disebut langkah
1. Diagram tekanan terhadap volume kerja dan volume gas berkembang
5. Periode kelima 4-1 disebut katup buang
Dari tiap-tiap langkah piston dan setiap
terbuka
proses yang terjadi di dalam silinder dapat 6. Periode keenam 1-0 disebut langkah
buang
menyebabkan perubahan tekanan dan volume.
Kode Makalah: REN-003 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
menghitung gaya (F dalam Newton) yang dengan demikian pada 2 x gerakan piston, akan
bekerja pada piston, dapat menggunakan menghasilkan 1 putaran poros engkol, jika poros
persamaan momen atau torsi ( τ dalam Newton engkol membuat N putaran, maka piston
meter) dari spesifikasi mesin yaitu ; bergerak 2 LN. Karena dinyatakan dalam detik
τ =FxL maka dibagi 60.
Dan untuk mengetahui tekanan (P dalam N/m2) 6. Menghitung daya motor
yang bekerja pada piston dapat menggunakan Untuk mengetahui daya motor dengan
persamaan ; torak cekung, sebelumnya perlu diketahui
P = F/A terlebih dahulu putaran RPM pada motor
Untuk menghitung gaya yang bekerja pada torak standar. Daya motor standar telah diketahui
dapat dihitung dengan persamaan : seperti yang tertera pada spesifikasi mesin. Daya
F=P.A motor yang dihitung adalah motor jenis empat
Dimana : F = Gaya yang bekerja pada torak langkah. Maka berlaku persamaan :
(N)
P.A.L.N
P = Tekanan motor torak (N/m2)
W = ˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗
A = Luas permukaan torak (m2)
2
Dimana ; W = Daya motor (Watt)
5. Kecepatan rata-rata torak
P = Tekanan ruang bakar
2
Untuk beberapa perhitungan perlu (N/m )
A = Luas penampang torak
diketahui kecepatan piston rata-rata, yaitu
(m2)
kecepatan konstan yang diperlukan oleh piston L = Panjang langkah torak
(m)
dengan kecepatan variable. Di dalam
N = Putaran motor (RPM)
perhitungan didasarkan atas kecepatan rata-rata Mencari putaran motor standar, dengan
piston. Piston bergerak sekali poros engkol persamaan daya motor ekivalen menjadi ;
menjalani dua kali langkah (2 x L). 2.W
N = ˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗
C = (2 . L . N)/60
P.A.L
(L . N)/30
Dimana, C = Kecepatan rata-rata torak (m/s) 7. Dasar Aliran Gas Dalam Silinder
L = Langkah torak (m)
Definisi dari suatu masa gas nM dalam
N = Kecepatan putar motor (RPM)
silinder sebagai volume V, M adalah masa berat
Kecepatan torak dapat diketahui saat mesin
molekular (gram/mol) dan n adalah banyaknya
beroperasi, adapun kecepatan torak saat di TMA
mol. Masa jenis ρ dari suatu gas adalah nM/V
dan TMB adalah nol (0) dan pada sisi tengah
dan jelaslah bahwa kita dapat mereduksi ρ baik
lebih cepat atau maksimal, oleh karenanya
dengan memindahkan sebagian gas dari wadah
kecepatan torak/piston diambil dari rata – rata
(dengan mereduksi n) atau dengan
kecepatannya. Dari TMB, piston akan bergerak
memindahkan gas tersebut ke dalam wadah yang
kembali keatas karena putaran poros engkol,
lebih besar (memperbesar volume). Akan
Kode Makalah: REN-003 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
diperoleh kerapatan gas yang cukup rendah, berhubungan dengan ; tekanan, temperature,
maka semua gas bagaimanapun komposisi densitas maupun viskositasnya. Arus campuran
kimianya, akan cenderung memperlihatkan bahan bakar dan udara yang masuk ke dalam
hubungan antara variabel-variabel silinder motor, akan adanya laju aliran masa,
termodinamika anatar P, V dan T. Hal ini dapat dinyatakan :
dijadikan sebagai dasar mengenai suatu konsep ṁ = ρ1 A1 v1 = ρ2 A2 v2
gas ideal, dengan persamaan : Sedangkan untuk kecepatan aliran/arus masuk
P .V = n . R .T silinder, adalah besarnya debit aliran Qv
Dimana : P = Tekanan (N berbanding terbalik terhadap luas penampang
m)
saluran A, dinyatakan :
V = Volume (m3)
n = Jumlah mol v = Qv / A
T = Temperatur (273 K)
Kecepatan arus/aliran masuk (velocity flow) ke
R = Konstanta gas ideal
(8.314 J/mol.K = 1.986 kal/mol.K) dalam silinder, diasumsikan mempunyai
Sebagai dasar aliran gas/udara pada suatu
kecepatan sama dengan kecepatan rata-rata torak
silinder dengan perubahan penampang, dari
(C) atau ( v = C) yang masuk ke dalam silinder
penampang kecil berubah mendadak menjadi
motor, sehingga dapat dicari kecepatan aliran
penampang yang lebih besar. Dijadikan asumsi
masa (mass flow). Untuk kecepatan aliran
sama dengan aliran masuk dalam silinder pada
(velocity flow) pada saluran masuk (intake
motor bensin. Arus masuk melalui saluran
manifold) dapat diketahui dengan mencari
masuk (intake manifold) selanjutnya masuk ke
terlebih dahulu penampang saluran masuk (Ø
dalam silinder motor dengan diameter yang
katup masuk). Adapun hal yang dilakukan
lebih besar. Pola arus yang mengalir terjadi
adalah melakukan dengan membuat
olakan pada hilir silinder dengan pembesaran
perbandingan penampang antara penampang
mendadak, terjadi penurunan kecepatan aliran
saluran masuk (Ø katup masuk) terhadap
arus secara drastis antara kecepatan arus v1 dan
penampang silinder ( Ø bore cylinder ).
v2 , sehingga dalam hal ini v1 > v2.
8. Program CFD (Computational Fluid
Dynamic)
Program CFD (Computational Fluid Dynamic)
adalah analisa sistem yang mencakup aliran
fluida, aliran kalor dan berhubungan dengan
fenomena seperti gas dalam hal ini, campuran
Gambar 3. Silinder dengan pembesaran
mendadak udara dan bahan bakar. Pemakaian CFD ini
Selama gas bergerak, harus selalu ada gaya
sangat baik diterapkan untuk mencakup semua
geser yang bekerja terhadap gas tersebut. Pada
penggunaannya didalam analisis pada disiplin
dasarnya faktor-faktor yang mempengaruhi
teknik mesin seperti ; konversi energi,
aliran termampatkan merupakan fluida gas yang
Kode Makalah: REN-003 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
infrastruktur maupun teknologi lainnya. Lebih hasilnya berupa pola-pola aliran atau arus masuk
khusus untuk pembasaan simulasi, diantaranya : ke dalam silinder lengkap disertai hasil
perpindahan panas, arus aliran fluida/gas, grafiknya.
tekanan, aerodinamik, sistem pencampuran zat ANALISIS DAN PEMBAHASAN
dan lain-lain. 1. Perhitungan Teoritik Matematik
METODE PENELITIAN Perhitungan kinerja motor menggunakan
Penelitian merupakan kegiatan yang dilakukan teoritik matematik meliputi ; langkah torak,
untuk memahami, memecahkan masalah ilmiah, volume silinder, volume ruang bakar,
sistematis dan realistis. perbandingan kompresi, perbandingan udara dan
bahan bakar atau AFR (Air Fuel Ratio), gaya,
tekanan, torsi maupun daya motor. Dalam
menghitung secara teoritis matematik
menggunakan data-data dari spesifikasi motor,
diatas. Guna melengkapi data-data yang belum
ada seperti volume ruang bakar. Ruang bakar
adalah bagian atas/tutup silinder sebagai volume
sisa. Dapat dicari dengan menggunakan
perbandingan kompresi (r), menggunakan
persamaan dibawah ini:
r = VL + Vs Vs = VL /(9 Vs – Vs) menjadi
Vs = VL / 8
Vs = 249 x 10 -6 m 3 / 8
= 31.125 x 10 -6 m 3
Gambar 4. Flow chart penelitian
Jadi hasil ukuran ruang bakar diperoleh sebesar
Dalam setiap penelitian, masalah dan
Vs = 31.125 x 10 -6 m 3
metode merupakan faktor yang turut
Dasar–dasar pengukuran motor
menentukan berhasil atau tidaknya penelitian
digunakan untuk menghitung kemampuan
yang dilakukan. Penelitian ini menggunakan
sebuah motor dalam menghasilkan suatu tenaga
metode pendekatan dengan analisis diskriptif
dengan menggunakan data-data spesifikasi
yaitu, dengan mengamati proses yang terjadi
diatas, didapat :
dalam sistem kerjanya, kemudian dijadikan
Diameter torak (D) : 72 x 10-3 m
bahan masukan dan perbandingan proses atau
Langkah torak (L) : 61.2 x 10-3 m
sistem lain sebelumnya. Kemudian untuk
Volume silinder (VL) : 249 x 10-6 m3
mempermudah dalam membuat kesimpulan dari
Menghitung Volume total (Vt) silinder
hasil penelitian dapat dibuat dalam bentuk tabel
dengan menjumlahkan Volume langkah (VL)
atau grafik. Selanjutnya parameter-parameter
dijadikan bahan masukan ke program CFD yang
Kode Makalah: REN-003 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
dengan Volume ruang bakar atau Volume sisa 2. Hasil Simulasi CFD (Computational Fluid
(Vs), diperoleh: Dynamic)
Vt = VL + Vs Perangkat CFD (Computational Fluid
-6 3 -6 3
= 249 x 10 m + 31.125 x 10 m Dynamic) merupakan metode perhitungan
= 280.125 x 10-6 m3 dengan sebuah kontrol dimensi, luas, volume,
Untuk menghitung gaya yang bekerja kecepatan, temperatur dan properti lainnya
pada torak, dapat menggunakan persamaan dengan memanfaatkan bantuan komputer untuk
momen atau torsi (τ), yaitu τ = F x L F = τ / melakukan analisis dan pembahasannya.
L , dimana untuk L yang diperlukan hanya ½ L Adapun hasil dari CFD yang akan dicapai
akan didapat momen maksimal yaitu : adalah untuk mengetahui tingkat intensitas
L = ½ L = ½ 61.2 x 10-3 m homogenitas antara campuran udara dan bahan
-3
= 30.6 x 10 m, bakar. Intensitas (intensity) homogenitas dapat
diperoleh : dipahami sebagai bentuk proses penyebaran
= 21 N m / 30.6 x 10-3 m atau pengembangan (expansion) yang
F = 686.274 N menghasilkan pemerataan campuran dengan
Setelah diketahui gaya F yang bekerja tingkat keseragaman atau homogenitas
pada torak dapat dicari tekanan P yang terjadi campuran antara masa jenis/densitas (ρ) udara
pada permukaan torak standar, dengan dan masa jenis/densitas (ρ) bahan bakar sesuai
menggunakan persamaan : dari AFR (Air Fuel Ratio), pada saat langkah
P = F/A pengisapan di dalam silinder motor bensin, dari
Dimana, A = π D²/4 π (72 x 10-3 m)2 / 4 tingkatan putaran motor (RPM) yang
A = 4.072 x 10-3 m2 dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Pola
-3 2
Maka P = 686.274 N / 4.072 x 10 m pembacaan hasil CFD dari semua tingkatan
= 168 354.997 N/ m2 pada dasarnya adalah sama, dimulai dari
Untuk menghitung daya motor dapat dihitung kecepatan arus masuk di saluran masuk (intake
dengan persamaan/rumus yang ditentukan atau manifold), sampai masuk ke dalam silinder
yang telah diketahui pada spesifikasi mesin, dari motor.
data spesifikasi adalah daya W = 20 dk. Daya Pada analisis dan pembahasan dengan
W = 20 dk setara dengan 20 HP, dikonversikan software CFD dengan data masukan pada
ke Sistem Internasional (SI), bila 1 HP = 0,7475 putaran motor dari 1000 - 5000 RPM dengan
kW, akan diperoleh daya motor sebesar, yaitu ; interval 500 RPM dan suhu yang digunakan
W = 20 x 0.7475 kW = 14.95 kW adalah suhu lingkungan yang lazim untuk iklim
Jadi daya yang dihasilkan motor adalah setara Indonesia atau khususnya Jakarta, sekitarnya
dengan W = 14.95 kW temperatur atau suhunya sekitar 20 oC, 30 oC
dan 40 oC. Variasi perbandingan udara dan
Kode Makalah: REN-003 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
4 106.2 104.9 111.7 107.3 111.6 homogenitasnya, yaitu terjadi pada AFR 14.9 :
8 500 74 87 97 58 65 1 pada 2 000 RPM dan T 40 oC, dapat mencapai
5 99.54 107.8 104.7 107.1 109.1 tingkat intensitas homogenitas maksimum
9 000 2 70 92 49 56 118.975 per langkah torak. Pola CFD terbaca :
kecepatan arus menuju pembesaran mendadak
dari saluran masuk (intake manifold) yang
dipengaruhi permukaan katup dapat memberikan
pengaruh aliran berkembang atau menyebar,
Tabel 3. Nilai intensitas homogenitas dari sehingga terjadi pusaran arus atau turbulensi di
grafik CFD dalam ruang silinder selama langkah torak
Pada T (piston) sampai TMB (Titik Mati Bawah) saat
Air Fuel Ratio (AFR)
40 oC langkah pengisapan. Akan terlihat berbagai
N RP 14.5 14.6 14.7 14.8 14.9 macam kecepatan arus gas, profil kecepatan
o M :1 :1 :1 :1 :1 masuk gas dengan variasi arus-arus ditunjukan
1 106. 107. 105. 108. 109. dengan aliran gas yang berwarna jingga
1 000 365 617 316 97 473 kecepatan arus v = 0.354 m/s. Selanjutnya
1 104. 103. 105. 108. 102. kecepatan meningkat terlihat pada daerah
2 500 458 023 511 951 653 belokan sisi dalam saluran ditunjukkan gradasi
2 109. 109. 109. 110. 118. berwarna merah sampai warna jingga tua dengan
3 000 589 169 095 434 975 kecepatan arus v = 0.412 m/s. Pada arah yang
2 106. 112. 103. 106. 106. mengalir kearah dinding pipa ditunjukan warna
4 500 704 520 907 872 815 kuning sampai warna hijau dengan kecepatan
silinder motor bensin dapat dibuat saran-saran, 4. Bruce R. Munson, Donal F. Young,
sebagai berikut : Theodore H. Okiishi, Harinaldi,
1. Perlu adanya penelitian/kajian lebih lanjut Budiarso. 2004. Mekanika Fluida,
dalam penenelitian berikutnya dengan Jakarta : Erlangga.
membandingkan dengan motor lain yang 5. Example guide cfd design v10, copyright
sejenis pada kapasitas yang sama, untuk (C) 1992 – 2009. Blue Numerics, Inc.
mengetahui hasil yang lebih baik dan 6. Heywood John B. 1988. Internal
perbaikan kinerja teknologi masa depan. Combustion Engine Fundamental, Mc
2. Kajian dapat dilakukan dari segi teknik Graw-Hill Publishing Company, New
mekanik dengan memperbaiki desain York.
saluran masuk, sudut kemiringan katup 7. Hidayat Wahyu, 2012. Motor Bensin
masuk, letak busi, bentuk ruang bakar Modern, Jakarta : Rineka Cipta.
maupun kontur permukaan torak. 8. Huda Yon F. 2011. Autodesk Inventor
3. Kajian non mekanik dapat dilakukan dengan Professional 2011. Yogyakarta : Andi.
memvariasikan parameter-parameter, mulai 9. New Step 1 Training Manual, 1995.
dari temperatur udara, perbandingan Jakarta : PT. Toyota Astra Motor.
kompresi, AFR (air fuel ratio) maupun 10. Potter Merle C., Wiggert David C.,
sistem proses pembakaranya. 2002. Mechanics of Fluids, Midhat
4. Untuk pengembangan penelitian masa depan, Hondzo University of Minnesota, Tom
perlu difasilitasi peralatan akurat yang I. – P. Shih Michigan State University.
modern seperti scan tool, diagnosis engine, 11. Sucahyo, Bagyo, Darmanto,
computer test engine dan soft ware yang Soemarsono, 1999. Otomotif Mesin
memadahi, seperti catia, solid work, CFD, Tenaga. Solo :
ansys, IC engine atau versi terbaru, guna Tiga Serangkai.
diperoleh hasil terbaik dan akurasi tinggi 12. Streeter Victor L. Wylie E. Benjamin.
dari suatu penelitian. Arko Prijono, 1985. Mekanika Fluida 1,
DAFTAR PUSTAKA Jakarta : Erlangga.
1. Arismunandar Wiranto, 1982. 13. White Frank M., Hariandja Manahan
Penggerak Mula Motor Bakar Torak, 1991. Mekanika Fluida 2, Jakarta :
Bandung : Erlangga.
penerbit ITB. 14. Wilcox David C. 2000 Turbulence
2. Arsada Robbi, 2011. Solid Works Modeling for CFD, DCW Industries.
Professional, Bandung : Informatika. Inc. Palm Drive, La Canada, California.
3. Barenschot BPM, Arends H. 1996.
Motor Bensin, Jakarta : Erlangga.
Kode Makalah: REN-003 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Kode Makalah: REN-004 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan produktivitas garam dan performansi dari menggunakan kompor
gas untuk mendapatkan garam. Pembuatan garam selama ini yang dilakukan oleh petani garam di Indonesia
yaitu dengan cara memanfaatkan ladang-ladang penggaraman dengan cara membuat tambak sebagai wadah
penampungan air laut dan memanfaatkan panas dari matahari sebagai pemanas untuk menguapkan air laut.
Pada penelitian ini pembuatan garam dilakukan menggunakan kompor gas yang masih jarang dilakukan oleh
orang lain. Prinsip kerja dari penelitian ini adalah siapkan alat uji masukan air laut kedalam panci, kemudian
hidupkan kompor gas, setelah itu pasang kabel termokopel kedalam panci untuk mengukur temperatur air
dalam panci kemudian tutup panci. Energi yang dihasilkan oleh kompor gas menyebabkan air laut menguap
dan kemudian air akan berubah menjadi butiran garam. Pengujian ini dilakukan pada bulan Juni tahun 2015
yang bertempat di laboratorium prestasi mesin, fakultas teknologi industri, universitas bung hatta padang
dilakukan dengan memvariasikan bukaan pada kompor bukaan 1/4, 2/4, 3/4,dan 4/4. Hasil pengujian volume air
laut untuk 1 liter diperoleh hasil garam rata-rata 31,9 gram, pada bukaan katup 1/4 dalam waktu 50menit
terbentuknya garam.
1
Kode Makalah: REN-004 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Untuk menghitung efisiensi kompor gas dapat mendapatkan variasi waktu atau lama nya air laut
digunakan persamaan berikut : menjadi garam. Temperatur merupakan faktor
eksternal yang akan mempengaruhi produktivitas
Nilai kalor (Q suatu alat uji kompor gas. Dalam melakukan analisa
data-data hasil pengujian dan perhitungan
= . .∆ digambarkan dalam bentuk grafik yang terdiri dari
grafik hubungan antara Temperatur dalam panci (Tw)
Nilai Efisiensi Termal (%) dengan Waktu (jam).
=
.
. .
.∆
Tabel 1. Data Hasil Pengujian (volume air laut 1 liter
bukaan katup kompor gas berbeda-beda)
Metoda Eksperimen & Fasilitas Yang Digunakan Bukaan Tw Waktu Bahan Berat
katup rata-rata air laut bakar Gas garam
1. Waktu dan tempat (°C) jadi dihabiskan dihasilkan
Pengujian dilakukan pada bulan Juni tahun 2015 garam (gram) (gram)
bertempat di Laboratorium Prestasi Mesin, (menit)
Fakultas Teknologi Industri, Universitas bung
1
/4 92,57 110 108 31,9
Hatta Padang.
2
/4 87,31 70 103 31,6
3
/4 86,36 50 101 31,4
4
/4 84,36 40 100 31,3
150 Tw vs Waktu
Temperatur air laut
100
dalam panci
50
Gambar 1. Alat uji kompor gas
0
2. Alat Uji dan Bahan
Kompor gas Waktu (jam)
Tabung gas LPG 3 kg
Air laut Gambar 2. Grafik hubungan antara temperatur air laut
Termocouple dalam panci dengan waktu bukaan ¼ dengan volume
Stop watch air laut 1liter
3. Prosedur pengujian Pada Gambar 2 terlihat bahwa terjadi fenomena
Menyiapkan semua alat ukur yang akan kenaikkan nilai temperatur air dalam panci (Tw).
digunakan yang sesuai dengan standar Pada jam 08:00 temperatur masih normal, setelah
penggunaannya. kompor gas dihidupkan dan ditunggu selama 10
Memasang alat ukur pada instalasi pengujian menit temperatur berubah atau naik menjadi 54,9°C.
dengan baik dan benar. Dari jam 08:20-09:10 terjadi kenaikan temperatur
Mengisi air laut pada panci. perlahan-lahan, pada jam 10:00 terjadi kenaikan
Menghidupkan kompor gas (bukaan katup temperatur tertinggi yaitu 109°C dan pada
divariasikan) temperatur inilah terlihat butiran garam. Pada bukaan
Pengambilan data setiap 10 menit hingga ¼ terjadinya garam diperoleh waktu 110 menit dan
dihasilkan garam. bahan bakar gas yang dihabiskan sebanyak 108 gram,
dari bukaan ¼ ini garam yang didapatkan sebanyak
Hasil dan Pembahasan 31,9 gram dengan volume air laut 1 liter.
2
Kode Makalah: REN-004 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
50
0 gas yang dipakai 101 gram , hasil garam dihasilkan
sebanyak 31,4 gram.
