Anda di halaman 1dari 170

PROSIDING

SEMINAR NASIONAL INOVASI TEKNOLOGI DAN


REKAYASA INDUSTRI (SINTERIN)
2015

“Inovasi Teknologi untuk Kejayaan Bangsa”

Padang,
The Axana Hotel, 03 November 2015

Jurusan Teknik Mesin


Fakultas Teknik
Universitas Andalas
SAMBUTAN KETUA JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ANDALAS
SINTERIN III 2015

Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya, sehingga Prosiding
Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri ini akhirnya berhasil diterbitkan.
Prosiding ini merupakan kumpulan makalah yang disajikan dalam Seminar Nasional
Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri yang diselenggarakan pada tanggal 03
November 2015.
Tujuan seminar ini selain sebagai media diskusi juga untuk meningkatkan kontribusi
para akademisi dan profesional dalam pengembangan industri nasional melalui
penyelesaian masalah teknik mesin yang efektif, hemat energi dan ramah lingkungan
serta membangun suasana kondusif untuk meningkatkan jejaring antar perguruan
tinggi. Telah terhimpun sebanyak 26 makalah yang dipresentasikan secara oral.
Terima kasih kami sampaikan kepada semua penulis yang telah menyumbangkan
makalahnya dalam prosiding ini. Terima kasih pula kami sampaikan kepada seluruh
dosen dan mahasiswa jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Andalas
yang telah terlibat dalam perencanaan dan penyelengaraan seminar serta telah
bekerja keras dalam pembuatan prosiding ini baik dari segi naskah agar memenuhi
kaidah penulisan ilmiah dan ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan maupun
dari segi tampilan yang disajikan secara apik.
Kami mohon maaf bila terdapat kekeliruan dalam penerbitan prosiding ini. Kami
berharap dengan adanya seminar dan prosiding ini kiranya dapat berguna
memberikan manfaat.

Padang, November 2015

Ketua Jurusan
Dr. Ir. Is Prima Nanda

i
SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ANDALAS

Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Pertama-tama, marilah kita ucapkan puji syukur kepada Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kegiatan Seminar Nasional Inovasi
Teknologi dan Rekayasa Industri 2015 dengan tema “INOVASI TEKNOLOGI
UNTUK KEJAYAAN BANGSA” dapat terlaksana dengan baik dan lancar. Kedua,
atas nama Keluarga Besar Fakultas Teknik Universitas Andalas, perkenankan saya
menyampaikan Selamat Datang di kampus Fakultas Teknik Universitas Andalas,
kepada bapak Ir. Bobby Gafar Umar (Ketua PII Pusat), Ir. Benny Wendry, MM
(Direktur Utama PT.Semen Padang), Prof. Dr. Ir. Johny Wahyudi M. Soedarsono,
DEA (Universitas Indonesia), Prof. Dr. Mohd. Hasbullah (Universitas Teknologi
Malaysia) sebagai Keynote Speakers, para pemakalah dan peserta dari luar
Universitas Andalas guna mengikuti seminar ini. Saya menyambut gembira seminar
ini yang telah mendapatkan perhatian yang besar dari kalangan akademisi dan
profesional dari institusi pendidikan, riset, industri, serta pemegang kebijakan dari
institusi yang terkait, sehingga terkumpul 26 makalah yang akan dipresentasikan
dalam seminar ini. Untuk itu, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada Bapak dan Ibu pemakalah. Saya yakin bahwa dari seminar
ini akan dihasilkan ide-ide, konsep-konsep, dan terobosan baru yang inovatif dalam
pengembangan teknologi yang nantinya akan diaplikasikan dalam dunia industri di
masa yang akan datang. Seminar ini tidak akan terselenggara dengan baik tanpa
dukungan dari berbagai pihak, khususnya para sponsor dan kontribusi dari
pemakalah dan peserta. Untuk itu, saya menyampaikan terima kasih yang sebesar-
besarnya. Secara khusus, saya menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada panitia penyelenggara atas jerih payah, kerja keras,
ketekunan dan kesabarannya dalam mempersiapkan dan menyelenggarakan seminar
ini sehingga dapat berjalan dengan baik, lancar dan sukses.
Akhirnya, melalui seminar ini,marilah kita senantiasa perkuat dan perluas jejaring
serta kerjasama antar semua stakeholder dunia teknologi industri, khususnya yang
ada di Indonesia, guna bekal pengetahuan dan teknologi bagi SDM Indonesia untuk
mampu bersaing menghadapi persaingan global.

Padang, November 2015

Dekan Fakultas Teknik Universitas Andalas


Prof. Dr. –Ing. Hairul Abral

ii
SPONSOR DAN ORGANISASI PENDUKUNG

iii
PANITIA PELAKSANA

PENANGGUNG JAWAB
Prof. Dr.-Ing. Hairul Abral
Dekan Fakultas Teknik Universitas Andalas

Dr. Ir. Is Prima Nanda


Ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas Andalas/ Ketua Pelaksana

Dr. Eng. Eka Satria


Sekretaris Jurusan Teknik Mesin Universitas Andalas/ Wakil Ketua Pelaksana

PANITIA PELAKSANA

Ketua : Ismet Hari Mulyadi, Ph.D

Sekretaris : Dr. Eng. Eka Satria

Seksi Kesekretariatan : Dendi Adi Saputra M, MT

Seksi Proceeding : Yul Hizhar, M.Eng

Seksi Acara & Dokumentasi : Berry Yuliandra, MT


Meiki Eru Putra, ST

Seksi Akomodasi dan Transportasi : Himpunan Mahasiswa Mesin FT-Unand

DEWAN REDAKSI
1. Prof. Dr.-Ing. Mulyadi Bur (Universitas Andalas)
2. Prof. Dr.-Ing. Hairul Abral (Universitas Andalas)
3. Prof. Dr. Eng. Gunawarman (Universitas Andalas)
4. Dr. Eng. Syamsul Huda (Universitas Andalas)
5. Dr. Adjar Pratoto (Universitas Andalas)
6. Dr.-Ing. Uyung Gatot S. Dinata (Universitas Andalas)
7. Nofrijon Sofyan, Ph.D (Universitas Indonesia)
8. Dr. Eng. Feblil Huda (Universitas Riau)
9. Dr. Amrizal ST, MT (Universitas Lampung)
10. Dr. Eng. Dedi Suryadi (Universitas Bengkulu)

iv
TOPIK SEMINAR

Topik Seminar Nasional Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri ini secara umum
dibagi kedalam 4 (empat) bidang, yaitu:
a. Inovasi Rekayasa Mekanik
b. Inovasi Aplikasi Industri
c. Inovasi Rekayasa Material
d. Inovasi Rekayasa Energi

KEYNOTE SPEAKERS

1. Ir. Bobby Gafar Umar (Ketua PII Pusat)


2. Ir. Benny Wendry, MM (Direktur Utama PT.Semen Padang)
3. Prof. Dr. Ir. Johny Wahyudi M. Soedarsono, DEA (Universitas Indonesia)
4. Prof. Dr. Mohd. Hasbullah (Universitas Teknologi Malaysia)

v
SUSUNAN ACARA

Seminar Nasional SINTERIN III 2015 diselenggarakan pada hari Selasa tanggal 03
November 2015 mulai pukul 07.30 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB di Hotel Axana
Padang di Jalan Bundo Kandung No.14-16 Padang - Sumatera Barat

No Waktu Acara Pelaksana Moderator/MC Ruang


1 07.30 - 08.30 Registrasi Ulang Panitia Hakim dan Restu Ball Room
2 08.30 - 09.00 Pembukaan (MC) Panitia Ilham/Tia Ball Room
Tari Pasambahan Cemes Ilham/Tia Ball Room
3 09.00 - 09.10 Kata sambutan dari Ketua Ismet H. Ilham/Tia Ball Room
Panpel Mulyadi, Ph.D
4 09.10 - 09.20 Kata sambutan dari Ketua Dr. Is Prima Ilham/Tia Ball Room
Jurusan Nanda
5 09.20 - 09.30 Kata sambutan dari Prof. Dr. Ing Ilham/Tia Ball Room
Dekan FT –UA Hairul Abral
6 09.30 - 09.40 Pembukaan Rektor Unand Dr. Werry Darta Ilham/Tia Ball Room
Taifur
7 09.40 - 10.00 Coffe Break Panitia
8 10.00 - 10.30 Keynote Speaker I Ir. Bobby Gafar Dr. Is Prima Ball Room
Umar (Krtua Nanda
PII)
9 10.30 – 11.00 Keynote Speaker II Ir. Benny Dr. Is Prima Ball Room
Wendry,MM Nanda
(Pt.Semen
Padang)
10 11.00 - 11.30 Keynote Speaker III Prof. Dr. Ir. Firman Ridwan Ball Room
Johny Ph.D
Wahyudi M.
Soedarsono,
DEA
(Universitas
Indonesia)
11 11.30 - 12.00 Keynote Speaker IV Prof. Dr. Mohd. Firman Ridwan Ball Room
Hasbullah Ph.D
(Universitas
Teknologi
Malaysia)
12 12.00 - 12.15 Pemberian cendra mata Rektor, Dekan, Ilham/Tia Ball Room
dan Foto Bersama Ketupat
13 12.15 - 13.30 Ishoma OC Hotel
14 13.30 - 14.30 Parallel Session I Peserta Moderator
 IND + RME : Inovasi  IND + RME: - Ruang 1
Rekayasa Industri + Dr.-Ing. Agus
Inovasi Rekayasa Sutanto
Mekanik

 RMA + REN: Inovasi  REN + RMA: - Ruang 2


Rekayasa Material + Dr. Eng. Jon
Inovasi Rekayasa Affi

vi
Energi

15 14.30 - 15.45 Parallel Session II Peserta Moderator


 IND + RME : Inovasi  IND + RME: - Ruang 1
Rekayasa Industri + Hendery
Inovasi Rekayasa Dahlan Ph.D
Mekanik

 RMA + REN: Inovasi  RMA + REN: - Ruang 2


Rekayasa Material + Endri Yani,
Inovasi Rekayasa MT
Energi

16 15.45 - 16.00 Break OC


17 16.00 - 16.15 Tari Cewang Cemes Ilham/Tia Ball Room
18 16.15 - 16.30 Pengumuman Pemakalah Ilham/Tia Ball Room
Terbaik
19 16.30 - 16.45 Penutupan Dekan Ilham/Tia Ball Room
20 16.45 - 17.00 Foto Bersama OC Ilham/Tia Ball Room

vii
PARALLEL SESSION 1
(13.30 – 14.30)
Bidang : IND + RME
Moderator : Dr.-Ing. Agus Sutanto
Ruang :1

Bidang : RMA + REN


Moderator : Dr. Eng. Jon Affi
Ruang :2

viii
Susunan Acara Parallel Session I (13.30 – 14.30 WIB)

Bidang : Inovasi Rekayasa Industri + Inovasi Rekayasa Mekanik


Moderator : Dr.-Ing. Agus Sutanto
Ruang : Ball Room Ruang 1

No Nama Instansi Kode Judul Makalah Pukul PIC


1 Agus Jurusan IND-001 Ranking Criticality 13.30 - 13.40 Cici
Sutrisno Teknik Mesin, of Maintenance Amelia,
Universitas Waste Using Ilham
Sam Ratulangi Modified FMEA Wahyudi
Model Putra
2 Yesmizarti Jurusan IND-002 Implementasi 13.40 - 13.50 Cici
Muchtiar, Teknik Quality Function Amelia,
Heru Zikri Industri, Deployment(QFD) Ilham
Arsyad Universitas dalam Usaha Wahyudi
Bung Hatta Peningkatan Putra
Kualitas Pelayanan
di Swalayan
3 Benny Jurusan IND-003 Evaluasi kinerja 13.50 - 14.00 Cici
Siantury, Teknik Mesin, Tungku Peleburan Amelia,
Yusep Fakultas Logam Buata Ilham
Mujalis, Teknologi Sendiri Wahyudi
Yosca Industri, Putra
Octaviano, Universitas Tri
Tono Sakti
Sukarnoto
dan Rianti
Dewi
Sulamet-
Ariobimo
4 Adam Jurusan IND-004 Analisis Waktu 14.00 - 14.10 Cici
Malik, Teknik Mesin, Produksi Pada Amelia,
Irval Universitas Proses Ilham
Diska Andalas Penyambungan Wahyudi
Komponen Rakitan Putra
Roda Bajak (HT-
PD-008) dengan
Menggunakan
Perkakas Bantu
Pengelasan untuk
Produksi Masal
Komponen-
Komponen
Hydrotiller

ix
5 Habibul Jurusan IND-005 Alat Pengaman 14.10 - 14.20 Cici
Fuadi Teknik Mesin, Pintu Rumah Amelia,
Azni, Universitas Menggunakan Pin Ilham
Zulkifli Andalas Kode dan Sensor Wahyudi
Amin Getar Berbasis Putra
Mikrokontroler
ATMEGA8535
6 Topan Jurusan IND-006 Pengeditan Model 14.20 - 14.30 Cici
Prima Teknik Mesin, Surface Tangan Amelia,
Jona, Universitas Manusia Hasil 3D Ilham
Zulkifli Andalas Scanner Menjadi Wahyudi
Amin Model Solid Putra
dengan
Menggunakan
Perangkat Lunak
Autodesk 3D Max
Design dan
NETFABB

x
Susunan Acara Parallel Session I (13.30 – 14.30 WIB)

Bidang : Inovasi Rekayasa Material + Inovasi Rekayasa Energi


Moderator : Dr. Eng. Jon Affi
Ruang : Ball Room Ruang 2

No Nama Instansi Kode Judul makalah Pukul PIC

1 Adhytia Jurusan RMA-001 Pembuatan Serbuk TI 13:30-13:40 Dedet


Farma Arsal, Teknik 6AL 4V dan SS316L Nirwanto,
Ilhamdi, Mesin, Halus Sebagai Bahan Resti
Gunawarman Universitas Dasar Implan Tulang Muhlita
Andalas Berpori dengan Putri
Perlakuan Mekanik
2 Widia Jurusan RMA-002 Pembuatan Serbuk TI 13:40-13:50 Dedet
Soviyana, Teknik 6AL 4V dan Stainless Nirwanto,
Gunawarman, Mesin, Steel 316L yang Halus Resti
Ilhamdi Universitas Sebagai Bahan Implan Muhlita
Andalas Tulang Berpori Putri
dengan Perlakuan
Termo-Mekanik
3 Is Prima Jurusan RMA-003 Pengaruh Rasio Massa 13:50-14:00 Dedet
Nanda, Teknik Bijih Besi dengan Nirwanto,
Dafmiko Mesin, Reduktor dan Resti
Universitas Temperatur Reduksi Muhlita
Andalas pada Proses Reduksi Putri
Langsung
Menggunakan
Reduktor Arang kayu
4 Sanny Ardhy, Jurusan RMA-004 Perilaku Korosi 14:00-14:10 Dedet
Gunawarman, Teknik Titanium Dalam Nirwanto,
Jon Affi Mesin, Larutan Modifikasi Resti
Universitas Saliva Buatan Untuk Muhlita
Andalas Aplikasi Ortodontik Putri
5 Abdul Ajiz, Jurusan RMA-005 Pengaruh Perlakuan 14:10-14:20 Dedet
Gunawarman, Teknik Termomekanik Nirwanto,
Jon Affi Mesin, Terhadap Keuletan Resti
Universitas Paduan TI-6AL-4V Muhlita
Andalas Untuk Aplikasi Putri
Ortopedi
6 Nurbaiti, Jurusan RMA-006 Karakterisasi dan Uji 14:20-14:30 Dedet
Gunawarman, Teknik Keras Titanium Tipe β Nirwanto,
Jon Affi Mesin, Ti-12Cr Resti
Universitas Muhlita
Andalas Putri

xi
PARALLEL SESSION 2
(14.30 – 15.45)
Bidang : IND + RME
Moderator : Hendery Dahlan Ph.D
Ruang :1

Bidang : RMA + REN


Moderator : Endri Yani, MT
Ruang :2

xii
Susunan Acara Parallel Session II (14.30 – 15.45 WIB)

Bidang : Inovasi Rekayasa Industri + Inovasi Rekayasa Mekanik


Moderator : Hendery Dahlan Ph.D
Ruang : Ball Room Ruang 1

No Nama Instansi Kode Judul Makalah Pukul PIC


1 Dendi Adi Jurusan IND-007 Optimalisasi Proses 14.30-14.40 Muslihul
Saputra, Teknik Assembly Pesawat Hakim,
Eka Satria, Mesin, Tanpa Awak dengan Rinaldi
Gusman Universitas Pendekatan Produk Alexander
Arif Pandi Andalas Work Breakdown
Structure (PWBS)
2 Dendi Adi Jurusan IND-008 Perancangan 14.40-14.50 Muslihul
Saputra, Teknik Pesawat Tanpa Hakim,
Eka Satria, Mesin, Awak (Unmenned Rinaldi
Roffi Universitas Aerial Vehicle) Alexander
Ardinata Andalas Untuk Pencitraan
Lokasi Siaga
Bencana di Sumatera
Barat
3 R. K. Arief Jurusan RME-001 Digital Technical 14.50 - 15.00 Muslihul
Teknik Documentation With Hakim,
Mesin, PDM Workgroup Rinaldi
Universitas Alexander
Muhammad
iyah
Sumatera
Barat
4 Lovely So, Jurusan RME-002 Pembuatan Mesin 15.00 - 15.10 Muslihul
Fadli Teknik Penyortir Produk Hakim,
Hafizulhaq Mesin, Berdasarkan Warna Rinaldi
Universitas Berasis Alexander
Andalas Mikrokontroler
Arduino UNO R3
5 Eka Satria, Jurusan RME-003 Penghitungan 15.10 - 15.20 Muslihul
Farla Teknik Numerik Beban Hakim,
Kurnia, Mesin, Kritis Buckling Rinaldi
Jhon Malta, Universitas struktur Kolom Alexander
Mulyadi Andalas Bertingkat (Stepper)
Bur Akibat Beban Tekan
Aksial Berbasiskan
Metode Beda
Hingga
6 Randi Jurusan REN-004 Kaji Ekperimental 15.20-15.30 Muslihul
Metra, Teknik Performansi Kompor Hakim,
Mulyanef, Mesin FTI- Gas Untuk Rinaldi
Kaidir Universitas Mengolah Air Laut Alexander

xiii
Bung Hatta Menjadi Garam
7 Zaini, Jurusan REN-005 Monitoring 15.30-15.40 Muslihul
Randi Teknik Pemakaian Energi Hakim,
Novaldi Elektro Listrik Gedung Rinaldi
Universitas melalui WSN Alexander
Andalas

xiv
Susunan Acara Parallel Session II (14.30 – 15.45 WIB)

Bidang : Inovasi Rekayasa Material + Inovasi Rekayasa Energi


Moderator : Endri Yani, MT
Ruang : Ball Room Ruang 2

No Nama Instansi Kode Judul makalah Pukul PIC

1 Slamet Pusat RMA-007 Penggunaan FTIR 14:30-14:40 Yuzalmi


Priyono, Penelitian Untuk Menentukan Fernando
Titik Fisika- Keberadaan Phasa , Rada
Lestarinings Lembaga pada Material Mardians
ih, Ilmu Keramik yah
Bambang Pengetahuan
Prihandoko Indonesia
2 Yunaidi Jurusan RMA-008 Perbandingan 14:40-14:50 Yuzalmi
Teknik Kekerasan, Fernando
Mesin, Struktur Mikro, , Rada
Politeknik Komposisi Kimia Mardians
LPP dan Kekuatan Tarik yah
Yogyakarta Rantai dan Sproket
Sepeda Motor
Produk Asli, OEM
dan Non-OEM
3 Roni Jurusan RMA-009 Analisa Kandungan 14:50-15:00 Yuzalmi
Novison Teknik Gas CO2 Terhadap Fernando
Firman Mesin, Variasi Temperatur , Rada
Ridwan Universitas dan Waktu pada Mardians
Andalas Proses yah
Penyangraian
4 Adee M. Jurusan RMA-010 Analisis Efek dari 15:00-15:10 Yuzalmi
Ilham, Is Teknik Sistem STUCCO Fernando
Prima Mesin, Terhadap , Rada
Nanda Universitas Permeabilitas pada Mardians
Andalas Cetakan Keramik yah
Investment Casting
5 Mulyanef, Jurusan REN-001 Kaji Eksperimental 15:10-15:20 Yuzalmi
Rio Ade, Teknik Mesin Alat Pengolahan Fernando
Duskiardi Universitas Air Laut Energi , Rada
Bung Hatta Surya Untuk Mardians
Menghasilkan yah
Garam dan Air
Tawar
6 Novita Sari Jurusan REN-002 Potensial Limbah 15:20-15:30 Yuzalmi
dan Teknik Kulit Durian Fernando
Iskandar R., Mesin, (Durio Zibethinus , Rada
MT Universitas L.) Sebagai Bahan Mardians
Andalas Penghasilan Biogas yah

xv
dengan Variasi
Campuran dan
Rasio C/N
7 Wahyu Jurusan REN-003 Analisi Pengaruh 15.30 - 15.40 Muslihul
Hidayat, Teknik Tubukensi Hakim,
Aep Mesin, Terhadap Rinaldi
Suharto, UNISMA Homogenitas Alexander
Anwar Bekasi Campuran Udara
Ilmar dan Bahan Bakar
Ramadhan dalam Ruang
Silinder Motor
Bensin dengan
Simulasi CFD
(Computational
Fluid Dynamic)

xvi
DAFTAR ISI

Sambutan Ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas Andalas ............................i


Sambutan Dekan Fakultas Teknik Universitas Andalas ......................................ii
Sponsor dan Organisasi Pendukung .....................................................................iii
Panitia Pelakasana ...................................................................................................iv
Dewan Redaksi .........................................................................................................iv
Topik Seminar ..........................................................................................................v
Keynote Speakers ......................................................................................................v
Susunan Acara .........................................................................................................vi
Daftar Isi ...................................................................................................................xvii

INOVASI REKAYASA INDUSTRI

Ranking Criticality of Maintenance Waste Using Modified Fmea Model


Agung Sutrisno .........................................................................................................1

Impelementasi Quality Function Deployment (QFD) Dalam Usaha


Peningkatan Kualitas Pelayanan di Swalayan
Yesmizarti Muchtiar, Heru Zikri Arsyad...............................................................2

Evaluasi Kinerja Tungku Peleburan Logam Buatan Sendiri


Benny Siantury, Yusep Mujalis, Yosca Octaviano, Tono Sukarnoto,
Rianti Dewi Sulamet-Ariobimo...............................................................................3

Analisis Waktu Produksi pada Proses Penyambungan Komponen Rakitan


Roda Bajak (Ht-Pd-008) dengan Menggunakan Perkakas Bantu Pengelasan
untuk Produksi Masal Komponen-Komponen Hydrotiller
Adam Malik, Irval Diska.........................................................................................4

Alat Pengaman Pintu Rumah Menggunakan Pin Kode dan Sensor Getar
Berbasis Mikrokontroler ATMEGA8535
Habibul Fuadi Azni, Zulkifli Amin.........................................................................5

Pengeditan Model Surface Tangan Manusia Hasil 3D Scanner menjadi


Model Solid dengan Menggunakan Perangkat Lunak Autodesk 3D Max
Design dan Netfabb
Topan Prima Jona, Zulkifli Amin ...........................................................................6

Optimalisasi Proses Assembly Pesawat Tanpa Awak dengan Pendekatan


Product Work Breakdown Structure (PWBS)
Dendi Adi Saputra M, Eka Satria, Gusman Arif Pandy ......................................8

xvi
Perancangan Pesawat Tanpa Awak (Unmanned Aerial Vehicle) untuk
Pencitraan Lokasi Siaga Bencana di Sumatera Barat
Dendi Adi Saputra M, Eka Satria, Gusman Arif Pandy ......................................9

INOVASI REKAYASA ENERGI

Studi Performansi Air untuk Irigasi Pertanian di Desa Sumagek Nagari Sumani
Kabupaten Solok
Mulyanef, Kaidir, Duskiardi ...................................................................................10

Potensial Limbah Kulit Durian (Durio Zibethinus L.) sebagai Bahan


Penghasil Biogas dengan Variasi Campuran dan Rasio C/N
Novita Sari, Iskandar R...........................................................................................11

Analisis Pengaruh Turbulensi Terhadap Homogenitas Campuran Udara


dan Bahan Bakar dalam Ruang Silinder Motor Bensin dengan Simulasi
CFD (Computational Fluid Dynamic)
Wahyu Hidayat, Aep Surahto, Anwar Ilmar Ramadhan. ....................................12

Kaji Eksperimental Performansi Kompor Gas untuk Mengolah Air Laut


menjadi Garam
Randi Metra, Mulyanef, Kaidir ..............................................................................13

Monitoring Pemakaian Energi Listrik Gedung melalui WSN


Zaini, Randi Novaldi................................................................................................14

INOVASI REKAYASA MATERIAL

Pembuatan Serbuk Ti 64Al 4V dan SS 316L Halus Sebagai Bahan Dasar


Implan Tulang Berpori Dengan Perlakuan Mekanik
Adhytia Farma Arsal, Ilhamdi, Gunawarman ......................................................15

Pembuatan Serbuk Ti 6Al 4V Dan Stainlees Steel 316L yang Halus


sebagai Bahan Dasar Implan Tulang Berpori dengan Perlakuan Termo-
Mekanik
Widia Siviyana, Gunawarman, Ilhamdi ................................................................16
Pengaruh Rasio Massa Bijih Besi dengan Reduktor dan Temperatur
Reduksi pada Proses Reduksi Langsung Menggunakan Reduktor Arang
Kayu
Is Prima Nanda, Dafmiko........................................................................................17

xvii
Perilaku Korosi Titanium dalam Larutan Modifikasi Saliva Buatan untuk
Aplikasi Ortodontik
Sanny Ardhy, Gunawarman, Jon Affi ....................................................................18

Pengaruh Perlakuan Termomekanik terhadap Keuletan Paduan Ti-6Al-4V


Untuk Aplikasi Ortopedi
Abdul Ajiz, Gunawarman, Jon Affi........................................................................19

Karakterisasi dan Uji Keras Titanium Tipe β Ti-12Cr


Nurbaiti , Gunawarman, Jon Affi...........................................................................20

Penggunaan FTIR untuk Menentukan Kaberadaan Phasa pada Material


Keramik
Slamet Priyono, Titik Lestariningsih, Bambang Prihandoko..............................21

Perbandingan Kekerasan, Struktur Mikro, Komposisi Kimia, Dan


Kekuatan Tarik Rantai Dan Sproket Sepeda Motor Produk Asli, OEM,
Dan Non-OEM
Yunaidi ......................................................................................................................22

Analisa Kandungan Gas CO2 Terhadap Variasi Temperatur dan Waktu pada
Proses Penyangraian
Roni Novison, Firman Ridwan................................................................................23

INOVASI REKAYASA MEKANIK

Analisis Efek dari Sistem Stucco Terhadap Permeabilitas pada Cetakan


keramik Investement Casting
Is Prima Nanda, Adee M. Ilham .............................................................................24

Digital Technical Documetation with PDM Workgroup


R.K Arief ...................................................................................................................25

Pembuatan Mesin Penyortir Produk Berdasarkan Warna Berbasis


Mikrokontroler Arduino UNO R3
Lovely Son, Fadli Hafizulhaq..................................................................................26

Penghitungan Numerik Beban Kritis Buckling Struktur Kolom Bertingkat


(Stepper) Akibat Beban Tekan Aksial Berbasiskan Metode Beda Hingga
Eka Satria, Farla Kurnia, Jhon Malta, Mulyadi Bur. ..........................................27

xviii
Kode Makalah: IND-001 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

Ranking Criticality of Maintenance Waste Using Modified FMEA Model

Agung Sutrisno

Department of Mechanical Engineering


Sam Ratulangi University
Kampus Bahu, Manado, Sulawesi Utara 95115
E-mail:agungsutrisno@unsrat.ac.id

Abstract

Motivated by growing importance of sustainability issues nowadays, endeavour to improve criticality assessment
model to rank factors affecting the occurrence of non-value added operation in industrial practice is important.
While studies focusing on the performance improvement of Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) are
abundantly available in product design and manufacturing, the situation is in contrary in maintenance engineering
discipline. This study shows an improved modification of FMEA model to rank the criticality of maintenance waste
from maintenance operation. An illustrative example of the proposed model is demonstrated using case example
from industrial maintenance practice is given.

Keywords: Modified FMEA, Maintenance Waste, Waste Priority Index (WPI) and Risk Priority Number
(RPN).

1. Introduction Difference from the formulation of the Risk Priority


Number (RPN) in Conventional FMEA, in the
Driven by growing issues pertaining to sustainability, modified FMEA of this study, the probability
creating an improved methodology for accessing components are split into two, probability of waste
waste is important (Garreti and Taisch, 2013). While occurrence and probability of waste avoidance.
the role and contribution of studies advancing
sustainability from product design and manufacturing The waste probability avoidance score reflects the
discipline are abundantly available in literature, the probability of the maintenance waste avoidance during
situation is contrary from maintenance management maintenance operation. Considering that probability is
and engineering discipline. According to having a score ranging from 0 to 1, the determination
Ventakasubramanyan (2005), contribution of of maintenance waste avoidance score is based on
maintenance discipline supporting sustainable numerical value between 0 and 1. Numerical score 0
manufacturing operations is still mostly focus on represents impossibility of a particular waste mode to
extending equipment lifetime. Motivated by scarcity be avoided and 1 represent the certainty to avoid the
on studies to support creation of sustainable maintenance waste occurrence. Meanwhile, the waste
manufacturing operation from maintenance occurrence scale represents the possibility of a
perspective, this paper intended to propose particular waste will occur as in conventional FMEA.
modification of the engineering tool, the FMEA, to
minimize the waste of maintenance activities from 2.2. Waste Detect ability Occurrence
the lean manufacturing perspective. In attempt to By using control or inspection methods owned by firm,
reach above goal, first, we proposed an improved companies can determine the scale of waste ease of
decision support model for ranking maintenance detection. In other words, wastes detect ability
waste. Next, the proposed model is applied into occurrence representing the probability of company’s
electricity generating company. Discussions and ability to detect the occurrence of specific waste. The
opportunities for further investigation are given in scale of waste detectability occurrence is similarly
conclusion. based on 0-1 scale as in previous probability scale.

2. Waste Priority Number-Model Development 2.3 Waste Severity Score


2.1. Probability of Waste Occurrence and Avoid The occurrence of a particular waste will cause many
ability consequences. Those could be in the form of increased
lead time, dissatisfied consumers, safety matters,

1
Kode Makalah: IND-001 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

financial losses and others. Evaluation of the waste Erroneous 0.2 0.7 0.027 0.0037 3
occurrence should consider many aspects such as Maintenance
economics, environmental, safety, reputational and so activities
on. Considering that maintenance waste may have
many consequences in terms of negative technological, Referring to case example, duplicating maintenance
economical, safety reputational impact; the use of data becomes the most critical waste to be remedied
multi criteria decision tool such as the AHP can aid followed by additional waiting time for maintenance
decision makers in appraising severity of maintenance process and the least waste, erroneous maintenance
waste consequences using multiple criterion ( Singh activities.
and Kulkarni, 2013).
Determining an improved model for maintenance
Finally waste priority number (WPN) which represents waste reprioritization is important for supporting the
the criticality of waste occurrence is obtained by realization of sustainable manufacturing. In this study,
multiplying the score of waste probability components a new model for accessing the criticality of
with waste detectability occurrence and its maintenance waste occurrences. Pertaining to its
consequences. benefits on offer, this study offers many benefits to
both of practical and theoretical purposes. First, the
model proposes probability components of failure
3. Research Methodology analysis into two components different from previous
modified FMEA references, probability of waste
In an attempt to validate the proposed modified FMEA mode avoidance, which in our opinion, is inherent in
model, a case study type research is used The company failure assessment and overlooked by previous
where the case example applied is electricity modified FMEA components. Second, it presents on
generating company. To achieve the targeted research the utilization of multi criterion aspect in appraising
goals, company visit, interviews, departments meeting the severity of maintenance waste effects making it
and investigating archival documents from enable to adapt the real situation where decision
maintenance and operations unit of the company are makers usually using many criterion in declining
performed. For obtaining relevant data pertaining to their decision. And at last, it develops a framework of
how maintenance and operation are practiced in its modified FMEA model for accessing the risk of
everyday activities, interview with maintenance, maintenance waste occurrence in which to our
quality assurance and operations manager who has knowledge, is vacant in previous study.
more than 15 years of working experiences is Despite the contributions offered, some limitations
conducted. In attempt to demonstrate the proposed are observable in the proposed modified FMEA
model for accessing the risk of maintenance waste model. First, depending on its application context,
causes, the criteria used to access the severity of difference industrial settings may give different
maintenance waste consequences are expected cost maintenance waste modes and in consequences
incurred when a particular waste occurred, customer different waste priority number will be exist.
dissatisfaction, the impact of maintenance waste to the
environment and electricity generating lead time. The 5. Conclusions
electricity generating lead time is defined as the time In this paper, an improved model for evaluating the
span from the occurrence of the maintenance work criticality of maintenance waste mode is proposed.
order request until the success on generating electricity The model presents new components for criticality
due to the completion of maintenance work. The assessment of maintenance waste modes using
weight of the maintenance waste category was based modification of FMEA. Different from previous works,
on the pair wise comparison among aforementioned probability of waste avoid ability aspect is considered
criteria using the AHP method. The result of such thus enable to consider the companies’ avoidability
quantification is given in table 1. capability in dealing with specific maintenance waste
4. Result and Discussion occurrence. Meanwhile, the use of AHP (Analytical
Hierarchy Process) in accessing the hierarchy of
Table 1. A Modified FMEA Sheet of Case Example maintenance waste consequences enables manager to
consider many qualitative and quantitative criteria on
Waste Mode P D S WPN Rank impact of maintenance waste occurrence. Intended to
Additional 0.1 0.7 0.011 0.0077 2 fill in the gap on reference focusing the application of
Waiting time spent modified FMEA in dealing with maintenance waste, in
for executing this study opens many further opportunities for
Maintenance process investigations. For instance, in some situations,
Duplicating 0.3 0.5 0.080 0.0120 1 solving the root cause of maintenance waste usually
Maintenance Data
consider contradiction among competing solutions. In

2
Kode Makalah: IND-001 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

resolving above situation, extending this study by


utilizing the TRIZ method for selection corrective
action in modified FMEA is a new opportunity for
study.

Acknowledgements

The author thanks Sam Ratulangi University for


funding this study under RUU Scheme 2015.

Nomenclature

P Probability of waste occurrences


D Detectability of waste occurrences
S Severity of waste consequences

WPN Waste Priority Number.

References

Garetti, M., and Taisch, M. Sustainable


Manufacturing: Trend and Research Challenges.
Production Planning and Control, Vol.23, no. 2-3,
(2013).

V. Venkatasubramanian. Prognostic and Diagnostic


Monitoring of Complex Systems for Product Lifecycle
Management: Challenges and Opportunities.
Computers and Chemical Engineering, Vol. 29, No.6,
(2005).

Constantino, F., Giulio, D.G., and M.Tromci,


Integrating Environmental Assessment of Failure
Modes in Maintenance Planning of Production
Systems. Applied Mechanics and Materials, Vols. 295-
298,( 2013)

Mahto, D. and Kumar, A. Application of Root Cause


Analysis in Improvement of Product Quality and
Productivity. Journal of Industrial Engineering and
Management System, Vol.1, No.2, (2008).
Singh, R.K. and Kulkarni, M.,S. Criticallity Analysis
of Power Plant Equipments Using AHP. International
Journal of Industrial Engineering and Technology,
Vol.3, Iss.4. (2013)

3
Kode Makalah: IND-002 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

IMPELEMENTASI QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD)


DALAM USAHA PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN DI SWALAYAN

Yesmizarti Muchtiar1), Heru Zikri Arsyad2)

1)
Jurusan Teknik Industri Universitas Bung Hatta.
Kampus III Proklamator, Jl. Gajah Mada No. 19 Olo Nanggalo Padang
2)
Alumni Teknik Industri Universitas Bung Hatta
E-mail: yesmizartimuchtiar@bunghatta.ac.id

Abstrak

Banyaknya usaha sejenis akan menimbulkan kompetisi diantara usaha tersebut. Demikian juga halnya dengan
usaha swalayan, sehingga menuntut setiap swalayan untuk lebih meningkatkan kualitas layanan yang diberikan.
Salah satunya Supermaket X yang melakukan perbaikan terhadap kualitas pelayanan yang telah mereka berikan.
Upaya perbaikan diawali dengan pengukuran kualitas layanan yang bertujuan untuk mengindentifikasi kepuasan
dan harapan yang diinginkan pelanggan. Kuesioner yang diberikan memiliki 18 variabel pertanyaan yang
dikelompokkan kedalam 5 dimensi kualitas yaitu Tangible (Bukti Fisik), Reliability (Keandalan), Assurance
(Jaminan), Responsiveness (Daya tanggap) dan Empaty. Selanjutnya, dilakukan pengukuran tingkat kepuasan dan
tingkat harapan dengan menggunakan metoda Service Quality, maka didapatkan nilai dari 18 variabel pertanyan
yang diajukan. Dari 18 variabel yang diukur kesenjangannya, semua variabel masih bernilai negatif, menandakan
harapan yang diinginkan konsumen belum dapat dipenuhi oleh pihak swalayan. Suara konsumen adalah faktor
yang terpenting dalam menjalankan usaha. Dengan hasil Serqual digunakanlah House Of Quality pada metoda
QFD untuk melihat prioritas perbaikan pelayanan yang harus ditingkatkan oleh pihak Swalayan. Hasil dari QFD
ini adalah: profesionalisme karyawan, sarana dan prasarana, adanya customer service, strategi pemasaran, adanya
jadwal dan promosi dan tampilan/display.

Keywords: kompetisi, harapan, kepuasan, suara konsumen

Pendahuluan pihak manajemen. Guna memenangkan persaingan,


maka pihak manajemen harus mengetahui sejauh
Pengukuran kepuasan pelanggan swalayan terhadap mana tingkat kepuasan konsumen terhadap kualitas
pelayanan jasa yang telah diterima merupakan suatu jasanya. Fasilitas dan layanan seperti apa yang
hal yang harus dilakukan dalam berkompetisi, diharapkan konsumen atas fasilitas serta layanan
terutama untuk usaha sejenis yang sangat banyak. swalayan.
Swalayan adalah suatu usaha yang dipengaruhi oleh
pelanggan. Pola pelayanan yang diterapkan oleh
manajemen perusahaan adalah pelayanan yang Metoda Eksperimen & Fasilitas Yang Digunakan
berorientasi pada konsumen. Hal ini disebabkan oleh
sistem pasar yang berdasarkan pada kehendak dan Penelitian diawali dengan metoda Service Quality
pilihan individual dari masing-masing pelanggan. menggunakan 18 variabel pertanyaan yang
Pada sistem ini, konsumen sangat menentukan bentuk dikelompokkan kedalam 5 dimensi kualitas yaitu
pelayanan seperti apa yang seharusnya diberikan oleh Tangible (Bukti Fisik), Reliability (Keandalan),
pihak manajemen, kepada konsumen mana pelayanan Assurance (Jaminan), Responsiveness (Daya tanggap)
tersebut ditujukan dan sumber-sumber apa yang dapat dan Empaty. Dari 18 variabel yang diukur
digunakan untuk menerapkan sistem pelayanan kesenjangannya, semua variabel masih bernilai
tersebut. negatif, menandakan harapan yang diinginkan
Penerapan pola pelayanan yang tepat memerlukan konsumen belum dapat dipenuhi oleh pihak swalayan
pengetahuan mengenai adanya perbedaan persepsi (Muchtiar, 2015).
dan tanggapan konsumen serta kriteria-kriteria
kepuasan konsumen atas pelayanan yang diberikan

1
Kode Makalah: IND-002 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

likert, jika tingkat harapan 4 berarti menunujukkan


bahwa karakteristik yang ada sangat dibutuhkan
dalam pelayanan.
Dari hasil pengolahan data pada tabel 2, didapat hasil
dari tahapan ini yang dibuat dalam planning matrix
seperti terlihat pada Tabel 3.

3. Pembentukan Sub matrik HOW’s


Sub matrik HOW’s didapatkan dari hasil wawancara
dan diskusi dengan pihak swalayan. Wawancara dan
diskusi yang dilakukan dengan pihak swalayan akan
Gambar 4.1 Diagram Kesenjangan menghasilkan Technical Response yang berhubungan
dengan swalayan untuk memenuhi keinginan
Mengaplikasikan pendekatan QFD dengan House of konsumen seperti pada Tabel 4.
Quality (HOQ) untuk memperjelas action plan dari
sini dapat diketahui persepsi dari konsumen dan 4. Pembentukan Sub Matrik Relationship
pihak swalayan sehingga dapat memperbaiki sistem Sub matrix relationship digunakan untuk mengetahui
jasa yang ditawarkan. karakteristik kualitas yang mendapatkan perhatian
dari pihak swalayan untuk meningkatkan kualitas
Hasil dan Pembahasan pelayanan, yang didapatkan dari hasil wawancara dan
diskusi dengan pihak swalayan. Hubungan yang
Pembentukan House Of Quality mungkin terjadi antara lain sebagai berikut :
1. Pembentukan Sub Matrik WHAT’S a. Hubungan yang lemah (lambang bobot = 1)
Customer needs diperoleh dari hasil perhitungan skor Menunjukkan bahwa perubahan besar pada kuantitas
servqual atribut yang bernilai negatif. Ini atau kualitas HOW’S mengakibatkan sedikit atau
menandakan bahwa performansi atribut tersebut tidak ada perubahan pada tingkat kepuasan
masih berada dibawah tingkat harapan pelanggan. konsumen.
b. Hubungan yang sedang ( lambang bobot = 3)
Tabel 1. Customer needs Menunjukkan bahwa sedikit perubahan pada
No Variabel kuantitas kualitas HOW’S mengakibatkan terjadinya
1 Lokasi yang mudah dijangkau dan strategis perubahan yang signifikan pada tingkat kepuasan
2 Tempat parkir yang nyaman
konsumen.
3 Fasilitas yang diberikan pihak swalayan
c. Hubungan yang kuat (lambang bobot = 9)
4 Besarnya Harga barang yang dijual
..........................................................
Menunjukkan bahwa sedikit perubahan pada
15 Kebersihan dan kenyamanan dalam maupun luar kuantitas atau kualitas HOW’S mengakibatkan
ruangan terjadinya perubahan yang signifikan pada tingkat
16 Kemudahan pelanggan meminta bantuan kepada kepuasan konsumen.
karyawan Hubungan antara customer needs dengan technical
17 Sistem komunikasi yang baik antara karyawan dan response pada Megaprima swalayan dapat dilihat
konsumen pada Tabel 5.
18 Memunculkan barang-barang dengan merk terbaru
yang masih langka dipasaran 5. Pembentukan Sub Matrik Technical Corelation
Pembentukan technical correlation untuk
2. Pembentukan Planning Matrik menunjukkan pengaruh karakteristik kualitas
Importance to Customer terhadap karakteristik kualitas lainnya. Tingkat
Tingkat keinginan konsumen diperoleh dari hasil korelasi yang digunakan adalah sebagai berikut :
penyebaran kuesioner terhadap tingkat harapan dari 1. Korelasi yang sangat positif ( simbol )
tiap-tiap elemen keinginan dan kebutuhan pelanggan Menunjukkan perubahan yang terjadi pada
berdasarkan skala yang telah ditetapkan. kebutuhan desain dapat langsung memberikan
Masing-masing variabel didapat dari daftar harapan dampak positif terhadap kebutuhan yang lain.
atau keinginan konsumen, seperti Tabel 2. 2. Korelasi yang positif ( simbol )
Dari hasil pengolahan data pada Tabel 2, maka Menunjukkan perubahan yang terjadi pada
dapat diketahui bobot masing-masing tingkat harapan suatu kebutuhan desain dapat langsung
pelanggan terhadap pelayanan swalayan. Pada tabel memberikan dampak positif terhadap
ini dapat dilihat seberapa penting atribut tersebut kebutuhan desain yang lainnya, dengan kadar
berdasarkan keinginan pelanggan. Setiap atribut yang lebih rendah dari korelasi sangat positif.
diberi bobot antara 1 sampai 4 berdasarkan skala 3. Korelasi yang sangat negatif ( simbol )

2
Kode Makalah: IND-002 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

Menunjukkan perubahan yang terjadi pada (hubungan positif) maupun yang saling melemahkan
suatu kebutuhan desain dapat langsung (hubungan negatif). Untuk memudahkan analisis
memberikan dampak negatif terhadap maka dimasukkan hubungan ini dibagian atas rumah
kebutuhan desain yang lainnya. kualitas seperti pada Gambar 2.

Technical correlation dapat saling berhubungan satu


sama lainnya baik hubungan yang saling mendukung

Tabel 2. Customer Importance


Customer Frekuensi Customer
Skor Keterangan
Needs 4 3 2 1 Importance
Sangat
1 26 24 0 0 176 4
diharapkan
Sangat
2 25 25 0 0 175 4
diharapkan
3 9 35 6 0 153 Diharapkan 3
Sangat
4 23 27 0 0 173 4
diharapkan
………………………………………………….
Sangat
15 17 33 0 0 167 4
diharapkan
16 13 36 1 0 162 Diharapkan 3
17 15 31 4 0 161 Diharapkan 3
18 9 38 3 0 156 Diharapkan 3

Tabel 3.Planning matrix


Costumer
4 3 2 1
Needs
1
2
3
4
…………………………..
15
16
17
18

Tabel 4. Technical Respone


Customer needs Technical respone
Tampilan/Display
Lokasi yang mudah dijangkau dan strategis
Sarana dan prasarana
Tempat parkir yang nyaman Sarana dan prasarana
Fasilitas yang diberikan pihak swalayan Sarana dan prasarana
Besarnya Harga barang yang dijual Strategi pemasaran
……………………………………
Kebersihan dan kenyamanan dalam maupun Profesionalisme karyawan
luar ruangan
Kemudahan pelanggan meminta bantuan kepada Adanya customer service
karyawan Profesionalisme karyawan
Sistem komunikasi yang baik antara karyawan Profesionalisme karyawan
dan konsumen Adanya customer service
Memunculkan barang-barang dengan merk Strategi pemasaran
terbaru yang masih langka dipasaran Adanya jadwal dan promosi

3
Kode Makalah: IND-002 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

6. Perhitungan Prioritas Technical Response Bobot technical response merupakan suatu ukuran
Besarnya technical response merupakan penilaian yang menunjukkan technical response yang perlu
yang dihitung berdasarkan tingkat keterhubungan mendapatkan perhatian atau diprioritaskan dalam
(relationship matrix) antar technical response hubungannya. Perhitungan terlihat pada Tabel 6.
terhadap keinginan pelanggan. .
Tabel 5. Hubungan Customer needs dengan Technical respone
Customer needs Technical respone Relationship
Kuat Sedang lemah
Tampilan/Display
Lokasi yang mudah dijangkau dan
strategis
Sarana dan prasarana
Tempat parkir yang nyaman Sarana dan prasarana

Fasilitas yang diberikan pihak swalayan Sarana dan prasarana

Besarnya Harga barang yang dijual Strategi pemasaran

…………………………………………..
Profesionalisme karyawan
Kemudahan mendapatkan pelayanan
pembelanjaan Strategi pemasaran

Keramahan karyawan Profesionalisme karyawan


Keamanan lingkungan yang membuat
Sarana dan prasarana
pengunjung menjadi nyaman
Kebersihan dan kenyamanan dalam
Profesionalisme karyawan
maupun luar ruangan

Tabel 6. Technical correlation


Karakteristik kualitas Karakteristik lainnya Hubungannya
Tampilan/Display Sarana dan prasarana Positif
Tampilan/Display Positif
Sarana dan prasarana
Profesionalisme karyawan Positif
Sarana dan prasarana Positif
Profesionalisme karyawan Adanya customer service Positif
Strategi pemasaran Positif
………………………………….
Adanya jadwal dan promosi Strategi pemasaran Positif
Strategi pemasaran Positif
Adanya customer service
Profesionalisme karyawan Positif

Tabel 6. Prioritas Karakteristik Teknik


Technical response AbsoluteImportance Relative importance (%) Prioritas
Tampilan / Display 36 5,17 6
Sarana dan prasarana 162 23,28 2
Profesionalisme karyawan 180 25,86 1
Strategi pemasaran 102 14,66 4
Adanya jadwal dan promosi 90 12,93 5
Adanya customer service 126 18,10 3

4
Kode Makalah: IND-002 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

Adanya jadwal dan promosi


Profesionalisme karyawan

Adanya customer service


Importance of what’s

Sarana dan prasarana

Strategi pemasaran
Tampilan/Display

Gambar 2. House of Quality

Referensi
Kesimpulan
Lou,C.,1995,Quality Function Deployment : How to
Dari hasil analisis dengan pendekatan QFD (Quality make QFD Work For You, Addison-Wesley
function Deployment) dapat ditentukan prioritas Publishing Company, California USA.
karakteristik pelayanan yang harus diperbaiki dan Muchtiar, Yesmizarti, 2015, Identifikasi Kualitas
dipenuhi oleh pihak Megaprima Swalayan adalah Pelayanan Swalayan X dengan Metoda
sebagai berikut : Service Quality, Jurnal Teknik
1. Profesionalisme karyawan Industri,Universitas Bung Hatta
2. Sarana dan prasarana Tjiptomo, F., Diana, A., 2000, Total Quality
3. Adanya customer service Management, Edisi Revisi,Penerbit Andi,
4. Strategi pemasaran Yogyakarta.
5. Adanya jadwal dan promosi
6. Tampilan/display

Ucapan Terima kasih

Terima kasih kepada LPPM Universitas Bung Hatta


yang mendanai penelitian ini.

5
Kode Makalah: IND-003 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

Evaluasi Kinerja Tungku Peleburan Logam Buatan Sendiri


1)
Benny Siantury, 2)Yusep Mujalis, 3)Yosca Octaviano, 4)Tono Sukarnoto dan 5)Rianti Dewi
Sulamet-Ariobimo

1,2,3,4,5)
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Universitas Trisakti
Gedung Hery Hertanto, Kampus A Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa No. 1, Grogol, Jakarta 11440
E-mail: rianti.ariobimo@gmail.com

Abstrak
Sebuah prototipe tungku peleburan logam telah dibuat menindaklanjuti proses perancangan.
Selanjutnya dilakukan evaluasi kinerja dari prototipe tersebut untuk melihat kemampuan peleburannya.
Uji coba prototipe dilakukan dalam 3 tahap. Pada tahap pertama uji coba dilakukan tanpa
menggunakan burner, sedangkan pada tahap 2 dan 3 uji coba dilakukan dengan menggunakan burner.
Uji coba dilakukan dengan kondisi prototipe kosong. Selain itu juga dilakukan pengukuran temperatur
gas panas yang dihasilkan burner. Hasil pengukuran temperatur gas buang pada tahap kedua adalah
360OC. Mengacu pada besarnya temperature yang berhasil dicapai dan kondisi asap yang dihasilkan
maka dilakukan beberapa perbaikan. Hasil pengukuran temperatur setelah perbaikan menunjukan
terjadinya peningkatan pada temperatur dan perbaikan kondisi asap yang dihasilkan.

Kata Kunci: tungku peleburan; konstruksi tungku; bahan bakar solar; temperatur; asap.

Pendahuluan modifikasi dengan membuat ulir pada dinding


Pada umumnya, dinding ruang pemanas pada ruang pemanas sehingga udara panas yang ada
tungku peleburan crucible berbentuk datar dapat diarahkan naik dan memanasi kowi secara
seperti terlihat pada Gbr. 1. Desain datar ini merata seperti terlihat pada Gbr. 2 dan Gbr. 3.
tidak efektif dalam mendistribusikan udara
panas seperti disampaikan pada prinsip Brown,
udara panas adalah fluida gas yang bergerak
bebas ke segala arah (Nelson, 2001). Gerakan
udara panas ini selanjutnya dikenal sebagai
gerakan Brown. Gerakan gas acak ke segala
arah secara bebas memungkinkan gas untuk
saling bertumbukan dan menyebabkan kerugian
panas (heat losses).

Gambar 2. Perancangan Tungku Peleburan [Mujalis


dkk, 2014]

Gambar 3. Prototipe Tungku Peleburan {Mujalis


dkk, 2014]
Gambar 1. Desain Umum Dapur Cruscible.
Paper ini membahas evaluasi kinerja dari
Pada perancangan tungku peleburan logam prototipe tungku peleburan logam buatan
buatan sendiri (Mujalis dkk, 2014) dilakukan sendiri (Gbr. 4) yang dibuat mengikuti metode
Kode Makalah: IND-003 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

perancangan VDI 2221 (Pahl dan Beitz, 1984) 3675/K/24/DJM/2006 tanggal 17 Maret 2006.
dengan kekhususan adanya alur untuk naiknya Selain itu sebelum dilakukan uji coba tahap 2
udara panas. dan 3, terlebih dahulu dilakukan pengukuran
temperatur nyala burner (solo run test atau free
burner).

Hasil dan Pembahasan


Hasil uji coba tahap pertama dapat dilihat pada
Gbr. 6. Terlihat keluarnya asap pada Gbr. 6.b.
menunjukan bahwa ulir bebas hambatan
sehingga udara panas dapat mengalir sempurna.

Gambar 4. Prototipe Tungku Peleburan [Mujalis


dkk, 2014]

a. Kertas pada Mulut Burner b. Asap Putih


Metoda Penelitian Gambar 6. Prototipe Tungku Peleburan
Proses uji coba tahap pertama dilakukan ketika
tungku peleburan sudah terbentuk sempurna Selanjutnya dilakukan pengukuran temperatur
dan dipasang pada dudukannya. Adapun tujuan udara panas yang dihasilkan oleh burner. Hasil
dari uji coba ini adalah untuk melihat pengukuran menunjukan bahwa temperatur
efektivitas dari alur yang dibuat. Metode yang udara panas adalah 950OC. Setelah diperoleh
digunakan adalah meniupkan udara ke kertas hasil pengukuran temperatur udara panas maka
yang dibakar pada mulut lubang burner dan dilanjutkan dengan uji coba tahap 2, yaitu
melihat ada tidaknya asap yang keluar. pengujian dengan memasang burner pada
tungku peleburan. Hasil uji coba menunjukan
bahwa temperatur udara panas pada bagian atas
tungku adalah rata-rata 360OC. Adanya
perbedaan antara temperatur udara panas yang
dihasilkan oleh pengujian free burner dengan
uji coba tahap 2 menunjukan terjadinya
penyerapan udara panas oleh dinding kowi.
Tingginya asap yang keluar menunjukan bahwa
a. Tampak Atas b. Tampak Depan udara panas yang keluar dari cerobong asap
Gambar 5. Posisi Thermocouple
masih memiliki kecepatan yang terjadi karena
adanya profil alur.
Proses uji coba tahap kedua dilakukan dengan
Hasil pengukuran temperatur pada uji coba
menggunakan burner. Tungku dalam keadaan
tahap 2 belum memenuhi target yang ditentukan
kosong dan tertutup. Proses uji coba ini
karena adanya aliran balik udara panas ke
dilakukan setelah diperoleh hasil positif dari uji
burner. Melihat kondisi ini dilakukanlah
coba tahap pertama.
evaluasi rancangan. Hasil evaluasi menemukan
Sedangkan uji coba tahap ketiga dilakukan
bahwa jarak burner tip sebesar 10 cm dari
setelah dilakukan perbaikan berdasarkan hasil
dinding kowi tidak memberikan cukup ruang
pengujian tahap kedua. Thermocouple yang
bagi gas panas untuk bergerak mencapai
digunakan pada pengujian ini diletakan pada
kesempurnaan pembakaran. Berdasarkan
bagian permukaan kowi seperti terlihat pada
temuan ini dilakukan perbaikan dengan
Gbr. 5
meninggikan dudukan kowi. Setelah dilakukan
Pada uji coba tahap 2 dan 3 digunakan bahan
perbaikan maka dilakukan uji coba kembali. Uji
bakar minyak solar yang memiliki spesifikasi
coba pertama setelah perbaikan dilakukan
dan nilai bakar sesuai dengan surat keputusan
dengan kondisi terbuka. Hasil pengukuran
Direktur Jendral Minyak dan Gas Bumi No.
temperatur pada uji coba ini menunjukan
Kode Makalah: IND-003 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

kenaikan temperatur hingga 342OC. Tetapi gas panas menjadi lambat. Kepadatan fluida gas
ketika selanjutnya dilakukan uji coba kedua dalam tungku akan mengganggu kinerja burner.
dengan kondisi tertutup ternyata hasil Selain itu dalam proses pembakaran diperlukan
pengukuran temperatur turun hingga 300OC oksigen. Lubang cerobong asap yang terlalu
diiringi dengan bunyi dengungan. Ketika kecil juga akan menghambat masuknya oksigen
dilakukan analisa terhadap asap yang dihasilkan sehingga pembakaran yang terjadi tidak
terlihat bahwa pembakaran yang terjadi belum sempurna.
sempurna. Guna mengurangi dengungan dan
kecepatan gas panas, maka dilakukan Kesimpulan dan Saran
pembesaran lubang cerobong asap. Uji coba Evaluasi kinerja yang dilakukan terhadap
dalam kondisi tertutup yang dilakukan setelah prototipe tungku peleburan logam buatan
proses perbaikan menghasilkan pengukuran sendiri menunjukan bahwa penggunaan profil
temperatur maksimum 390OC dan ulir pada dinding tungku akan membantu gas
berkurangnya bunyi dengungan. Selain itu asap panas untuk naik dan memanasi kowi secara
yang keluar terlihat tidak lagi hitam pekat. merata. Selain itu untuk mencapai temperatur
yang diinginkan maka jarak burner tip dan
lubang cerobong asap harus diperhatikan.

Ucapan Terima Kasih


Pembuatan prototipe dan evaluasi yang
dilakukan ini adalah bagian dari penelitian yang
dibiayai oleh Universitas Trisakti.

