Anda di halaman 1dari 2

A.

Definisi Dalil

Pengertian dalil dalam bahasa Arab adalah: Yang menun jukkan kepada sesuatu, baik bersifat
inderawi ataupun maknawi, baik ataupun buruk. Adapun pengertian dalil menurut istilah para ahli
ilmu ushul fiqih adalah: Sesuatu yang dijadikan se bagai dalil terhadap hukum syara' yang berkenaan
dengan perbuatan manusia dengan didasarkan pada pandangan yang benar mengenainya, baik
secara pasti (qath') atau dugaan kuat (hann). Sedangkan istilah seperti dalil-dalil hukum, pokok
pokok hukum, sumber-sumber hukum Islam merupakan bebe rapa lafal yang memiliki arti sama
(sinonim),

Sebagian ahli ilmu ushul fiqih mendefinisikan dalil sebagai: Sesuatu yang digunakan sebagai hukum
syara' yang berkenaan dengan perbuatan manusia secara pasti (qathi). Sedangkan sesuatu yang
digunakan sebagai hukum syara' dengan jalan dugaan kuat (channi), maka disebut ammarah (tanda)
dan bu kan dalil. Akan tetapi, yang terkenal di kalangan ulama ushul, pengertian dalil menurut istilah
adalah: Sesuatu yang dari padanya diambil hukum syara' yang berkenaan dengan per buatan
manusia secara mutlak, baik dengan jalan qath'i atau dengan jalan zhanni. Oleh karena itulah,
mereka membagi dalil

menjadi dua bagian yaitu:

- Dalil yang dalalahnya qath'i, dan

-Dalil yang dalalahnya zhanni.

B. Dalil Syar'i Secara Umum

Berdasarkan penelitian diperoleh kepastian, bahwasanya dalil-dalil syar'iyyah yang menjadi sumber
pengambilan hu kum-hukum yang berkenaan dengan perbuatan manusia kem

bali pada empat sumber, yaitu:

1. Al-Qur'an,

2. As-Sunnah,

18 im Usul Fiqih

3. Ijma', dan
4. Qiyas Keempat dalil tersebut telah disepakati oleh jumhur umat Islam untuk dipergunakan sebagai
dalil. Selanjutnya dalam memper gunakan dalil tersebut, mereka juga sependapat bahwa dalil dalil
itu mempunyai urutan sebagai berikut: Al-Qur'an, As Sunnah, lima, dan Qiyas. Hal ini apabila terjadi
suatu peristiwa, maka pertama kali yang harus dilihat adalah Al-Qur'an, apabila ditemukan hukum di
dalamnya, maka hukum itu dilaksanakan. Namun jika hukumnya tidak ditemukan, maka dilihat
dalam As Sunnah, kemudian jika ditemukan hukumnya, maka hukum itu dilaksanakan. Akan tetapi,
jika tidak ditemukan hukumnya da lam As-Sunnah itu, maka harus dilihat, apakah para mujtahid
dalam suatu masa pernah berijma' mengenai hukumnya atau ti dak. Lantas jika ditemukan, maka
hukum itu dilaksanakan, dan jika tidak ditemukan, maka seseorang harus berijtihad untuk
menghasilkan hukumnya, dengan cara mengqiyaskan pada hu kum yang telah ada nashnya.

Anda mungkin juga menyukai