Temperaturair laut
100
dalam panci
Gambar 3. Grafik hubungan antara temperatur air laut 50
dalam panci dengan waktu bukaan 2/4 dengan volume
0
air laut 1 liter
50
dalam panci
Waktu(jam)
3
Kode Makalah: REN-004 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Saran-Saran
Nomenklatur
Referensi
4
Kode Makalah: REN-005 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Abstrak
Harga energi listrik yang meningkat telah mendorong pengelola gedung untuk menemukan titik
pemborosan akibat penghuni yang kurang bertanggung jawab. Oleh sebab itu diperlukan sistem
monitoring konsumsi energi listrik. Paper ini mengusulkan pemanfaatan Wireless Sensor Network (WSN)
sebagai sistem komunikasi data dari sensor ke pengelola gedung. Arduino sebagai prosessor akan
mengumpulkan data dari sensor dan mentransfer ke XBee yang merupakan simpul pada sebuah WSN.
Dari pengujian, disimpulkan bahwa WSN yang dirancang mempunyai kinerja yang handal dalam
mengirimkan data dari sensor.
Katakunci — WSN, Arduino, XBee, sensor
alliance diatas standar untuk IEEE 802.15.4. Fitur-fitur yang III. RANGKAIAN ANTARMUKA SENSOR DENGAN
MIKROKONTROLER
ada meliputi fungsionalitas keamanan data AES (Advanced
Untuk mengukur daya listrik pada sistem kelistrikan
Encryption Standard) dan routing pada topologi mesh dengan
diperlukan sensor arus, tegangan dan beda fasa. Output dari
pembentukan dinamik, konsolidasi dan pemisahan. Stack
sensor biasanya berupa tegangan AC dengan level tegangan
protokol lebih kecil dan konsumsi sumber daya lebih rendah
yang jauh lebih rendah dari nilai input. Sebagai contoh, Pico
dibanding Bluetooth. Waktu tunda dari mode tidur sampai
current clamp TA019 akan menghasilkan tegangan 1 mV
transmisi aktual sebesar 15 mdet [5].
untuk arus beban sebesar 1 A, Tegangan 220 VAC akan
Salah satu protokol routing yang digunakan di WSN
diturunkan menjadi 5-12 VAC sebelum dikondisikan oleh
adalah AODV (Ad hoc On Demand Distance Vector).
rangkaian elektronika. Selanjutnya, tegangan AC ini harus
Protokol ini bersifat reaktif yang berarti rute dari sumber ke
diubah menjadi tegangan DC tanpa menghilangkan
tujuan akan dibentuk ketika ada permintaan untuk rute
gelombang utama nya agar dapat diproses oleh
tersebut. Pada Gbr 1, simpul 1 akan mem-broadcast pesan
mikrokontroler.
RREQ (Route Request) untuk menemukan rute ke simpul 8.
Rangkaian penjumlah tegangan diperlukan agar
Pesan yg dikirim berisi ID rute, sumber, tujuan dan umur
tegangan AC dapat diubah menjadi tegangan searah dengan
pesan. Node penerima akan mem-broadcast ulang jika
memberikan offset DC. Seperti terlihat pada Gbr 2, sumber
simpul tujuan bukan dirinya dan sekaligus membentuk tabel
DC 12V dan AC 3.53 Vrms 50 HZ diturunkan tegangan nya
informasi rute sementara. Ketika pesan sampai di tujuan,
dengan potensiometer 10 k. Kemudian dihubungkan ke
simpul 8 akan membalas dengan pesan RREP (Route Reply)
terminal + dari masukan Op-Am yang disuplai dengan
berdasar tabel rute yang dimiliki (ID:0, Src:1,Sender:6).
tegangan 12V.
Setelah RREP tiba di simpul 1, ia akan membentuk entri baru
tabel rute (Dest:8, Next:2).
sinyal berada di fasa negatif maka benilai 0 V, keluaran dari Gbr 4. Rancangan WSN di Jurusan
rangkaian ini menjadi masukan bagi gerbang XOR. Teknik Elektro Unand
Rangkaian penjumlah tegangan mengatur besar
amplitudo dan letak gelombang AC tanpa membalikkan fasa
nay tersebut sehingga dapat dibaca oleh mikrokontroler.
Hasil keluaran current clamp TA019 dalam orde mV harus
diperkuat terlebih dahulu dengan rangkaian non-inverting
amplifier. Selanjutnya seluruh data yang telah diolah oleh
Arduino Uno dikirim melalui WSN yang terdiri dari 1
end-device (ED), 2 router (R) dan 1 koordinator (C) ke
personal computer. Akhirnya, data disimpan dalam database
dan ditampilkan secara real-time yang memberikan
informasi tentang pemakaian energi listrik dimana user dapat
melihat tampilannya dalam bentuk grafik melalui aplikasi
desktop di sebuah PC.
Alamat masing-masing simpul WSN ditampilkan pada
Tabel 1 berikut. Agar dua simpul bisa berkomunikasi pada
mode unicast, parameter DL dari transmitter harus cocok
Gbr 3. Rangkaian pendeteksi beda fasa antara dua dengan parameter MY dari receiver (R1→C,R2→C) . Untuk
tegangan AC mengirimkan paket broadcast ke R1 dan R2 dari ED, DL dan
DH dari simpul ED diset masing-masing 0xFFFF dan 0.
IV. PERANCANGAN SISTEM
Parameter tersebut ditulis ke modul XBee menggunakan
Berdasarkan Gbr 4, rancangan sistem monitoring ini
software X-CTU versi 6.1.1 yang dapat di-download di
secara umum terdiri dari current clamp meter TA019,
www.digi.com/xctu. Modul XBee terhubung ke PC lewat
transformator tegangan, rangkaian Op-Am, arduino Uno,
XBee interface board yang diperlihatkan pada Gbr 5.
XBee, personal computer, dan aplikasi desktop. Pengukuran
dilakukan menggunakan trafo tegangan dan Current Clamp TABEL 1. PARAMETER SIMPUL-SIMPUL WSN
menggunakan IDE Arduino versi 1.0.6 r2. Arduino membaca Gbr 7. Pengujian akurasi sistem pengukuran arus listrik
tegangan analog pada pin A0 untuk arus beban dan A1 untuk
Selanjutnya dilakukan pengujian terhadap rangkaian
tegangan sedangkan pulsa beda fasa dibaca di pin digital 7.
beda fasa, inputnya adalah sinyal current clamp TA019 dan
Menggunakan data awal ini, Arduino menghitung nilai RMS
tegangan yang ditunjukan berupa gelombang sinusoidal pada
dari arus dan tegangan, faktor daya dan daya aktif yang
Gbr 8. Jika diamati, pulsa (gelombang 1) yang dihasilkan
disuplai ke beban. Selanjutnya hasil perhitungan dikirimkan
adalah beda fasa antara sinyal tegangan (gelombang 2)
ke modul XBee melalui pin TX.
dengan kebalikan sinyal tegangan keluaran sensor arus
(gelombang 3). Besarnya beda fasa dalam radian adalah
sebesar 2××f×thigh dimana f adalah frekuensi dan thigh waktu
high dari pulsa persegi.
VI. KESIMPULAN
Hasil pengujian menunjukan bahwa sistem monitoring
yang dibangun berhasil membaca besar tegangan, arus dan
fasa dengan hasil yang cukup akurat. Simpul WSN yang
terdiri dari empat modul XBee mempunyai keandalan yang
baik dalam pengiriman data dari transmitter ke receiver. Juga,
aplikasi desktop berhasil menampilkan hasil pengukuran
secara real-time.
REFERENSI
[1] Zaini dan Putra, R., “Perancangan Sistem Monitoring Konsumsi
Energi Listrik di Universitas Andalas,” di Seminar FORTEI Juni 2014,
Bandung, 2014.
[2] Cutler, T., “Deploying Zigbee in Existing Industrial Automation
Networks”, Industrial Embedded Systems, 2005, 1, halaman 34-36.
[3] Osterlind, F., Pramsten, E., Roberthson, D., Eriksson, J., Finne, N.
dan Voigt, T., “Integrating Building Automation Systems and Wireless
Sensor Networks”, Proc. of the 12th IEEE Conf. on Emerging Technologies
& Factory Automation (EFTA 2007), Patras, Greece, Sep. 2007, halaman
1376-1379.
[4] R. S. Hsiao, D. B. Lin, H. P. Lin, C. H. Chung dan S. C. Cheng.,
“Integrating Zigbee lighting control into existing building automation
systems”, IET International Conference on Information Science and Control
Engineering (ICISCE), Shenzhen, 2012.
[5] Kastner, W., Neugschwandtner, G., Soucek, S., dan Newman, H. M.,
“Communication Systems for Building Automation and Control”,
Proceedings of the IEEE, 2005
[6] http://flylib.com/books/2/959/1/html/2/images/mir19f05.jpg
[7] www.digi.com/documentation
Kode Makalah: RMA-001 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Pembuatan Serbuk Ti 6Al 4V dan SS 316L Halus sebagai Bahan Dasar Implan
Tulang Berpori dengan Perlakuan Mekanik
1)
Adhytia Farma Arsal
2)
Prof. Dr. Eng. H. Gunawarman, 3)Ilhamdi, M. Eng
Abstrak
Angka kejadian patah tulang belakangan ini mengalami peningkatan. Penyebab patah tulang bisa berupa
kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja dan bencana alam. Selain itu, patah tulang juga diakibatkan karena kasus
osteoporosis. Patah tulang dapat disembuhkan dengan cara pemasangan material implan.
Material implan yang digunakan harus mempunyai bentuk struktur dan sifat yang mendekati dari tulang
manusia. Pada umumnya material implan berbentuk pen dan kaku. Material implan yang mendekati struktur tulang
harus memiliki bentuk struktur yang berpori juga. Tulang manusia mempunyai bentuk berongga kecil yang
merupakan tempat sel saraf, sel darah dan jaringan sumsum tulang berada. Material implan yang sering digunakan
pada saat ini adalah Ti64 dan SS 316L. Material implan berpori dapat dibentuk dengan menggunakan serbuk
logam. Material serbuk memiliki kelebihan untuk mudah dibentuk.
Titanium maupun stainless steel tidak tersedia dalam bentuk serbuk dan umumnya tersedia dalam bentuk
batangan. Oleh karena itu, pada penelitian ini mengkaji cara pembuatan serbuk material Ti64 dan SS 316L melalui
perlakuan mekanik yang menghasilkan serbuk material berukuran super halus.
Penelitian ini dimulai dengan mempersiapkan sampel yang berbahan titanium dan stainless steel. Setelah itu
dilakukan proses pemotongan untuk dilanjutkan pada proses ball mill. Hasil dari ball mill berupa serbuk halus.
Kemudian dilanjutkan dengan pengujian dengan menggunakan SEM dan EDX untuk melihat ukuran dari serbuk
yang dihasilkan serta pemeriksaan komposisi kimia.
Pembuatan serbuk Ti64 dengan menggunakan ball mill dan dengan perlakuan mekanik efektif untuk
meningkatakan nomor kehalusan serbuk dari #61 menjadi #102. Pembuatan serbuk SS 316L dengan
menggunakan ball mill dan dengan perlakuan mekanik kurang efektif untuk meningkatakan nomor kehalusan,
karena peningkatan nomor kehalusan yang tidak signifikan yaitu dari nomor kehalusan dari #85 menjadi #91.
Setelah dilakukan pemeriksaan komposisi kimia, tidak tejadi perubahan pada komposisi kimia setelah dan
sebelum proses milling / ball mill.
1
Kode Makalah: RMA-001 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Patah tulang dapat disembuhkan dengan cara dapat diolah pada proses ball mill. Mesin ball mill
pemasangan material implan pada bagian tulang yang digunakan adalah Pulverisette 6 Classic Line
yang patah. Implan berguna untuk mengembalikan Fritsch Planetary Mono Mill
posisi tulang (reposisi) pada kondisi anatomisnya, dan Pahat yang dipakai pada proses sawing ini adalah
mempertahankan posisi tersebut (immobilisasi) jenis HSS. Proses ball mill dilakukan untuk membentuk
hingga proses penulangan terjadi. serbuk super halus dari Stainless Steel 316L dan Ti 6Al
Material implan yang digunakan harus 4V. Pada proses ball mill kecepatan yang dipakai yaitu
mempunyai bentuk struktur dan sifat yang mendekati 250 rpm dengan waktu 4 x 15 menit untuk satu kali
dari tulang manusia. Tulang manusia mempunyai penggilingan. Proses ball mill dilakukan berulang kali
bentuk berongga kecil yang merupakan tempat sel sampai diperoleh serbuk Ti 6Al 4V dan Stainless Steel
saraf, sel darah dan jaringan sumsum tulang berada. 316L. Setelah mendapatkan serbuk dilakukan proses
Pada umumnya material implan berbentuk pen dan pengayakan untuk mengetahui distribusi ukuran dari
kaku. Material implan yang mendekati struktur tulang serbuk. Proses pemanasan dilakukan untuk
harus memiliki bentuk struktur yang berpori juga. mengembalikan sifat ulet material yang telah hilang
Material implan berpori dapat dibentuk pada proses ball mill. Pengamatan dengan menggunakan
dengan cara mencampurkan serbuk logam dengan SEM bertujuan untuk mengetahui distribusi dari ukuran
glukosa. Selanjutnya, logam dan glukosa tersebut butir yang dihasilkan pada saat proses penggilingan.
ditekan dan diberikan perlakuan panas (sintering) Pemeriksaan EDX bertujuan untuk mengetahui
untuk menghilangkan glukosa tersebut yang kandungan atau komposisi kimia dari serbuk hasil dari
menghasilkan rongga-rongga pada material tersebut penggilingan.
(Adamek, 2014) . Pada penelitian yang pernah Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
dilakukan, material logam yang digunakan adalah Metalurgi Jurusan Teknik Mesin Universitas Andalas.
titanium. Titanium yang digunakan berbentuk serbuk. Setelah melakukan semua tahap penelitian dan
Selain itu tidak dijelaskan bagaimana cara memperoleh hasil, selanjutnya dilakukan pembuatan
mendapatkan serbuk titanium (Adamek, 2014). laporan akhir untuk tugas akhir S-1.
Titanium maupun stainless steel tidak
tersedia dalam bentuk serbuk dan umumnya tersedia
dalam bentuk batangan. Oleh karena itu, pada
penelitian ini mengkaji cara pembuatan serbuk Hasil dan Pembahasan
material titanium dan stainless steel melalui Hasil yang diperoleh dari penelitian ini
perlakuan mekanik yang menghasilkan serbuk ditampilkan dalam hasil pengamatan scanning
material berukuran super halus. Perlakuan mekanik electron microscope (SEM), proses pengayakan, dan
dilakukan dengan proses ball mill. Proses ini pemeriksaan energy dispersive x-ray analysis (EDX).
dilakukan berulang kali sampai didapatkan serbuk
titanium dan stainless steel.
Tingkat Kehalusan Butir dan Nomor Butir
Setelah dilakukan proses pengayakan
Metoda Eksperimen & Fasilitas Yang Digunakan menggunakan mesin ayakan getar selama 10 menit
dan amplitudo getaran 80 diperoleh hasil berupa berat
Penelitian ini dimulai dengan mempersiapkan serbuk dari nomor sieve ayakan 35, 60, 120 dan 230.
sampel berbahan titanium dan stainless steel, untuk Data hasil pengayakan serbuk Ti64 dan SS 316L
dilakukan proses pemotongan dan dilanjutkan pada pada masing-masing tahapan proses dapat dilihat
proses ball mill. Hasil dari ball mill berupa serbuk pada Tabel 1 dan Tabel 2.
halus. Kemudian dilanjutkan dengan pengujian
dengan menggunakan SEM dan EDX untuk melihat Tingkat Kehalusan Butir dan Nomor Butir Ti64 dan
ukuran dari serbuk yang dihasilkan serta pemeriksaan SS 316L
komposisi kimia. Pengayakan dilakukan untuk mengetahui
Penelitian ini dimulai dengan mencari studi nomor butir, sehingga tingkat kehalusan butir dapat
literatur dan setelah itu, dilakukan penyiapan sampel. diketahui. Pada Tabel 1 menampilkan hasil dari
Sampel yang digunakan adalah titanium jenis 6Al 4V proses pengayakan serbuk Ti64 yang dilakukan.
dan stainless steel jenis 316 L dalam bentuk batangan. Pada tahap 1 yaitu dengan penggilingan
Ti64 yang digunakan berukuran panjang 199 mm dan selama 2 jam, serbuk Ti64 yang paling banyak
berdiameter 6 mm. sedangkan SS 316L yang terdapat pada ukuran ayakan dengan nomor mesh #60
digunakan berukuran panjang 154,4 mm dan yang berukuran 250 μm dengan berat sebesar 2,99
berdiameter 6,35 mm. gram. Pada tahap 2 dan 3 yang mana setelah
Proses sawing merupakan proses pemotongan dilakukan penggilingan selama 4 dan 6 jam serbuk
material menjadi bagian-bagian yang lebih kecil agar terbanyak terdapat pada ukuran ayakan dengan
nomor mesh #120 yang berukuran 125 µm dengan
2
Kode Makalah: RMA-001 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Berat Total 7,33 4,17 4,08 3,98 3,95 Gambar 1. Ukuran rata-rata serbuk Ti 64 dan SS
No. 316L hasil proses milling
Kehalusan 61 89 94 98 102
Serbuk * Gambar 1 merupakan perbandingan
Ukuran penurunan ukuran serbuk Ti64 dan SS 316L. Pada
Serbuk
Rata-rata
248 190 179 170 163 gambar dapat dibandingkan ukuran serbuk rata-rata
(μm)** terhadap masing-masing tahapan proses. Untuk
serbuk Ti64, apabila dibandingkan ukuran serbuk
antara serbuk milling 1 sampai dengan serbuk
Tabel 2 Hasil proses pengayakan serbuk SS 316L milling 4 maka terjadi penurunan dari 248 µm
pada masing-masing tahapan proses milling menjadi 163 µm. Hal ini disebabkan oleh proses ball
mill yang dilakukan. Proses ini efektif pada milling 2,
Berat Serbuk (gram)
karena pada milling 2 terjadi penurunan yang
No. Ayakan signifikan yaitu dari 248 µm menjadi 190 µm. Satu
Milling Milling Milling Milling
Milling
1 2 3
4
5 proses milling dilakukan dengan proses ball mill
selama 2 jam. Penurunan signifikan yang terjadi
35 0,06 0,00 0,00 0,00 0,00
diakibatkan serbuk titanium sudah mengalami
60 0,26 0,31 0,24 0,20 0,18 penggetasan selama 2 x 2 jam proses ball mill.
Karena serbuk telah getas, maka serbuk akan lebih
120 3,17 3,20 2,78 2,65 2,76 mudah untuk hancur karena hantaman bola dari pada
proses ball mill. Pada milling 2 ke milling 3 tidak
230 1,71 1,72 1,79 1,98 1,77 terjadi penurunan yang begitu signifikan yaitu dari
Dasar 0,32 0,38 0,27 0,22 0,32
190 µm menjadi 179 µm. Begitu juga untuk milling 4
ke milling 5 penurunan yang terjadi dari 170 µm
Berat Total 5,62 5,61 5,08 5,05 5,03 menjadi 163 µm.
No. Untuk serbuk SS 316L, apabila dibandingkan
Kehalusan 85 88 89 90 91 ukuran serbuk antara serbuk milling 1 dengan serbuk
Serbuk * milling 2 maka terjadi penurunan dari 197 μm
Ukuran menjadi 191 μm, penurunan yang terjadi tidak
Serbuk
197 191 190 187 185 signifikan. Begitu juga untuk masing-masing tahapan
Rata-rata
(μm)** milling lainnya, penurunan yang terjadi tidak terlalu
besar.
3
Kode Makalah: RMA-001 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
4
Kode Makalah: RMA-001 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
(a)
proses pelarutan yang sebelumnya, sisa serbuk
setelah dilarutkan juga masih banyak yaitu 253,4 mg.
Dari 3 pelarutan serbuk Ti64 yang telah dilakukan
dapat dikatakan bahwa pelarutan tidak berpengaruh
terhadap penurunan ukuran serbuk, hal ini diketahui
dari jumlah serbuk sebelum dan setelah dilakukan
pelarutan tidak mengalami pengurangan yang besar,
karena jika serbuk terlarut maka pengurangan jumlah
serbuk akan besar, begitupun jika serbuk terlarut
maka akan terjadi penurunan ukuran serbuk. Jadi
proses perlarutan kimia tidak efektif untuk
mengurangi ukuran serbuk Ti64.
(b)
Distribusi Ukuran dan Morfologi Serbuk SS
316L
Karakterisasi fisik berupa distribusi ukuran
sebuk SS 316L dapat ditunjukan pada Gambar 4.
(c)
5
Kode Makalah: RMA-001 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Pada serbuk sebelum milling dapat dilihat setelah dilarutkan sebanyak 0,8 mg, bentuk serbuk
serbuk berbentuk kasar dan bergelombang dibagian terlihat membongkah dan lebih kecil. Gambar 5 B
tepi serbuk. Pada milling 1 serbuk masih terlihat adalah hasil pengamatan terhadap serbuk yang telah
besar dan berbentuk bundar (Gambar 4a). Pada dilarutkan dalam zat pelarut yang sama, namun
serbuk milling 2 tampak menjadi lebih memanjang dengan waktu pelarutan yang lebih lama yaitu 2 hari.
tetapi masih berbentuk bundar, pada tahap ini serbuk Jumlah serbuk sebelum dilarutkan adalah 51,0 mg
mulai pecah ini dapat dilihat dari ukuran mulai dan sisa serbuk setelah dilarutkan yaitu 1,7 mg,
menjadi kecil (Gambar 4b). Pada serbuk milling 3 begitupun pada serbuk yang telah dilarutkan selama 1
serbuk terlihat pecah lagi dan menjadi lebih tipis, hari di dalam 10 ml H2O2 + 10 ml HCl terjadi
serta bentuk serbuk bundar (Gambar 4c). Pada serbuk pengurangan jumlah serbuk yang jauh yaitu dari
milling 4 terlihat serbuk bertambah pipih dan bundar 301,0 mg menjadi 3,5 mg. Pada SS 316L proses
serta ditemukan berbentuk jarum (Gambar 4d). Pada pelarutan kimia sangat efektif untuk mereduksi
serbuk milling 5 tampak serbuk pecah lagi dan ukuran serbuk, karena SS 316L terlarut di dalam
ukuran lebih halus (Gambar 4e). Distribusi ukuran H2O2 + HCl, hal ini dapat dilihat dari jumlah serbuk
serbuk untuk lebih jelasnya akan diuraikan pada sebelum dilarutkan dengan jumlah serbuk setelah
sub-sub tingkat kehalusan butir dan nomor butir. dilarutkan.