Gambar 7. Grafik Hasil Pengukuran Temperatur Referensi


- Mujalis, Y., Y. Octaviano, B. Siantury, T.
Semua hasil pengujian ini dapat dilihat pada Sukarnoto dan R. D Sulamet-Ariobimo,
Gbr. 7. Hasil yang diperoleh menunjukan Perancangan Tungku Peleburan Logam
bahwa terjadi perpindahan panas konveksi dari Buatan Sendiri, Proceeding Seminar
panas yang dihasilkan oleh burner ke dinding Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri
kowi. Selanjutnya perpindahan panas konduksi 2014,Universitas Andalas, Padang, 26
akan terjadi pada dinding kowi memanaskan Agustus 2014.
skrap didalam kowi sampai melebur. - Nelson, E, Dynamical Theories of
Selanjutnya terlihat juga bahwa gap antara Brownian Motion, Princeton University,
pengukuran temperatur free burner dengan uji Edisi ke-2, 2001
coba tahap 1 dan 2 menunjukan bahwa diameter - Pahl, G. dan W. Beitz, Engineering Design,
cerobong asap berpengaruh terhadap Springer-Verlag, London, 1984.
pembentukan temperatur tungku. Ukuran
cerebong asap yang terlalu kecil akan
menyebabkan terjadinya kepadatan fluida gas
dalam tungku karena kecepatan pengeluaran
Kode Makalah: IND-004 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

Analisis Waktu Produksi pada Proses Penyambungan Komponen Rakitan Roda Bajak (HT-PD-008) dengan
Menggunakan Perkakas Bantu Pengelasan untuk Produksi Masal Komponen-komponen Hydrotiller
1)
Adam Malik, 2)Irval Diska
1,2)
Jurusan Teknik Mesin FT-Unand
Kampus Unand Limau Manih, Padang 25163
adammalik@ft.unand.ac.id

Abstrak
Kurang memadai kapasitas dan kualitas produksi Industri-industri Alsintan merupakan akar permasalahan utama
dalam pengembangan Industri Alsintan Sumbar dalam rangka memenuhi target program swasembada dan
ketahanan pangan Sumbar. Target yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah terpenuhinya produksi Alsintan
Traktor Roda Dua oleh Industri-industri Alsintan yang ada di Sumbar dengan meningkatkan kapasitas dan kualitas
produksinya dengan cara pemanfaatan & aplikasi teknologi manufaktur melalui perencanaan proses manufaktur
yang baik dan optimal. Salah satunya adalah mengupayakan Waktu Produksi sesingkat mungkin dalam
memproduksi masal komponen-komponen pada Industri Alsintan tersebut. Penelitian ini bertujuan menganalisis
Waktu Produksi pada proses penyambungan Komponen Rakitan Roda Bajak dengan menggunakan Perkakas
bantu Pengelasan yang telah dirancang dan dibuat. Penelitian ini nantinya bermanfaat untuk meningkatan
kapasitas dan kualitas produksi Industri-industri Alsintan Sumbar. Untuk mencapai tujuan (metodologi) dilakukan
Proses Produksi Penyambungan Komponen Rakitan Roda Bajak dengan menggunakan Perkakas bantu yang telah
dirancang dan dibuat, dihitung dan diuji Waktu Produksi selama proses berlangsung kemudian dibandingkan
dengan Waktu Produksi pada proses penyambungan Komponen Rakitan Roda Bajak dengan menggunakan
Perkakas bantu seadanya pada Industri Alsintan (CV Citra Dragon) yang ada di Sumbar. Hasil menunjukkan
penggunaan Perkakas bantu yang telah dirancang dan dibuat menghasilkan Waktu produksi lebih baik.

Kata kunci : Hydrotiller, Rakitan Roda Bajak, Perkakas Bantu, Proses Pengelasan dan Waktu Produksi

Pendahuluan

Metoda Eksperimen & Fasilitas Yang Digunakan

Skema Numerik

Hasil dan Pembahasan

Gambar 1. Example text text text text text.

Kesimpulan

Ucapan Terima kasih

Nomenklatur

Referensi

Ho, C.A. & Sommerfeld, M. Title. Journal, Vol. xx,


xxxx-xxxx (2002)

1
Kode Makalah: IND-005 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

ALAT PENGAMAN PINTU RUMAH MENGGUNAKAN


PIN KODE & SENSOR GETAR BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA8535

1,a)
Habibul Fuadi Azni dan 2,b)Zulkifli Amin
1,2)
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Andalas
Kampus Limau Manis, Padang 25163
Email: ahabibulfuadiazni@yahoo.co.id, bzulkifliamin@ft.unand.ac.id

Abstrak

Keamanan dan kenyaman rumah sangat dibutuhkan oleh setiap manusia. mereka ingin rumahnya aman
dari pencurian dan pembobolan, serta apabila terjadi bencana alam seperti gempa bumi. Mereka bisa keluar
dengan mudah dari dalam ruangan. Keamanan dan kenyamanan ini tidak selalu dapat diwujudkan karena
kurangnya tingkat keamanan dan mahalnya biaya pengamanan ekstra. Salah satu upaya yang dapat digunakan
untuk mengatasi masalah tersebut adalah menggunakan alat pengaman pintu rumah otomatis yang mampu
memberikan pengamanan yang lebih baik dan tidak takut lagi akan terkunci didalam suatu ruangan ketika gempa
terjadi.
Tulisan ini membahas tentang perancangan alat pengaman pintu rumah menggunakan pin kode dan sensor
getar berbasis mikrokontroler ATMega8535. Langkah-langkah dari pembuatan alat ini adalah merancang
rangkaian elektronika, pembuatan sistem mekanik, dan pemograman mikrokontroler AVR ATMega8535 dengan
software Code Vision AVR. Sistem mekanik alat dirancang agar pintu dapat bergerak secara horizontal. Pintu
berdimensi 145 x 95 x 3 mm. Sebagai pengontrol atau pusat kendali digunakan mikrokontroler ATMega8535.
Sistem kontrol alat pengaman pintu otomatis ini memiliki input berupa penginputan deret password, penekanan
tombol push button, dan pendeteksian getaran. Input ini selanjutnya akan membuat pintu bergerak terbuka dan
menutup kembali dengan sendirinya. mikrokontroler akan membunyikan buzzer apabila penginputan deret
password salah dan adanya pemaksaan dalam membuka pintu.
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan pada alat pengaman pintu otomatis , alat mampu mendeteksi
suatu besaran getaran yang dihasilkan oleh motor dc yang dilakukan dengan memvariasikan sensitifitas sensor
dalam menerima getaran dan memvariasikan besarnya getaran yang diberikan.

Kata Kunci: Keamanan, kenyamanan, Alat Pengaman Pintu Otomatis, Mikrokontroler ATMega8535, password, getaran,
buzzer
Kode Makalah: IND-006 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

Pengeditan Model Surface Tangan Manusia Hasil 3D Scanner menjadi


Model Solid dengan menggunakan Perangkat Lunak Autodesk 3D Max
Design dan NetFabb

1,a)
Topan Prima Jona dan 2,b)Zulkifli Amin
1,2
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Andalas
Kampus Limau Manis, Padang 25163
E-mail: heyutojona@gmail.com, b zulkifliamin@ft.unand.ac.id
a

Abstrak

Modifikasi atau pembuatan anggota tubuh tiruan diminati oleh orang yang sangat
membutuhkannya, seperti orang yang mengalami amputasi kaki atau tangan dan rusaknya gigi. Salah satu
solusi untuk masalah di atas adalah pembuatan artificial limbs seperti prosthetic hand. Solusi seperti
tangan artificial dan prosthetic sangat diminati pada saat ini. Adanya teknologi reverse engineering
dengan alat 3D Scanner dan tersedianya mesin additive manufaktur memungkinkan untuk membuat tangan
artificial. Kondisi inilah yang melatar belakangi tujuan penelitian ini yakni untuk melakukan pengeditan
model surface tangan manusia hasil 3d scanner menjadi model solid dengan menggunakan perangkat lunak
autodesk 3d max design dan netfabb.
Untuk mendapatkan hasil penelitian langkah yang dilakukan untuk menghasilkan tujuan tersebut
adalah menentukan objek pengujian, melakukan scan pada tangan manusia dengan alat 3D Handy Scanner
Exanscan dengan tiga metode dan kemudian dilakukan proses editing dan pengkonversian format data
output dari scanner kedalam bentuk yang mampu diakses oleh mesin rapid prototyping.
Pada penelitian ini, dihasilkan sebuah model tangan manusia dalam bentuk model solid dengan
format data .stl dengan ukuran 908 KB. Untuk mendapatkan hal ini, telah digunakan dua software yang
berbeda yaitu software Autodesk 3D Max Design dan software Netfabb Basic.
Dari penelitian ini didapat kesimpulan bahwa proses reverse engineering dapat diterapkan untuk
pembuatan prosthetic hand dengan memanfaatkan alat 3D Handy Scanner Exanscan sebagai langkah awal
untuk mendapatkan data untuk mempersiapkan model solid. Untuk dapat menghasilkan model solid dengan
format data .stl dan kemudian dapat digunakan pada mesin additive manufacture atau rapid prototyping
maka diperlukan teknik pengambilan data dengan alat 3D Handy Scanner Exanscan dan proses editing.
Dengan menggunakan software Netfabb dihasilkan output yang lebih baik daripada software Autodesk 3D
Max Design. Output dari Autodesk 3D Max Design memiliki sudut-sudut baru pada nurbs (permukaan tidak
beraturan) objek dan hasil editannya tidak dapat mengikuti pola dari nurbs tersebut , sedangkan hasil
output software netfabb ketika editing dapat mengikuti pola nurbs objek sehingga hasilnya jauh lebih baik.

Kata Kunci: Model, Solid, Surface, 3D scanner, additive manufacture, prototyping, software, editing, konversi,
artificial limbs, prosthetic

gigi atau rekrontruksi rahang. Dengan adanya


Pendahuluan artificial limbs dan prosthetic limbs[1], hal ini
terkadang dapat membantu.
Dalam bidang medical, banyak Pada saat ini telah berkembang metoda
diperlukan modifikasi atau pembuatan anggota reverse engineering dan teknologi additive
tubuh tiruan bagi yang diamputasi dan orang yang manufakturing. Reverse engineering [2] adalah
kehilangan atau cacat anggota tubuhnya akibat pengolahan komponen atau data yang telah ada
kecelakaan atau cacat lahir. Contohnya adanya dan dibuat kembali. Salah satu metode
kaki atau tangan yang diamputasi dan rusaknya pengambilan data reverse engineering yaitu
Kode Makalah: IND-006 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

dengan menggunakan metode scanning dengan


laser, seperti penggunaan 3D scanning Exascan.
Addictive Manufacturing adalah nama yang
diambil untuk mengambarkan teknologi yang
dapat membuat 3D objek dengan cara membaca
data dari Computer Aided Design atau CAD dan
menambahkan lapisan berturut-turut hingga Gambar 1. 3D Handy Scanner Exascan[6]
menjadi sebuah komponen. Salah satu contoh
mesin addictive Manufacturing adalah mesin 3D
(tiga dimensi) printing [3].
3D scanning dapat men-scan komponen
tiga dimensi dalam bentuk visual, sedangkan 3D
printing dapat mencetak atau membuat tiruan
anggota tubuh yang teramputasi dalam bentuk
model solid [4]. Contohnya ketika tangan kanan
diamputasi, maka dilakukan scanning pada tangan
kiri dan diberikan perlakuan mirror, sehingga Gambar 2. Positioning target
didapat hasil yang sama dengan tangan kanan
yang diamputasi kemudian dicetak dengan Setelah dilakukan scanning pada objek,
menggunakan 3D printing. maka hasil output dari scanner dilihat kembali
Data sebuah model yang diperoleh dari secara visual apakah output memiliki lubang
3D Scanning tidaklah dapat langsung digunakan (cacat) yang memungkinkan untuk diedit atau
untuk dicetak dengan menggunakan mesin tidak. Jika secara visual tidak memungkinkan
additive manufakturing. Data berupa model untuk dilakukan proses editing, maka perlu
surface[5] hasil 3D scanning harus dirubah dilakukan proses scan kembali.
menjadi model solid dan kemudian dikonversikan Setelah mendapatkan hasil output dari 3D
menjadi format data .stl (Standard Triangulation Handy Scanner Exascan, selanjutnya dilakukan
Language). Walaupun pada umumnya semua proses editing. Editing pertama dengan
software CAD dapat mengkonversikan model menggunakan Software VxElements untuk
solid mejadi format data .stl, tetapi tidak selalu penampakan real time secara visual hasil dari
dapat menghasilkan file yang dapat di-print oleh scanner dan sebagai pengeksport hasil .csf
mesin additive manufakturing. menjadi .stl file. Software VxElements juga
Pada tulisan ini dibahas tentang berfungsi untuk menghapus objek sekunder dari
pemanfaatan teknologi 3D scaning untuk objek primer (yang tidak diperlukan).
pengambilan data objek anggota tubuh palsu Setelah mendapatkan output dari hasil
(artificial limbs) manusia yakni tangan berupa editing dengan Software VxElemets, maka file .csf
model surface. Kemudian mengolah dan di-export menjadi data .stl sehingga dapat diedit
mengedit data tersebut menjadi model solid yang kembali. Editing kedua ini dilakukan dengan
nantinya dapat dirubah kedalam format data .stl. menggunakan Software Autodesk 3Dmax Design
File data dalam format .stl yang dihasilkan ini Inventor dan Software Neftabb
dapat di-print oleh mesin additive manufakturing. sebagai proses editing dari model surface menjadi
model solid. Pada editing kedua ini harus
Metododologi dipastikan bahwa solid model yang dihasilkan
haruslah mempunyai volume yang bernilai positif
Langkah pertama yang dilakukan dalam dan volume model harus tertutup (jika diibaratkan
pembuatan model solid tangan palsu (prosthetic sebuah wadah, maka wadah tersebut tidak bocor
hand) manusia adalah pengambilan data objek jika diisi air).
dengan 3D Handy Scanner Exascan seperti Langkah selanjutnya adalah
terlihat pada Gambar 1. Sebelum melakukan pengkonversian file model solid menjadi model
scanning, maka dilakukan pemasangan titik-titik dengan format data .stl.
positioning target pada objek yang akan di-scan,
yaitu objek tangan manusia seperti terlihat pada
Gambar 2.
Kode Makalah: IND-006 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

Hasil dan Pembahasan


Hasil proses scanning objek berupa
tangan yang diperoleh dari 3D Handy Scanner
Exascan, kemudian dibuka dengan dua jenis
Software yakni Netfabb dan Autodesk 3D Max
Design. Bentuk output jika file dibuka dengan
Software Netfabb sebelum editing dapat dilihat
pada Gambar 3.a, sedangkan pada Gambar 3.b
merupakan Gambar 3.a setelah proses editing
dimana ketidaksempurnaan pada Gambar 3.a telah
diperbaiki. Gambar 4.b Input Autodesk Surface to Solid
(bawah)

File yang sama setelah proses editing dari model


surface ke model solid dapat dilihat pada Gambar
5.a (tampak depan) dan Gambar 5.b (tampak
bawah).

Gambar 3.a Input Neftabb Surface Modeling to


Solid Modeling

Gambar 5.a Ouput Autodesk Surface to Solid


(depan)

Gambar 3.b Output Neftabb Surface Modeling to


Solid Modeling
Bentuk output file yang sama dengan file
Gambar 3.a diperoleh dari 3D Handy Scanner
Exascan. Jika dibuka dengan Autodesk 3Dmax
Design, dapat dilihat seperti pada Gambar 4.a
(tampak depan) dan 4.b (tampak bawah).

Gambar 5.b Output Autodesk Surface to Solid


(bawah)

Pada saat scanning dapat dilihat pada Gambar 6


(tampak bertumpu), bahwa hasil permukaan
scanning dengan menumpukan tangan diatas
objek lain akan memiliki hasil permukaan yang
jauh lebih baik dari pada hasil scanning tidak
bertumpu (steady hand) pada Gambar 7 (tidak
Gambar 4.a Input Autodesk Surface to Solid bertumpu). Hal ini dikarenakan tidak konstannya
(depan) peletakan tangan tanpa tumpuan sehingga terjadi
Kode Makalah: IND-006 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

cacat pada permukaan objek output berbentuk menggunakan Software Autodesk 3Dmax design,
tidak beraturan dan berongga. hasil editan tidak dapat menutup cacat (lubang)
dengan mulus, karena pada saat memberikan
perlakuan menu ”cap” permukaan justru memiliki
sudut baru. Penjelasan tersebut dapat dilihat pada
Gambar 8 berikut.

Gambar 6 Pada Meja

Gambar 8 Proses Surface scanning

Dilihat dari proses pengeditannya, metoda


dengan menggunakan menu “cap” tidak dapat
dilakukan secara otomatis keseluruh permukaan
objek tangan, melainkan harus menutup cacat
(lubang) secara manual dan satu-persatu. Setelah
menyelesaikan semua penutupan cacat (lubang)
Gambar 7 Steady hand pada permukaan objek, belum tentu hasilnya
dapat dicetak dengan mesin 3D printing. Hal ini
Penempatan positioning target sangat dikarenakan adanya cacat (lubang) yang tidak
menentukan hasil dari output scanner. Karena dapat dilihat karena sangat kecilnya lubang
scanner hanya membaca target secara tersebut.
triangulation, maka jika positioning target Kelebihan dari menggunakan Software
diletakkan tidak sesuai dengan triangulation maka Autodesk 3Dmax design, yaitu dapat mengolah
pada sudut yang dalam tidak akan terbaca pada data output secara manual dan dapat mengetahui
scanner. Hal ini mengakibatkan terjadinya cacat posisi cacat (lubang) secara visual.
yang dalam pada setiap sudut dari proses Kekurangan dari menggunakan Software
scanning yang tidak tertangkap oleh sensor. Autodesk 3Dmax design, yaitu hasil permukaan
Cara penggunaan positioning target yaitu yang tidak mulus, dan sangat susah menemukan
dengan menempelkannya pada permukaan objek. cacat (lubang) kecil pada permukaan objek
Karena cara penggunaannya ditempel, maka tangan. Output scanner memiliki hasil resolusi
sangat mudah terlepas dari kulit yang lembab yang cukup tinggi sehingga diperlukan komputer
seperti telapak tangan. Jika saat scanning, salah yang spesifikasinya cukup memadai.
satu titik positioning target terlepas, maka ketika Pada pengeditan dari model surface
dipasang kembali dapat mengubah hasil dari menjadi model solid dengan menggunakan
scanning objek tersebut, dikarenakan perubahan Software Netfabb, permukaan objek tangan dapat
sudut. Walaupun perubahan peletakan positioning diedit secara otomatis dengan menu repair. Hasil
target tidak terlihat, maka perubahan yang output dari Software Netfabb dapat langsung di
sederhana itu sangat mempengaruhi perubahan cetak dengan 3D printer, karena hasil output telah
hasil scanner yang menyebabkan tidak mulusnya solid modeling. Bagus atau tidaknya output
hasil permukaan objek tangan tersebut. dengan software Netfabb, tergantung dari hasil
Proses pengeditan dengan menggunakan scanner itu sendiri, apabila hasil scanner baik,
Software Netfabb dan Software Autodesk 3Dmax maka Software Netfabb ini secara otomatis dapat
design, tidak dapat menghasilkan hasil editing menutup cacat (lubang) sesuai dengan alur dari
yang nyaris sempurna. Ini dikarenakan hasil triangunal frameware objek tangan tersebut
scanning yang kurang baik. Kelebihan dari Software Netfabb, yaitu
Pada pengeditan pemukaan objek tangan proses editing diproses secara otomatis. Software
dari model surface menjadi model solid dengan ini dapat mengetahui cacat (lubang) pada objek
Kode Makalah: IND-006 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

tangan. Ketika proses repair dilakukan, cacat Referensi


(lubang) dapat ditutup dengan sempurna sehingga
menjadi model solid dan dapat di-print langsung [1]www.dashburst.com/Picture/handscanningDia
dengan 3D printer. Dengan menggunakan
kses pada tanggal 10 juli 2014.
software Neftabb proses rendering relatif cepat,
sehingga tidak perlu menggunakan komputer [2] Methodologies and Techniques for
dengan spesifikasi yang lebih. Reverse Engineering–The Potential for
Kekurangan yang terjadi saat mengedit Automation with 3-D Laser Scanners
file dengan menggunakan Software Netfabb, David Page, Andreas Koschan, and
adalah Software Netfabb yang digunakan Mongi Abidi, University of Tennessee,
merupakan Software Netfabb basic belum yang USA. Diakses pada tanggal 10 juli 2014.
pro. Karena menggunakan Software Netfabb [3] Objet User Manual Guide, 3D Printing
basic, sehingga tidak dapat menggunakan menu System Objet 30: http//www.objet.com.
toolbars yang lainnya. Fungsi dari Netfabb basic Diakses pada tanggal 10 juli 2014.
ini tidak lain hanya dapat melakukan beberapa [4]Introduction to Solid Modeling Parametric
hal, seperti melakukan pemotongan objek tangan, Modeling manual, Ken Youssefi. Diakses
meng-eksport data hasil penyimpanan, me-repair pada tanggal 10 juli 2014.
secara otomatis, dan merubah skala. [5] www.cadlab.tuc.gr/courses/cad/surface-
Dilihat dari output yang dihasilkan dari modeling-proe-wf-2.pdf. Diakses pada
kedua Software, hasil solid modeling yang lebih tanggal 10 juli 2014.
baik yaitu menggunakan Software Netfabb. Hal [6] Www.creaform3d.com /Training Script
ini dapat dilihat dari hasil editing permukaan Handyscan 3d. diakses pada tanggal 10 juli
objek tangan tersebut. Hasil output dari Software 2014.
Netfabb tidak memiliki cacat (lubang) halus pada
permukaan objek tangan, sedangkan output dari
Software Autodesk 3Dmax design, memiliki
banyak cacat (lubang) halus pada permukaan
objek tangan.

Kesimpulan

Dari penelitian ini didapat kesimpulan bahwa


proses reverse engineering dapat diterapkan untuk
pembuatan prosthetic hand dengan memanfaatkan
alat 3D Handy Scanner Exanscan sebagai langkah
awal untuk mendapatkan data untuk
mempersiapkan model solid. Untuk dapat
menghasilkan model solid dengan format data .stl
dan kemudian dapat digunakan pada mesin
additive manufacture atau rapid prototyping maka
diperlukan teknik pengambilan data dengan alat
3D Handy Scanner Exanscan dan proses editing
tertentu. Dengan menggunakan software Netfabb
dihasilkan output yang lebih baik daripada
software Autodesk 3D Max Design. Output dari
Autodesk 3D Max Design memiliki sudut-sudut
baru pada nurbs (permukaan tidak beraturan)
objek dan hasil editannya tidak dapat mengikuti
pola dari nurbs tersebut, sedangkan hasil output
software netfabb ketika editing dapat mengikuti
pola nurbs objek sehingga hasilnya jauh lebih
baik.
Kode Makalah: IND-007 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

Optimalisasi Proses Assembly Pesawat Tanpa Awak dengan Pendekatan Product Work Breakdown
Structure (PWBS)

Dendi Adi Saputra M1,a *, Eka Satria2,b, Gusman Arif Pandy3,c


1,2,3
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Andalas, Padang - Indonesia
E-mail: a,*dendiadisaputra05@gmail.com, bekasatria@ft.unand.ac.id,
c
gusmanarifpandy@gmail.com

Abstrak

Proses produksi Unmanned Aerial Vehichles (UAV) membutuhkan proses perancangan UAV yang meliputi Disain
pesawat seperti (fuselage, wing, horizontal stabilizer, vertical stabilizer, aileron, elevator, tail, dan wing). Proses
pembuatan memerlukan waktu yang lama sehingga diperlukan pembagian/perincian struktur pekerjaan
berorientasi produk yaitu pendekatan Product Oriented Work Breakdown Structure (PWBS).
Komponen-komponen UAV dikelompokan secara permanen berdasarkan karakteristik dan klasifikasinya dengan
memperhatikan atribut-atribut Disain dan manufaktur. Pada penelitian ini dilakukan optimalisasi proses perakitan
UAV berdasarkan pembagian dan pengelompokkan kerja yang berorientasi produk. Pendekatan metode critical
path method (CPM) digunakan untuk mengetahui waktu perakitan UAV yang optimal sehingga jadwal proses
produksi komponen dapat disusun dengan sistematis dan menghasilkan waktu yang lebih efektif dan efisien. Dari
hasil optimalisasi didapatkan waktu perakitan UAV adalah 139 menit yang dihitung berdasarkan urutan kegiatan
yang mengikuti jalur lintasan kritis proses perakitan.
Keywords: UAV, PWBS, optimalisasi, CPM, lintasan kritis

1. Pendahuluan industri pesawat ada dua pendekatan yang digunakan


yaitu System Work Breakdown Structure (SWBS) dan
Unmanned Aerial Vehicle (UAV) adalah sebuah Product Work Breakdown Structure (PWBS).
pesawat tanpa awak yang dapat dikendalikan dengan
Sistem SWBS sangat berguna dalam melakukan
kendali jarak jauh. Terdapat dua variasi control
inisialisasi estimasi dan tahapan Disain awal sebuah
pesawat tanpa awak ini pertama, pesawat dikontrol
pesawat. Sistem ini kurang sesuai/akurat jika
melalui pengendali jarak jauh, dan kedua, pesawat
digunakan untuk tahapan perencanaan, penjadwalan
yang terbang secara mandiri berdasarkan program
dan eksekusi proses manufaktur yang berorientasi
yang dimasukkan ke dalam pesawat sebelum terbang.
pada zona atau produk karena sifatnya yang terlalu
Proses perancangan UAV yang meliputi disain model luas dalam mengidentifikasi paket kerja sehingga
pesawat (fuselage, wing, nose, horizontal stabilizer, kurang efektif untuk mengontrol material, jam orang
vertical stabilizer, aileron, elevator, tail dan boom) dan jadwal pembangunan sebuah pesawat. Skema
sangat sulit, karena airfoil dirancang agar pesawat klasifikasi perincian pekerjaan berdasarkan produk
bisa terbang di udara. Komponen-komponen yang dapat dilihat dari perspektif pembagian atau perincian
terdapat pada UAV ini banyak sehingga memerlukan struktur pekerjaan berorientasi Product Oriented
waktu yang lama dalam perakitan serta proses Work Breakdown Structure (PWBS)
produksi yang bervariasi. Oleh karena itu, diperlukan
Komponen-komponen dan sub-assembly
pembagian struktur pekerjaan agar dalam pembuatan
dikelompokkan secara permanen berdasarkan
UAV berjalan dengan efektif. Dalam prakteknya,
karakteristik dan klasifikasinya dengan
pendekatan Work Breakdown Structure (WBS) adalah
memperhatikan atribut-atribut Disain dan manufaktur
sebuah struktur yang menggambarkan penguraian
paket kerja ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil Beberapa parameter khusus sistem klasifikasi seperti
yang dikelompokkan dalam ciri-ciri tersendiri yang bentuk, dimensi, toleransi, bahan serta jenis dan
akan dilaksanakan oleh sebuah tim proyek untuk kerumitan pengoperasian mesin produksi
mencapai tujuan dan persyaratan tertentu. Dalam dipertimbangkan dalam melakukan proses perakitan
Kode Makalah: IND-007 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
UAV. Banyaknya aktivitas dalam pembuatan UAV dibawah ini.
menyebabkan perlunya perencanaan yang sistematis
yang ditentukan melalui waktu yang optimal dan Identifikasi dan Perumusan
efektif dalam proses perakitan. Metode Critical Path Masalah
Method (CPM), digunakan untuk mengetahui lintasan
kritis dari proses perakitan sehingga akan didapatkan
waktu yang optimal dalam proses perakitan. Studi Literatur
2. Spesifikasi UAV
Pesawat tanpa UAV yang dirancang memiliki Membuat Jadwal Kegiatan
spesifikasi berat total adalah 1,75 kg dengan menggunakan Microsoft Project
kecepatan terbang minimum 12 m/s (Low Speed
Stall). Pesawat harus mampu terbang lambat hingga
Perancangan Desain Proses
12 m/s agar stabil pada saat pengambilan foto udara
Assembly dengan Pendekatan PWBS
maupun video monitoring. Disain UAV yang akan
dirancang bangun dapat dilihat pada Gambar 1.
Proses Assembly

Pengambilan Data Proses Assembly

Analisis Data dengan Metode


CPM

Tidak Analisa
Hasil

Ya
Gambar 1. Disain UAV
Penentuan konsep disain UAV juga Kesimpulan dan Saran
mempertimbangkan ketersediaan material UAV yang
mudah didapatkan dan proses manufaktur pesawat Gambar 2. Flowchart Penelitian
yang mudah dilakukan. Keterbatasan lokasi 3.1 Identifikasi dan Perumusan Masalah
penerbangan (lokasi bencana, sungai, pantai, dll),
tidak memungkinkan UAV take-off dengan Latar belakang penelitian merupakan acuan awal dari
menggunakan landing gear. Untuk itu, UAV tahapan identifikasi permasalahan yang terjadi yaitu
dirancang menggunakan konsep (hand launch), yaitu pada pesawat tanpa awak. Pengidentifikasian masalah
penerbangan dengan lemparan tangan. Spesifikasi ditujukan untuk mengetahui inti permasalahan yang
decantumkan pada tabel 1. berikut : terjadi sehingga dirumuskan menjadi beberapa poin
yang merupakan tujuan ataupun target dari penelitian
Tabel 1. Spesifikasi Rancangan UAV yang akan dilakukan.
Berat Maksimum 1,75 kg 3.2 Studi Literatur
Wing Span 1800 mm
Aspek Rasio 8 Studi literatur dimaksudkan untuk mendapatkan
Kecepatan Jelajah 12 m/s berbagai macam referensi dari bermacam-macam
Take off Hand launch sumber diantaranya buku, jurnal paper atau dari
browsing di internet guna mendukung penyelesaian
3. Metodologi penelitian ini. Dari literatur yang didapatkan maka
Penelitian ini diawali dengan identifikasi dan diperoleh sebuah rangkuman teori dasar, konsep serta
perumusan masalah, studi literatur dari beberapa metode yang tepat dimana dapat digunakan sebagai
penelitian pesawat tanpa awak yang telah dilakukan acuan dalam melaksanakan penelitian ini. Selain itu,
sebelumnya, perancangan, pembuatan dan pengujian tahap ini dilakukan guna menunjang pencapaian
dan analisa teknis pesawat tanpa awak (UAV) dan tujuan dan pemecahan masalah dengan pendekatan
penarikan kesimpulan. Secara garis besar, tahapan teori yang sesuai topik penelitian. Studi literatur
penelitian dapat digambarkan pada flowchart
Kode Makalah: IND-007 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
meliputi studi kepustakaan dan review penelitian accuracy (ketepatan) control dalam pemasangan.
sebelumnya. Oleh karena itu diperlukan critical path methode agar
waktu dalam perakitan dapat diketahui dengan pasti.
3.3 Membuat Jadwal (Schedule) Kegiatan Konsep waktu yang dipakai adalah :
menggunakan Microsoft Project
 ES (earliest start time) = waktu tercepat
Tahapan ini diawali dari WBS UAV yang dibangun, dimulainya sebuah aktifitas, yaitu lintasan
dilanjutkan dengan mengidentifikasi aktivitas apa terpanjang yang menuju sebuah kejadian.
saja yang dibutuhkan. Setelah diketahui  EF (earliest finish time) = waktu tercepat
aktivitas-aktivitas tersebut, maka dilakukan diselesaikannya sebuah aktifitas EF = ES +
pengelompokkan aktivitas. Penyusunan urutan waktu aktiftas.
aktivitas tersebut harus benar dan sistematis agar
jadwal proyek dapat dilaksanakan dengan baik.  LF (latest finish time) = waktu paling lambat
Aktivitas-aktivitas proyek secara keseluruhan yang diselesaikannya sebuah aktifitas.
akan digunakan sebagai acuan pembuatan jadwal  LF = waktu penyelesaian proyek – waktu dari
kerja dengan menggunakan program Microsoft lintasan terpanjang penyelesaian proyek.
Project 2007 .  LS (latest start time) = waktu paling lambat
3.4 Perancangan Proses Disain Assembly dengan dimulainya sebuah aktifitas LS = LF – waktu
Pendekatan PWBS aktifitas.
 Slack = waktu yang dimiliki oleh sebuah
Perancangan ini telah disesuaikan dengan penerapan aktifitas untuk bisa diundur tanpa
Disain terkini, dimana gambar dan interim produk menyebabkan keterlambataan proyek
diidentifikasikan. Seperti sebuah skema yang keseluruhan. Slack = LS – ES atau LF – EF
disesuaikan untuk estimasi dan tahapan Disain awal. (LS – ES = LF - EF).
Namun, proses produksi sebuah pesawat aktualnya  Critical path = aktifitas yang mempuyai ES =
adalah terdiri dari tahapan pengadaan atau proses
LS.
fabrikasi komponen dan menggabungkan komponen
tersebut untuk disub-assemblies. Artinya, disini 4. Hasil dan Pembahasan
terdapat kombinasi dari beberapa level manufaktur 4.1 Work Breakdown Structure (WBS)
untuk menghasilkan komponen yang lebih besar yang
nantinya di rakit menjadi sebuah pesawat. Sehingga, WBS menunjukan aktivitas-aktivitas proyek secara
idealnya untuk membagi pekerjaan konstruksi keseluruhan yang digunakan sebagai acuan
pesawat adalah dengan cara fokus terhadap pembuatan jadwal kerja dengan metode CPM yang
komponen yang dibutuhkan dan interim produk UAV kemudian dikerjakan dengan menggunakan program
tersebut. Pengklasifikasian skema yang Microsoft Project 2007. WBS digunakan untuk
menggambarkan interim produk dikenal membagi pekerjaan yang ada di proyek hingga level
Product-Oriented Work Breakdown Structure aktivitas.
(PWBS), yang mengidentifikasi komponen konstruksi 4.2 Engineering, Procurement dan Construction
dasar dan proses manufaktur sebuah produk. (EPC)
3.5 Proses Perakitan Sistem WBS yang akan diterapkan pada merupakan
Setelah pembagian tipe dasar kerja berdasarkan kombinasi antara SWBS dan PWBS. Konsep
perbedaan proses manufaktur antara kerja yang satu Engineering, Procurement dan Construction (EPC)
dengan yang lain dengan pendekatan Product Work akan diadopsi sebagai salah satu acuan dalam
Breakdown Structure (PWBS), tipe-tipe kerja tersebut menyusun WBS proyek pembuatan UAV dapat
selanjutnya dibagi ke dalam kelompok fabrikasi dan di dilihat pada Gambar 3 dibawah ini.
assembly. Pada proses ini dilakukan perakitan
komponen-komponen UAV dimulai dari tahapan
pengadaan atau proses fabrikasi komponen dan
menggabungkan komponen- komponen tersebut
untuk di assembly sehingga menjadi sebuah produk.

3.6 Analisis Data Menggunakan Metode Critical


Path Method CPM
Pendekatan dengan PWBS akan menghemat waktu
pengerjaan lebih cepat karena proses pengerjaannya
bisa dalam waktu bersamaan, tetapi memerlukan
Kode Makalah: IND-007 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

Gambar 3. Konsep EPC pada Work Breakdown


Structure (WBS) Pembuatan UAV
4.3 Product Work Breakdown Structure (PWBS)
Product Work Breakdown Structure (PWBS) dapat
dicontohkan pada bagian Construction. Dimana pada Gambar 5. Model Perumusan Aktivitas Pembuatan
bagian construction, dibreakdown menjadi beberapa UAV berdasarkan Product Work Breakdown Structure
grup utama yang terdiri dari Airframe, Propulsion, (PWBS)
dst. Dari grup utama akan dibreakdown lagi Identifikasi aktivitas pembuatan UAV berdasarkan
menjadi bagian-bagian terkecil menurut interim model yang terlihat pada Gambar 4. Dimulai dengan
product (PWBS). Skema pembagian untuk UAV melakukan breakdown terhadap system UAV yang
system dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini: dirancang. Banyaknya aktivitas dalam pembuatan
UAV, maka dilakukanlah pen gelompokan aktivitas
langsung yaitu aktivitas yang berhubungan dengan
proses pembuatan UAV secara langsung. Langkah
pendefinisian aktivitas tersebut mengikuti flowchart
dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Flowchart pendefinisian aktivitas

4.5 Optimalisasi Proses Assembly UAV


Setelah dilakukan proses pembagian kerja aktivitas
Gambar 4. Bagan PWBS pada Pembuatan UAV dalam pembuatan UAV, maka tahap selanjutnya
adalah dilakukannya proses assembly. Dimana pada
4.4 Identifikasi Aktivitas tahap ini semua komponen yang akan di assembly
dipersiapkan terlebih dahulu karena pada proses
Tahapan ini diawali dari WBS UAV yang dibangun, assembly part-part yang terdapat pada UAV ini
dilanjutkan dengan klasifikasi interim produk dari banyak, sehingga memerlukan waktu yang lama
grup utama dan mengidentifikasi aktivitas apa saja dalam perakitan. Di dalam kegiatan pembagian
yang dibutuhkan. Setelah diketahui aktivitas-aktivitas aktivitas pembuatan UAV yang dilakukan ada 85
tersebut, maka dilakukan pengelompokkan aktivitas. kegiatan. Dalam hal ini, ditampilkan 28 kegiatan
Penyusunan urutan aktivitas tersebut harus benar dan proses assembly yang terbagi kedalam beberapa
sistematis agar jadwal proyek dapat dilaksanakan lokasi mulai dari persiapan komponen wing sampai
dengan baik. dengan pemasangan receiver. Adapun Tabel 1
merupakan tabel nama kegiatan assembly yang akan
menjadi data untuk laporan tugas akhir ini, dan sudah
dilengkapi dengan predeccesors dan durasi pada
setiap kegiatan serta letak posisi kegiatan itu berada.
Berikut ini adalah data aktivitas assembly UAV yang
telah dilakukan.
Kode Makalah: IND-007 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Tabel 1. Data Assembly

Daftar kegiatan diatas berguna untuk membentuk Dari perhitungan maju dan mundur seperti pada
jaringan kerja yang diolah dengan menggunakan table 4.5 terdapat 11 kegiatan kritis yaitu
metode Critical Path Method (CPM). Dalam kegiatan kegiatan dengan table float= 0 dan ini berarti
proyek untuk assembly UAV akan diketahui kegiatan tersebut harus dilakukan dan tidak
penerapan Critical Path Method (CPM) dalam
boleh ditunda, dan apabila terjadi penundaan
merangkai komponen-komponen kegiatan dengan
total jumlah waktu terlama dan menunjukan kurun atau keterlambatan pada kegiatan kritis tersebut
waktu penyelesaian proyek yang tercepat. maka waktu penyelesaian proyek akan tertunda
Secara tampilan jalur lintasan kritis harus memenuhi
pula. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah:
syarat dimana setiap kegiatan mempunyai 0-A-B-C-L-N-O-V-W-X-1 yaitu persiapan
perhitungan maju dan mundur yang sama atau dalam komponen wing, pemasukan alumunium
pengertian sama dengan nol. Untuk dapat mengetahui kedalam wing, pemasangan wing, perakitan
secara lebih jelas perhitungan ini akan disajikan horizontal stabilizer dan vertical stabilizer,
bersama hasil dari perhitungan total float yang pemasangan elevator, pemasangan servo,
nantinya akan menentukan secara jelas jalur lintasan pemasangan kabel servo, pemasangan ardupilot
kritis tersebut. Dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai apm 2.6, dan pemasangan GPS. Proses-proses
berikut. tersebut menjadi kritis karena satu proses dengan
Setelah perhitungan dan tabulasi pada yang lainnya saling ketergantungan dan ada
tahap-tahap sebelumnya yaitu perhitungan maju keterkaitan. Pada penentuan jalur kritis apabila
dan perhitungan mundur maka terlihat bahwa ada prosesnya memiliki dua pendahulu maka
nilai hasil perhitungan dari total float yang proses yang bernilai besarlah yang dipilih, begitu
bernilai nol merupakan jalur lintasan kritis dalam juga sebaliknya untuk menentukan perhitungan
perakitan UAV. Dimana waktu yang dbutuhkan mundur apabila pada perhitungan mundur ada
dalam perakitan paling cepat adalah 139 menit dua atau lebih maka proses perakitan yang
yang terdiri dari urutan kegiatan yang mengikuti terkecil yang akan dipilh.
dari jalur lintasan kritis. Dengan demikian, untuk proses optimalisasi
Tabel 2. Identifikasi Float dan Jalur Lintasan Kritis UAV dapat diperhatikan komponen-komponen
kritis yang teridentifikasi selama proses assembly.
Semakin cepat aktivitas kegiatan kritis yang
dilakukan maka akan semakin cepat proses
assembly UAV yang dilakukan.
Kode Makalah: IND-007 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
5. Kesimpulan
a. Pendekatan dengan Product Oriented Work
Breakdown Structure (PWBS) pada pembuatan
Unmanned Aerial Vehicles (UAV), dalam
pembagian aktivitas pekerjaan menjadi sub
tugas yang lebih kecil menjadi lebih mudah
untuk dikerjakan dan diestimasi lama
waktunya dengan menggunakan microsoft
project.
b. Waktu yang dbutuhkan dalam perakitan paling
cepat adalah 139 menit yang terdiri dari urutan
kegiatan yang mengikuti dari jalur lintasan
kritis dengan menggunakan metode Critical
Path Methode.
Ucapan Terima kasih
Ucapan terima kasih diucapkan kepada Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)
Universitas Andalas atas dukungan yang diberikan
melalui Hibah Penelitian Dosen Pemula Tahun 2015.
Referensi
Carl L. Pritchard. Nuts and Bolts Series 1: How
to Build a Work Breakdown Structure. ISBN
1-890367-12-5.
Practice Standard for Work Breakdown
Structures, 2nd Edition http://www.pmi.org
Okayama, Y, L.D.Chirillo. (1982). Product Work
Breakdown Structure, MSRP. Maritime
Administration in cooperation with Tood
Fasicif Shipyard Corp,USA
Istimawan Dipohusodo. 1996. Manajemen
Proyek dan Konstruksi Jilid 1 dan jilid 2.
Kanisius Jakarta
Cahyono, B. (n.d.). Microsoft Project Methode ,
1-19
Simmons, L. F., 2002, Project Management –
Critical Path Method (CPM) and PERT
Simulated with Process Model. Proceedings
of the 2002 Winter Simulation Conference.
Siswanto. 2009. Operation Reseach Jilid II.
Jakarta: Penerbit Erlangga
Heizer, Jay dan Render Barry. 2004. Manajemen
Operasi. Jakarta : Salemba Empat.
Kode Makalah: IND-008 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

Perancangan Pesawat Tanpa Awak (Unmanned Aerial Vehicle) untuk Pencitraan Lokasi Siaga
Bencana di Sumatera Barat

Dendi Adi Saputra M1,a *, Eka Satria2,b, Roffi Ardinata3,c


1,2,3
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Andalas, Padang - Indonesia
Padang, Indonesia, 25163
E-mail: a,*dendiadisaputra05@gmail.com, bekasatria@ft.unand.ac.id,
c
roffi.ardinata@yahoo.com

Abstrak

Dalam penelitian ini dilakukan sebuah perancangan Pesawat Tanpa Awak (Unmanned Aerial Vehicle/ UAV).
Penelitian ini diawali dengan merumuskan konsep rancangan yang sesuai dengan wilayah pencitraan lokasi siaga
bencana di Sumatera Barat. Hasil dari perumusan konsep rancangan akan dilanjutkan kedalam tahapan disain
berikutnya sehingga menghasilkan detail design yang akan menjadi acuan dalam proses rancang bangun.
Penelitian ini difokuskan pada perancangan UAV jenis wingspan yang dilengkapi teknologi pencitraan. Dimulai
dengan melakukan proses perancangan UAV meliputi disain model pesawat (fuselage, wing, nose, horizontal
stabilizer, vertical stabilizer, aeleron, elevator, ruder dan landing gear) dan menguji karakteristik aerodinamika.
Pada makalah ini disajikan tahapan perancangan UAV dengan pendekatan Computational Fluid Dynamics (CFD).
Dari hasil perancangan didapatkan bentuk airfoil dan disain UAV yang mampu memenuhi spesifikasi disain yaitu
mampu membawa beban sebesar 1.75 kg dengan kecepatan jelajah 12 m/s.

Keywords: perancangan, UAV, CFD, airfoil

1. Pendahuluan Pada Gambar 1. diperlihatkan perbandingan data


bencana yang terjadi di Indonesia pada tahun
Indonesia merupakan negara dengan iklim tropis
2010-2015. Banjir menempati persentase tertinggi
yang memiliki musim kemarau dan musim penghujan.
sebesar 31,9% diikuti oleh puting beliung 24% dan
Secara geografis, Indonesia terletak di kondisi
tanah longsor 19,3%. Dalam upaya peningkatan
geografi yang strategis dan kondisi sumber daya alam
kesiagaan terhadap terjadinya bencana alam,
yang sangat mendukung untuk membantu
diperlukan pemanfaatan bidang teknologi pesawat,
perekonomian. Di sisi lain, Indonesia juga merupakan
informasi dan robotika, terutama untuk mengamati
negara dengan cuaca ekstrim, dan hal tersebut
area lokasi bencana yang sulit dijangkau oleh
membuat Indonesia juga mendapatkan bencana yang
manusia. Karakteristik bencana yang berbeda-beda,
beragam, seperti banjir, tanah longsor, gempa, angin
berakibat pada sukarnya melakukan pemetaan
topan, tsunami, dll. Mengacu terhadap kondisi
pencitraan lokasi bencana sebelum maupun sesudah
iklim dan geografi Indonesia menyebabkan adanya
terjadinya bencana. Oleh sebab itu, diperlukan suatu
potensi bencana alam yang berbahaya yang di
peralatan khusus yang mampu melakukan navigasi
prediksi akan terjadi secara terus menerus.
dan pemantauan secara realtime yang menghasilkan
pencitraan yang handal sehingga dapat dijadikan
bahan pertimbangan penanganan bencana di
Indonesia

2. Metodologi Penelitian
Penelitian ini diawali dengan identifikasi dan
perumusan masalah, studi literatur dari beberapa
penelitian pesawat tanpa awak yang telah dilakukan
sebelumnya, perancangan, dan melakukan analisa
rancangan pesawat tanpa awak (UAV) menggunakan
Gambar 1. Data Bencana BNPD di Indonesia dari software analisis dan penarikan kesimpulan. Secara
tahun 2010-2015 [1] garis besar, tahapan penelitian dapat dijelaskan
sebagai berikut:
Kode Makalah: IND-008 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

2.1 Studi literatur


Wilayah yang ingin dipetakan atau dipantau
merupakan wilayah yang luas. Pesawat UAV yang
digunakan harus memiliki kemampuan terbang yang
handal dan lama. Sehingga dibutuhkan sebuah
pesawat yang terbang dengan energi yang relatif lebih
kecil namun kemampuan jelajah yang relatif lebih
luas. Pesawat UAV pemetaan juga dituntut untuk
memiliki kemampuan terbang pada kecepatan rendah
agar mampu menangkap gambar paga kemampuan
maksimal.

2.2 Formulasi
Pada tahap perancangan pesawat tanpa awak
terdapat beberapa langkah yang dilakukan yaitu
perumusan konsep perancangan, penentuan
spesifikasi perancangan, penentuan karakteristik Gambar 3. Konsep tentative wingspan UAV yang
komponen, tata letak, analisa, penentuan komponen, akan dikembangkan
hasil disain (detail design) yang dijelaskan pada
Gambar 2. 2.5 Karakteristik komponen
Pada tahapan ini, ditentukan karakteristik komponen
yang sesuai dengan spesifikasi rancangan yang telah
ditetapkan. Hal ini bertujuan untuk menentukan
komponen-komponen utama dan pembantu dalam
perancangan pesawat tanpa awak.

2.6 Tata letak


Pada proses penetepan komponen pesawat tanpa
Gambar 2. Diagram alir tahapan perancangan
awak, disesuaikan dengan kebutuhan misi dari
pesawat tanpa awak
pesawat tanpa awak. Pemasangan komponen
pencitraan diletakkan pada posisi yang tepat agar
2.3 Konsep rancangan
didapatkan hasil pencitraan semaksimal mungkin.
Perancangan pesawat tanpa awak disesuaikan dengan Kamera kualitas tinggi dipasangkan pada bagian
kebutuhan misi yang dilakukan. Pesawat tanpa bawah pesawat seperti terlihat pada Gambar 4 untuk
awak dengan misi pencitraan lokasi memanfaatkan memaksimalakan pengambilan gambar.
pengambilan gambar atau citra dengan bantuan
kamera pencitraan yang dibawa oleh pesawat dalam
misi. Pencitraan lokasi yang dilakukan dengan cara
pengambilan foto pada beberapa titik, kemudian foto
tersebut dikombinasikan sehingga dihasilkan peta
lokasi dari udara dengan resolusi yang tinggi.
Pesawat dirancang untuk dapat terbang dengan jarak
tempuh atau jelajah 3-5 km dan mampu membawa
beban seberat 1,75 kg untuk keperluan kamera dan
peralatan pencitaraan lainnya, serta mampu untuk
melakukan penjelajahan secara otomatis.

2.4 Spesifikasi rancangan


Sebagai batasan (constraint) dalam pesawat tanpa
awak ini, maka ditentukan spesifikasi rancangan
seperti yang diperlihatkan oleh Gambar 3 berikut:

Gambar 4. Disain konseptual tata letak UAV


Kode Makalah: IND-008 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

2.7 Penentuan komponen airfoil yang memenuhi kebutuhan spesifikasi


Setelah didapatkan tata letak sistem yang sesuai rancangan. Tahapan khusus pada Gambar 5
dengan spesifikasi rancangan, maka dilakukan tahap digunakan untuk mendapatkan desain yang sesuai.
penentuan komponen sistem yang akan dibuat.

2.8 Hasil disain


Setelah proses perancangan dilakukan maka hasil
perancagan tersebut akan dituangkan dalam bentuk
detail design. Hasil rancangan pesawat tanpa awak 7
akan digambar dengan menggunakan software
Autodesk Inventor 2015.

3. Simulasi
Simulasi digunakan untuk menentukan kesesuaian
dari disain dengan spesifikasi yang diinginkan.
Software yang digunakan adalah Autodesk Inventor
2015 dan Autodesk CFD 2015. Simulasi yang
dilakukan adalah simulasi aerodinamis pesawat untuk
mengetahui distribusi tekanan serta distribusi Gambar 5. Diagram alir perancangan dan pengujian
kecepatan fluida melewati pesawat UAV sehingga aerodinamis sayap UAV
didapatkan besarnya gaya angkat dan gaya seret yang
4.3 Perhitungan koefisien gaya angkat ( )
bekerja pada pesawat.
Tahap awal adalah penghitungan koefisien gaya
4. Hasil dan Pembahasan angkat ( ) minimal yang harus ada pada airfoil
pesawat agar mampu terbang membawa beban sesuai
4.1 Perumusan konsep model UAV spesifikasi. Koefisien gaya angkat ini dihitung
Seperti yang diperlihatkan pada Tabel 4.1, pesawat dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
UAV yang dirancang memiliki spesifikasi berat total
adalah 1,75 kg dengan kecepatan terbang minimum = (4.1)
12 m/s (Low Speed Stall). Pesawat harus mampu
terbang lambat hingga 12 m/s agar stabil pada saat Dimana :
pengambilan foto udara maupun video monitoring. = = 12 ⁄
Penentuan konsep disain UAV juga = = 0,45
mempertimbangkan ketersediaan material UAV yang = = 1800
mudah didapatkan dan proses manufaktur pesawat = =7
yang mudah dilakukan. Keterbatasan lokasi = = 1, 204
penerbangan (lokasi bencana, sungai, pantai, dll),
tidak memungkinkan UAV take-off dengan Berdasarkan Persamaan 4.1 didapatkan harga
menggunakan landing gear. Untuk itu, UAV minimal yang harus dipenuhi agar pesawat
dirancang menggunakan konsep (hand launch), yaitu mampu terbang sesuai spesifikasi. didapat dengan
penerbangan dengan lemparan tangan. perhitungan sebagai berikut :
Tabel 1. Spesifikasi Rancangan UAV
. ,
Berat Maksimum 1,75 kg = = 0,45
, ( ⁄ ) ,
Wing Span 1800 mm
Aspek Rasio 8
4.4 Pemilihan bentuk airfoil
Kecepatan Jelajah 12 m/s
Take off Hand launch Pada tahap ini dilakukan pemilihan airfoil
berdasarkan nilai hasil perhitungan . Pesawat UAV
Pada perancangan UAV digunakan beberapa software harus mampu terbang pada kecepatan rendah, maka
disain seperti, Autodesk Inventor 2015 student version, dipilih jenis airfoil yang mamiliki gaya angkat tinggi
Autodesk Simulation CFD dan Autodesk Simulation pada kecepatan rendah. Jenis airfoil yang cocok
Mechanical. Khusus untuk perancangan airfoil, adalah low reynold number Airfoil. NACA airfoil
digunakan software open source yaitu Java Foil. merupakan bentuk airfoil sayap pesawat yang
dikembangkan oleh National Advisory Committee for
4.2 Disain aerodinamis sayap pesawat UAV Aeronautics dengan menggunakan titik kordinat
Disain sayap pesawat UAV harus mengikuti bentuk persamaan angka. Melalui data base NACA airfoil
Kode Makalah: IND-008 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

didapat jenis airfoil NACA 4 digit. Javafoil merupakan Angle of Attack (AoA) atau sudut serang merupakan
software open source yang digunakan untuk posisi sudut airfoil terhadap garis horizontal aliran
memodifikasi dan merancang persamaan data dari fluida. Perubahan AoA sangat mempengaruhi
NACA airfoil menjadi gambar airfoil NACA 4 digit besarnya airfoil seperti terlihat pada grafik
seperti pada Gambar 6. VS AoA di Gambar 8.

Gambar 6. Perancangan airfoil menggunakan


javafoil
Gambar 6 merupakan software javafoil yang
digunakan untuk menginput data airfoil yang sesuai,
sehingga didapatkan airfoil yang cocok. Mendisain Gambar 8. Grafik hubungan dengan AoA
airfoil melalui javafoil dipilih jenis NACA 4 digit
dengan jumlah titik untuk menentukan bentuk airfoil Gambar 8. merupakan hasil grafik pengujian airfoil
sebanyak 225 titik. Perbandingan ketebalan airfoil 2D yang menyatakan hubungan antara Angle Of
dengan chord (t/c) dimodifikasi menjadi 12% , harga Attack (AoA) dan nilai ( ) airfoil yang dihasilkan.
(xt/c) sebesar 23,5% , harga (f/c) sebesar 4,5% , (xf/c) Berdasarkan penghitungan sebelumnya, dibutuhkan
sebesar 45% dan (f/c) sebesar 1%. > 0,45. Grafik di atas memperlihatkan bahwa
> 0,45 berada pada AoA > 1° .AoA yang dipilih juga
berdasarkan nilai drag yang dihasilkan pada grafik
vs berikut :

Gambar 7. Flow field Airfoil Naca 4412-62

Selanjutnya berdasarkan bentuk airfoil yang


diperoleh akan dilakukan analisa CFD 2D untuk
mendapatkan distribusi tekanan yang melewati airfoil
serta nilai dan . Pada Gambar 4.4 diperlihatkan
hasil analisa CFD 2D pada airfoil. Bagian atas airfoil
berwana kuning yang berarti memiliki tekanan yang
rendah, sedangkan bagian bawah airfoil berwarna Gambar 9. Grafik hubungan vs
merah yang menggambarkan tekanannya lebih tinggi,
sehingga airfoil mengalami gaya angkat. Warna biru Gambar 9. menjelaskan hubungan koefisien angkat
pada bagian depan airfoil menyatakan airfoil ( ) yang didapatkan dengan koefisien drag ( ) yang
mengalami tekanan terbesar, sehingga bagian tersebut dihasilkan. Nilai drag ( ) akan minimal saat =
mengalami drag. -0,3 sampai +0,6. Kemudian nilai akan naik
secara linier pada = 0,6 sampai 1,4. Pada saat =
Kode Makalah: IND-008 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

1,4 nilai akan naik secara kontinutanpa diikuti Gambar 12 merupakan hasil simulasi 3D dari sayap
kenaikan . Dari data tersebut diperoleh akan pesawat UAV pada kecepatan 12 m/s sehingga
berharga minimal sebesar 0,008 pada saat -3 < < didapatkan data gaya angkat dari sayap pesawat
0,6. Ini berarti harga koefisien yang ditetapkan di sebagai berikut :
awal yaitu sebesar 0,45 dapat dipenuhi oleh airfoil
yang didisain.Untuk mendapatkan kondisi maksimal
dipilih sebesar 0,656 dengan AoA 4° .

4.5 Penghitungan gaya angkat pada sayap


pesawat
Pada tahap ini, hasil disain 2D airfoil akan dikonversi
menjadi bentuk 3D seperti yang diperlihatkan pada
Gambar 4.6. Selanjutnya model 3D ini akan diuji
pada terowongan angin virtual Autodesk Simulation
CFD seperti terlihat pada Gambar 10.

Gambar 13. Gaya yang bekerja pada sayap pesawat


Wall Calculator Autodesk CFD 2015

Melalui analisis 3D sayap pesawat UAV didapatkan


gaya total yang bekerja pada sayap pesawat saat
dialiri udara pada kecepatan 12 m/s. Nilai , ,
merupakan gaya yang bekerja pada sumbu X, Y dan
Z sayap pesawat.

Keterangan arah orientasi sayap pesawat :


Gambar 10. Desain 3D sayap UAV yang dirancang
X+ = Kiri Sayap
Y+ = Atas Sayap
Z+ = Depan Sayap

Gambar 13 menyatakan bahwa gaya angkat total


yang bekerja pada sayap pesawat sebesar 25,9 N dan
gaya seret yang dialami sayap sebesar 1,3 N.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sayap pesawat
dapat mengangkat beban sampai 25,9 N pada
kecepatan 12 m/s. Dari hasil pengujian simulasi
diatas disimpulkan bahwa disain airodinamis sayap
Gambar 11. Pengujian Sayap UAV menggunakan memenuhi spesifikasi sehingga selanjutnya dapat
terowongan angin virtual dibuat gambat teknik sayap seperti pada Gambar 14.

Pada Gambar 11 sayap pesawat dikondisikan pada


kecepatan 12 m/s, sehingga didapatkan nilai gaya
angkat yang berkerja secara keseluruhan pada sayap
pesawat.

Gambar 14. Dimensi umum sayap pesawat UAV


yang didesain

Gambar 12. Simulasi 3D sayap UAV


Kode Makalah: IND-008 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

5. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapat
beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Didapatkan disain UAV yang memenuhi


spesifikasi yang diinginkan dengan jenis arifoil
yang dipilih adalah airfoil NACA 4412-62
2. Angle of Attack (AoA) airfoil UAV yang dipilih
adalah 4°, mampu menghasilkan gaya angkat
sebesar 26 N pada kecepatan 12 m/s

Ucapan Terima kasih


Ucapan terima kasih diucapkan kepada Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)
Universitas Andalas atas dukungan yang diberikan
melalui Hibah Penelitian Dosen Pemula Tahun 2015.