6
Kode Makalah: RMA-001 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
7
Kode Makalah: RMA-001 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Referensi
8
Kode Makalah: RMA-002 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 Nvember 2015
Pembuatan Serbuk Ti 6Al 4V dan Stainlees Steel 316L yang Halus sebagai Bahan Dasar Implan
Tulang Berpori dengan Perlakuan Termo-Mekanik
1)
Widia Soviyana
2)
Prof. Dr. Eng. H. Gunawarman, 3)Ilhamdi, M.Eng
Abstrak
Angka kejadian patah tulang yang tinggi diakibatkan oleh berbagai macam penyebab seperti osteoporosis, dan
kecelakaan lalu lintas. Penyembuhan dilakukan dengan penanaman implan logam pejal, namun implant logam
pejal masih memiliki kekurangan yang cukup banyak, antara lain diperlukan minimal 2x operasi, kaku dan
memiliki massa jenis yang lebih besar dari tulang sehingga implant pejal ini tidak memiliki karakteristik mekanik
yang sama dengan tulang manusia. Untuk mengatasi kekurangan tersebut diperlukan implan tulang berpori.
Pembuatan implan tulang berpori memerlukan serbuk logam yang halus, namun serbuk logam sangat sulit untuk
diperoleh secara komersil. Oleh karena itu, perlu dikaji bagaimana cara menghasilkan serbuk Ti 6 Al 4V dan SS
316L yang halus dengan lebih cepat. Pada penelitian ini dilakukan dengan mengkikir material Ti 6Al 4V yang
telah digetaskan sebelumnya, lalu digiling menggunakan ball mill selama 4 jam menggunakan bola kecil jenis
agate sebanyak 30 buah. Begitupun dengan SS 316 L, namun SS 316L tidak melalui proses penggetasan terlebih
dahulu.Setelah itu serbuk logam diayak menggunakan mesin ayak untuk mengetahui ukuran serbuk, lalu
dilanjutkan dengan proses pelarutan kimia dengan H2O2 + HCl. Setelah di larutkan, serbuk dikarakterisasi
mengggunakan scanning electron microscopy (SEM) dan energy dispersive x-ray analysis (EDX). Dari penelitian
ini diperoleh hasil bahwa penurunan ukuran serbuk Ti 6Al 4V menurun dari 190 µm menjadi 119 µm sedangkan
pada SS 316L mengalami penurunan ukuran serbuk dari 191 µm menjadi 165 µm. Dapat dibandingkan bahwa
proses pembuatan serbuk dengan cara tersebut lebih efektif untuk Ti 6Al 4V dibandingkan SS 316L. Komposisi
kimia dari masing-masing serbuk logam sama dengan komposisi kimia pada teori seharusnya.
Keywords: implan tulang, serbuk logam, Ti 6Al 4V, SS 316L, ball mill.
1
Kode Makalah: RMA-002 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 Nvember 2015
980 °C karena pada temperatur ini keadaan Ti 6Al 4V berada penggilingan mengalami pengurangan, hal ini
pada kondisi tidak stabil. Pemanasan dilakukan pada tungku terjadi karena hasil setiap tahap penggilingan
Vacuum Ney Ceram Fires yang tersedia di Jurusan Teknik serbuk diambil sedikit untuk dilakukan
Mesin Universitas Andalas. Setelah itu, Ti 6Al 4V dan SS pengamatan menggunakan SEM dan
316L dikikir hingga menjadi serbuk yang kasar. Tahap pemeriksaan menggunakan EDX.
selanjutnya Masing-masing serbuk dilakukan penggilingan
dengan menggunakan alat Ball Mill yang tersedia di Jurusan Tabel 1 Hasil proses pengayakan Ti64 pada
Teknik Mesin Universitas Andalas Penggilingan diakukan masing-masing tahapan proses milling
selama 4 jam menggunaan bola berbahan batu akik (agate)
dengan kecepatan putar sebanyak 200 rpm. Setelah itu,
masing-masing serbuk material uji diayak menggunakan
mesin ayakan yang tersedia di Jurusan Teknik Mesin
Universitas Andalas. Setelah itu, serbuk material diamati
menggunakan SEM dan diperiksa komposisi kimia serbuk
menggunakan EDX. Hal ini dilakukan sebanyak 4X ulang,
setelah itu serbuk dilarutkan didalam H2O2+HCl dan diamati
menggunakan SEM.
2
Kode Makalah: RMA-002 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 Nvember 2015
Pada grafik yang berwarna merah
menampilkan perbandingan ukuran serbuk SS
316L pada tiap-tiap proses milling. Ukuran
serbuk hasil penggilingan pertama adalah 191
µm sedangkan ukuran serbuk hasil
penggilingan kedua yaitu 187 µm, penurunan
ukuran serbuk SS 316L dari tahap proses
pertama ke tahap proses kedua tak begitu jauh,
masing-masing penggilingan dilakukan 4 jam.
Pada penggilingan ketiga penurunan ukuran
juga tidak terlalu jauh yaitu menjadi 185 µm
dan pada penggilingan ke empat menjadi 165
µm. Penurunan ukuran yang lebih jauh terjadi
setelah 16 jam proses penggilingan. Dan jika
dibandingkan dengan hasil tugas akhir Adhytia
Farma Arsal, ukuran serbuk SS 316L yang
Gambar 1 Grafik perbandingan ukuran rata-rata digiling selama 2 jam dalam setiap tahap,
serbuk penurunan ukuran serbuk dari tahap
penggilingan 1 sebesar 197 µm mengalami
Gambar 1 merupakan grafik perbandingan ukuran penurunan ukuran pada tahap penggilingan 2
serbuk Ti64 dan SS 316L untuk masing-masing tahapan menjadi 191 µm, dan setelah dilakukan
proses milling pada perlakuan yang berbeda. Pada grafik penggilingan 3 didapatkan ukuran serbuk
yang berwarna biru dapat dilihat ukuran rata-rata Ti64 hasil menjadi 190 µm, dan pada tahap
satu kali milling yang masih cukup besar yaitu 190 µm, penggilingan 4 didapatkan ukuran serbuk
namun setelah dilakukan milling tahap 2 ukuran rata-rata sebesar 187 µm. Perbedaan metode yang
serbuk Ti64 mengalami penurunan yang signifikan namun dilakukan pada tugas akhir Adhytia ini adalah
setelah proses milling tahap 2 didapatkan ukuran serbuk lama waktu penggilingan. Jadi pembuatan
yaitu 122 µm, artinya proses yang paling efektif yaitu serbuk SS 316L yang halus akan lebih efektif
setelah serbuk mengalami milling selama 8 jam. Serbuk jika waktu penggilingan lebih lama, karena
yang sebelumnya telah digetaskan melalui proses heat ukuran serbuk yang lebih halus didapatkan
treatment akan semakin getas ketika mendapat beban dari pada serbuk SS 316L setelah mengalami
bola-bola pada mesin ball mill, sehingga penurunan ukuran penggilingan selama 4 jam dalam setiap tahap.
serbuk terjadi cukup besar. Pada serbuk hasil milling 3 tidak
mengalami penurunan ukuran dari serbuk hasil milling 2, Distribusi Ukuran dan Bentuk Serbuk
hal ini terjadi karena kurang lamanya proses milling. Pada Pengamatan SEM dilakukan untuk
milling 4 serbuk mengalami penurunan ukuran kembali mengetahui karakteristik fisik dari serbuk Ti64
menjadi 119 µm. Penurunan ukuran serbuk dipengaruhi berupa distribusi ukuran dan bentuk dari
oleh lamanya waktu penggilingan, karena penurunan serbuk. Serbuk yang diamati adalah serbuk
ukuran serbuk terjadi pada tahap proses milling 2 dan tahap Ti64 dan serbuk SS316L dengan perbesaran
proses milling 4, dengan kata lain penurunan serbuk terjadi 10x, pengamatan dilakukan terhadap serbuk
setelah kelipatan 8 jam lama penggilingan. Jika yang belum mengalami proses penggilingan
dibandingkan dengan hasil tugas akhir Adhytia Farma Arsal dan terhadap serbuk yang telah mengalami
yang mana pembuatan serbuk Ti64 hanya dengan perlakuan penggilingan dalam beberapa kali proses
mekanik dengan lama waktu penggilingan selama 2 jam penggilingan, penggilingan serbuk dilakukan
pada setiap tahap penggilingan dan tidak mengalami menggunakan Ball Mill dengan kecepatan
perlakuan termal yaitu proses penggetasan sebelumnya, putar sebesar 200rpm, satu kali proses
didapatkan ukuran serbuk dari tahap 1 yaitu sebesar 248 µm, penggilingan dilakukan selama 4 jam. Bola
tahap 2 sebesar 190 µm, tahap 3 sebesar 179 µm, dan tahap yang digunakan untuk menggiling merupakan
4 sebesar 170 µm. Jadi, penurunan ukuran serbuk yang batu berbahan keramik yaitu agate ukuran
lebih besar yaitu pada Ti64 yang telah melalui perlakuan kecil dengan diameter antara 5-10 mm.
termal dan perlakuan mekanik yaitu dengan penurunan
ukuran dari 190 µm sampai 119 µm, sedangkan pada serbuk Distribusi Ukuran Serbuk Ti 6Al 4V
Ti64 yang hanya melalui perlakuan mekanik mengalami Serbuk Ti64 yang diamati merupakan
penurunan dari 248 µm sampai 170 µm. Sehingga dapat serbuk hasil dari proses sawing dan proses
diketahui bahwa metode yang lebih efektif dalam grinding. Serbuk dihasilkan dari Ti64
pembuatan serbuk Ti64 yaitu dengan metode perlakuan berbentuk batangan yang dijual secara
termal dan mekanik dengan waktu penggilingan yang lebih komersial yang mana batangan yang telah di
lama gergaji diberikan perlakuan termal dengan cara
3
Kode Makalah: RMA-002 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 Nvember 2015
memanaskan batangan Ti64 terlebih dahulu selama 2 jam, diperoleh saat milling juga tidak merata, ada
pemanasan dilakukan sampai saat kondisi kesetimbangan sebagian serbuk yang terkena milling sehingga
rendah pada temperatur β transus yaitu ± 980°C dengan serbuk akan tereduksi dan sebagian lain yang
proses pendinginan secara annealing atau didinginkan di tidak terkena deformasi akan memiliki ukuran
dalam tungku secara lambat. Pemanasan dilakukan di dalam yang tetap seperti sebelumnya. Pada proses
tungku Vacuum Ney Ceram Fires agar tidak terkontaminasi penggilingan berikutnya hasil pengamatan
oleh zat lain. Pemanasan dilakukan untuk menggetaskan terhadap bentuk dan ukuran serbuk tidak jauh
batangan Ti64 agar lebih mudah dalam penggilingan yang berbeda dengan hasil pengamatan serbuk pada
berfungsi untuk mereduksi ukuran serbuk Ti64. proses penggilingan sebelumnya, dapat dilihat
pada Gambar 2 D, dengan kata lain serbuk
hasil penggilingan 12 jam tidak mengalami
A.Sebelum Milling B.Milling 1
A B
D.Milling 3
E.Milling 4
4
Kode Makalah: RMA-002 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 Nvember 2015
1 hari dengan jumlah zat pelarut yang lebih besar yaitu 10 A.Sebelum Milling B.Milling 1
ml H2O2 + 10 ml HCl, karena serbuk yang dilarutkan juga
lebih banyak yaitu 300,3 mg. Namun sama dengan proses
pelarutan yang sebelumnya, sisa serbuk setelah dilarutkan
juga masih banyak yaitu 249,8 mg. Dari 3 pelarutan serbuk
Ti64 yang telah dilakukan dapat dikatakan bahwa pelarutan
tidak berpengaruh terhadap penurunan ukuran serbuk, hal
ini diketahui dari jumlah serbuk sebelum dan setelah C.Milling 2
5
Kode Makalah: RMA-002 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 Nvember 2015
serbuk yang telah dilarutkan selama 1 hari di dalam 10 ml
H2O2 + 10 ml HCl terjadi pengurangan jumlah serbuk yang
jauh yaitu dari 301,0 mg menjadi 3,5 mg. Pada SS 316L
proses pelarutan kimia sangat efektif untuk mereduksi
ukuran serbuk, karena SS 316L terlarut di dalam H2O2 +
HCl, hal ini dapat dilihat dari jumlah serbuk sebelum
dilarutkan dengan jumlah serbuk setelah dilarutkan.
Pemeriksaan Komposisi Kimia Serbuk Ti64 Dari grafik pada Gambar 7 dapat
dilihat bahwa kandungan elemen tertinggi
adalah titanium. Namun kandungan
unsure-unsur selain oksigen menururun dari
nilai referensi., tetapi menurunan nilai
kandungan tidak terlalu jauh.
6
Kode Makalah: RMA-002 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 Nvember 2015
Gambar 8 merupakan gambar mikro serbuk SS sebaiknya dibuka, 10 Desember 2010. Dilihat
316L yang memperlihatkan bentuk permukaan serbuk yang
23 Oktober 2010.
berbeda dengan Ti64. Serbuk 316L tidak memiliki bibir
geser dalam kata lain serbuk SS 316L memiliki permukaan http://mukipartono.com/pasang-pen-sebaiknya-
yg licin, dan itu merupakan ciri dari material yang getas.
di-buka/
Elemen yang terkandung dalam serbuk SS 316L
dapat dilihat pada Tabel 4. Serbuk SS 316L mengandung
unsur-unsur kimia seperti mangan (Mn), phosphor (P),
Junaidi, Syarif. Biomaterial Berbasis Logam,
sulfur (S), silikon (Si), kromium (Cr), nikel (Ni),
molybdenum (Mo), Besi (Fe). 13 Agustus 2009. Dilihat 23 Oktober 2014.
Kandungan unsur yang paling tinggi adalah fero,
http://www.infometrik.com/2009/08/biomateria
seperti yang terlihat pada Gambar 9. Besarnya kandungan
fero masih berada di dalam batas referensi. l-berbasis-logam/
Kandungan-kandungan unsur lainnya mendekati dengan
nilai referensi
Arsal, Adhytia Farma. 2105. “Pembuatan
Kesimpulan
Serbuk Ti 6Al 4V dan Stainless Steel 316L
Dari hasil penelitian pembuatan serbuk Ti-6Al-4V dan SS sebagai Bahan Dasar Implan Tulang Berpori
316L super halus sebagai bahan dasar implan tulang berpori
dengan perlakuan mekanik diperoleh kesimpulan sebagai dengan Perlakuan Mekanik”. Jurnal Tugas
berikut: Akhir Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik,
Pembuatan serbuk Ti64 yang telah memperoleh
perlakuan termal dan mekanik dengan menggunakan ball Universitas Andalas. 2015
mill efektif untuk meningkatakan nomor kehalusan serbuk
dari #88 menjadi #132, sebaliknya pembuatan serbuk SS
316L dengan perlakuan mekanik menggunakan ball mill
kurang efektif untuk meningkatakan nomor kehalusan,
karena peningkatan nomor kehalusan yang tidak signifikan
yaitu dari nomor kehalusan dari #88 menjadi #101.
Setelah dilakukan pemeriksaan komposisi kimia,
terjadi sedikit perubahan komposisi kimia pada Ti64 karena
perlakuan termal yang diperoleh oleh Ti64. Sedangkan pada
SS 316L kandungan kimia masih berada dalam batas
referensi.
Referensi
7
Kode Makalah: RMA-003 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Pengaruh Rasio Massa Bijih Besi Dengan Reduktor Dan Temperatur Reduksi Pada Proses
Reduksi Langsung Menggunakan Reduktor Arang Kayu
1)
Is Prima Nanda, 2)Dafmiko
Universitas Andalas
1,2)
Abstrak
Bijih besi di Indonesia memiliki sumber daya dan cadangan bijih besi terbilang cukup banyak. Dalam dunia
industri di Indonesia masih banyak bijih besi yang diekspor karena proses pengolahannya yang terbilang cukup
mahal. Belum banyaknya penelitian tentang proses reduksi langsung menggunakan reduktor biomassa, masih
perlu sebuah teknologi sederhana yang dapat mengolah bijih besi menggunakan reduktor lokal. Untuk menghemat
biaya produksi dan teknologi ramah lingkungan.
Bijih besi yang digunakan pada penelitian ini adalah bijih besi jenis laterit berasal dari Kalimantan. Sedangkan
reduktor yang digunakan adalah arang kayu. Variabel yang digunakan pada penelitian ini yaitu variabel
temperatur 700oC, 800oC, 900oC, 1000oC dan perbandingan masa 1 : 2 dan 1: 4. Proses dilakukan di dalam muffle
furnace selama 30 menit agar terjadi proses reduksi. Untuk mengetahui optimalisasi proses dan melihat hasil
proses reduksi secara kualitatif, maka dilakukan karakterisasi sampel dengan menggunakan XRD.
Hasil reduksi yang paling tinggi terdapat massa 1 : 4 dengan temperatur 1000oC. Pada sampel tersebut
didapatkkan produk reduksi iron (Fe), wustite ( FeO), dan magnetite ( Fe3O4).
Kata kunci: perbandingan temperatur, perbandingan rasio massa, muffle furnace, bijih besi
1
Kode Makalah: RMA-003 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
4.Mengetahui rasio massa antara bijih besi dan arang Arang merupakan bahan padat yang berpori dan
kayu yang optimal dari proses reduksi langsung. merupakan hasil pengarangan bahan yang
mengandung carbon. Sebagian besar pori-pori arang
1.3 Manfaat masih tertutup oleh hidrocarbon, fixed carbon, abu
dan air. Biorang adalah arang (salah satu jenis bahan
Manfaat dari penelitian ini diharapkan mendapatkan
bakar) yang dibuat dari aneka macam bahan hayati
temperatur optimal dan rasio massa optimal dalam
atau biomassa, misalnya kayu, ranting dan lain-lain.
proses reduksi langsung menggunakan reduktor lokal
Arang kayu pada literatur memiliki kandungan
arang kayu.
carbon 70-80%[3]. Dilihat dari jumlah pepohonan
yang terdapat di negara Indonesia dapat disimpulkan
1.4 Batasan Masalah
bahwa pasokan untuk arang kayu berlimpah. Pada
1. Material yang digunakan bijih besi yang berasal Tabel 2.2 dapat dilihat standar kualitas arang kayu.
dari Kalimantan. Sehingga dapat dijadikan referensi dalam pengujian
2. Variabel temperatur yang dilakukan adalah 700oC, awal kandungan reduktor arang kayu yang digunakan
800oC, 900oC, 1000oC dalam penelitian ini. Dapat dilihat pada Gambar 2
3. Variabel masa yang dilakukan 1 : 2 dan 1 : 4 Arang kayu.
4. Perbandingan dengan reduktor arang tempurung Tabel 2.1 Standar Kualitas Arang Kayu ( SNI 1-6235-2000)
kelapa dan ampas tebu temperatur 1000°C masaa Sifat Nilai
1 : 4 waktu proses 30 menit. Kadar air (%) Maks 8
Kadar zat terbang (%) 15
2. Tinjauan Pustaka Nilai kalor (kkal/kg) Min 5000
Kadar abu (%) Maks 8
2.1 Profil Bijih Besi Indonesia
Endapan bijih besi telah diteliti dan dieksplorasi oleh
Pemerintah Kolonial Belanda. Pada periode
1957-1964 Indonesia yang bekerja sama dengan
Pemerintah Uni Soviet, melaksanakan eksplorasi
bijih besi untuk kepentingan pembangunan industri
baja di Cilegon (Banten) dan menemukan beberapa
daerah prospek di Kalimantan Selatan. Pada masa
pemerintahan orde baru, (1967-1998) Indonesia
mencoba melakukan eksplorasi yang bertujuan untuk Gambar 2 Arang Kayu
mencari endapan bauksit, nikel, tembaga, emas dan
batubara, tetapi bijih besi tidak tersentuh sama sekali. 2.3 Metode Penelitian
Ini menunjukkan bahwa potensi geologi Indonesia
untuk endapan besi tidak menarik, karena geologi 2.3.1 Muffle Furnace
Indonesia merupakan busur magmatis yang tidak Muffle furnace adalah tungku listrik yang biasa
mempunyai batuan berumur pra-Kambrium seperti digunakan untuk skala laboratorium. Pada umumnya
misalnya Banded Iron Formation. Walaupun muffle furnace memiliki temperatur kerja maksimum
demikian pihak Departemen Perindustrian, banyak 1100oC – 1200oC. Prinsip kerja muffle furnace dengan
melakukan evaluasi kemungkinan penggunaan bijih memanaskan udara dalam ruangan melalui pemanasan
besi untuk kepentingan industri dalam negeri. kawat resistansi menggunakan energi listrik.
Evaluasi ini dilakukan berdasarkan data penemuan Pengaturan temperatur tergantung pada kondisi kerja
bijih besi yang terdapat di unit-unit dalam lingkungan yang diinginkan[4]. Dapat dilihat pada Gambar 3
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral[2]. muffle furnace.
Dapat dilihat bijih besi pada Gambar 1
2
Kode Makalah: RMA-003 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
atau senyawa, jenis mineral, struktur kristalografi dari menganalisis kandungan yang terdapat pada arang
raw material. Pada penelitian ini XRD digunakan kayu. Kandungan yang akan didapati pada pengujian
untuk mengevaluasi fasa atau senyawa akhir dari ini adalah moisture, ash, volatile mater, dan fixed
proses reduksi. Pengambilan data XRD ini carbon. Pengujian ini dilakukan di pusat penelitian
dilaksanakan di Departement Metalurgi Unversitas Teknologi Mineral dan Batu Bara Bandung.
Indonesia. Pemeriksaan XRD ini menggunakan alat
bernama Panalytical X’Pert Pro X-ray Diffractometer Sample
seperti yang terlihat pada Gambar 4. Hasil pengujian Analysis Parameter Arang Ampas
XRD merupakan grafik perpaduan sumbu 2θ dan Kayu% Tebu %
Intensitas. Kemudian grafik ini dibandingkan dengan Proximate 7,98 -
pattern standard yang dihasilkan oleh software X’pert
Moisture in air dried
High Score. 4,16 6,75
sample
Ash 9,02 1,77
Volatile Mater 15,42 78,4
Fixed Carbon 77,47 13,08
Gambar 4 XRD philips Pada penelitian ini dilakukan proses reduksi langsung
dengan variabel temperatur 700oC, 800oC, 900oC, dan
3. Hasil dan Pembahasan 1000oC. Variabel massa bijih besi dan arang kayu 1 :
2 dan 1 : 4 sebagai variabel yang akan dibahas.
3.1 Karakterisasi Awal Sampel Proses reduksi langsung ini menggunakan waktu
Karakterisasi awal ini digunakan untuk mendapatkan kerja selama 30 menit di dalam muffle furnace.
data awal dari sampel sebelum dilakukannya proses
reduksi. Hal ini berguna sebagai data pembanding 3.5 Mekanisme Reduksi Langsung
setelah didapatkan data hasil setelah proses reduksi.
Pada penelitian ini dilakukan prosedur standar yang
3.2 Hasil XRD Sampel Awal ditentukan sesuai dengan eksperimen yang dilakukan.
Karakterisasi awal sampel ini dilakukan Untuk mendapatkan hasil yang efisien dibutuhkan
menggunakan alat uji XRD yang terdapat pada prosedur reduksi yang baik. Proses reduksi langsung
Departemen Metalurgi dan Material Universitas dengan melakukan prosedur-prosedur sesuai dengan
Indonesia . asumsi yang ada dari pembacaan literatur serta hasil
dengan konsultasi ahli. Sebelum memulai proses,
muffle furnace terlebih dahulu diset temperatur sesuai
yang diinginkan. Selanjutnya, bijih besi dan arang
kayu ditimbang sesuai dengan variabel massa 1 : 2
dan 1 : 4. Kemudian atur temperatur pada muffle
furnace prosedur 1 temperatur 700oC, prosedur 2
temperatur 800oC, prosedur 3 temperatur 900oC, dan
prosedur 4 temperatur 1000oC. Saat temperatur pada
Gambar 5 Hasil XRD Sampel Awal
furnace telah menunjukkan temperatur yang
Data hasil XRD kemudian dibandingkan dengan diinginkan, barulah kedua material dibakar
pattern tersebut, sehingga dapat diidentifikasi peak bersamaan di dalam furnace. Proses ini berlangsung
mana yang menunjukkan terdapatnya senyawa Fe 2O3 selama 30 menit.
dan Fe3O4. Penggunaan pattern standard ini
3.6 Hasil Reduksi Pada temperatur 700oC
dikarenakan sampel yang digunakan sebagai raw
material adalah bijih besi. Oleh karena itu diduga Setelah dilakukan uji XRD terhadap hasil reduksi,
pada raw material ini memiliki data awal sebagai grafik hasil reduksi dibandingkan dengan pattern
Hematite. Namun setelah mendapatkan hasil standard untuk mengidentifikasi kesesuaian dengan
diidentifikasi diketahui bahwa Hematite, Magnetite peak yang terdapat pada grafik. Setelah itu dilakukan
dan senyawa pengotor juga pembanding dengan Gambar 6 sebagai sampel
awal untuk mengetahui terjadinya proses reduksi.
3.3 Hasil Uji Proximate
3
Kode Makalah: RMA-003 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Gambar 7 Hasil Reduksi Langsung T 700oC perbandingan massa Gambar 9 Hasil Reduksi Langsung T 800oC perbandingan massa
1:4 1:4
Terlihat pada Gambar 7 dari 6 peak yang Dapat dilihat pada Gambar 8 dan 9 terdapat
teridentifikasi, terdapat 5 peak yang menunjukan perbedaan intensitas pada perbandingan massa.
senyawa magnetite (Fe3O4), sedangkan senyawa Dimana pada perbandingan massa 1 : 4 intensitas
hematite (Fe2O3) sebanyak 1 peak. Hal ini mencapai 1800 hal ini sudah sesuai dengan teori
mengindentifikasikan pada percobaan ini senyawa dimana semakin banyak jumlah reduktor pada proses
hematite sudah mulai tereduksi menjadi magnetite. reduksi langsung maka semakin tinggi kemungkinan
tereduksi. Dan hasil reduksi dengan perbandingan
Dapat dilihat pada Gambar 6 dan 7 bahwa terdapat massa 1 : 4 lebih baik. Karena dapat tereduksi sampai
perbedaan intensitas. Dimana pada perbandingan tahap 2 yang diindikasikan adanya senyawa wustite
massa 1 : 4 nilai intensitas mencapai 1800 hal ini (FeO) sebanyak 1 peak.
sudah sesuai dengan teori dimana semakin banyak
jumlah reduktor pada proses reduksi langsung maka 3.8 Hasil Reduksi Pada temperatur 900oC
semakin tinggi kemungkinan untuk tereduksi. Terlihat pada Gambar 10 bahwa dari 6 peak yang
teridentifikasi, terdapat 5 peak yang menunjukan
3.7 Hasil Reduksi Pada temperatur 800oC senyawa magnetite (Fe3O4), sedangkan senyawa
hematite (Fe2O3) sebanyak 1 peak. Hal ini
Terlihat pada Gambar 8 dari 6 peak yang mengindentifikasikan pada percobaan ini, senyawa
teridentifikasi, terdapat 5 peak yang menunjukan hematite (Fe2O3) sudah mulai tereduksi.
senyawa magnetite (Fe3O4), sedangkan senyawa
hematite (Fe2O3) sebanyak 1 peak. Hal ini
mengindentifikasikan pada percobaan ini, senyawa
hematite (Fe2O3) sudah mulai tereduksi
4
Kode Makalah: RMA-003 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
(a)
(b)
5
Kode Makalah: RMA-003 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
(d)
6
Kode Makalah: RMA-003 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Kesimpulan
Referensi
7
Kode Makalah: RMA-004 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Abstrak
Titanium dan paduannya lebih banyak dipilih untuk pemasangan kawat gigi (behel) dan
material implan gigi karena mempunyai sifat tahan korosi dan sifat mekanik yang jauh lebih baik
dibanding baja tahan karat (stainless steel). Namun demikian, penggunaan titanium dan paduannya
masih memiliki kekurangan. Ketahanan korosi titanium dapat berkurang di lingkungan asam (pH
asam). Seperti diketahui, masyarakat Indonesia suka mengkonsumsi makanan dan minuman yang
mengandung zat asam, seperti empek-empek, goreng-gorengan, makanan yang mengandung santan,
soft drink dan minuman karbonisasi. Karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui perilaku
korosi dan laju korosi terhadap titanium dan paduannya di lingkungan asam. Output pengujian ini,
berguna bagi dokter gigi dalam memilih bahan titanium yang lebih baik untuk aplikasi ortodontik.
Ada 7 (tujuh) titanium yang dipilih dalam pengujian ini. Yakni Ti-12 Cr Solution Treatment
(ST), Ti- 12 Cr Aging Treatment (AT) 30 Ks, Ti-12 Cr (AT 60 Ks), TNTZ (ST), TNTZ (AT), Ti64
ELI (Extra Low Intertitial) dan Commercial Pure Titanium (CpTi). Tujuh spesimen ini diuji rendam
(immersion test) dalam modifikasi saliva buatan (pH 5,0) dengan empat (4) variasi waktu (t); 1 jam,
10 jam, 100 jam dan 1000 jam. Laju korosi dihitung dengan metode pengurangan berat (weight loss).
Hasil pengujian didapatkan laju korosi tertinggi terjadi pada CPTi (0,00000252 mm/y) pada
waktu pengujian 1000 jam. Sementara laju korosi terendah terjadi pada Ti-12 Cr (AT 60 Ks),
0,00000034 mm/y. Untuk sifat mekanik kekerasan, Ti-64 ELI memiliki kekerasan paling tinggi, 313
HVN (waktu pengujian 1000 jam). Sementara CpTi memiliki kekerasan paling rendah, 139 HVN.
Kata kunci : Titanium, saliva buatan, metode weight loss, laju korosi, kekerasan.
PENDAHULUAN
Material implan harus memiliki sifat biokompatibel agar tidak mengalami reaksi penolakan
dalam tubuh. Selain harus memiliki sifat biokompatibel, material implan juga harus memiliki sifat
osseointegrasi sehingga tulang dapat berintegrasi dengan material (remodelling struktur tulang) [1].
Selama ini, bahan stainless steel banyak dipergunakan sebagai material implan. Selain harganya lebih
terjangkau, stainless steel juga mudah didapat di pasaran. Stainless steel juga memiliki sifat mekanik
yang baik, kekerasan dan kekuatan tarik tinggi (500 MPa), serta memiliki sifat tahan korosi dan
biokompatibel yang cukup baik. Akan tetapi, material ini memiliki kelemahan dalam kekakuan,
modulus elastisitasnya terlalu tinggi (200 GPa). Selain itu, keberadaan Nikel (Ni) dalam paduan
stainless steel berpotensi menimbulkan toksin dalam tubuh. Untuk dental implan, kawat gigi stainless
steel dapat menyebabkan alergi seperti gatal-gatal, sariawan pada bibir bagian dalam dan peradangan
pada gigi [2]. Karena kelemahan stainless steel itulah, orang mulai beralih pada material titanium
murni dan titanium paduan (alloy) untuk implan.
Titanium sendiri memiliki biokompatibilitas dan biomekanis yang lebih baik dibanding logam
lain, termasuk stainless steel. Titanium juga tidak mempunyai unsur logam berat Ni, sehingga aman
untuk tubuh. Titanium murni (Commercial Pure Titanium/CPTi) dan Ti-64 Extra Low Intertitial (ELI)
juga telah terdaftar pada standar American Society for Testing and Materials (ASTM) sebagai salah
satu bahan dasar biomaterial [1]. Namun demikian, penggunaan titanium sebagai material implan
1
Kode Makalah: RMA-004 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
belum teruji sepenuhnya, khususnya untuk penggunaan di Indonesia, yang notabene masyarakatnya
cenderung mengkonsumsi makanan dan minuman (yang mengandung zat asam) masuk ke dalam
tubuh.
Meski mempunyai sifat tahan korosi yang baik, namun ketahanan korosi Ti dapat berkurang di
lingkungan pH asam [2]. Seperti diketahui, masyarakat Indonesia suka mengkonsumsi makanan dan
minuman yang mengandung zat asam. Seperti empek-empek, bakso, goreng-gorengan, serta minuman
bersoda dan soft/energy drink. Beda dengan masyarakat luar negeri, Jepang contohnya. Mereka lebih
suka mengkonsumsi makanan mentah (tak digoreng, tak mengandung santan/gulai), vegetarian (salad)
dan buah-buahan. Ketahanan korosi titanium hilang pada larutan yang mengandung flouride dan NaCl
yang melebihi konsentrasi 0,5% [3]. Ion flouride (F) dapat memicu terjadinya degradasi lapisan
oksida titanium. Flouride harus dihindari karena dapat memicu lingkungan saliva menjadi asam. Soft
drink, minuman karbonisasi (soda) banyak mengandung zat aditif seperti zat pengawet flouride, asam
fosfat (H3PO4) dan asam karbonat (H2CO3). Selain itu, soft drink juga mengandung zat pemanis dan
zat perasa asam sitrat (C6H8O7). pH rata-rata dari soft drink dan minuman karbonisasi (soda), adalah
3 - 4 (pH asam). Asam kuat dari zat pengawet, pemanis dan perasa ini akan mengkikis lapisan pasif
titanium. Lebih parahnya lagi, dalam 3 menit setelah kita minum soda, terjadi pengikisan enamel 10
kali lebih kuat dibanding minum jus buah [4]. Asam sitrat merupakan zat asam yang paling kuat
mengikis enamel gigi dan banyak ditemukan dalam soft drink. Begitu juga halnya flouride, lebih
cepat merusak gigi.
Berdasar permasalahan di atas, penulis ingin meneliti perilaku korosi titanium dalam larutan
asam, khususnya untuk aplikasi ortodontik. Larutan asam dalam penelitian ini, menggunakan larutan
modifikasi saliva buatan. (pH 5,0). Ini didasari pada penelitian-penelitian sebelumnya, yang
mendapatkan hasil laju korosi rendah saat titanium direndam dalam saliva buatan pH 6,0. Penelitian
Latifa [5] dengan menggunakan metode weight loss, titanium murni direndam dalam saliva buatan pH
6,0, memiliki laju korosi 0,00000030 mm/y pada waktu pengujian satu minggu (168 jam). Begitupula
halnya pada penelitian Lusiana [6], Ti-6Al-4V diuji rendam dalam minuman karbonisasi (pH 6,0)
dengan lamanya waktu pengujian satu minggu (168 jam). Laju korosi yang didapat 0,00000055
mm/year. Hal serupa juga ditemui dalam penelitian Muhammad Yazdi Ali [7]. Titanium ASTM B
337 Gr-2 yang direndam dalam Artificial Blood Plasma (ABP) pH 6,0 selama waktu empat minggu
(672 jam), memiliki laju korosi 0,00000072 mm/y. Pendek kata, saliva buatan pH 5,0 dalam
penelitian ini dipilih untuk mengetahui laju korosi titanium pada lingkungan asam kuat. Hasil ini
nantinya akan menjadi referensi atau pembanding, apakah tingkat keasaman pH berpengaruh terhadap
laju korosi. Pembuatan saliva buatan pada penelitian ini, mengacu pada metode McDougall [1,2].
Dalam penelitian ini, digunakan empat jenis material titanium. Yakni Commercial Pure Titanium
(CPTi) dan tiga jenis titanium paduan; Ti-64 ELI (Extra Low Intertitial), TNTZ (Titanium, Niobium,
Tantalum, Zirkonium) dan Ti-12 Cr. Penelitian menggunakan metode uji rendam (immersion test)
dalam kurun waktu pengujian 1 jam, 10 jam, 100 jam hingga 1000 jam. Output penelitian, mengetahui
perilaku korosi dan mendapatkan laju korosi dengan metode perhitungan weight loss. Metode ini
dipilih karena lebih sederhana, mudah untuk dilakukan, alat pengujiannya tak banyak.
2
Kode Makalah: RMA-004 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
buatan (pH asam) menggunakan gelas bejana 50 ml seperti yang dilihat pada Gambar 2. Sebelum
direndam (immersion test), masing-masing spesimen ditimbang berat awalnya. Kemudian, dihitung
laju korosi dengan metode perhitungan pengurangan berat (weight loss), selisih berat akhir dengan
berat awal.
29 mm
2.45
mm
Gambar 1 a). Spesimen uji b). Dimensi spesimen sesuai ASTM G31-72
Pembuatan saliva buatan pada penelitian ini mengacu pada metode McDougall/ASTM G36 [1].
Pada Tabel 1 dapat dilihat komposisi larutan saliva buatan ini dimodifikasi untuk mendapatkan pH
asam/5,0. Saliva buatan ini dibuat di Laboratorium Biokimia Fakultas MIPA Universitas Andalas.
Tabel 1 Komposisi larutan modifikasi saliva buatan
No Larutan Jumlah (gr/ltr)
1. NaHCO3 9,80
2. Na2HPO4 + 2 H2O 3,71
3. KCl 0,57
4. NaCl + NaF 0,97
5. MgSO4 + 7 H2O 0,12
6. CaCl2 0,05
7. H2O sisa
3
Kode Makalah: RMA-004 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
pengujian 10 jam, 100 jam dan 1000 jam. Pada Tabel 2, dapat dilihat pengurangan berat tertinggi
terjadi pada CPTi, yakni 0,5000 gram (waktu pengujian 1000 jam). Kemudian diikuti Ti-64 ELI,
TNTZ (ST), TNTZ (AT), Ti-12 Cr (ST), Ti-12 Cr (AT 30 Ks) dan Ti-12 Cr (AT 60 Ks). Pengurangan
berat terendah didapat pada Ti-12 Cr (AT 60 Ks), yakni 0,0001 gram saat waktu pengujian 10 jam.
W (gr)
Spesimen
1 jam 10 jam 100 jam 1000 jam
1 CPTi 0 0,0017 0,024 0,50
2 Ti-64 ELI 0 0,0017 0,017 0,35
3 TNTZ-ST 0 0,0006 0,012 0,25
4 TNTZ-AT 0 0,0004 0,008 0,15
5 Ti-12 Cr (ST) 0 0,0003 0,006 0,12
6 Ti-12 Cr (AT 30 KS) 0 0,0003 0,005 0,10
7 Ti-12 Cr (AT 60 KS) 0 0,0001 0,002 0,10
Perhitungan laju korosi dalam penelitian ini menggunakan metode pengurangan berat (weight
loss). Hasil penelitian menunjukkan laju korosi spesimen uji titanium berbanding lurus dengan
pertambahan waktu (t) pengujian. Pada Tabel 3 dapat dilihat laju korosi belum terlihat saat waktu
immersion test 1 jam. Ini dikarenakan, tak adanya weight loss dari seluruh spesimen. Berat awal dan
berat akhir dari seluruh spesimen setelah pengujian 1 jam, bernilai sama. Laju korosi baru terlihat saat
pengujian 10 jam, 100 jam dan 1000 jam. Laju korosi meningkat seiring bertambahnya waktu
pengujian.
Tabel 3 Laju korosi spesimen
Pada Gambar 3 dapat dilihat laju korosi tertinggi terjadi pada CpTi, yakni 0,00000252 mm/y
(waktu pengujian 1000 jam). Kemudian diikuti Ti-64 ELI, TNTZ (ST), TNTZ (AT), Ti-12 Cr (ST),
Ti-12 Cr (AT 30 Ks) dan Ti-12 Cr (AT 60 Ks). Laju korosi terendah didapat pada Ti-12 Cr (AT 60
Ks), yakni 0,00000004 mm/y (waktu pengujian 10 jam). Pada waktu pengujian 1000 jam, laju korosi
terendah juga didapat pada Ti-12 Cr (AT 60 Ks), yakni 0,00000034 mm/y.
Dari hasil pengujian, laju korosi titanium paduan lebih rendah dibanding titanium murni
(CpTi). Titanium paduan memiliki umur laju korosi yang lebih lama dibanding titanium murni. Ini
disebabkan titanium paduan memiliki unsur penguat paduan (solid solution strengthning) seperti
Aluminium (Al), tembaga (Cu), Chromium (Cr) dan Zirkonium (Zr) yang menyebabkan titanium
paduan mempunyai ketahanan korosi yang lebih baik dibanding CpTi. Untuk titanium paduan, Ti-12
Cr memiliki laju korosi yang lebih rendah dibanding dua titanium paduan lainnya; TNTZ dan Ti-64
4
Kode Makalah: RMA-004 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
ELI. Ini dikarenakan Ti-12 Cr memiliki unsur Cr yang membentuk lapisan pasif pada Ti-12 Cr. Selain
itu, sampel spesimen Ti-12 Cr dalam penelitian ini memiliki kekuatan yang lebih tinggi, karena telah
mendapat perlakuan aging time 30 Ks dan 60 Ks.
Dari hasil pemeriksaan struktur mikro, seluruh spesimen terlihat sudah mengalami korosi.
Korosi yang terjadi, yakni korosi merata (uniform corrosion). Ini dapat dilihat dari banyaknya titik-
titik korosi yang terlihat hampir di seluruh permukaan spesimen. Korosi merata terjadi karena proses
anodik (logam titanium) dan katodik (elektrolit) pada permukaan logam yang terdistribusi secara
merata di seluruh bagian permukaan spesimen uji titanium. Terjadinya korosi ini, juga dapat dilihat
dari adanya prosentase berat massa oksigen (O2) yang terdapat dalam komposisi kimia spesimen
setelah dilakukan pemeriksaan Energy Dispersive X-ray (EDX). Oksigen (02) terlarut ini, adalah
faktor eksternal yang menyebabkan spesimen uji dalam penelitian ini, terkorosi. Semakin banyak
oksigen terlarut, laju korosi semakin tinggi. Faktor internal yang menyebabkan korosi pada penelitian
ini, yakni ditemukan adanya inklusi (zat pengotor). Inklusi di sini, adalah terjebaknya partikel asing di
permukaan logam. Inklusi ini bisa berupa debu, endapan cairan unsur elektrolit yang menempel pada
spesimen uji. Zat pengotor ini mempercepat korosi pada permukaan logam, memicu terjadinya reaksi
reduksi tambahan, mempercepat proses oksidasi atom logam menjadi korosi.
Pada tahap pertama korosi, terjadi serangan oleh gelembung udara (O2) yang menempel di
permukaan lapisan pelindung spesimen uji, karena adanya aliran turbulen yang melintas di atas
permukaan logam tersebut. Tahap kedua, gelembung udara tersebut mengikis dan merusak lapisan
pasif titanium. Sebenarnya titanium memiliki ketahanan korosi yang lebih baik, karena mempunyai
lapisan pelindung (pasif). Namun, lapisan pasif titanium tersebut hilang atau tidak tahan pada larutan
yang mengandung NaCl dan NaF yang melebihi konsentrasi 0,5% [3]. Pada tahap ketiga, laju korosi
semakin meningkat, karena lapisan pelindung titanium telah hilang. Logam yang berada di bawah
lapisan pelindung mulai terkorosi, kemudian terjadi pembentukan kembali lapisan pelindung, dan
logam menjadi tidak rata. Bila aliran terus mengalir, maka akan terjadi serangan kembali oleh
gelembung udara yang terbawa aliran. Serangan ini akan mengikis dan merusak lapisan pelindung
yang baru saja terbentuk. Rusaknya lapisan pelindung tersebut akan mengakibatkan serangan lebih
lanjut pada logam yang lebih dalam hingga membentuk cekungan.
Korosi merata yang terjadi pada spesimen uji titanium juga disebabkan karbondioksida (CO2)
yang terlarut dalam saliva buatan, membentuk asam karbonat (H2CO2) yang meningkatkan
korosifitas. Konsentrasi elektrolit NaCl dan NaF yang besar (0,97 %) pada saliva buatan ini, juga
berpengaruh meningkatkan laju aliran elektron sehingga laju korosi titanium meningkat. Begitupula
halnya kontak dengan elektrolit magnesium sulfat (MgS04) yang ada dalam saliva buatan yang
korosif.