Referensi
[1] http://dibi.bnpb.go.id/ diakses pada tanggal 20
April 2015 pukul 18.00 WIB.
[2] http://parapenghunilangit.blogspot.com/ diakses
pada tanggal 20 April 2015 pukul 22.00 WIB.
[3] http://www.grc.nasa.gov/WWW/k-12/airplane/
rotations. html diakses pada tanggal 01 Mei
2015 pukul 13.00 WIB.
[4] https://azizfahmirriza5.wordpress.com
/2012/05/29/cfd/ diakses pada tanggal 17
Maret 2015 pukul 09.00 WIB.
[5] P. Panagiotou, P. Kaparos, K. Yakintho. 2014.
Winglet design and optimization for a MALE
UAV using CFD. Aerospace Science and
Technology, Vol: 39, hal. 190-205.
[6] P.R. McGill, K.R. Reisenbichler, S.A.
Etchemendy, T.C. Dawe, B.W. Hobson. 2011.
Aerial surveys and tagging of free-drifting
icebergs using an unmanned aerial vehicle
(UAV). Deep Sea Research Part II: Topical
Studies in Oceanography, Vol: 58, Issues 11–
12, hal. 1318-1326.
Kode Makalah: REN-001 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

STUDI PERFORMANSI KINCIR AIR


UNTUK IRIGASI PERTANIAN DI DESA SUMAGEK
NAGARI SUMANI KABUPATEN SOLOK

1)
Mulyanef, 2)Kaidir dan 3)Duskiardi

1,2,3)
Jurusan Teknik Mesin
FTI - Universitas Bung Hatta
Jl. Gajah Mada No.19 Padang, 25123
E-mail: smulyanef@yahoo.com, mulyanef@bunghatta.ac.id

Abstrak

Kajian ini bertujuan dalam rangka pemanfaatan teknologi kincir air dalam pertumbuhan ekonomi pertanian.
Kenagarian Sumani dilewati oleh Sungai Batang Lembang yang bermuara ke Danau Singkarak. Kenegarian
Sumani merupakan kawasan persawahan tadah hujan. Mulai tahun 1978 telah dioperasikan 5 unit pompa
bantuan dari Pemerintah Swiss. Krisis ekonomi tahun 1998 mengakibatkan biaya operasional pompa tidak
sebanding dengan harga hasil panen, ini membuat mesin pompa tersebut otomatis tidak berfungsi. Pada
tahun 2008 masyarakat Sumani mendapat dana PNPM mandiri dan disepakati kembali ke kincir air untuk
irigasi persawahan. Hasil pengujian kincir air sumani menunjukkan dengan naiknya aliran air, maka
putaran kincir menjadi meningkat sehingga debit kincir akan menambah jumlah air sungai yang dapat
dinaikan ke areal persawahan masyarakat. Pada putaran kincir 1,71 rpm, diperoleh debit kincir 8,10 m3/jam.
Pada putaran kincir 1,55 rpm, diperoleh debit kincir 7,20 m3/jam.

Kata Kunci : kincir air, pembuatan, irigasi

Pendahuluan kenegarian Sumani meningkat dengan tajam dan hal


ini berlangsung sampai tahun 1998. Terjadinya krisis
Kenegarian Sumani terletak di kecamatan X Koto ekonomi tahun 1997/1998, ternyata membawa
Singkarak Kabupaten Solok dengan jumlah penduduk dampak negatif terhadap kelanjutan proyek
5.825 jiwa. Nagari Sumani di kelilingi oleh 4 nagari, irigasi/pompanisasi Sumani. Dengan naiknya harga
yaitu Nagari Koto Sani, Nagari Singkarak, Nagari BBM, biaya BBM untuk operasional 1 unit mesin
Saningbakar dan Nagari Tanjung Bingkung, dimana untuk 1 kali musim tanam mencapai Rp 30 juta.
sebelah utara langsung berbatasan dengan Danau Berarti untuk 1 kali musim tanam (4-5 bulan), biaya
Singkarak. Kenegarian Sumani dilewati oleh Sungai BBM untuk operasional 5 unit mesin pompa adalah
Batang Lembang yang bermuara ke Danau Singkarak. sebesar Rp 150 juta, di dalam biaya tersebut belum
Daerah pertanian di kenegarian Sumani, 90% terdiri termasuk biaya perawatan untuk ke 5 unit mesin
dari kawasan persawahan dengan luas lebih kurang pompa tersebut. Akibatnya, petani di kenegarian
470 ha, dan 390 ha dari luasnya merupakan sawah Sumani tidak sanggup lagi membiayai operasional
tadah hujan. Untuk memberdayakan dan proyek pompanisasi ini. Sehingga aktifitas mesin
meningkatkan produksi sawah petani (pertanian) pompa air tersebut total berhenti, tahun 1998.
untuk menghasilkan padi, sejak tahun 1976-1978 di Sejak tidak berfungsinya mesin pompa air untuk
kenegarian Sumani telah diupayakan pembangunan irigasi pertanian, sangat besar dampak negatifnya pada
irigasi dengan sumber air (pengairan) dari sungai perekonomian pertanian di Sumani. Saluran irigasi
Batang Lembang. Upaya memanfaatkan Batang tidak lagi berisi air, siklus panen tidak lagi 5 kali
Lembang sebagai sumber pengairan, dilakukan dalam 2 tahun, petani terpaksa kembali ke sawah
melalui pembangunan proyek pompanisasi bantuan tadah hujan, yaitu ketergantungan pada musim hujan,
dari Pemerintah Swiss, dengan menggunakan 5 buah seperti sebelum tahun 1978.
mesin pompa generator diesel berukuran besar dengan
kekuatan 43 PK/unit, yang mampu mengairi seluruh Pada tahun 2008 dengan beberapa kali musyawarah
area sawah tadah hujan di kenegarian Sumani. Sejak antara Pemerintahan Nagari dengan masyarakat,
adanya proyek pompanisasi tersebut, produksi padi di

1
Kode Makalah: REN-001 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

a. Kincir Air Undershot

b. Kincir Air Overshot

Q adalah kapasitas aliran  m 


3

 s 
 
 adalah densitas air  kg 
m 
3

Selain memanfaatkan air jatuh hydropower dapat


diperoleh dari aliran air datar. Dalam hal ini energi
yang tersedia merupakan energi kinetik
1
E mv 2 ..........................................(3)
2 c. Kincir Air Breastshot
dengan
v adalah kecepatan aliran air  m 
 
s
Daya air yang tersedia dinyatakan sebagai berikut :
1
P Qv 2 .........................................(4)
2
atau dengan menggunakan persamaan kontinuitas
Q  Av maka
1 d. Kincir Air Tub
P Av 3 .........................................(5)
2

dengan
A adalah luas penampang aliran air m  2

3. Kincir Air

Prinsip kerja kincir air adalah merubah energi kinetik


dan energi potensial air menjadi energi mekanis yang
digunakan untuk mengangkat air atau memutarkan
Kincir air undershot bekerja bila air yang mengalir,
turbin. Ada beberapa tipe kincir air yaitu :
menghantam dinding sudu yang terletak pada bagian
bawah dari kincir air. Kincir air tipe undershot tidak
mempunyai tambahan keuntungan dari head.
Keuntungan
 Konstruksi lebih sederhana
 Lebih ekonomis
 Mudah untuk dipindahkan
Kerugian; Efisiensi kecil, daya yang dihasilkan relatif
kecil

2
Kode Makalah: REN-001 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

jumlah air sungai yang dapat dinaikan ke areal


4. Metoda Eksperimen & Fasilitas Yang persawahan masyarakat.
Digunakan 2,10

1,90

1. Waktu dan tempat

Kecepatan Aliran (m/sec)


1,70

Pengujian dilakukan pada bulan Agustus 2015 1,50

bertempat di Jorong Sumagek, Nagari Sumani 1,30

Kabupaten Solok. 1,10

0,90

2. Alat Uji dan Bahan 0,70

 Kincir air 0,50


0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00
 Tachometer Kapasitas Kincir (liter/sec)

 Flowmeter
 Ember Gambar 3. Grafik Hubungan antara kecepatan
 Stop watch aliran dengan kapasitas kincir

3. Pengujian, dilakukan untuk mengukur putaran


kincir dan debit air yang dinaikkan.

4,00

3,50

3,00
Putaran kincir (Rpm)

2,50

2,00

1,50

1,00

0,50

0,00
0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00

Kapasitas Kincir (liter/sec)

Spesifikasi kincir air :


 Diameter kincir air : 8 m Gambar 4. Grafik Hubungan antara putaran kincir
 Kapasitaskincir air : 112,51 liter/sec pada dengan kapasitas kincir
putaran 1,88 rpm
 Jumlah sudu : 40 bh Pada gambar 3 dan Gambar 4 terlihat hubungan
 Diameter tabung air : 1 inchi antara kecepatan aliran sungai, putaran kincir
 Diameter tiang kincir: 5 inchi dengan kapasitas kincir. Semakin tinggi
 Diameter poros kincir: 60 mm kecepatan aliran sungai akan menaikkan putaran
 Jenis bantalan : SY60TF kincir sehingga kapasitas air yang dinaikkan
 Diameter jari-jari : 12 mm kincir semakin tinggi dan begitu juga sebaliknya.
 Diameter pelingkar : 1 inchi Kecepatan aliran sungai terendah 0,81 m/sec dan
 Tebal plat sudu : 2 mm putaran kincir 1,55 rpm diperoleh kapasitas atau
 Kecepatanaliran: 0,45 m/sec – 3,65 m/sec debit air yang dinaikkan sebesar 8,97 liter/sec.
Sedangkan kecepatan aliran sungai tertinggi 1,88
5. Hasil dan Pembahasan
m/sec dan putaran kincir 3,65 rpm diperoleh debit
Setelah selesai perbaikan kincir air dilakukan air yang dinaikkan sebesar 112,51 liter/sec.
pengujian dengan memvariasikan kecepatan aliran air
di sungai batang lembang yaitu sebagai berikut: Debit kincir air setelah kincir diperbaiki di Nagari
Sumani Solok ditunjukan dalam Tabel 1 dan
Debit kincir air sebelum musim kemarau datang di Gambar 3
Solok ditunjukan dalam Gambar 3 dan Gambar 4.
Debit kincir sangat tergantung kepada kecepatan
aliran air yang menumbuk sudu kincir. Dengan
naiknya aliran air, maka putaran kincir menjadi
meningkat sehingga debit kincir akan menambah

3
Kode Makalah: REN-001 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

6. Kesimpulan

Dengan telah selesainya perbaikan dan telah dilakukan


pengujian kincir air untuk irigasi di nagari Sumani
Tabel 1 Data Hasil Pengujian Kincir Air Kabupaten Solok, dapat diambil kesimpulan sebagi
berikut:
Ketinggia Kecep Putaran Debit air Total Debit
n Air atan Kincir kincir (m3/jam)
 Debit kincir air sangat tergantung kepada kecepatan
Melalui Aliran (rpm) (m3/jam)
Saluran Air
aliran air yang menumbuk sudu kincir. Dengan
(cm) (m/s) naiknya aliran air, maka putaran kincir menjadi
7,10 meningkat sehingga debit kincir akan menambah
41 0,67 1,55 21,30 jumlah air sungai yang dapat dinaikan ke areal
42 0,70 1,61 7,70 23,10 persawahan masyarakat.
42 0,67 1,62 7,60 22,80  Pada putaran kincir 1,71 rpm, diperoleh debit kincir
43 0,72 1,70 8,00 24,00 8,10 m3/jam. Pada putaran kincir 1,55 rpm,
44 8,10 diperoleh debit kincir 7,10 m3/jam.
0,74 1,71 24,30

8,2
y = 5,7047x - 1,6443
Debit air kincir (m3/jam)

8 Referensi
R² = 0,9385
7,8 1. Diesel Frittz, 1998. Turbin, Pompa dan
7,6 Debit airKompresor,
kincir Erlangga, Penerbit Jakarta.
2.
(m3/jam) Munson Bruce R, Young D.F dan Okiishi T.H,
7,4 2003, Mekanika Fluida, Penerbit Erlangga
Linear (Debit air
Jakarta.
7,2 kincir (m3/jam))
3. Mulyanef, Kaidir dan Duskiardi, 2012, Design
Undershot Waterwheel To Increase
7
Agriculture Economic in Solok. Proceding
1,5 1,55 1,6 1,65 1,7 1,75
The 3rd International Conference on
Putaran Kincir (rpm) Construction Industry Padang – Indonesia,
April 10-11th 2012.
Gambar 5. Hubungan Antara Debit dengan Putaran 4. Nieke Permanik dan Ahsan Asjhari, 2008.
Kincir Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan Irigasi
Kincir Air di Provinsi Sumatera Barat. Jurnal
Dari Tabel 1 dan Gambar 5 terlihat bahwa debit kincir Komunitas Vol.4 No.3.
air sangat tergantung kepada kecepatan aliran air yang 5. Pudjanarsa Astu dan Nursuhud Djati, 2006.
menumbuk sudu kincir. Dengan naiknya aliran air, Mesin Konversi Energi, Penerbit Andi Ofset,
maka putaran kincir menjadi meningkat sehingga Jogyakarta.
debit kincir akan menambah jumlah air sungai yang 6. Pusat Penelitian Sosial Ekonomidan Peran
dapat dinaikan ke areal persawahan masyarakat. Pada Serta Masyarakat, 2008. Penelitian dan
putaran kincir 1,71 rpm, diperoleh debit kincir 8,10 Pengembangan Sosial Ekonomi Irigasi Kincir
m3/jam. Pada putaran kincir 1,55 rpm, diperoleh debit Air di Provinsi Sumatera Barat. Balai Sosek
kincir 7,20 m3/jam. Bidang Sumber Daya Air Puslitbang
Sebranmas, Balitbang PU.

4
Kode Makalah: REN-002 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

POTENSIAL LIMBAH KULIT DURIAN ( DURIO ZIBETHINUS L. ) SEBAGAI BAHAN PENGHASIL


BIOGAS DENGAN VARIASI CAMPURAN DAN RASIO C/N

Novita Sari dan Iskandar R., MT*.


Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Andalas
Kampus Limau Manis, Padang
Telp. 0751-72586, Fax. 0751-72566
*
E-mail: iskandar@ft.unand.ac.id

ABSTRAK
Pertumbuhan penduduk dengan jumlah yang semakin bertambah menjadikan kebutuhan akan bahan bakar
minyak terus meningkat, namun ketersediannya terbatas. Oleh karena itu perlu adanya penggalakkan
pemanfaatan energi alternatif biogas. Biogas dinilai ramah lingkungan dan proses pembuatan biogas
relatif singkat. Hal ini berbeda dengan minyak bumi yang pembentukannya sangat lama dan tidak dapat
diperbaharui. Peningkatan dan fungsional pemanfaatan biogas dari berbagai limbah perlu dilakukan agar
dapat memberikan solusi keterbatasan energi dan meningkatkan produktivitas masyarakat. Limbah yang
diolah dan diuji untuk fermentasi biogas pada penelitian ini adalah limbah kulit durian. Sedangkan limbah
biji tidak diuji karena mengandung zat racun yang dapat menghambat proses fermentasi. Pada penelitian
ini dilakukan pencampuran limbah kulit durian, feses sapi dan katalisator EM 4 dengan variasi campuran
bahan dan rasio C/N untuk melihat pengaruhnya terhadap kualitas dan kuantitas biogas yang dihasilkan.
Hasil pengujian didapatkan rasio C/N paling efektif dan potensial untuk penghasil biogas optimum. Variasi
penelitian terdiri dari digester kontrol, rasio C/N 28, C/N 30, C/N 33 dan EM 4. Pada penelitian ini diukur
kuantitas volume secara akumulasi maupun total, serta kuantitas dan kualitas komposisi gas pada
pengujian nyala. Produksi total biogas yang dihasilkan pada digester kontrol, C/N 28, C/N 30, C/N 33,
dan EM 4 secara berturut-turut adalah 7214.41 cm3, 2777.41 cm3, 2904.70 cm3, 3209.44 cm3, dan 8091.52
cm3. Sedangkan gas metana yang dihasilkan berturut-turut adalah 40%, 83%, 53%, 49%, dan 81%.
Digester EM 4, rasio C/N 28 dan C/N 30 menunjukkan indikasi nyala gas, rasio C/N 33 dapat menyala
dengan bantuan sumber api sedangkan biogas kontrol tidak dapat menyala.

Kata kunci : biogas, kulit durian, feses sapi, variasi campuran, rasio C/N

PENDAHULUAN organik sudah banyak dilakukan masyarakat,


Biogas merupakan sumber energi alternatif namun ada beberapa limbah yang perlu
pengganti minyak tanah dan Liquid Petroleum dikembangkan pengolahannya. Selain dapat
Gas (LPG). Salah satu limbah organik yang mengurangi jumlah sampah, limbah yang diolah
berpotensi untuk diolah menjadi biogas adalah dapat bersifat produktif. Hal ini disebabkan
limbah kulit durian. Limbah kulit durian yang limbah organik memiliki nilai fungsi tinggi bila
dimaksud terdiri dari limbah biji dan kulit buah diolah tetapi masih belum dilakukan secara
durian. Meskipun tindakan pengolahan limbah berkelanjutan di kalangan masyarakat..
Data Biro Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat merupakan bakteri fermentasi organik yang
(2012) menunjukkan bahwa hasil panen durian terbuat dari hasil seleksi alami mikroorganisme
relatif meningkat setiap tahun seiring dengan fermentasi dan sintetik di dalam tanah yang
meningkatnya luas daerah panen durian. Tahun dikemas dalam medium cair . Pemanfaatan
[19]

2011 sekitar 37.133 ton hingga mencapai 55.046 EM4 dalam proses pembentukan biogas adalah
ton panen durian di tahun 2013, mengalami mempercepat perombakan bahan organik, lignin,
peningkatan rata-rata 8.956 ton atau 22% setiap selulosa dan menekan pathogen dengan
tahunnya. mengaktifkan bakteri pelarut pada bahan. EM4
Durian memiliki persentasi berat bagian daging larutan coklat memiliki pH 3.5-4.0 yang terdiri
buah hanya 20-35%. Hal ini berarti kulit (60- dari mikroorganisme aerob dan anaerob , dan
[20]

75%) dan biji (5-15%) belum termanfaatkan pada perhitungan komposisi karbon dan nitrogen,
secara maksimal karena kulit dan biji umumnya EM4 memiliki rasio C/N 2.76.
menjadi limbah yang dibuang begitu saja [2]. Pada penelitian ini limbah biji tidak digunakan
karena biji durian mengandung zat toksik asam
Tabel 1. Karakteristik kulit durian [2][3]
lemak siklopropena [20]
yang mengganggu
No. Subtansi Basis Kering
pertumbuhan mikroorganisme dalam proses
1 Karbon 77.87%
pembentukan biogas.
2 Kadar Air 0.01%
Pada biji durian segar tidak mengandung nitrogen
3 Kadar Abu 18.18%
berarti karena kandungan gugus lemak
4 Zat Terbang 3.94%
siklopropena yang termasuk kedalam zat toksik.
5 Densitas 0.99 g/mL
Namun gugus ini dapat dilepaskan dengan
6 Nilai Kalor 6274.29 (kal/g) sulfatasi (pengaliran senyawa sulfat dalam
7 Selulosa 50-60% lemak), atau dengan pemanasan tinggi (direbus)
sehingga dapat menghasilkan 0.279 gram
Kulit durian mengandung 77.87% karbon dan
nitrogen [2][3].
mampu menghasilkan kalor sebanyak 6274.29
Pengolahan limbah kulit durian dan feses sapi
kal/g saat dimanfaatkan sebagai biobriket. Hal ini
dihitung dari variasi dan rasio pencampuran yaitu
berarti kulit durian berpotensi untuk
rasio C/N. Rasio C/N merupakan perbandingan
difermentasikan menjadi biogas. Kulit durian
kadar karbon (C) dan nitrogen (N) dalam suatu
mengandung yang dapat menghambat
bahan berguna untuk mengetahui besar kalori
perkembangan proses fermentasi sehingga hanya
yang akan dihasilkan bahan tersebut dalam suatu
optimal jika adanya pemicu fermentasi yang
proses. Potensi feses sapi dalam pembentukan
dalam penelitian ini menggunakan feses sapi.
biogas cukup tinggi yaitu memiliki rasio C/N
Salah satu variasi penelitian ditambahkan bakteri
16,6 – 25,0 [1].
katalis EM 4 (Effective Microorganism 4). EM 4
Variasi penelitian terdiri dari digester kontrol dan pemilihan tipe floating drum ini adalah
4 digester uji yakni C/N 28, C/N 30 dan C/N 33 memudahkan beberapa kali perhitungan volume
dan C/N 30 EM 4. Parameter pengujian meliputi gas yang terbentuk selama proses fermentasi.
laju produksi akumulasi biogas, volume total,
komposisi biogas, dan pengujian nyala gas. Hasil
pengujian diperoleh rasio C/N efektif untuk
menghasilkan biogas optimum, serta kuantitas
dan kualitas gas yang dihasilkan dari variasi
campuran bahan.

METODE PENELITIAN
Deskripsi Umum
Pada penelitian ini kulit durian dan feses sapi Gambar 1. Digester floating drum
dicampur dengan penentuan rasio C/N bahan Rangkaian digester yang digunakan dalam
tercampur. Variasi campuran terdiri dari kulit penelitian ini sebanyak 5 unit yakni 4 unit
durian, feses sapi dan bakteri katalis (EM4). rangkaian digester uji dan 1 unit rangkaian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian digester kontrol seperti pada Gambar 1.
ini adalah sebagai berikut: Rangkaian floating drum terdiri dari 4 bagian
1. Kulit durian dan feses sapi. utama yaitu :
2. Air tambahan, ditambahkan pada bahan dasar 1. Floating storage berukuran 8.26 liter untuk
penelitian untuk mencapai kadar air yang menampung gas hasil proses fermentasi.
diinginkan pada campuran bahan. 2. Drum PVC 25 liter sebagai digester
3. Bakteri EM 4, sebagai katalisator. fermentasi bahan tercampur.
4. Larutan H₂SO₄ dan K2Cr2O7, digunakan 3. Floating storage support berukuran 26 liter
untuk uji pendahuluan. diisi dengan air hingga ketinggan kurang 5 cm
5. Batu Kapur (CaCO3), sebagai penstabil pH dari puncak floating storage, pengkondisian
dalam proses pembentukan biogas agar tetap tekanan gas yang masuk ke dalam storage.
netral. 4. Balon penampung sebagai storage yang diisi
Hal-hal yang harus diperhatikan untuk gas dari floating storage saat produksi gas
melakukan uji pembentukan biogas ini adalah melebihi daya tampung floating drum.
pemasangan serta pengkondisian digester, Prosedur Penelitian
kekasaran dan pengadukan bahan, serta 1. Uji pendahuluan bahan utama biogas
penambahan air. Digester yang digunakan dalam dilakukan untuk mengetahui nilai rasio C/N
penelitian ini merupakan hasil modifikasi
rancangan tipe floating drum. Pertimbangan
dan kadar air bahan yang sedang digunakan, rasio C/N 30. Pembuatan biogas memerlukan
dapat dilihat pada Tabel 3. proses pengadukan agar proses dekomposisi
berlangsung optimal. Proses pengadukan
dilakukan setiap hari untuk menghindari
Tabel 2. Data hasil uji pendahuluan terbentuknya kerak (scum) dengan menguncang
digester.
Variabel Kulit Durian Feses Sapi
3. Tahap Pengujian
Nitrogen 0.22% 0.60% Hasil penelitian biogas ditentukan oleh variabel
Karbon 8.27% 8.28% dan parameter pengujian. Adapun variabel
Rasio C/N 36.82 13.80 penelitian adalah rasio C/N, kadar kering dan HK
Kadar Air 43.94% 50.61% (hidrokarbon). Parameter pengujian mengamati
laju volume harian dan komposisi biogas stagnan
2. Penyiapan bahan biogas terdiri dari kulit
dalam 40 hari seperti pada Gambar 2.
durian (x) sebagai subtrat dan feses sapi (y)
sebagai ko-subtrat dari biogas.
( )= ------(fungsi pembentukan gas)
+
C/N = … … … … . (1)
+ ( ) = ( ) + ----- (perubahan jari jari R)
Nilai indeks pada persamaan (1) menyatakan (0), = ----- (gas belum terbentuk t = 0)
rasio C/N bahan tercampur (indeks 1) dan massa
bahan yang digunakan (indeks 2)
Tabel 3. Perhitungan bahan isian digester
Bahan Isian (Kg) Air Total
Variasi
Limbah Feses (Liter) (Liter)
Kontrol 5 - 2.35 12.5
C/N 28 3.7 2.3 2.67 15.0
C/N 30 4.22 1.78 2.71 16.5
Gambar 2. Ilustrasi perubahan volume biogas
C/N 33 5 1 2.76 18.5
Sedangkan komposisi biogas yang ditentukan
EM 4 4.22 1.78 2.71 17.5
hanya CH4 (metana) dan CO2 dari jumlah HK
Pada Tabel 4 menunjukkan total bahan isian yang yang diuji. Kualitas metana dapat diamati melalui
difermentasikan dalam digester drum 25 liter. pengujian nyala.
Pada penentuan jumlah bahan dinyatakan dalam HASIL DAN PEMBAHASAN
kilogram, sedangkan setelah proses pengadukan 1. Laju Produksi Harian Biogas
ditentukan dalam volume terbentuk (liter). Pada Laju produksi harian biogas merupakan tingkat
variasi EM 4 ditambahkan katalis 0.036 liter pada kenaikan gas yang dihasilkan dari fermentasi
bahan dalam proses pembentukan biogas setiap Hasil pengukuran tersebut digunakan untuk
hari (24 jam). Banyaknya gas yang dihasilkan mengetahui pengaruh variasi dan rasio C/N
dari digester dapat dilihat dari kenaikan floating campuran bahan terhadap volume total produksi
drum yang digunakan sebagai storage sekaligus biogas yang dapat dilihat pada Gambar 4.
indikator perubahan volume. Laju produksi
harian biogas dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 4. Akumulasi produksi biogas


Bahan yang sulit homogen adalah pencampuran
dua bahan berbeda yang mengandung serat kasar
Gambar 3. Laju produksi harian biogas atau lignin seperti kulit durian dan bahan yang
Kurva pada Gambar 3 di atas menunjukkan mudah mengendap seperti feses kering. Sehingga
perubahan volume gas perhari yang dihasilkan aktivitas bakteri lebih aktif pada bahan saat tidak
dari pembentukan massa biogas kulit durian, diaduk dengan bahan lain yang sifatnya berbeda
feses sapi dan katalisator EM 4. Awal seperti limbah dan feses tersebut.
terbentuknya gas dari variasi reaksi pada kurva
menunjukkan perbedaan waktu optimum
pembentukan. Hal ini menunjukkan bahwa
jumlah bakteri sangat berpengaruh pada reaksi
pembentukan biogas. Jika semakin banyak
bakteri maka akan semakin dapat dipertahankan
jumlah bakteri yang dibutuhkan pada reaksi
fermentasi. Setelah mencapai produksi optimum
Gambar 5. Volume total variasi biogas
maka produksi biogas mulai menurun. Penurunan
Bahan yang berukuran kecil lebih cepat
produksi biogas menandakan nutrisi penyuplai
didekomposisi melalui peningkatan luas
sumber makanan bagi bakteri mulai menipis.
permukaan untuk aktivitas mikroba perombak
2. Akumulasi Produksi dan Total Volume
seperti feses. Sedangkan ukuran bahan yang
Harian Biogas
terlalu besar menyebabkan luas permukaan
Pada proses produksi biogas dilakukan
terhidrolisis lebih sempit sehingga proses
pengukuran volume biogas yang dihasilkan.
berlangsung metabolisme oleh bakteri menjadi hasil gas metana, sebab jumlah gas metana yang
semakin lambat. dihasilkan akan mempengaruhi kualitas nyala.
3. Pengujian Komposisi Biogas Kulit durian memiliki kandungan lignin dan
Pada biogas yang telah dihasilkan dilakukan selulosa yang lebih sulit untuk didekomposisi dan
pengujian komposisi. Pengujian komposisi yang sulit mencapai proses metanogenesis. Feses sapi
dilakukan untuk mengetahui jumlah antara gas memiliki rasio C/N 16.6-25 yang dapat
metana (CH4) dan karbondioksida (CO2) serta menghasilkan metana 65.7% dan karbondioksida
memberikan perbandingan antara keduanya. 27% saat difermentasikan tanpa campuran.
Pengujian tersebut menggunakan alat Sedangkan kulit durian hanya mampu
spektrofotometer dengan menguji sampel biogas menghasilkan metana 40% pada penelitian ini.
yang telah diabsorbansi dengan cairan absorban. Semakin banyak jumlah feses sapi yang
ditambahkan maka akan mampu meningkatkan
jumlah produksi metana biogas. Semakin kecil
nilai rasio C/N variasi campuran bahan, maka
akan semakin banyak jumlah feses sapi yang
ditambahkan.
4. Pengujian Nyala
Pengujian nyala ini dilakukan untuk mengetahui
Gambar 6. Komposisi biogas kualitas pembakaran gas yang dihasilkan. Berikut
Hasil pengujian komposisi menunjukkan hasil pengujian nyala yang dapat dilihat pada
pengaruh variasi dan rasio C/N campuran yang Gambar 7. Hasil pengujian nyala yang dilakukan,
cukup signifikan terhadap komposisi biogas pada biogas pada masing – masing digester dapat
masing – masing digester. Hasil pengujian menyala dengan indikasi yang berbeda. Biogas
komposisi biogas dari limbah kulit durian dan dapat menyala dengan komposisi gas metana
feses sapi dapat dilihat pada Gambar 6. Meskipun paling kurang sekitar 45%.
begitu, secara keseluruhan variasi uji biogas ini
sudah tergolong penghasil metana yang cukup
bagus.
Jumlah gas metana dan karbondioksida yang
dihasilkan masing-masing variasi biogas tidak
berbanding lurus dengan jumlah volume gas yang
dihasilkan. Hal ini berarti volume gas merupakan
nilai kuantitas gas sedangkan jumlah gas penting
lebih menjurus kepada kualitas biogas karena
Gambar 7. Hasil uji nyala biogas mampu menghasilkan sejumlah gas metana
Indikasi warna biru pada nyala api di ujung dan kualitas nyala gas.
selang menunjukkan adanya sejumlah gas metana 5. Komposisi gas metana yang dihasilkan untuk
yang dihasilkan. Pada Gambar 7, gas yang dapat rata-rata keseluruhan variasi pada penelitian
dinyalakan hanya 4 variasi yaitu digester EM 4, ini tergolong tinggi. Produksi metana yang
C/N 28, C/N 30 dan C/N 33. Nyala api yang dihasilkan pada digester kontrol, C/N 28, C/N
paling besar adalah digester C/N 28 dan EM 4 30, C/N 33, dan EM 4 secara berturut-turut
karena mengandung metana yang sangat tinggi. adalah 40%, 83%, 53%, 49%, dan 81%.
Digester C/N 33 dapat menyala dengan bantuan 6. Variasi campuran dan rasio C/N terbaik dalam
sumber api yang berarti jika sumber api menghasilkan sejumlah gas metana pada
dijauhkan, maka gas tidak bisa bertahan dengan penelitian ini adalah digester campuran EM 4
nyala api. Sedangkan digester kontrol tidak dapat yakni 81% dan rasio C/N 28 sebanyak 83%.
menyala karena hanya mengandung 40% metana 7. Gas metana yang dihasilkan oleh digester EM
dan karbondioksida tinggi yang menyebabkan 4, C/N 28, C/N 30, dan C/N 33 dapat
gas tidak terbakar. menunjukkan indikasi nyala gas, sedangkan
digester digester kontrol tidak dapat menyala.
KESIMPULAN
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat KEPUSTAKAAN
disimpulkan bahwa : [1] Panjaitan, Irmalawati S. Analisis
1. Limbah kulit durian memiliki potensi dalam Perhitungan Daya yang Dihasilkan dari
Kotoran Sapi yang Diolah Menjadi Biogas
proses pembentukan biogas.
di Daerah Pinggiran Kota Batam.
2. Proses pembentukan biogas dari pencampuran Universitas Maritim Raja Ali Haji.
limbah kulit durian dan feses sapi dapat http://www.academia.edu/1860691.
(Diakses 26 Mei 2014)
menghasilkan sejumlah gas dengan variasi
[2] Djaeni, Moh.. 2010. Kelayakan Biji Durian
campuran dan rasio C/N Sebagai Bahan Pangan Aternatif : Aspek
3. Total produksi biogas yang dihasilkan dari Nutrisi dan Tekno Ekonomi.
http://eprints.undip.ac.id/39242/1/ (Diakses
limbah kulit durian dan feses sapi tergolong
pada 22 Mei 2014)
masih rendah. Produksi total biogas yang [3] Prabowo, Rossi. Pemanfaatan Limbah Kulit
dihasilkan pada digester kontrol, C/N 28, C/N Durian Sebagai Briket di Wilayah
30, C/N 33, dan EM 4 secara berturut-turut Kecamatan Gunung Pati Kabupaten
Semarang. Universitas Wahid Hasyim
adalah 7875.73 cm3, 2884.80 cm3, 3021.83 Semarang : Jawa Tengah
cm3, 3351.48 cm3, dan 8909 cm3. [19] http://em4-indonesia.com/ (diakses pada 6
4. Pembentukan biogas dari limbah kulit durian Juli 2015)
dan kotoran sapi untuk keseluruhan variasi
[20] Wayanita. Menakar Komposisi Kandungan
EM 4. http://www.wattpad.com/ (diakses
pada 6 Juli 2015)
Kode Makalah: REN-003 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

ABSTRAK

ANALISIS PENGARUH TURBULENSI TERHADAP HOMOGENITAS CAMPURAN UDARA DAN


BAHAN BAKAR DALAM RUANG SILINDER MOTOR BENSIN DENGAN SIMULASI CFD
(COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC)

Oleh :
Wahyu Hidayat1a*, Aep Surahto2b dan Anwar Ilmar Ramadhan3c
Alamat : Fatek jurusan mesin UNISMA Bekasi, Jl.Cut Meutia No.83 Bekasi Jabar1a*17113
Fatek jurusan mesin UNISMA Bekasi, Jl.Cut Meutia No.83 Bekasi Jabar2b17113
Fatek jurusan mesin UMJ Jl.Cempaka Putih Tengah No. 27 Jakarta3c10510
E mail : wahyu_hidayatbm4@yahoo.co.id1a*, surahtorahto@yahoo.com2b dan anwar.ilmar@ftumj.ac.id3c

Diketahui motor bensin dengan volume silinder Vs : 250 cc, menghasilkan daya sebesar W : 14.95 kW.
Adapun salah satu diantaranya yang dapat mempengaruhi prestasi kerja motor dari proses pembakaran oleh
campuran udara dan bahan bakar pada motor bensin empat langkah adalah kecepatan arus masuk berupa arus
pusaran/vortek ke dalam silinder motor, yang dikenal dengan arus turbulensi. Kecepatan arus turbulensi dapat
mempengaruhi intensitas homogenitas campuran udara dan bahan bakar di dalam silinder pada saat langkah
pengisapan. Hasil yang diharapkan adalah dapat mengetahui besarnya kecepatan arus turbulensi dan
mengetahui tingkat intensitas homogenitas yang optimal.
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan perhitungan awal dengan teoritis matematis dan
selanjutnya digunakan sebagai parameter masukan ke program aplikasi computer simulasi CFD
(Computational Fluid Dynamic). Pada penelitian ini, menggunakan paramater kecepatan motor (RPM), mulai
dari 1000 – 5000 RPM dengan interval 500 RPM. Dengan model simulasi CFD ini dapat untuk mengetahui
pola aliran arus masuk, tingkat kecepatan turbulensi dan terhadap intensitas homogenitas campuran udara dan
bahan bakar di dalam silinder motor bensin.
Hasil dari penelitian dengan aplikasi computer simulasi CFD dari beberapa tingkatan RPM motor, diperoleh
hasil paling optimal terjadi pada putaran motor 2000 RPM, T 40 oC dan AFR 14.9 : 1. Dengan intensitas
homogenitas maksimal mencapai 118.975 per langkah torak saat langkah pengisapan.
Kata kunci : Turbulensi, homogenitas campuran dan CFD

PENDAHULUAN hasil gas panas hasil proses pembakaran, dimana


Motor bakar torak bensin merupakan proses pembakaran berlangsung di dalam
mesin pembangkit tenaga yang mengubah bahan silinder mesin itu sendiri sehingga gas
bakar bensin menjadi tenaga panas dan akhirnya pembakaran sekaligus berfungsi sebagai fluida
menjadi tenaga mekanik. Secara garis besar kerja menjadi energi panas. Di dalam silinder
motor bensin tersusun oleh beberapa komponen terjadi proses pembakaran yaitu terbakarnya
utama meliputi ; blok silinder (cylinder block), campuran udara dan bahan bakar, menghasilkan
kepala silinder (cylinder head), poros engkol gas bertekanan sangat tinggi. Gas pembakaran
(crank shaft), torak (piston), batang piston sebagai fluida kerja dapat menekan piston
(connecting rod), roda penerus (fly wheel), poros dengan perantara batang piston (connecting rod)
cam (cam shaft) dan mekanik katup (valve dihubungkan dengan poros engkol (crank
mechanic). Prinsip kerja motor bensin adalah shaft). Gerak bolak-balik translasi torak (piston)
mesin yang bekerja memanfaatkan energi dari menyebabkan gerak rotasi pada poros engkol.
Kode Makalah: REN-003 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

Langkah (stroke) adalah jarak gerak piston dari adalah dapat meningkatkan responsibilitas
Titik Mati Atas (TMA) sampai Titik Mati penyalaan cepat dan proses pembakaran
Bawah (TMB). sempurna. Pada akhirnya dapat menghasilkan
tenaga/daya output motor lebih besar yang irit
bahan bakar dan gas buang bersih. Adapun
observasi yang dilakukan, secara garis besar
secara teknik dan non teknik. Dari segi teknik
adalah spesifikasi motor adalah : dimensi ukuran
diameter silinder X langkah (bore X stroke),
cekungan ruang bakar, diameter saluran masuk
Gambar 1. Dasar motor bensin piston
dan sudut kemiringan katup masuk. Non
Agar motor dapat bekerja maksimal, syarat
mekanik adalah perbandingan campuran udara-
yang harus dipenuhi adalah dapat mengisap
bensin (air fuel ratio/AFR), densitas, tekanan
campuran udara dan bensin masuk ke dalam
dan temperatur udara. Dari beberapa paramater
silinder secara maksimal. Menaikkan tekanan
tersebut akan dilakukan percobaan dengan
kompresi gas campuran udara dan bensin agar
pengamatan secara kualitatif, dengan tiga
diperoleh tekanan kompresi tinggi. Batasan
variabel yang berpengaruh terhadap prestasi
perbandingan kompresi pada motor bensin
kerja motor/mesin untuk mendapatkan hasil
antara 8 : 1 sampai 11 : 1. Serta pengaruh arus
tenaga maksimal, irit bahan bakar dan ramah
turbulensi dalam silinder guna meningkatkan
lingkungan.
pemerataan campuran atau intensitas
homogenitas antara densitas udara dan densitas
2. Rumusan Masalah
bensin di dalam silinder.
Meninjau permasalahan diatas, perlu
1. Permasalahan
dilakukan penelitian tentang pengaruh arus
Objek yang digunakan dalam penelitian
turbulensi terhadap homogenitas campuran
ini adalah mesin sepeda motor kelas/kapasitas
udara dan bahan bakar. Dengan data dari
silinder 250 cc. Penelitian yang dilakukan
spesifikasi motor, ditinjau dari segi
adalah mengetahui aliran turbulensi dan
teknik/mekanik adalah : diameter silinder X
homogenitas campuran udara dan bahan bakar
langkah (bore X stroke), bentuk ruang bakar dan
dalam ruang silinder saat langkah isap. Hal ini
diameter saluran masuk, sudut kemiringan katup
akan meningkatkan pencampuran udara dan
masuk dan putaran motor (RPM). Dari segi non
bensin (air-fuel mixing/AFR) secara merata atau
mekanik adalah perbandingan campuran udara-
homogenitas yang cepat dan singkat. Hal ini
bensin (air fuel ratio/AFR), densitas, tekanan
akan berpengaruh terhadap kecepatan penyalaan
maupun temperatur udara.
cepat sehingga mudah terbakar dan proses
3. Tujuan Penelitian
pembakaran sempurna. Hasil yang diharapkan
Kode Makalah: REN-003 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

Penelitian dilaksanakan bertujuan untuk Dalam uraian akan dibahas hubungan posisi
: piston dengan tekanan yang terjadi, dinyatakan
1. Seberapa besar pengaruh arus turbulensi dalam diagram tekanan terhadap volume atau
terhadap homogenitas campuran udara dan diagram P – V. Dapat ditunjukkan bahwa pada
bahan bakar dari pengaruh tingkatan RPM awal langkah isap tekanan di dalam silinder
motor. sama dengan tekanan udara luar (atmosfir).
2. Mengetahui tingkat homogenitas campuran Selama langkah isap tekanan di dalam silinder
udara dan bahan bakar dalam ruang silinder lebih rendah dari tekanan atmosfir. Pada akhir
dengan simulasi CFD. langkah isap tekanan naik kembali, karena sifat
kelembaman udara yang masuk ke dalam
TINJAUAN PUSTAKA silinder. Selama langkah kompresi tekanan dan
Dasar teori motor bensin dimulai dari temperature campuran bensin dan udara makin
langkah isap sebagai langkah pengisian silinder naik. Beberapa saat sebelum piston mencapai
yaitu, dengan proses campuran bahan bakar dan titik mati atas (TMA), campuran bahan bakar
udara oleh karburator (sistem konvensional) atau dan udara dinyalakan, mendadak tekanan dan
sistem EFI (Elektronic Fuel Injection) masuk ke temperature naik, selanjutnya terjadi
dalam silinder, yang dikompresikan dan pengembangan gas (ekspansi) dimana gas
kemudian dibakar. Sehingga proses pembakaran bertekanan tinggi mendorong piston dan
dapat menghasilkan tenaga ledakan di dalam tekanannya semakin turun.
silinder/ruang bakar dan torak akan menerima
tekanan tinggi dari pengembangan gas
pembakaran. Torak (piston) mendapat tekanan
tinggi akan bergerak turun dari TMA nenuju
TMB sebagai bentuk kerja menghasilkan tenaga
mekanis motor. Kemampuan mesin adalah
prestasi suatu motor sangat erat hubungannya Gambar 2. Siklus Otto motor empat langkah
1. Periode pertama 0-1 disebut langkah
dengan daya motor yang dihasilkan. Beberapa
hisap
hal yang mempengaruhi kemampuan motor, 2. Periode kedua 1-2 disebut langkah
kompresi atau tekanan naik
antara lain : volume silinder, perbandingan
3. Periode ketiga 2-3 disebut proses
kompresi, efisiensi volumetric, efisiensi pembakaran pada volume tetap dan
tekanan naik
pengisian dan efisiensi daya motor.
4. Periode keempat 3-4 disebut langkah
1. Diagram tekanan terhadap volume kerja dan volume gas berkembang
5. Periode kelima 4-1 disebut katup buang
Dari tiap-tiap langkah piston dan setiap
terbuka
proses yang terjadi di dalam silinder dapat 6. Periode keenam 1-0 disebut langkah
buang
menyebabkan perubahan tekanan dan volume.
Kode Makalah: REN-003 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

Beberapa saat sebelum titik mati bawah, bakar (cc)


katup buang dibuka sehingga tekanan semakin
Jadi untuk mengetahui muatan volume silinder,
turun atau lebih rendah. Pada saat piston berada
pada motor ukuran standar besarnya diameter
di TMB, tekanan gas masih lebih tinggi dari
silinder sama dengan diameter piston atau ( Ø
tekanan atmosfir, tetapi gas ini akhirnya di
piston = Ø silinder) dikalikan langkah piston.
dorong keluar oleh piston pada tekanan sedikit
Volume atau kapasitas mesin ditunjukkan oleh
lebih tinggi dari tekanan atmosfir. Pada saat
volume yang terbentuk pada saat piston bergerak
piston mencapai TMA kembali terjadi peristiwa
keatas dari TMB (Titik Mati Bawah)/BDC
katup isap dan katup buang terbuka bersamaan
(Bottom Dead Center) ke TMA (Titik Mati
(overlap valves) Satu silkus telah selesai dalam
Atas)/TDC (Top Dead Center), disebut juga
empat langkah piston, proses berikutnya dimulai
sebagai volume langkah.
dengan langkah pengisapan kembali, begitu
3. Perbandingan kompresi
seterusnya proses kerja mesin berlangsung
Perbandingan kompresi adalah
selama operasi kerja.
perbandingan volume silinder dengan volume
2. Volume silinder
kompresinya. Perbandingan kompresi berkaitan
Volume silinder adalah besarnya
dengan volume langkah. Besarnya perbandingan
volume langkah (piston displacemen) ditambah
kompresi untuk motor bensin berkisar antara 8 :
volume ruang bakar. Volume langkah dihitung
1 dan 11 : 1. Ini artinya selama langkah
dari volume diatas piston saat posisi piston di
kompresi muatan yang ada di atas piston
TMB sampai garis TMA. Sedangkan volume
dimampatkan 8 kali lipat dari volume
ruang bakar dihitung volume diatas piston saat
terakhirnya. Makin tinggi perbandingan
posisi piston berada di TMA, juga disebut
kompresi, maka makin tinggi tekanan dan
volume sisa. Besarnya volume langkah atau isi
temperatur akhir kompresi. Untuk menentukan
langkah piston adalah luas lingkaran dikalikan
perbandingan kompresi (r) motor dapat dicari
langkah piston, dinyatakan :
dengan persamaan :
2
VL = A . L ; dimana A = π/4 . D
r = (VL + Vs)/Vs
VL = π/4 . D2. L
4. Torsi/momen poros
Volume total silinder adalah sebesar,
Gaya tekan putar pada bagian yang
dinyatakan :
berputar atau merupakan puntiran poros disebut
Vt = VL + Vs
torsi motor digerakan dari poros engkol
Dimana, VL = Volume Langkah (cm3) atau
(crankshaft). Makin banyak jumlah gigi pada
(cc)
A = Luas penampang silinder (cm) roda gigi, makin besar torsi yang terjadi.
D = Diameter silinder (cm)
Sehingga kecepatan direduksi menjadi
L = Panjang langkah piston (cm)
Vt = Volume total atau isi silinder separuhnya. Secara umum, rumusan torsi adalah
(cc)
dinyatakan ; Torsi = Gaya x jarak. Untuk
Vs = Volume sisa atau volume ruang
Kode Makalah: REN-003 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

menghitung gaya (F dalam Newton) yang dengan demikian pada 2 x gerakan piston, akan
bekerja pada piston, dapat menggunakan menghasilkan 1 putaran poros engkol, jika poros
persamaan momen atau torsi ( τ dalam Newton engkol membuat N putaran, maka piston
meter) dari spesifikasi mesin yaitu ; bergerak 2 LN. Karena dinyatakan dalam detik
τ =FxL maka dibagi 60.
Dan untuk mengetahui tekanan (P dalam N/m2) 6. Menghitung daya motor
yang bekerja pada piston dapat menggunakan Untuk mengetahui daya motor dengan
persamaan ; torak cekung, sebelumnya perlu diketahui
P = F/A terlebih dahulu putaran RPM pada motor
Untuk menghitung gaya yang bekerja pada torak standar. Daya motor standar telah diketahui
dapat dihitung dengan persamaan : seperti yang tertera pada spesifikasi mesin. Daya
F=P.A motor yang dihitung adalah motor jenis empat
Dimana : F = Gaya yang bekerja pada torak langkah. Maka berlaku persamaan :
(N)
P.A.L.N
P = Tekanan motor torak (N/m2)
W = ˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗
A = Luas permukaan torak (m2)
2
Dimana ; W = Daya motor (Watt)
5. Kecepatan rata-rata torak
P = Tekanan ruang bakar
2
Untuk beberapa perhitungan perlu (N/m )
A = Luas penampang torak
diketahui kecepatan piston rata-rata, yaitu
(m2)
kecepatan konstan yang diperlukan oleh piston L = Panjang langkah torak
(m)
dengan kecepatan variable. Di dalam
N = Putaran motor (RPM)
perhitungan didasarkan atas kecepatan rata-rata Mencari putaran motor standar, dengan
piston. Piston bergerak sekali poros engkol persamaan daya motor ekivalen menjadi ;
menjalani dua kali langkah (2 x L). 2.W
N = ˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗˗
C = (2 . L . N)/60
P.A.L
 (L . N)/30
Dimana, C = Kecepatan rata-rata torak (m/s) 7. Dasar Aliran Gas Dalam Silinder
L = Langkah torak (m)
Definisi dari suatu masa gas nM dalam
N = Kecepatan putar motor (RPM)
silinder sebagai volume V, M adalah masa berat
Kecepatan torak dapat diketahui saat mesin
molekular (gram/mol) dan n adalah banyaknya
beroperasi, adapun kecepatan torak saat di TMA
mol. Masa jenis ρ dari suatu gas adalah nM/V
dan TMB adalah nol (0) dan pada sisi tengah
dan jelaslah bahwa kita dapat mereduksi ρ baik
lebih cepat atau maksimal, oleh karenanya
dengan memindahkan sebagian gas dari wadah
kecepatan torak/piston diambil dari rata – rata
(dengan mereduksi n) atau dengan
kecepatannya. Dari TMB, piston akan bergerak
memindahkan gas tersebut ke dalam wadah yang
kembali keatas karena putaran poros engkol,
lebih besar (memperbesar volume). Akan
Kode Makalah: REN-003 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

diperoleh kerapatan gas yang cukup rendah, berhubungan dengan ; tekanan, temperature,
maka semua gas bagaimanapun komposisi densitas maupun viskositasnya. Arus campuran
kimianya, akan cenderung memperlihatkan bahan bakar dan udara yang masuk ke dalam
hubungan antara variabel-variabel silinder motor, akan adanya laju aliran masa,
termodinamika anatar P, V dan T. Hal ini dapat dinyatakan :
dijadikan sebagai dasar mengenai suatu konsep ṁ = ρ1 A1 v1 = ρ2 A2 v2
gas ideal, dengan persamaan : Sedangkan untuk kecepatan aliran/arus masuk
P .V = n . R .T silinder, adalah besarnya debit aliran Qv
Dimana : P = Tekanan (N berbanding terbalik terhadap luas penampang
m)
saluran A, dinyatakan :
V = Volume (m3)
n = Jumlah mol v = Qv / A
T = Temperatur (273 K)
Kecepatan arus/aliran masuk (velocity flow) ke
R = Konstanta gas ideal
(8.314 J/mol.K = 1.986 kal/mol.K) dalam silinder, diasumsikan mempunyai
Sebagai dasar aliran gas/udara pada suatu
kecepatan sama dengan kecepatan rata-rata torak
silinder dengan perubahan penampang, dari
(C) atau ( v = C) yang masuk ke dalam silinder
penampang kecil berubah mendadak menjadi
motor, sehingga dapat dicari kecepatan aliran
penampang yang lebih besar. Dijadikan asumsi
masa (mass flow). Untuk kecepatan aliran
sama dengan aliran masuk dalam silinder pada
(velocity flow) pada saluran masuk (intake
motor bensin. Arus masuk melalui saluran
manifold) dapat diketahui dengan mencari
masuk (intake manifold) selanjutnya masuk ke
terlebih dahulu penampang saluran masuk (Ø
dalam silinder motor dengan diameter yang
katup masuk). Adapun hal yang dilakukan
lebih besar. Pola arus yang mengalir terjadi
adalah melakukan dengan membuat
olakan pada hilir silinder dengan pembesaran
perbandingan penampang antara penampang
mendadak, terjadi penurunan kecepatan aliran
saluran masuk (Ø katup masuk) terhadap
arus secara drastis antara kecepatan arus v1 dan
penampang silinder ( Ø bore cylinder ).
v2 , sehingga dalam hal ini v1 > v2.
8. Program CFD (Computational Fluid
Dynamic)
Program CFD (Computational Fluid Dynamic)
adalah analisa sistem yang mencakup aliran
fluida, aliran kalor dan berhubungan dengan
fenomena seperti gas dalam hal ini, campuran
Gambar 3. Silinder dengan pembesaran
mendadak udara dan bahan bakar. Pemakaian CFD ini
Selama gas bergerak, harus selalu ada gaya
sangat baik diterapkan untuk mencakup semua
geser yang bekerja terhadap gas tersebut. Pada
penggunaannya didalam analisis pada disiplin
dasarnya faktor-faktor yang mempengaruhi
teknik mesin seperti ; konversi energi,
aliran termampatkan merupakan fluida gas yang
Kode Makalah: REN-003 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

infrastruktur maupun teknologi lainnya. Lebih hasilnya berupa pola-pola aliran atau arus masuk
khusus untuk pembasaan simulasi, diantaranya : ke dalam silinder lengkap disertai hasil
perpindahan panas, arus aliran fluida/gas, grafiknya.
tekanan, aerodinamik, sistem pencampuran zat ANALISIS DAN PEMBAHASAN
dan lain-lain. 1. Perhitungan Teoritik Matematik
METODE PENELITIAN Perhitungan kinerja motor menggunakan
Penelitian merupakan kegiatan yang dilakukan teoritik matematik meliputi ; langkah torak,
untuk memahami, memecahkan masalah ilmiah, volume silinder, volume ruang bakar,
sistematis dan realistis. perbandingan kompresi, perbandingan udara dan
bahan bakar atau AFR (Air Fuel Ratio), gaya,
tekanan, torsi maupun daya motor. Dalam
menghitung secara teoritis matematik
menggunakan data-data dari spesifikasi motor,
diatas. Guna melengkapi data-data yang belum
ada seperti volume ruang bakar. Ruang bakar
adalah bagian atas/tutup silinder sebagai volume
sisa. Dapat dicari dengan menggunakan
perbandingan kompresi (r), menggunakan
persamaan dibawah ini:
r = VL + Vs  Vs = VL /(9 Vs – Vs) menjadi
Vs = VL / 8
Vs = 249 x 10 -6 m 3 / 8
= 31.125 x 10 -6 m 3
Gambar 4. Flow chart penelitian
Jadi hasil ukuran ruang bakar diperoleh sebesar
Dalam setiap penelitian, masalah dan
Vs = 31.125 x 10 -6 m 3
metode merupakan faktor yang turut
Dasar–dasar pengukuran motor
menentukan berhasil atau tidaknya penelitian
digunakan untuk menghitung kemampuan
yang dilakukan. Penelitian ini menggunakan
sebuah motor dalam menghasilkan suatu tenaga
metode pendekatan dengan analisis diskriptif
dengan menggunakan data-data spesifikasi
yaitu, dengan mengamati proses yang terjadi
diatas, didapat :
dalam sistem kerjanya, kemudian dijadikan
Diameter torak (D) : 72 x 10-3 m
bahan masukan dan perbandingan proses atau
Langkah torak (L) : 61.2 x 10-3 m
sistem lain sebelumnya. Kemudian untuk
Volume silinder (VL) : 249 x 10-6 m3
mempermudah dalam membuat kesimpulan dari
Menghitung Volume total (Vt) silinder
hasil penelitian dapat dibuat dalam bentuk tabel
dengan menjumlahkan Volume langkah (VL)
atau grafik. Selanjutnya parameter-parameter
dijadikan bahan masukan ke program CFD yang
Kode Makalah: REN-003 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

dengan Volume ruang bakar atau Volume sisa 2. Hasil Simulasi CFD (Computational Fluid
(Vs), diperoleh: Dynamic)
Vt = VL + Vs Perangkat CFD (Computational Fluid
-6 3 -6 3
= 249 x 10 m + 31.125 x 10 m Dynamic) merupakan metode perhitungan
= 280.125 x 10-6 m3 dengan sebuah kontrol dimensi, luas, volume,
Untuk menghitung gaya yang bekerja kecepatan, temperatur dan properti lainnya
pada torak, dapat menggunakan persamaan dengan memanfaatkan bantuan komputer untuk
momen atau torsi (τ), yaitu τ = F x L  F = τ / melakukan analisis dan pembahasannya.
L , dimana untuk L yang diperlukan hanya ½ L Adapun hasil dari CFD yang akan dicapai
akan didapat momen maksimal yaitu : adalah untuk mengetahui tingkat intensitas
L = ½ L = ½ 61.2 x 10-3 m homogenitas antara campuran udara dan bahan
-3
= 30.6 x 10 m, bakar. Intensitas (intensity) homogenitas dapat
diperoleh : dipahami sebagai bentuk proses penyebaran
= 21 N m / 30.6 x 10-3 m atau pengembangan (expansion) yang
F = 686.274 N menghasilkan pemerataan campuran dengan
Setelah diketahui gaya F yang bekerja tingkat keseragaman atau homogenitas
pada torak dapat dicari tekanan P yang terjadi campuran antara masa jenis/densitas (ρ) udara
pada permukaan torak standar, dengan dan masa jenis/densitas (ρ) bahan bakar sesuai
menggunakan persamaan : dari AFR (Air Fuel Ratio), pada saat langkah
P = F/A pengisapan di dalam silinder motor bensin, dari
Dimana, A = π D²/4  π (72 x 10-3 m)2 / 4 tingkatan putaran motor (RPM) yang
A = 4.072 x 10-3 m2 dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Pola
-3 2
Maka P = 686.274 N / 4.072 x 10 m pembacaan hasil CFD dari semua tingkatan
= 168 354.997 N/ m2 pada dasarnya adalah sama, dimulai dari
Untuk menghitung daya motor dapat dihitung kecepatan arus masuk di saluran masuk (intake
dengan persamaan/rumus yang ditentukan atau manifold), sampai masuk ke dalam silinder
yang telah diketahui pada spesifikasi mesin, dari motor.
data spesifikasi adalah daya W = 20 dk. Daya Pada analisis dan pembahasan dengan
W = 20 dk setara dengan 20 HP, dikonversikan software CFD dengan data masukan pada
ke Sistem Internasional (SI), bila 1 HP = 0,7475 putaran motor dari 1000 - 5000 RPM dengan
kW, akan diperoleh daya motor sebesar, yaitu ; interval 500 RPM dan suhu yang digunakan
W = 20 x 0.7475 kW = 14.95 kW adalah suhu lingkungan yang lazim untuk iklim
Jadi daya yang dihasilkan motor adalah setara Indonesia atau khususnya Jakarta, sekitarnya
dengan W = 14.95 kW temperatur atau suhunya sekitar 20 oC, 30 oC
dan 40 oC. Variasi perbandingan udara dan
Kode Makalah: REN-003 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

bensin atau AFR adalah 14.5 : 1, 14.6 : 1, 14.7 : 000 70 38 18 25 82


1, 14.8 : 1 dan 14.9 : 1. Dari program CFD akan 2 103.2 106.7 103.8 112.1 110.9
diperoleh hasil berupa pola warna kecepatan 4 500 68 13 30 41 59
arus dan tingkat homogenitas atau 3 103.6 103.6 108.0 106.9 106.5
(penetrasi/konsentrasi homogenitas campuran) 5 000 85 90 81 10 87
serta hasil grafik CFD, maka hasilnya dapat 3 106.2 114.4 104.6 108.6 107.0
diketahui secara pasti, sesuai dari masing- 6 500 87 02 35 93 51
masing tingkatan kecepatan arus gas atau 4 106.4 105.7 106.9 111.3 106.0
putaran motor (RPM). 7 000 42 99 38 82 86
Dari hasil diatas digunakan untuk mengetahui 4 106.2 102.5 111.5 102.7 110.2
nilai pemerataan atau penyebaran antara densitas 8 500 52 30 65 47 77
udara dengan densitas bensin, guna 5 102.6 108.3 108.0 113.0 103.1
mendapatkan keseragaman campurannya. Maka 9 000 85 64 77 59 52
dapat diketahui pola arus gas campuran,
warnanya dan kecepatan arus masing-masing Tabel 2. Nilai intensitas homogenitas dari
sesuai dari peningkatan putaran motor (RPM). grafik CFD
Pada akhirnya tingkat intensitas homogenitas Pada T
per langkah torak nilainya dapat diketahui pasti Air Fuel Ratio (AFR)
30 oC
yang ditunjukkan dari grafik CFD sebagai hasil N RP 14.5 14.6 14.7 14.8 14.9
akhir. Adapun tabel dibawah, merupakan hasil o M :1 :1 :1 :1 :1
tingkat intensitas homogenitas penyebaran 1 102.6 101.8 108.3 112.3 103.4
densitas udara dan bahan bakar sesuai AFR per 1 000 56 80 19 34 61
langkah torak, dari beberapa tingkatan putaran 1 103.9 106.4 108.8 103.2 102.5
(RPM), variasi temperatur maupun AFR.
2 500 68 86 13 75 49
Tabel 1. Nilai intensitas homogenitas dari
2 108.7 101.7 106.9 114.3 102.3
grafik CFD
3 000 44 37 41 35 40
Pada T
Air Fuel Ratio (AFR) 2 104.1 103.2 96.11 112.3 102.4
20 oC
4 500 23 75 9 97 36
N RP 14.5 14.6 14.7 14.8 14.9
3 106.7 109.0 108.8 107.8 99.29
o M :1 :1 :1 :1 :1
5 000 16 24 5 49 8
1 101.8 101.2 110.1 106.7 110.9
3 106.0 101.9 104.1 97.10 104.1
1 000 76 48 41 90 56
6 500 81 58 22 7 43
1 105.9 102.1 109.3 114.4 104.9
4 101.6 106.0 108.1 109.9 104.2
2 500 94 58 11 26 13
7 000 83 32 25 29 95
3 2 105.1 102.4 105.1 105.9 106.9
Kode Makalah: REN-003 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

4 106.2 104.9 111.7 107.3 111.6 homogenitasnya, yaitu terjadi pada AFR 14.9 :
8 500 74 87 97 58 65 1 pada 2 000 RPM dan T 40 oC, dapat mencapai
5 99.54 107.8 104.7 107.1 109.1 tingkat intensitas homogenitas maksimum
9 000 2 70 92 49 56 118.975 per langkah torak. Pola CFD terbaca :
kecepatan arus menuju pembesaran mendadak
dari saluran masuk (intake manifold) yang
dipengaruhi permukaan katup dapat memberikan
pengaruh aliran berkembang atau menyebar,
Tabel 3. Nilai intensitas homogenitas dari sehingga terjadi pusaran arus atau turbulensi di
grafik CFD dalam ruang silinder selama langkah torak
Pada T (piston) sampai TMB (Titik Mati Bawah) saat
Air Fuel Ratio (AFR)
40 oC langkah pengisapan. Akan terlihat berbagai
N RP 14.5 14.6 14.7 14.8 14.9 macam kecepatan arus gas, profil kecepatan
o M :1 :1 :1 :1 :1 masuk gas dengan variasi arus-arus ditunjukan
1 106. 107. 105. 108. 109. dengan aliran gas yang berwarna jingga
1 000 365 617 316 97 473 kecepatan arus v = 0.354 m/s. Selanjutnya
1 104. 103. 105. 108. 102. kecepatan meningkat terlihat pada daerah
2 500 458 023 511 951 653 belokan sisi dalam saluran ditunjukkan gradasi

2 109. 109. 109. 110. 118. berwarna merah sampai warna jingga tua dengan

3 000 589 169 095 434 975 kecepatan arus v = 0.412 m/s. Pada arah yang

2 106. 112. 103. 106. 106. mengalir kearah dinding pipa ditunjukan warna

4 500 704 520 907 872 815 kuning sampai warna hijau dengan kecepatan

3 104. 104. 97.3 102. 103. arus sebesar v = 0.25 m/s.