1. Titanium murni (CpTi)
Pada Gambar 5 dapat dilihat korosi merata mulai terjadi saat waktu uji rendam 10 jam. Korosi
merata lebih banyak lagi ditemukan pada waktu uji 100 jam dan 1000 jam. Sebelumnya saat waktu uji
1 jam, ditemukan adanya inklusi. Komposisi kimia dan spektrum struktur mikro spesimen yang
terkorosi dapat dilihat pada Gambar 6 (a) dan (b).
6
Kode Makalah: RMA-004 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Hasil pemeriksaan SEM-EDX pada Tabel 5, ditemukan berat massa oksigen (O2) yang cukup
tinggi, 63,35 %. Semakin banyak oksigen terlarut, laju korosi semakin tinggi. Ini dibuktikan dari hasil
penelitian, CPTi memiliki laju korosi paling tinggi dibanding yang lain, 0,00000252 mm/y. Unsur
klorida (Cl) juga ditemukan pada komposisi kimia CPTi setelah pengujian immersion test, sebesar
0,96 persen. Klorida inilah yang menyerang lapisan pasif CPTi.
Tabel 5 Komposisi kimia CPTi setelah pengujian 1000 jam
Gambar 6 a) Spektrum struktur mikro CpTi, b) Komposisi kimia CpTi (1000 jam)
2. Ti-12 Cr (AT 60 Ks)
Pada Gambar 7 dapat dilihat korosi merata terjadi saat waktu uji rendam 10 jam, 100 jam dan
1000 jam. Sebelumnya saat waktu uji 1 jam, ditemukan adanya inklusi. Komposisi kimia dan
spektrum struktur mikro spesimen yang terkorosi dapat dilihat pada Gambar 8 (a) dan (b).
Gambar 7 Struktur mikro a) 0 jam, b) 1 jam, c) 10 jam, d) 100 jam, e) 1000 jam.
Hasil pemeriksaan SEM-EDX pada Tabel 6, ditemukan berat massa oksigen (O2) sebanyak
11,42 %. Korosi merata yang terjadi pada spesimen uji Ti-12 Cr (AT 60 Ks) ini juga disebabkan
adanya unsur Carbon (C) sebesar 36,58 %. Carbon (C) bersenyawa dengan oksigen (O2) menjadi
7
Kode Makalah: RMA-004 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
karbondioksida (CO2). CO2 ini larut dalam saliva buatan, membentuk asam karbonat (H2CO2) yang
meningkatkan korosifitas.
KESIMPULAN
Dari analisa hasil penelitian perilaku korosi titanium dalam larutan modifikasi saliva
buatan untuk aplikasi ortodontik ini, dapat diambil kesimpulan: 1). Laju korosi tertinggi
terjadi pada CpTi, yakni 0,00000252 mm/y (waktu pengujian 1000 jam). Laju korosi
terendah terjadi pada Ti-12 Cr (AT 60 Ks), yakni 0,00000034 mm/y. 2). Pengurangan berat
pada spesimen uji titanium disebabkan korosi merata yang terdistribusi secara merata di
seluruh bagian permukaan spesimen uji. 3). Nilai kekerasan yang didapat pada penelitian ini,
berbanding terbalik dengan laju korosi. Nilai kekerasan tertinggi, didapat Ti 64 ELI yakni
313 HVN (waktu pengujian 1000 jam).
REFERENSI
[1] ASM Handbook, 2012. Fundamentals of Medical Implant Materials: Materials for Medical
Devices, ASM International, Materials Park, Ohio, USA. Volume 23: 303-325.
[2] Moyers, Robert, 2008. The Corrosion of Orthodontic Wire. Fourth Edition. United States of
America: Library of Congres in Publication Data. Toms AP. Eur J Orthod. Vol 10(1):87-97.
[3] Nakagawa, S. Matsuya, T. Shiraishi and M. Ohta, 2003, Effect of Fluoride Concentration and
pH on Corrosion Behavior of Titanium for Dental Use, Department of Dental Materials
Engineering, Faculty of Dentistry, Kyushu University, Fukuoka, Japan. Journal of Dental
Research, Vol 78, 1568-1572.
[4] Nakagawa, S. Matsuya, Udoh K, 2002, Effects of Fluoride and Dissolved Oxygen
Concentrations on the Corrosion Behavior of Pure Titanium and Titanium Alloys, Division of
Oral Rehabilitation, Faculty of Dental Science, Kyushu University, Fukuoka, Japan. Vol
21(2):83-92.
[5] Latifa Kinani, 2003, Corrosion Inhibition of Titanium in Artificial Saliva Containing Fluoride,
Faculty of Sciences and Technology. Beni Mellal. Morocco.
8
Kode Makalah: RMA-004 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
[6] Lusiana, 2010, Analisis Laju Korosi Titanium, Laporan Tugas Akhir, Jurusan Teknik Mesin,
Universitas Indonesia, Jakarta.
[7] Muhammad Yazdi Ali, 2007, Studi Korosi Titanium (ASTM B 337 Gr-2) dalam Larutan
Artificial Blood Plasma (ABP) pada Kondisi Dinamis dengan Teknik Polarisasi
Potensiodinamik dan Exposure, Laporan Tugas Akhir, Jurusan Teknik Mesin, ITS, Surabaya.
[8] ASTM Handbook, 2004, Standard Practice for Laboratory Immersion Corrosion Testing of
Titanium, ASTM International, Materials Park, Ohio, USA. Volume 1: 206-213.
9
Kode Makalah: RMA-005 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Mahasiswa Program Studi Magister Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Andalas
1,2,3)
Abstrak
Paduan titanium Ti-6Al-4V banyak digunakan sebagai bahan implan karena memiliki kekuatan,
katahanan korosi dan biokompatibilitas yang lebih baik dibandingkan biomaterial logam konvensional
lain seperti baja tahan karat (316L SS) dan paduan Co-Cr-Mo. Namun pemakaian Ti-6Al-4V masih
mempunyai kelemahan karena memiliki modulus elastisitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
cortical bone. Perbedaan modulus elastisitas mengakibatkan proses transfer tegangan antara tulang
dan implan berlangsung tidak homogen, sehingga stimulasi tegangan pada tulang tidak merata,
bahkan sebagian besar tegangan natural pada tulang bisa berpindah ke implan. Kondisi ini
menyebabkan terganggunya pertumbuhan tulang, implan menjadi longgar, bahkan bisa menjadi
inisiasi terjadinya refraktur. Untuk itu diperlukan upaya menurunkan modulus elastisitas paduan
Ti-6Al-4V dengan tanpa terjadi penurunan keuletan. Perlakuan solution treatment dan perlakuan
aging lebih lanjut dapat menurunkan modulus elastisitas paduan. Namun, kekuatan maupun keuletan
juga ikut menurun dengan perlakuan ini. Agar modulus elastisitas tetap rendah atau menurun dan
keuletan tidak menurun, maka solution treatment dan aging lebih lanjut dengan waktu penahanan
lebih pendek (short-time solution treatment dan short-time aging).
Dari penelitian ini telah didapatkan sifat-sifat mekanik Ti-6Al-4V paling optimum yaitu,
kekuatan luluh dan kekuatan tarik meningkat berturut-turut 4 %, dan 8 %, modulus elastisitas
menurun 12 % serta keuletan bertahan pada 14%.
PENDAHULUAN
Permasalahan cedera dan penurunan fungsi tulang telah mempengaruhi jutaan orang di seluruh
dunia. Bahkan, jumlah penderita permasalahan ini mencapai 50% dari jumlah penderita penyakit
kronis terutama sekali pada mereka yang berusia di atas 50 tahun di negara-negara berkembang.
Dengan meningkatnya kasus patah tulang maka kebutuhan untuk tulang pengganti (orthopaedic
implants) mengalami peningkatan. Lebih dari 7 juta sistem implan telah ditempatkan dalam tubuh
manusia, lebih dari 1.000.000 implantansi spinal rod telah dilakukan antara tahun 1980-2000. Tidak
hanya operasi penggantian yang terus bertambah, akan tetapi juga operasi revisi implan pada bagian
hip dan knee. Diperkirakan jumlah operasi revisi hip meningkat hingga 137 % dan operasi revisi lutut
meningkat hingga 607 % antara tahun 2005-2030 [1-3].
Salah satu paduan titanium yang paling banyak digunakan pada saat ini adalah paduan titanium
jenis α + β, terutama Ti-6Al-4V. Paduan Ti-6Al-4V banyak digunakan sebagai bahan dasar
pembuatan implan ortopedi karena paduan ini diproduksi secara luas di dunia [2], dan memiliki
performa lebih dibandingkan jenis paduan titanium lainnya [2,3]. Umumnya paduan titanium tipe α
lebih kuat tetapi kurang ulet (less ductile), sedangkan tipe β lebih ulet (more ductile), sedangkan
paduan tipe α + β memiliki sifat-sifat mekanis diantara kedua paduan ini.
Sebagian besar penelitian paduan titanium Ti-6Al-4V masih terfokus pada penelitian tensile
properties [3]. Permasalahan yang masih sering muncul adalah modulus elastisitas paduan Ti-6Al-4V
masih tinggi dibandingkan modulus elastisitas tulang (cortical bone) (20-30 GPa) [3,4]. Jika modulus
elastisitas bahan implan (load bearing implant) lebih tinggi dari modulus elastisitas tulang, proses
1
Kode Makalah: RMA-005 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
transfer tegangan antara implan dan tulang berlangsung tidak homogen, sehingga stimulasi tegangan
ke tulang menjadi berkurang, bahkan sebagian besar tegangan natural pada tulang bisa berpindah ke
implan (stress shielding). Dengan kondisi seperti ini, kemungkinan dapat menyebabkan terganggunya
pertumbuhan tulang (atrophy), mengakibatkan implan menjadi longgar bahkan dapat menjadi inisiasi
terjadinya refraktur pada tulang [3-6]. Selain titinium jenis α + β, pada saat ini juga telah mulai
dikembangkan titanium jenis β, meskipun tidak seintensif jenis α + β. Paduan titanium jenis β
memang telah terbukti efektif mengatasi bone atrophy, mempermudah pembentukan kembali tulang
(bone remodeling), akan tetapi lenturan balik (spring back) yang besar dan ketahanan fatik yang
rendah membuat paduan ini tidak begitu banyak dipilih sebagai bahan implan [3,4].
Dalam upaya mendapatkan sifat mekanik paduan Ti-6Al-4V yang optimal sebelumnya
telah dilakukan beberapa penelitian. Morita et. al. [5] telah meneliti pengaruh short-time duplex
heat treatment, yaitu solution treatment pada temperatur 1243 K selama 60 detik, dilanjutkan
perlakuan aging pada temperatur 773 K selama 40 detik. Dari penelitian tersebut didapatkan
peningkatan kekuatan tarik 1110–1450 MPa, dan penurunan pengurangan penampang dari 36 menjadi
17%. Dalam penelitian lain, Morita et al. [6] telah meneliti pengaruh solution treatment paduan Ti-
6Al-4V pada temperatur yang lebih rendah, 1148 K, selama 1 detik. Hasil penelitian menunjukkan
terjadi peningkatan kekuatan luluh hingga 46%. Akan tetapi keuletan material mengalami penurunan.
Namun, masih perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui seberapa besar penurunan keuletan
bila dilakukan short time aging pada temperatur yang lebih rendah lagi dari penelitian ini [5-6].
Spesimen untuk tensile test dibuat menurut standar ASTM E-8 [7], yaitu tension testing methods
material logam pada temperatur ruangan, [8], Gambar 3.3 (a) dan (b). Spesimen uji tarik dipersiapkan
dalam penelitian ini sebanyak 22 buah (Non perlakuan = 2 buah, perlakuan st-STQ = 2 buah, dan st-
STA lebih lanjut = 18 buah). Spesimen dipersiapkan menggunakan mesin CNC EMCO TU 2A di
Laboratorium Teknologi Mekanik Politeknik Negeri Padang.
6
2
Kode Makalah: RMA-005 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
dilanjutkan dengan pendinginan di udara (air cooling) (Gambar 3) [8-10]. Perlakuan panas st-STQ
dan st-STA lebih lanjut, dikerjakan menggunakan tungku vacum listrik (NEY CERAMFIRE S, Tmax=
1200 °C / 2292 °F) di Laboratorium Metalurgi Fakultas Teknik Universitas Andalas .
50 s
530 oC
Gambar 3 Skema proses perlakuan panas st-STQ dan aging lebih lanjut lebih lanjut.
Untuk mendapatkan sifat-sifat tarik paduan Ti-6Al-4V baik sebelum diberi perlakuan (non
treated) maupun setelah diberi perlakuan st-STQ dan perlakuan st-STA lebih lanjut dilakukan
pengujian tarik [10]. Pengujian tarik dikerjakan menggunakan mesin uji universal (Universal Testing
Machine, GALDABINI max. 10 ton) di Laboratorium Pengujian Bahan dan Metrologi Politeknik
Negeri Padang. Data yang diambil dari pengujian ini adalah kekuatan luluh (yield strength), kekuatan
tarik maksimum (ultimate tensile strength), elongasi (elongation), dan pengurangan penampang
(reduction of area). Data-data ini selanjutnya menjadi parameter yang digunakan untuk mengetahui
keuletan paduan Ti-6Al-4V baik sebelum maupun setelah diberi perlakuan termomekanik.
HASIL
Data-data hasil pengujian yang ditunjukkan pada Tabel 2 merupakan rangkuman dari
pengujian paduan Ti-6Al-4V yang telah diberi perlakuan st-STQ pada temperatur 930 oC
(1203 K) dan short-time aging lebih lanjut pada temperatur yang berbeda yaitu 490, 510 dan
530 oC (763, 783, dan 803 K) dengan waktu penahanan yang lebih lama yaitu 50 s.
Tabel 2 Perubahan sifat-sifat mekanik paduan Ti-6Al-4V setelah diberi perlakuan st-STQ dan
short-time aging lebih lanjut selama 50 s.
Kekuatan Kekuatan Pengurangan Rasio Modulus
Jenis Regangan Penampang Kekuatan Elastisita, Keuletan
No luluh,ys Tarik,ts
Perlakuan
(MPa) (MPa) (m/m) (m2/m2) ys/ts E (GPa) (m/m)
.
1 Non 1005 1086 0,145 0,340 0,926 100 0,144
2 STQ 1087 1187 0,153 0,465 0,915 133 0,150
3 490 oC 1253 1363 0,127 0,370 0,919 93 0,144
4 510 oC 1096 1203 0,127 0,339 0,911 99 0,147
5 530 oC 1044 1183 0,113 0,330 0,966 81 0,142
Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa, setelah perlakuan st-STA lebih lanjut baik
kekuatan luluh maupun kekuatan tarik meningkat. Peningkatan kekuatan tertinggi terdapat
pada paduan yang diberi perlakuan aging lebih lanjut pada temperatur 490 oC (763 K),
kekuatan luluh meningkat dari 1005 menjadi 1253 MPa dan kekuatan tarik meningkat dari
1086 MPa menjadi 1363 MPa dibandingkan paduan yang tidak diberi perlakuan. Namun dari
Gambar 4 dapat bahwa dilihat peningkatan kekuatan diikuti dengan penurunan modulus
3
Kode Makalah: RMA-005 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
elastisitas. Pada kondisi ini modulus elastisitas menurun hingga 7 %. Modulus elastisitas
menurun dari 100 menjadi 93 GPa.
Sedangkan peningkatan kekuatan terendah terdapat pada paduan yang diberi
perlakuan aging lebih lanjut 530 oC (803 K), kekuatan luluh hanya meningkat dari 1005
menjadi 1044 MPa dan kekuatan tarik meningkat dari 1086 menjadi 1183 MPa. Dari
Gambar 4.3 terlihat bahwa pada kondisi temperatur aging ini didapatkan penurunan modulus
elastisitas hingga 19 %. Modulus elastisitas menurun mencapai 81 GPa.
Disamping penurunan beberapa sifat mekanik tersebut diatas, dari Gambar juga
terlihat bahwa pada kondisi perlakuan ini didapatkan peningkatan keuletan. Peningkatan
tertinggi terdapat pada paduan yang diberi perlakuan short-time aging lebih lanjut (st-STA)
pada temperatur 510 oC (783 K) yaitu meningkat dari 14 menjadi 15 %. Sedangkan pada
temperatur 490 oC (763 K) keuletan paduan tidak menurun atau tetap bertahan 14 %. Akan
tetapi pada temperatur aging lebih lanjut 530 oC keuletan sedikit berkurang dari 14,4 menjadi
14,2 %. (Tabel 2). Penurunan keuletan ini sangat rendah, sehingga dapat dikatakan bahwa
penurunan keuletan pada kondisi ini dianggap tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan sifat-
sifat tarik lainnya.
1600 0,151
0,150
1400 1.363 0,150
1.203 ts 0,149
1.183
1200
1.086 0,148
1.187
Keuletan (m/m)
1000 Keuletan
0,147
(GPa)
0,147
(MPa)
800 0,146
ts
600 0,145
0,144
400 0,144 0,144 0,143
0,142
200 100,24 132,84 92,68 98,67 0,142
80,98
0 0,141
0 Non1 st-STQ
2 490
3 510
4 530
5 6
Gambar 4 Perubahan sifat-sifat mekanik paduan Ti-6Al-4V setelah diberi perlakuan st-STQ
dan short-time aging lebih lanjut selama 50 s.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa kekuatan statis paduan yang diberi
perlakuan st-STQ meningkat. Kekuatan statis lebih meningkat lagi setelah paduan diberi
perlakuan short-time aging lebih lanjut. Peningkatan kekuatan paduan Ti-6Al-4V diakibatkan
terjadinya penghalusan fasa prior β karena terbentuknya formasi fasa α’ pada saat diberi
perlakuan st-STQ dan terbentuknya presipitat fasa α halus pada saat paduan diberi perlakuan
aging lebih lanjut (STA) [6,7].
Penurunan modulus elastisitas paling besar berdasarkan hasil penelitian ini
sebenarnya terdapat pada paduan yang diberi perlakuan st-STA lebih lanjut pada temperatur
aging 530 oC (803 K), 50 s. Modulus elastisitas menurun hingga 19% (mencapai 81 GPa)
(Gambar 4.10). Namun, dalam kondisi perlakuan ini penurunan modulus elastisitas diikuti
dengan penurunan sedikit keuletan dari 14,4 % menjadi 14,2 % (Gambar 5). Penurunan
keuletan mencapai 1,3 %. Penurunan keuletan ini dianggap tidak signifikan karena relatif
4
Kode Makalah: RMA-005 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
sangat kecil. Penurunan keuletan ini diakibatkan terjadinya dekomposisi pada sebagian fasa
metastabil β. Sementara Morita et al. [6-7] dalam penelitiannya, yaitu peningkatan kekuatan
paduan Ti-6Al-4V melalui duplex heat treatment menjelaskan bahwa meskipun terjadi
peningkatan kekuatan statis paduan akibat perlakuan STA lebih lanjut keuletan paduan pada
temperatur 530 oC (803 K), 40 s tidak menurun.
Gambar 5 Perubahan modulus elastisitas dan keuletan paduan Ti-6Al-4V setelah diberi
perlakuan st-STQ dan short-time aging lebih lanjut pada temperatur 490-530 oC
selama 40-60 s.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian telah didapatkan bahwa Perlakuan short-time aging lebih
lanjut pada temperatur 530 oC (803 K) selama 50 s menghasilkan presipitat fasa α halus di
dalam fasa metastabil , mengakibatkan kekuatan tarik lebih meningkat dan rata-rata
modulus elastisitas menurun dengan tanpa diikuti dengan penurunan keuletan paduan.
Perubahan sifat-sifat mekanik paling optimum didapatkan pada paduan yang diberi perlakuan
perlakuan short-time aging lebih lanjut pada temperatur 530 oC (803 K) selama 50 s, yaitu
kekuatan luluh dan kekuatan tarik meningkat berturut-turut 4 %, dan 8 %, dan modulus
elastisitas menurun hingga 19% tanpa penurunan keuletan atau bertahan 14 %.
REFERENSI
5
Kode Makalah: RMA-005 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
6
Kode Makalah: RMA-006 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
1)
Nurbaiti, 2)Gunawarman dan 3)Jon Affi
Abstrak
Penelitian ini berhubungan dengan Karakterisasi dan Uji Keras Titanium Tipe β Ti-12Cr. Biomaterial yang banyak
digunakan untuk aplikasi implan adalah material Titanium. Titanium merupakan material yang aman untuk tubuh,
karena tidak menyebabkan racun pada tubuh. Berbagai jenis titanium sudah dikembangkan untuk implan. Namun
demikian Titanium tersebut harganya mahal karena banyak elemen paduan. Titanium dengan banyak komposisi
susah didaur ulang dan butuh waktu yang lama untuk menjadikannya unsur yang homogen. Jenis Titanium yang
sering digunakan untuk implants adalah Titanium paduan dari tipe mulai dari 1 paduan sampai 2 atau lebih dari
2 paduan. Berbagai jenis Titanium tipe β sudah banyak dikembangkan. Titanium tipe β mempunyai ketahanan
korosi paling baik dan mempunyai sifat mekanik yang lebih baik yaitu: modulus elastisitas yang rendah. Dimana
modulus elastisitas material yang rendah cocok digunakan untuk implan. Pada penelitian ini akan dilakukan
karakterisasi dan uji keras terhadap Titanium tipe Ti-12Cr yang akan dikembangkan untuk implant.
Karakterisasi menggunakan SEM (Scanning Electron Microscope) memperlihatkan Susunan atom dari paduan
Ti-12Cr adalah homogen, sehingga dapat dimanfaatkan untuk implan tulang. Uji keras terhadap sampel Ti-12Cr
menggunakan Vickers Hardness didapatkan nilai tertinggi 324 HVN dan nilai terendah 258 HVN. Hasil dari
penelitian ini akan digunakan sebagai referensi pada penelitian berikutnya yaitu melihat perilaku korosi dari
Ti-12Cr dalam lingkungan garam (NaCl 3%).