5 000 003 302 93 790 920


3 103. 104. 110. 103. 101.
6 500 800 823 097 950 280
4 105. 108. 105. 112. 110.
7 000 033 831 532 248 150
4 107. 100. 103. 103. 106.
8 500 015 728 329 352 444
5 102. 108. 107. 107. 108.
9 000 332 446 232 957 803

Cuplikan hasil CFD diambil untuk contoh


hasil/nilai paling maksimum tingkat intensitas
Kode Makalah: REN-003 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

KESIMPULAN DAN SARAN


1. Kesimpulan
Hasil penelitian pada motor jenis kelas
250 cc, dengan daya 20 dk setara 14.95 kW,
setelah dilakukan perhitungan secara teoritik
matematik untuk melengkapi data spesifikasi
motor dan dilakukan dengan simulasi CFD.
Dapat digunakan untuk mengetahui tingkatan
pengaruh turbulensi terhadap homogenitas
campuran udara dan bahan bakar pada motor
bensin, dari berbagai tingkatan RPM,
temperature dan AFR. Maka dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Hasil yang diperoleh dari simulasi CFD dari
beberapa berbagai tingkatan putaran motor
Homogen stage (min 0, max 118.975) dari 1000 – 5000 RPM, terlihat pada
Gambar 5. Hasil CFD dan grafik pada 2000
RPM, T 40 o C dan AFR 14.9 : 1 putaran motor 2000 RPM, T 40 oC dan AFR
14.9 : 1, menunjukkan hasil paling optimal.
Kemudian arus campuran udara dan bensin Terjadi arus pusaran atau turbulensi di
masuk ke dalam silinder motor dengan diameter dalam silinder dengan kecepatan rata-rata
yang lebih besar atau terjadi perubahan 0.06 m/s dan hasil responsibilitas
pembesaran mendadak, sehingga kecepatan arus keseragaman penyebaran arus densitas ρ
turun drastis berwarna biru muda dengan udara dan densitas ρ bensin dengan tingkat
kecepatan v = 0.143 m/s, karena adanya tekanan intensitas homogenitas maksimal mencapai
rendah (vacum) di dalam silinder. Akibatnya 118.975 per langkah torak.
adanya kecenderungan terjadinya arus pusaran 2. Dan hasil yang diperoleh dari kecepatan arus
(vortex) yang dikenal arus turbulensi di dalam masuk terhadap sudut engkol dari berbagai
silinder motor dengan pola arus pusaran akan tingkatan putaran motor 1000 - 5000 RPM,
berkembang penuh berwarna biru muda sampai terjadi kecepatan arus masuk terendah pada
biru laut dengan kecepatan arus turbulensi rata- sudut engkol 0o dan 180o dan kecepatan
rata sebesar v = 0.06 m/s selama langkah isap. arus tertinggi terjadi pada sudut engkol 90o.
Dan arus yang terjadi pada permukaan torak 2. Saran
berwarna biru dan kecepatan arus mendekati Dari hasil penelitian pengaruh arus
limit 0, dari semua tingkatan kecepatan. turbulensi terhadap tingkat homogenitas
campuran udara dan bahan bakar di dalam
Kode Makalah: REN-003 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

silinder motor bensin dapat dibuat saran-saran, 4. Bruce R. Munson, Donal F. Young,
sebagai berikut : Theodore H. Okiishi, Harinaldi,
1. Perlu adanya penelitian/kajian lebih lanjut Budiarso. 2004. Mekanika Fluida,
dalam penenelitian berikutnya dengan Jakarta : Erlangga.
membandingkan dengan motor lain yang 5. Example guide cfd design v10, copyright
sejenis pada kapasitas yang sama, untuk (C) 1992 – 2009. Blue Numerics, Inc.
mengetahui hasil yang lebih baik dan 6. Heywood John B. 1988. Internal
perbaikan kinerja teknologi masa depan. Combustion Engine Fundamental, Mc
2. Kajian dapat dilakukan dari segi teknik Graw-Hill Publishing Company, New
mekanik dengan memperbaiki desain York.
saluran masuk, sudut kemiringan katup 7. Hidayat Wahyu, 2012. Motor Bensin
masuk, letak busi, bentuk ruang bakar Modern, Jakarta : Rineka Cipta.
maupun kontur permukaan torak. 8. Huda Yon F. 2011. Autodesk Inventor
3. Kajian non mekanik dapat dilakukan dengan Professional 2011. Yogyakarta : Andi.
memvariasikan parameter-parameter, mulai 9. New Step 1 Training Manual, 1995.
dari temperatur udara, perbandingan Jakarta : PT. Toyota Astra Motor.
kompresi, AFR (air fuel ratio) maupun 10. Potter Merle C., Wiggert David C.,
sistem proses pembakaranya. 2002. Mechanics of Fluids, Midhat
4. Untuk pengembangan penelitian masa depan, Hondzo University of Minnesota, Tom
perlu difasilitasi peralatan akurat yang I. – P. Shih Michigan State University.
modern seperti scan tool, diagnosis engine, 11. Sucahyo, Bagyo, Darmanto,
computer test engine dan soft ware yang Soemarsono, 1999. Otomotif Mesin
memadahi, seperti catia, solid work, CFD, Tenaga. Solo :
ansys, IC engine atau versi terbaru, guna Tiga Serangkai.
diperoleh hasil terbaik dan akurasi tinggi 12. Streeter Victor L. Wylie E. Benjamin.
dari suatu penelitian. Arko Prijono, 1985. Mekanika Fluida 1,
DAFTAR PUSTAKA Jakarta : Erlangga.
1. Arismunandar Wiranto, 1982. 13. White Frank M., Hariandja Manahan
Penggerak Mula Motor Bakar Torak, 1991. Mekanika Fluida 2, Jakarta :
Bandung : Erlangga.
penerbit ITB. 14. Wilcox David C. 2000 Turbulence
2. Arsada Robbi, 2011. Solid Works Modeling for CFD, DCW Industries.
Professional, Bandung : Informatika. Inc. Palm Drive, La Canada, California.
3. Barenschot BPM, Arends H. 1996.
Motor Bensin, Jakarta : Erlangga.
Kode Makalah: REN-003 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015
Kode Makalah: REN-004 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

KAJI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI KOMPOR GAS


UNTUK MENGOLAH AIR LAUT MENJADI GARAM

Randi Metra, 2)Mulyanef dan 3)Kaidir,


1)

Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, FTI-Universitas Bung Hatta


1)

Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin, FTI-Universitas Bung Hatta


2,3)

Jl. Gajah Mada No. 19 Padang, Sumatera Barat. 25137


E-mail: randiampalu@rocketmail.com dan mulyanef@yahoo.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan produktivitas garam dan performansi dari menggunakan kompor
gas untuk mendapatkan garam. Pembuatan garam selama ini yang dilakukan oleh petani garam di Indonesia
yaitu dengan cara memanfaatkan ladang-ladang penggaraman dengan cara membuat tambak sebagai wadah
penampungan air laut dan memanfaatkan panas dari matahari sebagai pemanas untuk menguapkan air laut.
Pada penelitian ini pembuatan garam dilakukan menggunakan kompor gas yang masih jarang dilakukan oleh
orang lain. Prinsip kerja dari penelitian ini adalah siapkan alat uji masukan air laut kedalam panci, kemudian
hidupkan kompor gas, setelah itu pasang kabel termokopel kedalam panci untuk mengukur temperatur air
dalam panci kemudian tutup panci. Energi yang dihasilkan oleh kompor gas menyebabkan air laut menguap
dan kemudian air akan berubah menjadi butiran garam. Pengujian ini dilakukan pada bulan Juni tahun 2015
yang bertempat di laboratorium prestasi mesin, fakultas teknologi industri, universitas bung hatta padang
dilakukan dengan memvariasikan bukaan pada kompor bukaan 1/4, 2/4, 3/4,dan 4/4. Hasil pengujian volume air
laut untuk 1 liter diperoleh hasil garam rata-rata 31,9 gram, pada bukaan katup 1/4 dalam waktu 50menit
terbentuknya garam.

Keywords: Air laut, bahan bakar gas, kompor,temperatur

Pendahuluan menghasilkan panas tinggi, dimana bahan bakar


berupa elpiji untuk memberikan pemanasan, baik
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memanaskan ruangan dimana kompor itu
dewasa ini cukup pesat, baik dibidang industri mau berada ataupun untuk memanaskan kompor itu
pun dibidang non industri. Namun masih banyak yang sendiri, dan barang-barang yang diletakkan di atasnya
mempunyai sifat tertentu dalam aplikasi di industri dengan menggunakan bahan bakar elpiji. Begitulah
maka dikembangkan oleh para ilmuan. pengertian kompor gas adalah gabungan definisi
Dalam kehidupan sehari-hari bahan bakar minyak kompor dan definisi elpiji sebagai bahan bakarnya.
merupakan kebutuhan yang sangat vital dalam Salah satu cara pengolahan yang praktis dan cepat
menunjang kelangsungan hidup manusia. Seiring adalah dengan menggunakan kompor gas dengan gas
bertambahnya waktu permintaan bahan bakar minyak elpiji 3 kg.
di Indonesia semakin lama semakin meningkat. Pemanfaatan energi dari kompor gas dapat
Bahan bakar minyak merupakan sumber daya alam meningkatkan temperatur yang tinggi sehingga
yang tidak dapat diperbarui, dan suatu saat akan pemanansan air lau akan lebih cepat menhasilkan
habis. garam. Kemudian, Wardani (2007) melakukan
LPG merupakan bahan bakar berupa gas yang penelitian alat penghemat bahan bakar kompor gas
dicairkan (Liquified Petroleum Gasses) merupakan berupa selubung yang terbuat dari aluminium yang
produk minyak bumi yang diperoleh dari proses diletakkan di sekitar panci. Prinsip alat penghemat
distilasi bertekanan tinggi. Fraksi yang digunakan gas tersebut dengan menempatkan gas panas hasil
sebagai umpan dapat berasal dari beberapa sumber dari pembakaran yang tersebar ke sisi-sisi panci
yaitu dari Gas alam maupun Gas hasil dari pengolahan sehingga energi panas hasil dari pembakaran dapat
minyak bumi (Light End). Komponen utama LPG lebih banyak diserap oleh panci yang selanjutnya
terdiri dari Hidrokarbon ringan berupa Propana (C3H8) diserap oleh air dan energi hasil pembakaran dapat
dan Butana (C4H10), serta sejumlah kecil Etana (C2H6,) digunakan secara maksimal. Dari hasil penelitian
dan Pentana (C5H12). tersebut didapatkan peningkatan efisiensi memasak
Kompor gas elpiji adalah alat masak yang sebesar 10% dibandingkan dengan kompor gas.

1
Kode Makalah: REN-004 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

Untuk menghitung efisiensi kompor gas dapat mendapatkan variasi waktu atau lama nya air laut
digunakan persamaan berikut : menjadi garam. Temperatur merupakan faktor
eksternal yang akan mempengaruhi produktivitas
 Nilai kalor (Q suatu alat uji kompor gas. Dalam melakukan analisa
data-data hasil pengujian dan perhitungan
= . .∆ digambarkan dalam bentuk grafik yang terdiri dari
grafik hubungan antara Temperatur dalam panci (Tw)
 Nilai Efisiensi Termal (%) dengan Waktu (jam).
 =
.
. .
.∆
Tabel 1. Data Hasil Pengujian (volume air laut 1 liter
bukaan katup kompor gas berbeda-beda)

Metoda Eksperimen & Fasilitas Yang Digunakan Bukaan Tw Waktu Bahan Berat
katup rata-rata air laut bakar Gas garam
1. Waktu dan tempat (°C) jadi dihabiskan dihasilkan
Pengujian dilakukan pada bulan Juni tahun 2015 garam (gram) (gram)
bertempat di Laboratorium Prestasi Mesin, (menit)
Fakultas Teknologi Industri, Universitas bung
1
/4 92,57 110 108 31,9
Hatta Padang.
2
/4 87,31 70 103 31,6
3
/4 86,36 50 101 31,4
4
/4 84,36 40 100 31,3

150 Tw vs Waktu
Temperatur air laut

100
dalam panci

50
Gambar 1. Alat uji kompor gas
0
2. Alat Uji dan Bahan
 Kompor gas Waktu (jam)
 Tabung gas LPG 3 kg
 Air laut Gambar 2. Grafik hubungan antara temperatur air laut
 Termocouple dalam panci dengan waktu bukaan ¼ dengan volume
 Stop watch air laut 1liter
3. Prosedur pengujian Pada Gambar 2 terlihat bahwa terjadi fenomena
 Menyiapkan semua alat ukur yang akan kenaikkan nilai temperatur air dalam panci (Tw).
digunakan yang sesuai dengan standar Pada jam 08:00 temperatur masih normal, setelah
penggunaannya. kompor gas dihidupkan dan ditunggu selama 10
 Memasang alat ukur pada instalasi pengujian menit temperatur berubah atau naik menjadi 54,9°C.
dengan baik dan benar. Dari jam 08:20-09:10 terjadi kenaikan temperatur
 Mengisi air laut pada panci. perlahan-lahan, pada jam 10:00 terjadi kenaikan
 Menghidupkan kompor gas (bukaan katup temperatur tertinggi yaitu 109°C dan pada
divariasikan) temperatur inilah terlihat butiran garam. Pada bukaan
 Pengambilan data setiap 10 menit hingga ¼ terjadinya garam diperoleh waktu 110 menit dan
dihasilkan garam. bahan bakar gas yang dihabiskan sebanyak 108 gram,
dari bukaan ¼ ini garam yang didapatkan sebanyak
Hasil dan Pembahasan 31,9 gram dengan volume air laut 1 liter.

Pada penelitian ini yang menjadi parameter adalah


temperatur air laut, temperatur air dalam panci,
temperatur penguapan dan temperatur lingkungan,
waktu air laut menjadi garam, gas LPG yang
dihabiskan dan jumlah garam. Pada pengujian ini
divariasikan bukaan 1/4, 2/4, 3/4, dan 4/4 untuk

2
Kode Makalah: REN-004 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

sampai 104,7 °C dan pada suhu ini bukaan 3/4


Tw vs waktu terjadinya garam. Bukaan 3/4 dibandingkan dengan
150 bukaan 2/4, waktu yang diperlukan untuk air laut
Temperatur air laut

100 menjadi garam lebih cepat dibandingkan dengan


bukaan 1/4 dan 2/4 , dan dari bukaan 3/4 bahan bakar
dalam panci

50
0 gas yang dipakai 101 gram , hasil garam dihasilkan
sebanyak 31,4 gram.

Waktu(jam) 150 Tw vs waktu

Temperaturair laut
100

dalam panci
Gambar 3. Grafik hubungan antara temperatur air laut 50
dalam panci dengan waktu bukaan 2/4 dengan volume
0
air laut 1 liter

Pada Gambar 3. Menampilkan Grafik hubungan


antara temperatur air laut dalam panci dengan waktu
waktu (jam)
bukaan 2/4 dengan volume air laut 1 liter. Pada pukul
10:05 temperatur masih berada pada normal,
kemudian setelah dilakukan pemanasan selama 10 Gambar 5. Grafik hubungan antara temperatur air laut
menit suhu naik menjadi 53,2°C sedangkan pada dalam panci dengan waktu bukaan 4/4 dengan volume
pukul 10:15 sampai 11:15 keadaan temperatur air laut 1liter
mengalami kenaikan per 10 menit sehingga suhu
tertinggi mencapai 108,4°C. Pada Temperatur Pada Gambar 5 menampilkan Grafik hubungan antara
108,4°C ini lah terjadinya garam. Bukaan 2/4 ini temperatur air laut dalam panci dengan waktu bukaan
waktu yang diperlukan untuk air laut menjadi garam
4
/4 dengan volume air laut 1liter. Pada pukul 12:15
selama 70 menit, bahan bakar gas yang dihabiskan suhu berada pada 31,5 °C, kemudian setelah
103 gram dan garam yang dihasilkan sebanyak 31,6 dilakukan pengujian sampai pukul 12:25 suhu
gram. Dapat dilihat bahwa pengujian 2/4 dan 1/4 mengalami kenaikan menjadi 83,5 °C. Selanjutnya
waktu air laut menjadi garam yang di butuhkan pad pukul 12:35 sampai 12:55 suhu naik hingga
berbeda, bukaan 2/4 lebih cepat dibandingkan dengan mencapai 105,7 °C. Pada pengujian ini waktu lebih
bukaan 1/4, ini dikarenakan bukaan sangat pengaruh sedikit digunakan dalam mencapai terbentuknya
untuk menghasilkan pemanas yang lebih tinggi, jika garam, Pada bukaan 4/4 waktu air laut menjadi garam
energi panas nya tinggi maka semakin cepat pula lebih cepat yaitu 40 menit air laut sudah berubah
terbentuknya garam. menjadi garam, ini dikarenakan bukaan pada kompor
gas full sehingga panas yang dihasilkan juga tinggi,
dan bahan bakar yang dihabiskan 100 gram, berat
150 Tw vs waktu garam yang dihasilkan sebanyak 31.3 gram. Pada
volume 1 liter air laut rata-rata garam dihasilkan dari
100 semua bukaan adalah 31,55 gram.
Temperatur air laut

50
dalam panci

Garam yang dihasilkan pada pengujian dapat dilihat


0
pada Gambar 6 berikut.

Waktu(jam)

Gambar 4. grafik hubungan antara temperatur air laut


dalam panci dengan waktu bukaan 3/4 dengan volume
air laut 1liter

Pada gambar 4 saat pengujian pukul 11:20 suhu


temperatur Tw berada pada 30 derajat celcius, setelah
dilakukan pengujian sampai jam 11:30 suhu menaik
menjadi 79,5 derajat celcius, dan dari pukul 11:30 Gambar 6. Bentuk butiran Garam hasil pengujian
sampai 12:10 keadaan suhu naik dari suhu 79,5 °C menggunakan kompor gas

3
Kode Makalah: REN-004 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

Kesimpulan Mohammad Hasan Ashari, “Pengaruh jarak


selubung dengan panci terhadap efisiensi
Dari hasil pengujian dan pengolahan data pengolahan sistem pemanas menggunakan kompor
air laut menjadi garam dengan menggunakan bahan gas”,Jurnal skripsi Jurusan Teknik Mesin
bakar gas, diperoleh kesimpulan bahwa : Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya.
1. Dari volume 1 liter air laut dalam panci Mulyanef, Burmawi, dan Muslimin K. 2014.
dipanaskan dengan kompor gas dengan bukaan Pengolahan Air Laut Menjadi Air Bersih dan
katup bervariasi (1/4 , 2/4 , 3/4 dan 4/4), didapatkan Garam dengan Destilasi Tenaga Surya. Jurnal
hasil garam tertinggi pada bukaan katup 1/4 Teknik Mesin ITP vol.4 p 25-29
sebanyak 31,9 gram. Dibutuhkan waktu 110 Khan and Saxena, 2013. Performance of LPG
menit dan bahan bakar gas yang dihabiskan Cooking Stove Using Different Design Of
sebanyak 108 gram. Burner Heads. International Journal of
2. Waktu untuk menghasilkan garam yang paling Engineering Research & Technology.
cepat ada terjadi pada bukaan katup kompor gas Wardani, Dendi. 2007. Alat Penghemat Bahan
4
/4 yaitu 40 menit. Sedangkan waktu paling lama Bakar Gas Pada Kompor Gas Rumah Tangga.
untuk menghasilkan garam terjadi pada bukaan Institut Teknologi Bandung: Bandung.
katup 1/4 yaitu 110 menit.

Saran-Saran

 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang


pengambilan air bersih pada pengujian kompor gas
ini.
 Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut tentang
variasi volume air laut yang lebih banyak agar
garam dihasilkan lebih banyak pula.

Nomenklatur

Tw Temperatur dalam panci (°C)


Ta Temperatur lingkungan (°C)
Tsv Temperatur uap (°C)
Q Energi kalor (joule)
cp Kalor jenis zat (j/kg°C)
 Nilai efisiensi termal(%)
∆ Perubahan temperatur(°C)
Nilai kalor rendah lpg (j/kg)

Referensi

Arismunandar W, 1995. “Teknologi Rekasaya


Surya”, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Duffie, John A dan Beckman, W. A.,2006. “Solar
Enginnering Of Thermal Processes”, Jon
Willey & Sons, Canada.
El-Sebari A.A, 2005. “Thermal Performance of a
Triple-Basin Solar Still”, Jurnal Desalination
174 ( 2005 ) 23-37, Physics Departmen, Faculty
of Science, Tanta University.
Holman J.P, 1984, “Perpindahan Kalor”, Erlangga,
Jakarta.
Khan and Saxena, 2013. Performance of LPG
Cooking Stove Using Different Design Of
Burner Heads. International Journal of
Engineering Research & Technology.

4
Kode Makalah: REN-005 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

Monitoring Pemakaian Energi Listrik Gedung melalui WSN


1)
Zaini, 2)Randi Novaldi
1,2)
Jurusan Teknik Elektro Universitas Andalas
1)
E-mail: zaini@ft.unand.ac.id

Abstrak
Harga energi listrik yang meningkat telah mendorong pengelola gedung untuk menemukan titik
pemborosan akibat penghuni yang kurang bertanggung jawab. Oleh sebab itu diperlukan sistem
monitoring konsumsi energi listrik. Paper ini mengusulkan pemanfaatan Wireless Sensor Network (WSN)
sebagai sistem komunikasi data dari sensor ke pengelola gedung. Arduino sebagai prosessor akan
mengumpulkan data dari sensor dan mentransfer ke XBee yang merupakan simpul pada sebuah WSN.
Dari pengujian, disimpulkan bahwa WSN yang dirancang mempunyai kinerja yang handal dalam
mengirimkan data dari sensor.
Katakunci — WSN, Arduino, XBee, sensor

dkk [4] merancang gateway antara jaringan Zigbee untuk


I. PENDAHULUAN
kontrol lampu penerang dengan backbone dari BAS yang
Kenaikan tarif dasar listrik berdampak pada bertambah
menggunakan protokol Modbus/TCP. Jaringan nirkabel
nya biaya operasional suatu gedung. Untuk gedung
Zigbee berisikan sensor, kontroler dan aktuator di lapangan
pemerintah sudah ada imbauan untuk mengurangi konsumsi
(field).
energi listrik, diantara nya dengan cara menurunan setting
temperatur dari AC (Air Conditioner) dan mematikan lampu II. WIRELESS SENSOR NETWORK
penerang yang tidak perlu. Untuk kasus gedung Universitas Wireless sensor network (WSN) adalah jaringan yang
Andalas, dampak dari kebijakan ini belum terukur karena terdapat lebih dari satu sensor di dalamnya dan saling
tidak ada audit energi yang dijalankan. Selain itu, belum terhubung melalui peralatan komunikasi nirkabel. Sensor
tersedia nya kurva beban listrik mingguan yang dapat disini digunakan untuk menangkap data berupa besaran fisik
dijadikan baseline untuk menilai penghematan energi listrik atau kondisi lingkungan seperti arus, tegangan, temperatur,
yang dijalankan. kelembaban, dan lain-lain. Jika output dari sensor berupa
Pada penelitan sebelum nya sudah dibuat sistem besaran analog, dibutuhkan ADC agar terhubung ke
monitoring pemakaian energi listrik real-time melalui mikroprosesor. Selanjutnya data tersebut dikirim ke node
jaringan komputer [1]. Sistem ini menggunakan media kabel dalam jaringan melalui media komunikasi seperti Bluetooth,
UTP untuk mengirimkan data dari sensor-sensor ke web Zigbee, infrared, dan Wifi.
server. Menurut Cutler [2], biaya instalasi jaringan kabel
untuk pemasangan awal dan konfigurasi ulang membutukan Zigbee adalah standar komunikasi nirkabel didasarkan
dana yang cukup besar. Selain itu, instalasi jaringan kabel pada standar IEEE 802.15.4 yang mendefinisikan lapisan
yang tidak rapi menimbulkan ketidaknyamanan bagi fisik dan akses medium untuk WPAN kecepatan rendah
penghuni gedung [3]. (20-250 kbps). Koordinator menggunakan beacon frame
Teknologi jaringan nirkabel daya rendah yang secara periodik untuk sinkronisasi dengan perangkat lain.
diterapkan pada aplikasi BAS (Building Automation System) Perangkat yang sedang tidur akan bangun saat menerima
meliputi Zigbee, Bluetooth, IEEE 802.15.4 dan yang terbaru frame ini kemudian akan mengirim atau menerima data.
6LoWPAN [4]. Teknologi tersebut harus mampu Setelah itu kembali ke mode tidur yang penting untuk
berkomunikasi dengan protokol BAS yang sudah lama menghemat daya listrik.
diterapkan seperti BACnet, LonWorks dan Modbus. Hsioa Lapisan jaringan dan aplikasi ditambahkan oleh Zigbee
Kode Makalah: REN-005 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

alliance diatas standar untuk IEEE 802.15.4. Fitur-fitur yang III. RANGKAIAN ANTARMUKA SENSOR DENGAN
MIKROKONTROLER
ada meliputi fungsionalitas keamanan data AES (Advanced
Untuk mengukur daya listrik pada sistem kelistrikan
Encryption Standard) dan routing pada topologi mesh dengan
diperlukan sensor arus, tegangan dan beda fasa. Output dari
pembentukan dinamik, konsolidasi dan pemisahan. Stack
sensor biasanya berupa tegangan AC dengan level tegangan
protokol lebih kecil dan konsumsi sumber daya lebih rendah
yang jauh lebih rendah dari nilai input. Sebagai contoh, Pico
dibanding Bluetooth. Waktu tunda dari mode tidur sampai
current clamp TA019 akan menghasilkan tegangan 1 mV
transmisi aktual sebesar 15 mdet [5].
untuk arus beban sebesar 1 A, Tegangan 220 VAC akan
Salah satu protokol routing yang digunakan di WSN
diturunkan menjadi 5-12 VAC sebelum dikondisikan oleh
adalah AODV (Ad hoc On Demand Distance Vector).
rangkaian elektronika. Selanjutnya, tegangan AC ini harus
Protokol ini bersifat reaktif yang berarti rute dari sumber ke
diubah menjadi tegangan DC tanpa menghilangkan
tujuan akan dibentuk ketika ada permintaan untuk rute
gelombang utama nya agar dapat diproses oleh
tersebut. Pada Gbr 1, simpul 1 akan mem-broadcast pesan
mikrokontroler.
RREQ (Route Request) untuk menemukan rute ke simpul 8.
Rangkaian penjumlah tegangan diperlukan agar
Pesan yg dikirim berisi ID rute, sumber, tujuan dan umur
tegangan AC dapat diubah menjadi tegangan searah dengan
pesan. Node penerima akan mem-broadcast ulang jika
memberikan offset DC. Seperti terlihat pada Gbr 2, sumber
simpul tujuan bukan dirinya dan sekaligus membentuk tabel
DC 12V dan AC 3.53 Vrms 50 HZ diturunkan tegangan nya
informasi rute sementara. Ketika pesan sampai di tujuan,
dengan potensiometer 10 k. Kemudian dihubungkan ke
simpul 8 akan membalas dengan pesan RREP (Route Reply)
terminal + dari masukan Op-Am yang disuplai dengan
berdasar tabel rute yang dimiliki (ID:0, Src:1,Sender:6).
tegangan  12V.
Setelah RREP tiba di simpul 1, ia akan membentuk entri baru
tabel rute (Dest:8, Next:2).

Gbr 1. Pembentukan rute dengan protokol AODV [6]

Dalam sebuah WSN, setiap simpul dapat bertindak


sebagai koordinator, router atau end-device. Koordinator
Gbr 2. Rangkaian penjumlah tegangan
merupakan perangkat kapasitas penuh (Full-function device)
menggunakan Op-Am
yang menyediakan sinkronisasi jaringan dengan node lain
Untuk mengetahui dan mendeteksi adanya perbedaan
(polling node). End-device merupakan modul RF yang
sudut fasa antara gelombang tegangan dan arus maka
mengandalkan koordinator untuk sinkronisasi dan dapat
digunakan rangkaian zero crossing detector dan gerbang
berada dalam kondisi tidur untuk menghemat daya. Router
XOR seperti tampak pada Gbr 3. Gelombang sinusoidal arus
adalah simpul penghubung antara end-device dan
dan tegangan dirubah menjadi gelombang persegi dengan
koordinator yang menemukan rute sesuai protokol yang
menggunakan metode zero crossing detector;
digunakan seperti AODV di atas.
membandingkan gelombang terhadap 0V, apabila gelombang
berada di fasa positif maka akan bernilai 5V dan apabila
Kode Makalah: REN-005 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

sinyal berada di fasa negatif maka benilai 0 V, keluaran dari Gbr 4. Rancangan WSN di Jurusan
rangkaian ini menjadi masukan bagi gerbang XOR. Teknik Elektro Unand
Rangkaian penjumlah tegangan mengatur besar
amplitudo dan letak gelombang AC tanpa membalikkan fasa
nay tersebut sehingga dapat dibaca oleh mikrokontroler.
Hasil keluaran current clamp TA019 dalam orde mV harus
diperkuat terlebih dahulu dengan rangkaian non-inverting
amplifier. Selanjutnya seluruh data yang telah diolah oleh
Arduino Uno dikirim melalui WSN yang terdiri dari 1
end-device (ED), 2 router (R) dan 1 koordinator (C) ke
personal computer. Akhirnya, data disimpan dalam database
dan ditampilkan secara real-time yang memberikan
informasi tentang pemakaian energi listrik dimana user dapat
melihat tampilannya dalam bentuk grafik melalui aplikasi
desktop di sebuah PC.
Alamat masing-masing simpul WSN ditampilkan pada
Tabel 1 berikut. Agar dua simpul bisa berkomunikasi pada
mode unicast, parameter DL dari transmitter harus cocok
Gbr 3. Rangkaian pendeteksi beda fasa antara dua dengan parameter MY dari receiver (R1→C,R2→C) . Untuk
tegangan AC mengirimkan paket broadcast ke R1 dan R2 dari ED, DL dan
DH dari simpul ED diset masing-masing 0xFFFF dan 0.
IV. PERANCANGAN SISTEM
Parameter tersebut ditulis ke modul XBee menggunakan
Berdasarkan Gbr 4, rancangan sistem monitoring ini
software X-CTU versi 6.1.1 yang dapat di-download di
secara umum terdiri dari current clamp meter TA019,
www.digi.com/xctu. Modul XBee terhubung ke PC lewat
transformator tegangan, rangkaian Op-Am, arduino Uno,
XBee interface board yang diperlihatkan pada Gbr 5.
XBee, personal computer, dan aplikasi desktop. Pengukuran
dilakukan menggunakan trafo tegangan dan Current Clamp TABEL 1. PARAMETER SIMPUL-SIMPUL WSN

TA019. Kedua besaran yang telah diperoleh akan menjadi


masukan rangkaian zero crossing detector. Sinyal pulsa
output kemudian dibandingkan berdasarkan perbedaan
lamanya sinyal pada saat berlogika “tinggi” dengan
menggunakan rangkaian phase detector, untuk memperoleh
nilai beda sudut fasa.

Gbr 5. XBee interface board [7]

Gbr 6 memperlihatkan potongan program yang dibuat


Kode Makalah: REN-005 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

menggunakan IDE Arduino versi 1.0.6 r2. Arduino membaca Gbr 7. Pengujian akurasi sistem pengukuran arus listrik
tegangan analog pada pin A0 untuk arus beban dan A1 untuk
Selanjutnya dilakukan pengujian terhadap rangkaian
tegangan sedangkan pulsa beda fasa dibaca di pin digital 7.
beda fasa, inputnya adalah sinyal current clamp TA019 dan
Menggunakan data awal ini, Arduino menghitung nilai RMS
tegangan yang ditunjukan berupa gelombang sinusoidal pada
dari arus dan tegangan, faktor daya dan daya aktif yang
Gbr 8. Jika diamati, pulsa (gelombang 1) yang dihasilkan
disuplai ke beban. Selanjutnya hasil perhitungan dikirimkan
adalah beda fasa antara sinyal tegangan (gelombang 2)
ke modul XBee melalui pin TX.
dengan kebalikan sinyal tegangan keluaran sensor arus
(gelombang 3). Besarnya beda fasa dalam radian adalah
sebesar 2××f×thigh dimana f adalah frekuensi dan thigh waktu
high dari pulsa persegi.

Gbr 8. Pengujian rangkaian deteksi fasa


Gbr 6. Kode program akuisisi data arus dan tegangan
Aplikasi desktop monitoring dibuat dengan
V. HASIL PENGUJIAN DAN ANALISA menggunakan Microsoft Visual Studio 2012. Agar informatif,
Pengujian ini bertujuan untuk membandingkan tampilan ini dibuat dalam bentuk tabel serta grafik nilai total
ketelitian sistem yang telah dikalibrasi dengan melakukan pemakaian energi listrik terhadap waktu seperti tampak pada
pengukuran menggunakan alat ukur. Pengujian dilakukan di Gbr 9. Selain ditampilkan di aplikasi desktop, hasil
panel listrik Jurusan Teknik Elektro Universitas Andalas. monitoring juga disimpan ke dalam database MySql berupa
Pada alat ukur clamp meter portable menunjukkan arus nilai arus dan pemakaian energi listrik.
sebesar 6A, hasil pengukuran menggunakan current clamp
meter TA019 menunjukkan nilai 5.618A seperti tampak pada
Gbr 7. Ini berarti kesalahan pengukuran adalah sebesar 6.3%.

Gbr 9. Aplikasi desktop sistem monitoring energi listrik


Kode Makalah: REN-005 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

Skenario yang digunakan untuk menguji keandalan dari


WSN adalah mematikan router R2 lalu menghidupkan R1dan
mengamati komunikasi data di koordinator menggunakan
software X-CTU. Dari pengujian didapatkan waktu yang
dibutuhkan untuk pindah dari rute awal (ED→R2→C) ke
rute alternatif (ED→R1→C) adalah sebesar 15 detik.

VI. KESIMPULAN
Hasil pengujian menunjukan bahwa sistem monitoring
yang dibangun berhasil membaca besar tegangan, arus dan
fasa dengan hasil yang cukup akurat. Simpul WSN yang
terdiri dari empat modul XBee mempunyai keandalan yang
baik dalam pengiriman data dari transmitter ke receiver. Juga,
aplikasi desktop berhasil menampilkan hasil pengukuran
secara real-time.

REFERENSI
[1] Zaini dan Putra, R., “Perancangan Sistem Monitoring Konsumsi
Energi Listrik di Universitas Andalas,” di Seminar FORTEI Juni 2014,
Bandung, 2014.
[2] Cutler, T., “Deploying Zigbee in Existing Industrial Automation
Networks”, Industrial Embedded Systems, 2005, 1, halaman 34-36.
[3] Osterlind, F., Pramsten, E., Roberthson, D., Eriksson, J., Finne, N.
dan Voigt, T., “Integrating Building Automation Systems and Wireless
Sensor Networks”, Proc. of the 12th IEEE Conf. on Emerging Technologies
& Factory Automation (EFTA 2007), Patras, Greece, Sep. 2007, halaman
1376-1379.
[4] R. S. Hsiao, D. B. Lin, H. P. Lin, C. H. Chung dan S. C. Cheng.,
“Integrating Zigbee lighting control into existing building automation
systems”, IET International Conference on Information Science and Control
Engineering (ICISCE), Shenzhen, 2012.
[5] Kastner, W., Neugschwandtner, G., Soucek, S., dan Newman, H. M.,
“Communication Systems for Building Automation and Control”,
Proceedings of the IEEE, 2005
[6] http://flylib.com/books/2/959/1/html/2/images/mir19f05.jpg
[7] www.digi.com/documentation
Kode Makalah: RMA-001 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

Pembuatan Serbuk Ti 6Al 4V dan SS 316L Halus sebagai Bahan Dasar Implan
Tulang Berpori dengan Perlakuan Mekanik

1)
Adhytia Farma Arsal
2)
Prof. Dr. Eng. H. Gunawarman, 3)Ilhamdi, M. Eng

Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Andalas


1,2,3)

Limau Manis, Padang, 25151


E-mail: adhytiafarmaarsal@gmail.com

Abstrak

Angka kejadian patah tulang belakangan ini mengalami peningkatan. Penyebab patah tulang bisa berupa
kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja dan bencana alam. Selain itu, patah tulang juga diakibatkan karena kasus
osteoporosis. Patah tulang dapat disembuhkan dengan cara pemasangan material implan.
Material implan yang digunakan harus mempunyai bentuk struktur dan sifat yang mendekati dari tulang
manusia. Pada umumnya material implan berbentuk pen dan kaku. Material implan yang mendekati struktur tulang
harus memiliki bentuk struktur yang berpori juga. Tulang manusia mempunyai bentuk berongga kecil yang
merupakan tempat sel saraf, sel darah dan jaringan sumsum tulang berada. Material implan yang sering digunakan
pada saat ini adalah Ti64 dan SS 316L. Material implan berpori dapat dibentuk dengan menggunakan serbuk
logam. Material serbuk memiliki kelebihan untuk mudah dibentuk.
Titanium maupun stainless steel tidak tersedia dalam bentuk serbuk dan umumnya tersedia dalam bentuk
batangan. Oleh karena itu, pada penelitian ini mengkaji cara pembuatan serbuk material Ti64 dan SS 316L melalui
perlakuan mekanik yang menghasilkan serbuk material berukuran super halus.
Penelitian ini dimulai dengan mempersiapkan sampel yang berbahan titanium dan stainless steel. Setelah itu
dilakukan proses pemotongan untuk dilanjutkan pada proses ball mill. Hasil dari ball mill berupa serbuk halus.
Kemudian dilanjutkan dengan pengujian dengan menggunakan SEM dan EDX untuk melihat ukuran dari serbuk
yang dihasilkan serta pemeriksaan komposisi kimia.
Pembuatan serbuk Ti64 dengan menggunakan ball mill dan dengan perlakuan mekanik efektif untuk
meningkatakan nomor kehalusan serbuk dari #61 menjadi #102. Pembuatan serbuk SS 316L dengan
menggunakan ball mill dan dengan perlakuan mekanik kurang efektif untuk meningkatakan nomor kehalusan,
karena peningkatan nomor kehalusan yang tidak signifikan yaitu dari nomor kehalusan dari #85 menjadi #91.
Setelah dilakukan pemeriksaan komposisi kimia, tidak tejadi perubahan pada komposisi kimia setelah dan
sebelum proses milling / ball mill.

Keywords: implan berpori, Ti64, SS 316L,SEM, ball mill

Pendahuluan angka kejadian patah tulang pada penderita


Belakangan ini, angka kejadian patah tulang osteoporosis 227.850 kasus dengan biaya pengobatan
cenderung meningkat. Menurut data dari Sistem 2,7 miliar dollar AS. Tahun 2010 angka kejadian patah
Informasi Rumah Sakit (SIRS) 2013, kasus patah tulang pada osteoporosis meningkat menjadi 426.300
tulang mengalami peningkatan setiap tahun sejak kasus dengan total biaya pengobatan 3,8 miliar dollar
2010. Pada 2010 ada 22.815 insiden patah tulang, AS.
pada 2011 menjadi 36.947, 2009 menjadi 42.280 dan
pada 2013 ada 43.003 kasus. Rata-rata angka insiden
patah tulang paha atas, tercatat sekitar 200/100.000
pada perempuan dan laki-laki di atas usia 40 tahun .
Penyebab patah tulang bisa berupa kecelakaan
lalu lintas, kecelakaan kerja dan bencana alam. Selain
itu, patah tulang juga diakibatkan karena kasus
osteoporosis. Tahun 2005, Health Technology
Assessment melaporkan, di Indonesia tahun 2000

1
Kode Makalah: RMA-001 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

Patah tulang dapat disembuhkan dengan cara dapat diolah pada proses ball mill. Mesin ball mill
pemasangan material implan pada bagian tulang yang digunakan adalah Pulverisette 6 Classic Line
yang patah. Implan berguna untuk mengembalikan Fritsch Planetary Mono Mill
posisi tulang (reposisi) pada kondisi anatomisnya, dan Pahat yang dipakai pada proses sawing ini adalah
mempertahankan posisi tersebut (immobilisasi) jenis HSS. Proses ball mill dilakukan untuk membentuk
hingga proses penulangan terjadi. serbuk super halus dari Stainless Steel 316L dan Ti 6Al
Material implan yang digunakan harus 4V. Pada proses ball mill kecepatan yang dipakai yaitu
mempunyai bentuk struktur dan sifat yang mendekati 250 rpm dengan waktu 4 x 15 menit untuk satu kali
dari tulang manusia. Tulang manusia mempunyai penggilingan. Proses ball mill dilakukan berulang kali
bentuk berongga kecil yang merupakan tempat sel sampai diperoleh serbuk Ti 6Al 4V dan Stainless Steel
saraf, sel darah dan jaringan sumsum tulang berada. 316L. Setelah mendapatkan serbuk dilakukan proses
Pada umumnya material implan berbentuk pen dan pengayakan untuk mengetahui distribusi ukuran dari
kaku. Material implan yang mendekati struktur tulang serbuk. Proses pemanasan dilakukan untuk
harus memiliki bentuk struktur yang berpori juga. mengembalikan sifat ulet material yang telah hilang
Material implan berpori dapat dibentuk pada proses ball mill. Pengamatan dengan menggunakan
dengan cara mencampurkan serbuk logam dengan SEM bertujuan untuk mengetahui distribusi dari ukuran
glukosa. Selanjutnya, logam dan glukosa tersebut butir yang dihasilkan pada saat proses penggilingan.
ditekan dan diberikan perlakuan panas (sintering) Pemeriksaan EDX bertujuan untuk mengetahui
untuk menghilangkan glukosa tersebut yang kandungan atau komposisi kimia dari serbuk hasil dari
menghasilkan rongga-rongga pada material tersebut penggilingan.
(Adamek, 2014) . Pada penelitian yang pernah Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
dilakukan, material logam yang digunakan adalah Metalurgi Jurusan Teknik Mesin Universitas Andalas.
titanium. Titanium yang digunakan berbentuk serbuk. Setelah melakukan semua tahap penelitian dan
Selain itu tidak dijelaskan bagaimana cara memperoleh hasil, selanjutnya dilakukan pembuatan
mendapatkan serbuk titanium (Adamek, 2014). laporan akhir untuk tugas akhir S-1.
Titanium maupun stainless steel tidak
tersedia dalam bentuk serbuk dan umumnya tersedia
dalam bentuk batangan. Oleh karena itu, pada
penelitian ini mengkaji cara pembuatan serbuk Hasil dan Pembahasan
material titanium dan stainless steel melalui Hasil yang diperoleh dari penelitian ini
perlakuan mekanik yang menghasilkan serbuk ditampilkan dalam hasil pengamatan scanning
material berukuran super halus. Perlakuan mekanik electron microscope (SEM), proses pengayakan, dan
dilakukan dengan proses ball mill. Proses ini pemeriksaan energy dispersive x-ray analysis (EDX).
dilakukan berulang kali sampai didapatkan serbuk
titanium dan stainless steel.
Tingkat Kehalusan Butir dan Nomor Butir
Setelah dilakukan proses pengayakan
Metoda Eksperimen & Fasilitas Yang Digunakan menggunakan mesin ayakan getar selama 10 menit
dan amplitudo getaran 80 diperoleh hasil berupa berat
Penelitian ini dimulai dengan mempersiapkan serbuk dari nomor sieve ayakan 35, 60, 120 dan 230.
sampel berbahan titanium dan stainless steel, untuk Data hasil pengayakan serbuk Ti64 dan SS 316L
dilakukan proses pemotongan dan dilanjutkan pada pada masing-masing tahapan proses dapat dilihat
proses ball mill. Hasil dari ball mill berupa serbuk pada Tabel 1 dan Tabel 2.
halus. Kemudian dilanjutkan dengan pengujian
dengan menggunakan SEM dan EDX untuk melihat Tingkat Kehalusan Butir dan Nomor Butir Ti64 dan
ukuran dari serbuk yang dihasilkan serta pemeriksaan SS 316L
komposisi kimia. Pengayakan dilakukan untuk mengetahui
Penelitian ini dimulai dengan mencari studi nomor butir, sehingga tingkat kehalusan butir dapat
literatur dan setelah itu, dilakukan penyiapan sampel. diketahui. Pada Tabel 1 menampilkan hasil dari
Sampel yang digunakan adalah titanium jenis 6Al 4V proses pengayakan serbuk Ti64 yang dilakukan.
dan stainless steel jenis 316 L dalam bentuk batangan. Pada tahap 1 yaitu dengan penggilingan
Ti64 yang digunakan berukuran panjang 199 mm dan selama 2 jam, serbuk Ti64 yang paling banyak
berdiameter 6 mm. sedangkan SS 316L yang terdapat pada ukuran ayakan dengan nomor mesh #60
digunakan berukuran panjang 154,4 mm dan yang berukuran 250 μm dengan berat sebesar 2,99
berdiameter 6,35 mm. gram. Pada tahap 2 dan 3 yang mana setelah
Proses sawing merupakan proses pemotongan dilakukan penggilingan selama 4 dan 6 jam serbuk
material menjadi bagian-bagian yang lebih kecil agar terbanyak terdapat pada ukuran ayakan dengan
nomor mesh #120 yang berukuran 125 µm dengan

2
Kode Makalah: RMA-001 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

berat sebesar 2,18 dan 1,95 gram. Pada tahap 4 dan 5


yang mana setelah dilakukan penggilingan selama 8 *No. Kehalusan Serbuk =
dan 10 jam serbuk terbanyak terdapat pada ukuran **Ukuran Serbuk Rata-rata = interpolasi nilai dari
ayakan dengan nomor mesh #230 yang berukuran 63 nomor kehalusan serbuk
µm dengan berat sebesar 1,85 dan 1,89 gram.
Jumlah dari serbuk Ti64 pada setiap tahap Tabel 2 menampilkan hasil dari proses
penggilingan mengalami pengurangan, hal ini terjadi pengayakan serbuk Ti64 yang dilakukan. Hasil
karena hasil setiap tahap penggilingan serbuk diambil pengayakan yang dilakukan pada SS 316L dapat
sedikit untuk dilakukan pengamatan menggunakan dilihat, serbuk yang terbanyak terdapat pada ukuran
SEM dan pemeriksaan menggunakan EDX. ayakan dengan nomor mesh #120 yang berukuran
125 µm untuk semua tahapan milling. Ini berarti
Tabel 1. Hasil proses pengayakan serbuk Ti64 pada proses ball mill untuk SS 316L kurang efektif untuk
masing-masing tahapan proses milling mereduksi ukuran serbuk.

Berat Serbuk (gram)


No.
Ayakan Milling Milling Milling Milling
Milling 1
2 3 4 5
35 0,81 0,00 0,00 0,00 0,00

60 2,99 0,20 0,14 0,08 0,02

120 1,75 2,18 1,95 1,80 1,74

230 1,62 1,59 1,75 1,85 1,89

Dasar 0,16 0,20 0,24 0,25 0,30

Berat Total 7,33 4,17 4,08 3,98 3,95 Gambar 1. Ukuran rata-rata serbuk Ti 64 dan SS
No. 316L hasil proses milling
Kehalusan 61 89 94 98 102
Serbuk * Gambar 1 merupakan perbandingan
Ukuran penurunan ukuran serbuk Ti64 dan SS 316L. Pada
Serbuk
Rata-rata
248 190 179 170 163 gambar dapat dibandingkan ukuran serbuk rata-rata
(μm)** terhadap masing-masing tahapan proses. Untuk
serbuk Ti64, apabila dibandingkan ukuran serbuk
antara serbuk milling 1 sampai dengan serbuk
Tabel 2 Hasil proses pengayakan serbuk SS 316L milling 4 maka terjadi penurunan dari 248 µm
pada masing-masing tahapan proses milling menjadi 163 µm. Hal ini disebabkan oleh proses ball
mill yang dilakukan. Proses ini efektif pada milling 2,
Berat Serbuk (gram)
karena pada milling 2 terjadi penurunan yang
No. Ayakan signifikan yaitu dari 248 µm menjadi 190 µm. Satu
Milling Milling Milling Milling
Milling
1 2 3
4
5 proses milling dilakukan dengan proses ball mill
selama 2 jam. Penurunan signifikan yang terjadi
35 0,06 0,00 0,00 0,00 0,00
diakibatkan serbuk titanium sudah mengalami
60 0,26 0,31 0,24 0,20 0,18 penggetasan selama 2 x 2 jam proses ball mill.
Karena serbuk telah getas, maka serbuk akan lebih
120 3,17 3,20 2,78 2,65 2,76 mudah untuk hancur karena hantaman bola dari pada
proses ball mill. Pada milling 2 ke milling 3 tidak
230 1,71 1,72 1,79 1,98 1,77 terjadi penurunan yang begitu signifikan yaitu dari
Dasar 0,32 0,38 0,27 0,22 0,32
190 µm menjadi 179 µm. Begitu juga untuk milling 4
ke milling 5 penurunan yang terjadi dari 170 µm
Berat Total 5,62 5,61 5,08 5,05 5,03 menjadi 163 µm.
No. Untuk serbuk SS 316L, apabila dibandingkan
Kehalusan 85 88 89 90 91 ukuran serbuk antara serbuk milling 1 dengan serbuk
Serbuk * milling 2 maka terjadi penurunan dari 197 μm
Ukuran menjadi 191 μm, penurunan yang terjadi tidak
Serbuk
197 191 190 187 185 signifikan. Begitu juga untuk masing-masing tahapan
Rata-rata
(μm)** milling lainnya, penurunan yang terjadi tidak terlalu
besar.

3
Kode Makalah: RMA-001 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

Widia Soviyana, juga meneliti proses


pembuatan serbuk super halus Ti64 dan SS 316L
dengan perlakuan mekanik dan termal (Soviyana W,
2015) Hasil penelitian yang diperoleh penurunan
ukuran rata-rata serbuk yang signifikan juga terjadi
pada serbuk Ti64, dimana terjadi penurunan 190µm
menjadi 119µm.

Distribusi Ukuran dan Morfologi Serbuk Ti64 dan


SS316L Setelah Proses Ball Mill
Pengamatan SEM digunakan untuk
memperoleh karakteristik fisik dari serbuk Ti64 dan
SS 316L setelah dilakukan proses ball mill berupa
distribusi ukuran dan morfologi serbuk. Proses ball
mill dilakukan dengan 4 kali tahapan.

Distribusi Ukuran dan Morfologi Serbuk Ti64


Gambar 2 menampilkan hasil pengamatan
SEM dengan perbesaran 100 kali untuk melihat
karakteristik fisik berupa ukuran dan distribusi
ukuran serbuk Ti64. Pada serbuk sebelum milling
dapat dilihat serbuk masih berukuran panjang dan
tampak kasar serta bergelombang. Pada milling 1
serbuk masih terlihat panjang (Gambar 2a). Pada
milling 2 serbuk mulai memipih dan cenderung
berbentuk bundar serta serbuk tampak mulai
terpotong atau mengecil tetapi masih ditemukan
serbuk yang berukuran panjang (Gambar 2b). Pada
milling 3 bentuk serbuk lebih kecil dan berbentuk
bundar (Gambar 2c). Pada serbuk milling 4 terlihat
serbuk bertambah pipih dan bundar serta ditemukan
berbentuk jarum (Gambar 2d). Pada serbuk milling 5
serbuk tampak lebih halus dan pipih, serbuk
bertumpuk sehingga seakan-akan lebih besar
(Gambar 2e). Serbuk hasil pemanasan terlihat lebih
gelap, terjadi penumpukan antar serbuk atau solid
transform (Gambar 2f). Distribusi ukuran serbuk
untuk lebih jelasnya akan diuraikan pada sub-sub
tingkat kehalusan butir dan nomor butir.

Gambar 2. Hasil pengamatan SEM pada serbuk


Ti64; (a) serbuk sebelum milling (b) serbuk milling 1
(c) serbuk milling 2 (d) serbuk milling 3 (e) serbuk
milling 4 (f) serbuk milling 5 (g) Serbuk hasil
pemanasan

4
Kode Makalah: RMA-001 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

(a)
proses pelarutan yang sebelumnya, sisa serbuk
setelah dilarutkan juga masih banyak yaitu 253,4 mg.
Dari 3 pelarutan serbuk Ti64 yang telah dilakukan
dapat dikatakan bahwa pelarutan tidak berpengaruh
terhadap penurunan ukuran serbuk, hal ini diketahui
dari jumlah serbuk sebelum dan setelah dilakukan
pelarutan tidak mengalami pengurangan yang besar,
karena jika serbuk terlarut maka pengurangan jumlah
serbuk akan besar, begitupun jika serbuk terlarut
maka akan terjadi penurunan ukuran serbuk. Jadi
proses perlarutan kimia tidak efektif untuk
mengurangi ukuran serbuk Ti64.
(b)
Distribusi Ukuran dan Morfologi Serbuk SS
316L
Karakterisasi fisik berupa distribusi ukuran
sebuk SS 316L dapat ditunjukan pada Gambar 4.

(c)

Gambar 3. Hasil pengamatan SEM pada serbuk Ti64


setelah pelarutan kimia

Serbuk Ti64 dilarutkan pada H2O2 + HCl


dengan jumlah yang berbeda-beda. Gambar 3
merupakan hasil pengamatan terhadap serbuk Ti64
setelah mengalami pelarutan kimia. Pada Gambar 3a
dapat dilihat bentuk serbuk masih sama dengan
bentuk serbuk sebelum dilarutkan, serbuk ini
dilarutkan selama 1 hari di dalam 3 ml H2O2 + 3 ml
HCl sebanyak 50,1 mg. Setelah dilarutkan serbuk
bersisa sebanyak 41,8 mg. Begitu juga dengan
Gambar 4.3b merupakan hasil pengamatan terhadap
serbuk Ti64 yang telah dilarutkan selama 2 hari
dengan jumlah zat pelarut yang sama namun dengan
jumlah yang berbeda yaitu 50,7 mg dan setelah di
larutkan didapatkan sisa serbuk Ti64 sebesar 40,7 mg.
Gambar 3c merupakan hasil pengamatan terhadap Gambar 4. Hasil pengamatan SEM pada serbuk SS
serbuk Ti64 setelah dilarutkan selama 1 hari dengan 316L; (a) serbuk sebelum milling (b) serbuk milling
jumlah zat pelarut yang lebih besar yaitu 10 ml H2O2 1 (c) serbuk milling 2 (d) serbuk milling 3 (e) serbuk
+ 10 ml HCl, karena serbuk yang dilarutkan juga milling 4 (f) serbuk milling 5
lebih banyak yaitu 300,8 mg. Namun sama dengan

5
Kode Makalah: RMA-001 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

Pada serbuk sebelum milling dapat dilihat setelah dilarutkan sebanyak 0,8 mg, bentuk serbuk
serbuk berbentuk kasar dan bergelombang dibagian terlihat membongkah dan lebih kecil. Gambar 5 B
tepi serbuk. Pada milling 1 serbuk masih terlihat adalah hasil pengamatan terhadap serbuk yang telah
besar dan berbentuk bundar (Gambar 4a). Pada dilarutkan dalam zat pelarut yang sama, namun
serbuk milling 2 tampak menjadi lebih memanjang dengan waktu pelarutan yang lebih lama yaitu 2 hari.
tetapi masih berbentuk bundar, pada tahap ini serbuk Jumlah serbuk sebelum dilarutkan adalah 51,0 mg
mulai pecah ini dapat dilihat dari ukuran mulai dan sisa serbuk setelah dilarutkan yaitu 1,7 mg,
menjadi kecil (Gambar 4b). Pada serbuk milling 3 begitupun pada serbuk yang telah dilarutkan selama 1
serbuk terlihat pecah lagi dan menjadi lebih tipis, hari di dalam 10 ml H2O2 + 10 ml HCl terjadi
serta bentuk serbuk bundar (Gambar 4c). Pada serbuk pengurangan jumlah serbuk yang jauh yaitu dari
milling 4 terlihat serbuk bertambah pipih dan bundar 301,0 mg menjadi 3,5 mg. Pada SS 316L proses
serta ditemukan berbentuk jarum (Gambar 4d). Pada pelarutan kimia sangat efektif untuk mereduksi
serbuk milling 5 tampak serbuk pecah lagi dan ukuran serbuk, karena SS 316L terlarut di dalam
ukuran lebih halus (Gambar 4e). Distribusi ukuran H2O2 + HCl, hal ini dapat dilihat dari jumlah serbuk
serbuk untuk lebih jelasnya akan diuraikan pada sebelum dilarutkan dengan jumlah serbuk setelah
sub-sub tingkat kehalusan butir dan nomor butir. dilarutkan.

Pemeriksaan Komposisi Kimia Serbuk


Pemeriksaan EDX digunakan untuk
memperoleh karakteristik kimia berupa komposisi
kimia serbuk hasil milling. Hasil dari karakterisasi
EDX adalah persentase berat dari masing-masing
elemen yang terkandung di dalam serbuk hasil
milling.

Pemeriksaan Komposisi Kimia Serbuk Ti64

Gambar 5 Hasil pengamatan SEM pada serbuk SS


316L setelah pelarutan kimia

Gambar 5 merupakan gambar hasil


pengamatan terhadap serbuk SS 316L setelah
dilarutkan dengan H2O2 + HCl dengan jumlah serbuk Gambar 6 Pemeriksaan komposisi kimia serbuk Ti64
yang berbeda. Pada Gambar 5 A dapat dilhat hasil dengan EDX
pengamatan serbuk setelah dilarutkan selama 1 hari Pemeriksaan pada masing-masing serbuk
di dalam 3 ml H2O2 + 3 ml HCl yang mana jumlah dapat dilihat pada gambar 6. pemeriksaan secara titik
serbuk sebelum dilarutkan sebanyak 52,2 mg dan dan area/luas.

6
Kode Makalah: RMA-001 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

Pemeriksaan Komposisi Kimia Serbuk SS 316L


Tabel 3 Hasil pemeriksaan komposisi kimia serbuk
Ti64 dengan EDX
Pemeriksaan Elemen (%)
Al Ti V Fe O
1 6,69 88,93 3,78 0,44 0,16
2 8,28 87,97 3,23 0,31 0,22
3 4,89 90,01 4,4 0,45 0,25
4 6,03 90,38 3,2 0,21 0,19
Rata-rata 6,47 89,32 3,65 0,35 0,2

Elemen yang terkandung di dalam serbuk


hasil dari pemeriksaan EDX adalah elemen Titanium
(Ti), Aluminium (Al), Vanadium (V), Fero/besi (Fe),
Oksigen (O). Persentase dari masing-masing elemen
dapat dilihat pada Tabel 3.

Berdasarkan kurva persentase berat


terhadap elemen (Gambar 7) dapat dibandingkan
persentase berat terhadap elemen yang terkandung di
dalam serbuk. Gambar 7 merupakan rata-rata hasil
dari pemeriksaan komposisi kimia serbuk Ti64 proses
milling.

Gambar 8. Pemeriksaan komposisi kimia serbuk SS


316L dengan EDX

Pemeriksaan pada masing-masing serbuk


dapat dilihat pada gambar 8. Pemeriksaan secara titik
dan area/luas.

Tabel 4. Hasil pemeriksaan komposisi kimia serbuk


Gambar 7. Kurva persentase berat terhadap elemen SS 316L dengan EDX
yang terkandung di dalam serbuk Ti64
Pemeriksaan Elemen (%)
Pada gambar 7 dalam dilihat hasil dari Fe Cr Mn Mo Ni Si
pemeriksaan kompisisi kimia menggunakan EDX. 1 72,03 16,97 1,4 1,64 9,95 0,76
Persentase titanium komposisi yang paling banyak 2 69,89 17,45 1,04 2,31 10,23 0,6
ditemui dalam pemeriksaan komposisi kimia serbuk 3 66,85 16,99 2,61 0,95 8,54 0,69
4 68,94 17,57 1,81 1,77 8,66 0,45
Ti64 sebesar 89,32 %. Selanjutnya unsur-unsur
Rata-rata 69,42 17,24 1,71 1,66 9,34 0,62
penyusun lainnya seperti aluminium 6,47%,
vanadinum 3,65 %, besi 0,35%, dan oksigen 0,2%.
Nilai yang didapatkan mendekati nilai referensi yang
Berdasarkan kurva persentase berat terhadap
digunakan. Ini menunjukan bahwa selama proses
elemen (Gambar 9) dapat dibandingkan persentase
milling tidak terjadi perubahan komposisi kimia.
berat terhadap elemen yang terkandung di dalam
serbuk. Gambar 8 merupakan rata-rata hasil dari
pemeriksaan komposisi kimia dari serbuk proses
milling. Elemen yang terkandung di dalam serbuk
adalah elemen Besi (Fe), Aluminium (Al), Chromium
(Cr), Mangan (Mn), Molybdenum(Mo), Nikel (Ni).

7
Kode Makalah: RMA-001 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

Referensi

[1] KesehatanPatahTulang, 20 Desember 2012.


Dilihat 19 oktober 2014.
http://lifestyle.bisnis.com/read/20121012/54/998
78/kesehatan-tulang-kasus-patah-tulang-akibat-o
steoporosis-cenderung-meningkat.
[2] Kompas. Penting, AntisipasiPatahTulang, 25 juni
2012. Dilihat 19 oktober 2014.
Gambar 9. Kurva persentase berat terhadap elemen
yang terkandung di dalam serbuk SS 316L http://health.kompas.com/read/2012/06/25/0735
528/penting.Antisipasi.Patah.Tualng.
Pada Gambar 9 dalam dilihat hasil dari
pemeriksaan kompisisi kimia menggunakan EDX. [3] G. Adamek, et al. 2014. Saccharose as a new
Persentase besi dan Chromium merupakan komposisi
yang paling banyak ditemui dalam pemeriksaan space holder material for porous titanium
komposisi kimia serbuk SS 316 L sebesar 69,42% implant formation1.
dan chromium 17,24 %. Selanjutnya unsur-unsur
penyusun lainnya seperti manga 1,71%, molybdenum [4] Soviyana, Widia. Tugas Akhir. 2015. Pembuatan
1,66 %, nikel 9,34%, dan silikon 0,62%. Nilai yang
didapatkan mendekati nilai referensi yang digunakan. Serbuk Ti-6Al-4V dan SS 316L Super Halus
Ini menunjukan bahwa selama proses milling tidak sebagai Bahan Dasar Implan Tulang Berpori
terjadi perubahan komposisi kimia.
dengan Perlakuan Mekanik dan termal.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian pembuatan serbuk Ti-6Al-4V
dan SS 316L super halus sebagai bahan dasar implan
tulang berpori dengan perlakuan mekanik diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pembuatan serbuk Ti64 dengan
menggunakan ball mill dan dengan perlakuan
mekanik efektif untuk meningkatakan nomor
kehalusan serbuk dari #61 menjadi #102.
2. Pembuatan serbuk SS 316L dengan
menggunakan ball mill dan dengan perlakuan
mekanik kurang efektif untuk meningkatakan
nomor kehalusan, karena peningkatan nomor
kehalusan yang tidak signifikan yaitu dari
nomor kehalusan dari #85 menjadi #91.
3. Setelah dilakukan pemeriksaan komposisi
kimia, tidak tejadi perubahan pada komposisi
kimia setelah dan sebelum proses milling /
ball mill.

Ucapan Terima kasih

Terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Eng. H.


Gunawarman sebagai pembimbing 1 saya; Bapak
Ilhamdi, M.Eng sebagai pembimbing 2 saya.

8
Kode Makalah: RMA-002 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 Nvember 2015

Pembuatan Serbuk Ti 6Al 4V dan Stainlees Steel 316L yang Halus sebagai Bahan Dasar Implan
Tulang Berpori dengan Perlakuan Termo-Mekanik

1)
Widia Soviyana
2)
Prof. Dr. Eng. H. Gunawarman, 3)Ilhamdi, M.Eng

Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Andalas


1,2,3)

Limau Manis, Padang, 25151


E-mail: widiasyoviyana12@gmail.com

Abstrak

Angka kejadian patah tulang yang tinggi diakibatkan oleh berbagai macam penyebab seperti osteoporosis, dan
kecelakaan lalu lintas. Penyembuhan dilakukan dengan penanaman implan logam pejal, namun implant logam
pejal masih memiliki kekurangan yang cukup banyak, antara lain diperlukan minimal 2x operasi, kaku dan
memiliki massa jenis yang lebih besar dari tulang sehingga implant pejal ini tidak memiliki karakteristik mekanik
yang sama dengan tulang manusia. Untuk mengatasi kekurangan tersebut diperlukan implan tulang berpori.
Pembuatan implan tulang berpori memerlukan serbuk logam yang halus, namun serbuk logam sangat sulit untuk
diperoleh secara komersil. Oleh karena itu, perlu dikaji bagaimana cara menghasilkan serbuk Ti 6 Al 4V dan SS
316L yang halus dengan lebih cepat. Pada penelitian ini dilakukan dengan mengkikir material Ti 6Al 4V yang
telah digetaskan sebelumnya, lalu digiling menggunakan ball mill selama 4 jam menggunakan bola kecil jenis
agate sebanyak 30 buah. Begitupun dengan SS 316 L, namun SS 316L tidak melalui proses penggetasan terlebih
dahulu.Setelah itu serbuk logam diayak menggunakan mesin ayak untuk mengetahui ukuran serbuk, lalu
dilanjutkan dengan proses pelarutan kimia dengan H2O2 + HCl. Setelah di larutkan, serbuk dikarakterisasi
mengggunakan scanning electron microscopy (SEM) dan energy dispersive x-ray analysis (EDX). Dari penelitian
ini diperoleh hasil bahwa penurunan ukuran serbuk Ti 6Al 4V menurun dari 190 µm menjadi 119 µm sedangkan
pada SS 316L mengalami penurunan ukuran serbuk dari 191 µm menjadi 165 µm. Dapat dibandingkan bahwa
proses pembuatan serbuk dengan cara tersebut lebih efektif untuk Ti 6Al 4V dibandingkan SS 316L. Komposisi
kimia dari masing-masing serbuk logam sama dengan komposisi kimia pada teori seharusnya.

Keywords: implan tulang, serbuk logam, Ti 6Al 4V, SS 316L, ball mill.

Pendahuluan berpori. Namun dalam pembuatan implan


logam berpori diperlukan serbuk logam yang
Angka kejadian patah tulang di Indonesia cukup tinggi, halus, karena implan ini dibuat dengan proses
yang disebabkan oleh berbagai macam hal. Osteoporosis produksi metalurgi serbuk. Serbuk logam yang
merupakan salah satu penyebab patah tulang, menurut halus ini sangat sulit untuk memperolehnya
Yayasan Osteoporis Internasional, satu dari tiga perempuan karena tidak tersedia secara komersial, atau
dan satu dari lima pria terkena osteoporosis. Selain itu, tidak terjual dipasaran. Sehingga diperlukan
patah tulang juga disebabkan oleh beban yang tiba-tiba penelitian untuk mengetahui proses yang tepat
seperti kecelakaan lalu lintas. Menurut Riset Kesehatan dan cepat untuk memperoleh serbuk Ti 6Al 4V
Dasar tahun 2007, 8,5% patah tulang disebabkan oleh dan stainless steel 316L untuk mengatasi
kecelakaan. Untuk penyembuhan patah tulang dilakukan kekurangan implan pada saat ini.
pemasangan implan yang berbentuk pejal, tetapi implan
pejal memiliki banyak kekurangan yaitu massa jenis yang Metoda Eksperimen & Fasilitas Yang
tinggi melebihi tulang manusia sehingga terasa lebih berat, Digunakan
lalu implan pejal memiliki kekakuan yang tinggi. Dalam
pemakaiannya juga akan menimbulkan trauma karena Pengujian dimulai dengan penyiapan sampel,
memerlukan 2x operasi dimana satu kali untuk pemasangan yaitu Ti 6Al 4V dan SS 316L berbentk batangan,
dan satu kali untuk pembongkaran. Dan jika dilihat dari lalu dilakukan proses sawing atau pemotongan
bentuk fisik implant logam pejal ini sangatlah tidak dilakukan agar material uji lebih mudah untuk
mungkin untuk membantu perkembangan sel hidup pada dillakukan proses selanjutnya. Setelah itu, Ti
manusia. Sehingga untuk mengatasi kekurangan yang ada 6Al 4V digetaskan dengan metode heat
pada implan logam pejal tersebut diciptakan implan logam treatment sampai temperatur β transus yaitu

1
Kode Makalah: RMA-002 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 Nvember 2015
980 °C karena pada temperatur ini keadaan Ti 6Al 4V berada penggilingan mengalami pengurangan, hal ini
pada kondisi tidak stabil. Pemanasan dilakukan pada tungku terjadi karena hasil setiap tahap penggilingan
Vacuum Ney Ceram Fires yang tersedia di Jurusan Teknik serbuk diambil sedikit untuk dilakukan
Mesin Universitas Andalas. Setelah itu, Ti 6Al 4V dan SS pengamatan menggunakan SEM dan
316L dikikir hingga menjadi serbuk yang kasar. Tahap pemeriksaan menggunakan EDX.
selanjutnya Masing-masing serbuk dilakukan penggilingan
dengan menggunakan alat Ball Mill yang tersedia di Jurusan Tabel 1 Hasil proses pengayakan Ti64 pada
Teknik Mesin Universitas Andalas Penggilingan diakukan masing-masing tahapan proses milling
selama 4 jam menggunaan bola berbahan batu akik (agate)
dengan kecepatan putar sebanyak 200 rpm. Setelah itu,
masing-masing serbuk material uji diayak menggunakan
mesin ayakan yang tersedia di Jurusan Teknik Mesin
Universitas Andalas. Setelah itu, serbuk material diamati
menggunakan SEM dan diperiksa komposisi kimia serbuk
menggunakan EDX. Hal ini dilakukan sebanyak 4X ulang,
setelah itu serbuk dilarutkan didalam H2O2+HCl dan diamati
menggunakan SEM.

Hasil dan Pembahasan

Hasil yang diperoleh dari proses pembuatan serbuk


superhalus spesimen dengan penggetasan dan penggilingan Tabel 2 Hasil proses pengayakan SS 316L pada
(milling) akan dibahas dalam bab ini. Secara garis besar masing-masing tahapan proses milling
hasil yang diperoleh dari penelitian ini dipresentasikan
dalam hasil proses pengayakan, pengamatan scanning
electron microscope (SEM), dan pemeriksaan energy
dispersive x-rayanalysis (EDX).

Tingkat Kehalusan dan Nomor Butir


Tingkat kehalusan dan nomor butir dari serbuk Ti64
dan serbuk SS 316L dapat diketahui dengan cara melakukan
pengayakan menggunakan mesin ayak getar. Pengayakan
dilakukan setelah proses penggilingan pada setiap tahap.
Proses pengayakan dilakukan selama 10 menit dan
amplitudo getaran 80 diperoleh hasil berupa berat serbuk
dari nomor sieve ayakan 35, 60, 120 dan 230.

Tingkat Kehalusan dan Nomor Butir Ti 6Al 4V dan SS


316L Tabel 2 merupakan tabel hasil dari
Pengayakan dilakukan untuk mengetahui nomor pengayakan pada setiap tahapan proses
butir, sehingga tingkat kehalusan butir dapat diketahui. Pada penggilingan serbuk SS 316L. Serbuk SS 316L
Tabel 1 menampilkan berat serbuk Ti64 pada diayak dengan tujuan yang sama dengan Ti64,
masing-masing tahapan proses milling dan berat serbuk untuk mengetahui berapa banyak serbuk yang
yang tersaring pada masing-masing nomor ayakan, tersaring pada masing-masing no ayakan untuk
sehingga dari hasil pengayakan dilakukan perhitungan mengatahui ukuran kehalusan dari serbuk SS
untuk mendapatkan ukuran kehalusan dari serbuk pada 316L. Berbeda dengan Ti64, serbuk terbanyak
masing-masing tahapan proses milling. pada setiap tahap penggilingan terdapat pada
Pada tahap 1 yaitu dengan penggilingan selama 4 ayakan dengan nomor kehalusan 120 yang
jam, serbuk Ti64 yang paling banyak berukuran 125 μm mana ukuran serbuknya sebesar 125 μm.
dengan berat sebesar 0,75 gram, lalu pada tahap 2 yang
mana setelah dilakukan penggilingan selama 8 jam
didapatkan ukuran serbuk terbanyak yaitu 63 μm dengan
berat sebesar 1,25gram, tidak berbeda dengan tahap 2 pada
tahap 3 dan tahap 4 didapatkan ukuran serbuk yang
terbanyak yaitu 125 μm dengan berat masing-masing
sebanyak 1,20 μm dan 1,09 μm.
Jumlah dari serbuk Ti64 pada setiap tahap

2
Kode Makalah: RMA-002 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 Nvember 2015
Pada grafik yang berwarna merah
menampilkan perbandingan ukuran serbuk SS
316L pada tiap-tiap proses milling. Ukuran
serbuk hasil penggilingan pertama adalah 191
µm sedangkan ukuran serbuk hasil
penggilingan kedua yaitu 187 µm, penurunan
ukuran serbuk SS 316L dari tahap proses
pertama ke tahap proses kedua tak begitu jauh,
masing-masing penggilingan dilakukan 4 jam.
Pada penggilingan ketiga penurunan ukuran
juga tidak terlalu jauh yaitu menjadi 185 µm
dan pada penggilingan ke empat menjadi 165
µm. Penurunan ukuran yang lebih jauh terjadi
setelah 16 jam proses penggilingan. Dan jika
dibandingkan dengan hasil tugas akhir Adhytia
Farma Arsal, ukuran serbuk SS 316L yang
Gambar 1 Grafik perbandingan ukuran rata-rata digiling selama 2 jam dalam setiap tahap,
serbuk penurunan ukuran serbuk dari tahap
penggilingan 1 sebesar 197 µm mengalami
Gambar 1 merupakan grafik perbandingan ukuran penurunan ukuran pada tahap penggilingan 2
serbuk Ti64 dan SS 316L untuk masing-masing tahapan menjadi 191 µm, dan setelah dilakukan
proses milling pada perlakuan yang berbeda. Pada grafik penggilingan 3 didapatkan ukuran serbuk
yang berwarna biru dapat dilihat ukuran rata-rata Ti64 hasil menjadi 190 µm, dan pada tahap
satu kali milling yang masih cukup besar yaitu 190 µm, penggilingan 4 didapatkan ukuran serbuk
namun setelah dilakukan milling tahap 2 ukuran rata-rata sebesar 187 µm. Perbedaan metode yang
serbuk Ti64 mengalami penurunan yang signifikan namun dilakukan pada tugas akhir Adhytia ini adalah
setelah proses milling tahap 2 didapatkan ukuran serbuk lama waktu penggilingan. Jadi pembuatan
yaitu 122 µm, artinya proses yang paling efektif yaitu serbuk SS 316L yang halus akan lebih efektif
setelah serbuk mengalami milling selama 8 jam. Serbuk jika waktu penggilingan lebih lama, karena
yang sebelumnya telah digetaskan melalui proses heat ukuran serbuk yang lebih halus didapatkan
treatment akan semakin getas ketika mendapat beban dari pada serbuk SS 316L setelah mengalami
bola-bola pada mesin ball mill, sehingga penurunan ukuran penggilingan selama 4 jam dalam setiap tahap.
serbuk terjadi cukup besar. Pada serbuk hasil milling 3 tidak
mengalami penurunan ukuran dari serbuk hasil milling 2, Distribusi Ukuran dan Bentuk Serbuk
hal ini terjadi karena kurang lamanya proses milling. Pada Pengamatan SEM dilakukan untuk
milling 4 serbuk mengalami penurunan ukuran kembali mengetahui karakteristik fisik dari serbuk Ti64
menjadi 119 µm. Penurunan ukuran serbuk dipengaruhi berupa distribusi ukuran dan bentuk dari
oleh lamanya waktu penggilingan, karena penurunan serbuk. Serbuk yang diamati adalah serbuk
ukuran serbuk terjadi pada tahap proses milling 2 dan tahap Ti64 dan serbuk SS316L dengan perbesaran
proses milling 4, dengan kata lain penurunan serbuk terjadi 10x, pengamatan dilakukan terhadap serbuk
setelah kelipatan 8 jam lama penggilingan. Jika yang belum mengalami proses penggilingan
dibandingkan dengan hasil tugas akhir Adhytia Farma Arsal dan terhadap serbuk yang telah mengalami
yang mana pembuatan serbuk Ti64 hanya dengan perlakuan penggilingan dalam beberapa kali proses
mekanik dengan lama waktu penggilingan selama 2 jam penggilingan, penggilingan serbuk dilakukan
pada setiap tahap penggilingan dan tidak mengalami menggunakan Ball Mill dengan kecepatan
perlakuan termal yaitu proses penggetasan sebelumnya, putar sebesar 200rpm, satu kali proses
didapatkan ukuran serbuk dari tahap 1 yaitu sebesar 248 µm, penggilingan dilakukan selama 4 jam. Bola
tahap 2 sebesar 190 µm, tahap 3 sebesar 179 µm, dan tahap yang digunakan untuk menggiling merupakan
4 sebesar 170 µm. Jadi, penurunan ukuran serbuk yang batu berbahan keramik yaitu agate ukuran
lebih besar yaitu pada Ti64 yang telah melalui perlakuan kecil dengan diameter antara 5-10 mm.
termal dan perlakuan mekanik yaitu dengan penurunan
ukuran dari 190 µm sampai 119 µm, sedangkan pada serbuk Distribusi Ukuran Serbuk Ti 6Al 4V
Ti64 yang hanya melalui perlakuan mekanik mengalami Serbuk Ti64 yang diamati merupakan
penurunan dari 248 µm sampai 170 µm. Sehingga dapat serbuk hasil dari proses sawing dan proses
diketahui bahwa metode yang lebih efektif dalam grinding. Serbuk dihasilkan dari Ti64
pembuatan serbuk Ti64 yaitu dengan metode perlakuan berbentuk batangan yang dijual secara
termal dan mekanik dengan waktu penggilingan yang lebih komersial yang mana batangan yang telah di
lama gergaji diberikan perlakuan termal dengan cara

3
Kode Makalah: RMA-002 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 Nvember 2015
memanaskan batangan Ti64 terlebih dahulu selama 2 jam, diperoleh saat milling juga tidak merata, ada
pemanasan dilakukan sampai saat kondisi kesetimbangan sebagian serbuk yang terkena milling sehingga
rendah pada temperatur β transus yaitu ± 980°C dengan serbuk akan tereduksi dan sebagian lain yang
proses pendinginan secara annealing atau didinginkan di tidak terkena deformasi akan memiliki ukuran
dalam tungku secara lambat. Pemanasan dilakukan di dalam yang tetap seperti sebelumnya. Pada proses
tungku Vacuum Ney Ceram Fires agar tidak terkontaminasi penggilingan berikutnya hasil pengamatan
oleh zat lain. Pemanasan dilakukan untuk menggetaskan terhadap bentuk dan ukuran serbuk tidak jauh
batangan Ti64 agar lebih mudah dalam penggilingan yang berbeda dengan hasil pengamatan serbuk pada
berfungsi untuk mereduksi ukuran serbuk Ti64. proses penggilingan sebelumnya, dapat dilihat
pada Gambar 2 D, dengan kata lain serbuk
hasil penggilingan 12 jam tidak mengalami
A.Sebelum Milling B.Milling 1

reduksi dari penggilingan 8 jam. Pada


penggilingan 16 jam bentuk dan ukuran serbuk
jauh lebih kecil, dapat dilihat pada gambar E.
Ada bagian serbuk yang terlihat hancur, dan
bongkahan yang tadinya cukup besar menjadi
lebih kecil. Jadi, dalam penggilingan serbuk
Ti64 membutuhkan waktu yang cukup lama
C.Milling 2 untuk mereduksi ukurannya.

A B

D.Milling 3
E.Milling 4

Gambar 2 Hasil pengamatan SEM pada serbuk Ti64

Gambar 2 merupakan hasil SEM berbagai tahap


Gambar 3 Hasil pengamatan SEM pada
proses dari serbuk Ti64. Gambar 2 A adalah hasil
serbuk Ti64 setelah pelarutan kimia
pengamatan terhadap serbuk sebelum dilakukan
penggilingan. Serbuk didapatkan dari hasil proses sawing,
Serbuk Ti64 dilarutkan pada H2O2 +
sehingga bentuk serbuk yang dihasilkan melengkung seperti
HCl dengan jumlah yang berbeda-beda.
gambar yang terlihat dan masih berukuran besar serta
Gambar 3 merupakan hasil pengamatan
memiliki shear lips, hal ini menandakan bahwa material
terhadap serbuk Ti64 setelah mengalami
masih bersifat ulet. Jika dibandingkan dengan Gambar 2 B,
pelarutan kimia. Pada Gambar 3 A dapat dilihat
ukuran dari serbuk Ti64 masih sama besar, sedangkan
bentuk serbuk masih sama dengan bentuk
gambar yang kedua merupakan hasil pengamatan terhadap
serbuk sebelum dilarutkan, serbuk ini
serbuk setelah dilakukan penggilingan dalam satu kali
dilarutkan selama 1 hari di dalam 3 ml H2O2 +
proses. Proses penggilingan pertama belum memiliki
3 ml HCl sebanyak 50,4 mg. Setelah dilarutkan
pengaruh terhadap serbuk karena serbuk masih bersifat ulet
serbuk bersisa sebanyak 41,7 mg. Begitu juga
dan cukup sulit untuk direduksi, namun deformasi yang
dengan Gambar 3 B merupakan hasil
diterima oleh serbuk saaat proses penggilingan pertama
pengamatan terhadap serbuk Ti64 yang telah
akan membantu serbuk untuk semakin rapuh. Gambar 2 C
dilarutkan selama 2 hari dengan jumlah zat
merupakan hasil pengamatan terhadap serbuk setelah dua
pelarut yang sama namun dengan jumlah yang
kali proses penggilingan, dengan kata lain serbuk telah
berbeda yaitu 50,6 mg dan setelah di larutkan
mengalami pengilingan selama 8 jam. Bentuk dari serbuk
didapatkan sisa serbuk Ti64 sebesar 43,6 mg.
sudah terlihat mengecil, namun bentuk dan ukuran serbuk
Gambar 3 C merupakan hasil pengamatan
belum merata, hal ini disebabkan oleh deformasi yang
terhadap serbuk Ti64 setelah dilarutkan selama

4
Kode Makalah: RMA-002 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 Nvember 2015
1 hari dengan jumlah zat pelarut yang lebih besar yaitu 10 A.Sebelum Milling B.Milling 1
ml H2O2 + 10 ml HCl, karena serbuk yang dilarutkan juga
lebih banyak yaitu 300,3 mg. Namun sama dengan proses
pelarutan yang sebelumnya, sisa serbuk setelah dilarutkan
juga masih banyak yaitu 249,8 mg. Dari 3 pelarutan serbuk
Ti64 yang telah dilakukan dapat dikatakan bahwa pelarutan
tidak berpengaruh terhadap penurunan ukuran serbuk, hal
ini diketahui dari jumlah serbuk sebelum dan setelah C.Milling 2

dilakukan pelarutan tidak mengalami pengurangan yang


besar, karena jika serbuk terlarut maka pengurangan jumlah
serbuk akan besar, begitupun jika serbuk terlarut maka akan
terjadi penurunan ukuran serbuk. Jadi proses perlarutan
kimia tidak efektif untuk mengurangi ukuran serbuk Ti64.

Distribusi Ukuran Serbuk SS 316L D.Milling 3 E.Milling 4

Penyiapan serbuk SS 316L tidak jauh berbeda


dengan penyiapan serbuk Ti64, serbuk yang diamati juga
merupakan hasil dari proses sawing dan proses grinding,
hanya saja batangan SS 316L tidak mengalami proses
pemanasan terlebih dahulu, karena SS 316L tidak bisa
digetaskan melalui proses pemanasan (heat treatment),
sehingga serbuk SS 316L hasil proses sawing dan proses Gambar 4 Hasil pengamatan SEM pada
grinding langsung dilakukan ke tahap berikutnya yaitu serbuk SS 316L
tahap milling. Distribusi ukuran dan bentuk fisik dari serbuk
SS 316L sebelum milling dan setelah beberapa tahap
milling dapat dilihat pada Gambar 4.4 yang merupakan A B

hasil pengamatan menggunakan SEM.


Gambar 4 A merupakan hasil pengamatan terhadap
serbuk sebelum dilakukan penggilingan, terlihat bentuk
serbuk seperti serabut karena serbuk ini didapatkan dari
hasil grinding dan ukuran serbuk masih terlihat besar dan
lembaran tipis. Setelah dilakukan 4 jam penggilingan C
didapatkan hasil pengamatan seperti Gambar 4 B, terlihat
bentuk serbuk seperti bongkahan-bongkahan yang
membentuk gumpalan. Hal ini terjadi karena hantaman
yang diberikan oleh bola pada ball mill menyebabkan
tergulungnya lembaran-lembaran serbuk SS 316L sehingga
membentuk bongkahan. Ukuran serbuk juga terlihat
mengalami penurunan ukuran. Pada proses penggilingan
yang kedua bentuk serbuk berubah menjadi tipis kembali Gambar 5 Hasil pengamatan SEM pada
dan ukuran serbuk juga terlihat lebih kecil, hal itu dapat serbuk SS 316L setelah pelarutan kimia
dilihat dari hasil pengamatan SEM pada Gambar 4 C.
Setelah mengalami 12 jam penggilingan ukuran serbuk Gambar 4.5 merupakan gambar hasil
terlihat jauh lebih mengecil seperti yang terlihat pada pengamatan terhadap serbuk SS 316L setelah
Gambar 4 D dan begitupun pada 16 jam penggilingan dilarutkan dengan H2O2 + HCl dengan jumlah
ukuran dan bentuk serbuk terlihat semakin mengecil seperti serbuk yang berbeda. Pada Gambar 4.5 A dapat
Gambar 4 E. Jadi, pada SS 316L lama waktu penggilingan dilhat hasil pengamatan serbuk setelah
memiliki pengaruh yang besar untuk mereduksi ukurannya. dilarutkan selama 1 hari di dalam 3 ml H2O2 +
3 ml HCl yang mana jumlah serbuk sebelum
dilarutkan sebanyak 52,2 mg dan setelah
dilarutkan sebanyak 0,8 mg, bentuk serbuk
terlihat membongkah dan lebih kecil. Gambar
4.5 B adalah hasil pengamatan terhadap serbuk
yang telah dilarutkan dalam zat pelarut yang
sama, namun dengan waktu pelarutan yang
lebih lama yaitu 2 hari. Jumlah serbuk sebelum
dilarutkan adalah 51,0 mg dan sisa serbuk
setelah dilarutkan yaitu 1,7 mg, begitupun pada

5
Kode Makalah: RMA-002 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 Nvember 2015
serbuk yang telah dilarutkan selama 1 hari di dalam 10 ml
H2O2 + 10 ml HCl terjadi pengurangan jumlah serbuk yang
jauh yaitu dari 301,0 mg menjadi 3,5 mg. Pada SS 316L
proses pelarutan kimia sangat efektif untuk mereduksi
ukuran serbuk, karena SS 316L terlarut di dalam H2O2 +
HCl, hal ini dapat dilihat dari jumlah serbuk sebelum
dilarutkan dengan jumlah serbuk setelah dilarutkan.

Pemeriksaan Komposisi Kimia Serbuk


Pemeriksaan EDX digunakan untuk memperoleh
karakteristik kimia berupa komposisi kimia serbuk hasil
milling. Hasil dari karakterisasi EDX adalah persentase
berat dari masing-masing elemen yang terkandung di dalam Gambar 7 Kurva persentase berat terhadap
serbuk hasil milling. elemen yang terkandung di dalam serbuk Ti64

Pemeriksaan Komposisi Kimia Serbuk Ti64 Dari grafik pada Gambar 7 dapat
dilihat bahwa kandungan elemen tertinggi
adalah titanium. Namun kandungan
unsure-unsur selain oksigen menururun dari
nilai referensi., tetapi menurunan nilai
kandungan tidak terlalu jauh.

Pemeriksaan Komposisi Kimia Serbuk SS


316L

Gambar 6 Pemeriksaan komposisi kimia serbuk Ti64


dengan EDX

Tabel 3 Hasil pemeriksaan komposisi kimia serbuk


Ti64 dengan EDX
Serbuk Elemen (%)
Al Ti V Fe O
1 3,94 73,61 2,72 0,23 19,5 Gambar 8 Pemeriksaan komposisi kimia
serbuk SS 316L dengan EDX
2 3,9 73,61 2,72 0,22 19,55
Rata-rata 3,92 73,61 2,72 0,225 19,52 Tabel 4 Hasil pemeriksaan komposisi kimia
serbuk SS 316L dengan EDX
Serbuk Elemen (%)
Gambar 6 merupakan gambar serbuk Ti64 yang Mn P S Si Cr Ni Mo Fe
menunjukan bahwa material Ti64 masih memiliki sifat yang
1 2,61 0,16 0,7 2 16.99 9,73 0,95 66,85
ulet, hali itu dapat dilihat dari bentuk serbuk yang memiliki 2 1,18 0,1 0,15 0,9 17,57 9,39 1,77 68,94
shear lip yang artinya bibir geser. Bibir geser ini terjadi
Rata-Rata 1,89 0,13 0,425 1,45 17,28 9,56 1,36 67,89
karena adanya deformasi terhadap benda yang ulet.
Elemen yang terkandung dalam serbuk Ti64 dapat
dilihat pada Tabel 3 yang mana terdapatnya kandungan
titanium (Ti), oksigen (O), aluminium (Al), vanadium (V)
dan besi (Fe). Kandungan oksigen pada serbuk Ti64
melebihi batas yang seharusnya, hal ini terjadi karena
proses pemanasan Ti64 yang menghasilkan banyak oksigen.

Gambar 9 Kurva persentase berat terhadap


elemen yang terkandung di dalam serbuk SS
316L

6
Kode Makalah: RMA-002 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 Nvember 2015
Gambar 8 merupakan gambar mikro serbuk SS sebaiknya dibuka, 10 Desember 2010. Dilihat
316L yang memperlihatkan bentuk permukaan serbuk yang
23 Oktober 2010.
berbeda dengan Ti64. Serbuk 316L tidak memiliki bibir
geser dalam kata lain serbuk SS 316L memiliki permukaan http://mukipartono.com/pasang-pen-sebaiknya-
yg licin, dan itu merupakan ciri dari material yang getas.
di-buka/
Elemen yang terkandung dalam serbuk SS 316L
dapat dilihat pada Tabel 4. Serbuk SS 316L mengandung
unsur-unsur kimia seperti mangan (Mn), phosphor (P),
Junaidi, Syarif. Biomaterial Berbasis Logam,
sulfur (S), silikon (Si), kromium (Cr), nikel (Ni),
molybdenum (Mo), Besi (Fe). 13 Agustus 2009. Dilihat 23 Oktober 2014.
Kandungan unsur yang paling tinggi adalah fero,
http://www.infometrik.com/2009/08/biomateria
seperti yang terlihat pada Gambar 9. Besarnya kandungan
fero masih berada di dalam batas referensi. l-berbasis-logam/
Kandungan-kandungan unsur lainnya mendekati dengan
nilai referensi
Arsal, Adhytia Farma. 2105. “Pembuatan
Kesimpulan
Serbuk Ti 6Al 4V dan Stainless Steel 316L
Dari hasil penelitian pembuatan serbuk Ti-6Al-4V dan SS sebagai Bahan Dasar Implan Tulang Berpori
316L super halus sebagai bahan dasar implan tulang berpori
dengan perlakuan mekanik diperoleh kesimpulan sebagai dengan Perlakuan Mekanik”. Jurnal Tugas
berikut: Akhir Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik,
Pembuatan serbuk Ti64 yang telah memperoleh
perlakuan termal dan mekanik dengan menggunakan ball Universitas Andalas. 2015
mill efektif untuk meningkatakan nomor kehalusan serbuk
dari #88 menjadi #132, sebaliknya pembuatan serbuk SS
316L dengan perlakuan mekanik menggunakan ball mill
kurang efektif untuk meningkatakan nomor kehalusan,
karena peningkatan nomor kehalusan yang tidak signifikan
yaitu dari nomor kehalusan dari #88 menjadi #101.
Setelah dilakukan pemeriksaan komposisi kimia,
terjadi sedikit perubahan komposisi kimia pada Ti64 karena
perlakuan termal yang diperoleh oleh Ti64. Sedangkan pada
SS 316L kandungan kimia masih berada dalam batas
referensi.

Ucapan Terima kasih

Terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Eng. H. Gunawarman


sebagai pembimbing 1 saya; Bapak Ilhamdi, M.Eng sebagai
pembimbing 2 saya; Bapak Prof. Dr. Hadi Nur sebagai
pembimbing saya di Universiti Teknologi Malaysia.

Referensi

Indoroyal. Fakta tentang Osteoporosis. Dilihat 23 Oktober


2014.
http://indoroyal.com/info-medis/penyakit-osteoporosis.html

Dokter Sehat. Penyebab Tulang Keropos, 24 Mei 2013.


Dilihat 23 Oktober 2014. http://doktersehat.com/

Partono, Muki. Dokter Ahli Bedah Tulang. Pasang pen

7
Kode Makalah: RMA-003 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

Pengaruh Rasio Massa Bijih Besi Dengan Reduktor Dan Temperatur Reduksi Pada Proses
Reduksi Langsung Menggunakan Reduktor Arang Kayu

1)
Is Prima Nanda, 2)Dafmiko

Universitas Andalas
1,2)

Limau Manis, Pauh, Padang, Sumatera Barat, 25163


Dafmiko@yahoo.co.id

Abstrak

Bijih besi di Indonesia memiliki sumber daya dan cadangan bijih besi terbilang cukup banyak. Dalam dunia
industri di Indonesia masih banyak bijih besi yang diekspor karena proses pengolahannya yang terbilang cukup
mahal. Belum banyaknya penelitian tentang proses reduksi langsung menggunakan reduktor biomassa, masih
perlu sebuah teknologi sederhana yang dapat mengolah bijih besi menggunakan reduktor lokal. Untuk menghemat
biaya produksi dan teknologi ramah lingkungan.
Bijih besi yang digunakan pada penelitian ini adalah bijih besi jenis laterit berasal dari Kalimantan. Sedangkan
reduktor yang digunakan adalah arang kayu. Variabel yang digunakan pada penelitian ini yaitu variabel
temperatur 700oC, 800oC, 900oC, 1000oC dan perbandingan masa 1 : 2 dan 1: 4. Proses dilakukan di dalam muffle
furnace selama 30 menit agar terjadi proses reduksi. Untuk mengetahui optimalisasi proses dan melihat hasil
proses reduksi secara kualitatif, maka dilakukan karakterisasi sampel dengan menggunakan XRD.
Hasil reduksi yang paling tinggi terdapat massa 1 : 4 dengan temperatur 1000oC. Pada sampel tersebut
didapatkkan produk reduksi iron (Fe), wustite ( FeO), dan magnetite ( Fe3O4).

Kata kunci: perbandingan temperatur, perbandingan rasio massa, muffle furnace, bijih besi

1. Pendahuluan menjadi dua yaitu reduksi langsung dan tidak


langsung. Reduksi langsung (direct reduced iron)
1.1 Latar Belakang menggunakan gas reduktor seperti gas hidrogen atau
gas CO. Reduksi tidak langsung menggunakan
Bijih besi merupakan bahan baku utama dalam
tungku pelebur yang biasa disebut tanur tinggi (blast
pembuatan logam besi. Untuk mendapatkan logam
furnace). Sesuai UU No.4 tahun 2009, pengolahan
besi tersebut, bijih besi yang masih berbentuk oksida
bahan mineral yang terdapat di Indonesia wajib
harus melalui tahapan tertentu yaitu, proses reduksi.
dilakukan di dalam negeri. Hal ini merupakan salah
Reduksi bijih besi berlangsung pada temperatur yang
satu cara untuk meningkatkan perekonomian
sangat tinggi. Pada proses reduksi dibutuhkan bahan
Indonesia. Belum banyaknya penelitian tentang
lain sebagai reduktor yang akan mengubah oksida
proses reduksi langsung menggunakan reduktor
besi dengan muatan tinggi menjadi oksida besi
biomassa. Karena selama ini proses reduksi langsung
dengan muatan yang lebih rendah atau bahkan
hanya menggunakan reduktor batubara. Untuk
menjadi logam. Reduktor yang dapat digunakan dapat
mendapatkan reduktor yang dapat menggantikan
berupa C, CO atau H2 seperti yang ditunjukkan pada
reduktor batubara banyak penelitian yang dilakukan
reaksi berikut [1].
diantaranya pengaruh variasi reduktor lokal pengaruh
3Fe2O3+C→2Fe3O4+CO ΔG01273=-73Kkal (1) rasio massa, temperatur, waktu proses dan lain-lain.
3Fe2O3+CO→2Fe3O4+CO2 ΔG01273=-24,19Kkal (2)
3Fe2O3+H2→2Fe3O4+H2O ΔG01273=-25,72Kkal (3) 1.2 Tujuan
Indonesia memiliki sumber daya cadangan bijih besi 1.Mengetahui pengaruh temperatur terhadap proses
terbilang cukup banyak. Dalam dunia industri di reduksi langsung.
Indonesia masih banyak bijih besi yang diekspor 2.Mengetahui konsentrasi Fe yang dihasilkan dalam
karena proses pengolahannya yang terbilang cukup proses reduksi langsung.
mahal. Untuk mendapatkan bijih besi diperlukan 3.Mengetahui temperatur optimal dari proses reduksi
proses reduksi dimana proses reduksi ini terbagi langsung.

1
Kode Makalah: RMA-003 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

4.Mengetahui rasio massa antara bijih besi dan arang Arang merupakan bahan padat yang berpori dan
kayu yang optimal dari proses reduksi langsung. merupakan hasil pengarangan bahan yang
mengandung carbon. Sebagian besar pori-pori arang
1.3 Manfaat masih tertutup oleh hidrocarbon, fixed carbon, abu
dan air. Biorang adalah arang (salah satu jenis bahan
Manfaat dari penelitian ini diharapkan mendapatkan
bakar) yang dibuat dari aneka macam bahan hayati
temperatur optimal dan rasio massa optimal dalam
atau biomassa, misalnya kayu, ranting dan lain-lain.
proses reduksi langsung menggunakan reduktor lokal
Arang kayu pada literatur memiliki kandungan
arang kayu.
carbon 70-80%[3]. Dilihat dari jumlah pepohonan
yang terdapat di negara Indonesia dapat disimpulkan
1.4 Batasan Masalah
bahwa pasokan untuk arang kayu berlimpah. Pada
1. Material yang digunakan bijih besi yang berasal Tabel 2.2 dapat dilihat standar kualitas arang kayu.
dari Kalimantan. Sehingga dapat dijadikan referensi dalam pengujian
2. Variabel temperatur yang dilakukan adalah 700oC, awal kandungan reduktor arang kayu yang digunakan
800oC, 900oC, 1000oC dalam penelitian ini. Dapat dilihat pada Gambar 2
3. Variabel masa yang dilakukan 1 : 2 dan 1 : 4 Arang kayu.
4. Perbandingan dengan reduktor arang tempurung Tabel 2.1 Standar Kualitas Arang Kayu ( SNI 1-6235-2000)
kelapa dan ampas tebu temperatur 1000°C masaa Sifat Nilai
1 : 4 waktu proses 30 menit. Kadar air (%) Maks 8
Kadar zat terbang (%) 15
2. Tinjauan Pustaka Nilai kalor (kkal/kg) Min 5000
Kadar abu (%) Maks 8
2.1 Profil Bijih Besi Indonesia
Endapan bijih besi telah diteliti dan dieksplorasi oleh
Pemerintah Kolonial Belanda. Pada periode
1957-1964 Indonesia yang bekerja sama dengan
Pemerintah Uni Soviet, melaksanakan eksplorasi
bijih besi untuk kepentingan pembangunan industri
baja di Cilegon (Banten) dan menemukan beberapa
daerah prospek di Kalimantan Selatan. Pada masa
pemerintahan orde baru, (1967-1998) Indonesia
mencoba melakukan eksplorasi yang bertujuan untuk Gambar 2 Arang Kayu
mencari endapan bauksit, nikel, tembaga, emas dan
batubara, tetapi bijih besi tidak tersentuh sama sekali. 2.3 Metode Penelitian
Ini menunjukkan bahwa potensi geologi Indonesia
untuk endapan besi tidak menarik, karena geologi 2.3.1 Muffle Furnace
Indonesia merupakan busur magmatis yang tidak Muffle furnace adalah tungku listrik yang biasa
mempunyai batuan berumur pra-Kambrium seperti digunakan untuk skala laboratorium. Pada umumnya
misalnya Banded Iron Formation. Walaupun muffle furnace memiliki temperatur kerja maksimum
demikian pihak Departemen Perindustrian, banyak 1100oC – 1200oC. Prinsip kerja muffle furnace dengan
melakukan evaluasi kemungkinan penggunaan bijih memanaskan udara dalam ruangan melalui pemanasan
besi untuk kepentingan industri dalam negeri. kawat resistansi menggunakan energi listrik.
Evaluasi ini dilakukan berdasarkan data penemuan Pengaturan temperatur tergantung pada kondisi kerja
bijih besi yang terdapat di unit-unit dalam lingkungan yang diinginkan[4]. Dapat dilihat pada Gambar 3
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral[2]. muffle furnace.
Dapat dilihat bijih besi pada Gambar 1

Gambar 3 Muffle Furnace


Gambar 1 Bijih Besi
2.3.2 X-ray Diffaction XRD
2.2 Profil Arang Kayu Penggunaan XRD bertujuan untuk mengevaluasi fasa

2
Kode Makalah: RMA-003 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

atau senyawa, jenis mineral, struktur kristalografi dari menganalisis kandungan yang terdapat pada arang
raw material. Pada penelitian ini XRD digunakan kayu. Kandungan yang akan didapati pada pengujian
untuk mengevaluasi fasa atau senyawa akhir dari ini adalah moisture, ash, volatile mater, dan fixed
proses reduksi. Pengambilan data XRD ini carbon. Pengujian ini dilakukan di pusat penelitian
dilaksanakan di Departement Metalurgi Unversitas Teknologi Mineral dan Batu Bara Bandung.
Indonesia. Pemeriksaan XRD ini menggunakan alat
bernama Panalytical X’Pert Pro X-ray Diffractometer Sample
seperti yang terlihat pada Gambar 4. Hasil pengujian Analysis Parameter Arang Ampas
XRD merupakan grafik perpaduan sumbu 2θ dan Kayu% Tebu %
Intensitas. Kemudian grafik ini dibandingkan dengan Proximate 7,98 -
pattern standard yang dihasilkan oleh software X’pert
Moisture in air dried
High Score. 4,16 6,75
sample
Ash 9,02 1,77
Volatile Mater 15,42 78,4
Fixed Carbon 77,47 13,08

3.4 Proses Reduksi Langsung

Gambar 4 XRD philips Pada penelitian ini dilakukan proses reduksi langsung
dengan variabel temperatur 700oC, 800oC, 900oC, dan
3. Hasil dan Pembahasan 1000oC. Variabel massa bijih besi dan arang kayu 1 :
2 dan 1 : 4 sebagai variabel yang akan dibahas.
3.1 Karakterisasi Awal Sampel Proses reduksi langsung ini menggunakan waktu
Karakterisasi awal ini digunakan untuk mendapatkan kerja selama 30 menit di dalam muffle furnace.
data awal dari sampel sebelum dilakukannya proses
reduksi. Hal ini berguna sebagai data pembanding 3.5 Mekanisme Reduksi Langsung
setelah didapatkan data hasil setelah proses reduksi.
Pada penelitian ini dilakukan prosedur standar yang
3.2 Hasil XRD Sampel Awal ditentukan sesuai dengan eksperimen yang dilakukan.
Karakterisasi awal sampel ini dilakukan Untuk mendapatkan hasil yang efisien dibutuhkan
menggunakan alat uji XRD yang terdapat pada prosedur reduksi yang baik. Proses reduksi langsung
Departemen Metalurgi dan Material Universitas dengan melakukan prosedur-prosedur sesuai dengan
Indonesia . asumsi yang ada dari pembacaan literatur serta hasil
dengan konsultasi ahli. Sebelum memulai proses,
muffle furnace terlebih dahulu diset temperatur sesuai
yang diinginkan. Selanjutnya, bijih besi dan arang
kayu ditimbang sesuai dengan variabel massa 1 : 2
dan 1 : 4. Kemudian atur temperatur pada muffle
furnace prosedur 1 temperatur 700oC, prosedur 2
temperatur 800oC, prosedur 3 temperatur 900oC, dan
prosedur 4 temperatur 1000oC. Saat temperatur pada
Gambar 5 Hasil XRD Sampel Awal
furnace telah menunjukkan temperatur yang
Data hasil XRD kemudian dibandingkan dengan diinginkan, barulah kedua material dibakar
pattern tersebut, sehingga dapat diidentifikasi peak bersamaan di dalam furnace. Proses ini berlangsung
mana yang menunjukkan terdapatnya senyawa Fe 2O3 selama 30 menit.
dan Fe3O4. Penggunaan pattern standard ini
3.6 Hasil Reduksi Pada temperatur 700oC
dikarenakan sampel yang digunakan sebagai raw
material adalah bijih besi. Oleh karena itu diduga Setelah dilakukan uji XRD terhadap hasil reduksi,
pada raw material ini memiliki data awal sebagai grafik hasil reduksi dibandingkan dengan pattern
Hematite. Namun setelah mendapatkan hasil standard untuk mengidentifikasi kesesuaian dengan
diidentifikasi diketahui bahwa Hematite, Magnetite peak yang terdapat pada grafik. Setelah itu dilakukan
dan senyawa pengotor juga pembanding dengan Gambar 6 sebagai sampel
awal untuk mengetahui terjadinya proses reduksi.
3.3 Hasil Uji Proximate

Pengujian proximate merupakan pengujian untuk

3
Kode Makalah: RMA-003 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

Gambar 8 Hasil Reduksi Langsung T 800oC perbandingan massa


Gambar 6 Hasil Reduksi Langsung T 700oC perbandingan massa 1:2
1:2 Terlihat pada Gambar 9 dari 8 peak yang
teridentifikasi, terdapat 6 peak yang menunjukan
Terlihat pada gambar 6 dari 6 peak yang senyawa magnetite (Fe3O4), sedangkan senyawa
teridentifikasi, terdapat 4 peak yang menunjukan hematite (Fe2O3) sebanyak 1 peak, dan senyawa
senyawa magnetite (Fe3O4), sedangkan senyawa wustite (FeO) sebanyak 1 peak. Hal ini
hematite (Fe2O3) sebanyak 2 peak. Hal ini mengindentifikasikan pada percobaan ini, senyawa
mengindentifikasikan pada percobaan ini, senyawa hematite sudah mulai tereduksi menjadi wustite (FeO).
hematite sudah mulai tereduksi menjadi magnetite.

Gambar 7 Hasil Reduksi Langsung T 700oC perbandingan massa Gambar 9 Hasil Reduksi Langsung T 800oC perbandingan massa
1:4 1:4
Terlihat pada Gambar 7 dari 6 peak yang Dapat dilihat pada Gambar 8 dan 9 terdapat
teridentifikasi, terdapat 5 peak yang menunjukan perbedaan intensitas pada perbandingan massa.
senyawa magnetite (Fe3O4), sedangkan senyawa Dimana pada perbandingan massa 1 : 4 intensitas
hematite (Fe2O3) sebanyak 1 peak. Hal ini mencapai 1800 hal ini sudah sesuai dengan teori
mengindentifikasikan pada percobaan ini senyawa dimana semakin banyak jumlah reduktor pada proses
hematite sudah mulai tereduksi menjadi magnetite. reduksi langsung maka semakin tinggi kemungkinan
tereduksi. Dan hasil reduksi dengan perbandingan
Dapat dilihat pada Gambar 6 dan 7 bahwa terdapat massa 1 : 4 lebih baik. Karena dapat tereduksi sampai
perbedaan intensitas. Dimana pada perbandingan tahap 2 yang diindikasikan adanya senyawa wustite
massa 1 : 4 nilai intensitas mencapai 1800 hal ini (FeO) sebanyak 1 peak.
sudah sesuai dengan teori dimana semakin banyak
jumlah reduktor pada proses reduksi langsung maka 3.8 Hasil Reduksi Pada temperatur 900oC
semakin tinggi kemungkinan untuk tereduksi. Terlihat pada Gambar 10 bahwa dari 6 peak yang
teridentifikasi, terdapat 5 peak yang menunjukan
3.7 Hasil Reduksi Pada temperatur 800oC senyawa magnetite (Fe3O4), sedangkan senyawa
hematite (Fe2O3) sebanyak 1 peak. Hal ini
Terlihat pada Gambar 8 dari 6 peak yang mengindentifikasikan pada percobaan ini, senyawa
teridentifikasi, terdapat 5 peak yang menunjukan hematite (Fe2O3) sudah mulai tereduksi.
senyawa magnetite (Fe3O4), sedangkan senyawa
hematite (Fe2O3) sebanyak 1 peak. Hal ini
mengindentifikasikan pada percobaan ini, senyawa
hematite (Fe2O3) sudah mulai tereduksi

Gambar 10 Hasil Reduksi Langsung T 900oC perbandingan massa


1:2

4
Kode Makalah: RMA-003 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

Terlihat pada Gambar 11 bahwa dari 6 peak yang


teridentifikasi, terdapat 5 peak yang menunjukan
senyawa magnetite (Fe3O4), sedangkan senyawa
wustite (FeO) sebanyak 1 peak. Hal ini
mengindentifikasikan pada percobaan ini, senyawa
hematite sudah mulai tereduksi menjadi wustite
(FeO)

Gambar 13 Hasil Reduksi Langsung T 1000oC perbandingan


massa 1:4

Terlihat pada Gambar 13 juga bahwa dari 7 peak yang


teridentifikasi, terdapat 3 peak yang menunjukan
senyawa magnetite (Fe3O4), 3 peak senyawa wustite
(FeO), dan 1 peak senyawa iron (Fe). Hal ini
mengindentifikasikan pada percobaan ini, senyawa
Gambar 11 Hasil Reduksi Langsung T 900oC perbandingan massa hematite sudah mulai tereduksi menjadi iron (Fe).
1:4 Dapat dilihat pada Gambar 12 dan 13 terdapat
Dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11 terdapat perbedaan intensitas pada perbandingan massa.
perbedaan intensitas pada perbandingan massa. Dimana pada perbandingan massa 1 : 4 intensitasnya
Dimana pada perbandingan massa 1 : 4 intensitas mencapai 1200 hal ini sudah sesuai dengan teori
mencapai 1800 hal ini sudah sesuai dengan teori dimana semakin banyak jumlah reduktor pada proses
dimana semakin banyak jumlah reduktor pada proses reduksi langsung maka semakin tinggi kemungkinan
reduksi langsung maka semakin tinggi kemungkinan tereduksi.
tereduksi.

3.10 Perbandingan Hasil XRD Rasio Massa 1:2


3.9 Hasil Reduksi Pada temperatur 1000oC

(a)

Gambar 12 Hasil Reduksi Langsung T 1000oC perbandingan


massa 1:2

Terlihat pada Gambar 12 juga bahwa dari 7 peak


yang teridentifikasi, terdapat 5 peak yang
menunjukan senyawa magnetite (Fe3O4), sedangkan
senyawa wustite sebanyak 2 peak. Hal ini
mengindentifikasikan pada percobaan ini, senyawa
hematite (Fe2O3) sudah mulai tereduksi

(b)

5
Kode Makalah: RMA-003 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

sampel kecuali pada sampel temperatur 1000oC.


Senyawa wustite pun sudah terbentuk saat temperatur
800oC walaupun intensitasnya lebih rendah dari
temperatur 900oC.