1
Kode Makalah: RMA-006 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Bahan penelitian
Bahan-bahan yang digunakan baik untuk penelitian
ini adalah sebagai berikut:
Gambar 3. Alat uji keras. A. Matriks
Dalam penelitian ini digunakan unsaturated polyester
C. Grinding machine dan amplas resin (tabel 3.1) sebagai pengikat (matriks), dimana
Alat grinding machine dan amplas resin tersebut merupakan hasil produksi PT. Justus
digunakan pada pembuatan spesimen uji Sakti Raya dengan merek dagang “YUKALAC”.
(untuk mendapatkan sifat mekanik dan
melakukan proses uji keras). Tabel 3.1 Spesifikasi Unsaturated Polyester Resin
Yukalac157® BTQN-EX.
Sifat Nilai Satuan Keterangan
Berat Jenis 1215 kg/m3
Suhu distorsi
panas 70 0
C
penyerapan 0,188 % 24 jam
air 0,466 % 7 hari
b
kekuatan
tarik 5,5 kg/mm2
kekuatan
flexural 9,4 kg/mm2
modulus
elastisitas 300 kg/mm2
Elongation 1,6 %
2
Kode Makalah: RMA-006 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Katalis yang digunakan adalah produksi PT. Justus 4. Lakukan pengamplasan pada permukaan
Kimia raya, jenis Methyl Ethyl Keton Peroxida spesimen uji. Proses ini dimulai dengan
(Mekpo) dengan bentuk cair dan berwarna bening. kehalusan terendah sampai tertinggi (P80 sampai
Fungsi katalis untuk mempercepat proses P2000).
pengeringan (curing) pada resin. Semakin banyak 5. Spesimen uji siap untuk dilakukan proses
katalis yang digunakan maka laju pengerasan dan pemeriksaan struktur mikro dan uji keras.
pengeringan resin semakin cepat, akan tetapi akan
menghasilkan resin yang getas. Penggunaan katalis Pemeriksaan Struktur Mikro dan Uji Keras
di dalam resin sebaiknya diatur berdasarkan Pemeriksaan Struktur Mikro
kebutuhannya. Karena pada saat mencampurkan Prosedur pemeriksaan struktur mikro adalah sebagai
katalis ke dalam resin maka akan timbuk reaksi panas berikut :
(60–90OC) di dalam resin tersebut. Untuk itu
pemakaian katalis dibatasi sampai 1 % volume resin 1. Spesimen uji dipoles dengan menggunakan
yang akan digunakan. alumina
Tujuan dari proses poles ini untuk memperoleh
permukaan spesimen yang halus dan bebas
goresan serta mengkilap dan juga untuk
menghilangkan ketidakteraturan spesimen.
2. Melakukan proses etsa pada spesimen uji
Proses pengetsaan dilakukan dengan
menggunakan larutan kimia. Tujuannya adalah
untuk mengkorosikan batas butir sehingga
didapatkan struktur mikro Ti 12-Cr.
Gambar 5. Katalis / hardener. 3. Melihat struktur mikro dari Scanning Microscpe
Electron (SEM)
Dengan cara:
Prosedur Pembuatan Spesimen Uji a. Hidupkan mesin Scanning Microscope
Bagian ini menjelaskan langkah - langkah pembuatan Elektron (SEM) dan komputer pengatur kerja.
spesimen uji yang akan digunakan untuk pemeriksaan Hal ini disebabkan proses kerja dari SEM
struktur mikro dan uji keras. dilakukan dengan komputer (secara otomatis)
1. Lakukan pemotongan terhadap spesimen uji b. Setting SEM dengan komputer pengatur
sesuai dengan dimensi yang diharapkan (13 x 12 c. Setelah pintu spesimen terbuka, posisikan
mm). spesimen uji didalam SEM
d. Setting jarak spesimen dan tutup pintu
2. Lakukan proses pembingkaian spesimen uji spesimen
(mounting) dengan cara: e. Setting ruangan spesimen dalam SEM
a. Siapkan wadah tempat spesimen (lihat menjadi hampa udara
gambar 3.4) Hal ini disebabkan agar sinar elektron yang
di tembakkan ke spesimen tidak berpendar
b. Posisikan spesimen didalam wadah
f. Tembakkan sinar elektron ke spesimen uji
c. Masukkan Polyester kedalam wadah yang g. Didapatkan struktur mikro dari spesimen uji.
sudah berisi spesimen
Pemeriksaan Kekerasan Spesimen Uji
d. Tambahkan katalis/hardener sesuai dengan
Pengujian kekerasan ini dilakukan dengan
takaran yang telah ditentukan (kurang dari
menggunakan alat uji Vicker Hardness Tester. Prinsip
1% volume resin yang akan digunakan)
kerja dari mesin ini adalah dengan menggunakan
3
Kode Makalah: RMA-006 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
identor intan piramida yang diberi beban, jejak hasil Hasil Pengujian Kekerasan
pembebanan berbentuk belah ketupat. Kemudian
dengan pengukuran kedua diagonal jejak, akan Hasil pengujian kekerasan yang dilakukan pada
didapatkan kekerasan Vicker (HV) secara otomatis sampel berbagai paduan Titanium dapat dilihat
pada layar. pada tabel 2. Sampel utama pada penelitian ini adalah
paduan Ti-12Cr, sedangkan paduan Titanium lainnya
Hasil dan Pembahasan merupakan pembanding untuk penelitian berikutnya
yaitu melihat perilaku korosi dari Ti-12Cr. Sehingga
Hasil Pemeriksaan Struktur Mikro nilai kekerasan paduan Titanium pembanding
Hasil pemeriksaan struktur mikro dari sampel Ti-12Cr tersebut harus ditentukan juga.
dapat dilihat pada gambar 6 dan 7.
Nilai kekerasan ini digunakan untuk melihat
pengaruhnya terhadap laju korosi.
Referensi
4
Kode Makalah: RMA-007 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Abstrak
FTIR merupakan alat spectrometry dengan memanfaatkan gelombang infra merah untuk mendeteksi serapan dan
transmisi suatu material. Umumnya untuk menentukan struktur Kristal dan phasa dari material keramik digunakan
XRD. Dalam penelitian ini akan diberikan metode lain yang lebih murah, cepat, dan effisien untuk menentukan
phasa dengan FTIR. Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah metode ATR dengan wavenumber
400-4000 cm-1 yang akan diujicobakan pada beberapa sampel seperti cangkang telur, Lithium titanate, dan lithium
ferro fosphat dan dicocokkan dengan hasil literatur. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa pada wave number
rendah peak-peak yang diperoleh menunjukkan kekesuaian dengan literature yang menandakan terdeteksinya
phasa. Sedangkan pada wavenumber tinggi hanya menunjukkan serapan terhadap lingkungan.
Keywords: phasa, FTIR, metode ATR, cangkang telur, lithium titanate, lithium ferro fosphat
Kode Makalah: RMA-008 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Yunaidi
1)
E-mail :yunaidi@politeknik-lpp.ac.id
Abstract
Motorcycle spare parts are generally divided into three groups, namely original, OEM (original
equipment manufacturer), and a non-OEM product. Motorcycle spare parts are very much, but
there are some spare parts that must be replaced due to wear like a chain and sprocket. This study
aimed to compare the quality of the original chain and sprocket, OEM and non-OEM. Chain and
sprocket quality can be assessed and measured by hardness test, chemical composition test,
microstructure test and tensile test. The results showed that the original sprocket product
represented by x product has a higher hardness at the edges than in the middle. It is also found in
some OEM products are represented by y3and some non-OEM represented by z1, but for the other
OEM and non-OEM (y1, y2, and z2) violence between the edges and the middle relatively same.
Materialof original sprocket made from low carbon steel, for the OEM made from medium carbon
steel, but some non-OEM made of low carbon steel and the other are made frommedium carbon
steel. Original and OEM chain relatively have same tensile strength, while for non-OEM has a
lower tensile strength. Non-OEM chain tend to be more resilient than others.
mengakibatkan konsumen harus mengganti yang sama, dengan merek yang sama atau bisa
suku cadangantara lain, di bagian mesin bisa dengan merek yang berbeda. Suku
diwakili oleh piston, ring piston, silinder, dan cadangkualitas non OEM adalah produk
katup. Di bagian transmisi daya ke roda bisa jiplakan yang dibuat dengan kualitas dan disain
diwakili oleh rantai dan sproket. Di bagian rem semirip mungkin dengan produk aslinya,
diwakili oleh kampas rem dan cakram/teromol. namun tanpa ijin dan lisensi dari produsen
Di bagian roda diwakili oleh bantalan (bearing) aslinya.
dan ban. Setiap kali konsumen dihadapkan pada
Penelitian ini menitikberatkan pada rantai pilihan untuk membeli, maka diperlukan
dan sproket sepeda motor, dengan alasan kemampuan untuk menaksir/memperkirakan
sepeda motor setelah dipakai sekian bulan atau agar tahu lebih dekat dan tepat dengan kondisi
tahun, dipastikan rantai dan sproket akan spare parts yang sebenarnya. Kondisi yang
mengalami keausan dan harus diganti, karena diharapkan oleh konsumen adalah selisih
bisa mengurangi tingkat kenyamanan kualitas yang dekat dengan selisih harga yang
berkendara atau bahkan bisa membahayakan jauh lebih banyak. Dengan kata lain, bisa
pengendaranya (rantai putus). Umur pakai mendapatkan spare parts dengan harga yang
rantai dan sproket sangat tergantung pada jauh lebih murah tetap memiliki kualitas yang
kualitas komponen tersebut. Semakin baik dan hampir sama. Yang dikhawatirkan terjadi
tinggi kualitasnya maka akan semakin lama adalah kondisi sebaliknya, yaitu kualitas suku
umur pemakaiannya, hal ini berarti cadangyang turun jauh lebih banyak
penghematan, baik penghematan uang dan dibandingkan dengan penurunan harganya.
waktu, bahkan dapat menghindari rasa kesal Untuk itu penelitian ini bertujuan memberi
dan khawatir karena mogok/rusak dipakai di gambaran dan bahan pertimbangan sejauh mana
jalan. perbedaan harga yang cukup mencolok antara
Saat ini di pasaran banyak terdapat suku cadangrantai dan sproket produk asli,
beragam jenis rantai dan sproket, dari jenis produk OEM, dan produk non OEM dengan
bahan dan teknik pembuatan yang berbeda; kualitas dan manfaat yang bisa diperoleh
disain dan bentuk yang beragam dari pin, dengan harga tersebut. Secara rinci dan spesifik,
bushing, bantalan, dan roller rantai; dan teknik kualitas rantai dan sproket meliputi kekerasan,
perakitannya. Faktor-faktor tersebut kekuatan tarik, struktur mikro, dan komposisi
memberikan kontribusi terhadap daya tahan kimianya.
(durability) dari rantai dan sproket terhadap Rantai adalah komponen mesin yang
keandalan memindahkan daya mesin ke roda. cukup handal untuk mentransmisikan daya
Karena beragamnya produk rantai dan dengan gaya tariknya. Rantai transmisi
sproket sepeda motor saat ini, maka dalam mempunyai keunggulan antara lain: mampu
penelitian ini produk rantai dikategorikan dalam meneruskan daya yang besar, mempunyai rasio
3 (tiga) jenis yaitu produk kualitas asli kecepatan yang konstan, efisiensi transmisi
(pabrikan), produk kualitas OEM (Original yang tinggi, ukuran yang beragam disesuaikan
Equipment Manufacturer), dan produk kualitas dengan besar dayanya, serta pemasangan yang
non OEM. Suku cadangproduk kualitas asli mudah. Di sisi lain, rantai juga mempunyai
adalah produk yang merupakan barang resmi beberapa kekurangan antara lain: timbulnya
dari pihak pembuatnya. Barang ini murni getaran dan suara yang berisik karena tumbukan
diproduksi, diseleksi, distandarisasi oleh sang antara rantai dengan sproket, perlu pelumasan
produsen sendiri sehingga kualitas barang untuk meningkatkan kinerja dan umur pakai,
benar-benar terjaga dan tidak mengecewakan perpanjangan rantai karena keausan pena dan
para pembelinya. bushing akibat gesekan dengan sproket
Suku cadangkualitas OEM adalah produk (Sularso, 1978). Rantai rol pada sepeda motor
asli yang diproduksi oleh produsen lain yang hampir semuanya menggunakan bahan dari
mendapat lisensi dari produsen utama untuk baja.
membuat suku cadangtersebut dengan kualitas
Kode Makalah: RMA-008 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Dalam pemakaiannya, rantai harus yaitu munculnya lapisan keras (white layer)
dihubungkan dengan sproket sebagai yang lebih getas dibandingkan pada proses
pasangannya. Seperti pada rantai, sproket carburizing (Otto, 2002). Proses carburizing
tersedia dalam berbagai jenis bahan dan bentuk, pada sproket akan meningkatkan kekerasan
tergantung pada jenis aplikasi dan kebutuhan permukaannya sebesar 2,5% (Sugito, 2007).
jenis pelayanannya. Nitrocarburizing merupakan modifikasi
Pada rantai akan terjadi tegangan akibat dari proses nitriding. Pada proses ini, nitrogen
tarikan pada rantai dan gesekan antara rantai dan karbon secara bersamaan ditambahkan ke
dan sproket. Gesekan antara rantai dan sproket logam pada kondisi ferritic, yaitu dibawah
mengakibatkan keausan pada sproket dan temperatur austenitisasi baja. Pada temperatur
keausan pada pena dan bushing pada rantai. ini akan terbentuk lapisan tipis campuran
Keausan pada pena dan bushing rantai dapat nitrogen dan karbon. Proses nitrocarburizing
mengakibatkan perpanjangan pada rantai. berlangsung pada suhu 550oC- 600oC dan tidak
Karena sifat hubungan atau pertautan antara dibutuhkan quenching.
rantai dengan sproket menimbulkan gesekan,
maka bahan yang lunak akan habis lebih dahulu
dibandingkan dengan bahan yang lebih keras, METODE PENELITIAN
sehingga kekerasan bahan merupakan sifat
utama yang harus dipenuhi oleh komponen
rantai dan sproket, khususnya di permukaan
yang langsung bersinggungan dan
kemungkinan besar akan bergesekan.
Beberapa proses hardening yang sering
digunakan untuk menaikkan kekerasan sproket
antara lain: carburizing, carbonitriding,
nitriding, dan nitrocarburizing (Otto, 2002).
Carburizing adalah proses pengerasan
permukaan baja yang paling banyak dilakukan.
Carburizing adalah proses pelapisan karbon
pada baja dengan suhu di bawah titik cairnya
(800oC- 1090oC). Carburizing biasanya
diaplikasikan pada baja dengan kandungan
karbon antara 0,1%-0,2%.
Carbonitriding merupakan proses
modifikasi dari carburizing. Prosesnya adalah
menambahkan amoniak pada lingkungan
carburizing untuk menambahkan nitrogen pada Gambar 1. Diagram alir penelitian
permukaan logam yang mengalami carburizing.
Logam yang sering diberi perlakuan ini adalah Dalam penelitian ini, metode
AISI 1018, 1117, dan 12L14. Proses pelaksanaannya mengikuti alur/metode
carbonitriding dilakukan pada suhu 700oC- penelitian seperti pada diagram alir di
900oC dengan waktu yang lebih singkat. atas.Metode dan tahapan pengujian dibagi
Nitriding adalah proses pengerasan dalam dua kelompok, pengujian sproket dan
permukaan baja dengan nitrogen pada suhu pengujian rantai. Pengujian sproket meliputi:
yang relatif lebih rendah dibandingkan proses uji struktur makro dan mikro, uji kekerasan, dan
pengerasan yang lain, yaitu pada suhu 495oC- uji komposisi kimia material sproket. Pengujian
565oC. Proses nitriding mempunyai keuntungan rantai dilakukan dengan melakukan uji tarik
tidak diperlukan quenching sehingga bentuk rantai untuk mengetahui kekuatan tarik rantai.
dan dimensi bahan hampir tidak mengalami
perubahan, tetapi mempunyai keterbatasan Pengujian Komposisi Kimia
Kode Makalah: RMA-008 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Pengujian Kekerasan
Pengujian kekerasan dilakukan untuk
mengetahui distribusi kekerasan penampang
melintang sproket mulai dari bagian tepi sampai
bagian tengahnya. Pengujian dilakukan dengan
metode micro vickers dimulai dari jarak 0,5 mm
dari tepi ke tengah dengan jarak antar titik 2
mm. Setiap spesimen diambil tujuh titik untuk
diuji kekerasannya, kemudian dibuat grafik
sebaran nilai kekerasan spesimennya.
dan z2 tidak terlihat perbedaan struktur antara sproketnya. Foto mikro diambil pada tiga titik
yang di pinggir dengan yang di tengah sampel, yaitu di pinggir, di daerah transisi, dan
penampang. di tengah penampang sproket. Hasil
Untuk dapat melihat lebih jelas struktur pengamatannya dapat dilihat pada gambar di
pada sproket, dilakukan dengan pengamatan bawah ini :
struktur mikro dari masing-masing penampang
Gambar 3. Foto mikro penampang sproket produk, kiri bagian tepi penampang,
tengah bagian transisi penampang, kanan bagian tengah penampang.
Dari atas ke bawah berturut-turut adalah: produk x, y1, y2, y3, z1, dan z3.
Kode Makalah: RMA-008 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
1000,0
bila dibandingkan pada bagian tengahnya.
900,0 Bagian tepi mempunyai nilai kekerasan sebesar
800,0 231,8 kg/mm2, sedangkan pada bagian tengah
700,0 nilainya sebesar 179,1 kg/mm2. Pola variasi
kekerasan pada produk y2 sama dengan yang
Kekerasan (kg/mm²)
600,0 produk x
500,0
dimiliki
produk y1 oleh produk x, meskipun nilai
kekerasan
produk y2 pada produk y2 lebih rendah
dibanding produk x. Pada produk y3 di daerah
400,0
produk y3
300,0
transisi mempunyai nilai kekerasan yang sangat
produk z1
produk z2
200,0 tinggi yaitu sebesar 841 kg/mm2, jauh lebih
100,0 tinggi bila dibandingkan dengan bagian tepi
0,0 yang hanya sebesar 286,2 kg/mm2 maupun
0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0 14,0 dengan bagian tengahnya yang hanya sebesar
jarak dari tepi sproket (mm) 179,1 kg/mm2.
Pada sproket produk non OEM (z1 dan
Gambar 4. Hasil pengujian kekerasan z2), ternyata juga memiliki karakteristik nilai
micro vickers. kekerasan yang berbeda-beda. Produk z1 nilai
Dari tabel dan grafik uji kekerasan terlihat kekerasan di bagian tepinya cukup tinggi yaitu
bahwa nilai kekerasan tertinggi terdapat pada sebesar 528,1 kg/mm2, bahkan nilai ini jauh
y3 sebesar 841,0 kg/mm2, sedangkan nilai lebih keras bila dibandingkan nilai kekerasan
kekerasan terendah terdapat pada z2 sebesar bagian tepi untuk produk x maupun y1,y2, dan
99,7 kg/mm2. y3. Sedangkan pada bagian tengahnya
Sproket produk pabrikan (x) kekerasan cenderung lebih lunak dengan nilai kekerasan
tertinggi terjadi pada bagian tepi yaitu sebesar yang dimiliki hanya sebesar 175,3 kg/mm2,
385,9 kg/mm2, yang kemudian akan menurun di meskipun nilainya masih lebih tinggi bila
bagian tengahnya yaitu hanya sebesar 145,4 dibandingkan dengan produk x. Untuk produk
kg/mm2. Hal ini menunjukkan bahwa sproket x z2 ternyata memiliki nilai kekerasan di bagian
mempunyai karakteristik keras di bagian tepinya sebesar 171,5 kg/mm2, dan menurun
permukaan dan cenderung lunak dan ulet di pada bagian tengahnya yang hanya sebesar 99,7
bagian tengahnya. kg/mm2.
Sproket produk OEM (y1, y2, dan y3),
ternyata memiliki karakteristik nilai kekerasan Komposisi Kimia
yang berbeda-beda. Produk y1 nilai Berdasarkan pengujian spektrometri
kekerasannya relatif sama antara bagian tepi didapatkan hasil data komposisi kimia
dan bagian tengahnya yaitu sebesar 161 material sproket , seperti terlihat pada tabel 2 di
kg/mm2. Pada produk y2 bagian tepi berikut ini :
mempunyai nilai kekerasan yang lebih tinggi
Sproket W Ti Sn Al Pb Ca Zn Fe
x 0.0029 0.0144 0.0010 0.0559 0.0033 0.0021 0.0075 98.69
Kode Makalah: RMA-008 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Uji komposisi kimia bahan sproket karena kandungan karbonnya antara 0,3 %
memperlihatkan bahwa semua jenis produk sampai dengan 0,6 %.
sproket menggunakan material baja karbon. Dari serangkaian uji sproket yang meliputi
Sproket produk x dan z2 menggunakan material uji struktur makro dan mikro, uji kekerasan, dan
baja karbon rendah karena kandungan uji komposisi kimia maka dapat dibuat tabel
karbonnya (C) kurang dari 0,3 %, sedangkan perbandingan dari ke-enam jenis sproket
untuk sproket produk y1, y2, y3, dan z1 sebagai berikut :
menggunakan material baja karbon sedang
Kekuatan Tarik
Hasil pengujian tarik pada rantai
menunjukkan bahwa kerusakan/putusnya rantai
paling banyak terjadi pada pin rantai. Rusaknya
pin rantai sebagian besar disebabkan oleh
rusaknya keling pin rantai pada plat/daun
rantainya, dan sebagian yang lain akibat pin
rantai putus. Sedangkan kerusakan lainnya
disebabkan oleh plat/daun rantai yang tidak
kuat menahan beban tarik.
Kode Makalah: RMA-008 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
18.50
18.00
17.50
kN
17.00
Gaya maksimal tertinggi pada pengujian Gambar 6. Grafik gaya maksimal rantai setelah
tarik tercatat 18,24 kN terjadi pada rantai y2, uji tarik
sedangkan gaya maksimal yang paling rendah 18.00
terjadi pada rantai z2 yaitu sebesar 16, 88 kN. 16.00
Pertambahan panjang ( l) rantai saat diuji tarik 14.00
tertinggi pada z2 sebesar 16,77 mm per 10 buah 12.00
daun (plat) rantai luar, sedangkan pertambahan 10.00
panjang rantai paling rendah adalah 12,44 mm
mm
8.00
yang terjadi pada x.