Jika melihat pada Gambar 15 (d) didapatkan bahwa


proses reduksi sudah terjadi pada perbandingan
massa 1 : 4. Hal ini ditunjukan dengan timbulnya
beberapa peak senyawa iron yang merupakan produk
(c) dari proses reduksi tahap terakhir pada temperatur
1000oC. Dimana senyawa hematite dilambangkan
dengan angka 1, senyawa magnetite dengan angka 2,
senyawa wustite dengan angka 3 dan senyawa iron
dengan angka 4.

(d)

Gambar 14 Perbandingan Hasil Reduksi Langsung Pada


Massa 1 : 2 ( a) temperatur 700oC (b) temperatur
800oC (c) temperatur 900oC (d) temperatur 1000oC
(a)
Dapat dilihat pada Gambar 14 (a,b,c) jumlah peak
hematite pada proses reduksi ini sebanyak 1 peak
senyawa hematite dan 5 peak senyawa magnetite.
Sedangkan pada Gambar 14 (d) terbentuk senyawa
wustite sebanyak 3 peak.
Setelah menganalisis grafik, terlihat senyawa
magnetite terbentuk disetiap sampel dengan rasio
temperatur yang berbeda. Rasio magnetite yang
terbentuk dari total peak pada setiap sampel tersebut
adalah 5 dari 6 peak. Menunjukkan senyawa
magnetite terbentuk sebanyak 83,3% dari total peak (b)
yang teridentifikasi. Dapat dikatakan pada
perbandingan massa 1 : 2 sampel bijih besi tereduksi
paling optimal pada temperatur 1000oC karena
terbentuknya senyawa wustite sebanyak 3 peak.
Dapat dilihat pada Gambar terdapat perbedaan
intensitas pada perbandingan massa. Dimana
pada perbandingan massa 1 : 4 intensitasnya
mencapai 1200 hal ini sudah sesuai dengan teori
dimana semakin banyak jumlah reduktor pada
proses reduksi langsung maka semakin tinggi
kemungkinan tereduksi. (c)

Dapat dikatakan pada perbandingan massa 1 : 4


sampel bijih besi tereduksi paling optimal pada
3.10 Perbandingan Hasil XRD Rasio Massa 1:4 temperatur 1000oC karena terdapat 1 peak yang
menunjukkan senyawa Fe yang mengindikasikan
Setelah menganalisis grafik pada Gambar 15 (a,b,c)
reduksi sudah mencapai tahap akhir.
terlihat senyawa magnetite terbentuk pada semua

6
Kode Makalah: RMA-003 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

muffle furnace. Turkey.2012.

Gambar 15 Perbandingan Hasil Reduksi Langsung Pada


Massa 1 : 4 ( a) temperatur 700oC (b) temperatur 800oC (c)
temperatur 900oC (d) temperatur 1000oC

Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini yang dilakukan tentang


pengaruh rasio massa dan temperatur terhadap proses
reduksi langsung dengan menggunakan muffle
furnace maka didapatkan kesimpulan sebagai
berikut :

1. Proses reduksi menggunakan arang kayu berhasil


dilakukan hingga tahap kedua dimana terbentuk
senyawa FeO pada temperature 1000°C.
2. Sampel bijih besi dengan senyawa hematite
(Fe2O3) tereduksi menjadi senyawa iron (Fe) pada
temperatur 1000oC perbandingan masa 1 : 4.
3. Temperatur yang diterapkan mempengaruhi hasil
reduksi. Semakin tinggi temperatur semakin besar
kemungkinan tereduksi. Dimana pada temperatur
1000oC terbentuk senyawa iron (Fe) .
4. Rasio massa paling baik yang didapatkan adalah
1 : 4 pada temperatur 1000oC, didapatkan produk
reduksi iron (Fe) dengan intensitas wustite (FeO)
paling banyak.

Referensi

[1] ROSS, H. U., Direct Reduced Iron


Technology and Economics of Productions and. Use,
The Iron and Steel Society of AIME, Hal 19-25 dan
26-34, Warrendale,(1980)

[2] Sumber daya dan Cadangan Bijih Besi


Indonesia. Pusat Sumber Daya Geologi, 2008

[3] Forestry Department, FAO.Industrial


Charcoal Making.Food and Agriculture Organization
of The United Nations, Chapter 2 Section
2.9.1.3. Rome, 1985

[4] Tetra isi sistemleri. Product Description :

7
Kode Makalah: RMA-004 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

Perilaku Korosi Titanium dalam Larutan Modifikasi Saliva Buatan untuk


Aplikasi Ortodontik
1)
Sanny Ardhy, 2)Gunawarman dan 3)Jon Affi
1,2,3)
Mahasiswa Program Studi Magister Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Andalas
2
Staf pengajar program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Andalas

Abstrak

Titanium dan paduannya lebih banyak dipilih untuk pemasangan kawat gigi (behel) dan
material implan gigi karena mempunyai sifat tahan korosi dan sifat mekanik yang jauh lebih baik
dibanding baja tahan karat (stainless steel). Namun demikian, penggunaan titanium dan paduannya
masih memiliki kekurangan. Ketahanan korosi titanium dapat berkurang di lingkungan asam (pH
asam). Seperti diketahui, masyarakat Indonesia suka mengkonsumsi makanan dan minuman yang
mengandung zat asam, seperti empek-empek, goreng-gorengan, makanan yang mengandung santan,
soft drink dan minuman karbonisasi. Karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui perilaku
korosi dan laju korosi terhadap titanium dan paduannya di lingkungan asam. Output pengujian ini,
berguna bagi dokter gigi dalam memilih bahan titanium yang lebih baik untuk aplikasi ortodontik.
Ada 7 (tujuh) titanium yang dipilih dalam pengujian ini. Yakni Ti-12 Cr Solution Treatment
(ST), Ti- 12 Cr Aging Treatment (AT) 30 Ks, Ti-12 Cr (AT 60 Ks), TNTZ (ST), TNTZ (AT), Ti64
ELI (Extra Low Intertitial) dan Commercial Pure Titanium (CpTi). Tujuh spesimen ini diuji rendam
(immersion test) dalam modifikasi saliva buatan (pH 5,0) dengan empat (4) variasi waktu (t); 1 jam,
10 jam, 100 jam dan 1000 jam. Laju korosi dihitung dengan metode pengurangan berat (weight loss).
Hasil pengujian didapatkan laju korosi tertinggi terjadi pada CPTi (0,00000252 mm/y) pada
waktu pengujian 1000 jam. Sementara laju korosi terendah terjadi pada Ti-12 Cr (AT 60 Ks),
0,00000034 mm/y. Untuk sifat mekanik kekerasan, Ti-64 ELI memiliki kekerasan paling tinggi, 313
HVN (waktu pengujian 1000 jam). Sementara CpTi memiliki kekerasan paling rendah, 139 HVN.

Kata kunci : Titanium, saliva buatan, metode weight loss, laju korosi, kekerasan.

PENDAHULUAN
Material implan harus memiliki sifat biokompatibel agar tidak mengalami reaksi penolakan
dalam tubuh. Selain harus memiliki sifat biokompatibel, material implan juga harus memiliki sifat
osseointegrasi sehingga tulang dapat berintegrasi dengan material (remodelling struktur tulang) [1].
Selama ini, bahan stainless steel banyak dipergunakan sebagai material implan. Selain harganya lebih
terjangkau, stainless steel juga mudah didapat di pasaran. Stainless steel juga memiliki sifat mekanik
yang baik, kekerasan dan kekuatan tarik tinggi (500 MPa), serta memiliki sifat tahan korosi dan
biokompatibel yang cukup baik. Akan tetapi, material ini memiliki kelemahan dalam kekakuan,
modulus elastisitasnya terlalu tinggi (200 GPa). Selain itu, keberadaan Nikel (Ni) dalam paduan
stainless steel berpotensi menimbulkan toksin dalam tubuh. Untuk dental implan, kawat gigi stainless
steel dapat menyebabkan alergi seperti gatal-gatal, sariawan pada bibir bagian dalam dan peradangan
pada gigi [2]. Karena kelemahan stainless steel itulah, orang mulai beralih pada material titanium
murni dan titanium paduan (alloy) untuk implan.
Titanium sendiri memiliki biokompatibilitas dan biomekanis yang lebih baik dibanding logam
lain, termasuk stainless steel. Titanium juga tidak mempunyai unsur logam berat Ni, sehingga aman
untuk tubuh. Titanium murni (Commercial Pure Titanium/CPTi) dan Ti-64 Extra Low Intertitial (ELI)
juga telah terdaftar pada standar American Society for Testing and Materials (ASTM) sebagai salah
satu bahan dasar biomaterial [1]. Namun demikian, penggunaan titanium sebagai material implan

1
Kode Makalah: RMA-004 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

belum teruji sepenuhnya, khususnya untuk penggunaan di Indonesia, yang notabene masyarakatnya
cenderung mengkonsumsi makanan dan minuman (yang mengandung zat asam) masuk ke dalam
tubuh.
Meski mempunyai sifat tahan korosi yang baik, namun ketahanan korosi Ti dapat berkurang di
lingkungan pH asam [2]. Seperti diketahui, masyarakat Indonesia suka mengkonsumsi makanan dan
minuman yang mengandung zat asam. Seperti empek-empek, bakso, goreng-gorengan, serta minuman
bersoda dan soft/energy drink. Beda dengan masyarakat luar negeri, Jepang contohnya. Mereka lebih
suka mengkonsumsi makanan mentah (tak digoreng, tak mengandung santan/gulai), vegetarian (salad)
dan buah-buahan. Ketahanan korosi titanium hilang pada larutan yang mengandung flouride dan NaCl
yang melebihi konsentrasi 0,5% [3]. Ion flouride (F) dapat memicu terjadinya degradasi lapisan
oksida titanium. Flouride harus dihindari karena dapat memicu lingkungan saliva menjadi asam. Soft
drink, minuman karbonisasi (soda) banyak mengandung zat aditif seperti zat pengawet flouride, asam
fosfat (H3PO4) dan asam karbonat (H2CO3). Selain itu, soft drink juga mengandung zat pemanis dan
zat perasa asam sitrat (C6H8O7). pH rata-rata dari soft drink dan minuman karbonisasi (soda), adalah
3 - 4 (pH asam). Asam kuat dari zat pengawet, pemanis dan perasa ini akan mengkikis lapisan pasif
titanium. Lebih parahnya lagi, dalam 3 menit setelah kita minum soda, terjadi pengikisan enamel 10
kali lebih kuat dibanding minum jus buah [4]. Asam sitrat merupakan zat asam yang paling kuat
mengikis enamel gigi dan banyak ditemukan dalam soft drink. Begitu juga halnya flouride, lebih
cepat merusak gigi.
Berdasar permasalahan di atas, penulis ingin meneliti perilaku korosi titanium dalam larutan
asam, khususnya untuk aplikasi ortodontik. Larutan asam dalam penelitian ini, menggunakan larutan
modifikasi saliva buatan. (pH 5,0). Ini didasari pada penelitian-penelitian sebelumnya, yang
mendapatkan hasil laju korosi rendah saat titanium direndam dalam saliva buatan pH 6,0. Penelitian
Latifa [5] dengan menggunakan metode weight loss, titanium murni direndam dalam saliva buatan pH
6,0, memiliki laju korosi 0,00000030 mm/y pada waktu pengujian satu minggu (168 jam). Begitupula
halnya pada penelitian Lusiana [6], Ti-6Al-4V diuji rendam dalam minuman karbonisasi (pH 6,0)
dengan lamanya waktu pengujian satu minggu (168 jam). Laju korosi yang didapat 0,00000055
mm/year. Hal serupa juga ditemui dalam penelitian Muhammad Yazdi Ali [7]. Titanium ASTM B
337 Gr-2 yang direndam dalam Artificial Blood Plasma (ABP) pH 6,0 selama waktu empat minggu
(672 jam), memiliki laju korosi 0,00000072 mm/y. Pendek kata, saliva buatan pH 5,0 dalam
penelitian ini dipilih untuk mengetahui laju korosi titanium pada lingkungan asam kuat. Hasil ini
nantinya akan menjadi referensi atau pembanding, apakah tingkat keasaman pH berpengaruh terhadap
laju korosi. Pembuatan saliva buatan pada penelitian ini, mengacu pada metode McDougall [1,2].
Dalam penelitian ini, digunakan empat jenis material titanium. Yakni Commercial Pure Titanium
(CPTi) dan tiga jenis titanium paduan; Ti-64 ELI (Extra Low Intertitial), TNTZ (Titanium, Niobium,
Tantalum, Zirkonium) dan Ti-12 Cr. Penelitian menggunakan metode uji rendam (immersion test)
dalam kurun waktu pengujian 1 jam, 10 jam, 100 jam hingga 1000 jam. Output penelitian, mengetahui
perilaku korosi dan mendapatkan laju korosi dengan metode perhitungan weight loss. Metode ini
dipilih karena lebih sederhana, mudah untuk dilakukan, alat pengujiannya tak banyak.

BAHAN DAN METODOLOGI


Benda uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ti-12 Cr (ST), Ti-12 Cr (AT 30 Ks), Ti-12
Cr (AT 60 Ks), TNTZ (ST), TNTZ (AT), Ti64 ELI dan CPTi. Pada Gambar 1 a). dapat dilihat
masing-masing spesimen uji terdapat tiga buah spesimen untuk eksperimen. Benda uji untuk
immersion test ini mengacu pada metode ASTM G31-72 [8] seperti yang dilihat pada Gambar 1 b).
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang dilakukan di Laboratorium Metalurgi Jurusan
Teknik Mesin Unand. Spesimen uji direndam di gelas bejana dalam empat (4) variasi waktu (t); 1
jam, 10 jam, 100 jam dan 1000 jam. Seluruh spesimen direndam dalam larutan modifikasi saliva

2
Kode Makalah: RMA-004 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

buatan (pH asam) menggunakan gelas bejana 50 ml seperti yang dilihat pada Gambar 2. Sebelum
direndam (immersion test), masing-masing spesimen ditimbang berat awalnya. Kemudian, dihitung
laju korosi dengan metode perhitungan pengurangan berat (weight loss), selisih berat akhir dengan
berat awal.

 29 mm
2.45
mm

Gambar 1 a). Spesimen uji b). Dimensi spesimen sesuai ASTM G31-72

Gambar 2 Spesimen dimasukkan ke dalam larutan saliva buatan.

Pembuatan saliva buatan pada penelitian ini mengacu pada metode McDougall/ASTM G36 [1].
Pada Tabel 1 dapat dilihat komposisi larutan saliva buatan ini dimodifikasi untuk mendapatkan pH
asam/5,0. Saliva buatan ini dibuat di Laboratorium Biokimia Fakultas MIPA Universitas Andalas.
Tabel 1 Komposisi larutan modifikasi saliva buatan
No Larutan Jumlah (gr/ltr)
1. NaHCO3 9,80
2. Na2HPO4 + 2 H2O 3,71
3. KCl 0,57
4. NaCl + NaF 0,97
5. MgSO4 + 7 H2O 0,12
6. CaCl2 0,05
7. H2O sisa

Usai menghitung laju korosi, dilanjutkan dengan menghitung kekerasan masing-masing


spesimen. Ini bertujuan untuk mengetahui salah satu sifat mekanik yaitu nilai kekerasan spesimen
setelah uji rendam. Terakhir, dilakukan pemeriksaan struktur mikro untuk melihat jenis korosi yang
terjadi dengan mikroskop optik dan Scanning Electrone Microscope (SEM).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil uji rendam dengan metode weight loss memperlihatkan pengurangan berat spesimen uji
berbanding lurus dengan pertambahan waktu (t) pengujian. Pengurangan berat ini terjadi karena
korosi merata yang terjadi pada spesimen. Pengurangan berat tidak terjadi saat waktu (t) pengujian 1
jam. Ini dikarenakan waktu 1 jam masih terlalu singkat untuk terjadi korosi. Yang ada, hanyalah
inklusi atau zat pengotor yang melekat pada spesimen. Pengurangan berat baru terjadi saat waktu

3
Kode Makalah: RMA-004 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

pengujian 10 jam, 100 jam dan 1000 jam. Pada Tabel 2, dapat dilihat pengurangan berat tertinggi
terjadi pada CPTi, yakni 0,5000 gram (waktu pengujian 1000 jam). Kemudian diikuti Ti-64 ELI,
TNTZ (ST), TNTZ (AT), Ti-12 Cr (ST), Ti-12 Cr (AT 30 Ks) dan Ti-12 Cr (AT 60 Ks). Pengurangan
berat terendah didapat pada Ti-12 Cr (AT 60 Ks), yakni 0,0001 gram saat waktu pengujian 10 jam.

Tabel 2 Pengurangan berat spesimen setelah immersion test

W (gr)
Spesimen
1 jam 10 jam 100 jam 1000 jam
1 CPTi 0 0,0017 0,024 0,50
2 Ti-64 ELI 0 0,0017 0,017 0,35
3 TNTZ-ST 0 0,0006 0,012 0,25
4 TNTZ-AT 0 0,0004 0,008 0,15
5 Ti-12 Cr (ST) 0 0,0003 0,006 0,12
6 Ti-12 Cr (AT 30 KS) 0 0,0003 0,005 0,10
7 Ti-12 Cr (AT 60 KS) 0 0,0001 0,002 0,10

Perhitungan laju korosi dalam penelitian ini menggunakan metode pengurangan berat (weight
loss). Hasil penelitian menunjukkan laju korosi spesimen uji titanium berbanding lurus dengan
pertambahan waktu (t) pengujian. Pada Tabel 3 dapat dilihat laju korosi belum terlihat saat waktu
immersion test 1 jam. Ini dikarenakan, tak adanya weight loss dari seluruh spesimen. Berat awal dan
berat akhir dari seluruh spesimen setelah pengujian 1 jam, bernilai sama. Laju korosi baru terlihat saat
pengujian 10 jam, 100 jam dan 1000 jam. Laju korosi meningkat seiring bertambahnya waktu
pengujian.
Tabel 3 Laju korosi spesimen

Laju Korosi (mm/y)


No t (jam)
1 jam 10 jam 100 jam 1000 jam
1 CPTi 0 0,00000086 0,00000121 0,00000252
2 Ti-64 ELI 0 0,00000087 0,00000087 0,00000180
3 TNTZ-ST 0 0,00000025 0,00000050 0,00000104
4 TNTZ-AT 0 0,00000017 0,00000033 0,00000062
5 Ti-12 Cr (ST) 0 0,00000013 0,00000026 0,00000051
6 Ti-12 Cr (AT 30 KS) 0 0,00000012 0,00000020 0,00000040
7 Ti-12 Cr (AT 60 KS) 0 0,00000004 0,00000009 0,00000034

Pada Gambar 3 dapat dilihat laju korosi tertinggi terjadi pada CpTi, yakni 0,00000252 mm/y
(waktu pengujian 1000 jam). Kemudian diikuti Ti-64 ELI, TNTZ (ST), TNTZ (AT), Ti-12 Cr (ST),
Ti-12 Cr (AT 30 Ks) dan Ti-12 Cr (AT 60 Ks). Laju korosi terendah didapat pada Ti-12 Cr (AT 60
Ks), yakni 0,00000004 mm/y (waktu pengujian 10 jam). Pada waktu pengujian 1000 jam, laju korosi
terendah juga didapat pada Ti-12 Cr (AT 60 Ks), yakni 0,00000034 mm/y.
Dari hasil pengujian, laju korosi titanium paduan lebih rendah dibanding titanium murni
(CpTi). Titanium paduan memiliki umur laju korosi yang lebih lama dibanding titanium murni. Ini
disebabkan titanium paduan memiliki unsur penguat paduan (solid solution strengthning) seperti
Aluminium (Al), tembaga (Cu), Chromium (Cr) dan Zirkonium (Zr) yang menyebabkan titanium
paduan mempunyai ketahanan korosi yang lebih baik dibanding CpTi. Untuk titanium paduan, Ti-12
Cr memiliki laju korosi yang lebih rendah dibanding dua titanium paduan lainnya; TNTZ dan Ti-64

4
Kode Makalah: RMA-004 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

ELI. Ini dikarenakan Ti-12 Cr memiliki unsur Cr yang membentuk lapisan pasif pada Ti-12 Cr. Selain
itu, sampel spesimen Ti-12 Cr dalam penelitian ini memiliki kekuatan yang lebih tinggi, karena telah
mendapat perlakuan aging time 30 Ks dan 60 Ks.

Gambar 3 Laju korosi berdasarkan lamanya waktu pengujian


Nilai kekerasan yang didapat pada penelitian ini, berbanding terbalik dengan penambahan
waktu (t) pengujian dan laju korosi. Pada Tabel 4 dan Gambar 4, dapat dilihat semakin bertambah
waktu pengujian, nilai kekerasan semakin turun. Dalam pengujian ini, nilai kekerasan turun tidak
begitu signifikan. CpTi yang memiliki laju korosi yang tinggi, memiliki nilai kekerasan terendah, 139
HVN (waktu 1000 jam). Kemudian diikuti TNTZ (ST), TNTZ (AT), Ti-12 Cr (ST), Ti-12 Cr (AT 30
Ks), dan Ti-12 Cr (AT 60 Ks), Nilai kekerasan tertinggi, didapat Ti 64 ELI yakni 313 HVN (waktu
1000 jam).
Tabel 4 Perbandingan kekerasan spesimen sebelum dan setelah pengujian
Kekerasan (HVN)
No t (jam)
0 jam 1 jam 10 jam 100 jam 1000 jam
1 CPTi 162 162 153 149 139
2 TNTZ-ST 231 226 162 150 147
3 TNTZ-AT 236 231 211 198 194
4 Ti-12 Cr (ST) 305 295 291 289 261
5 Ti-12 Cr (AT 30 KS) 309 305 301 295 273
6 Ti-12 Cr (AT 60 KS) 321 312 308 302 296
7 Ti-64 ELI 362 342 338 325 313

Gambar 4 Perubahan kekerasan setelah dilakukan uji rendam.


5
Kode Makalah: RMA-004 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

Dari hasil pemeriksaan struktur mikro, seluruh spesimen terlihat sudah mengalami korosi.
Korosi yang terjadi, yakni korosi merata (uniform corrosion). Ini dapat dilihat dari banyaknya titik-
titik korosi yang terlihat hampir di seluruh permukaan spesimen. Korosi merata terjadi karena proses
anodik (logam titanium) dan katodik (elektrolit) pada permukaan logam yang terdistribusi secara
merata di seluruh bagian permukaan spesimen uji titanium. Terjadinya korosi ini, juga dapat dilihat
dari adanya prosentase berat massa oksigen (O2) yang terdapat dalam komposisi kimia spesimen
setelah dilakukan pemeriksaan Energy Dispersive X-ray (EDX). Oksigen (02) terlarut ini, adalah
faktor eksternal yang menyebabkan spesimen uji dalam penelitian ini, terkorosi. Semakin banyak
oksigen terlarut, laju korosi semakin tinggi. Faktor internal yang menyebabkan korosi pada penelitian
ini, yakni ditemukan adanya inklusi (zat pengotor). Inklusi di sini, adalah terjebaknya partikel asing di
permukaan logam. Inklusi ini bisa berupa debu, endapan cairan unsur elektrolit yang menempel pada
spesimen uji. Zat pengotor ini mempercepat korosi pada permukaan logam, memicu terjadinya reaksi
reduksi tambahan, mempercepat proses oksidasi atom logam menjadi korosi.
Pada tahap pertama korosi, terjadi serangan oleh gelembung udara (O2) yang menempel di
permukaan lapisan pelindung spesimen uji, karena adanya aliran turbulen yang melintas di atas
permukaan logam tersebut. Tahap kedua, gelembung udara tersebut mengikis dan merusak lapisan
pasif titanium. Sebenarnya titanium memiliki ketahanan korosi yang lebih baik, karena mempunyai
lapisan pelindung (pasif). Namun, lapisan pasif titanium tersebut hilang atau tidak tahan pada larutan
yang mengandung NaCl dan NaF yang melebihi konsentrasi 0,5% [3]. Pada tahap ketiga, laju korosi
semakin meningkat, karena lapisan pelindung titanium telah hilang. Logam yang berada di bawah
lapisan pelindung mulai terkorosi, kemudian terjadi pembentukan kembali lapisan pelindung, dan
logam menjadi tidak rata. Bila aliran terus mengalir, maka akan terjadi serangan kembali oleh
gelembung udara yang terbawa aliran. Serangan ini akan mengikis dan merusak lapisan pelindung
yang baru saja terbentuk. Rusaknya lapisan pelindung tersebut akan mengakibatkan serangan lebih
lanjut pada logam yang lebih dalam hingga membentuk cekungan.
Korosi merata yang terjadi pada spesimen uji titanium juga disebabkan karbondioksida (CO2)
yang terlarut dalam saliva buatan, membentuk asam karbonat (H2CO2) yang meningkatkan
korosifitas. Konsentrasi elektrolit NaCl dan NaF yang besar (0,97 %) pada saliva buatan ini, juga
berpengaruh meningkatkan laju aliran elektron sehingga laju korosi titanium meningkat. Begitupula
halnya kontak dengan elektrolit magnesium sulfat (MgS04) yang ada dalam saliva buatan yang
korosif.
1. Titanium murni (CpTi)
Pada Gambar 5 dapat dilihat korosi merata mulai terjadi saat waktu uji rendam 10 jam. Korosi
merata lebih banyak lagi ditemukan pada waktu uji 100 jam dan 1000 jam. Sebelumnya saat waktu uji
1 jam, ditemukan adanya inklusi. Komposisi kimia dan spektrum struktur mikro spesimen yang
terkorosi dapat dilihat pada Gambar 6 (a) dan (b).

Gambar 5 a) 0 jam, b) 1 jam, c) 10 jam, d) 100 jam, e) 1000 jam

6
Kode Makalah: RMA-004 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

Hasil pemeriksaan SEM-EDX pada Tabel 5, ditemukan berat massa oksigen (O2) yang cukup
tinggi, 63,35 %. Semakin banyak oksigen terlarut, laju korosi semakin tinggi. Ini dibuktikan dari hasil
penelitian, CPTi memiliki laju korosi paling tinggi dibanding yang lain, 0,00000252 mm/y. Unsur
klorida (Cl) juga ditemukan pada komposisi kimia CPTi setelah pengujian immersion test, sebesar
0,96 persen. Klorida inilah yang menyerang lapisan pasif CPTi.
Tabel 5 Komposisi kimia CPTi setelah pengujian 1000 jam

Gambar 6 a) Spektrum struktur mikro CpTi, b) Komposisi kimia CpTi (1000 jam)
2. Ti-12 Cr (AT 60 Ks)
Pada Gambar 7 dapat dilihat korosi merata terjadi saat waktu uji rendam 10 jam, 100 jam dan
1000 jam. Sebelumnya saat waktu uji 1 jam, ditemukan adanya inklusi. Komposisi kimia dan
spektrum struktur mikro spesimen yang terkorosi dapat dilihat pada Gambar 8 (a) dan (b).

Gambar 7 Struktur mikro a) 0 jam, b) 1 jam, c) 10 jam, d) 100 jam, e) 1000 jam.

Hasil pemeriksaan SEM-EDX pada Tabel 6, ditemukan berat massa oksigen (O2) sebanyak
11,42 %. Korosi merata yang terjadi pada spesimen uji Ti-12 Cr (AT 60 Ks) ini juga disebabkan
adanya unsur Carbon (C) sebesar 36,58 %. Carbon (C) bersenyawa dengan oksigen (O2) menjadi

7
Kode Makalah: RMA-004 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

karbondioksida (CO2). CO2 ini larut dalam saliva buatan, membentuk asam karbonat (H2CO2) yang
meningkatkan korosifitas.

Gambar 8 a) Spektrum struktur mikro Ti-12 Cr (AT 60 Ks), b) Komposisi kimia


Tabel 6 Komposisi kimia CPTi setelah pengujian 1000 jam

KESIMPULAN
Dari analisa hasil penelitian perilaku korosi titanium dalam larutan modifikasi saliva
buatan untuk aplikasi ortodontik ini, dapat diambil kesimpulan: 1). Laju korosi tertinggi
terjadi pada CpTi, yakni 0,00000252 mm/y (waktu pengujian 1000 jam). Laju korosi
terendah terjadi pada Ti-12 Cr (AT 60 Ks), yakni 0,00000034 mm/y. 2). Pengurangan berat
pada spesimen uji titanium disebabkan korosi merata yang terdistribusi secara merata di
seluruh bagian permukaan spesimen uji. 3). Nilai kekerasan yang didapat pada penelitian ini,
berbanding terbalik dengan laju korosi. Nilai kekerasan tertinggi, didapat Ti 64 ELI yakni
313 HVN (waktu pengujian 1000 jam).

REFERENSI
[1] ASM Handbook, 2012. Fundamentals of Medical Implant Materials: Materials for Medical
Devices, ASM International, Materials Park, Ohio, USA. Volume 23: 303-325.
[2] Moyers, Robert, 2008. The Corrosion of Orthodontic Wire. Fourth Edition. United States of
America: Library of Congres in Publication Data. Toms AP. Eur J Orthod. Vol 10(1):87-97.
[3] Nakagawa, S. Matsuya, T. Shiraishi and M. Ohta, 2003, Effect of Fluoride Concentration and
pH on Corrosion Behavior of Titanium for Dental Use, Department of Dental Materials
Engineering, Faculty of Dentistry, Kyushu University, Fukuoka, Japan. Journal of Dental
Research, Vol 78, 1568-1572.
[4] Nakagawa, S. Matsuya, Udoh K, 2002, Effects of Fluoride and Dissolved Oxygen
Concentrations on the Corrosion Behavior of Pure Titanium and Titanium Alloys, Division of
Oral Rehabilitation, Faculty of Dental Science, Kyushu University, Fukuoka, Japan. Vol
21(2):83-92.
[5] Latifa Kinani, 2003, Corrosion Inhibition of Titanium in Artificial Saliva Containing Fluoride,
Faculty of Sciences and Technology. Beni Mellal. Morocco.

8
Kode Makalah: RMA-004 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

[6] Lusiana, 2010, Analisis Laju Korosi Titanium, Laporan Tugas Akhir, Jurusan Teknik Mesin,
Universitas Indonesia, Jakarta.
[7] Muhammad Yazdi Ali, 2007, Studi Korosi Titanium (ASTM B 337 Gr-2) dalam Larutan
Artificial Blood Plasma (ABP) pada Kondisi Dinamis dengan Teknik Polarisasi
Potensiodinamik dan Exposure, Laporan Tugas Akhir, Jurusan Teknik Mesin, ITS, Surabaya.
[8] ASTM Handbook, 2004, Standard Practice for Laboratory Immersion Corrosion Testing of
Titanium, ASTM International, Materials Park, Ohio, USA. Volume 1: 206-213.

9
Kode Makalah: RMA-005 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

Pengaruh Perlakuan Termomekanik terhadap Keuletan


Paduan Ti-6Al-4V untuk Aplikasi Ortopedi
Abdul Ajiz, 2)Gunawarman dan 3)Jon Affi
1)

Mahasiswa Program Studi Magister Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Andalas
1,2,3)

Dosen program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Andalas

Abstrak

Paduan titanium Ti-6Al-4V banyak digunakan sebagai bahan implan karena memiliki kekuatan,
katahanan korosi dan biokompatibilitas yang lebih baik dibandingkan biomaterial logam konvensional
lain seperti baja tahan karat (316L SS) dan paduan Co-Cr-Mo. Namun pemakaian Ti-6Al-4V masih
mempunyai kelemahan karena memiliki modulus elastisitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
cortical bone. Perbedaan modulus elastisitas mengakibatkan proses transfer tegangan antara tulang
dan implan berlangsung tidak homogen, sehingga stimulasi tegangan pada tulang tidak merata,
bahkan sebagian besar tegangan natural pada tulang bisa berpindah ke implan. Kondisi ini
menyebabkan terganggunya pertumbuhan tulang, implan menjadi longgar, bahkan bisa menjadi
inisiasi terjadinya refraktur. Untuk itu diperlukan upaya menurunkan modulus elastisitas paduan
Ti-6Al-4V dengan tanpa terjadi penurunan keuletan. Perlakuan solution treatment dan perlakuan
aging lebih lanjut dapat menurunkan modulus elastisitas paduan. Namun, kekuatan maupun keuletan
juga ikut menurun dengan perlakuan ini. Agar modulus elastisitas tetap rendah atau menurun dan
keuletan tidak menurun, maka solution treatment dan aging lebih lanjut dengan waktu penahanan
lebih pendek (short-time solution treatment dan short-time aging).
Dari penelitian ini telah didapatkan sifat-sifat mekanik Ti-6Al-4V paling optimum yaitu,
kekuatan luluh dan kekuatan tarik meningkat berturut-turut 4 %, dan 8 %, modulus elastisitas
menurun 12 % serta keuletan bertahan pada 14%.

Kata kunci : Ti-6Al-4V, short-time solution treatment , short-time aging, Keuletan

PENDAHULUAN
Permasalahan cedera dan penurunan fungsi tulang telah mempengaruhi jutaan orang di seluruh
dunia. Bahkan, jumlah penderita permasalahan ini mencapai 50% dari jumlah penderita penyakit
kronis terutama sekali pada mereka yang berusia di atas 50 tahun di negara-negara berkembang.
Dengan meningkatnya kasus patah tulang maka kebutuhan untuk tulang pengganti (orthopaedic
implants) mengalami peningkatan. Lebih dari 7 juta sistem implan telah ditempatkan dalam tubuh
manusia, lebih dari 1.000.000 implantansi spinal rod telah dilakukan antara tahun 1980-2000. Tidak
hanya operasi penggantian yang terus bertambah, akan tetapi juga operasi revisi implan pada bagian
hip dan knee. Diperkirakan jumlah operasi revisi hip meningkat hingga 137 % dan operasi revisi lutut
meningkat hingga 607 % antara tahun 2005-2030 [1-3].
Salah satu paduan titanium yang paling banyak digunakan pada saat ini adalah paduan titanium
jenis α + β, terutama Ti-6Al-4V. Paduan Ti-6Al-4V banyak digunakan sebagai bahan dasar
pembuatan implan ortopedi karena paduan ini diproduksi secara luas di dunia [2], dan memiliki
performa lebih dibandingkan jenis paduan titanium lainnya [2,3]. Umumnya paduan titanium tipe α
lebih kuat tetapi kurang ulet (less ductile), sedangkan tipe β lebih ulet (more ductile), sedangkan
paduan tipe α + β memiliki sifat-sifat mekanis diantara kedua paduan ini.
Sebagian besar penelitian paduan titanium Ti-6Al-4V masih terfokus pada penelitian tensile
properties [3]. Permasalahan yang masih sering muncul adalah modulus elastisitas paduan Ti-6Al-4V
masih tinggi dibandingkan modulus elastisitas tulang (cortical bone) (20-30 GPa) [3,4]. Jika modulus
elastisitas bahan implan (load bearing implant) lebih tinggi dari modulus elastisitas tulang, proses

1
Kode Makalah: RMA-005 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

transfer tegangan antara implan dan tulang berlangsung tidak homogen, sehingga stimulasi tegangan
ke tulang menjadi berkurang, bahkan sebagian besar tegangan natural pada tulang bisa berpindah ke
implan (stress shielding). Dengan kondisi seperti ini, kemungkinan dapat menyebabkan terganggunya
pertumbuhan tulang (atrophy), mengakibatkan implan menjadi longgar bahkan dapat menjadi inisiasi
terjadinya refraktur pada tulang [3-6]. Selain titinium jenis α + β, pada saat ini juga telah mulai
dikembangkan titanium jenis β, meskipun tidak seintensif jenis α + β. Paduan titanium jenis β
memang telah terbukti efektif mengatasi bone atrophy, mempermudah pembentukan kembali tulang
(bone remodeling), akan tetapi lenturan balik (spring back) yang besar dan ketahanan fatik yang
rendah membuat paduan ini tidak begitu banyak dipilih sebagai bahan implan [3,4].
Dalam upaya mendapatkan sifat mekanik paduan Ti-6Al-4V yang optimal sebelumnya
telah dilakukan beberapa penelitian. Morita et. al. [5] telah meneliti pengaruh short-time duplex
heat treatment, yaitu solution treatment pada temperatur 1243 K selama 60 detik, dilanjutkan
perlakuan aging pada temperatur 773 K selama 40 detik. Dari penelitian tersebut didapatkan
peningkatan kekuatan tarik 1110–1450 MPa, dan penurunan pengurangan penampang dari 36 menjadi
17%. Dalam penelitian lain, Morita et al. [6] telah meneliti pengaruh solution treatment paduan Ti-
6Al-4V pada temperatur yang lebih rendah, 1148 K, selama 1 detik. Hasil penelitian menunjukkan
terjadi peningkatan kekuatan luluh hingga 46%. Akan tetapi keuletan material mengalami penurunan.
Namun, masih perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui seberapa besar penurunan keuletan
bila dilakukan short time aging pada temperatur yang lebih rendah lagi dari penelitian ini [5-6].

BAHAN DAN METODOLOGI


Komposisi kimia paduan Ti-6Al-4V yang digunakan dalam penelitian ditunjukkan pada Tabel 1
(didapatkan melalui pemeriksaan menggunakan teknik Energy Dispersive Spectroscopy (EDS), pada
SEM Hitachi S-3400N). Material yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk batangan bulat
(round bar).
Table 1 Komposisi kimia paduan Ti-6Al-4Vyang digunakan dalam penelitian ini (% berat).

Spesimen untuk tensile test dibuat menurut standar ASTM E-8 [7], yaitu tension testing methods
material logam pada temperatur ruangan, [8], Gambar 3.3 (a) dan (b). Spesimen uji tarik dipersiapkan
dalam penelitian ini sebanyak 22 buah (Non perlakuan = 2 buah, perlakuan st-STQ = 2 buah, dan st-
STA lebih lanjut = 18 buah). Spesimen dipersiapkan menggunakan mesin CNC EMCO TU 2A di
Laboratorium Teknologi Mekanik Politeknik Negeri Padang.

6

Gambar 2 Geometri dan dimensi spesimen pengujian tarik (mm)


Spesimen Ti-6Al-4V yang telah dipersiapkan seperti dijelaskan sebelumnya, diberi perlakuan st-
STQ pada temperatur 930 oC (1203 K) dengan waktu pemanasan (heating time) dipilih 480 s, waktu
penahanan (holding time) dipilih 60 s, dan dilanjutkan dengan pendinginan dalam media pendingin
air. Waktu pendinginan (quenching time) dipilih >20 s [7-8]. Kemudian spesimen yang telah diberi
perlakuan st-STQ diberi perlakuan aging lebih lanjut pada temperatur 490, 510 dan 530 oC (763, 783
dan 803 K), dengan waktu pemanasan dipilih 720 s dan waktu penahanan dipilih 40 s. Kemudian

2
Kode Makalah: RMA-005 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

dilanjutkan dengan pendinginan di udara (air cooling) (Gambar 3) [8-10]. Perlakuan panas st-STQ
dan st-STA lebih lanjut, dikerjakan menggunakan tungku vacum listrik (NEY CERAMFIRE S, Tmax=
1200 °C / 2292 °F) di Laboratorium Metalurgi Fakultas Teknik Universitas Andalas .

50 s
530 oC

Gambar 3 Skema proses perlakuan panas st-STQ dan aging lebih lanjut lebih lanjut.
Untuk mendapatkan sifat-sifat tarik paduan Ti-6Al-4V baik sebelum diberi perlakuan (non
treated) maupun setelah diberi perlakuan st-STQ dan perlakuan st-STA lebih lanjut dilakukan
pengujian tarik [10]. Pengujian tarik dikerjakan menggunakan mesin uji universal (Universal Testing
Machine, GALDABINI max. 10 ton) di Laboratorium Pengujian Bahan dan Metrologi Politeknik
Negeri Padang. Data yang diambil dari pengujian ini adalah kekuatan luluh (yield strength), kekuatan
tarik maksimum (ultimate tensile strength), elongasi (elongation), dan pengurangan penampang
(reduction of area). Data-data ini selanjutnya menjadi parameter yang digunakan untuk mengetahui
keuletan paduan Ti-6Al-4V baik sebelum maupun setelah diberi perlakuan termomekanik.

HASIL
Data-data hasil pengujian yang ditunjukkan pada Tabel 2 merupakan rangkuman dari
pengujian paduan Ti-6Al-4V yang telah diberi perlakuan st-STQ pada temperatur 930 oC
(1203 K) dan short-time aging lebih lanjut pada temperatur yang berbeda yaitu 490, 510 dan
530 oC (763, 783, dan 803 K) dengan waktu penahanan yang lebih lama yaitu 50 s.
Tabel 2 Perubahan sifat-sifat mekanik paduan Ti-6Al-4V setelah diberi perlakuan st-STQ dan
short-time aging lebih lanjut selama 50 s.
Kekuatan Kekuatan Pengurangan Rasio Modulus
Jenis Regangan Penampang Kekuatan Elastisita, Keuletan
No luluh,ys Tarik,ts
Perlakuan
(MPa) (MPa) (m/m) (m2/m2) ys/ts E (GPa) (m/m)
.
1 Non 1005 1086 0,145 0,340 0,926 100 0,144
2 STQ 1087 1187 0,153 0,465 0,915 133 0,150
3 490 oC 1253 1363 0,127 0,370 0,919 93 0,144
4 510 oC 1096 1203 0,127 0,339 0,911 99 0,147
5 530 oC 1044 1183 0,113 0,330 0,966 81 0,142
Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa, setelah perlakuan st-STA lebih lanjut baik
kekuatan luluh maupun kekuatan tarik meningkat. Peningkatan kekuatan tertinggi terdapat
pada paduan yang diberi perlakuan aging lebih lanjut pada temperatur 490 oC (763 K),
kekuatan luluh meningkat dari 1005 menjadi 1253 MPa dan kekuatan tarik meningkat dari
1086 MPa menjadi 1363 MPa dibandingkan paduan yang tidak diberi perlakuan. Namun dari
Gambar 4 dapat bahwa dilihat peningkatan kekuatan diikuti dengan penurunan modulus

3
Kode Makalah: RMA-005 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

elastisitas. Pada kondisi ini modulus elastisitas menurun hingga 7 %. Modulus elastisitas
menurun dari 100 menjadi 93 GPa.
Sedangkan peningkatan kekuatan terendah terdapat pada paduan yang diberi
perlakuan aging lebih lanjut 530 oC (803 K), kekuatan luluh hanya meningkat dari 1005
menjadi 1044 MPa dan kekuatan tarik meningkat dari 1086 menjadi 1183 MPa. Dari
Gambar 4.3 terlihat bahwa pada kondisi temperatur aging ini didapatkan penurunan modulus
elastisitas hingga 19 %. Modulus elastisitas menurun mencapai 81 GPa.
Disamping penurunan beberapa sifat mekanik tersebut diatas, dari Gambar juga
terlihat bahwa pada kondisi perlakuan ini didapatkan peningkatan keuletan. Peningkatan
tertinggi terdapat pada paduan yang diberi perlakuan short-time aging lebih lanjut (st-STA)
pada temperatur 510 oC (783 K) yaitu meningkat dari 14 menjadi 15 %. Sedangkan pada
temperatur 490 oC (763 K) keuletan paduan tidak menurun atau tetap bertahan 14 %. Akan
tetapi pada temperatur aging lebih lanjut 530 oC keuletan sedikit berkurang dari 14,4 menjadi
14,2 %. (Tabel 2). Penurunan keuletan ini sangat rendah, sehingga dapat dikatakan bahwa
penurunan keuletan pada kondisi ini dianggap tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan sifat-
sifat tarik lainnya.

1600 0,151
0,150
1400 1.363 0,150
1.203 ts 0,149
1.183
1200
1.086 0,148
1.187

Keuletan (m/m)
1000 Keuletan
0,147
(GPa)

0,147
(MPa)

800 0,146
ts

600 0,145
0,144
400 0,144 0,144 0,143
0,142
200 100,24 132,84 92,68 98,67 0,142
80,98
0 0,141
0 Non1 st-STQ
2 490
3 510
4 530
5 6

Temperatur Perlakuan (oC)


sts (Mpa) E (GPa) Ductility
Keuletan(m/m)
ts

Gambar 4 Perubahan sifat-sifat mekanik paduan Ti-6Al-4V setelah diberi perlakuan st-STQ
dan short-time aging lebih lanjut selama 50 s.

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa kekuatan statis paduan yang diberi
perlakuan st-STQ meningkat. Kekuatan statis lebih meningkat lagi setelah paduan diberi
perlakuan short-time aging lebih lanjut. Peningkatan kekuatan paduan Ti-6Al-4V diakibatkan
terjadinya penghalusan fasa prior β karena terbentuknya formasi fasa α’ pada saat diberi
perlakuan st-STQ dan terbentuknya presipitat fasa α halus pada saat paduan diberi perlakuan
aging lebih lanjut (STA) [6,7].
Penurunan modulus elastisitas paling besar berdasarkan hasil penelitian ini
sebenarnya terdapat pada paduan yang diberi perlakuan st-STA lebih lanjut pada temperatur
aging 530 oC (803 K), 50 s. Modulus elastisitas menurun hingga 19% (mencapai 81 GPa)
(Gambar 4.10). Namun, dalam kondisi perlakuan ini penurunan modulus elastisitas diikuti
dengan penurunan sedikit keuletan dari 14,4 % menjadi 14,2 % (Gambar 5). Penurunan
keuletan mencapai 1,3 %. Penurunan keuletan ini dianggap tidak signifikan karena relatif
4
Kode Makalah: RMA-005 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

sangat kecil. Penurunan keuletan ini diakibatkan terjadinya dekomposisi pada sebagian fasa
metastabil β. Sementara Morita et al. [6-7] dalam penelitiannya, yaitu peningkatan kekuatan
paduan Ti-6Al-4V melalui duplex heat treatment menjelaskan bahwa meskipun terjadi
peningkatan kekuatan statis paduan akibat perlakuan STA lebih lanjut keuletan paduan pada
temperatur 530 oC (803 K), 40 s tidak menurun.

Gambar 5 Perubahan modulus elastisitas dan keuletan paduan Ti-6Al-4V setelah diberi
perlakuan st-STQ dan short-time aging lebih lanjut pada temperatur 490-530 oC
selama 40-60 s.

KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian telah didapatkan bahwa Perlakuan short-time aging lebih
lanjut pada temperatur 530 oC (803 K) selama 50 s menghasilkan presipitat fasa α halus di
dalam fasa metastabil , mengakibatkan kekuatan tarik lebih meningkat dan rata-rata
modulus elastisitas menurun dengan tanpa diikuti dengan penurunan keuletan paduan.
Perubahan sifat-sifat mekanik paling optimum didapatkan pada paduan yang diberi perlakuan
perlakuan short-time aging lebih lanjut pada temperatur 530 oC (803 K) selama 50 s, yaitu
kekuatan luluh dan kekuatan tarik meningkat berturut-turut 4 %, dan 8 %, dan modulus
elastisitas menurun hingga 19% tanpa penurunan keuletan atau bertahan 14 %.

REFERENSI

5
Kode Makalah: RMA-005 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

[1]. Navarro, M. A. Michiardi, O. Castano and J. A. Planell, Review : Biomaterials in


orthopaedics. J. R. Soc. Interface (2008) 5, 1137–1158. doi:10.1098/rsif.2008.0151.
(2008).
[2]. Özcan, Mutlu and Christoph Hämmerle, Titanium as a Reconstruction and Implant
Material in Dentistry: Advantages and Pitfalls, Materials. 5, 1528-1545. (2012).
[3]. Abdel-Hady Gepreel, Mohamed, Mitsuo Niinomi, Biocompatibility of Ti-Alloys for
Long-Term Implantation, Journal of the Mechanical Behavior of Biomedical
Materials. (2013).
[4]. Niinomi, Mitsuo, Recent Research and Development in Titanium Alloys for
Biomedical Applications and Healthcare Goods, Science and Technology of
Advanced Materials 4, 445–454. (2003).
[5]. Niinomi, Mitsuo. Biologically and Mechanically Biocompatible Titanium Alloys,
Materials Transactions, Vol. 49, No. 10 (2008) pp. 2170 to 2178, Special Issue on
Advanced Light Metals and Processing in Asia, The Japan Institute of Light Metals.
(2008).
[6]. Morita, T, K. Hatsuoka, T. Iizuka and K. Kawakami, Strengthening of Ti-6Al-4V
Alloy by Short-time Duplex Heat Treatment, Materials Transaction, Vol. 46, No. 7,
pp. 1681-1686. (2005).
[7]. Tanaka, S., T. Morita, K. Shinoda, Effects of Short-Time Duplex Heat Treatment on
Microstructure and Fatigue Strength of Ti-6Al-4V Alloy, 13th International
Conference on Fracture June 16–21, Beijing, China (2013).
[8]. ASTM E8/E8M–11, Standard Test Methods for Tension Testing of Metallic Materials,
ASTM International, 100 Barr Harbour Dr., PO Box C700 West Conshohocken, PA.
19428-2959, United States.
[9]. ASM Handbook, Fundamentals of Medical Implant Materials: Materials for Medical
Devices, Volume 23, ASM International, Materials Park, Ohio, USA. (2012).
[10]. Lutjering, G. and J. C. Williams: Titanium, (Springer-Verlag Berlin Heidelberg New
York. (2003).
[11]. Donachie, Matthew J, Titanium: A Technical Guide. ISBN-13: 978-0871706867.
Edition: 2nd. (2000).

6
Kode Makalah: RMA-006 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

KARAKTERISASI DAN UJI KERAS TITANIUM TIPE β Ti-12Cr

1)
Nurbaiti, 2)Gunawarman dan 3)Jon Affi

Jurusan Teknik Mesin Universitas Andalas


1,2,3)

Kampus UNAND Limau Manis, Padang, 25163


Nurbaiti3184@yahoo.com

Abstrak

Penelitian ini berhubungan dengan Karakterisasi dan Uji Keras Titanium Tipe β Ti-12Cr. Biomaterial yang banyak
digunakan untuk aplikasi implan adalah material Titanium. Titanium merupakan material yang aman untuk tubuh,
karena tidak menyebabkan racun pada tubuh. Berbagai jenis titanium sudah dikembangkan untuk implan. Namun
demikian Titanium tersebut harganya mahal karena banyak elemen paduan. Titanium dengan banyak komposisi
susah didaur ulang dan butuh waktu yang lama untuk menjadikannya unsur yang homogen. Jenis Titanium yang
sering digunakan untuk implants adalah Titanium paduan dari tipe mulai dari 1 paduan sampai 2 atau lebih dari
2 paduan. Berbagai jenis Titanium tipe β sudah banyak dikembangkan. Titanium tipe β mempunyai ketahanan
korosi paling baik dan mempunyai sifat mekanik yang lebih baik yaitu: modulus elastisitas yang rendah. Dimana
modulus elastisitas material yang rendah cocok digunakan untuk implan. Pada penelitian ini akan dilakukan
karakterisasi dan uji keras terhadap Titanium tipe Ti-12Cr yang akan dikembangkan untuk implant.
Karakterisasi menggunakan SEM (Scanning Electron Microscope) memperlihatkan Susunan atom dari paduan
Ti-12Cr adalah homogen, sehingga dapat dimanfaatkan untuk implan tulang. Uji keras terhadap sampel Ti-12Cr
menggunakan Vickers Hardness didapatkan nilai tertinggi 324 HVN dan nilai terendah 258 HVN. Hasil dari
penelitian ini akan digunakan sebagai referensi pada penelitian berikutnya yaitu melihat perilaku korosi dari
Ti-12Cr dalam lingkungan garam (NaCl 3%).

Keywords: Ti-12Cr, uji keras, modulus elastisitas, SEM, Vickers Hardness.

Pendahuluan tahap awal penelitian ini hanya melaporkan


kekerasan dari material Ti-12Cr.
Dari tahun ketahun penggunaan biomaterial untuk Metoda Eksperimen & Fasilitas Yang Digunakan
aplikasi implan semakin meningkat. Biomaterial
yang banyak digunakan untuk aplikasi implan adalah Objek Penelitian
material Titanium. Titanium merupakan material Spesimen uji dari penelitian yang akan dilakukan
yang aman untuk tubuh, karena tidak menyebabkan adalah Titanium tipe β, Ti-12Cr. Untuk menentukan
racun pada tubuh[1]. Berbagai jenis titanium sudah unsur-unsur yang terkandung didalamnya maka
dikembangkan untuk implan. Namun demikian dilakukan pemeriksaan struktur mikro. Dimensi dari
Titanium tersebut harganya mahal karena banyak permukaan spesimen uji adalah sebesar 13 x 12 mm.
elemen paduan. Titanium dengan banyak komposisi Selain itu dipersiapkan juga spesimen untuk uji keras.
susah didaur ulang dan butuh waktu yang lama untuk Uji keras dilakukan untuk mengetahui salah satu sifat
menjadikannya unsur yang homogen. Oleh sebab itu mekanik dari benda uji yaitu kekerasannya.
dikembangkan paduan Titanium dengan elemen Bentuk spesimen uji dapat dilihat pada gambar 3.2.
paduan yang sedikit dan berharga murah, seperti: Fe
dan Cr[2]. Contoh paduannya yaitu: Ti-12Cr. Paduan
tersebut khusus dikembangkan untuk penyangga
tulang punggung yang memerlukan sifat kuat dan
punya pemegasan yang tinggi. Ketahanan korosi
paduan ini belum diketahui secara detail.
Oleh sebab itu pada penelitian ini dilakukan uji
ketahanan korosi dari Ti-12Cr pada larutan NaCl 3% Gambar 1. Bentuk Spesimen uji yang digunakan
supaya proses korosi menjadi lebih cepat. Tapi pada untuk pemeriksaan struktur mikro dan uji keras.

1
Kode Makalah: RMA-006 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

Gambar 4. (a) Grinding machine dan (b) amplas.


Peralatan Penelitian dan Bahan
Amplas yang digunakan adalah produksi
Peralatan penelitian Nihonkenshi Co.Ltd dengan merk dagang
A. Scanning Electron Microscope (SEM) “Nikken”. Material dari amplas adalah
Silicon Carbide Water Proof. Amplas yang
digunakan adalah amplas dengan beberapa
tingkat kehalusan. Dimulai dengan kehalusan
terendah sampai tertinggi (P80, P100, P150,
P220, P400, P600, P800, P1000, P1200,
P1500, P2000).
D. Zat alumina untuk proses poles pada
spesimen yang akan di periksa struktur
mikro.
E. Nampan untuk larutan NaCl dan spesimen
Gambar 2. Gambar SEM. (untuk melihat prilaku spesimen uji pada
lingkungan garam).
B. Alat uji keras Vickers Hardness. F. Tabung spesimen uji untuk proses
pembingkaian / mounting.

Gambar 5.Tabung spesimen uji untuk proses


pembingkaian / mounting.

Bahan penelitian
Bahan-bahan yang digunakan baik untuk penelitian
ini adalah sebagai berikut:
Gambar 3. Alat uji keras. A. Matriks
Dalam penelitian ini digunakan unsaturated polyester
C. Grinding machine dan amplas resin (tabel 3.1) sebagai pengikat (matriks), dimana
Alat grinding machine dan amplas resin tersebut merupakan hasil produksi PT. Justus
digunakan pada pembuatan spesimen uji Sakti Raya dengan merek dagang “YUKALAC”.
(untuk mendapatkan sifat mekanik dan
melakukan proses uji keras). Tabel 3.1 Spesifikasi Unsaturated Polyester Resin
Yukalac157® BTQN-EX.
Sifat Nilai Satuan Keterangan
Berat Jenis 1215 kg/m3
Suhu distorsi
panas 70 0
C
penyerapan 0,188 % 24 jam
air 0,466 % 7 hari
b
kekuatan
tarik 5,5 kg/mm2
kekuatan
flexural 9,4 kg/mm2
modulus
elastisitas 300 kg/mm2
Elongation 1,6 %

2
Kode Makalah: RMA-006 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

e. Tutup wadah yang sudah berisi spesimen


Catatan : yang telah dibingkai (di mounting)
Kekentalan (poise , pada 25oC) : 4.5–5
f. Diamkan lebih kurang 1 x 24 jam sampai
Thixotropic index : >1.5
spesimen siap untuk dilakukan proses
Waktu Gel (menit pada 30oC) : 20 – 30
selanjutnya.
Lama Dapat Disimpan (bulan) : <6 pada 25oC
Formulasi (resin + katalis) : 100 : 1 3. Lakukan proses penggerindaan pada spesimen uji
yang sudah di mounting dengan tujuan untuk
B. Katalis / hardener meratakan permukaan spesimen.

Katalis yang digunakan adalah produksi PT. Justus 4. Lakukan pengamplasan pada permukaan
Kimia raya, jenis Methyl Ethyl Keton Peroxida spesimen uji. Proses ini dimulai dengan
(Mekpo) dengan bentuk cair dan berwarna bening. kehalusan terendah sampai tertinggi (P80 sampai
Fungsi katalis untuk mempercepat proses P2000).
pengeringan (curing) pada resin. Semakin banyak 5. Spesimen uji siap untuk dilakukan proses
katalis yang digunakan maka laju pengerasan dan pemeriksaan struktur mikro dan uji keras.
pengeringan resin semakin cepat, akan tetapi akan
menghasilkan resin yang getas. Penggunaan katalis Pemeriksaan Struktur Mikro dan Uji Keras
di dalam resin sebaiknya diatur berdasarkan Pemeriksaan Struktur Mikro
kebutuhannya. Karena pada saat mencampurkan Prosedur pemeriksaan struktur mikro adalah sebagai
katalis ke dalam resin maka akan timbuk reaksi panas berikut :
(60–90OC) di dalam resin tersebut. Untuk itu
pemakaian katalis dibatasi sampai 1 % volume resin 1. Spesimen uji dipoles dengan menggunakan
yang akan digunakan. alumina
Tujuan dari proses poles ini untuk memperoleh
permukaan spesimen yang halus dan bebas
goresan serta mengkilap dan juga untuk
menghilangkan ketidakteraturan spesimen.
2. Melakukan proses etsa pada spesimen uji
Proses pengetsaan dilakukan dengan
menggunakan larutan kimia. Tujuannya adalah
untuk mengkorosikan batas butir sehingga
didapatkan struktur mikro Ti 12-Cr.
Gambar 5. Katalis / hardener. 3. Melihat struktur mikro dari Scanning Microscpe
Electron (SEM)
Dengan cara:
Prosedur Pembuatan Spesimen Uji a. Hidupkan mesin Scanning Microscope
Bagian ini menjelaskan langkah - langkah pembuatan Elektron (SEM) dan komputer pengatur kerja.
spesimen uji yang akan digunakan untuk pemeriksaan Hal ini disebabkan proses kerja dari SEM
struktur mikro dan uji keras. dilakukan dengan komputer (secara otomatis)
1. Lakukan pemotongan terhadap spesimen uji b. Setting SEM dengan komputer pengatur
sesuai dengan dimensi yang diharapkan (13 x 12 c. Setelah pintu spesimen terbuka, posisikan
mm). spesimen uji didalam SEM
d. Setting jarak spesimen dan tutup pintu
2. Lakukan proses pembingkaian spesimen uji spesimen
(mounting) dengan cara: e. Setting ruangan spesimen dalam SEM
a. Siapkan wadah tempat spesimen (lihat menjadi hampa udara
gambar 3.4) Hal ini disebabkan agar sinar elektron yang
di tembakkan ke spesimen tidak berpendar
b. Posisikan spesimen didalam wadah
f. Tembakkan sinar elektron ke spesimen uji
c. Masukkan Polyester kedalam wadah yang g. Didapatkan struktur mikro dari spesimen uji.
sudah berisi spesimen
Pemeriksaan Kekerasan Spesimen Uji
d. Tambahkan katalis/hardener sesuai dengan
Pengujian kekerasan ini dilakukan dengan
takaran yang telah ditentukan (kurang dari
menggunakan alat uji Vicker Hardness Tester. Prinsip
1% volume resin yang akan digunakan)
kerja dari mesin ini adalah dengan menggunakan

3
Kode Makalah: RMA-006 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

identor intan piramida yang diberi beban, jejak hasil Hasil Pengujian Kekerasan
pembebanan berbentuk belah ketupat. Kemudian
dengan pengukuran kedua diagonal jejak, akan Hasil pengujian kekerasan yang dilakukan pada
didapatkan kekerasan Vicker (HV) secara otomatis sampel berbagai paduan Titanium dapat dilihat
pada layar. pada tabel 2. Sampel utama pada penelitian ini adalah
paduan Ti-12Cr, sedangkan paduan Titanium lainnya
Hasil dan Pembahasan merupakan pembanding untuk penelitian berikutnya
yaitu melihat perilaku korosi dari Ti-12Cr. Sehingga
Hasil Pemeriksaan Struktur Mikro nilai kekerasan paduan Titanium pembanding
Hasil pemeriksaan struktur mikro dari sampel Ti-12Cr tersebut harus ditentukan juga.
dapat dilihat pada gambar 6 dan 7.
Nilai kekerasan ini digunakan untuk melihat
pengaruhnya terhadap laju korosi.

Tabel 2. Tabel perbandingan kekerasan dari berbagai


sampel Titanium.

HVN HVN HVN


No Spesimen
2 minggu 4 minggu 8 minggu
1 TNTZ (AT) 307 390 357
2 Ti-12 Cr (ST) 279 302 346
Ti-12 Cr (AT
3 437 450 475
Gambar 6. Struktur mikro dari Ti-12Cr. 30 KS)
4 TNTZ (ST) 324 254 266
Pada gambar 6 memperlihatkan batas butir dari 5 Ti-64 ELI 305 298 303
paduan Ti-12Cr. Selain itu terlihat struktur yang 6 CP-Ti 158 157 156
homogen dari paduan Ti-12Cr yang tersebar merata. 7 Ti-12 Cr 324 276 258
Hal ini berdasarkan terlihatnya warna yang seragam
pada struktur mikro Ti-12Cr.
Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah:


1. Susunan atom dari paduan Ti-12Cr adalah
homogen, sehingga dapat dimanfaatkan untuk
implan tulang
2. Nilai kekerasan dari Ti-12Cr tertinggi 324 HVN
dan terendah 258

Referensi

[1]. Niinomi, Mitsuo., Biologically and Mechanically


Biocompatible Titanium Alloys, Materials
Transactions, Vol. 49 No. 10 hal. 2170-2178, 2008.

[2]. Gepreel, Abdel-Hady, M., Niinomi, Mitsuo,


Biocompatibility of Ti-Alloys for Long-term
Implantation, Journal of the Mechanical Behavior of
Biomedical Materials, hal. 1-9, 2013.
Gambar 7. Spektrum yang menunjukkan susunan
kimia dari paduan Ti-12Cr.

Pada gambar 7 memperlihat struktur kimia dari


paduan Ti-12 Cr. Hasilnya terdapat persentase berat
Cr yaitu 12% dan persentase Ti yaitu 82%.

4
Kode Makalah: RMA-007 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

Penggunaan FTIR untuk Menentukan Kaberadaan Phasa pada Material Keramik


1)
Slamet Priyono, 2)Titik Lestariningsih, dan 3)Bambang Prihandoko

Pusat Penelitian Fisika-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia


1,2,3)

Komplek PuspipteK gedung 442 Serpong, Tangerang Selatan, Banten, 15314


Telp: (021) 7560570 - 7560556 Fax. (021) 7560554
E-mail: slam013@lipi.go.id*

Abstrak

FTIR merupakan alat spectrometry dengan memanfaatkan gelombang infra merah untuk mendeteksi serapan dan
transmisi suatu material. Umumnya untuk menentukan struktur Kristal dan phasa dari material keramik digunakan
XRD. Dalam penelitian ini akan diberikan metode lain yang lebih murah, cepat, dan effisien untuk menentukan
phasa dengan FTIR. Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah metode ATR dengan wavenumber
400-4000 cm-1 yang akan diujicobakan pada beberapa sampel seperti cangkang telur, Lithium titanate, dan lithium
ferro fosphat dan dicocokkan dengan hasil literatur. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa pada wave number
rendah peak-peak yang diperoleh menunjukkan kekesuaian dengan literature yang menandakan terdeteksinya
phasa. Sedangkan pada wavenumber tinggi hanya menunjukkan serapan terhadap lingkungan.

Keywords: phasa, FTIR, metode ATR, cangkang telur, lithium titanate, lithium ferro fosphat
Kode Makalah: RMA-008 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

Perbandingan Kekerasan, Struktur Mikro, Komposisi Kimia,


dan Kekuatan Tarik Rantai dan Sproket
Sepeda Motor Produk Asli, OEM, dan non-OEM

Yunaidi
1)

Dosen Program Studi Teknik Mesin Politeknik LPP, Yogyakarta, Indonesia


1)

E-mail :yunaidi@politeknik-lpp.ac.id

Abstract

Motorcycle spare parts are generally divided into three groups, namely original, OEM (original
equipment manufacturer), and a non-OEM product. Motorcycle spare parts are very much, but
there are some spare parts that must be replaced due to wear like a chain and sprocket. This study
aimed to compare the quality of the original chain and sprocket, OEM and non-OEM. Chain and
sprocket quality can be assessed and measured by hardness test, chemical composition test,
microstructure test and tensile test. The results showed that the original sprocket product
represented by x product has a higher hardness at the edges than in the middle. It is also found in
some OEM products are represented by y3and some non-OEM represented by z1, but for the other
OEM and non-OEM (y1, y2, and z2) violence between the edges and the middle relatively same.
Materialof original sprocket made from low carbon steel, for the OEM made from medium carbon
steel, but some non-OEM made of low carbon steel and the other are made frommedium carbon
steel. Original and OEM chain relatively have same tensile strength, while for non-OEM has a
lower tensile strength. Non-OEM chain tend to be more resilient than others.

Key words :quality, chain, sprocket, hardness, microstructure

PENDAHULUAN dengan berbagai merek dan harga yang


Pertumbuhan populasi kendaraan bermotor beragam, dari yang asli (pabrikan), OEM
di Indonesia terutama sepeda motor meningkat (original equipment manufacturer), sampai
pesat dari tahun ke tahun. Menurut data dengan yang non OEM, yang dalam bahasa
kepolisian jumlah kendaraan bermotor yang sehari-hari sering disebut dengan istilah kw
terdaftar pada tahun 2012 sebanyak 94,2 juta (kwalitas).
lebih, meningkat 12% dibandingkan dengan Munculnya berbagai jenis suku
jumlah kendaraan pada tahun 2011 yaitu cadangdengan beragam merek ini tentu akan
sebesar 84,12 juta. Dari jumlah tersebut, sepeda menimbulkan persoalan tersendiri bagi
motor mempunyai populasi terbanyak yaitu konsumen untuk memilih suku cadangsesuai
sebesar 77,75 juta atau meningkat 12% dengan yang dibutuhkan. Dengan harga yang
dibandingkan populasi pada tahun 2011 yang lebih murah konsumen sebenarnya sudah sadar
mencapai 69,2 juta. dan rela bila kualitasnya sedikit lebih rendah,
Populasi sepeda motor yang sangat banyak asal tidak terlalu jauh.
dengan tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi Dari sekian banyak suku cadangyang ada
tersebut tentu akan membawa dampak sosial dan terpasang pada sepeda motor, tidak
ekonomi yang besar bagi masyarakat. Selain semuanya memegang kunci kualitas, atau
meningkatkan kemacetan dan kecelakaan lalu sebagai suku cadangyang bertanggung jawab
lintas, industri komponen/suku cadang sepeda atas kerusakan yang akan terjadi. suku cadang
motor juga berkembang dengan pesat seiring yang harus sering diganti adalah yang suku
dengan meningkatnya populasi sepeda motor. cadangyang dalam operasionalnya berhubungan
Saat ini dapat dengan mudah ditemukan dengan gesekan (friction) dan temperatur tinggi.
berbagai jenis suku cadang sepeda motor Pengetahuan akan jenis kerusakan yang
Kode Makalah: RMA-008 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

mengakibatkan konsumen harus mengganti yang sama, dengan merek yang sama atau bisa
suku cadangantara lain, di bagian mesin bisa dengan merek yang berbeda. Suku
diwakili oleh piston, ring piston, silinder, dan cadangkualitas non OEM adalah produk
katup. Di bagian transmisi daya ke roda bisa jiplakan yang dibuat dengan kualitas dan disain
diwakili oleh rantai dan sproket. Di bagian rem semirip mungkin dengan produk aslinya,
diwakili oleh kampas rem dan cakram/teromol. namun tanpa ijin dan lisensi dari produsen
Di bagian roda diwakili oleh bantalan (bearing) aslinya.
dan ban. Setiap kali konsumen dihadapkan pada
Penelitian ini menitikberatkan pada rantai pilihan untuk membeli, maka diperlukan
dan sproket sepeda motor, dengan alasan kemampuan untuk menaksir/memperkirakan
sepeda motor setelah dipakai sekian bulan atau agar tahu lebih dekat dan tepat dengan kondisi
tahun, dipastikan rantai dan sproket akan spare parts yang sebenarnya. Kondisi yang
mengalami keausan dan harus diganti, karena diharapkan oleh konsumen adalah selisih
bisa mengurangi tingkat kenyamanan kualitas yang dekat dengan selisih harga yang
berkendara atau bahkan bisa membahayakan jauh lebih banyak. Dengan kata lain, bisa
pengendaranya (rantai putus). Umur pakai mendapatkan spare parts dengan harga yang
rantai dan sproket sangat tergantung pada jauh lebih murah tetap memiliki kualitas yang
kualitas komponen tersebut. Semakin baik dan hampir sama. Yang dikhawatirkan terjadi
tinggi kualitasnya maka akan semakin lama adalah kondisi sebaliknya, yaitu kualitas suku
umur pemakaiannya, hal ini berarti cadangyang turun jauh lebih banyak
penghematan, baik penghematan uang dan dibandingkan dengan penurunan harganya.
waktu, bahkan dapat menghindari rasa kesal Untuk itu penelitian ini bertujuan memberi
dan khawatir karena mogok/rusak dipakai di gambaran dan bahan pertimbangan sejauh mana
jalan. perbedaan harga yang cukup mencolok antara
Saat ini di pasaran banyak terdapat suku cadangrantai dan sproket produk asli,
beragam jenis rantai dan sproket, dari jenis produk OEM, dan produk non OEM dengan
bahan dan teknik pembuatan yang berbeda; kualitas dan manfaat yang bisa diperoleh
disain dan bentuk yang beragam dari pin, dengan harga tersebut. Secara rinci dan spesifik,
bushing, bantalan, dan roller rantai; dan teknik kualitas rantai dan sproket meliputi kekerasan,
perakitannya. Faktor-faktor tersebut kekuatan tarik, struktur mikro, dan komposisi
memberikan kontribusi terhadap daya tahan kimianya.
(durability) dari rantai dan sproket terhadap Rantai adalah komponen mesin yang
keandalan memindahkan daya mesin ke roda. cukup handal untuk mentransmisikan daya
Karena beragamnya produk rantai dan dengan gaya tariknya. Rantai transmisi
sproket sepeda motor saat ini, maka dalam mempunyai keunggulan antara lain: mampu
penelitian ini produk rantai dikategorikan dalam meneruskan daya yang besar, mempunyai rasio
3 (tiga) jenis yaitu produk kualitas asli kecepatan yang konstan, efisiensi transmisi
(pabrikan), produk kualitas OEM (Original yang tinggi, ukuran yang beragam disesuaikan
Equipment Manufacturer), dan produk kualitas dengan besar dayanya, serta pemasangan yang
non OEM. Suku cadangproduk kualitas asli mudah. Di sisi lain, rantai juga mempunyai
adalah produk yang merupakan barang resmi beberapa kekurangan antara lain: timbulnya
dari pihak pembuatnya. Barang ini murni getaran dan suara yang berisik karena tumbukan
diproduksi, diseleksi, distandarisasi oleh sang antara rantai dengan sproket, perlu pelumasan
produsen sendiri sehingga kualitas barang untuk meningkatkan kinerja dan umur pakai,
benar-benar terjaga dan tidak mengecewakan perpanjangan rantai karena keausan pena dan
para pembelinya. bushing akibat gesekan dengan sproket
Suku cadangkualitas OEM adalah produk (Sularso, 1978). Rantai rol pada sepeda motor
asli yang diproduksi oleh produsen lain yang hampir semuanya menggunakan bahan dari
mendapat lisensi dari produsen utama untuk baja.
membuat suku cadangtersebut dengan kualitas
Kode Makalah: RMA-008 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

Dalam pemakaiannya, rantai harus yaitu munculnya lapisan keras (white layer)
dihubungkan dengan sproket sebagai yang lebih getas dibandingkan pada proses
pasangannya. Seperti pada rantai, sproket carburizing (Otto, 2002). Proses carburizing
tersedia dalam berbagai jenis bahan dan bentuk, pada sproket akan meningkatkan kekerasan
tergantung pada jenis aplikasi dan kebutuhan permukaannya sebesar 2,5% (Sugito, 2007).
jenis pelayanannya. Nitrocarburizing merupakan modifikasi
Pada rantai akan terjadi tegangan akibat dari proses nitriding. Pada proses ini, nitrogen
tarikan pada rantai dan gesekan antara rantai dan karbon secara bersamaan ditambahkan ke
dan sproket. Gesekan antara rantai dan sproket logam pada kondisi ferritic, yaitu dibawah
mengakibatkan keausan pada sproket dan temperatur austenitisasi baja. Pada temperatur
keausan pada pena dan bushing pada rantai. ini akan terbentuk lapisan tipis campuran
Keausan pada pena dan bushing rantai dapat nitrogen dan karbon. Proses nitrocarburizing
mengakibatkan perpanjangan pada rantai. berlangsung pada suhu 550oC- 600oC dan tidak
Karena sifat hubungan atau pertautan antara dibutuhkan quenching.
rantai dengan sproket menimbulkan gesekan,
maka bahan yang lunak akan habis lebih dahulu
dibandingkan dengan bahan yang lebih keras, METODE PENELITIAN
sehingga kekerasan bahan merupakan sifat
utama yang harus dipenuhi oleh komponen
rantai dan sproket, khususnya di permukaan
yang langsung bersinggungan dan
kemungkinan besar akan bergesekan.
Beberapa proses hardening yang sering
digunakan untuk menaikkan kekerasan sproket
antara lain: carburizing, carbonitriding,
nitriding, dan nitrocarburizing (Otto, 2002).
Carburizing adalah proses pengerasan
permukaan baja yang paling banyak dilakukan.
Carburizing adalah proses pelapisan karbon
pada baja dengan suhu di bawah titik cairnya
(800oC- 1090oC). Carburizing biasanya
diaplikasikan pada baja dengan kandungan
karbon antara 0,1%-0,2%.
Carbonitriding merupakan proses
modifikasi dari carburizing. Prosesnya adalah
menambahkan amoniak pada lingkungan
carburizing untuk menambahkan nitrogen pada Gambar 1. Diagram alir penelitian
permukaan logam yang mengalami carburizing.
Logam yang sering diberi perlakuan ini adalah Dalam penelitian ini, metode
AISI 1018, 1117, dan 12L14. Proses pelaksanaannya mengikuti alur/metode
carbonitriding dilakukan pada suhu 700oC- penelitian seperti pada diagram alir di
900oC dengan waktu yang lebih singkat. atas.Metode dan tahapan pengujian dibagi
Nitriding adalah proses pengerasan dalam dua kelompok, pengujian sproket dan
permukaan baja dengan nitrogen pada suhu pengujian rantai. Pengujian sproket meliputi:
yang relatif lebih rendah dibandingkan proses uji struktur makro dan mikro, uji kekerasan, dan
pengerasan yang lain, yaitu pada suhu 495oC- uji komposisi kimia material sproket. Pengujian
565oC. Proses nitriding mempunyai keuntungan rantai dilakukan dengan melakukan uji tarik
tidak diperlukan quenching sehingga bentuk rantai untuk mengetahui kekuatan tarik rantai.
dan dimensi bahan hampir tidak mengalami
perubahan, tetapi mempunyai keterbatasan Pengujian Komposisi Kimia
Kode Makalah: RMA-008 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

Uji komposisi dibutuhkan untuk


mengetahui komposisi utama bahan rantai dan HASIL DAN PEMBAHASAN
sproket. Komposisi kimia dapat menunjukkan Struktur Makro dan Mikro
jenis material yang digunakan untuk suku Foto makro dari penampang melintang
cadang yang dimaksud sehingga dapat dipakai sproket belakang sepeda motor dari
untuk mengetahui kualitas, keunggulan, dan ujung/pinggir gigi ke tengah dapat dilihat pada
kekurangan bahan dasarnya. gambar berikut ini :

Pengujian Kekerasan
Pengujian kekerasan dilakukan untuk
mengetahui distribusi kekerasan penampang
melintang sproket mulai dari bagian tepi sampai
bagian tengahnya. Pengujian dilakukan dengan
metode micro vickers dimulai dari jarak 0,5 mm
dari tepi ke tengah dengan jarak antar titik 2
mm. Setiap spesimen diambil tujuh titik untuk
diuji kekerasannya, kemudian dibuat grafik
sebaran nilai kekerasan spesimennya.

Pengujian Struktur Makro dan Mikro


Pengujian struktur makro dan mikro
dilakukan denganmengamati daerah penampang
melintang sproket melalui foto makro dan
mikro. Untuk mengetahui bentuk struktur mikro
dilakukan dengan mengambil penampang
permukaan spesimen untuk dipoles dan dietsa
dengan larutan Hydroflourid Acid (HF)sebelum Gambar 2. Penampang melintang foto makro
dilakukan proses pemotretan dengan sproket, berturut-turut dari kiri ke kanan, :x, y1,
menggunakan mikroskop optik khusus logam. y2, y3, z1, dan z2.Produk x: asli/pabrikan, y:
Pemotretan dilakukan pada bagian tepi dan OEM, z: non-OEM
tengah sebagai bahan analisis kekerasan
logamnya.
Dari penampang melintang sproket terlihat
Pengujian Tarik terdapat perbedaan struktur dari setiap produk,
Pengujian tarik hanya dilakukan pada baik itu produk x, y, maupun z. Pada produk x
rantai saja, mengingat rantai mempunyai beban terdapat perbedaan struktur yang di tepi dengan
tarik yang tinggi pada saat operasionalnya. yang di tengah penampang. Hal ini juga berlaku
Sedangkan pada sproket tidak dilakukan pada produk y3 dan z1. Perbedaan struktur
pengujian tarik karena keterbatasan dimensi dan yang terjadi antara daerah di tepi dengan yang
bentuk sproket yang tidak memungkinkan di tengah penampang menunjukkan bahwa
untuk dilakukan uji tarik. Uji tarik dilakukan material tersebut telah mengalami proses
pada dua bagian di tiap-tiap rantai, yaitu bagian perlakuan panas (heat treatment) untuk
yang utuh tanpa sambungan dan pada bagian memperbaiki sifat-sifat mekanisnya, terutama
rantai dengan sambungan. Pengujian dilakukan untuk menaikkan tingkat kekerasannya. Hal ini
dengan menggunakan mesin uji tarik servo dilakukan supaya material sproket lebih keras di
pulser dengan beban tertentu yang sama pada bagian tepinya tetapi ulet di bagian tengahnya
tiap-tiap rantai. Dari hasil uji tarik ini akan sehingga sproket lebih tahan aus akibat
didapatkan angka kekuatan rantai dan bergesekan dengan rantainya sehingga lebih
grafiknya. awet. Sedangkan pada sproket produk y1, y2,
Kode Makalah: RMA-008 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

dan z2 tidak terlihat perbedaan struktur antara sproketnya. Foto mikro diambil pada tiga titik
yang di pinggir dengan yang di tengah sampel, yaitu di pinggir, di daerah transisi, dan
penampang. di tengah penampang sproket. Hasil
Untuk dapat melihat lebih jelas struktur pengamatannya dapat dilihat pada gambar di
pada sproket, dilakukan dengan pengamatan bawah ini :
struktur mikro dari masing-masing penampang

Gambar 3. Foto mikro penampang sproket produk, kiri bagian tepi penampang,
tengah bagian transisi penampang, kanan bagian tengah penampang.
Dari atas ke bawah berturut-turut adalah: produk x, y1, y2, y3, z1, dan z3.
Kode Makalah: RMA-008 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

Pada penampang sproket x terlihat di tengah strukturnya lebih kasar dibandingkan


bagian tepi (daerah yang lebih dekat dengan dengan yang di daerah transisi, meskipun
permukaan sproket yang bersinggungan strukturnya masih sama yaitu terdiri dari ferit
langsung dengan rantai) menunjukkan struktur dan perlit. Dari foto mikro menunjukkan
mikronya halus dan mempunyai struktur produk y3 dan z1 mengalami proses heat
martensit yang cenderung keras. Di daerah treatment selama proses pembuatannya untuk
transisi strukturnya terlihat lebih besar dan meningkatkan kekerasannya.
lebih terang yang terdiri dari campuran struktur Foto mikro penampang sproket produk z2
ferit dan perlit dan sedikit struktur martensit. terlihat tidak ada perbedaan bentuk struktur
Sedangkan di daerah tengah terlihat lebih terang antara bagian pinggir, transisi, dan tengah.
dengan struktur ferit (terang) dan perlit (gelap). Struktur terlihat paling terang bila dibandingkan
Dari struktur mikro ini semakin memperjelas dengan produk-produk yang lainnya. Struktur
hasil foto makro bahwa sproket ini telah mikronya cenderung didominasi oleh ferit
mengalami proses perlakuan panas untuk (terang) yang bersifat lunak dan sisanya berupa
memperbaiki kekerasan permukaannya. perlit (gelap) yang sifatnya lebih keras. Foto
Pada penampang sproket y1 terlihat bahwa mikro juga menunjukkan bahwa produk z2
antara daerah pinggir, transisi, dan tengah tidak cenderung lunak serta tidak diberi perlakuan
terdapat perbedaan bentuk struktur mikro. panas selama proses pembuatannya sehingga
Struktur mikronya berupa ferit (terang) dan ketika sproket ini dipakai kemungkinan
perlit (gelap) dengan bentuk yang besar-besar. terjadinya keausan akan lebih cepat.
Kecenderungan bentuk struktur mikro yang
sama antara yang di daerah pinggir, transisi, Kekerasan
dan tengah juga dapat dijumpai pada Hasil uji kekerasan untuk semua jenis
penampang sproket produk y2, tetapi produk menunjukkan bahwa terdapat variasi
mempunyai warna yang lebih gelap sehingga nilai kekerasan dari bagian pinggir sproket ke
strukturnya lebih didominasi oleh struktur perlit bagian tengah sproket. Variasi ini dapat dilihat
dan sedikit struktur ferit. Hal ini dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut ini :
pada gambar 3 di atas. Dari foto mikro ini
menunjukkan bahwa produk y1 dan y2 tidak Tabel 1. Nilai kekerasan micro vickers
diberi perlakuan panas (heat treatment) selama jar
proses pembuatannya. ak 10.
Pada penampang sproket y3 terlihat di 0.5 2.0 4.0 6.0 8.0 12.0
(m 0
bagian pinggir struktur mikronya lebih halus m)
dibandingkan dengan yang di daerah transisi 385. 385. 385 379. 151 154 145.
dan tengah. Pada bagian pinggir strukturnya x
9 9 .9 8 .4 .5 4
berupa ferit dan perlit halus, sedangkan di 161. 161. 164 161. 164 161 161.
daerah transisi cenderung kasar meskipun y1
0 0 .4 0 .4 .0 0
strukturnya juga berupa ferit dan perlit. Di 231. 231. 226 183. 187 179 179.
daerah tengah struktur lebih banyak didominasi y2
8 8 .1 2 .3 .1 1
oleh ferit dan sisanya berupa perlit. 286. 643. 841 841. 175 175 179.
Struktur mikro penampang sproket z1 y3
2 9 .0 0 .3 .3 1
terlihat adanya perbedaan antara daerah pinggir, 528. 528. 508 179. 175 175 175.
daerah transisi, dan daerah tengah. Daerah z1
1 1 .8 1 .3 .3 3
pinggir strukturnya berupa martensit yang 171. 154. 104 103. 99. 103
bersifat keras dan getas sehingga lebih tahan z2 99.7
5 5 .8 0 7 .0
aus. Pada daerah transisi strukturnya berupa
ferit dan perlit halus, sedangkan pada daerah
Kode Makalah: RMA-008 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

1000,0
bila dibandingkan pada bagian tengahnya.
900,0 Bagian tepi mempunyai nilai kekerasan sebesar
800,0 231,8 kg/mm2, sedangkan pada bagian tengah
700,0 nilainya sebesar 179,1 kg/mm2. Pola variasi
kekerasan pada produk y2 sama dengan yang
Kekerasan (kg/mm²)

600,0 produk x

500,0
dimiliki
produk y1 oleh produk x, meskipun nilai
kekerasan
produk y2 pada produk y2 lebih rendah
dibanding produk x. Pada produk y3 di daerah
400,0
produk y3

300,0
transisi mempunyai nilai kekerasan yang sangat
produk z1
produk z2
200,0 tinggi yaitu sebesar 841 kg/mm2, jauh lebih
100,0 tinggi bila dibandingkan dengan bagian tepi
0,0 yang hanya sebesar 286,2 kg/mm2 maupun
0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0 14,0 dengan bagian tengahnya yang hanya sebesar
jarak dari tepi sproket (mm) 179,1 kg/mm2.
Pada sproket produk non OEM (z1 dan
Gambar 4. Hasil pengujian kekerasan z2), ternyata juga memiliki karakteristik nilai
micro vickers. kekerasan yang berbeda-beda. Produk z1 nilai
Dari tabel dan grafik uji kekerasan terlihat kekerasan di bagian tepinya cukup tinggi yaitu
bahwa nilai kekerasan tertinggi terdapat pada sebesar 528,1 kg/mm2, bahkan nilai ini jauh
y3 sebesar 841,0 kg/mm2, sedangkan nilai lebih keras bila dibandingkan nilai kekerasan
kekerasan terendah terdapat pada z2 sebesar bagian tepi untuk produk x maupun y1,y2, dan
99,7 kg/mm2. y3. Sedangkan pada bagian tengahnya
Sproket produk pabrikan (x) kekerasan cenderung lebih lunak dengan nilai kekerasan
tertinggi terjadi pada bagian tepi yaitu sebesar yang dimiliki hanya sebesar 175,3 kg/mm2,
385,9 kg/mm2, yang kemudian akan menurun di meskipun nilainya masih lebih tinggi bila
bagian tengahnya yaitu hanya sebesar 145,4 dibandingkan dengan produk x. Untuk produk
kg/mm2. Hal ini menunjukkan bahwa sproket x z2 ternyata memiliki nilai kekerasan di bagian
mempunyai karakteristik keras di bagian tepinya sebesar 171,5 kg/mm2, dan menurun
permukaan dan cenderung lunak dan ulet di pada bagian tengahnya yang hanya sebesar 99,7
bagian tengahnya. kg/mm2.
Sproket produk OEM (y1, y2, dan y3),
ternyata memiliki karakteristik nilai kekerasan Komposisi Kimia
yang berbeda-beda. Produk y1 nilai Berdasarkan pengujian spektrometri
kekerasannya relatif sama antara bagian tepi didapatkan hasil data komposisi kimia
dan bagian tengahnya yaitu sebesar 161 material sproket , seperti terlihat pada tabel 2 di
kg/mm2. Pada produk y2 bagian tepi berikut ini :
mempunyai nilai kekerasan yang lebih tinggi

Tabel 2. Komposisi kimia spesimen sproket.


Sproket C Si S P Mn Ni Cr Mo Cu
x 0.2693 0.0239 0.0030 0.0066 0.8827 0.0060 0.0155 0.0031 0.0112
y1 0.5105 0.0222 0.0053 0.0083 0.7360 0.0088 0.0233 0.0027 0.0122
y2 0.4734 0.2594 0.0022 0.0081 0.7376 0.0051 0.0202 0.0010 0.0113
y3 0.5009 0.2824 0.0063 0.0058 0.5659 0.0113 0.0489 0.0020 0.0164
z1 0.4514 0.3413 0.0123 0.0100 0.6312 0.0101 0.0416 0.0015 0.0299
z2 0.2044 0.1886 0.0175 0.0207 0.4735 0.0066 0.0231 0.0008 0.0128

Sproket W Ti Sn Al Pb Ca Zn Fe
x 0.0029 0.0144 0.0010 0.0559 0.0033 0.0021 0.0075 98.69
Kode Makalah: RMA-008 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

y1 0.0039 0.0026 0.0008 0.0734 0.0034 0.0002 0.0169 98.57


y2 0.0021 0.0033 0.0014 0.0234 0.0029 0.0002 0.0072 98.44
y3 0.0015 0.0034 0.0151 0.0093 0.0034 0.0007 0.0081 98.52
z1 0.0012 0.0031 0.0019 0.0118 0.0034 0.0032 0.0084 98.44
z2 0.0011 0.0038 0.0014 0.0135 0.0038 0.0000 0.0070 99.02

Uji komposisi kimia bahan sproket karena kandungan karbonnya antara 0,3 %
memperlihatkan bahwa semua jenis produk sampai dengan 0,6 %.
sproket menggunakan material baja karbon. Dari serangkaian uji sproket yang meliputi
Sproket produk x dan z2 menggunakan material uji struktur makro dan mikro, uji kekerasan, dan
baja karbon rendah karena kandungan uji komposisi kimia maka dapat dibuat tabel
karbonnya (C) kurang dari 0,3 %, sedangkan perbandingan dari ke-enam jenis sproket
untuk sproket produk y1, y2, y3, dan z1 sebagai berikut :
menggunakan material baja karbon sedang

Tabel 3. Perbandingan sifat mekanik sproket.


Kekerasan
Kandungan Unsur
Sproket (mikro
Kimia Utama Perlakuan
Vickers) Jenis baja
panas
Mn Fe
C (%) Tepi Tengah
(%) (%)
Karbon
x 0.2693 0.8827 98.69 Ya 385.9 145.4
rendah
Karbon
y1 0.5105 0.7360 98.57 Tidak 161.0 161.0
sedang
Karbon
y2 0.4734 0.7376 98.44 Tidak 231.8 179.1
sedang
Karbon
y3 0.5009 0.5659 98.52 Ya 286.2 179.1
sedang
Karbon
z1 0.4514 0.6312 98.44 Ya 528.1 175.3
sedang
Karbon
z2 0.2044 0.4735 99.02 Tidak 171.5 99.7
rendah

Kekuatan Tarik
Hasil pengujian tarik pada rantai
menunjukkan bahwa kerusakan/putusnya rantai
paling banyak terjadi pada pin rantai. Rusaknya
pin rantai sebagian besar disebabkan oleh
rusaknya keling pin rantai pada plat/daun
rantainya, dan sebagian yang lain akibat pin
rantai putus. Sedangkan kerusakan lainnya
disebabkan oleh plat/daun rantai yang tidak
kuat menahan beban tarik.
Kode Makalah: RMA-008 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

18.50

18.00

17.50

kN
17.00

Gambar 5. Jenis kerusakan rantai saat diuji 16.50


tarik, berturut-turut dari kiri ke kanan : produk
x, y1, y2, y3, z1, z2. 16.00
x y1 y2 y3 z1 z2

Gaya Maksimal (kN)

Gaya maksimal tertinggi pada pengujian Gambar 6. Grafik gaya maksimal rantai setelah
tarik tercatat 18,24 kN terjadi pada rantai y2, uji tarik
sedangkan gaya maksimal yang paling rendah 18.00
terjadi pada rantai z2 yaitu sebesar 16, 88 kN. 16.00
Pertambahan panjang ( l) rantai saat diuji tarik 14.00
tertinggi pada z2 sebesar 16,77 mm per 10 buah 12.00
daun (plat) rantai luar, sedangkan pertambahan 10.00
panjang rantai paling rendah adalah 12,44 mm
mm
8.00
yang terjadi pada x.
6.00

4.00
Tabel 4. Gaya maksimal dan pertambahan
panjang rantai setelah diuji tarik 2.00

0.00
x y1 y2 y3 z1 z2
Rantai Gaya Pertambaha Pertambahan Panjang (mm)
Maksimal n Panjang
(kN) (mm) Gambar 18. Grafik pertambahan panjang (l)
x 18.09 12.44 rantai setelah uji tarik
y1 18.21 16.25
y2 18.24 16.34 KESIMPULAN
Dari data-data dan hasil pembahasan penelitian
y3 17.95 12.60
maka dapat disimpulkan :
z1 17.50 11.64 1. Struktur mikro sproket produk x (produk
z2 16.88 16.77 original) mempunyai perbedaan antara yang
di tepi/pinggir dengan yang di bagian
Gaya maksimal tertinggi pada pengujian tengahnya, dan berdasarkan uji
tarik tercatat 18,24 kN terjadi pada rantai y2, kekerasannya, bagian tepi lebih keras
sedangkan gaya maksimal yang paling rendah dibanding bagian tengahnya. Fenomena
terjadi pada rantai z2 yaitu sebesar 16, 88 kN. yang sama juga terjadi pada sproket produk
Pertambahan panjang ( l) rantai saat diuji tarik y3 (OEM) dan sproket produk z1 (non
tertinggi pada z2 sebesar 16,77 mm per 10 buah OEM).
daun (plat) rantai luar, sedangkan pertambahan 2. Struktur mikro sproket produk y1 dan y2
panjang rantai paling rendah adalah 12,44 mm (OEM) serta produk z2 (non OEM), antara
yang terjadi pada x. bagian tepi dan tengah ternyata sama,
sehingga kekerasan antara bagian tepi dan
tengahnya cenderung sama.
3. Berdasarkan uji komposisi, sproket produk
x dan z2 merupakan baja karbon rendah
karena kandungan karbonnya kurang dari
0,3 %, sedangkan sproket produk y1, y2,
Kode Makalah: RMA-008 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

y3, dan z1 merupakan baja karbon sedang


karena kandungan karbonnya lebih dari 0,3
% tetapi kurang dari 0,6 %.
4. Gaya maksimal saat uji tarik rantai antara
produk original dan produk OEM relatif
sama, sedangkan pada produk non OEM
lebih rendah. Gaya maksimal tertinggi
terjadi pada produk y2 sebesar 18,24 kN,
sedangkan yang paling rendah terjadi pada
produk z2 yang hanya 16, 88 kN.
5. Pertambahan panjang (l) rantai saat diuji
tarik tertinggi adalah 16,77 mm terjadi pada
produk z2, sedangkan pertambahan panjang
rantai paling rendah adalah 12,44 mm yang
terjadi pada produk x.

REFERENSI
Otto, F.J. dan Herring, D.H. June 2002. Gear
Heat Treatment. Heat Treating Progress.
Sularso. dan Suga, K. 1978.Dasar Perencanaan
dan Pemilihan Elemen Mesin.Pradnya
Paramita. Jakarta.
Sugito, B. dan Hariyanto, A. 2007. Pengaruh
Karburisasi Roda Gigi Sprocket Aspira
Dengan AHM Terhadap Perubahan Sifat
Fisis Dan Mekanis.Jurnal Penelitian
Sains & Teknologi. 8(1):87-98.
Kode Makalah: RMA-009 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

Analisa Kandungan Gas CO2 Terhadap Variasi Temperatur dan


Waktu pada Proses Penyangraian

1)
Roni Novison, 2)Firman Ridwan

Universitas Andalas Padang


1,2)

Kampus Limau Manis, Pauh, Padang, 25613


rn_003gaharu@yahoo.com, firmanridwan@ft.unand.ac.id

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh temperatur dan lama penyangraian terhadap besar
kandungan gas CO2 yang dihasilkan selama proses penyangraian serta perubahan sifat fisik (warna, berat dan
ukuran) dari biji kopi sangrai. Jenis kopi arabika sebanyak 250 gram yang akan dimasukan kedalam ruang
sangrai secara manual. Proses penyangraian dilakukan selama 5, 10, 15, 20, 30 menit dan temperatur
penyangraian berkisar 180°C, 200°C, dan 220°C. Hasil percobaan dapat dikelompokkan menjadi tiga tingkat
kematangan antara lain, ringan, medium dan berat. Pada saat temperatur penyangraian 180°C kandungan
maksimal gas CO2 yang dihasikan sebesar 2,5 %, temperatur penyangraian 200 °C kandungan maksimal gas
CO2 yang dihasikan sebesar 3,3 %, temperatur penyangraian 220 °C kandungan maksimal gas CO2 yang
dihasikan sebesar 7,4 %. Hasil penelitian menunjukkan kualitas terbaik dari penyangraian berada pada
temperatur 200°C dengan kandungan gas CO2 yang dihasilkan sebesar 3,3 % serta lama penyangraian selama
10 menit..

Keywords : Sifat fisik, Gas CO2, Kopi Arabika, Penyangraian

1. Pendahuluan diikuti dengan reaksi pirolisis. Secara kimiawi, proses


ini ditandai dengan evolusi gas CO2 dalam jumlah
Proses pengolahan biji kopi sangat berperan penting banyak dari ruang sangrai. Secara fisik, pirolisis
dalam menentukan kualitas dan cita rasa kopi. Salah ditandai dengan perubahan warna biji kopi yang
satu tahapan yang terpenting adalah proses semula kehijauan menjadi kecoklatan. Kisaran suhu
penyangraian, namun saat ini masih sedikit data sangrai yang umum dipakai adalah antara 195°C
tentang bagaimana proses penyangraian yang tepat sampai 205°C [3].
sehingga menghasilkan produk kopi, kualitas dan
rasa kopi yang berkualitas. Proses penyangraian 2. Tinjauan Pustaka
merupakan tahapan dari pembentukan rasa dan aroma Tingginya penggemar minuman kopi disebabkan
pada biji kopi. Apabila biji kopi keragaman dalam banyaknya faktor, salah satunya yang paling
ukuran, tekstur, kadar air dan struktur kimia, maka berkontribusi adalah rasa [4]. Kualitas kopi yang
proses penyangraian akan relatif lebih mudah untuk terdapat pada minuman sangat tergantung pada
dikendalikan [1]. komposisi kimia dari biji yang disangrai, dipengaruhi
Penyangraian biji kopi akan mengubah secara kimiawi juga oleh komposisi biji kopi dan kondisi proses yang
kandungan-kandungan dalam biji kopi, disertai susut dilakukan setelah panen (pengeringan, penyimpanan,
bobotnya, bertambah besarnya ukuran biji kopi dan penyangraian dan penggilingan) [5].
perubahan warna bijinya. Biji kopi setelah disangrai Penyangraian merupakan proses penting untuk
akan mengalami perubahan kimia yang merupakan mendapatkan rasa khas, warna dan sifat struktur dari
unsur cita rasa yang lezat [2].Jumlah senyawa volatile biji kopi yang dihasilkan [6]. Proses penyangraian
dipengaruhi oleh metode penyangraian. Hal ini sangat diperlukan untuk mendapatkan sifat
mengakibatkan waktu dan suhu penyangraian organoleptik (rasa, aroma, dan warna). Sifat inilah
membuat dampak tidak hanya pada pembentukkan yang dibutuhkan untuk mendapatkan secangkir kopi
komponen aroma terapi retensi dalam kopi yang sudah dengan kualitas baik [7].
disangrai. Berdasarkan temperatur penyangraian, yang
Proses sangrai diawali dengan penguapan air dan

1
Kode Makalah: RMA-009 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

digunakan dalam proses sangrai dibedakan atas 3 biji kopi akan membentuk citarasa dan aroma kopi.
tingkatan yaitu: tingkat sangrai ringan (ligh roast) Waktu sangrai ditentukan atas dasar warna biji
dengan temperatur sangrai 190°C sampai dengan kopi sangrai atau sering disebut derajat sangrai.
195°C, sedangkan untuk tingkat sangrai medium
Makin lama waktu sangrai, warna biji kopi sangrai
(medium roast) dengan temperatur sangrai 200°C
sampai dengan 205°C dan untuk tingkatan sangrai mendekati cokelat tua kehitaman[11]. Sehingga
gelap (dark roast) dengan temperatur sangrai diatas pada pengambilan data akan digunakan sebuah
205°C [7]. Kalau berdasarkan pengurangan tingkat mesin sangrai kopi seperti Gambar 3.1
kadar air dibagi menjadi 3 diantaranya ligh roast
menghilangkan kadar air sekitar 3-5 %, medium roast
menghilangkan kadar air sekitar 5-8% dan dark roast
menghilangkan kadar air sebesar 8-14% [8].
Perubahan sifat fisik dari biji kopi selama proses
penyangraian sangat tergantung pada suhu dan waktu
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Baggenstoss[6]. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.1
yang menjelaskan perubahan sifat fisik (warna, massa Gambar 3.1 Mesin Penyangrai Kopi
jenis, dan kadar air) terhadap lama proses b. Kompor
penyangraian. Proses pemanasan pada mesin penyangrai kopi
Temperatur tinggi pada saat penyangraian
digunakan kompor, dengan bahan bakar gas LPG.
menyebabkan densiti menjadi rendah, volume biji kopi
membesar, dan kadar air yang lebih rendah jika Jenis kompor yang digunakan kompor gas satu
dibandingkan dangan proses penyangraian pada suhu tungku.
yang lebih rendah. Hasil ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh [6].
Selama penyangraian kelembaban akan
berkurang, reaksi kimia (volume, warna, berat, bentuk,
PH, komponen volatil) akan terjadi dan kandungan
CO2 meningkat [8]. Selain itu proses penyangraian
akan merubah warna biji kopi sesuai yang diinginkan,
menghilangkan berat biji kopi karena terjadinya reaksi
Gambar 3.2 Kompor Gas
penguapan air, CO2 dan reaksi senyawa volatil. Reaksi
pirolisis yang terjadi selama proses penyangraian akan
c. Termokopel
menghasilkan gas CO2 [10]. Semakin lama waktu
Untuk mengukur temperature di dalam ruang
proses penyangraian yang dilakukan maka semakin
sangrai selama proses penyangraian digunakan
besar gas yang dihasilkan. Sehingga penelitian ini akan
termokopel tipe K.
melakukan sebuah percobaan dengan melihat besar
nilai kandungan gas CO2 selama proses penyangraian
dan hubungan terhadap perubahan secara fisik.

3. Metodologi Penelitian

Waktu dan Tempat Gambar 3.3 Termokopel


Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan dari bulan
April sampai Agustus 2015, di Laboratorium Produksi d. Termometer Digital
Teknik Mesin Universitas Andalas Padang. Thermometer digital digunakan untuk
mengkalibrasi dari termokopel dan mengukur
Alat dinding dari silinder sangrai. Tujuan dari
a. Mesin Penyangrai Kopi mengkalibrasi termokopel adalah untuk
Penyangraian kopi merupakan kunci dari proses mendapatkan nilai pengukuran yang standar.
produksi. Proses ini merupakan pembentukan Gambar 3.4 menunjukan jenis thermometer digital
aroma dan citarasa kopi dari dalam biji kopi yang digunakan untuk mengkalibrasi termokopel.
dengan perlakuan panas. Senyawa organik dalam

2
Kode Makalah: RMA-009 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

Dalam penelitian ini ada beberapa proses yang


akan dilakukan diantaranya proses penyangraian,
proses pendinginan, proses penggilingan dan proses
pengukuran nilai keasaman biji kopi. Diagram alir
penelitian secara umum dapat dilihat pada Gambar
3.7

Start
Gambar 3.4 Thermometer Digital Fluk

e. Gas Analizer
Selama penyangraian kelembaban akan berkurang, Panaskan Ruangan Sangrai
reaksi kimia (volume, warna, berat, bentuk, PH,
komponen volatil) akan terjadi dan kandungan
CO2 meningkat[9]. Selain itu proses penyangraian
akan merubah warna biji kopi sesuai yang
diinginkan, menghilangkan berat biji kopi karena Biji Kopi Kering
terjadinya reaksi penguapan air, CO2 dan reaksi
senyawa volatil. Reaksi pirolisis yang terjadi
selama proses penyangraian akan menghasilkan
gas CO2 [10]. Proses Penyangraian dengan suhu
180 C, 200 C, 220 C dan Waktu 5
menit, 10 menit, 15 menit, 20
menit, 25 menit, 30 menit

T Jika T=180C/
200C/220C

Gambar 3.5 Alat ukur gas CO2 Y

Bahan Pengukuran CO2


Biji kopi yang digunakan dalam penelitian ini Temperatur Udara Panas Keluar
jenis kopi arabika. Kopi ini berasal dari daerah
Baso, Payakumbuh, Sumatera Barat. Biji kopi yang
digunakan memiliki ukuran seragan. Gambar 3.6
jenis kopi arabika yang akan digunakan dalam Biji Kopi Sangrai didinginkan
penelitian ini.

Finish

Gambar 3.7 Diagram alir

Gambar 3.6 Biji Kopi Arabika Pengambilan data dilakukan untuk


mendapatkan parameter–parameter yang
Diagram Alir Penelitian mempengaruhi hasil penyangraian kopi. Data
eksperimen yang akan diambil berupa data
temperatur, waktu dan kandungan CO2 selama proses

3
Kode Makalah: RMA-009 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

penyangraian. Setelah penyangraian selesai maka lama proses penyangraian. Kondisi tersebut dapat
dilakukan proses pengukuran keasaman dari biji kopi ditunjukkan pada Tabel 4.1 yaitu hasil proses
sangrai. Ada beberapa tahapan untuk melakukan penyangraian dengan menggunakan temperatur
pengujian diantaranya: 180°C, 200°C dan 220°C, lama proses penyangraian
1. Tahap persiapan juga bervariasi mulai 5, 10, 15, 20, 25 dan 30 menit.
Terdapat beberapa persiapan yang harus
Tabel 4.1 Hasil Proses Penyangraian
dilakukan sebelum pelaksanaan proses
pengujian supaya pengambilan data dapat Temperatur
Waktu
dilakukan dengan baik : 180 C 200 C 220 C
a. Pengecekan mesin sangrai kopi dan
memastikan semua peralatan penunjang 5
dan komponen –komponen lainnya menit
terpasang dengan baik.
b. Mempersiapkan alat ukur yang
digunakan seperti digital thermometer,
stopwatch 10
c. Mempersiapkan ± 1kg biji kopi kering menit
sebagai bahan uji.
2. Tahap penyangraian
Ada beberapa tahapan dalam pengambilan 15
data diantaranya: menit
a. Sebagai data awal, dicatat temperatur
dan lama proses penyangraian yang akan
digunakan.
20
b. Nyalakan api kompor untuk
menit
memanaskan dinding luar ruangan
sangarai.
c. Biji kopi sebanyak 1 kg dimasukan
kedalam ruang sangrai. 25
d. Motor DC dihidupkan. menit
e. Temperatur peyangraian akan
dipertahankan selama waktu yang sudah
ditetapkan. 30
f. Setiap 5 menit, biji kopi sangrai akan menit
diambil sebagai contoh.
g. Hasil pengukuran kandungan CO2 akan
dicatat. Tabel 4.1 memperlihatkan secara jelas temperatur
h. Lakukan proses pendinginan. dan lama proses penyangraian sangat berperan
terhadap perubahan warna dari biji kopi sangrai.
Perubahan warna biji kopi tidak terlalu signifikan
4. Hasil dan Analisa
pada saat temperatur penyangraian di 180°C.
Perubahan Fisik selama Proses penyangraian Temperatur ini dapat digolongkan kedalam tingkat
Proses penyangraian merupakan bagian terpenting penyangraian ringan (light roast). Pada temperatur
dalam menghasilkan biji kopi sangrai yang penyangraian di 200°C perubahan warna biji kopi
berkualitas. Selama proses penyangraian terjadi mulai menghitam dan hasil penyangraian mulai
perubahan fisik secara bersamaan diantaranya menunjukan keseragaman. Temperatur ini dapat
perubahan warna, berat dan ukuran dari biji kopi itu digolongkan kedalam penyangraian menengah
sendiri. Hal yang berperan dalam terjadinya (medium roast). Pada temperatur penyangraian di 220
perubahan fisik pada biji kopi adalah temperatur dan °C, perubahan warna menunjukan warna yang lebih

4
Kode Makalah: RMA-009 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

hitam pekat dan hasil penyangraian biji kopi sudah 12 180 24 2 208 42
seragam. Keadaan ini dapat digolongkan kedalam 13 180 26 1
penyangraian gelap (dark roast). 14 180 28 0,9
Pengurangan kadar air pada biji kopi hijau saat 15 180 30 0,6 206 44
penyangraian mengakibatkan terjadinya penyusutan Tabel 4.3 data percobaan dengan temperatur 200 °C
berat dari biji kopi sangrai. Tabel 4.2 menunjukkan Faktor
pengurangan berat dari biji kopi sangrai. Kopi hijau Berat Berat
Temperatur Waktu Kadar
yang akan disangrai seberat 250 gram dilakukan pada No
CO2
Akhir Hilang
Penyangraian Penyangraian (Gram) (Gram)
temperatur 180 °C selama 14, 20, 24, 30 menit (C) (Menit)
menghasilkan kopi sangrai seberat 220, 215, 208, 206
gram. Penyusutan kadar air pada biji kopi sebesar 30, 1 200 2 0,4
35, 42, 44 gram. Sedangkan pada Tabel 4.3 2 200 4 1
menunjukan pengurangan kadar air pada temperatur 3 200 6 1 210 40
200 °C. Waktu penyangraian dilakukan sekitar 6, 10, 4 200 8 1,6
14, 20, 24, 30 menit menghasilkan berat kopi sangrai 5 200 10 3,3 185 65
seberat 210, 185, 164, 147, 135, 125 gram. 6 200 12 3,2
Penyusutan kadar air pada biji kopi sebesar 40, 65, 7 200 14 3,1 164 86
86, 103, 115, 125 gram. 8 200 16 2,4
Begitu juga dengan Tabel 4.3 menunjukkan
9 200 18 1,6
pengurangan berat dari biji kopi sangrai dengan
10 200 20 1,5 147 103
temperatur sangrai 220 °C. Dengan waktu sangrai
11 200 22 1,2
sama dengan yang lain, menghasilkan berat kopi
12 200 24 1 135 115
sangrai seberat 208, 170, 163, 156, 115, 105 gram.
Penyusutan kadar air pada biji kopi sangrai sebesar 13 200 26 1
42, 80, 87, 94, 135, 145 gram, sehingga dapat 14 200 28 0,9
dianalisa perubahan sifat fisik pada biji kopi sangrai 15 200 30 0,7 125 125
sangat tergantung pada suhu dan waktu penyangraian.
Tabel 4.4 data percobaan dengan temperatur 220 °C
Semakin tinggi temperatur dan lama waktu
Faktor
penyangraian maka kadar air yang hilang akan
Berat Berat
semakin besar, biji kopi akan membesar dan Temperatur Waktu Kadar
No Akhir Hilang
Penyangraian Penyangraian CO2
perubahan warna pada biji kopi sangat signifikan. (Gram) (Gram)
(C) (Menit)
Tabel 4.2 data percobaan dengan temperatur 180 °C
1 220 2 0,8
Faktor
Kadar Berat Berat 2 220 4 1,6
No Temperatur Waktu CO2 Akhir Hilang 3 220 6 2,9 208 42
Penyangraian Penyangraian (%) (Gram) (Gram)
(C) (Menit) 4 220 8 7,7
5 220 10 7,4 170 80
1 180 2 0,2 6 220 12 5,3
2 180 4 0,5 7 220 14 3 163 87
3 180 6 1 8 220 16 2,1
4 180 8 1,4 9 220 18 1,4
5 180 10 1 10 220 20 1,2 156 94
6 180 12 0,5 11 220 22 1,7
7 180 14 0,6 220 30 12 220 24 1,5 115 135
8 180 16 1 13 220 26 1,6
9 180 18 2 14 220 28 1
10 180 20 2,5 215 35 15 220 30 0,9 105 145
11 180 22 2,2

5
Kode Makalah: RMA-009 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

Efek kondisi kadar CO2 pada saat penyangraian


Proses penyangraian ditandai dengan terjadinya
penguapan air dan diikuti oleh gas CO2. Grafik 4.1
menunjukkan nilai kadar gas CO2 pada temperatur 180 °C.
Pada menit 20 nilai kadar gas CO2 maksimum yang
dihasilkan sebesar 2,5 %. Sedangkan Grafik 4.2
menunjukan nilai kadar CO2 pada temperatur 200 °C. Pada Grafik 4.2 grafik kadar CO2 pada temperatur 200 °C
menit 10 nilai kadar gas CO2 maksimum yang dihasilkan
sebesar 3,3 %. Pada Grafik 4.3 menunjukkan nilai kadar
CO2 pada temperatur 220 °C. Pada menit 5 nilai kadar gas
CO2 maksimum yang dihasilkan sebesar 7,4%.
Hasil ini menunjukan bahwa tingkat pelepasan
gas CO2 untuk biji kopi sangrai sangat berpengaruh pada
suhu. Semakin besar suhu penyangraian maka semakin
cepat pelepasan kadar CO2 sebaliknya semakin rendah
suhu penyangraian maka semakin lambat pelepasan gas
CO2.
Sehingga kualitas1 biji kopi sangrai yang bagus
terdapat pada temperatur 180°C lama penyangraian 20
menit, sedangkan temperatur 200°C lama penyangraian 10
menit dan temperatur 220 °C lama penyangraian 8 menit.
Grafik 4.3 grafik kadar CO2 pada temperatur 220 °C
Semakin lama waktu penyangraian maka kadar CO2 yang
dihasilkan akan semakin kecil, hal ini dapat dilihat pada
Grafik 4.4 waktu penyangraian 30 menit menghasilkan
5. Kesimpulan
kadar gas CO2 sekitar 0,9%.
1. Tingkat pelepasan gas CO2 untuk biji kopi
sangrai sangat tergantung pada suhu
penyangraian.
2. Suhu dan lama penyangraian sangat berpengaruh
terhadap sifat fisik dari biji kopi sangrai yang
dihasilkan.
3. Kualitas kopi terbaik pada temperatur 180°C
lama penyngraian 20 menit, temperatur 200°C
lama penyangraian 10 menit dan 220°C lama
penyangraian 8 menit.

Grafik 4.1 grafik kadar CO2 pada temperatur 180 °C

1
Pengujian kualitas dilakukan dengan cara pengetesan
pada orang yang ahli dalam bidang minum kopi.

6
Kode Makalah: RMA-009 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

and Moisture Evaporation During Roasting of


Coffee Beans. Journal of Food Science 70(2),
E124-E130.
[11] Mulato, Sri. 2002. Simposium Kopi 2002 dengan
tema Mewujudkan perkopian Nasional Yang
Tangguh melalui Diversifikasi Usaha
Berwawasan Lingkungan dalam Pengembangan
Industri Kopi Bubuk Skala Kecil Untuk
Meningkatkan Nilai Tambah Usaha Tani Kopi
Rakyat. Denpasar : 16 – 17 Oktober 2002. Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.

6. Referensi

[1] Joko Nugroho W.K, Juliaty Lumbanbatu, Sri


Rahayoe (2009) Pengaruh Suhu dan Lama
Penyangraian Terhadap Sifat Fisik Mekanis Biji
Kopi Robusta.
[2] Ridwansyah, 2003, Pengolahan Kopi. Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara
[3] Rahardjo, Pudji. 2012. Panduan Budidaya dan
Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta. Penebar
Swadaya. Jakarta
[4] Kumazawa, K., Masuda, H.: Investigation of the
Change in the Flavor of a Coffee Drink during
Heat Processing. J. Agric. Food Chem. 51, (2003)
2674-2678.
[5] Franca, A. S., Mendonca, J. C. F., Oliveira, S. D.:
Composition of green and roasted coffees of
different cup qualities. LWT. 38, (2005) 709–715.
[6] Baggenstoss, J.Poisson, L.Kaegi, R. Perren, R
&Escher, F (2008). Coffee Roasting and Aroma
Formation: Application of Different
Time-temperature Conditions. Journal of
Agricultural and Food Chemistry 56(14),
5836-5846.
[7] Hernandez, J. A. Heyd, B.Irles, C.Valdovinos,
B.&Trystram, G. (2007). Analysis of the heat and
mass transfer during coffee batch roasting.
Journal of Food Engineering 78(4), 1141-1148.
[8] LYMAN, D. J. BENCK, R. DELL, S. MERLE, S.
& MURRAY-WIJELATH, J. (2003). FTIR-ATR
Analysis of Brewed Coffee: Effect of Roasting
Conditions. Journal of Agricultural and Food
Chemistry 51(11), 3268-3272.
[9] Schwartzberg, H. G. (2000). Modelling bean
heating during batch roasting of coffee beans. In
st
¥textit{Engineering and Food for the 21 Century,
edited by J. Welti-Chanes, G. Barbosa-Canovas,
JM Aguilera, CRC Press LLC, London, New York,
Boca Raton.
[10] GEIGER, R. PERREN, R. KUENZLI, R. &
ESCHER, F. (2005). Carbon Dioxide Evolution

7
Kode Makalah: RMA-010 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

Analisis Efek dari Sistem Stucco Terhadap Permeabilitas pada Cetakan keramik
Investement Casting.
1)
Is Prima Nanda, 2) Adee M. Ilham

Universitas Andalas
1,2)

Kampus Limau Manis, Padang, 25163


adeemuhammadilham@yahoo.com

Abstrak

Permeabilitas adalah salah satu sifat yang dibutuhkan dalam melakukan pengecoran. Permeabilitas adalah
kemampuan pasir untuk mentransfer air atau udara yang di ukur dengan jumlah air yang mengalir melalui pasir
dalam waktu tertentu ( Anynomous 2010 ). Permeabilitas yang terlalu tinggi menyebabkan permukaan produk yang
tidak rata sedangkan permeabilitas yang terlalu rendah menyebabkan produk dapat menjadi cacat porositas.