6.00
4.00
Tabel 4. Gaya maksimal dan pertambahan
panjang rantai setelah diuji tarik 2.00
0.00
x y1 y2 y3 z1 z2
Rantai Gaya Pertambaha Pertambahan Panjang (mm)
Maksimal n Panjang
(kN) (mm) Gambar 18. Grafik pertambahan panjang (l)
x 18.09 12.44 rantai setelah uji tarik
y1 18.21 16.25
y2 18.24 16.34 KESIMPULAN
Dari data-data dan hasil pembahasan penelitian
y3 17.95 12.60
maka dapat disimpulkan :
z1 17.50 11.64 1. Struktur mikro sproket produk x (produk
z2 16.88 16.77 original) mempunyai perbedaan antara yang
di tepi/pinggir dengan yang di bagian
Gaya maksimal tertinggi pada pengujian tengahnya, dan berdasarkan uji
tarik tercatat 18,24 kN terjadi pada rantai y2, kekerasannya, bagian tepi lebih keras
sedangkan gaya maksimal yang paling rendah dibanding bagian tengahnya. Fenomena
terjadi pada rantai z2 yaitu sebesar 16, 88 kN. yang sama juga terjadi pada sproket produk
Pertambahan panjang ( l) rantai saat diuji tarik y3 (OEM) dan sproket produk z1 (non
tertinggi pada z2 sebesar 16,77 mm per 10 buah OEM).
daun (plat) rantai luar, sedangkan pertambahan 2. Struktur mikro sproket produk y1 dan y2
panjang rantai paling rendah adalah 12,44 mm (OEM) serta produk z2 (non OEM), antara
yang terjadi pada x. bagian tepi dan tengah ternyata sama,
sehingga kekerasan antara bagian tepi dan
tengahnya cenderung sama.
3. Berdasarkan uji komposisi, sproket produk
x dan z2 merupakan baja karbon rendah
karena kandungan karbonnya kurang dari
0,3 %, sedangkan sproket produk y1, y2,
Kode Makalah: RMA-008 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
REFERENSI
Otto, F.J. dan Herring, D.H. June 2002. Gear
Heat Treatment. Heat Treating Progress.
Sularso. dan Suga, K. 1978.Dasar Perencanaan
dan Pemilihan Elemen Mesin.Pradnya
Paramita. Jakarta.
Sugito, B. dan Hariyanto, A. 2007. Pengaruh
Karburisasi Roda Gigi Sprocket Aspira
Dengan AHM Terhadap Perubahan Sifat
Fisis Dan Mekanis.Jurnal Penelitian
Sains & Teknologi. 8(1):87-98.
Kode Makalah: RMA-009 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
1)
Roni Novison, 2)Firman Ridwan
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh temperatur dan lama penyangraian terhadap besar
kandungan gas CO2 yang dihasilkan selama proses penyangraian serta perubahan sifat fisik (warna, berat dan
ukuran) dari biji kopi sangrai. Jenis kopi arabika sebanyak 250 gram yang akan dimasukan kedalam ruang
sangrai secara manual. Proses penyangraian dilakukan selama 5, 10, 15, 20, 30 menit dan temperatur
penyangraian berkisar 180°C, 200°C, dan 220°C. Hasil percobaan dapat dikelompokkan menjadi tiga tingkat
kematangan antara lain, ringan, medium dan berat. Pada saat temperatur penyangraian 180°C kandungan
maksimal gas CO2 yang dihasikan sebesar 2,5 %, temperatur penyangraian 200 °C kandungan maksimal gas
CO2 yang dihasikan sebesar 3,3 %, temperatur penyangraian 220 °C kandungan maksimal gas CO2 yang
dihasikan sebesar 7,4 %. Hasil penelitian menunjukkan kualitas terbaik dari penyangraian berada pada
temperatur 200°C dengan kandungan gas CO2 yang dihasilkan sebesar 3,3 % serta lama penyangraian selama
10 menit..
1
Kode Makalah: RMA-009 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
digunakan dalam proses sangrai dibedakan atas 3 biji kopi akan membentuk citarasa dan aroma kopi.
tingkatan yaitu: tingkat sangrai ringan (ligh roast) Waktu sangrai ditentukan atas dasar warna biji
dengan temperatur sangrai 190°C sampai dengan kopi sangrai atau sering disebut derajat sangrai.
195°C, sedangkan untuk tingkat sangrai medium
Makin lama waktu sangrai, warna biji kopi sangrai
(medium roast) dengan temperatur sangrai 200°C
sampai dengan 205°C dan untuk tingkatan sangrai mendekati cokelat tua kehitaman[11]. Sehingga
gelap (dark roast) dengan temperatur sangrai diatas pada pengambilan data akan digunakan sebuah
205°C [7]. Kalau berdasarkan pengurangan tingkat mesin sangrai kopi seperti Gambar 3.1
kadar air dibagi menjadi 3 diantaranya ligh roast
menghilangkan kadar air sekitar 3-5 %, medium roast
menghilangkan kadar air sekitar 5-8% dan dark roast
menghilangkan kadar air sebesar 8-14% [8].
Perubahan sifat fisik dari biji kopi selama proses
penyangraian sangat tergantung pada suhu dan waktu
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Baggenstoss[6]. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.1
yang menjelaskan perubahan sifat fisik (warna, massa Gambar 3.1 Mesin Penyangrai Kopi
jenis, dan kadar air) terhadap lama proses b. Kompor
penyangraian. Proses pemanasan pada mesin penyangrai kopi
Temperatur tinggi pada saat penyangraian
digunakan kompor, dengan bahan bakar gas LPG.
menyebabkan densiti menjadi rendah, volume biji kopi
membesar, dan kadar air yang lebih rendah jika Jenis kompor yang digunakan kompor gas satu
dibandingkan dangan proses penyangraian pada suhu tungku.
yang lebih rendah. Hasil ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh [6].
Selama penyangraian kelembaban akan
berkurang, reaksi kimia (volume, warna, berat, bentuk,
PH, komponen volatil) akan terjadi dan kandungan
CO2 meningkat [8]. Selain itu proses penyangraian
akan merubah warna biji kopi sesuai yang diinginkan,
menghilangkan berat biji kopi karena terjadinya reaksi
Gambar 3.2 Kompor Gas
penguapan air, CO2 dan reaksi senyawa volatil. Reaksi
pirolisis yang terjadi selama proses penyangraian akan
c. Termokopel
menghasilkan gas CO2 [10]. Semakin lama waktu
Untuk mengukur temperature di dalam ruang
proses penyangraian yang dilakukan maka semakin
sangrai selama proses penyangraian digunakan
besar gas yang dihasilkan. Sehingga penelitian ini akan
termokopel tipe K.
melakukan sebuah percobaan dengan melihat besar
nilai kandungan gas CO2 selama proses penyangraian
dan hubungan terhadap perubahan secara fisik.
3. Metodologi Penelitian
2
Kode Makalah: RMA-009 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Start
Gambar 3.4 Thermometer Digital Fluk
e. Gas Analizer
Selama penyangraian kelembaban akan berkurang, Panaskan Ruangan Sangrai
reaksi kimia (volume, warna, berat, bentuk, PH,
komponen volatil) akan terjadi dan kandungan
CO2 meningkat[9]. Selain itu proses penyangraian
akan merubah warna biji kopi sesuai yang
diinginkan, menghilangkan berat biji kopi karena Biji Kopi Kering
terjadinya reaksi penguapan air, CO2 dan reaksi
senyawa volatil. Reaksi pirolisis yang terjadi
selama proses penyangraian akan menghasilkan
gas CO2 [10]. Proses Penyangraian dengan suhu
180 C, 200 C, 220 C dan Waktu 5
menit, 10 menit, 15 menit, 20
menit, 25 menit, 30 menit
T Jika T=180C/
200C/220C
Finish
3
Kode Makalah: RMA-009 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
penyangraian. Setelah penyangraian selesai maka lama proses penyangraian. Kondisi tersebut dapat
dilakukan proses pengukuran keasaman dari biji kopi ditunjukkan pada Tabel 4.1 yaitu hasil proses
sangrai. Ada beberapa tahapan untuk melakukan penyangraian dengan menggunakan temperatur
pengujian diantaranya: 180°C, 200°C dan 220°C, lama proses penyangraian
1. Tahap persiapan juga bervariasi mulai 5, 10, 15, 20, 25 dan 30 menit.
Terdapat beberapa persiapan yang harus
Tabel 4.1 Hasil Proses Penyangraian
dilakukan sebelum pelaksanaan proses
pengujian supaya pengambilan data dapat Temperatur
Waktu
dilakukan dengan baik : 180 C 200 C 220 C
a. Pengecekan mesin sangrai kopi dan
memastikan semua peralatan penunjang 5
dan komponen –komponen lainnya menit
terpasang dengan baik.
b. Mempersiapkan alat ukur yang
digunakan seperti digital thermometer,
stopwatch 10
c. Mempersiapkan ± 1kg biji kopi kering menit
sebagai bahan uji.
2. Tahap penyangraian
Ada beberapa tahapan dalam pengambilan 15
data diantaranya: menit
a. Sebagai data awal, dicatat temperatur
dan lama proses penyangraian yang akan
digunakan.
20
b. Nyalakan api kompor untuk
menit
memanaskan dinding luar ruangan
sangarai.
c. Biji kopi sebanyak 1 kg dimasukan
kedalam ruang sangrai. 25
d. Motor DC dihidupkan. menit
e. Temperatur peyangraian akan
dipertahankan selama waktu yang sudah
ditetapkan. 30
f. Setiap 5 menit, biji kopi sangrai akan menit
diambil sebagai contoh.
g. Hasil pengukuran kandungan CO2 akan
dicatat. Tabel 4.1 memperlihatkan secara jelas temperatur
h. Lakukan proses pendinginan. dan lama proses penyangraian sangat berperan
terhadap perubahan warna dari biji kopi sangrai.
Perubahan warna biji kopi tidak terlalu signifikan
4. Hasil dan Analisa
pada saat temperatur penyangraian di 180°C.
Perubahan Fisik selama Proses penyangraian Temperatur ini dapat digolongkan kedalam tingkat
Proses penyangraian merupakan bagian terpenting penyangraian ringan (light roast). Pada temperatur
dalam menghasilkan biji kopi sangrai yang penyangraian di 200°C perubahan warna biji kopi
berkualitas. Selama proses penyangraian terjadi mulai menghitam dan hasil penyangraian mulai
perubahan fisik secara bersamaan diantaranya menunjukan keseragaman. Temperatur ini dapat
perubahan warna, berat dan ukuran dari biji kopi itu digolongkan kedalam penyangraian menengah
sendiri. Hal yang berperan dalam terjadinya (medium roast). Pada temperatur penyangraian di 220
perubahan fisik pada biji kopi adalah temperatur dan °C, perubahan warna menunjukan warna yang lebih
4
Kode Makalah: RMA-009 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
hitam pekat dan hasil penyangraian biji kopi sudah 12 180 24 2 208 42
seragam. Keadaan ini dapat digolongkan kedalam 13 180 26 1
penyangraian gelap (dark roast). 14 180 28 0,9
Pengurangan kadar air pada biji kopi hijau saat 15 180 30 0,6 206 44
penyangraian mengakibatkan terjadinya penyusutan Tabel 4.3 data percobaan dengan temperatur 200 °C
berat dari biji kopi sangrai. Tabel 4.2 menunjukkan Faktor
pengurangan berat dari biji kopi sangrai. Kopi hijau Berat Berat
Temperatur Waktu Kadar
yang akan disangrai seberat 250 gram dilakukan pada No
CO2
Akhir Hilang
Penyangraian Penyangraian (Gram) (Gram)
temperatur 180 °C selama 14, 20, 24, 30 menit (C) (Menit)
menghasilkan kopi sangrai seberat 220, 215, 208, 206
gram. Penyusutan kadar air pada biji kopi sebesar 30, 1 200 2 0,4
35, 42, 44 gram. Sedangkan pada Tabel 4.3 2 200 4 1
menunjukan pengurangan kadar air pada temperatur 3 200 6 1 210 40
200 °C. Waktu penyangraian dilakukan sekitar 6, 10, 4 200 8 1,6
14, 20, 24, 30 menit menghasilkan berat kopi sangrai 5 200 10 3,3 185 65
seberat 210, 185, 164, 147, 135, 125 gram. 6 200 12 3,2
Penyusutan kadar air pada biji kopi sebesar 40, 65, 7 200 14 3,1 164 86
86, 103, 115, 125 gram. 8 200 16 2,4
Begitu juga dengan Tabel 4.3 menunjukkan
9 200 18 1,6
pengurangan berat dari biji kopi sangrai dengan
10 200 20 1,5 147 103
temperatur sangrai 220 °C. Dengan waktu sangrai
11 200 22 1,2
sama dengan yang lain, menghasilkan berat kopi
12 200 24 1 135 115
sangrai seberat 208, 170, 163, 156, 115, 105 gram.
Penyusutan kadar air pada biji kopi sangrai sebesar 13 200 26 1
42, 80, 87, 94, 135, 145 gram, sehingga dapat 14 200 28 0,9
dianalisa perubahan sifat fisik pada biji kopi sangrai 15 200 30 0,7 125 125
sangat tergantung pada suhu dan waktu penyangraian.
Tabel 4.4 data percobaan dengan temperatur 220 °C
Semakin tinggi temperatur dan lama waktu
Faktor
penyangraian maka kadar air yang hilang akan
Berat Berat
semakin besar, biji kopi akan membesar dan Temperatur Waktu Kadar
No Akhir Hilang
Penyangraian Penyangraian CO2
perubahan warna pada biji kopi sangat signifikan. (Gram) (Gram)
(C) (Menit)
Tabel 4.2 data percobaan dengan temperatur 180 °C
1 220 2 0,8
Faktor
Kadar Berat Berat 2 220 4 1,6
No Temperatur Waktu CO2 Akhir Hilang 3 220 6 2,9 208 42
Penyangraian Penyangraian (%) (Gram) (Gram)
(C) (Menit) 4 220 8 7,7
5 220 10 7,4 170 80
1 180 2 0,2 6 220 12 5,3
2 180 4 0,5 7 220 14 3 163 87
3 180 6 1 8 220 16 2,1
4 180 8 1,4 9 220 18 1,4
5 180 10 1 10 220 20 1,2 156 94
6 180 12 0,5 11 220 22 1,7
7 180 14 0,6 220 30 12 220 24 1,5 115 135
8 180 16 1 13 220 26 1,6
9 180 18 2 14 220 28 1
10 180 20 2,5 215 35 15 220 30 0,9 105 145
11 180 22 2,2
5
Kode Makalah: RMA-009 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
1
Pengujian kualitas dilakukan dengan cara pengetesan
pada orang yang ahli dalam bidang minum kopi.
6
Kode Makalah: RMA-009 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
6. Referensi
7
Kode Makalah: RMA-010 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Analisis Efek dari Sistem Stucco Terhadap Permeabilitas pada Cetakan keramik
Investement Casting.
1)
Is Prima Nanda, 2) Adee M. Ilham
Universitas Andalas
1,2)
Abstrak
Permeabilitas adalah salah satu sifat yang dibutuhkan dalam melakukan pengecoran. Permeabilitas adalah
kemampuan pasir untuk mentransfer air atau udara yang di ukur dengan jumlah air yang mengalir melalui pasir
dalam waktu tertentu ( Anynomous 2010 ). Permeabilitas yang terlalu tinggi menyebabkan permukaan produk yang
tidak rata sedangkan permeabilitas yang terlalu rendah menyebabkan produk dapat menjadi cacat porositas.
Dalam penelitian ini akan dikaji mengenai layer stucco halus (50 Mesh) layer, kasar (30 Mesh) dan layer selang
seling antar layer dengan stucco halus dan kasar. Pada penelitian ini stucco halus, kasar dan selang seling dibuat
setebal 6 layer. Sebelum setiap layernya ditaburi dengan stucco, spesimen direndam selama 30 detik ke dalam
slurry. Setelah spesimen uji selesai, dilakukan waxing dimana bertujuan untuk penguapan pola dan seterusnya
dilakukan firing dengan tujuan sintering. Setelah selesai semua perlakuan dilakukan pengujian permeabilitas
dengan alat uji permeability tester sebanyak 3 kali dari masing-masing spesimen. Selanjutnya dilakukan
pengamatan makro dengan menggunakan mikroskop stereo dengan perbesaran 0,63 kali.
Penelitian ini menunjukkan nilai rata-rata permeabilitas dari jenis layer yang halus adalah 1,14008 x 10-7, nilai
rata-rata permeabilitas dari jenis layer yang kasar adalah 1.15681 x 10-7, sedangkan nilai rata-rata permeabilitas
dari jenis layer yang diselang-seling adalah 1.14715 x 10-7.
1
Kode Makalah: RMA-010 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
dengan variasi antara ukuran dari stucco diantaranya :
Halus (Max 50 Mesh), Kasar (Max 30 Mesh) dan
Selang – seling (kasar-halus-kasar-halus-kasar-halus).
Selanjutnya pembuatan pattern dimana menggunakan
hollow dengan diameter 12 mm dan sebagai
patternnya adalah bola tennis meja. Pembuatan mold
dilakukan dengan pencelupan terhadap slurry lalu
ditaburi dengan stucco yang telah ditentukan
variasinya. Selanjutnya adalah proses dewaxing
dimana proses ini dimasukkan ke dalam tungku dan
dipanaskan dengan temperatur 250 °C. Setelah proses Gambar 3. Alat uji Permeabilitas
dewaxing dilakukan proses firing dimana tujuannya
adalah untuk terjadinya proses sintering pada ceramik.
Setelah proses firing dilakukan proses pengujian 4.Microscope Stereo
permeabilitas dengan alat permeability tester dan Mikroskop stereo digunakan untuk mengamati bentuk
melihat structur mikro dari specimen menggunakan dari struktur ceramik.
microscope stereo. Selanjutnya dilakukan proses
penganalisaan dari data yang didapatkan. Berikut
adalah peralatan yang digunakan pada penelitian ini :
1.Mixer
Digunakan sebagai pengaduk bahan utama mold yaitu
slurry. Dimana bahan utama slurry adalah Kolida
Silika dengan Zilkon.
3. Prosedur Penelitian
3.1.Penyiapan spesimen
Ada 3 jenis variasi sampel yang digunakan, yaitu:
Gambar 1. Mixer
a. Layer halus
2.Firing Furnace
Penyiapan spesimen dilakukan dengan pencelupan
Firing Furnance berfungsi sebagai tempat dewaxing
pola kedalam slurry selama 30 detik. kemudian
maupun firing dimana temperatur yang dicapai oleh
ditaburkan stucco halus(50 Mesh) pada pola. Cetakan
mesin ini adalah hingga 2000°C lebih.
lalu dikeringkan selama 24 jam. Untuk lapisan kedua
sampai lapisan kelima, pola dicelupkan selama 30
detik dan dikeringkan selama 2 jam. Sedangkan untuk
lapisan terakhir lama pengeringan selama 24 jam.
Sehingga membentuk 6 layer, spesimen ini disebut
dengan layer halus.
b. Layer kasar
Penyiapan spesimen sama dengan layer halus kecuali
penggunaaan jenis stucco. Stucco yang digunakan kali
ini yaitu stucco kasar dari lapisan pertama sampai
dengan lapisan terakhir. Sehingga membentuk 6 layer,
Gambar 2. Firing Furnace spesimen ini disebut dengan layer kasar.
c. Layer selang-seling
Penyiapan spesimen sama dengan stucco halus kecuali
3.Permeability Tester penggunaan jenis stucco. Stucco yang digunakan kali
Permeability tester ini digunakan untuk menguji ini yaitu stucco halus dan kasar secara bergantian
tingkat permeabilitas suatu keramik. hingga 6 layer. Sehingga membentuk 6 layer,
spesimen ini disebut dengan layer selang-seling.
2
Kode Makalah: RMA-010 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
stucco.
3.2.Pembuatan Pola
Pola yang digunakan pada pengujian ini dibutuhkan Dari proses pengujian permeabilitas dengan
pola yang berbentuk bulat, oleh sebab itu digunakan menggunakan alat permeability tester tidak langsung
bola pong-pong sebagai pola terhadap cetakan. didapatkan nilai permeabilitas dari sebuah cetakan
yang diuji tersebut, yang didapatkan dari alat tersebut
adalah nilai volume laju aliran dan tekanan. Dari data
yang telah didapatkan pada pengujian, data tersebut
diolah menggunakan persamaan (1)
μ = ηV1l/aр
dimana :μ = Permeabilitas (m2)
η = Viskositas dinamis udara pada
Gambar 4. Pembuatan pola dan cetakan lingkungan ( Ns/m2)
V1 = Volume laju aliran (m3)
3.3.Proses Dewaxing l = Tebal cetakan (m)
Proses dewaxing dilakukan pada firing furnace a = Luas area cetakan (m2)
dimana bertujuan untuk menghilangkan pattern dan Р = Tekanan udara yang melewati
spesimen (N/m2)
yang tersisa hanyalah ceramic. Temperatur dewaxing
yang digunakan yaitu dari 200̊ C sampai 300̊ C selama
30 menit.
3.4.Proses firing
Sesudah dewaxing, cetakan akan dilakukan proses
firing. Proses firing dilakukan dengan menempatkan
cetakan kedalam tungku. Temperatur firing yaitu
sekitar 650̊ C dan dilakukan selama 60-75 menit.
Proses firing dilakukan untuk meningkatkan kekuatan
cetakan.
3.5.Pengujian Permeabilitas
Pengujian dilakukan dengan alat permeability tester
dimana hasil yang akan didapatkan adalah tekanan dan Gambar 5. Grafik nilai permeabilitas
velocity dari spesimen tersebut.
Pada gambar 1. adalah perbandingan antara cetakan
3.6.Pengamatan structur makro dengan menggunakan jenis layer halus, jenis layer
Pengamatan dilakukan dengan mikroskop stereo kasar dan jenis layer yang diselang-seling. Dapat
dengan melihat bagaimana perbedaan lapisan antara dilihat lebih jelas bagaimana tingkatan nilai
masing masing ceramic. permeabilitas dari masing masing jenis layer yang
Setelah mendapatkan seluruh data yang dibutuhkan, digunakan. Perbedaan yang jelas terlihat pada jenis
dilakukan analisa terhadap data yang ada. layer halus dan kasar. Sedangkan nilai permeabilitas
dari layer yang diselang-seling berada diantara jenis
layer halus dan jenis layer yang kasar. Nilai rata-rata
4. Hasil dan Pembahasan permeabilitas dari jenis layer yang halus adalah
1,14008 x 10-7, nilai rata-rata permeabilitas dari jenis
Berdasarkan penelitian ini, maka dilakukan layer yang kasar adalah 1.15681 x 10-7, sedangkan
pembahasan terhadap data yang telah didapatkan nilai rata-rata permeabilitas dari jenis layer yang
dengan beberapa tahapan berupa proses pengujian diselang-seling adalah 1.14715 x 10-7.
permeabilitas dengan alat permeability tester dan
pengamatan terhadap struktur dari cetakan dengan Pengamatan struktur makro
menggunakan microscope stereo. Pengujian Hasil foto struktur makro dapat dilihat pada Gambar
permeabilitas dilakukan terhadap 3 jenis stucco 6 di bawah ini
diantaranya layer halus, layer kasar dan layer
diselang-seling. Begitu juga pengamatan
menggunakan microscope stereo dilakukan terhadap
3 jenis stucco tersebut, dimana bertujuannya untuk
melihat dan menganalisa penyebab perbedaan
terhadap permeabilitas dari masing masing jenis
3
Kode Makalah: RMA-010 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
A. Halus menyebabkan mengapa cetakan dengan menggunakan
layer yang kasar memiliki nilai permeabilitas yang
tinggi, padahal pada saat melakukan pelapisan pada
setiap layer sudah diberikan slurry supaya dapat
mengisi rongga-rongga kosong antara layer, tetapi hal
tersebut tidak terlalu berpengaruh dan tetap membuat
rongga yang cukup besar pada cetakan sehingga
membuat cetakan inilah yang memiliki nilai
permeabilitas yang tertinggi diantara jenis layer yang
halus maupun yang diselang-seling. Sedangkan pada
Gambar 6 (c) dapat dilihat bahwa terdapat rongga
yang cukup besar pada cetakan tetapi tidak lebih besar
B. Kasar dari pada rongga pada jenis layer yang kasar, rongga
yang besar ini mungkin dapat disebabkan oleh
terdapatnya jenis layer kasar yang ditempatkan pada
beberapa layer di cetakan tersebut. Rongga yang tidak
cukup besar itupun juga disebabkan oleh terdapatnya
jenis layer yang halus, selang-seling yang dilakukan
terhadap jenis layer selang-seling ini adalah terdapat
selang-seling antara jenis layer yang kasar dan layer
yang halus pada pelapisan layer di cetakan ini. Hal
inilah yang menyebabkan nilai permeabilitas dari
cetakan yang diselang-seling berada diantara nilai
cetakan jenis layer halus dan cetakan jenis layer kasar.
C. Selang-seling
5. Kesimpulan
4
Kode Makalah: RMA-010 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
Referensi
5
Kode Makalah: RME-001 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
R. K. Arief
Mechanical Engineering, Muhammadiyah Sumatera Barat University, Bukittinggi, Indonesia
E-mail: rudi_arief@gmail.com
Abstract
Product Data Management is software to manage product data and process-related
information in a single, centralized system can be use for works efficiency .PDM
tracked and controlled product’s data in which related to specification of product,
manufacture specification and raw material required , computer-aided design (CAD)
data, models, parts information, manufacturing instructions, requirements, notes and
documents. But this system is very expensive and takes big efforts and fund to applied.
However this system is valuable to avoid any documents related works errors. One of
cheap and simple PDM software is PDM workgroups. An integrated application with
the SolidWorks CAD system package. A lot of benefits gained from this system but
some drawbacks still happened and need further attentions. Implementation of this
system creating good impact in engineering team but fail to fulfill their expectation of
smooth data interaction with other departments. This is will be the first step of a
research journey to create an affordable good, simple but powerfull engineering design
system that can be use from a giant rich company to a small manufacturing workshop.
1. Introduction
An up to date and easy data exchange are vital activity for an engineering or
manufacturing company to accelerate intern department activities. Due to copyright
and piracy issues, many company keep their design data very secretly, in other hand
this create another problems that will slower process that need quick data
information updated requested from another department. Project Data Management
could facilitate this condition by its virtual vault that accessible everywhere by any
authorized person in and outside engineering department. PDM will manage
revision, project life cycle,act as a data manager and data keeper at one time so we
can always have fresh data without a doubt and we can free from worried of erased
files or unauthorized edited files. PDM will reduce manual data entry which will
reduce chance of human error.
Bill of materials, 3D files, detailed drawings, certification document, calculation file
and any related data can be easily stored in PDM and easily download by any
authorized user directly in their desk. One of cheap yet powerfull PDM software is
PDM workgroup from Dassault Systemes. This software already include in
Solidworks standard package and can be use up to 10 users with good safety vault,
friendly interface and easy to use. For a good implementation result, careful
planning and full management support are required especially when it comes to
culture change issues. This paper will describe a case taken from several companies
in implementing PDMworkgroup as their digital documentation system with it’s
probems and bennefit. This paper is written as first step of my research to built a
digital data documentation system wich eazy to use, cheap but powerfull enough to
fullfill the needs of Engineering company to save their data.
2. Literature Review
b. PDMworkgroup user :
User : If the Workgroup PDM administrator has created a
project and given you access to the project, you can begin managing the
project documents with Workgroup PDM using a client.
Administrator : As administrator, you are responsible for setting up the
projects, user accounts, and so on in the Vault Admin tool.
3. Research Methodology
During research for this paper we use direct observation and FGD to collect related
information. Direct observation method used to observe users activities and by directly
involved in a small project allowed by observed company. Focus group discussion used
to dig more information from users about their experiences with the system and their
expectation for the system.
4. Implementation
“It sounds simple that everybody keeps their own assemblies on their local hard
drives while they work on them and then they copy them up to a network drive
for the boss to look at when they are done. But if you do it that way, you start
running into all sorts of problems, like production files getting overwritten by
accident, or people loosing work on their local PC when their hard drive crashes,
and keeping track of all the different versions of a design.” (Jay Thompson, 2012)
This PDM application create a virtual vault in central server to store and lock
engineering data. This vault will ensure the validity and safety of data, any
revision can only made by approval from administrator and only downloadable to
approved user.
Fig 1. PDM working structure
c. Benefits :
All revisions well recorded.
Less chance of accidentaly erased or edited data.
Data exchange among designers without worried for data being edited by
other designer.
Higher data security
Any differences between file in the Vault and local folder will easily
recognize.
d. Drawbacks
PDM will automatically update the revision every time files re-checked in by
designer.
Previously created data was not recorded.
Conflict often occurred when updating systems to a latest version.
To release a new drawing (i.e: small project consist of only 10 drawings/parts) will
takes time approximately for 2 hours.
To release a new drawing (i.e: small project consist of only 10 drawings/parts) will
takes time approximately for 47 minutes compare to 2 hours by manual system and only
takes 6 minutes for other departments to clear any unclear information and documents.
4. Implementation Problems
During implementation of this application many problem has occured. Ideal condition
still unobtainable, many problem of wrong drawing released by production planner to
manufacturer still happened. Some data that accessed by other departments still
confusing and not clearly described.
5. Conclusions
PDM workgroup is a strong product management system for small enterprise with up to
10 users, but only applicable to document created with SolidWorks CAD system. The
simple structure and system of PDM workgroup can be use as basic concept to be
developed for further research but must be able do accomodate any file extensions in
order to be able to be use widely esspecially by a small size company. As any other
digital data system, failure of implementation because of indiscipline, resistant to
change and weak support from management. Full supports and teamworks from all
departments is required for optimum results and bennefits gained.
References
[1] IvicaCrmkovic, “Implementing and integrating product data management software
configuration management”, Artech House, Inc. (2003).
[2] Jay Thompson, “Tech Tip: Workgroup PDM vs. Enterprise PDM Explained”,
CAPUniversity, (2012). <http://blog.capinc.com/2012/08/tech-tip-workgroup-pdm-
vs-enterprise-pdm-explained/>
[3] Lene Pries-Heje and Yvonne Dittrich, “ERP implementation as design”,
Scandinavian Journal of Information System, Vol. 2, No. 21,pp 27-58, (2009).
[4] Mahmoud Dinar, “Customizing product data management tools for design
automation”, Lambert Academic Publishing, (2012).
[5] Rajesh Ray, “Enterprise Resource Planning Text & Cases”, Tata McGraw-Hill,
(2011).
[6] Severin V. G., Steward A. Leech and Bai Lu, “Risk and Controls in the
Implementation of ERp Systems”, The International Journal of Digital Accounting
Research, Vol.1, No.1, pp 47-68, (2013)
[7] Zeeshan Ahmed, “Proposing LT based Search in PDM System for Better
Information Retrieval”, International Journal of Computer Science & Emerging
Technologies, Vol.1, No.4, pp 86-100, (2010).
Kode Makalah: RME-002 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Abstrak
Proses penyortiran produk merupakan tahap akhir dari proses produksi. Proses penyortiran produk secara
konvensional (manual) biasanya membutuhkan waktu yang lama dan tenaga yang besar. Apabila tahap
penyortiran ini dilakukan oleh mesin otomatis, masalah tersebut bisa diatasi. Pada penelitian ini dikembangkan
suatu sistem penyortiran produk secara otomatis berdasarkan warna dari produk yang akan disortir. Sistem
penyortiran ini terdiri atas komponen mekanik dan elektronik yang dikendalikan menggunakan mikrokontroler.
Komponen mekanik berupa 2 konveyor yang dijalankan dengan motor DC sebagai pembawa dan penyortir benda.
Dalam pengujian, benda yang akan disortir dibagi menjadi 5 kelompok warna. Sensor warna membaca jenis
warna benda berdasarkan intensitas/frekuensi gelombang yang diterima dan kemudian mengirimkannya ke
mikrokontroler untuk diproses. Hasil pengujian menunjukkan bahwa mesin penyortir otomatis yang
dikembangkan cukup mampu memisahkan produk berdasarkan warnanya.
Perkembangan teknologi dewasa ini memungkinkan Pada Gambar 1 diperlihatkan diagram alir dari
manusia untuk melakukan segala hal dengan mudah. penelitian yang dilakukan. Dari Gambar 1 terlihat
Hampir semua sektor kehidupan sudah disentuh oleh bahwa penelitian dibagi menjadi beberapa tahap
teknologi. Baik itu dalam sektor industri hingga dimulai dari perancangan sampai pengujian alat.
rumah tangga. Berbagai peralatan-peralatan
diciptakan untuk mempermudah kerja manusia,
memperkecil resiko pengerjaan dan biaya investasi
atau produksi dari sebuah produk. Perkembangan
teknologi ini secara tidak langsung berdampak pada
gaya hidup masyarakat yang semakin mengarah
kepada modernisasi. Pada era modernisasi ini,
berbagai alat yang bekerja secara otomatis telah
dibuat untuk menggantikan kerja manusia. Alat-alat
otomatis tersebut dapat berbasiskan mikrokontroler,
saklar-saklar otomatis dan Programmable Logic
Controller (PLC). Gambar 1. Diagram alir pembuatan mesin sortir
otomatis
Salah satu aplikasi dari teknologi otomasi dapat
ditemui pada mesin penyortir produk. Parameter Pada Gambar 2 diperlihatkan diagram alir proses
penyortiran produk dapat diatur berdasarkan ukuran penyortiran. Proses penyortiran dilakukan dengan
dan warna dari produk. Pada penelitian ini dilakukan bantuan belt conveyor yang digerakkan oleh motor
studi awal dari pengembangan sistem penyortir DC. Prosedur penyortiran diawali dengan
produk berdasarkan warnanya. memasukan perintah tentang warna apa yang akan
disortir. Benda yang akan disortir selanjutnya
diletakkan di atas konveyor dan bergerak menuju
sensor. Sensor membaca warna benda dan mengirim
sinyal ke kontroler. Sinyal tersebut diproses
berdasarkan program yang telah dibuat. Apabila
1
Kode Makalah: RME-002 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
sensor membaca warna yang sesuai dengan input Hasil Dan Pembahasan
maka konveyor akan bergerak maju, jika tidak
Pada Gambar 5 diperlihatkan hasil pembuatan model
konveyor akan bergerak mundur. Proses penyortiran
mesin sortir otomatis. Berdasarkan model pada
berakhir dengan tersortirnya produk pada kotak
Gambar 5, dapat diperkirakan ukuran dari mesin yang
penampung yang telah disediakan.
dibuat.
Red
1000
Blue
500
Green
0
0 50 100
Detik
Gambar 7. Grafik intensitas warna merah
Gambar 4. Skema rangkaian elektronik
2
Kode Makalah: RME-002 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Pada Tabel 1 diperlihatkan hasil inisialisasi dari Tabel 4 Hasil keterulangan sensor
rentang frekuensi minimum dan maksimum yang
dihasilkan oleh sensor warna merah, hijau dan biru No Merah Kuning Hijau Biru Oranye
untuk 5 warna kotak.
1 √ √ x √ √
Tabel 1. Hasil inisialisai lima jenis kotak
2 √ √ √ √ √
No Warna R G B 3 X √ √ √ √
3
Kode Makalah: RME-002 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Kesimpulan
Dari pembuatan model alat penyortir yang telah
dibuat diperoleh beberapa buah kesimpulan sebagai
berikut :
Pada penelitian ini telah berhasil dibuat alat
penyortir produk menggunakan sensor warna skala
laboratorium. Akan tetapi, alat ini masih
memerlukan penyempurnaan pada beberapa aspek.
Sensor warna yang dipakai pada penelitian ini
menggunakan photodetector yang memiliki 4 filter
warna, yaitu merah, hijau, biru dan clear. Sensor
warna ini selanjutnya menghasilkan pulsa elektrik
yang frekuensinya sebanding dengan intensitas
warna yang dideteksi. Dari hasil pengujian yang
diperoleh, sensor warna berhasil membedakan
warna dengan baik.
Daftar Pustaka
4
Kode Makalah: RME-003 Proceeding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 3 November 2015
Penghitungan Numerik Beban Kritis Buckling Struktur Kolom Bertingkat (Stepper) Akibat
Beban Tekan Aksial Berbasiskan Metode Beda Hingga
Abstrak
Sebuah struktur rangka batang dengan geometri penampang yang bervariasi sangat banyak ditemukan
dalam berbagai kasus rekayasa struktur. Hal ini disebabkan karena bentuk rangka seperti ini
dipertimbangkan mampu mereduksi berat dari struktur sehingga biaya konstruksi juga dapat diturunkan.
Salah satu kasus khusus yang menggambarkan kondisi di atas adalah struktur kolom dengan penampang
yang berubah secara tiba-tiba atau kolom stepper. Dibandingkan kolom berpenampang seragam, analisis
analitik untuk menghitung beban kritis kolom stepper akibat beban tekan aksial akan jauh lebih rumit dan
tidak praktis. Untuk mengatasi hal tersebut, makalah ini bertujuan menggunakan pendekatan numerik
berbasiskan metode beda hingga sebagai solusinya. Metode beda hingga dipilih karena sederhana secara
konsep dan sangat mudah untuk diterapkan dalam bentuk progam komputasi. Berdasarkan hasil
penghitungan numerik yang diperoleh akan direkomendasikan suatu persamaan bantu sederhana dalam
memprediksi beban kritis buckling kolom stepper untuk para praktisi di lapangan .
Kata kunci: Kolom, Buckling, Stepper, Metode Beda Hingga, Beban Kritis
1
Kode Makalah: RME-003 Proceeding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 3 November 2015
pin-roller; jepit-bebas dan jepit-roller, dalam Untuk kolom berpenampang seragam (ditandai
variasi rasio D/d. Harga Peuler menunjukan harga dengan notasi D/d=1), hasil yang diberikan
beban kritis buckling yang diperoleh melalui dapat dijustifikasi kebenarannya dengan
persamaan Euler untuk kolom berpenampang persamaan Euler. Untuk ketiga tumpuan hasil
seragam, sedangkan PMBH adalah harga beban perbandingan memberikan harga PMBH/Peuler=1.
kritis buckling yang diperoleh melalui MBH.
P* Normalisasi Lendutan
D/d=10
D/d
D/d=1
Nodal
(a)
P*
Normalisasi Lendutan
D/d=10
D/d=1
D/d
Nodal
(b)
P* Normalisasi Lendutan
D/d=10
D/d D/d=1
Nodal
(c)
Gambar 2. Kurva faktor reduksi beban kritis buckling Euler vs rasio D/d beserta bentuk lendutannya: (a).
Kolom stepper dengan tumpuan pin-roller (atas), (b). Kolom stepper dengan tumpuan jepit-bebas
(tengah), dan (c). Kolom stepper dengan tumpuan jepit-roller (bawah)
4
Kode Makalah: RME-003 Proceeding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 3 November 2015
Untuk melihat keefektifan MBH dalam P*=0.60 untuk kolom dengan tumpuan pin-roller,
menghitung beban kritis buckling kolom stepper P*=0.71 untuk kolom dengan tumpuan jepit-bebas
ini, hasil yang diperoleh diperbandingkan dan P*=0.54 untuk kolom dengan tumpuan
dengan persamaan pendekatan yang diberikan jepit-roller jika rasio meningkat menjadi
oleh Satria, et.al [3]. D/d=1.25. Kemudian jika D/d dinaikan menjadi
2.0, maka harga P* kembali turun 0.10 untuk
Pcr L2 EI1 2,5555 0, 2789 I1 I 2 kolom dengan tumpuan pin-roller, P*=0.17 untuk
kolom dengan tumpuan jepit-bebas dan P*=0.17
0,3166 P1 P2 0, 0564 I1 I 2 P1 P2 untuk kolom dengan tumpuan jepit-roller.
0, 0099 I1 I 2 0, 0024 I1 I 2 P1 P2
2 2
Untuk mendapatkan harga yang lebih umum,
(20) suatu persamaan desain untuk menentukan beban
kritis buckling suatu kolom stepper dengan
Hanya saja persamaan pendekatan ini (Pers.(20)) panjang, L dapat ditentukan dengan
hanya berlaku untuk kolom dengan tumpuan memanfaatkan teknik regresi. Hasil yang
jepit-bebas dan untuk perbandingan momen diperoleh diperlihatkan pada Gambar.2, dimana
inersia penampang I D / I d 1 s/d 16. Harga untuk kolom stepper dengan tumpuan pin-roller,
P2 / P1 0 dikarenakan tidak ada gaya aksial persamaan desain yang direkomendasikan adalah:
yang bekerja pada nodal yang mengalami Pcr =P * .Peuler
perubahan penampang tiba-tiba. Gaya hanya 3.83
EI D
2
diberikan pada nodal bebas dari kolom. Pcr 1.2863 D / d 2 (21)
L
Tabel 2 memperlihatkan hasil perbandingan
Kemudian, untuk kolom kolom stepper dengan
MBH dengan Satria, et.al [3] menunjukkan
tumpuan jepit-bebas, persamaan desain yang
tingkat akurasi yang terendah, berkisar 70%, direkomendasikan adalah:
pada rasio I D / I d 16.
3.361 EI D
2
Pcr 1.3126 D / d 2
(22)
Tabel 2. Perbandingan hasil dengan persamaan
4L
pendekatan Satria, et.al [3]
D/ d I D / Id PMBH/Peu PSATRIA/Peu Terakhir, untuk kolom kolom stepper dengan
tumpuan jepit-roller, persamaan desain yang
1.00 1.00 1.00 0.93
direkomendasikan adalah:
1.11 1.52 0.88 0.87 2
1.25 2.44 0.71 0.78 3.407 EI D
Pcr 1.273 D / d (23)
1.43 4.16 0.52 0.64 0 .6 99 L 2
1.67 7.72 0.33 0.40
2.00 16.00 0.17 0.25
Kesimpulan
Kemudian dari bentuk lendutan kolom stepper Kesimpulan yang diperoleh dari makalah ini
dapat dilihat bahwa untuk kolom dengan adalah:
tumpuan pin-roller maupun jepit roller, lendutan 1. Penggunaan MBH cukup efektif dan akurat
maksimum akan bergerak menuju ke arah dalam menentukan beban kritis buckling
penampang minimum jika rasio D/d ditingkatkan untuk kolom kolom stepper. Untuk kolom
dari D/d=1.0 sampai D/d=10. Sedangkan untuk seragam, hasil yang diberikan oleh MBH
kolom dengan tumpuan jepit-bebas, bagian dapat dijustifikasi dengan baik oleh hasil yang
kolom yang berada dekat penampang minimum diberikan oleh Persamaan Euler, dengan
akan memiliki lendutan lebih besar jika rasio akurasi hampir 100%. Sedangkan untuk
D/d ditingkatkan. kolom stepper, hasil perbandingan dengan
persamaan pendekatan yang diturunkan oleh
B. Rekomendasi Persamaan Desain Satria, et.al [3] menunjukkan tingkat akurasi
Sebagaimana yang diperlihatkan oleh Gambar.2, yang bervariasi, dimana akurasi terbaik
beban kritis buckling kolom stepper akan mendekati 99% untuk I D / I d 1.52
tereduksi dengan semakin meningkatnya rasio
D/d. Sebagai contoh harga P* akan turun menjadi
5
Kode Makalah: RME-003 Proceeding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 3 November 2015
Referensi
[1]. Gere J.M, Mechanics of Materials Sixth
Edition, Thomson Learning, Singapore, 2004
[2]. W.F. Chen, E.M.Lui, Structural Stability:
Theory and Implementation, Elsevier Science
Pub.,1987
[3]. Satria, E; Arif, M.; Bur, M, “Penghitungan
Analitik Kekuatan Buckling Struktur Kolom
Bertingkat Dua Segmen dengan Beban Aksial
yang Berbeda Pada Setiap Segmennya”, Jurnal
Teknika Vol.20 No.01, April, 2013.
[4]. M.J. Irremonger, “Finite Difference Buckling
Analysis of Non-Uniform Columns”, Computer
and Structures, Vol.12 pp.741-748, 1980.