Dalam penelitian ini akan dikaji mengenai layer stucco halus (50 Mesh) layer, kasar (30 Mesh) dan layer selang
seling antar layer dengan stucco halus dan kasar. Pada penelitian ini stucco halus, kasar dan selang seling dibuat
setebal 6 layer. Sebelum setiap layernya ditaburi dengan stucco, spesimen direndam selama 30 detik ke dalam
slurry. Setelah spesimen uji selesai, dilakukan waxing dimana bertujuan untuk penguapan pola dan seterusnya
dilakukan firing dengan tujuan sintering. Setelah selesai semua perlakuan dilakukan pengujian permeabilitas
dengan alat uji permeability tester sebanyak 3 kali dari masing-masing spesimen. Selanjutnya dilakukan
pengamatan makro dengan menggunakan mikroskop stereo dengan perbesaran 0,63 kali.

Penelitian ini menunjukkan nilai rata-rata permeabilitas dari jenis layer yang halus adalah 1,14008 x 10-7, nilai
rata-rata permeabilitas dari jenis layer yang kasar adalah 1.15681 x 10-7, sedangkan nilai rata-rata permeabilitas
dari jenis layer yang diselang-seling adalah 1.14715 x 10-7.

Keywords: Investment Casting, permeabilitas, stucco dan slurry

1. Pendahuluan pada proses Investment Casting. Soh Wen Hann


melakukan penelitian dengan menambahkan serabut
Investment casting adalah salah satu proses kelapa sawit pada mold dan mendapatkan hasil
manufaktur yang sudah cukup lama dan sudah meningkatnya nilai permeabilitas dari mold tersebut.
banyak diketahui, yang di mana logam cair Saad Rabia S. Alyami juga melakukan penelitian
dituangkan ke dalam cetakan keramik yang dipakai guna meningkatkan nilai permeabilitas dari mold
sekali proses. Dalam Investment Casting suatu hal dengan menambahkan gilingan serabut kelapa dan
yang diharapkan terhadap produk yang yang dibuat juga mendapatkan hasil yang sama yaitu
adalah dapat bebas dari cacat. meningkatnya nilai permeabilitas dari mold tersebut.
Pada industri pengecoran, seringkali terjadi Pada penelitian yang telah dilakukan tidak ada
permasalahan dalam perihal porosity pada produk penelitian yang menggunakan jenis stucco yang
yang salah satu penyebabnya disebabkan oleh kontstan. Oleh sebab itu penelitian ini dilakukan
terperangkapnya gas dalam mold. Dimana gas untuk mendapatkan nilai permeabilitas dari jenis
tersebut terperangkap dikarenakan mold tidak stucco yang digunakan.
memiliki permeabilitas yang baik. Permeabilitas Penelitian ini dilakukan agar nantinya dapat menjadi
tergantung terhadap particle stucco yang digunakan landasan terhadap pemilihan jenis stucco yang akan
untuk membuat mold pada investment casting. digunakan pada proses Investment Casting. Dimana
Particle stucco yang digunakan biasanya digunakan keuntungannya sudah mengetahui nilai permeabilitas
jenis yang kasar, halus maupun divariasikan. Dalam dari stucco yang akan digunakan.
hal ini akan diketahui yang manakah yang memiliki
nilai permeabilitas dari masing-masingnya. 2. Metoda Eksperimen & Fasilitas Yang Digunakan
Sebelumnya sudah terdapat penelitian yang dilakukan
guna meningkatkan nilai permeabilitas dari mold Penyiapan alat- alat spesimen, dimana spesimen dibuat

1
Kode Makalah: RMA-010 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
dengan variasi antara ukuran dari stucco diantaranya :
Halus (Max 50 Mesh), Kasar (Max 30 Mesh) dan
Selang – seling (kasar-halus-kasar-halus-kasar-halus).
Selanjutnya pembuatan pattern dimana menggunakan
hollow dengan diameter 12 mm dan sebagai
patternnya adalah bola tennis meja. Pembuatan mold
dilakukan dengan pencelupan terhadap slurry lalu
ditaburi dengan stucco yang telah ditentukan
variasinya. Selanjutnya adalah proses dewaxing
dimana proses ini dimasukkan ke dalam tungku dan
dipanaskan dengan temperatur 250 °C. Setelah proses Gambar 3. Alat uji Permeabilitas
dewaxing dilakukan proses firing dimana tujuannya
adalah untuk terjadinya proses sintering pada ceramik.
Setelah proses firing dilakukan proses pengujian 4.Microscope Stereo
permeabilitas dengan alat permeability tester dan Mikroskop stereo digunakan untuk mengamati bentuk
melihat structur mikro dari specimen menggunakan dari struktur ceramik.
microscope stereo. Selanjutnya dilakukan proses
penganalisaan dari data yang didapatkan. Berikut
adalah peralatan yang digunakan pada penelitian ini :

1.Mixer
Digunakan sebagai pengaduk bahan utama mold yaitu
slurry. Dimana bahan utama slurry adalah Kolida
Silika dengan Zilkon.

Gambar 4. Microscope Stereo

3. Prosedur Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dengan beberapa


prosedur seperti berikut :

3.1.Penyiapan spesimen
Ada 3 jenis variasi sampel yang digunakan, yaitu:
Gambar 1. Mixer
a. Layer halus
2.Firing Furnace
Penyiapan spesimen dilakukan dengan pencelupan
Firing Furnance berfungsi sebagai tempat dewaxing
pola kedalam slurry selama 30 detik. kemudian
maupun firing dimana temperatur yang dicapai oleh
ditaburkan stucco halus(50 Mesh) pada pola. Cetakan
mesin ini adalah hingga 2000°C lebih.
lalu dikeringkan selama 24 jam. Untuk lapisan kedua
sampai lapisan kelima, pola dicelupkan selama 30
detik dan dikeringkan selama 2 jam. Sedangkan untuk
lapisan terakhir lama pengeringan selama 24 jam.
Sehingga membentuk 6 layer, spesimen ini disebut
dengan layer halus.
b. Layer kasar
Penyiapan spesimen sama dengan layer halus kecuali
penggunaaan jenis stucco. Stucco yang digunakan kali
ini yaitu stucco kasar dari lapisan pertama sampai
dengan lapisan terakhir. Sehingga membentuk 6 layer,
Gambar 2. Firing Furnace spesimen ini disebut dengan layer kasar.
c. Layer selang-seling
Penyiapan spesimen sama dengan stucco halus kecuali
3.Permeability Tester penggunaan jenis stucco. Stucco yang digunakan kali
Permeability tester ini digunakan untuk menguji ini yaitu stucco halus dan kasar secara bergantian
tingkat permeabilitas suatu keramik. hingga 6 layer. Sehingga membentuk 6 layer,
spesimen ini disebut dengan layer selang-seling.

2
Kode Makalah: RMA-010 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
stucco.
3.2.Pembuatan Pola
Pola yang digunakan pada pengujian ini dibutuhkan Dari proses pengujian permeabilitas dengan
pola yang berbentuk bulat, oleh sebab itu digunakan menggunakan alat permeability tester tidak langsung
bola pong-pong sebagai pola terhadap cetakan. didapatkan nilai permeabilitas dari sebuah cetakan
yang diuji tersebut, yang didapatkan dari alat tersebut
adalah nilai volume laju aliran dan tekanan. Dari data
yang telah didapatkan pada pengujian, data tersebut
diolah menggunakan persamaan (1)

μ = ηV1l/aр
dimana :μ = Permeabilitas (m2)
η = Viskositas dinamis udara pada
Gambar 4. Pembuatan pola dan cetakan lingkungan ( Ns/m2)
V1 = Volume laju aliran (m3)
3.3.Proses Dewaxing l = Tebal cetakan (m)
Proses dewaxing dilakukan pada firing furnace a = Luas area cetakan (m2)
dimana bertujuan untuk menghilangkan pattern dan Р = Tekanan udara yang melewati
spesimen (N/m2)
yang tersisa hanyalah ceramic. Temperatur dewaxing
yang digunakan yaitu dari 200̊ C sampai 300̊ C selama
30 menit.

3.4.Proses firing
Sesudah dewaxing, cetakan akan dilakukan proses
firing. Proses firing dilakukan dengan menempatkan
cetakan kedalam tungku. Temperatur firing yaitu
sekitar 650̊ C dan dilakukan selama 60-75 menit.
Proses firing dilakukan untuk meningkatkan kekuatan
cetakan.

3.5.Pengujian Permeabilitas
Pengujian dilakukan dengan alat permeability tester
dimana hasil yang akan didapatkan adalah tekanan dan Gambar 5. Grafik nilai permeabilitas
velocity dari spesimen tersebut.
Pada gambar 1. adalah perbandingan antara cetakan
3.6.Pengamatan structur makro dengan menggunakan jenis layer halus, jenis layer
Pengamatan dilakukan dengan mikroskop stereo kasar dan jenis layer yang diselang-seling. Dapat
dengan melihat bagaimana perbedaan lapisan antara dilihat lebih jelas bagaimana tingkatan nilai
masing masing ceramic. permeabilitas dari masing masing jenis layer yang
Setelah mendapatkan seluruh data yang dibutuhkan, digunakan. Perbedaan yang jelas terlihat pada jenis
dilakukan analisa terhadap data yang ada. layer halus dan kasar. Sedangkan nilai permeabilitas
dari layer yang diselang-seling berada diantara jenis
layer halus dan jenis layer yang kasar. Nilai rata-rata
4. Hasil dan Pembahasan permeabilitas dari jenis layer yang halus adalah
1,14008 x 10-7, nilai rata-rata permeabilitas dari jenis
Berdasarkan penelitian ini, maka dilakukan layer yang kasar adalah 1.15681 x 10-7, sedangkan
pembahasan terhadap data yang telah didapatkan nilai rata-rata permeabilitas dari jenis layer yang
dengan beberapa tahapan berupa proses pengujian diselang-seling adalah 1.14715 x 10-7.
permeabilitas dengan alat permeability tester dan
pengamatan terhadap struktur dari cetakan dengan Pengamatan struktur makro
menggunakan microscope stereo. Pengujian Hasil foto struktur makro dapat dilihat pada Gambar
permeabilitas dilakukan terhadap 3 jenis stucco 6 di bawah ini
diantaranya layer halus, layer kasar dan layer
diselang-seling. Begitu juga pengamatan
menggunakan microscope stereo dilakukan terhadap
3 jenis stucco tersebut, dimana bertujuannya untuk
melihat dan menganalisa penyebab perbedaan
terhadap permeabilitas dari masing masing jenis

3
Kode Makalah: RMA-010 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015
A. Halus menyebabkan mengapa cetakan dengan menggunakan
layer yang kasar memiliki nilai permeabilitas yang
tinggi, padahal pada saat melakukan pelapisan pada
setiap layer sudah diberikan slurry supaya dapat
mengisi rongga-rongga kosong antara layer, tetapi hal
tersebut tidak terlalu berpengaruh dan tetap membuat
rongga yang cukup besar pada cetakan sehingga
membuat cetakan inilah yang memiliki nilai
permeabilitas yang tertinggi diantara jenis layer yang
halus maupun yang diselang-seling. Sedangkan pada
Gambar 6 (c) dapat dilihat bahwa terdapat rongga
yang cukup besar pada cetakan tetapi tidak lebih besar
B. Kasar dari pada rongga pada jenis layer yang kasar, rongga
yang besar ini mungkin dapat disebabkan oleh
terdapatnya jenis layer kasar yang ditempatkan pada
beberapa layer di cetakan tersebut. Rongga yang tidak
cukup besar itupun juga disebabkan oleh terdapatnya
jenis layer yang halus, selang-seling yang dilakukan
terhadap jenis layer selang-seling ini adalah terdapat
selang-seling antara jenis layer yang kasar dan layer
yang halus pada pelapisan layer di cetakan ini. Hal
inilah yang menyebabkan nilai permeabilitas dari
cetakan yang diselang-seling berada diantara nilai
cetakan jenis layer halus dan cetakan jenis layer kasar.
C. Selang-seling
5. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian analisis efek dari sistem


stucco terhadap permeabilitas pada cetakan keramik
Investement Casting yang telah didapatkan, maka
dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu :
1.Jenis stucco (stucco) dapat mempengaruhi nilai dari
permeabilitas suatu cetakan keramik Investment
Casting.
2.Pada penelitian ini jenis stucco yang digunakan yaitu
Gambar 6. Struktur makro (a) halus, (b) kasar, halus (50 mesh), kasar (30 mesh) dan
(c) selang seling selang-seling(halus dan kasar). Permeabilitas terendah
dimiliki oleh jenis stucco yang halus dengan nilai
1,10501 x 10-7 dan nilai yang tertinggi dimiliki oleh
Gambar 6 (a) di atas merupakan hasil pengamatan jenis stucco yang kasar dengan nilai 1.15681 x 10-7.
terhadap cetakan dengan menggunakan layer berjenis 3.Menggunakan jenis stucco yang kasar merupakan
halus sebagai pelapisnya, terlihat rongga yang cukup cara yang dapat membuat nilai permeabilitas dari
kecil antara layer pada cetakan, hal ini disebabkan suatu cetakan keramik untuk proses Investment
stucco yang memiliki ukuran kecil dapat mengisi Casting bisa ditingkatkan walaupun tidak berbeda jauh
rongga rongga yang ada ditambah dengan penambahan dengan jenis yang diselang-seling.
slurry pada setiap melakukan pelapisan sehingga slurry 4.Penggunaan jenis stucco yang kasar juga dapat
inilah yang akan mengisi rongga yang tidak dapat diisi menjadi solusi dari terjadinya cacat pada cetakan
lagi oleh stucco yang ada ketika pelapisan pembuatan ceramik proses Investment Casting seperti porositas
layernya. Rongga yang cukup kecil pada cetakan ini ketika menggunakan jenis stucco yang halus.
dapat menjelaskan mengapa nilai permeabilitas dari 5.Nilai permeabilitas dipengaruhi oleh besarnya
cetakan dengan menggunakan layer halus ini memiliki rongga yang terdapat pada cetakan.
nilai yang terkecil, disebabkan rongga yang sedikit dan 6.Perbedaan nilai yang tidak terlalu jauh antara jenis
kecil sehingga udara sedikit yang dapat dikeluarkan stucco yang digunakan juga dapat menjadi acuan
oleh cetakan dengan menggunakan layer halus ini. untuk melakukan pengecoran dengan mengutamakan
Rongga yang cukup besar pada cetakan dapat dilihat kehalusan permukaan dan menghindari porositas
pada Gambar 6 (b), pada cetakan terlihat bahwa dengan menggunakan jenis stucco yang
terdapat stucco yang berukuran besar dan terdapat pula diselang-seling.
rongga yang cukup besar pula, hal inilah yang

4
Kode Makalah: RMA-010 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang 03 November 2015

Referensi

Imbriale, Michele. (2013). Inverse Heat Transfer


Method for Ceramic Materials Thermo-Physical
Properties Evaluation. University of Naples Federico
II & E.M.A. S. p. A.

D. Sareka , A. Trytekb, J. Nawrockia. 2009.


Permeability of mould made by lost wax casting
process. Politechnika Rzeszowska.

Suhaimi, Mohd Rozalmi Bin. 2007. Further Study of


Investment Casting Product Quality Produce from
ABS Pattern. Universiti Teknologi Makaysia :
Malaysia.

Hann, Soh Wen. 2010. Effect of Oil Palm Fibre


Addition On The Mechanical Properties os
Shell Mould Investment Casting. Universiti
Teknologi Malaysia, Malaysia.

Alyami, Saad Rabia S. 2011. The Effect of Coconut


Dust Addition on the Propersties of Green Sand
and Investment Casting Moulds. Universiti Teknologi
Malaysia, Malaysia.

5
Kode Makalah: RME-001 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

Digital Technical Documetation with PDM Workgroup

R. K. Arief
Mechanical Engineering, Muhammadiyah Sumatera Barat University, Bukittinggi, Indonesia
E-mail: rudi_arief@gmail.com

Abstract
Product Data Management is software to manage product data and process-related
information in a single, centralized system can be use for works efficiency .PDM
tracked and controlled product’s data in which related to specification of product,
manufacture specification and raw material required , computer-aided design (CAD)
data, models, parts information, manufacturing instructions, requirements, notes and
documents. But this system is very expensive and takes big efforts and fund to applied.
However this system is valuable to avoid any documents related works errors. One of
cheap and simple PDM software is PDM workgroups. An integrated application with
the SolidWorks CAD system package. A lot of benefits gained from this system but
some drawbacks still happened and need further attentions. Implementation of this
system creating good impact in engineering team but fail to fulfill their expectation of
smooth data interaction with other departments. This is will be the first step of a
research journey to create an affordable good, simple but powerfull engineering design
system that can be use from a giant rich company to a small manufacturing workshop.

Keyword: PDM, Design Data, Engineering Documentation, .Digital Documentation,


Technical Data, Design data storage.

1. Introduction

An up to date and easy data exchange are vital activity for an engineering or
manufacturing company to accelerate intern department activities. Due to copyright
and piracy issues, many company keep their design data very secretly, in other hand
this create another problems that will slower process that need quick data
information updated requested from another department. Project Data Management
could facilitate this condition by its virtual vault that accessible everywhere by any
authorized person in and outside engineering department. PDM will manage
revision, project life cycle,act as a data manager and data keeper at one time so we
can always have fresh data without a doubt and we can free from worried of erased
files or unauthorized edited files. PDM will reduce manual data entry which will
reduce chance of human error.
Bill of materials, 3D files, detailed drawings, certification document, calculation file
and any related data can be easily stored in PDM and easily download by any
authorized user directly in their desk. One of cheap yet powerfull PDM software is
PDM workgroup from Dassault Systemes. This software already include in
Solidworks standard package and can be use up to 10 users with good safety vault,
friendly interface and easy to use. For a good implementation result, careful
planning and full management support are required especially when it comes to
culture change issues. This paper will describe a case taken from several companies
in implementing PDMworkgroup as their digital documentation system with it’s
probems and bennefit. This paper is written as first step of my research to built a
digital data documentation system wich eazy to use, cheap but powerfull enough to
fullfill the needs of Engineering company to save their data.

2. Literature Review

2.1. Definition of Product Data Management


Product data management (PDM) is software to manage product data and process-
related information in a single, centralized system. PDM tracked and control product’s
data in which related to specification of a product, manufacture specification and raw
material required, computer-aided design (CAD) data, models, parts information,
manufacturing instructions, requirements, notes and documents.
PLM (Product Lifecycle Management) is a mechanism to identify and to structure all of
processed involved in the product’s development and operation and all of processes
involved in the processes (IvikaCmkovic ,2003).
PDM is part of PLM (product lifecycle management) that primarily used by engineers
that focused on managing, control, and tracking the creation, change and archive of all
information related to product (lambert M Surhone, Mariam T Tennoe, Susan F
Henssonow, 2010)
PDM is an engineering discipline that include different methods, standards and tools to
managing product data during product’s entire life cycle (IvikaCmkovic ,2003)
PDM will be an answer for a better data documentation, data error and loss prevention,
but will this system suitable for a smallsize engineering company or workshops wich
wide spreads in Indonesia?

2.2 Benefits of PDM


Project managers, engineers, sales people, buyers, and quality assurance teams will take
advantages from the PDM’s knowledge management and reporting capabilities which
allow companies to:

 Find the correct data quickly

 Improve productivity and reduce cycle time


 Reduce errors and costs cause by errors
 Improve value chain harmonization
 Meet business and regulatory requirements
 Optimize operational resources
 Facilitate collaboration between global teams
 Provide the visibility needs for better business decision-making

2.3 PDM Workgroup


The SolidWorks PDM consist of two system categories, PDM Workgroup and PDM
Enterprise. Workgroup PDM application is project data management software that runs
inside the SolidWorks environment or as a standalone application. Workgroup PDM
controls projects with procedures for check out, check in, revision control and other
administration tasks. PDM workgroup effective to use in small group user up to 10
licences.
Enterprise PDM focused for larger organizations with up to 500 users on a single server
and more needs than just basic file management and also fully integrated with Windows
Explorer. This means both SolidWorks CAD and non-CAD users can navigate within
the vault just like a regular Windows folder.

a. SolidWorks PDM capabilities :


 Collaborate across multiple offices, multiple time zones and even multiple
continents.
 Ensure to have immediate access to latest data available.
 Save time and simplify searching through files and designs for the right data.
 Streamline workflows, improve performance and cut costs.

b. PDMworkgroup user :
 User : If the Workgroup PDM administrator has created a
project and given you access to the project, you can begin managing the
project documents with Workgroup PDM using a client.
 Administrator : As administrator, you are responsible for setting up the
projects, user accounts, and so on in the Vault Admin tool.

c. PDM workgroup system structures :


 Vault :The vault is a folder or directory (usually on a
server) where projects and documents are stored. The vault service is
software that controls access to the vault through Workgroup PDM. The
vault and vault service are installed and maintained by a vault administrator.
Users store documents in the vault by means of Workgroup PDM clients
 Vault administration :In addition to installing the vault, the vault
administrator uses VaultAdmin to create users and projects, specify revision
and lifecycle schemes, and establish global settings.
 Client : After the administrator establishes projects and
user accounts, users can check documents in and out, change revision and
lifecycle status, and generate reports. The client runs inside SolidWorks or
within SolidWorks Explorer.
 Documents :Documents are stored in a vault. Users check
documents out of the vault, and the documents are copied to the user's local
work space. Modified documents are checked back in, typically
incrementing the revision level
 Ownership :To check a document out of the vault, the
document must not have an owner. The user who checks a document out
becomes the owner. Only the owner of a document can check the document
into the vault, but ownership does not imply read/write status, nor does it
guarantee eligibility to check the document in (if the lifecycle status prevents
it, for example). Only one user at a time can be the owner of a document.
d. PDM Workgroup licenses :
 Contributor license: License for user that involved in projects approval and
not involved in designing (not using SolidWorks).
 Viewer licence : License for user who can only view and download the
data like administrator, purchasing dept., production dept., etc.
 Cad Editor : License for user that involved in designing (using
SolidWorks).

3. Research Methodology

During research for this paper we use direct observation and FGD to collect related
information. Direct observation method used to observe users activities and by directly
involved in a small project allowed by observed company. Focus group discussion used
to dig more information from users about their experiences with the system and their
expectation for the system.

4. Implementation

4.1. Condition before implementation PDM


PDM worksgroup is an data management application to manage and store engineering
data with neat, safe, reliable and always update. PDM manage drawing revision and
storage, project lifecycle sequence. Before this system applied most of engineering data
manage manually by designer and stored by engineering admin as a paper job. The
chance of data lost, unupdated files is bigger due to human error. Lots of storage is
needed in order to store those documents.

4.2. Implementation of PDM in Engineering Dept.


In this research PDM system are applied to Engineering designers area in Engineering
department. Before system applied, each projects handled by a designer no matter how
difficult or big the projects are, less interaction, and very solitaire.
a. Working condition before PDM :
 One man show, one person one project.
 Longer project lifecycle. Takes longer time to finish the project while other
designer might be jobless.
 High possibility of data loss or accidentally erased.
 Less interaction and teamworks.
 Difficult data exchange need to copy large file to USB disk or upload to
server wich will takes time.

“It sounds simple that everybody keeps their own assemblies on their local hard
drives while they work on them and then they copy them up to a network drive
for the boss to look at when they are done. But if you do it that way, you start
running into all sorts of problems, like production files getting overwritten by
accident, or people loosing work on their local PC when their hard drive crashes,
and keeping track of all the different versions of a design.” (Jay Thompson, 2012)

b. Working condition after PDM :


 No need to copy files to USB disk.
 More interaction and teamworks.
 One project can be done by several designer.
 Shorter project life cycle.
 High data safety dan protection by PDM vault.
 Teamwork and brainstorming culture incerased.

This PDM application create a virtual vault in central server to store and lock
engineering data. This vault will ensure the validity and safety of data, any
revision can only made by approval from administrator and only downloadable to
approved user.
Fig 1. PDM working structure

c. Benefits :
 All revisions well recorded.
 Less chance of accidentaly erased or edited data.
 Data exchange among designers without worried for data being edited by
other designer.
 Higher data security
 Any differences between file in the Vault and local folder will easily
recognize.

d. Drawbacks
 PDM will automatically update the revision every time files re-checked in by
designer.
 Previously created data was not recorded.
 Conflict often occurred when updating systems to a latest version.

4.3. PDM Implementation for Data Exchange Inter-departments


Before implementation of PDM, detailed drawing and other supporting documents are
distributed to Production Planning (PRP) manually. Document distribution meeting will
held between engineering and PRP to explained design revision and to remove obsolete
file from their documents storage. PRP will then distribute any related documents to
other department.
a. Working condition before PDM :
 Paper files.
 Frequent quality dan quantity errors in production.
 Frequent checking errors.
 Frequent purchasing errors.
 CNC data has to be generated manually.

Fig2. Engineering data workflow before PDM

To release a new drawing (i.e: small project consist of only 10 drawings/parts) will
takes time approximately for 2 hours.

Fig3. Data request workflow


If any problems or data required by other departments, the workflow to gain that data
will take 16 minutes.PDM software installed in every department with some restriction
and only accessed by authorized user. This will allow them to download any files they
need directly from PDM without any permit to edit or removing the files.

b. Working condition after PDM :


 Any required file can be directly downloaded from PDM.
 Reduce errors of revision released.
 Data available is the most updated and official.
 Support paperless systems, any notification informed by email.
 No need special meeting for update design documents.
 Reduce mistakes of using wrong data.
 One P.I.C for each department will be grant and authorize to operate the
system to ensure data securities.

Fig4. Engineering data workflow with PDM

To release a new drawing (i.e: small project consist of only 10 drawings/parts) will
takes time approximately for 47 minutes compare to 2 hours by manual system and only
takes 6 minutes for other departments to clear any unclear information and documents.
4. Implementation Problems

During implementation of this application many problem has occured. Ideal condition
still unobtainable, many problem of wrong drawing released by production planner to
manufacturer still happened. Some data that accessed by other departments still
confusing and not clearly described.

In Engineeering department system conflict in PDM system oftenly happens then


known by the inconsistency of parameter that input in drawing properties by designer.
To solve this problem, Engineering department then release a new standardization in
creating drawing properties, consist of rule of naming, numbering, drawing template
and also release automatic template for drawing properties.

4.1 Problems during implementation of PDM system :


 Fail of culture change.
 Provider unable to solved software update’s conflict.
 No full support from management.
 Complicated and inconsistency of design properties.
 No training provided.
 No clear guidance for designer in createing their design’s properties,
differences of capital letter and non capital will create different input in PDM.

4.2 Implementation Benefits


 Ensure user to have valid and most update data.
 Less paper to waste.
 Data can be downloaded anytime needed, no need to wait for engineers to
help.
 CNC data can be generated automatically by using data from 3D model.
 Save working hour.
 Reduce typing/input error for creating B.O.M.

4.3 Implementation Drawbacks


 Investment on new hardware, manpower and training.
 Only drawing data that use SolidWorks CAD system can be manage with this
system.

5. Conclusions

PDM workgroup is a strong product management system for small enterprise with up to
10 users, but only applicable to document created with SolidWorks CAD system. The
simple structure and system of PDM workgroup can be use as basic concept to be
developed for further research but must be able do accomodate any file extensions in
order to be able to be use widely esspecially by a small size company. As any other
digital data system, failure of implementation because of indiscipline, resistant to
change and weak support from management. Full supports and teamworks from all
departments is required for optimum results and bennefits gained.

References
[1] IvicaCrmkovic, “Implementing and integrating product data management software
configuration management”, Artech House, Inc. (2003).
[2] Jay Thompson, “Tech Tip: Workgroup PDM vs. Enterprise PDM Explained”,
CAPUniversity, (2012). <http://blog.capinc.com/2012/08/tech-tip-workgroup-pdm-
vs-enterprise-pdm-explained/>
[3] Lene Pries-Heje and Yvonne Dittrich, “ERP implementation as design”,
Scandinavian Journal of Information System, Vol. 2, No. 21,pp 27-58, (2009).
[4] Mahmoud Dinar, “Customizing product data management tools for design
automation”, Lambert Academic Publishing, (2012).
[5] Rajesh Ray, “Enterprise Resource Planning Text & Cases”, Tata McGraw-Hill,
(2011).
[6] Severin V. G., Steward A. Leech and Bai Lu, “Risk and Controls in the
Implementation of ERp Systems”, The International Journal of Digital Accounting
Research, Vol.1, No.1, pp 47-68, (2013)
[7] Zeeshan Ahmed, “Proposing LT based Search in PDM System for Better
Information Retrieval”, International Journal of Computer Science & Emerging
Technologies, Vol.1, No.4, pp 86-100, (2010).
Kode Makalah: RME-002 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

Pembuatan Mesin Penyortir Produk Berdasarkan warna


Berbasis Mikrokontroler Arduino Uno R3
1)
Lovely Son dan 2)Fadli Hafizulhaq

Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Andalas


1,2)

Kampus Limau Manis, Unand


E-mail: lovelyson@ft.unand.ac.id

Abstrak

Proses penyortiran produk merupakan tahap akhir dari proses produksi. Proses penyortiran produk secara
konvensional (manual) biasanya membutuhkan waktu yang lama dan tenaga yang besar. Apabila tahap
penyortiran ini dilakukan oleh mesin otomatis, masalah tersebut bisa diatasi. Pada penelitian ini dikembangkan
suatu sistem penyortiran produk secara otomatis berdasarkan warna dari produk yang akan disortir. Sistem
penyortiran ini terdiri atas komponen mekanik dan elektronik yang dikendalikan menggunakan mikrokontroler.
Komponen mekanik berupa 2 konveyor yang dijalankan dengan motor DC sebagai pembawa dan penyortir benda.
Dalam pengujian, benda yang akan disortir dibagi menjadi 5 kelompok warna. Sensor warna membaca jenis
warna benda berdasarkan intensitas/frekuensi gelombang yang diterima dan kemudian mengirimkannya ke
mikrokontroler untuk diproses. Hasil pengujian menunjukkan bahwa mesin penyortir otomatis yang
dikembangkan cukup mampu memisahkan produk berdasarkan warnanya.

Keywords: mesin, otomatis, elektronik, konveyor, penyortir

Pendahuluan Metodologi Penelitian

Perkembangan teknologi dewasa ini memungkinkan Pada Gambar 1 diperlihatkan diagram alir dari
manusia untuk melakukan segala hal dengan mudah. penelitian yang dilakukan. Dari Gambar 1 terlihat
Hampir semua sektor kehidupan sudah disentuh oleh bahwa penelitian dibagi menjadi beberapa tahap
teknologi. Baik itu dalam sektor industri hingga dimulai dari perancangan sampai pengujian alat.
rumah tangga. Berbagai peralatan-peralatan
diciptakan untuk mempermudah kerja manusia,
memperkecil resiko pengerjaan dan biaya investasi
atau produksi dari sebuah produk. Perkembangan
teknologi ini secara tidak langsung berdampak pada
gaya hidup masyarakat yang semakin mengarah
kepada modernisasi. Pada era modernisasi ini,
berbagai alat yang bekerja secara otomatis telah
dibuat untuk menggantikan kerja manusia. Alat-alat
otomatis tersebut dapat berbasiskan mikrokontroler,
saklar-saklar otomatis dan Programmable Logic
Controller (PLC). Gambar 1. Diagram alir pembuatan mesin sortir
otomatis
Salah satu aplikasi dari teknologi otomasi dapat
ditemui pada mesin penyortir produk. Parameter Pada Gambar 2 diperlihatkan diagram alir proses
penyortiran produk dapat diatur berdasarkan ukuran penyortiran. Proses penyortiran dilakukan dengan
dan warna dari produk. Pada penelitian ini dilakukan bantuan belt conveyor yang digerakkan oleh motor
studi awal dari pengembangan sistem penyortir DC. Prosedur penyortiran diawali dengan
produk berdasarkan warnanya. memasukan perintah tentang warna apa yang akan
disortir. Benda yang akan disortir selanjutnya
diletakkan di atas konveyor dan bergerak menuju
sensor. Sensor membaca warna benda dan mengirim
sinyal ke kontroler. Sinyal tersebut diproses
berdasarkan program yang telah dibuat. Apabila

1
Kode Makalah: RME-002 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

sensor membaca warna yang sesuai dengan input Hasil Dan Pembahasan
maka konveyor akan bergerak maju, jika tidak
Pada Gambar 5 diperlihatkan hasil pembuatan model
konveyor akan bergerak mundur. Proses penyortiran
mesin sortir otomatis. Berdasarkan model pada
berakhir dengan tersortirnya produk pada kotak
Gambar 5, dapat diperkirakan ukuran dari mesin yang
penampung yang telah disediakan.
dibuat.

Gambar 5. Hasil pembuatan model

Proses Pengujian Alat


a. Inisialisasi Warna
Sebelum dilakukan pengujian, terlebih dahulu
dilakukan inisialisasi warna untuk mendapatkan
range minimum dan maksimum dari intensitas warna.
Gambar 2. Diagram alir proses penyortiran Kotak-kotak berwarna seperti diperlihatkan pada
Gambar 6 terlebih dahulu diletakkan di depan sensor
Sistem Mekanik Alat Penyortir Produk dan dicatat frekuensi yang terbaca oleh sensor.
Sistem mekanik yang dirancang pada model sistem
otomatisasi penyortiran produk ini terdiri dari rangka
alat dan dua buah belt konveyor. Belt konveyor ini
digerakkan oleh motor DC yang telah dilengkapi
gearbox. Pada Gambar 3 diperlihatkan bentuk rangka
mesin sortir otomatis yang dirancang.

Gambar 6. Kotak warna sebagai benda uji

Inisialiasi warna dilakukan selama 60 detik dengan


jarak baca per satu detik. Pembacaan intensitas warna
dilakukan untuk setiap kotak dengan warna yang
Gambar 3. Rangka alat berbeda. Data intensitas warna dari tiap kotak dicatat
serta digambarkan dengan grafik. Pada Gambar 7
Sistem Elektronik Alat Penyortir Produk diperlihatkan contoh inisialisasi sensor untuk
Perangkat elektronik yang digunakan pada model pembacaan kotak berwarna merah. Dari Gambar 7
mesin otomasi penyortir produk diantaranya adalah terlihat bahwa rentang pembacaan oleh sensor
sistem pengendali berupa mikrokontroler Arduino pendeteksi warna merah, biru dan hijau
Uno R3[1], catu daya, rangkaian sensor dan masing-masing : 427<fmerah<492, 854<fbiru<974 dan
rangkaian driver motor. Skema sistem elektronik dari 780<fhijau<909.
mesin sortir otomatis diperlihatkan pada Gambar 4.
1500
Intensitas

Red
1000
Blue
500
Green
0
0 50 100
Detik
Gambar 7. Grafik intensitas warna merah
Gambar 4. Skema rangkaian elektronik

2
Kode Makalah: RME-002 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

Pada Tabel 1 diperlihatkan hasil inisialisasi dari Tabel 4 Hasil keterulangan sensor
rentang frekuensi minimum dan maksimum yang
dihasilkan oleh sensor warna merah, hijau dan biru No Merah Kuning Hijau Biru Oranye
untuk 5 warna kotak.
1 √ √ x √ √
Tabel 1. Hasil inisialisai lima jenis kotak
2 √ √ √ √ √
No Warna R G B 3 X √ √ √ √

1 Min 427 854 780 4 √ √ √ √ √


Merah
2 Max 492 974 909 5 √ √ √ x √
3 Min 320 452 626
Kuning 6 √ √ √ √ x
4 Max 349 492 689
5 Min 644 561 629 7 √ √ x √ √
Hijau
6 Max 696 668 707
7 Min 745 658 456 8 √ √ √ √ √
Biru
8 Max 788 727 552 9 √ x √ √ √
9 Min 402 767 809
Oranye 10 √ √ √ √ √
10 Max 447 876 953
Keterangan:
Pengujian Alat Penyortir √ : berhasil
Pengujian dilakukan setelah hasil inisialisasi warna x : tidak berhasil
dimasukkan ke dalam program. Ada dua jenis
pengujian yang dilakukan pada penelitian ini. Analisis dan Pembahasan
Pengujian pertama dengan menggunakan kotak uji
yang berbeda-beda untuk mengetahui kemampuan Berdasarkan hasil pengujian didapatkan bahwa kotak
sensor membedakan warna. Pengujian kedua berwarna oranye memiliki intensitas warna yang
dilakukan untuk satu warna kotak saja dengan 10 kali sangat dekat dengan kotak merah sehingga
percobaan. Pengujian ini berguna untuk mengetahui memungkinkan sensor untuk salah
kemampuan sensor mendeteksi warna yang sama menerjemahkannya.
secara berulang-ulang. Hasil dari pengujian pertama
dan kedua dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4 Dari hasil yang diperoleh pada pengujian pertama
terlihat bahwa, alat yang dibuat mampu membedakan
Tabel 3 Pengujian pendeteksian warna lima jenis warna kotak. Sedangkan pada pengujian
No Warna yang Warna Ket. kedua didapatkan hasil keterulangan sensor yang
disortir kotak uji cukup baik.
1 Merah Cocok
2 Merah Kuning Reject Error atau kesalahan yang terjadi dapat diakibatkan
3 Oranye Reject karena adanya gangguan berupa cahaya dari luar alat
4 Kuning Cocok sehingga mengubah bacaan sensor. Hal tersebut
5 Kuning Hijau Reject mengakibatkan logika program tidak jalan. Dalam hal
6 Biru Reject ini, sensor warna yang dipakai tidak dilengkapi
7 Hijau Cocok dengan lensa yang memfokuskan bacaan warna
Hijau
8 Kuning Reject sehingga nilai yang didapat kurang stabil.
9 Biru Cocok
10 Biru Merah Reject Di samping itu, bacaan dari sensor warna TCS3200
11 Oranye Reject
dipengaruhi oleh jarak antara sensor dengan
12 Oranye Cocok
permukaan benda uji[2]. Semakin dekat benda uji
13 Oranye Kuning Reject
14 Merah Reject
pada sensor maka bacaan sensor akan menjadi kecil.

Adapun solusi yang dapat ditawarkan adalah


membatasi cahaya luar yang diterima sensor dengan
mengisolasi atau menutup bagian sensor dan
memberi pembatas pada lintasan benda uji agar
benda tidak bergeser terlalu jauh.

Terakhir dapat dilakukan penyesuaian program


dengan memberikan toleransi pada range logika

3
Kode Makalah: RME-002 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 03 November 2015

pemrograman agar dapat menyesuaikan perubahaan


bacaan frekuensi warna.

Kesimpulan
Dari pembuatan model alat penyortir yang telah
dibuat diperoleh beberapa buah kesimpulan sebagai
berikut :
 Pada penelitian ini telah berhasil dibuat alat
penyortir produk menggunakan sensor warna skala
laboratorium. Akan tetapi, alat ini masih
memerlukan penyempurnaan pada beberapa aspek.
 Sensor warna yang dipakai pada penelitian ini
menggunakan photodetector yang memiliki 4 filter
warna, yaitu merah, hijau, biru dan clear. Sensor
warna ini selanjutnya menghasilkan pulsa elektrik
yang frekuensinya sebanding dengan intensitas
warna yang dideteksi. Dari hasil pengujian yang
diperoleh, sensor warna berhasil membedakan
warna dengan baik.

Daftar Pustaka

[1] Kadir, Abdul. Panduan Praktis Mempelajari


Aplikasi Mikrokontroler dan Pemrogramannya
menggunakan Arduino. Yogyakarta: Penerbit
Andi(2013)
[2] Khair, Ummul dkk. Robot Pendeteksi Warna
Menggunakan TCS3200. Sekolah Tinggi Teknik
Harapan Medan(2013).

4
Kode Makalah: RME-003 Proceeding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 3 November 2015

Penghitungan Numerik Beban Kritis Buckling Struktur Kolom Bertingkat (Stepper) Akibat
Beban Tekan Aksial Berbasiskan Metode Beda Hingga

Eka Satria1, a, Farla Kurnia2, Jhon Malta3 dan Mulyadi Bur4


1,2,3,4
Jurusan Teknik Mesin Universitas Andalas Padang-Sumatera Barat
E-mail: aekasatria@ft.unand.ac.id

Abstrak

Sebuah struktur rangka batang dengan geometri penampang yang bervariasi sangat banyak ditemukan
dalam berbagai kasus rekayasa struktur. Hal ini disebabkan karena bentuk rangka seperti ini
dipertimbangkan mampu mereduksi berat dari struktur sehingga biaya konstruksi juga dapat diturunkan.
Salah satu kasus khusus yang menggambarkan kondisi di atas adalah struktur kolom dengan penampang
yang berubah secara tiba-tiba atau kolom stepper. Dibandingkan kolom berpenampang seragam, analisis
analitik untuk menghitung beban kritis kolom stepper akibat beban tekan aksial akan jauh lebih rumit dan
tidak praktis. Untuk mengatasi hal tersebut, makalah ini bertujuan menggunakan pendekatan numerik
berbasiskan metode beda hingga sebagai solusinya. Metode beda hingga dipilih karena sederhana secara
konsep dan sangat mudah untuk diterapkan dalam bentuk progam komputasi. Berdasarkan hasil
penghitungan numerik yang diperoleh akan direkomendasikan suatu persamaan bantu sederhana dalam
memprediksi beban kritis buckling kolom stepper untuk para praktisi di lapangan .

Kata kunci: Kolom, Buckling, Stepper, Metode Beda Hingga, Beban Kritis

Pendahuluan Salah satu jenis kolom dengan penampang


bervariasi yang banyak digunakan di lapangan
Fenomena buckling pada kolom merupakan adalah kolom bertingkat (stepper). Sebenarnya
model sederhana untuk menggambarkan banyak penelitian yang telah dilakukan dalam
masalah stabilitas struktur, dimana dalam menghitung kekuatan buckling kolom jenis ini.
sejarah hal ini pertama kali dipecahkan oleh Sebagai contoh, Chen [2] telah memberikan
Euler pada tahun 1744 [1]. Dengan suatu persamaan analitik untuk menghitung
menggunakan persamaan Euler tersebut, para kekuatan buckling kolom bertingkat dua segmen
perancang dengan mudah dapat menentukan yang dijepit pada sisi bagian bawahnya dan
besarnya beban kritis suatu kolom yang dibebani secara tekan aksial pada sisi atasnya
menyebabkan terjadinya buckling. Akan tetapi melalui konsep mekanika benda padat.
penggunaan persamaan ini terbatas pada suatu Persamaan ini kemudian disempurnakan oleh
kondisi ideal dimana kolom dianggap memiliki Satria et.al [3] dengan memberikan persamaan
penampang yang seragam di sepanjang batang, pendekatan yang lebih umum untuk menghitung
geometri yang lurus sempurna (tidak ada cacat kekuatan buckling struktur kolom bertingkat dua
geometri), dan lokasi pembebanan yang segaris segmen dengan beban yang berbeda pada tiap
dengan sumbu kolom. Diluar batasan tersebut segmen melalui pendekatan analitik dan
persamaan Euler tidak akan memberikan hasil numerik.
seperti yang diharapkan.
Hanya saja, persamaan yang diberikan ini hanya
Kenyataan di lapangan, penggunaan kolom berlaku pada kolom dengan kondisi tumpuan
dengan penampang bervariasi sangat banyak jepit-bebas. Untuk kolom dengan jenis tumpuan
ditemukan. Hal ini biasanya disebabkan karena yang lain seperti pin-roller ataupun pin-jepit,
jenis kolom ini dipertimbangkan mampu akan memerlukan penurunan persamaan
mereduksi berat struktur sehingga pada akhirnya matematika yang cukup rumit, sehingga tidak
mampu menurunkan biaya konstruksi. akan praktis bagi para praktisi di lapangan.

1
Kode Makalah: RME-003 Proceeding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 3 November 2015

Untuk mengatasi permasalahan di atas, makalah (2)


ini menggunakan pendekatan numerik
berbasiskan konsep beda hingga (MBH) untuk Jika diasumsikan dan kolom dibagi
menghitung beban kritis buckling pada kolom dalam, misal, 4 buah segmen (lihat Gambar.1),
stepper. MBH dipilih karena metode ini tidak sehingga  x  L / 4 , maka Pers.(2) dapat
memerlukan analisa matematika yang rumit, diubah sebagai berikut:
mudah dimengerti, dan sangat sederhana jika
w
diubah ke dalam bahasa komputasi. y0 - 2 y1+ y2+ y1 = 0 (3)
I1
Ada dua tujuan utama yang akan disampaikan
w
dalam makalah ini: (i) menghitung beban kritis y1 - 2 y2+ y3+ y2 = 0 (4)
buckling dan bentuk lendutan struktur kolom I2
stepper dengan konsep MBH, (2) menemukan w
y 2 - 2 y3+ y 4 + y 3 = 0 (5)
persamaan desain sederhana yang dapat I3
direkomendasikan dalam desain praktis di Dari kondisi syarat batas, akan diperoleh
lapangan. kondisi dimana dan
x
P P P y  x  L   y4  0 Pers.(3), (4) dan (5)
selanjutnya dituliskan dalam bentuk matrik
i=0
y sebagai berikut:
-2 1 0   y1  - w/ I 1 0 0   y1 
i=1 1 -2 1   y  = 0 - w/ I  
0   y2  (6)
  2   2 
   
0 1 -2   y3  0 0 - w/ I 3   y 3 
L i=2
Dari Pers.(6) ini dapat dihitung harga beban
kritis buckling P = wE/  x 2 dan bentuk
i=3
lendutan buckling kolom tersebut dapat dilihat
dari eigen vektornya.
i=4
B. Kolom Stepper Tumpuan Jepit-Bebas
i=5
Persamaan dasar lendutan pada kolom dengan
tumpuan jepit-bebas akibat pembebanan tekan
Gambar 1. Pemodelan kolom stepper dengan aksial dapat dituliskan sebagai berikut:
tumpuan (a). pin-roller (kiri), (b). jepit-bebas
(7)
(tengah), dan (c). jepit-roller (kanan)
Kembali, jika persamaan MBH orde-2
Metode Analisis diterapkan ke dalam Pers.(1) di atas maka akan
diperoleh:
Ada tiga jenis tumpuan untuk kolom stepper (8)
yang akan digunakan dalam analisa, seperti
diperlihatkan dalam Gambar.1 [4]. Seperti halnya model pertama, kolom kembali
dimisalkan dibagi dalam 4 segmen (lihat
A. Kolom Stepper Tumpuan Pin-Roller Gambar.1), maka Pers.(8) dapat diubah sebagai
Persamaan dasar lendutan pada kolom dengan berikut:
tumpuan pin-roller akibat pembebanan tekan w
y0 - 2 y1+ y2   y0  y1  = 0 (9)
aksial dapat dituliskan sebagai berikut: I1
(1) w
y1 - 2 y2+ y3   y0  y2  = 0 (10)
Jika sebuah persamaan MBH orde-2 diterapkan I2
dalam Pers.(1) di atas maka akan diperoleh: w
y 2 - 2 y3+ y 4   y 0  y3  = 0 (11)
I3
w
y3 - 2 y 4 + y 5   y 0  y 4  = 0 (12)
atau I4
2
Kode Makalah: RME-003 Proceeding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 3 November 2015

Kemudian dengan memasukan kondisi syarat  


batas diperoleh y'  x  L   0  y5  y3 dan  
-2 1 0 
y  x  L   y4  0 . Pers.(9), (10), (11) dan (12)   y1  -w / I 1 0 0   y1 
 4 I4       
selanjutnya dapat dituliskan dalam bentuk 1 -2  1     y 2   0 -w / I 2 0   y 2 
matrik sebagai berikut:   3I 2      
   y3  0 0 -w / I 3   y 3 
1 -2 1 0   y1  w/ I 1 - w/ I 1 0 0   y1    6 I 4 
0 1 - 2 1   y  w/ I 0 - w/ I 0 1 - 2 
0   y2    
3I 3  
   2  =  2 2    
0 0 1 - 2   y3  w/ I 3 0 0 - w/ I 3   y3  (19)
   
0 0 0 2   y4  w/ I 4 0 0 0   y4  Dari Pers.(19) ini dapat dihitung harga beban
(13) kritis buckling dan modus buckling
Dari Pers.(13) ini dapat dihitung harga beban kolom tersebut dapat dilihat dari eigen
kritis buckling P = wE/  x 2 dan bentuk vektornya.
lendutan buckling kolom tersebut dapat dilihat
dari eigen vektornya. Model Numerik

C. Kolom Stepper Tumpuan Jepit-Roller Untuk penghitungan beban kritis buckling


Persamaan dasar lendutan pada kolom dengan kolom stepper, digunakan geometri seperti
tumpuan jepit-roller akibat pembebanan tekan terlihat pada Tabel 1.
aksial dapat dituliskan sebagai berikut:
(14) Tabel 1. Geometri Kolom Stepper
Parameter Deskripsi
Dimana adalah gaya geser sejarak dari
Bentuk Penampang: Bujur Sangkar
tumpuan roller. Jika persamaan MBH orde-2 Dimensi:
kembali diterapkan dalam Pers.(1) di atas maka Penampang Penampang Bawah: D=100 mm
akan diperoleh: Kolom Penampang Atas:
d=10,20,30,40,50,60,70,80,90,100
(15) mm
Tipe A Atas:Roller-Bawah:Pin
Jika diasumsikan dan , Kondisi
Tipe B Atas:Bebas-Bawah:Jepit
kemudian kolom kembali dimisalkan dibagi Tumpuan
dalam 5 segmen (lihat Gambar.1), maka Tipe C Atas:Roller-Bawah:Jepit
Pers.(15) dapat diubah sebagai berikut: Vertikal tekan pada tumpuan atas,
Beban
sebesar P
w a
y0 - 2 y1+ y2  y1 = (16)
I1 I1 Baja,
Material
dan
w a
y1 - 2 y2+ y3  y2 = (17) Panjang
I2 I2 L=1000 mm
Kolom
w a Jumlah 15 buah (untuk ketiga jenis model
y 2 - 2 y3+ y 4  y3 = (18)
I3 I3 Segmen tumpuan)
Kemudian dengan memasukan kondisi syarat
batas diperoleh serta Hasil dan Pembahasan
y  x  L   y4  0 . dan Analisa penghitungan numerik beban kritis
y'  x  L   0  y5  y3 . Jika harga ini kolom stepper berbasiskan metode beda hingga
dimasukan ke dalam Pers.(18) akan diperoleh dilakukan dengan menggunakan program
4a 2 komputasi yang dibuat dengan Software
harga 2 y3 = , atau a = I 4 y3 . Selanjutnya MatLab.
I3 4
Pers.(16), (17) dan (18) dapat dituliskan dalam A. Beban Kritis dan Bentuk Lendutan
bentuk matrik sebagai berikut:
Gambar 2 memperlihatkan harga faktor reduksi
P*= PMBH/Peuler untuk ke tiga jenis tumpuan:
3
Kode Makalah: RME-003 Proceeding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 3 November 2015

pin-roller; jepit-bebas dan jepit-roller, dalam Untuk kolom berpenampang seragam (ditandai
variasi rasio D/d. Harga Peuler menunjukan harga dengan notasi D/d=1), hasil yang diberikan
beban kritis buckling yang diperoleh melalui dapat dijustifikasi kebenarannya dengan
persamaan Euler untuk kolom berpenampang persamaan Euler. Untuk ketiga tumpuan hasil
seragam, sedangkan PMBH adalah harga beban perbandingan memberikan harga PMBH/Peuler=1.
kritis buckling yang diperoleh melalui MBH.

P* Normalisasi Lendutan

D/d=10

D/d
D/d=1

Nodal
(a)
P*
Normalisasi Lendutan

D/d=10

D/d=1

D/d

Nodal
(b)
P* Normalisasi Lendutan

D/d=10

D/d D/d=1

Nodal

(c)
Gambar 2. Kurva faktor reduksi beban kritis buckling Euler vs rasio D/d beserta bentuk lendutannya: (a).
Kolom stepper dengan tumpuan pin-roller (atas), (b). Kolom stepper dengan tumpuan jepit-bebas
(tengah), dan (c). Kolom stepper dengan tumpuan jepit-roller (bawah)

4
Kode Makalah: RME-003 Proceeding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 3 November 2015

Untuk melihat keefektifan MBH dalam P*=0.60 untuk kolom dengan tumpuan pin-roller,
menghitung beban kritis buckling kolom stepper P*=0.71 untuk kolom dengan tumpuan jepit-bebas
ini, hasil yang diperoleh diperbandingkan dan P*=0.54 untuk kolom dengan tumpuan
dengan persamaan pendekatan yang diberikan jepit-roller jika rasio meningkat menjadi
oleh Satria, et.al [3]. D/d=1.25. Kemudian jika D/d dinaikan menjadi
2.0, maka harga P* kembali turun 0.10 untuk
Pcr L2 EI1  2,5555  0, 2789  I1 I 2  kolom dengan tumpuan pin-roller, P*=0.17 untuk
kolom dengan tumpuan jepit-bebas dan P*=0.17
 0,3166  P1 P2   0, 0564  I1 I 2  P1 P2  untuk kolom dengan tumpuan jepit-roller.
 0, 0099  I1 I 2   0, 0024  I1 I 2   P1 P2 
2 2
Untuk mendapatkan harga yang lebih umum,
(20) suatu persamaan desain untuk menentukan beban
kritis buckling suatu kolom stepper dengan
Hanya saja persamaan pendekatan ini (Pers.(20)) panjang, L dapat ditentukan dengan
hanya berlaku untuk kolom dengan tumpuan memanfaatkan teknik regresi. Hasil yang
jepit-bebas dan untuk perbandingan momen diperoleh diperlihatkan pada Gambar.2, dimana
inersia penampang I D / I d  1 s/d 16. Harga untuk kolom stepper dengan tumpuan pin-roller,
P2 / P1  0 dikarenakan tidak ada gaya aksial persamaan desain yang direkomendasikan adalah:
yang bekerja pada nodal yang mengalami Pcr =P * .Peuler
perubahan penampang tiba-tiba. Gaya hanya 3.83  
EI D 
2
diberikan pada nodal bebas dari kolom. Pcr  1.2863  D / d   2  (21)
 L 
Tabel 2 memperlihatkan hasil perbandingan
Kemudian, untuk kolom kolom stepper dengan
MBH dengan Satria, et.al [3] menunjukkan
tumpuan jepit-bebas, persamaan desain yang
tingkat akurasi yang terendah, berkisar 70%, direkomendasikan adalah:
pada rasio I D / I d  16.
3.361   EI D 
2
Pcr  1.3126  D / d   2 
(22)
Tabel 2. Perbandingan hasil dengan persamaan 
 4L 
pendekatan Satria, et.al [3]
D/ d I D / Id PMBH/Peu PSATRIA/Peu Terakhir, untuk kolom kolom stepper dengan
tumpuan jepit-roller, persamaan desain yang
1.00 1.00 1.00 0.93
direkomendasikan adalah:
1.11 1.52 0.88 0.87 2
1.25 2.44 0.71 0.78 3.407  EI D
Pcr  1.273  D / d  (23)
1.43 4.16 0.52 0.64  0 .6 99 L  2
1.67 7.72 0.33 0.40
2.00 16.00 0.17 0.25
Kesimpulan
Kemudian dari bentuk lendutan kolom stepper Kesimpulan yang diperoleh dari makalah ini
dapat dilihat bahwa untuk kolom dengan adalah:
tumpuan pin-roller maupun jepit roller, lendutan 1. Penggunaan MBH cukup efektif dan akurat
maksimum akan bergerak menuju ke arah dalam menentukan beban kritis buckling
penampang minimum jika rasio D/d ditingkatkan untuk kolom kolom stepper. Untuk kolom
dari D/d=1.0 sampai D/d=10. Sedangkan untuk seragam, hasil yang diberikan oleh MBH
kolom dengan tumpuan jepit-bebas, bagian dapat dijustifikasi dengan baik oleh hasil yang
kolom yang berada dekat penampang minimum diberikan oleh Persamaan Euler, dengan
akan memiliki lendutan lebih besar jika rasio akurasi hampir 100%. Sedangkan untuk
D/d ditingkatkan. kolom stepper, hasil perbandingan dengan
persamaan pendekatan yang diturunkan oleh
B. Rekomendasi Persamaan Desain Satria, et.al [3] menunjukkan tingkat akurasi
Sebagaimana yang diperlihatkan oleh Gambar.2, yang bervariasi, dimana akurasi terbaik
beban kritis buckling kolom stepper akan mendekati 99% untuk I D / I d  1.52
tereduksi dengan semakin meningkatnya rasio
D/d. Sebagai contoh harga P* akan turun menjadi

5
Kode Makalah: RME-003 Proceeding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2015
Universitas Andalas, Padang, 3 November 2015

sedangkan akurasi terendah sekitar 70%


untuk harga I D / I d  16 .
2. Tiga buah persamaan rekomendasi diberikan
dalam makalah ini, yaitu sebagai berikut:
(i). kolom stepper dengan tumpuan pin-roller
3.83   EI D 
2
Pcr  1.2863  D / d   
 L2 
(ii). kolom stepper dengan tumpuan
jepit-bebas
3.361  
EI D 
2
Pcr  1.3126  D / d   2  
 4L 
(iii). kolom stepper dengan tumpuan
jepit-roller
3.407 2 EI D
Pcr  1.273  D / d 
 0 .6 99 L  2

Referensi
[1]. Gere J.M, Mechanics of Materials Sixth
Edition, Thomson Learning, Singapore, 2004
[2]. W.F. Chen, E.M.Lui, Structural Stability:
Theory and Implementation, Elsevier Science
Pub.,1987
[3]. Satria, E; Arif, M.; Bur, M, “Penghitungan
Analitik Kekuatan Buckling Struktur Kolom
Bertingkat Dua Segmen dengan Beban Aksial
yang Berbeda Pada Setiap Segmennya”, Jurnal
Teknika Vol.20 No.01, April, 2013.
[4]. M.J. Irremonger, “Finite Difference Buckling
Analysis of Non-Uniform Columns”, Computer
and Structures, Vol.12 pp.741-748, 1980.

Anda mungkin juga menyukai